intrauterine growth restriction.docx

38
REFRESHING INTRAUTERINE GROWTH RESTRICTION Oleh : Claurita Deasy N. 0910710016 Edah Humaidah 0910710062 Ingrid Amadea S. 0910713064 Pembimbing dr. Eko Sulistijono, Sp. A (K)

Upload: mila-rosyidah

Post on 25-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REFRESHING

INTRAUTERINE GROWTH RESTRICTION

Oleh :

Claurita Deasy N. 0910710016

Edah Humaidah 0910710062

Ingrid Amadea S. 0910713064

Pembimbing

dr. Eko Sulistijono, Sp. A (K)

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG

2014

DAFTAR ISI

HalamanHalaman Judul ............................................................................................. iDaftar Isi ..................................................................................................... iiBAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 21.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi .................................................................................................. 4 2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 42.3 Faktor Risiko .......................................................................................... 5 2.3.1 Faktor Risiko dari Ibu ..................................................................... 5 2.3.2 Faktor Risiko dari Janin ................................................................. 6 2.3.3 Faktor Risiko dari Plasenta ............................................................... 62.4 Klasifikasi IUGR ..................................................................................... 62.5 Patofisiologi .............................................................................................. 82.6 Identifikasi Pertumbuhan Janin Terhambat ................................................ 82.7 Tatalaksana ............................................................................................... 12

2.7.1 Tatalaksana Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) .................... 14 2.7.2 Tatalaksana Bayi Prematur ........................................................... 16

2.8 Pencegahan .............................................................................................. 172.9 Prognosis .................................................................................................. 18

BAB 3 PENUTUP3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 19DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Intrauterine Growth Restriction (dulunya disebut Intrauterine Growth

Retardation) atau IUGR didefinisikan sebagai kecepatan pertumbuhan janin

yang lebih lambat dibandingkan dengan potensi pertumbuhan janin tersebut

sesuai dengan usia kehamilannya (Saleem et al., 2011). IUGR merupakan

hasil akhir dari pertemuan antara faktor genetik dan lingkungan yang

menyebabkan berat badan lahir rendah (Warshaw, 2006).

IUGR berbeda dengan KMK (Kecil Masa Kehamilan). KMK didefinisikan

sebagai perkiraan berat janin yang berada di bawah persentil 10 untuk usia

kehamilan dan di bawah persentil 2,5 untuk lingkar abdomen (Saleem et al.,

2011). Seringkali tatalaksana IUGR dan KMK disamakan, padahal keduanya

tidak sama. Bayi dengan KMK biasanya lahir sehat meskipun beratnya

rendah, sedangkan bayi dengan IUGR biasanya memang KMK dan berkaitan

dengan mortalitas dan morbiditas perinatal. Membedakan antara IUGR dan

KMK sangat penting untuk menghindari tatalaksana yang berlebihan dan

berisiko bagi ibu dan bayi. Meskipun demikian membedakan keduanya pada

kenyataannya masih sulit (Rodeck et al., 2009).

Kejadian IUGR di dunia mencapai 24% dari seluruh kelahiran yang

setara dengan kira-kira 30 juta bayi setiap tahun. Sedangkan 75% dari

seluruh kejadian IUGR terjadi di Asia, sisanya 20% di Afrika, dan 5% di

Amerika Latin. Dari seluruh kejadian tersebut rata-rata IUGR banyak terjadi di

negara-negara berkembang (Saleem et al., 2011). Insidens IUGR di

Indonesia sendiri adalah sebesar 8% dari seluruh kejadian IUGR secara

internasional (De Ones, 1998).

Faktor risiko IUGR bisa berasal dari faktor ibu, faktor janin, dan faktor

plasenta. Faktor ibu diantaranya riwayat IUGR sebelumnya, berat badan

selama hamil kurang, kurang nutrisi, merokok, dan lain-lain. Faktor janin

diantaranya infeksi kongenital dan kelainan genetik. Faktor plasenta antara

lain insufisiensi plasenta dan chorionic separation (Lausman dan Walker,

2012).

IUGR dapat dideteksi sebelum persalinan dengan pemeriksaan

diantaranya tinggi fundus uteri, sonografi, dan Doppler velocimetry. Kadang

IUGR sebelumnya tidak diketahui sehingga baru ketahuan setelah kelahiran.

Diagnosis IUGR pada bayi baru lahir dapat menggunakan Ballard score,

selanjutnya diukur menggunakan Lubschenco chart, dan diklasifikasikan

dengan Ponderal Index.

Tatalaksana IUGR sendiri bisa dibedakan menjadi prepartum,

intrapartum, dan postpartum. Tatalaksana prepartum meliputi penegakan

diagnosis IUGR. Berbagai metode dapat dilakukan untuk mengetahui

diagnosis IUGR diantaranya mengukur tinggi fundus uteri, pemeriksaan

sonografi dan cairan amnion, serta Doppler velocimetry. Sedangkan

tatalaksana intrapartum meliputi pengambilan keputusan apakah bayi harus

dilahirkan atau ditunda, jika harus dilahirkan apakah secara normal atau

operasi (Leveno, 2009). Tatalaksana postpartum meliputi follow up bayi dan

ibu, terutama pada kehamilan selanjutnya (Rodeck et al., 2009). Prognosis

IUGR bisa bervariasi. Kebanyakan akan menyebabkan gangguan neurologis

seperti cerebral palsy. Sedangkan untuk gangguan non-neurologis biasanya

di masa dewasa bayi yang lahir dengan riwayat IUGR akan berisiko lebih

tinggi untuk terkena diabetes dan penyakit jantung (Warshaw, 2006).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, IUGR sampai saat ini masih

menjadi perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, termasuk

Indonesia sehingga diperlukan pemahaman yang baik mengenai IUGR mulai

dari pengertian, faktor risiko, diagnosis, tatalaksana, hingga prognosis.

Karena alasan itulah topik Intrauterine Growth Restriction akan dibahas pada

refreshing ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

refreshing ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah definisi IUGR?

2. Bagaimana epidemiologi IUGR?

3. Apakah faktor risiko IUGR?

4. Bagaimana klasifikasi dari IUGR?

5. Bagaimana diagnosis IUGR?

6. Bagaimana tatalaksana IUGR?

7. Bagaimana pencegahan IUGR?

8. Bagaimana prognosis IUGR?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan refreshing ini antara lain yaitu:

1. Mengetahui definisi IUGR

2. Mengetahui epidemiologi IUGR

3. Mengetahui faktor risiko IUGR

4. Mengetahui klasifikasi dari IUGR

5. Mengetahui diagnosis IUGR

6. Mengetahui tatalaksana IUGR

7. Mengetahui pencegahan IUGR

8. Mengetahui prognosis IUGR

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

IUGR (Intrauterine Growth Restriction) atau pertumbuhan janin terhambat

(PJT) ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari berat yang harus

dicapai pada usia kehamilan tertentu (WHO, 1995). Biasanya perkembangan

yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan

(Sarwono, 2003). IUGR (Intrauterine Growth Restriction) sebelumnya disebut

Intrauterine Growth Retardation, merupakan jalur akhir yang umum di mana

pengaruh genetik dan lingkungan mengakibatkan berat badan lahir rendah

untuk usia kehamilan. IUGR telah didefinisikan paling umum di Amerika

sebagai berat lahir kurang dari persentil kesepuluh untuk usia kehamilan.

Definisi ini mungkin menyebabkan estimasi yang berlebihan terhadap

kejadian IUGR, karena tidak semua kelahiran yang kurang dari 10% memiliki

pembatasan pertumbuhan yang patologis. Bayi kecil dengan tidak ada bukti

pengaruh genetik atau lingkungan yang merugikan harus terhindar dari label

IUGR, yang berkonotasi patologi, dan harus didefinisikan sebagai kecil untuk

usia kehamilan (KMK). Istilah KMK harus diterapkan untuk semua bayi

kurang dari persentil kesepuluh dan IUGR umumnya untuk bayi kurang dari

persentil ketiga. Dengan demikian , meskipun semua bayi dengan IUGR juga

adalah KMK, tidak semua bayi KMK juga IUGR (Warshaw, 2006).

2.2 Epidemiologi

Di negara berkembang, IUGR diperkirakan mempengaruhi antara 14

sampai 20 juta bayi per tahun, atau sebanyak 30 juta. Empat belas juta

setara dengan 11% dari semua kelahiran di negara berkembang. Perkiraan

yang tinggi mungkin lebih mendekati kenyataan karena data berat lahir

kebanyakan diperoleh dari klinik dan di negara berkembang bayi yang lahir

di rumah lebih mungkin terjadi BBLR. Namun demikian, perkiraan ini menjadi

data dasar yang berguna untuk menargetkan hal-hal yang menjadi perhatian

dan mengalokasikan sumber daya (Allen dan Gilespie, 2001).

Tingkat IUGR-BBLR dapat dikategorikan sebagai presentasi dari semua

kelahiran, sebagai berikut: rendah (<5%), sedang (5-10%), tinggi (10-15%),

dan sangat tinggi (>15%). Untuk BBLR dan IUGR-BBLR masing-masing,

insiden tertinggi ditemukan di Asia Tengah (28%, 33%). Prevalensi rata-rata

11% dari semua kelahiran di negara berkembang, dan sekitar 21% di Asia

Tenggara. Di tingkat internasional, insiden tertinggi untuk BBLR dan IUGR-

BBLR masing-masing adalah: Bangladesh (50%, 39%), India (28%, 21%),

dan Pakistan (25%, 18%). Untuk negara-negara Asia lainnya, data

korespondensi adalah: Sri Lanka (19%, 13%), Kamboja (18%, 12%),

Vietnam, dan Filipina (11%, 6%), Indonesia dan Malaysia (8%, 4%), Thailand

(8%, 3%), dan China (6%, 2%) (De Ones, 1998).

2.3 Faktor Risiko

Menurut Lausman dan Walker (2012), hal-hal yang menyebabkan

terjadinya IUGR bisa terdapat pada kehamilan ibu, janinnya sendiri, maupun

dari plasenta, yaitu sebagai berikut:

2.3.1 Faktor Risiko dari Ibu

Kehamilan sebelumnya dengan IUGR

Berat badan ibu sebelum kehamilan rendah

Kurangnya penambahan berat badan selama kehamilan dan nutrisi

(<1500 kkal/hari)

Status sosioekonomi yang rendah

Merokok, konsumsi alkohol, narkoba

Usia kehamilan yang ekstrem, <16 tahun atau >35 tahun

Menggunakan assisted reproductive technology (misal in vitro fertilization)

Mengonsumsi obat-obatan teratogenik seperti antikonvulsan,

methotrexate, warfarin.

Penyakit vaskuler seperti hipertensi kronis, pre-gestational diabetes,

antiphospholipid antibody syndrome, collagen vascular disease (systemic

lupus erythematosus, thrombophilia, penyakit ginjal, Crohn’s disease,

kolitis ulseratif)

Hipoksia

Anemia termasuk hemoglobinopati

2.3.2 Faktor Risiko dari Janin

Infeksi kongenital: cytomegalovirus, rubella, varicella, toxoplasmosis,

tuberculosis, HIV, malaria kongenital

Aneuploidies: triploidy, trisomy 13, 18, 21

Microdeletions: 4p-

Imprinting: Russell-Silver syndrome

2.3.3 Faktor Risiko dari Plasenta

Insufisiensi vaskular uteroplasenta

Chorionic separation (partial abruption, hematoma)

Malformasi major uterus (unicornuate uterus)

2.4 Klasifikasi IUGR

Dengan memilah janin yang mengalami hambatan pertumbuhan menjadi

subtipe “simetris” yang berarti kecil secara proporsional dan “asimetris” yang

mengacu kepada mereka dengan keterlambatan pertumbuhan abdomen

(dibandingkan dengan ukuran kepala) maka tersirat adanya generalisasi

terhadap kemungkinan patofisiologi hambatan pertumbuhan janin. Sebagai

contoh, gangguan awal akibat pajanan bahan kimia, infeksi virus, atau

kelainan perkembangan selular inheren akibat aneuploidi secara teoritis

dapat menyebabkan pengurangan ukuran kepala dan badan secara

proporsional. Hal ini disebut sebagai hambatan pertumbuhan simetris.

Sebaliknya, gangguan pada akhir kehamilan seperti insufisiensi plasenta

yang berkaitan dengan hipertensi secara teoritis dapat menyebabkan

berkurangnya penyaluran glukosa dan penyimpanan di hati. Oleh karena itu,

lingkar perut janin yang mencerminkan ukuran hati akan berkurang. Secara

bersamaan, diperkirakan terjadi pengalihan oksigen dan nutrien ke otak

sehingga pertumbuhan otak dan kepala dapat normal. Rangkaian kejadian

ini secara teoritis dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan asimetris

dengan peningkatan abnormal ukuran relatif otak dibandingkan hati yang

kecil (lingkar perut). Adanya pola gangguan pertumbuhan janin yang simetris

dan simetris menimbulkan minat dalam diagnosis anterpartum dari kedua

bentuk ini karena pola kelainan mungkin dapat mengungkapkan

penyebabnya (Leveno et all, 2009).

Gambar 1. Klasifikasi IUGR (Warshaw, 2006)

Berikut ini perbedaan antara IUGR tipe simetris dan asimetris menurut

Millitelo, et al (2009):

Gambar 2. Perbedaan Spesifik IUGR Simetris dan Asimetris

2.5. Patofisiologi

Temuan patologis yang paling sering ditemukan pada kehamilan dengan

IUGR yang berat dan kematian janin dalam rahim pada trimester ketiga yang

tidak dapat dijelaskan adalah adanya insufisiensi pembuluh darah

uteroplasenta (Lausmann, 2012). Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta

akibat dari perkembangan plasenta yang abnormal, pasokan oksigen,

masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolik menjadi abnormal. Janin

menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul

IUGR yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih jecil daripada lingkar

kepala. Pada keadaaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat

seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria (Sarwono, 2003).

Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi

sangat banyak dan antioksidan yang relatif kurang (misalnya: preeklampsia)

akan menjadi lebih parah. Soothill dan kawan-kawan (1987) telah melakukan

pemeriksaan gas darah pada IUGR yang parah dan menemukan asidosis

dan hiperkapnia, hipoglikemia, dan eritroblastosis (Sarwono, 2003).

2.6 Diagnosis

2.6.1 Diagnosis Antenatal

Perhatian khusus terhadap pertambahan berat badan ibu dan

pertumbuhan fundus uteri selama masa gestasi, dapat mengidentifikasikan

kejadian pertumbuhan janin abnormal pada wanita dengan resiko rendah.

Beberapa faktor resiko seperti previous growth-restricted fetus,

meningkatkan kemungkinan untuk kejadian yang berulang sekitar 20%.

Pada wanita yang memiliki faktor resiko, perlu dilakukan evaluasi berkala

dengan serial sonografi. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan yang

khusus dan lengkap, namun seringkali diagnosis belum dapat ditegakkan

sampai proses persalinan (Leveno, 2009).

a. Tinggi Fundus Uteri

Pengukuran tinggi fundus uteri secara berkala merupakan metode

skrining yang sederhana, aman, murah, dan cukup akurat untuk

mendeteksi janin KMK (kecil masa kehamilan). Namun, kelemahan utama

metode ini sebagai alat skrining, adalah seringkali tidak tepat. Sebagai

contoh, Jensen dan Larsen (1991) serta Walraven (1995) menemukan

bahwa metode ini hanya mampu mengidentifikasikan dengan benar

sekitar 40%, sedangkan fetus lain seringkali terabaikan atau terjadi

overdiagnosed. Meskipun demikian, hasil ini tidak mengurangi pentingnya

dilakukan pengukuran fundus uteri secara benar sebagai metode skrining

sederhana (Leveno, 2009).

Teknik

Metode pengukuran tinggi fundus uteri yang sering digunakan

ditemukan oleh Jimenez dan rekannya pada 1983. Secara ringkas,

meteran yang telah dikalibrasi dalam ukuran sentimeter, diletakkan diatas

lengkung abdomen, mulai dari tepi atas simfisis hingga tepi atas fundus

uteri (yang diidentifikasikan dengan palpasi atau perkusi). Sekitar usia 18-

30 minggu, tinggi fundus uteri dalam centimeter serupa dengan usia

gestasi 2 minggu (Leveno, 2009).

b. Pengukuran Sonografi

Hingga sekarang, masih banyak perdebatan mengenai kegunaan

pemeriksaan berkala dengan sonografi sebagai salah satu cara untuk

menegakkan diagnosis pertumbuhan janin terhambat. Umumnya hasil

skrining rutin jika digabungkan dengan hasil pemeriksaan sonografi awal

pada usia kehamilan 16-20 minggu digunakan untuk menentukan usia

kehamilan dan mengetahui kemungkinan adanya anomali. Pada penelitan

yang mengikutsertakan 8313 kehamilan, Verburg dan rekannya (2008)

menemukan bahwa sonografi yang dilakukan sebelum minggu ke-24 –

lebih optimal pada minggu ke-10 sampai ke-12 – dapat memprediksi usia

gestasi yang lebih akurat dibandingkan periode menstrual terakhir

(Leveno, 2009).

Dengan sonografi, diagnosis pertumbuhan janin terhambat

diperkirakan melalui pengukuran fetus secara biometric untuk mengetahui

berat badan fetus. Penggabungan dimensi kepala, abdomen dan femur

memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat. Hal-hal berikut

dipertimbangkan secara terpisah :

1. Pengukuran panjang femur secara teknis merupakan yang termudah

2. Pengukuran diameter biparietal dan lingkar kepala sangat bergantung

pada bidang kepala yang diperiksa dan juga dipengaruhi jika ada

tekanan deformatif pada tulang kepala.

3. Pengukuran lingkar abdomen lebih bervariasi, namun seringkali

didapatkan hasil yang abnormal pada kasus pertumbuhan janin

terhambat, karena sebagian besar jaringan lunak diikutsertakan.

Lingkar perut yang sesuai masa kehamilan tidak dapat menjadi batasan

bahwa tidak terjadi pertumbuhan janin terhambat, karena pengukuran

yang kurang dari persentil 5 sangat sugestif dalam mendiagnosis

pertumbuhan janin terhambat (Leveno, 2009).

c. Pengukuran Cairan amnion.

Hubungan antara pertumbuhan janin terhambat patologis dengan

oligohidramnion telah sejak lama diketahui. Chauhan pada 2007

menemukan oligohidramnion dibawah 10% pada kehamilan yang

dicurigai terdapat pertumbuhan janin terhambat, namun sekelompok

wanita ini dua kali lebih mungkin untuk melahirkan secara sesar, karena

pola denyut jantung janin yang tidak stabil. Salah satu penjelasan yang

mungkin diberikan adalah karena pada oligohydramnion, produksi urin

janin akan berkurang yang disebabkan oleh hipoksia dan berkurangnya

aliran darah ke ginjal (Leveno, 2009).

d. Doppler velocimetry

Abnormal Doppler velocimetry arteri umbilikalis - yang ditandai

dengan tidak adanya atau aliran diastolic akhir yang terbalik – secara unik

telah dikaitkan dengan pertumbuhan janin terhambat. Penggunaan

Doppler velocimetry dalam penatalaksanaan pertumbuhan janin

terhambat telah direkomendasikan sebagai suatu teknik tambahan dalam

pengujian nonstress atau profil biofisik (Leveno, 2009).

Perubahan awal pada pertumbuhan janin terhambat yang dilihat dari

plasenta, dapat terdeteksi pada pembuluh darah tepi seperti arteri

umbilical dan arteri cerebral media. Sedangkan perubahan yang terjadi

lebih lambat adalah pada abnormalitas aliran di dalam duktus venosus

dan aorta serta arteri pulmonalis (Leveno, 2009).

Pada tahun 2008, Towers dan rekannya mengamati 104 fetus dengan

lingkar perut setara persentil 5 secara prospektif, dan keduanya

mengidentifikasikan dua pola perkembangan Dopler yang abnormal,

yaitu:

1. Disfungsi plasenta ringan , yang terbatas pada arteri umbilicalis

dan arteri cerebral media, serta

2. Disfungsi plasenta progresif, yang berkembang dari pembuluh

darah perifer hingga duktus venosus pada interval variable yang

sesuai dengan masa kehamilan.

2.6.2 Diagnosis Perinatal

Pada beberapa kasus, diagnosis IUGR baru dapat ditegakkan setelah kelahiran,

bayi. Terdapat beberapa langkah untuk mendiagnosis IUGR ini, yaitu

2.6.2.1 Menentukan Umur Kehamilan

Penentuan umur kehamilan secara akurat seringkali sulit ditegakkan. Walaupun

tanggal – tanggal yang diketahui ibu dapat berguna, namun keterangan tersebut

terkadang membingungkan. Sehingga untuk menghindari ketergantungan pada

informasi ibu, dikembangkan beberapa metode untuk memperkirakan umur

kehamilan secara klinis, yaitu :

2.6.2.1.1 Penilaian Umur Kehamilan berdasarkan Ciri Fisik Luar

Terdapat sebelas kriteria yang telah disusun oleh Farr et al dan Usher et al untuk

membantu mengidentifikasi ciri ciri fisik luar bayi baru lahir yang berubah

progresif dengan pola yang teratur. Parameter tersebut adalah sebagai berikut :

Tanda

Luar

Nilai

0 1 2 3 4

Edema Edema nyata di

tangan dan kaki;

pitting edema

apada tibia

Tidak ada edema

nyata tangan dan

kaki, pitting edema

pada tibia

Tidak ada edema

Tekstur

Kulit

Sangat tipis,

seperti gelatin

Tipis dan halus Halus, ketebalan

sedang, ruam atau

pengelupasan

superfisial

Sedikit menebal,

pecah-pecah dan

ruam superfisial

terutama tangan dan

kaki

Tebal dan seperti

perkamen, pecah

– pecah

superfisial atau

dalam

Merah tua Merah muda

menyeluruh

Merah muda pucat

pada tubuh

bervariasi

Pucat; hanya merah

muda pada telinga,

bibir, telapak

tangan/kaki

Tidak tampak

pembuluh-

pembuluh darah

Opasitas

Kulit

Sejumlah besar

vena dan venula

terlihat jelas,

terutama pada

abdomen

Vena-vena dan

cabangnya terlihat

Beberapa vena

besar tampak jelas

pada abdomen

Beberapa vena besar

tampak tidak jelas

pada abdomen

Paling tidak

separuh

punggung tanpa

lanugo

Lanugo Tidak ada Banyak, panjang,

tebal diseluruh

punggung

Penipisan rambut,

terutama di bawah

punggung

Sedikit lanugo &

daerah tanpa rambut

Indentasi nyata

dan dalam lebih

dari sepertiga

anterior

Lipatan

telapak

kaki

Tidak ada lipatan

kulit

Garis garis merah

tipis pada setengah

bagian anterior kaki

Garis garis merah

jelas pada lebih dari

setengah bagian

anterior; indentasi

pada kurang dari

sepertiga bagian

anterior

Indentasi lebih dari

sepertiga bagian

anterior

Bentuk

puting

susu

Puting susu

hampir tidak

tampak, tidak ada

aerola

Puting susu tampak

jelas; areola halus

dan rata, diameter <

0,75 cm

Aerola berbintik,

pinggiran tidak

terangkat, diameter

< 0,75 cm

Aerola berbintik,

pinggiran terangkat,

diameter > 0,75 cm

Ukuran

payudara

Jaringan

payudara tidak

teraba

Jaringan payudara

pada satu atau

kedua sisi, diameter

< 0,5 cm

Jaringan payudara

pada kedua sisi,

salah satu atau

keduanya

berukuran 0,5-1 cm

Jaringan payudara

pada kedua sisi,

salah satu atau

keduanya >1 cm

Bentuk

telinga

Pinna datar, tidak

terbentuk putaran,

pinggiran sedikit

atau tidak ada

Pinna memutar Sebagian pinna

bagian atas

memutar

Seluruh pinna bagian

atas memutar

Kekakuan

telinga

Pinna lunak,

mudah dilipat,

tidak ada rekoil

Pinna lunak, mudah

dilipat, rekoil lambat

Pinggir pinna ada

kartilago, tapi di

beberapa tempat

lunak, segera rekoil

Pinna keras,

berkartilago hingga

pinggir, rekoil

Genitalia

pria

Dalam skrotum

tidak ada testis

Minimal satu testis

terletak tinggi dalam

skrotum

Minimal satu testis

berada dibawah

Genitalia

wanita

(pinggu

setengah

Labia mayora

terpisah jauh,

labia minora

menonjol keluar

Labia mayora

hampir menutupi

labia minora

Labia mayora

menutupi labia

minora secara

penuh

abduksi)

2.6.2.1.2 Penilaian Umur Kehamilan dengan pemeriksaan neurologis

Tidak seperti penilaian umur kehamilan berdasarkan kriteria fisik yang dapat

dilakukan segera setelah lahir, pemeriksaan neurologis harus dilakukan saat bayi

tenang dan beristirahat. Bahkan pada beberapa bayi dengan depresi, asfiksia,

mengalami kerusakan neurologis atau berada dalam keadaan sakit, sulit

diperiksa secara akurat. Hal ini menyebabkan pemeriksaan neurologis lebih

jarang dilakukan dibandingkan pemeriksaan ciri fisik luar untuk menilai umur

kehamilan pada BBLR.

2.6.2.1.3 Penilaian Umur Kehamilan berdasarkan temuan fisik & neurologis

Dubowitz menggabungkan temuan neurologis dengan ciri ciri fisik dan

perubahan-perubahan seiring dengan progress kehamilan dibobot dalam angka

sesuai penampakan mereka. Total jumlah nilai didapat dari dari 10 tanda

fisiologis ditambah 11 nilai dari ciri-ciri fisik eksterna. Kemudian umur kehamilan

ditentukan oleh gabungan nilai tersebut dengan menggunakan grafik sebagai

berikut

Namun, Ballard et al, menciptakan suatu versi pendek sistem Dubowitz. Pada

prosedur ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi

yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa

jam pertama kehidupan

TandaNilai

-1 0 1 2 3 4 5

Kulit Lengket,

rapuh,

transparan

Merah seperti

agar,

transparan

Merah muda

halus, vena

tampak

Permukaan

mengelupas

dengan/tanpa

ruam, vena

jarang

Pecah pecah,

pucat, vena

jarang

Seperti kertas

kulit, pecah

pecah dalam,

tidak ada

vena

Seperti

kulit, pecah-

pecah,

berkeriput

Lanugo Tidak ada jarang Banyak sekali menipis menghilang Umumnya

tidak ada

Permukaan

plantar

kaki

Tumit ibu jari

kaki 40-50

mm (-1), <40

mm (-2)

>50 mm tidak

ada lipatan

Garis garis

merah tipis

Lipatan

melintang

hanya pada

anterior

Lipatan pada

2/3 anterior

Lipatan pada

seluruh

telapak kaki

Payudara Tidak teraba Hampir tidak

teraba

Aerola datar,

tidak ada

puncak

Aerola berbintil,

puncak 1-2 mm

Aerola

terangkat,

puncak 3-4

mm

Aerola penuh,

puncak 5-10

mm

Daun

telinga

Kelopak

menyatu;

Longgar (-1)

Ketat (-2)

Kelopak

membuka,

pinna datar,

tetap terlipat

Pinna sedikit

melengkung,

lunak, rekoil

lambat

Pinna memutar

penuh, lunak,

sudah rekoil

Keras,

berbentuk,

segera rekoil

Kartilago

tebal, telinga

kaku

Genitalia Skrotum Skrotum Testis pada Testis menuju Testis Testis

pria datar, halus kosong, rugas

samar

kanal bagian

atas, rugas

jarang

kebawah, rugas

sedikit

dibawah,

rugas jelas

tergantung,

rugas dalam

Genitalia

wanita

Klitoris

menonjol,

labia datar

Klitoris

menonjol, labia

minora kecil

Klitoris

menonjol, labia

minora

membesar

Labia mayora &

minora sama

sama menonjol

Labia mayora

besar, labia

minora kecil

Labia mayora

menutupi

clitoris dan

labia minora

2.6.2.2 Kurva Pertumbuhan intrauterine (Lubchenco)

Setelah didapatkan usia kehamilan berdasarkan ciri ciri fisik luar dan neurologis,

maka dilakukan plotting terhadap kurva lubchenco.

2.6.2.3 Indeks Ponderal

Tujuan dilakukan plotting terhadap indeks ponderal adalah untuk mengetahui

apakah ini termasuk IUGR yang simetris atau asimetris

Rumus indeks ponderal adalah 100 x

Berat (gr)

Panjang (cm)3

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Tatalaksana Antenatal

Setelah didapatkan kecurigaan adanya pertumbuhan janin terhambat,

maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk menegakkan diagnosis,

memeriksa kondisi fetus, dan mengevaluasi adanya anomali. Restriksi

pertumbuhan janin yang terjadi pada usia mendekati masa persalinan

umumnya lebih mudah diobati, namun seringkali tidak dapat terdiagnosis.

Miller pada 2008 juga mengemukakan hal serupa, yaitu meskipun restriksi

pertumbuhan janin sebelum usia kehamilan 34 minggu cenderung lebih

mudah untuk diketahui, namun tetap menjadi suatu tantangan dalam

penatalaksanaan (Leveno, 2009).

a. Restriksi Pertumbuhan Janin Near Term

Sebagian besar klinisi merekomendasikan persalinan pada usia 34

minggu bagi wanita yang didapatkan klinis oligohidramnion. Jika

didapatkan pola denyut jantung bayi stabil, maka persalinan pervaginam

dapat dilakukan. Namun, sebagian besar kehamilan memerlukan

persalinan sesar. Jika diagnosis masih belum dapat ditegakkan, maka

harus ditunggu sampai klinisi yakin paru janin telah cukup

kematangannya, sebelum dilakukan proses persalinan (Leveno, 2009).

b. Pertumbuhan Restriction Jauh dari Term

Jika restriksi pertumbuhan janin diketahui pada fetus yang memiliki

anatomis normal, usia kehamilan kurang dari 34 minggu, volume cairan

amnion dan kondisi janin yang normal, maka perlu dilakukan observasi.

Skrining untuk toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes dan infeksi

lainnya direkomendasikan oleh beberapa klinisi, namun pemeriksaan ini

tidak terlalu bermanfaat. Selama pertumbuhan fetus terus berlanjut, dan

kondisi kesehatan fetus tetap normal, maka kehamilan dapat diteruskan

hingga tercapai kematangan fetus (Leveno, 2009).

Dalam beberapa kasus, amniosentensis dapat membantu menilai

kematangan paru. Meskipun, jika terdapat oligohidramnion, dapat dicurigai

adanya pertumbuhan janin terhambat, namun perlu diingat, volume amnion

yang normal tidak menghalangi pertumbuhan janin. Pada tahun 2001, Owen

dan rekannya menyimpulkan bahwa evaluasi dengan interval 4 sampai 6

minggu lebih dapat memprediksi pertumbuhan janin terhambat dibandingkan

interval evaluasi 2 minggu (Leveno, 2009).

Beberapa pihak percaya bahwa berbagai pemeriksaan terhadap

kesehatan fetus tidak terlalu bermanfaat untuk mengurangi resiko bayi lahir

mati. Pada 1996, Weiner melakukan pemeriksaan nonstress, profil biofisik,

dan velocimety arteri pada 135 fetus dalam usia 3 hari setelah persalinan,

dimana ke semua bayi tersebut didiagnosis pertumbuhan janin terhambat

setelah proses persalinan. Baschat pada 2004 mengatakan bahwa

perubahan serial pada aliran dopler memberikan suatu batasan yang baru

dan menjanjikan pada tatalaksanan kehamilan yang memiliki komplikasi

berupa pertumbuhan janin terhambat. Meskipun demikian, tatalaksana

optimal terhadap pertumbuhan janin terhambat pada fetus prematur masih

menjadi masalah (Leveno, 2009).

c. Proses Persalinan

Pertumbuhan janin terhambat umumnya disebabkan oleh insufisiensi

plasenta oleh karena kegagalan perfusi pada ibu, ablasi plasenta

fungsional, maupun keduanya. Jika terdapat kondisi ini, maka persalinan

dapat memperparah keadaan. Yang juga penting, berkurangnya volume

cairan amnion, dapat meningkatkan resiko kompresi tali pusat selama

proses persalinan. Untuk alasan tersebut, wanita dengan resiko tinggi

terjadinya pertumbuhan janin terhambat harus dikontrol secara ketat, dan

meningkatkan resiko persalinan secara sesar (Leveno, 2009).

Resiko dilahirkan dengan kondisi hipoksia atau dengan aspirasi

meconium meningkat pada fetus dengan pertumbuhan janin terhambat.

Penatalaksanaan terhadap bayi yang baru lahir harus diberikan segera

oleh tenaga medis yang berpengalaman, yaitu untuk membersihkan jalan

nafas bayi dan memberikan ventilasi kepada bayi tersebut. Bayi baru lahir

dengan pertumbuhan janin terhambat yang parah sangat rentan menjadi

hipotermia dan dapat mengalami gangguan metabolik lain, seperti

hipoglikemia, polisitemia, dan hiperviskositas. Sebagai tambahan, bayi

dengan berat badan lahir rendah juga memiliki resiko yang tinggi

terhadap gangguan pada motorik fungsi neurologis lainnya. Resiko paling

tinggi adalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (Leveno,

2009).

2.7.2 Tatalaksana Perinatal

IUGR dihubungkan dengan keadaan medik yang mengganggu sirkulasi

dan efisiensi plasenta, perkembangan atau pertumbuhan janin, atau

kesehatan umum dan nutrisi ibu. Banyak faktor yang lazim, baik pada bayi

yang dilahirkan secara prematur maupun yang dilahirkan dengan berat

badan lahir rendah (BBLR), dihubungkan dengan IUGR (Behrman, et al.

2000).

Masalah pada bayi IUGR dengan BBLR antara lain: asfiksia, meconeal

aspiration syndrome, hipotermia, hipoglikemia, infeksi, polisitemia,

pulmonary hemorrhage. Sedangkan pada bayi IUGR dengan outcome

premature berisiko mengalami asfiksia, hipotermia, feeding difficulties,

infeksi & necrotizing enterocilitis, hiperbilirubinemia, respiratory distress,

apneic spells, intraventricular hemorrhage, hipoglikemia, metabolic acidosis,

oxygen toxicity (retinopathy of preterm {ROP}) (Kabra dan Srivastava, 2011).

Persalinan bayi BBLR harus dilakukan di rumah sakit dengan tenaga

kesehatan yang profesional dan fasilitas memadai. Rujukan in utero harus

dilakukan sebelum waktu persalinan tiba. Peralatan resusitasi seperti suction

catheter, bag and mask, oksigen, laringoskop harus disiapkan. Disiapkan

juga infant warmer dengan lampu 200W untuk mencegah hipotermia. Untuk

tempat perawatan bayi BBLR dengan berat >1800 gram atau usia kehamilan

>34 minggu dapat dirawat dirumah dibawah pengawasan dokter keluarga.

Indikasi bayi BBLR harus dirawat di RS adalah jika (Kabra dan Srivastava,

2011):

Berat badan bayi <1800 gram

Lahir pada usia kehamilan <34 minggu

Bayi tidak dapat menyusu atau minum dari sendok

Bayi sakit

Jika bayi baru lahir harus dirawat di rumah sakit, maka tatalaksananya

adalah sebagai berikut (IDAI, 2011):

1. Pemberian vitamin K

Injeksi 1 mg IM sekali pemberian atau per oral 2 mg 3 kali pemberian

(saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)

2. Mempertahankan suhu tubuh normal

Dapat melalui kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar

panas, inkubator atau ruangan hangat. Bayi tidak boleh dimandikan

dan harus diukur berkala.

3. Pemberian minum

ASI merupakan pilihan pertama. Jika bayi mendapat ASI, pastikan

jumlahnya cukup dengan cara apapun. Perhatikan juga cara

pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap sehari sekali.

Apabila bayi sudah tidak mendapat cairan IV dan beratnya naik 20

g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2x seminggu.

Pemberian minum minimal 8x/hari, tetapi jika bayi masih ingin dapat

diberikan lagi (ad libitum).

Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi

yang tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor

saluran cerna, NEC, IUGR berat, dan berat lahir <1000 g.

Panduan pemberian minum berdasarkan BB:

a. Berat lahir <1000 g

Minum melalui pipa lambung (gavage feeding) diawali ≤10

ml/kg/hari dengan ASI perah/term formula/half-strength preterm

formula. Minum bisa ditingkatkan 0,5-1 ml, interval 1 jam, setiap

≥24 jam, jika toleransinya baik.

b. Berat lahir 1000-1500 g

Minum melalui pipa lambung (gavage feeding) diawali ≤10

ml/kg/hari dengan ASI perah/term formula/half-strength preterm

formula. Minum bisa ditingkatkan 1-2 ml, interval 2 jam, setiap ≥24

jam, jika toleransinya baik.

c. Berat lahir 1500-2000 g

Minum melalui pipa lambung (gavage feeding) diawali ≤10

ml/kg/hari dengan ASI perah/term formula/half-strength preterm

formula. Minum bisa ditingkatkan 2-4 ml, interval 3 jam, setiap

≥12-24 jam, jika toleransinya baik.

Setelah 2 minggu, pemberian minum pada bayi a, b,dan c diganti

dengan ASI perah + HMF(human milk fortified)/full strength

preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.

d. Berat lahir 2000-2500 g

Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral dengan ASI

perah/term formula.

e. Bayi sakit

Pemberian minum diawali ≤10 ml/kg/hari dan bisa ditingkatkan 3-5

ml, interval 3 jam, setiap ≥ 8 jam, jika toleransinya baik.

4. Pencegahan infeksi

Bayi BBLR memiliki risiko tinggi terkena infeksi. Sumber infeksi

terbanyak berasal dari personal handling dari ibu, kerabat, dan tenaga

kesehatan. Orang yang sedang sakit tidak boleh kontak dengan bayi

BBLR. Susu formula yang bukan berasal dari ASI juga merupakan

sumber infeksi yang dapat menyebabkan diare dan sepsis sehingga

harus dihindari. Imunisasi pada bayi BBLR tetap harus dilakukan

dengan jadwal dan dosis yang sama dengan bayi dengan berat badan

normal (Kabra dan Sivastravam, 2011).

5. Imunisasi dapat diberikan setelah berat badan bayi > 2.000 gram,

atau usia bayi telah mencapai 2 bulan

2.8 Pencegahan

Pencegahan terjadinya pertumbuhan janin terhambat, idealnya dimulai

sejak sebelum konsepsi dengan mengoptimalkan kondisi kesehatan,

pengobatan dan asupan nutrisi ibu.Jika ibu merokok, maka berhenti merokok

merupakan faktor yang sangat penting. Faktor resiko lain dapat disesuaikan

dengan kondisi ibu, seperti profilaksis antimalarial bagi wanita yang hidup

pada area endemik, dan koreksi asupan nutrisi. Penelitian menunjukkan

bahwa terapi pengobatan terhadap hipertensi ringan sampai sedang tidak

mengurangi insiden pertumbuhan janin terhambat (Leveno, 2009).

Selama kehamilan, perkiraan awal masa kehamilan sangat

penting.Pada kehamilan yang berisiko terjadi pertumbuhan janin terhambat,

misalnya pada wanita dengan hipertensi atau wanita yang sebelumnya

pernah melahirkan bayi dengan pertumbuhan janin terhambat, dapat

diberikan profilaksis aspirin dosis rendah pada awal masa kehamilan, dan

hal ini terbukti dapat menurukan insiden terjadinya pertumbuhan janin

terhambat hingga 10% (Leveno, 2009).

2.9 Prognosis

Hal yang paling penting dari bayi lahir dengan riwayat IUGR adalah

outcome-nya. Kebanyakan bayi aterm dengan riwayat IUGR akan tumbuh dan

memiliki tingkat intelegensi yang normal. Tetapi jika bayi lahir preterm,

kebanyakan akan mengalami kecacatan neurologis seperti cerebral palsy.

Jika bayi IUGR lahir dengan kelainan kromosom (misalnya trisomi 18 atau 13)

biasanya 100% akan mengalami kecacatan bahkan kematian. Sedangkan jika

lahir dengan adanya infeksi outcome-nya bisa bermacam-macam (Warshaw,

2006).

Sedangkan untuk outcome jangka panjang (non-neurologis) di usia

dewasa nantinya, bayi yang lahir dengan IUGR ini akan berisiko lebih tinggi

terhadap diabetes dan penyakit jantung (Warshaw, 2006).

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

IUGR (Intrauterine Growth Restriction) atau pertumbuhan janin

terhambat (PJT) ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari berat yang

harus dicapai pada usia kehamilan tertentu (WHO, 1995) dan merupakan

jalur akhir yang umum di mana pengaruh genetik dan lingkungan

mengakibatkan berat badan lahir rendah untuk usia kehamilan. Bayi kecil

dengan tidak ada bukti pengaruh genetik atau lingkungan yang merugikan

harus didefinisikan sebagai kecil untuk usia kehamilan (KMK). Meskipun

semua bayi dengan IUGR juga adalah KMK, tidak semua bayi KMK juga

IUGR (Warshaw, 2006).

Di negara berkembang, IUGR diperkirakan mempengaruhi antara 14

sampai 20 juta bayi per tahun, atau sebanyak 30 juta. Empat belas juta

setara dengan 11% dari semua kelahiran di negara berkembang (Allen dan

Gilespie, 2001). Di tingkat internasional, insiden tertinggi untuk BBLR dan

IUGR-BBLR di Indonesia adalah 8% (De Ones, 1998).

Menurut Lausman dan Walker (2012), hal-hal yang menyebabkan

terjadinya IUGR bisa terdapat pada kehamilan ibu (riwayat IUGR, berat

badan hamil kurang, kurang nutrisi, merokok), janinnya sendiri (infeksi

kongenital, genetik), maupun dari plasenta (insufisiensi plasenta, chorionic

separation).

IUGR dibagi menjadi subtipe “simetris” yang berarti kecil secara

proporsional dan “asimetris” yang berarti ukuran kepala dan abdomen

berbeda. Adanya pola gangguan pertumbuhan janin yang simetris dan

asimetris dapat memperkirakan penyebab IUGR. Tipe simetris biasanya

lebih berat (Leveno et all, 2009).

Temuan patologis yang paling sering ditemukan pada kehamilan dengan

IUGR yang berat dan kematian janin dalam rahim pada trimester ketiga yang

tidak dapat dijelaskan adalah adanya insufisiensi pembuluh darah

uteroplasenta (Lausmann, 2012). Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta

akibat dari perkembangan plasenta yang abnormal, pasokan oksigen,

masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolik menjadi abnormal. Janin

menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul

IUGR yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih jecil daripada lingkar

kepala. Pada keadaaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat

seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria (Sarwono, 2003).

Diagnosis IUGR bisa melalui serial sonografi dan Doppler berkala pada

wanita yang memiliki faktor resiko. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan

yang khusus dan lengkap, namun seringkali diagnosis belum dapat

ditegakkan sampai proses persalinan yang diputuskan berdasarkan kondisi

bayi (Leveno, 2009).

Pencegahan terjadinya pertumbuhan janin terhambat, idealnya dimulai

sejak sebelum konsepsi dengan mengoptimalkan kondisi kesehatan,

pengobatan dan asupan nutrisi ibu (Leveno, 2009). Kebanyakan bayi aterm

dengan riwayat IUGR akan tumbuh dan memiliki tingkat intelegensi yang

normal. Tetapi jika bayi lahir preterm, kebanyakan akan mengalami

kecacatan neurologis seperti cerebral palsy. Untuk outcome jangka panjang

(non-neurologis) di usia dewasa nantinya, bayi yang lahir dengan IUGR ini

akan berisiko lebih tinggi terhadap diabetes dan penyakit jantung (Warshaw,

2006).

DAFTAR PUSTAKA

Allen and Gilespie 2001. What Works? A Review of the Efficacity and Effectiveness of Nutrition Interventions. ADB - UNSSCN, 2001, 145 p.

Behrman R.E, Kliegman R.M, Arvin A M, Wahab, A Samik. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol I. Jakarta: EGC

De Ones M, Blossner M, Villar J. 1998. Levels and patterns of intrauterine growth retardation in developing countries. European Journal of Clinical Nutrition 52: S5-S15.

IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis, JakartaKabra SK and Srivastava RN. 2011. Pediatrics A Concise Text. Livingstone

Churchill, Elsevier, pg 44.

Lausman A. and Walker M. 2012. Screening, Diagnosis, and Management of Intrauterine Growth Restriction. J Obstet Gynaecol Can 2012;34(1):17–28.

Leveno K.J, et al. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Edisi 21. Jakarta: EGC.

Militello M., Pappalardo E.M., Ermito S., Dinatale A., Cavaliere A., and Carrara S. 2009. Obstetric management of IUGR. J Prenat Med. 2009 Jan-Mar; 3(1): 6–9.

Rodeck C.H., Whittle M. J. 2009. Fetal Medicine: Basic Science and Clinical Practice, 2nd Edition, Churchill Livingstone, Elsevier, p.543.

Saleem T., Sajjad N., Fatima S., Habib N., Ali S.R, Qadir M. 2011. Intrauterine Growth Retardation – Small event big consequences. BioMed Central, Italian Journal of Pediatrics, 37:41.

Sarwono, 2003. Ilmu kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka

Surasmi A., Handayani S., Kusuma H. (2003). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.

Warshaw, J.B. 2006. Oski's Pediatrics: Principles & Practice. Philadelphia, Lippincott William & Wilkins, p.246.

WHO. 1995. Expert Committee Report: Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Technical Report Series 854. Geneva: World Health Organization.

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo