indonesian legal system

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap orang pasti pernah berhubungan dengan hukum. Hal itu dimulai saat seseorang yang baru saja lahir, dimana dirinya sudah harus berhadapan dengan hukum. Sebagai contohnya adalah adanya kewajiban pembuatan akte kelahiran menunjukkan adanya keterikatan setiap orang terhadap hukum yang berlaku di suatu negara sejak ia dilahirkan. Setiap individu dapat berhubungan dengan hukum baik secara sadar maupun tidak. Pada dasarnya, di Indonesia terdapat berbagai macam hukum, dan diantaranya adalah hukum perdata berisikan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepentingan perseorangan. Melalui penulisan makalah ini, penulis akan mengangkat salah satu contoh kasus perdata yang terjadi di masyarakat, yaitu kasus penerapan kenaikan tarif parkir secara sepihak yang terjadi di sebuah pusat perbelanjaan atau yang biasanya kerap disebut sebagai mall. Keberadaan tempat parkir itu sendiri sangat membantu pihak masyarakat khususnya bagi mereka yang memiliki kendaraan dan hal ini juga yang membuat lahan parkir dapat dijadikan sarana bisnis yang menjanjikan. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan di kota-kota besar, bisnis parkir ini menjadi lahan bisnis yang dipersaingkan baik secara sehat maupun tidak sehat (monopoli) diantara pengelola parkir. 1

Upload: stepichristella

Post on 18-Jun-2015

735 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Indonesian Legal System

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap orang pasti pernah berhubungan dengan hukum. Hal itu dimulai saat

seseorang yang baru saja lahir, dimana dirinya sudah harus berhadapan dengan

hukum. Sebagai contohnya adalah adanya kewajiban pembuatan akte kelahiran

menunjukkan adanya keterikatan setiap orang terhadap hukum yang berlaku di suatu

negara sejak ia dilahirkan. Setiap individu dapat berhubungan dengan hukum baik

secara sadar maupun tidak. Pada dasarnya, di Indonesia terdapat berbagai macam

hukum, dan diantaranya adalah hukum perdata berisikan peraturan-peraturan hukum

yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, dengan

menitikberatkan kepentingan perseorangan.

Melalui penulisan makalah ini, penulis akan mengangkat salah satu contoh kasus

perdata yang terjadi di masyarakat, yaitu kasus penerapan kenaikan tarif parkir secara

sepihak yang terjadi di sebuah pusat perbelanjaan atau yang biasanya kerap disebut

sebagai mall. Keberadaan tempat parkir itu sendiri sangat membantu pihak masyarakat

khususnya bagi mereka yang memiliki kendaraan dan hal ini juga yang membuat lahan

parkir dapat dijadikan sarana bisnis yang menjanjikan. Dengan meningkatnya jumlah

kendaraan di kota-kota besar, bisnis parkir ini menjadi lahan bisnis yang dipersaingkan

baik secara sehat maupun tidak sehat (monopoli) diantara pengelola parkir.

Kasus yang diangkat penulis dalam makalah ini adalah adanya perseturuan yang

terjadi antara David M. L. Tobing, S.H., M.Kn., dengan pihak PT. Securindo Packatama

Indonesia (Secure Parking) selaku pengelola parkir. Kejadian tersebut berawal saat

David M Tobing yang merasa dirugikan oleh pihak secure parking yang menerapkan

tarif parkir tidak seperti biasanya. Tarif parkir yang dikenakan saat itu dianggap

mengalami kenaikan secara sepihak, yang awalnya Rp. 1.000/ jam menjadi Rp.

1.500/jam. Saat itu, David dikenakan tarif parkir sebesar Rp. 3.000, selama 1 jam dan

31 menit. Kejadian tersebut terjadi di Plaza Senayan yang beralamat di Jl. Asia Afrika,

Jakarta Selatan, pada hari Senin tanggal 16 Juni 2003 pada pukul 20:12 WIB dengan

kejadian pada mobil kijang berwarna hitam dengan nomor polisi B 7331 NW. Dalam hal

ini, David merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak secure parking karena dia harus

1

Page 2: Indonesian Legal System

membayar tarif parkir yang telah ditentukan oleh secure parking mall tersebut dimana

harga parkir ini tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI No.1698 tahun

1999 tentang Biaya Parkir Pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk Umum Di Luar

Badan Jalan Di Wilayah DKI Jakarta tanggal 1 Juni 1999 bahwa “Hotel dan pusat

perbelanjaan tarif parkir ditetapkan Rp. 1.000 untuk jam pertama dan tambahan Rp.

1.000 untuk tiap jam berikutnya. Oleh karena itu, David merasa dirugikan atas

penerapan tarif parkir yang dianggap tidak sesuai tersebut.

Namun pihak pengelola parkir menolak keberatan David, dengan sanggahan

bahwa kenaikan tarif parkir yang dilakukan sesuai dengan Minutes of Meeting Forum

Komunikasi Penyelenggara Perparkiran Swasta (FKPPS) tertanggal 28 Mei 2003 dan

perihal kenaikan tarif telah ditulis di papan pengumuman depan di saat pengambilan

karcis parkir, dan pemilik kendaraan dianggap telah mengetahui mengenai keberadaan

pengumuman tersebut. Kemudian gugatan perdata pun diajukan oleh David ke

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 3 Juli 2003 dengan nomor register

No.283/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst. untuk membela haknya dan mendapatkan keadilan.

Berdasarkan kasus mengenai kenaikan tarif parkir yang dianggap secara sepihak

yang dilakukan oeh PT. Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) selaku

pengelola parkir, maka penulis merasa tertarik untuk membahas dan menganalisis

mengenai kasus tersebut. Penulis merasa ingin tahu mengenai letak keadilan yang

sesungguhnya mengenai penerapan tarif parkir secara sepihak ini jika ditinjau dari

perbuatan melawan hukum.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan perincian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah ;

Apakah perbuatan yang dilakukan oleh PT. Securindo Packatama Indonesia (Secure

Parking) selaku pengelola parkir merupakan perbuatan melawan hukum?

2

Page 3: Indonesian Legal System

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah perbuatan yang dilakukan oleh PT. Securindo

Packatama Indonesia (Secure Parking) selaku pengelola parkir merupakan

perbuatan melawan hukum.

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang ada berlaku dalam kasus mengenai

kenaikan tarif parkir secara sepihak ini?

1.4 Manfaat penulisan

Manfaat penulisan dari makalah ini terbagi atas dua, yaitu:

1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah dapat

menambah pengetahuan dan kajian teori dalam ilmu pengetahuan hukum,

khususnya hukum perdata, khususnya mengenai perihal perbuatan melanggar

hukum. Selain itu, dengan makalah ini juga bermanfaat untuk mengetahui dasar

hukum mengenai aturan penerapan tarif parkir di tempat umum.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah agar penulis dapat

mengetahui dasar penerapan tarif parkir yang sesungguhnya sesuai dengan

peraturan daerah setempat sehingga praktek keadilan mengenai penerapan tarif

parkir bagi pemilik kendaraan bermotor dapat terlindungi sebagai mestinya.

1.5 Sistematika penulisan

Sistematika penulisan yang dalam laporan ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang masalah mengenai alasan di

pilihnya judul KENAIKAN TARIF PARKIR SECARA SEPIHAK

DITINJAU DARI SUDUT PANDANG PERBUATAN MELAWAN

HUKUM (Studi Kasus: Perseteruan antara David M.L.Tobing,S.H.,

M.Kn. Dengan Pihak PT Securindo Packatama Indonesia),

3

Page 4: Indonesian Legal System

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, manfaat

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIS

Bab ini membahas tentang teori – teori yang di gunakan, yang

mendukung serta berkaitan dengan permasalahan yang akan

dianalisis, seperti teori-teori hukum perdata yang relevan terhadap

masalah yang akan dianalisis, tinjauan mengenai perbuatan

melawan hukum.

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan di uraikan mengenai hasil analisis yang

mencakup gambaran umum tentang objek yang dianalis, serta hasil

pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang akan

dibahas.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terkahir ini merupakan hasil analisa dari penulis

mengenai kasus yang dipilih, yang dimana dipaparkan secara

singkat dan penyampaian saran berkaitan masalah yang telah

dianalisis tersebut.

4

Page 5: Indonesian Legal System

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1 Teori Umum Hukum Perdata

2.1.1 Pengertian Hukum perdata

Berdasarkan buku Study Guide Indonesian Legal System, hukum perdata

(Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur

hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, dengan

menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. (Tomasouw, 2005:15).

Berdasarkan Salim HS (Tutik, 2008:29) hukum perdata pada dasarnya

merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis/tidak tertulis) yang

mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan subjek hukum lain dalam

hubungan kekeluargaan dan didalam pergaulan kemasyarakatan.

2.1.2 Pembagian Hukum Perdata

Hukum perdata diatur dalam (bersumber pokok) Kitab Undang-Undang

Hukum Sipil yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B. W.).

KUHS itu terdiri atas 4 buku, yaitu :

1. Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat

Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan.

2. Buku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum

Benda dan Hukum Waris.

3. Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (Van Verbintenissen), yang

memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan

kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.

4. Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa (Van

Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan

akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

(Tomasouw, 2005:15).

5

Page 6: Indonesian Legal System

2.1.3 Hukum Perikatan

Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak yang

menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua

orang atau lebih, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada

salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut. (Kartini, 2006:1)

Manusia selalu bekerja sama dalam mencapai kebutuhannya, oleh karena itu

mereka saling bekerja sama. Adanya saling mengikatkan diri untuk memenuhi

suatu prestasi sehingga timbullah hukum perikatan, yaitu suatu perhubungan

hukum antara dua orang atau lebih yang menyebabkan pihak yang satu berhak

atas sesuatu dan pihak yang lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau

memberikan sesuatu. Pihak yang berkewajiban memenuhi perikatan disebut

debitur, pihak yang berhak atas pemenuhan suatu perikatan disebut kreditur.

(Tomasouw, 2005: 30-31).

Hukum Perikatan adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan

kewajiban subjek hukum dalam tindakan hukum kekayaan. (Djamali, 2006:162)

2.1.3.1 Unsur-Unsur Perikatan

Dalam suatu perikatan terdapat beberapa unsure, yaitu .(Mariam Darus,

2001:1-7) :

1. Hubungan Hukum

Hubungan hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum

melekatakan “hak” pada 1 (satu) pihak dan melekatkan “kewajiban” pada

pihak lainnya. Apabila 1 (satu) pihak tidak mengindahkan ataupun

melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan

tersebut dipenuhi atau pun dipulihkan kembali.

Pada dasarnya, tidak semua hubungan hukum dapat disebutkan

perikatan. Suatu janji untuk bersama-sama pergi ke pusat hiburan, tidak

melahirkan perikatan, sebab janji tadi tidak mempunyai arti hukum. Janji

demikian masuk dalam lapangan moral dimana tidak dipenuhinya prestasi

akan menimbulkan “reaksi” dari dan oleh anggota-anggota masyarakat

lainnya. Jadi, pelaksaannya bersifat otonom dan sosiologis. Untuk menilai

6

Page 7: Indonesian Legal System

suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, hukum mempunyai ukuran-

ukuran (kriteria) tertentu.

2. Kekayaan

Dahulu, suatu hubungan hukum dikatakan sebagai perikatan apabila

hubungan hukum tersebut dapat dinilai dengan uang. Kriteria itu semakin

lama sukar untuk dipertahankan, karena di dalam masyarakat terdapat juga

hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang, namun jika

terhadapnya tidak diberikan akibat hukum, rasa keadilan tidak akan

terpenuhi. Hal ini bertentangan dengan salah satu tujuan dari pada hukum

itu sendiri yaitu mencapai keadilan.

Oleh karena itu, sekarang kriteria tesebut tidak lagi dipertahankan. Maka

ditentukan bahwa sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai

dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki

agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum pun akan

melekatkan akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan.

3. Pihak-pihak

Hubungan hukum harus terjadi antara 2 (dua) orang atau lebih. Pihak

yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang

berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif

adalah debitur atau yang berutang. Mereka ini yang disebut subjek

perikatan. Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus 1 (satu) orang

kreditur dan sekurang-kurangnya 1 (satu) debitur. Hal ini tidak menutup

kemungkinan dalam suatu perikatan terdapat beberapa orang debitur.

4. Prestasi (Objek Hukum)

Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah

untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat

sesuatu. Dengan demikian, menurut pasal tersebut, prestasi dapat

dibedakan atas:

a. memberikan sesuatu,

b. berbuat sesuatu,

c. tidak berbuat sesuatu

7

Page 8: Indonesian Legal System

2.1.3.2 Objek Perikatan

Yang menjadi objek perikatan adalah prestasi, yaitu hal pemenuhan

perikatan. Macam-macam prestasi adalah sebagai berikut (Tomasouw, 2005:31) :

1. Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang,

dsb.

2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak,

membongkar bangunan, kesemuanya karena keputusan pengadilan dsb

3. Tidak berbuat sesuatu misalnya untuk tidak mendirikan suatu bangunan,

untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemua karena

ditetapkan oleh keputusan pengadilan.

2.1.3.2 Hapusnya Perikatan

Mengenai hapusnya perikatan diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata

dengan cara-cara sebagai berikut (Suryodiningrat,1985:123) :

1. Pembayaran

Pembayaran dalam hukum perikatan tidak ditafsirkan sebagai pemba-

yaran sejumlah uang, sebagaimana yang dikenal dalam percakapan se-

hari-hari. Pembayaran diartikan sebagai setiap tindakan yang melak-

sanakan prestasi dalam suatu perikatan.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan atau penitipan

Pembayaran tunai yang diberikan oleh debitur,namun tidak diterima oleh

kreditur tetapi kemudia debitur disimpan di pengadilan.

3. Pembaharuan hutang

Hutang yang lama digantikan dengan hutang yang baru.

4. Saling memperhitungkan utang atau kompensasi

5. Percampuran utang

Apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditur dan debitur ada pada

satu tangan seperti pada warisan, perkawinan dengan harta gabungan.

8

Page 9: Indonesian Legal System

6. Pembebasan utang

Apabila kreditur membebaskan segala hutang-hutang dan kewajiban

kreditur.

7. Musnahnya barang terutang

8. kebatalan atau pembatalan

9. berlakunya suatu syarat batal

10.Kadaluwarsa.

2.1.3.3 Sumber Hukum Perikatan

Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan,

baik karena perjanjian baik karena undang-undang (Mariam Darus, 2001:7).

Berdasarkan (Tomasouw,2005:33) sumber hukum perikatan ada 2, yaitu :

1. Hukum perikatan yang bersumber pada perjanjian (kontrak)

Perjanjian (kontrak) adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau

beberapa orang mengikatkan dirinya kepada seseorang atau beberapa

orang sehingga muncul persetujuan-persetujuan sesuai kehendak. Dari

persetujuan tersebut timbul akibat-akibat hukum yang mengikat kedua

belah pihak.

Jenis-jenis perjanjian adalah sebagai berikut :

a. Perjanjian jual beli

Jual beli adalah suatu persetujuan antara 2 pihak, dimana pihak satu

berjanji akan menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain

membayar harga yang telah disetujuinya.

b. Perjanjian tukar menukar

Hampir sama dengan perjanjian jual beli hanya saja pada tukar

menukar, kedua belah pihak berkewajiban untuk menyerahkan

barang.

9

Page 10: Indonesian Legal System

c. Perjanjian sewa menyewa

Perjanjian dimana pihak pertama (yang menyewakan)memberikan

ijin dalam waktu tertentu kepada pihak lain (si penyewa) untuk

menggunakan barangnya dengan kewajiban si penyewa untuk

membayar uang sewaannya.

d. Pinjam Pakai

Pihak pertama (yang meminjamkan) memberikan sesuatu benda

untuk dipakai, sedangkan pihak lain(peminjam) berkewajiban

mengembalikan barang tersebut tepat pada waktunya dan dalam

keadaan semula.

e. Pinjam pakai sampai habis=pinjam mengganti

Suatu perjanjian dimana pihak pertama (yang meminjamkan)

menyerahkan sejumlah barang yang habis dipakai pada pihak lain

(si peminjam) dengan ketentuan pihak terakhir ini (si peminjam)

akam mengembalikan sebanyak jumlah yang sama jenisnya dengan

barang-barang yang telah dipinjamnya.

f. Perjanjian penitipan

Suatu perjanjian dimana pihak pertama (yang menitipkan)

menyerahkan sesuatu barang untuk dititipkan dan pihak lain (yang

dititipi) berkewajiban menyimpan barang tersebut dab

mengembalikannya pada waktunya dalam keadaan semula.

g. Perjanjian kerja

Suatu perjanjian dimana pihak pertama (buruh,pekerja) akan

memberikan sesuatu pekerjaan bagi pihak lain (majikan) dengan

menerima upah yang telah ditentukan.

h. Perserikatan

Suatu perjanjian antara dua orang/ lebih yang mengikatkan diri

masing-masing untuk mengumpulkan sesuatu (harta/tenaga)

dengan maksud membagi-bagi keuntungan yang diperolehnya.

10

Page 11: Indonesian Legal System

i. Pemberian beban

Suatu perjanjian dimana seseorang memberikan sesuatu guna

kepentingan atas nama si pemberi beban.

j. Pemberian hadiah

Suatu perjanjian dimana pihak pertama akan menyerahkan suatu

benda karena kebaikannya kepada pihak lain yang menerima

pemberian kebaikan itu.

k. Pertanggungan

Suatu perjanjian dimana seseorang (si penanggung) wajib

memenuhi perikatan seorang debitur kepada kreditur, apabila

debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya.

l. Penarikan perkara

Suatu perjanjian dimana pihak-pihak akan menyelesaikan atau

memecahkan perkara-perkara tentang penyerahan, janji, atau

pengembalian suatu barang yang menjadi persengketaan.

Agar suatu perjanjian dianggap sah, maka harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Ijin kedua belah pihak berdasarkan persetujuan kehendak

masing-masing, artinya pada waktu perjanjian itu diadakan tidak

terdapat paksaan, penipuan, atau kekeliruan.

b. Kedua belah pihak ahrus cakap bertindak.

c. Ada obyek tertentu, jumlah, jenis, dan bentuk yang diperjanjikan

sudah tertentu.

d. Ada sebab yang diperbolehkan, artinya ada sebab-sebab hukum

yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh

peraturan-peraturan, bertentangan dengan keamanan dan

ketertiban umum.

11

Page 12: Indonesian Legal System

2. Hukum Perikatan yang Bersumber Pada Undang-Undang

Perundangan-undangan juga menjadi sumber perikatan. Oleh karena itu

dapat terbagi menjadi 2, yaitu :

a. Perikatan yang terjadi karena undang-undang itu sendiri

Karena suatu keadaan telah ditentukan oleh peraturan

perundangan, maka timbulah suatu perikatan, seperti timbulnya

hak dan kewajiban antara dua pemilik perkarangan yang

berdekatan.

b. Perikatan yang terjadi karena undang-undang disertai tindakan

manusia

b.1 Tindakan menurut hukum/ hakiki

Perbuatan manusia berdasarkan haknyanya, seperti

seseorang yang atas kerelaannya sendiri mengurus urusan

orang lain maka timbullah perikatan terhadap orang itu,

seseorang yang dengan niat baik membayar hutang yang

sebenarnya tidak ada, maka timbullah ikatan terhadap yang

menerima uang untuk menyerahkan kembali dan orang yang

telah membayarkan berhak menagih kembali.

b.2 Tindakan melanggar hukum

2.2 Perbuatan Melawan Hukum

2.2.1 Pengertian

Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar,

yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” pada dasarnya

tidak memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan perbuatan

melawan hukum sehingga pengertian tesebut diserahkan kepada doktrin dan

yurisprudensi.

12

Page 13: Indonesian Legal System

Pada awalnya, perbuatan hukum dalam pasal 1365 KUHPerdata mengandung

pengertian yang sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang

lain yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan

dengan kewajiban hukum orang tersebut yang timbul dari undang-undang.

(Moegini,1979: 21)

Berdasarkan (Rosa Agustina, 2003: 5) dengan kata lain bahwa perbuatan

melawan hukum (onrechtmatigedaad) sama dengan perbuatan melawan undang-

undang (onwetmatigedaad).

2.2.2 Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Pengertian perbuatan hukum yang menjadi semakin luas tersebut menurut

Mariam Darus Badrulzaman dalam (Rosa Agustina, 2003: 53-56) mengandung lima

unsur yang harus ada untuk menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan

melawan hukum, yakni:

1. Harus ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang

bersifat positif maupun bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku

berbuat atau tidak berbuat.

2. Perbuatan itu harus melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak

berbuat yang bertentangan dengan atau melanggar:

a. Hak subyektif orang lain

Melanggar hak subyektif orang lain berarti melanggar wewenang

khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Hak-hak

subyektif yang diakui oleh yurisprudensi adalah hak-hak pribadi

atau perorangan (persoonlijkheidsrecthen) dan hak-hak kekayaan

(vermogensrechten). Hak pribadi contohnya adalah kebebasan, ke-

hormatan, nama baik, dan lain-lain. Sementara hak kekayaan con-

tohnya adalah hak kebendaan dan hak mutlak lainnnya

b. Kewajiban hukum si pelaku

kewajiban hukum diartikan sebagai kewajiban yang berdasarkan

hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis (termasuk dalam arti ini

adalah perbuatan pidana pencurian, penggelapan, penipuan, dan

pengrusakan)

13

Page 14: Indonesian Legal System

c. Kaedah kesusilaan

Kaedah kesusilaan ini mencakup norma-norma kesusilaan sepan-

jang norma-norma tersebut oleh pergaulan hidup diterima sebagai

peraturan-peraturan hukum tidak tertulis.

d. Kepatutan dalam masyarakat

Dalam hal ini harus dipertimbangkan kepentingan sendiri dan ke-

pentingan orang lain dan mengikuti apa yang menurut masyarakat

patut dan layak.

3. Ada kerugian

Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum dapat

berupa kerugian kekayaan atau kerugian bersifat idiil. Kerugian selalu

memperkirakan kerugian atas kekayaan yang berupa kerugian uang.

Sementara kerugian idiil atau moril meliputi ketakutan, terkejut, sakit,

dan kehilangan kesenangan hidup.

Bentuk ganti rugi terhadap perbuatan melawan hukum yang dikenal

oleh hukum adalah sebagai berikut (Munir Fuaddy, 2002: 134-135) :

a. Ganti rugi nominal

Jika adanya perbuatan melawan hukum yang serius, seperti perbuatan

yang mengandung unsur kesengjaan, tetapi tidak menimbulkan

kerugian nyata bagi korban, maka kepada korban dapat diberikan

sejumlah uang tertentu sesuai dengan rasa keadilan tanpa menghitung

berapa sebenarnya kerugian tersebut. Inilah yang disebut sebagai ganti

rugi nominal.

b. Ganti rugi kompensasi

Ganti rugi kompensasi merupakan ganti rugi yang merupakan

pembayaran kepada korban atas dan sebesar kerugian yang benar-

benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan melawan

hukum.

14

Page 15: Indonesian Legal System

c. Ganti rugi penghukuman

Ganti rugi penghukuman meruapkan suatu ganti rugi dalam jumlah be-

sar yang melebihi jumlah kerugian yang sebenarnya. Besarnya jumlah

ganti rugi tersebut dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku

4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu den-

gan kerugian.

Hubungan kausal adalah untuk meneliti adakah hubungan kausal an-

tara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, se-

hingga si pelaku dapat dimintakan pertanggunjawaban

5. Ada kesalahan (schuld).

Kesalahan mencakup dua pengertian, yakni kesalahan dalam arti luas

dan kesalahan dalam arti sempit. Kesalahan dalam arti luas bila

terdapat kealpaan dan kesangajaan; sementara kesalahan dalam arti

sempit hanya berupa kesengajaan.

15

Page 16: Indonesian Legal System

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kronologi kasus

David M.L.Tobing,S.H., M.Kn. bersama dengan rekannya pergi ke Plaza Senayan

yang beralamat di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan pada hari Senin tanggal 16 Juni

2003, pada pukul 20.12 WIB dengan mengendarai mobil Kijang berwarna Hitam

dengan nomor polisi B 7331 NW. Kemudian David mengendarai mobilnya masuk ke

pelataran parkir Plaza Senayan yang telah disediakan untuk para pengunjung Plaza

Senayan dengan mengambil tiket masuk terlebih dahulu pada mesin parkir di pintu

masuk pelataran parkir.

Setelah menyelesaikan keperluannya, David bersama rekannya bergegas

kembali ke mobil yang berada di parkiran dan langsung menuju pintu keluar area parkir

Plaza Senayan. Betapa terkejutnya David, bahwa ternyata ia harus membayar tiket

parkir lebih mahal dari biasanya. Dari tiket yang ia terima terlihat bahwa ia telah

memarkirkan kendaraannya di area parkir yang dikelola oleh PT Securindo Packatama

Indonesia (Secure Parking) tersebut selama 1 jam dan 31 menit, tetapi David

diharuskan membayar Rp. 3.000. David pun menanyakan hal tersebut kepada pegawai

yang berjaga di pintu keluar parkiran tersebut, namun pegawai mengatakan bahwa

kenaikan tarif parkir telah diberlakukan sejak awal bulan Juni 2003.

Berdasarkan pengetahuan David, areal parkir di Plaza Senayan yang dimana

dikelola oleh PT Secure Parking seharusnya memungut tarif Rp. 1.000/ jam pertama

dan pada jam berikutnya dikenai tarif Rp. 1.000 sehingga David merasa bahwa dirinya

cukup membayar Rp. 2.000.

Kemudian kasus ini pun bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,

Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Dari ketiga proses pengadilan tersebut,

pihak David memenangkan perkara tersebut.

16

Page 17: Indonesian Legal System

3.2 Analisis

Setelah mengetahui kronologi kasus perseteruan antara David M. L. Tobing, S.H.,

M.Kn., dengan pihak PT. Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) selaku

pengelola parkir, maka kasus ini dapat dianalisis sebagai berikut :

3.2.1 Hubungan Hukum Perparkiran

Berkaitan dengan kasus ini, maka dasar hukum yang berlaku adalah sebagai

berikut :

Hubungan hukum yang terjadi antara konsumen dengan pengelola parkir dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu (Sibarani,2007:18-30) :

1. Hubungan penitipan barang

Seseorang menerima sesuatu barang dari seseorang, dengan syarat bahwa ia

akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.

2. Hubungan sewa menyewa

Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

memberikan pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu

waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut

belakangan itu disanggupi pembayarannya.

3. Hubungan sewa menyewa tidak murni

Sewa menyewa yang apabila terjadi kehilangan atau kerugian atas kendaraan

dilahan yang disewa, maka penyewa masih mempunyai hak untuk menuntut

ganti rugi kepada pihak yang menyewakan lahan karena walaupun lahan parkir

telah disewakan kepada konsumen, namun penguasaan lahan parkir tetap pada

pihak yang menyewakan (pengelola parkir).

Hal lain yang menyebabkan sewa menyewa tidak murni dalam perparkiran

adalah si penyewa(pemilik mobil), tidak bisa bebas mempergunakan lahan yang

disewanya seperti harus masuk dan keluar dari pintu tertentu, tidak boleh parkir

serong, dan peraturan lainnya.

17

Page 18: Indonesian Legal System

Di Jakarta permohonan izin untuk menyelenggarakan perparkiran diajukan

kepada Badan Pengelola Perparkiran DKI Jakarta. Biasanya yang sering dikelola oleh

pihak lain (swasta), adalah parkir di luar badan jalan (off street). Berkaitan kasus ini,

jenis parkir yang dilakukan oleh pihak David di are parkir Plaza Senayan adalah jenis

parkir offstreet.

Jenis parkir offstreet ini meliputi (Sibarani,2007:17):

1. Gedung parkir murni, yaitu suatu bangunan yang digunakan khusus sebagai

tempat parkir yang berdiri sendiri.

2. Gedung parkir pendukung, yaitu suatu bagian dari bangunan atau kumpulan

bangunan yang digunakan sebagai tempat parkir yang bersifat penunjang dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan pokok bangunan atau

kumpulan bangunan tersebut.

3. Pelataran parkir adalah suatu areal tanah tertentu di luar badan jalan yang

digunakan sebagai tempat parkir.

Untuk menentukan tarif parkir yang diterapkan oleh pengelola parkir, hal tersebut

sudah ada ketentuan dari Pemerintah Daerah. Oleh karena itu bagi pengelola parkir,

dalam hal ini PT. Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) pun harus menaati

peraturan pemerintah daerah tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI No. 1698 tahun 1999 tentang Biaya

Parkir Pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk Umum Di Luar badan Jalan di

Wilayah DKI Jakarta tanggal 1 Juni 1999 (selanjutnya disebut SK Gubernur tahun 1999)

yang menjelaskan bahwa :

“Untuk hotel dan pusat perbelanjaan tarif parkir ditetapkan Rp. 1.000,- untuk jam

pertama dan tambahan Rp. 1.000,- untuk tiap jam berikutnya.”

Selain itu untuk mempertegas mengenai pengaturan tarif parkir yang dilakukan

oleh Pemerintah daerah, maka berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1999

tentang Perparkiran (selanjutnya disebut Perda Parkir) terdapat larangan untuk

merubah tarif biaya parkir yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Adapun hal

itu diatur dalam Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi :

18

Page 19: Indonesian Legal System

“Dilarang dengan cara dan bentuk apapun membangun gedung parkir atau pelataran

parkir, melakukan usaha penyelenggaraan perparkiran, melakukan perubahan terhadap

rambu, marka parkir, mesin parkir, tanda masuk parkir, tanda biaya parkir, tanda

retribusi parkir, tarif biaya parkir dan tarif retribusi parkir tanpa memperoleh ijin dari

Gubernur Kepala Daerah.”

3.2.2 Berdasarkan Teori Perbuatan Melawan Hukum

Berdasarkan keterangan dari hasil putusan, Majelis Hakim menyatakan bahwa

Minutes of Meeting FKPPS tidak bisa mengikat untuk umum termasuk Penggugat

(David) karena yang mengikat umum hanyalah produk yang dikeluarkan oleh

Pemerintah, yaitu SK Gubernur DKI Jakarta, oleh karena itu Secure Parking harus

bertanggung jawab atas perbuatannya.

Oleh karena itu kasus kenaikan tarif parkir yang dilakukan PT Secure Parking

merupakan perbuatan melawan hukum karena memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya pelanggaran atas ketentuan yang telah ditetapkan suatu aturan hukum

pada umumnya.

Setelah mengetahui dasar hukum yang berlaku dalam kasus perparkiran tersebut,

maka tindakan penarikan tarif parkir secara sepihak yang dilakukan oleh PT. Securindo

Packatama Indonesia (Secure Parking) merupakan perbuatan melawan hukum karena

telah menerapkan tarif parkir, yang berlawanan dengan ketentuan peraturan daerah

DKI Jakarta. Perbuatan melawan hukum ini juga ditunjukkan dengan perbuatan yang

dilakukan PT Secure Parking tidak sesuai dengan UU yang berlaku (melanggar), yaitu

UU no.5 tahun 1999 tentang perparkiran.

2. Adanya kesalahan yang dilakukan pelaku (PT Secure Parking)

Adanya kenaikan tarif secara sepihak yang dilakukan oleh PT Secure Parking,

yang dimana tidak sesuai dengan peraturan pemerintah DKI Jakarta. Tarif parkir yang

seharusnya diterapkan adalah Rp. 1.000,- untuk jam pertama dan tambahan Rp.

1.000,- untuk tiap jam berikutnya.(sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI No.

1698 tahun 1999 tentang Biaya Parkir Pada Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Untuk

Umum Di Luar badan Jalan di Wilayah DKI Jakarta tanggal 1 Juni 1999). Tapi pada

kenyataannya, tarif parkir yang diberlakukan PT Secure Parking adalah RP1.500/jam.

19

Page 20: Indonesian Legal System

3. Adanya kerugian yang timbul

Dengan adanya kenaikan tarif parkir secara sepihak tersebut, maka pihak David

merasa dirugikan. Seharusnya dirinya hanya membayar tarif parkir sebesar Rp.2.000.

(namun pihak pengelola parkir meminta untuk membayar sebesar Rp. 3.000). Dalam

hal ini David dirugikan oleh pihak pengelola parkir karena harus menambah uang

sebesar Rp. 1.00 untuk membayar tarif parkir tersebut.

Pengajuan gugatan David atas dasar tuduhan perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh Secure Parking sudah tepat, sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata

menamakan kerugian sebagai akibat perbuatan melawan hukum sebagai “scade”

(rugi).

Dicantumkannya syarat kesalahan dalam pasal 1365 KUHPerdata, pembuat

undang-undang berkehendak menekankan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum

hanyalah bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan

tersebut dapat dipersalahkan padanya, dalam hal ini adalah PT secure Parking.

Oleh karena itu, PT Secure Parking digugat untuk membayar ganti rugi atas

kelebihan tarif parkir yang telah diterapkan pada David, yaitu mengembalikan sebesar

Rp. 1.000. Ganti rugi tersebut merupakan perwujudan Ganti rugi kompensasi, yang

merupakan ganti rugi yang dilakukan sebagai pembayaran kepada korban atas dan

sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu

perbuatan melawan hukum.

20

Page 21: Indonesian Legal System

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan studi kasus perseteruan antara David M.L.Tobing,S.H., M.Kn.

dengan pihak PT Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) berkaitan dengan

kenaikan tarif parkir secara sepihak, maka kasus menaikan tarif parkir secara sepihak

tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum. Hal tersebut dapat dibuktikan

melalui unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang melekat pada kasus tersebut,

seperti pelanggaran atas ketentuan yang telah ditetapkan suatu aturan hukum pada

umumnya, kesalahan yang dilakukan pelaku , dan kerugian yang timbul.

Pihak PT Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) telah dinyatakan

bersalah dalam persidangan di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan

Tinggi Jakarta, dan Mahkamah Agung. PT Secure parking telah melawan hukum

karena menaikkan tarif parkir tanpa seijin Gubernur Kepala Daerah (SK Gubernur DKI

Jakarta no. 1698 Tahun 1999 dan telah melanggar Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 5

Tahun 1999 tentang perparkiran).

Dengan adanya keputusan dalam penagdilan tersebut, maka pihak PT Securindo

Packatama Indonesia (Secure Parking) selaku tergugat dituntut mengganti kerugian

sebesar Rp. 1000 kepada David M.L.Tobing,S.H., M.Kn, sebagaimana yang dituntut

oleh pihak penggugat. Hal tersebut sesuai dengan KUHPerdata pasal 1365 mengenai

perbuatan melawan hukum, bahwa ”setiap tindakan melanggar hukum yang

menyebabkan kerugian kepada orang lain, maka orang yang bersalah menyebabkan

kerugian itu wajib memberi ganti kerugian”.

4.2 Saran

Setelah melihat adanya kasus menaikkan tarif parkir secara sepihak ini, penyedia

jasa perparkiran sudah sepatutnya menyediakan jasa parkir sesuai dengan tarif yang

telah ditentukan, tentunya tarif parkir yang berlaku haruslah sesuai dengan Perda

21

Page 22: Indonesian Legal System

setempat. Dengan begitu, masyarakat sebagai pengguna jasa perparkiran tidak merasa

dirugikan sehingga dapat diperlakukan secara adil sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Cet-1. Jakarta: Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2003.

Darus, Mariam, dkk . Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

2001.

Djamali, R.Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. 2006.

Fuaddy, Munir. Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer). Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti. 2002.

Moegini Djojodirdjo, M.A. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Pramita. 1979.

Sibarani, Ezra L. Parkir+ Perlindungan Hukum Konsumen. Jakarta: Timpani Publishing.

2007.

Suryodiningrat, R.M. Azas-azas Hukum Perikatan, edisi ke-2. Bandung: Penerbit

Tarsito. 1985.

Tomasouw, M.A. Study Guide Indonesian Legal System. Jakarta: STIKOM London

School of Public Relations Jakarta. 2005.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana

Prenada Media Grup. 2008.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16732/lagi-ma-menangkan-konsumen-

parkir

22

Page 23: Indonesian Legal System

LAMPIRAN

23