identifikasi reverse logistics network dan …eprints.ums.ac.id/72140/14/naskah...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI REVERSE LOGISTICS NETWORK DAN MITIGASI
RISIKO LIMBAH BARANG BEKAS DI KOTA SURAKARTA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan
Teknik Industri Fakultas Teknik
Oleh:
ARI PURWO AJI
D 600 140 023
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
HALAMAN PERSETUJUAN
IDENTIFIKASI REVERSE LOGISTICS NETWORK DAN MITIGASI
RISIKO LIMBAH BARANG BEKAS DI KOTA SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh :
ARI PURWO AJI
D 600 140 023
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
Ida Nursanti, S.T., M.Eng.Sc
NIK. 100.1172
ii
HALAMAN PENGESAHAN
IDENTIFIKASI REVERSE LOGISTICS NETWORK DAN MITIGASI
RISIKO LIMBAH BARANG BEKAS DI KOTA SURAKARTA
OLEH
ARI PURWO AJI
D600140023
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Sabtu, 16 Februari 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Ida Nursanti, S.T., M.Eng.Sc ( ..............................................)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Ratnanto Fitriadi, S.T., M.T (...............................................)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Eko Setiawan, S.T., M.T., Ph.D ( ..............................................)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D., IPM
NIK. 0630126302
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan
saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 11 April 2019
Penulis
ARI PURWO AJI
D600140023
1
IDENTIFIKASI REVERSE LOGISTICS NETWORK DAN MITIGASI RISIKO
LIMBAH BARANG BEKAS DI KOTA SURAKARTA
Abstrak
Barang bekas atau biasa disebut rongsokan itu sebenarnya masih bernilai jual yang relatif
tinggi, dan semua barang bekas itu masih bisa dimanfaatkan. Saat ini sudah banyak pengepul
barang bekas atau rongsokan menjamur disetiap daerah termasuk di Kota Surakarta. Para
pengepul tersebut biasanya berkeliling kampung ataupun perumahan untuk menawarkan
membeli barang bekas yang sudah tidak terpakai kemudian menjualnya ke pengepul rongsok.
masalah yang perlu dibahas yaitu bagaimana Reverse Logistics Network barang bekas dari
barang bekas yang didapat dari konsumen awal hingga barang bekas tersebut dilakukan
proses daur ulang yang ada di area Kota Surakarta, serta bagaimana mengelola risiko-risiko
yang timbul terkait dengan Reverse Logistics Network barang bekas tersebut sehingga dapat
dilakukan mitigasi risiko. Dengan metode House Of Risk maka dapat melakukan aksi mitigasi
risiko dari sistem reverse logistics. Stakeholder yang berperan dalam sistem reverse logistics
tersebut yaitu Pencari Rosok, Lapak Kecil, Lapak Besar dan Pabrik atau Industri Pengolahan
Logam. Reverse Logistics Network dari barang bekas besi terbagi menjadi 4 bagian. Bagian
tersebut ditetapkan berdasarkan Lapak Besar yang ada di Kota Surakarta yaitu CV Subur
Jaya, UD Gandhos Abadi, UD Salahudin Logam dan Rosok Pak Pamin Pasar Besi Tua. Hasil
identifikasi risiko yang dilakukan pada sistem reverse logistics network tersebut terdapat
sebanyak 26 risk event dan juga terdapat 33 risk agent. Dan didapatkan sebanyak 14 strategi
aksi mitigasi risiko yang harus dilakukan untuk menanggulangi risiko-risiko yang muncul
dalam sistem reverse logistics network tersebut.
Kata Kunci: Barang Bekas, Reverse Logistics, House Of Risk
Abstract
Used goods or commonly called wreckage are actually still of relatively high selling value,
and all used goods can still be utilized. At present there are many collectors of used goods or
wreckage mushrooming in every area including in Surakarta City. The collectors usually go
around the village or housing to offer to buy used items that have not been used and then sell
them to shabby collectors. The problem that needs to be discussed is how is the Reverse
Logistics Network of used goods obtained from the initial cunsomer until the recycled goods
are carried out in the recycling process in the area of Surakarta City, as well as how to
manage the risks associated with the used goods Reverse Logistics Network so that risk
mitigation can be carried out. With the House Of Risk method, you can take risk mitigation
actions from reverse logistics system. Stakeholders who play a role in the reverse logistics
system are Used goods Seekers, Small Collectors, Big Collectors and Factories of Metal
Processing Industries. The Reverse Logistics Network of iron scrap is divided into 4 parts.
The section was determined based on the big collectors in Surakarta City, namely CV Subur
Jaya, UD Gandhos Abadi, UD Salahudin Logam and Rosok Pak Pamin. The results of the
risk identification carried out on the reverse logistics network system are 26 risk events and
there are also 33 risk agents. And obtained as many as 14 risk mitigation action strategies that
must be done to overcome the risks that arise in the reverse logistics network system.
Keywords: Used Goods, Reverse Logistics, House Of Risk.
2
1. PENDAHULUAN
Pesatnya pertumbuhan penduduk terutama di kota-kota besar di Indonesia selain membawa
keuntungan perkembangan di kota-kota tersebut juga menjadi pusat kegiatan ekonomi,
industri, sosial budaya, selain itu juga akan membawa pengaruh kemunduran kualitas
lingkungan hidup di perkotaan antara lain terjadinya kebisingan, kemacetan lalu lintas dan
pencemaran air, udara serta tanah yang disebabkan oleh limbah atau sampah industri dan
rumah tangga (Kurniaty dan Rizal, 2011). Semua barang yang sudah tidak terpakai pada
lingkungan rumah tangga sering kali hanya dibuang ataupun dibakar. Ini dikarenakan karena
tidak adanya tanggung jawab perusahaan untuk menarik kembali produk bekas dari mereka
yang sudah digunakan. Jika sampah ataupun barang yang tidak terpakai tersebut dibiarkan,
tentu akan menimbulkan dampak serius bagi lingkungan.
Disisi lain, barang bekas atau biasa disebut rongsokan itu sebenarnya masih bernilai jual
yang relatif tinggi, dan semua barang bekas itu masih bisa dimanfaatkan. Rongsokan-
rongsokan tersebut nantinya akan didaur ulang untuk dijadikan benda yang lainnya (Fitrianti,
2015). Pemanfaatan rongsokan untuk didaur ulang sangat baik untuk lingkungan, karena
dengan memanfaatkan barang-barang tersebut dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Saat ini sudah banyak pengepul barang bekas atau rongsokan menjamur disetiap daerah
termasuk di Kota Surakarta. Dari jenis-jenis rongsok yang dipilah antara lain adalah besi
bekas. Besi bekas mungkin hanya terlihat biasa bagi orang yang kurang memahaminya, tetapi
sebenarnya besi bekas dapat dijadikan sebagai peluang bisnis. Karena sebenarnya besi bekas
dapat diolah kembali menjadi wujud yang lainnya dengan dilakukan peleburan. Dalam proses
pengelolaan barang bekas atau rongsokan tersebut tentunya terdapat tahapan-tahapan alur
yang berbeda-beda. Maka dari itu, untuk mengetahui lebih luas tentang alur Reverse Logistics
Network atau supply chain pengelolaan barang bekas dari konsumen hingga dilakukannya
proses recycle, dalam proses tersebut tentunya akan timbul berbagai resiko-resiko yang
mungkin terjadi. Maka dari itu akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai hal-
hal tersebut agar dapat mengetahuinya.
3
2. METODE
Prosedur penelitian ini adalah tahapan-tahapan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dari awal sampai dengan hasil penelitian didapatkan sesuai dengan tujuan penelitian tersebut.
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dari penelitian ini yaitu:
2.1 Identifikasi Masalah
Pada tahap identifikasi masalah ini yaitu mencari tahu gambaran umum tentang
permasalahan yang terjadi pada obyek yang akan diteliti agar lebih memperjelas masalah
apa yang harus dipecahkan.
2.2 Perumusan Masalah
Setelah dilakukannya identifikasi masalah maka tahap selanjutnya yaitu mencari
rumusan masalah yang akan dipecahkan pada penelitian ini yaitu bagaimana Reverse
Logistics Network pengelolaan limbah barang bekas berjenis besi yang berasal dari
konsumen awal hingga barang bekas tersebut dilakukan proses daur ulang, titik- titik
penelitian berada di area Kota Surakarta, serta bagaimana mengelola risiko-risiko yang
timbul terkait dengan alur dari reverse logistics barang bekas tersebut
2.3 Tujuan penelitian
Dari perumusan masalah yang sudah didapatkan maka tujuan dari penelitian ini yaitu
mencari tahu lokasi titik pengepul barang bekas besi serta aktivitas pemilahan dan
pengolahan barang bekas besi di Kota Surakarta selanjutnya akan mengetahui jaringan
Reverse Logistics dari pengelolaan barang bekas dan kemudian menganalisis risiko-
risiko yang timbul dalam reverse logistics dengan menggunakan metode House Of Risk
untuk dapat melakukan tindakan mitigasi risikonya.
2.4 Identifikasi Sistem Reverse Logistics
Identifikasi sistem Reverse Logistics ini dilakukan untuk mengetahui siapa sajakah
pihak-pihak yang terkait dalam proses reverse logistics tersebut, dengan begitu nantinya
akan bisa digambarkan jaringan reverse logisticsnya, serta hal-hal apasajakah yang
terjadi didalamnya.
2.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini, pengumpulan data ini dilakukan secara langsung dilapangan dengan cara
wawancara, observasi dan dokumentasi.
2.6 Membuat Reverse Logistics Network
Setelah dilakukan pengumpulan data pada titik-titik pengepul, maka diperoleh data
darimana barang bekas tersebut disupply dan kemana barang bekas tersebut disupply,
4
sehingga akan dapat digambarkan bagaimanakah alur Reverse Logistics Network dari
awal barng bekas tersebut dikumpulkan oleh pemulung sampai barang bekas tersebut
nantinya didaur ulang kembali.
2.7 Pengolahan Data
Dari data-data observasi yang telah dikumpulkan, kemudian data tersebut diolah
berdasarkan metode House Of Risk. Metode House Of Risk ini adalah metode yang
digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis risiko-risiko yang terjadi dalam alur
reverse logistics barang bekas berjenis besi ini.
2.8 Analisa Hasil dan Pembahasan
Analisa hasil dan pembahasan ini antara lain yaitu mengidentifikasi siapa sajakah
pelaku-pelaku yang terkait pada proses Reverse Logistic Network pengolahan barang
bekas, kemudian menggambarkan bagaimana alur Reverse Logistics Network lalu
menganalisis risiko-risiko pada reverse logistics dengan menggunakan metode House Of
Risk.
2.9 Kesimpulan dan Saran
Bagian akhir dari penelitian ini yaitu didapatkannya kesimpulan dari penelitian yang
telah dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh sebelumnya, kemudian
dilengkapi dengan saran-saran yang dapat membangun terhadap penelitian tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Identifikasi Sistem Reverse Logistics Network
Dalam mengidentifikasi sistem reverse logistics network ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana alur dan jaringan reverse logistics dari barang bekas khususnya besi. Identifikasi
ini dilakukan di area Kota Surakarta. Dan setelah dilakukan observasi dilapangan, dapat
diketahui bahwa alur proses reverse logistics dari barang bekas besi ini yaitu dimulai dari
Pencari Rosok – Lapak Kecil – Lapak Besar – Pabrik Peleburan Besi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada reverse logistics network yang berada
di area Kota Surakarta, dibagi menjadi 4 jaringan yag mengacu berdasarkan dengan jaringan
dari pengepul besar atau lapak besar yang ada di Kota Surakarta, yaitu:
a. Reverse Logistics Network berdasarkan dari lapak besar yaitu CV Subur Jaya.
b. Reverse Logistics Network berdasarkan dari lapak besar UD Gandhos Abadi.
c. Reverse Logistics Network berdasarkan dari lapak besar UD Salahudin Logam.
d. Reverse Logistics Network berdasarkan dari lapak besar Rosok Pak Pamin Pasar Besi Tua.
5
3.2 Metode House Of Risk 1
Metode House Of Risk 1 ini bertujuan untuk menentukan evaluasi risiko terhadap agent risk
yang mempunyai prioritas tinggi untuk selanjutnya akan dilakukan mitigasi terhadap agent
risk yang terpilih tersebut. Data-data yang digunakan adalah data risk event dan risk agent
yang telah didapatkan. Untuk analisis risk even, dapat dilakukan penilaian dengan
menggunakan Skala Severity. Sedangkan untuk analisis risk agent dapat dilakukan
menggunakan Skala Occurrence. Nilai Severity ini mempunyai tingkat skala dari 1-10.
Dimana nilai 1 berarti tidak ada dampak bahaya atau gangguan, sedangkan nilai 10 berarti
tingkat efek yang sangat berbahaya. Sedangkan Nilai Occurrence mempuntai tingkat skala
dari 1-10, dimana nilai 1 berarti hampir tidak pernah terjadi kegagalan.sedangkan nilai 10
berarti kegagalan hampir pasti.
Tahap selanjutnya yang harus dikerjakan dalam pengolahan House Of Risk 1 ini adalah
mengidentifikasi korelasi antara risk event dengan risk agent. Dengan jumlah risk event yang
ada sebanyak 26 dan risk agent sebanyak 33. Pada tahap penentuan korelasi ini dilakukan
pembobotan terhadap korelasi antara risk event dan risk agent dengan bobot nilai 0, 1, 3 atau
9. Setelah nilai korelasi telah terpenuhi, kemudian dilakukan perhitungan nilai ARP
(Agregate Risk Potential). Perhitungan ARP dapat dihitung berdasarkan rumus ARPj = Oj . Σ
Si . Rij .
Berdasarkan data-data yang diperoleh sebelumnya, dengan risk event sebanyak 26 dan
risk agent sebanyak 33, maka dilakukan pengolahan data pada Tabel House Of Risk 1.
Metode House Of Risk 1 ini digunakan untuk menentukan prioritas sumber risiko mana yang
harus dilakukan tindakan mitigasi risiko. Berikut tabel dari HOR 1.
Tabel 1. HOR 1
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27 A28 A29 A30 A31 A32 A33
E1 3 9 1 1 1 1 9 6
E2 1 3 3 3 9 3 1 3 3 9 9 3 3 1 3 1 5
E3 1 9 1 3 3 3 3 3 1 1 9 9 1 3 3 1 3 7
E4 1 9 1 3 9 3 3 1 1 9 8
E5 3 3 1 3 1 1 1 5
E6 1 9 1 3 1 3 1 6
E7 1 9 3 3 7
E8 1 3 3 3 3 9 3 3 3 4
E9 1 3 3 9 1 3 9 9 3 1 1 1 3 1 7
E10 3 9 2
E11 9 9 9 4
E12 9 9 9 7
E13 1 9 8
E14 9 9 1 6
E15 1 3 9 9
E16 9 3 3
E17 9 9 5
E18 1 9 1 9 6
E19 1 9 9 8E20 1 1 9 1 8
E21 9 3
E22 1 1 9 6
E23 3 9 9 3 1 5
E24 9 3
E25 9 9 1 1 7
E26 1 9 2
Occureence 7 3 4 6 2 6 9 4 7 7 6 8 6 9 3 7 3 5 7 6 7 2 5 9 6 7 4 2 2 3 3 6 5
ARP 322 435 152 462 144 1272 1305 188 1015 1120 216 1464 1476 1197 54 364 285 260 504 1686 840 234 330 720 432 693 284 414 30 324 372 144 380
Priority 22 14 29 13 30 5 4 28 8 7 27 3 2 6 32 19 23 25 12 1 9 26 20 10 15 11 24 16 33 21 18 30 17
Risk EventRisk Agent
Severity
6
Kemudian ARP di ranking mulai dari nilai yang paling besar. Ranking nilai ARP (Agregate
Risk Potential) ini bertujuan untuk mengetahui risk agent mana yang menjadi prioritas untuk
dilakukan mitigasi berdasarkan dengan Diagram Pareto. Untuk mengetahui risk agent mana
yang dominan untuk dilakukan mitigasi risiko dapat pada Diagram Pareto di gambar 1.
dibawah ini.
Gambar 1. Gambar Diagram Pareto
Dilihat dari hasil Diagram Pareto diatas, maka didapatkan sebanyak 16 risk agent
yang dominan untuk dilakukan tindakan mitigasi risiko. Pemilihan risk agent tersebut
dilakukan berdasarkan prinsip dari diagram pareto yaitu 80:20, yang berarti 80% risk agent
dimulai dari prioritas nilai tertinggi sudah dapat mewakili dari keseluruhan populasi risiko
yang ada.
3.3 Metode House Of Risk 2
Setelah menyelesaikan tahap House Of Risk 1 langkah selanjutnya adalah memasuki tahap
House Of Risk 2. Pada hasil dari Diagram Pareto sebelumnya, telah terpilih sebanyak 16 risk
agent yang perlu dilakukan aksi mitigasi. Tabel 2. adalah tabel risk agent yang terpilih untuk
dilakukan aksi mitigasi risiko.
7
Tabel 2. Risk Agent Yang Terpilih Untuk Mitigasi
Rank Kode Risk Agent ARP
1 A20 Kurangnya tanggung jawab dari rekan bisnis atau orang yang dipercayai 1686
2 A13 Perputaran ekonomi yang melemah 1476
3 A12 Fluktuasi harga besi bekas 1464
4 A7 Barang dari pencari rosok jenisnya campur 1305
5 A6 Terjadinya perputaran ekonomi 1272
6 A14 Jenis besi ada yang tercampur 1197
7 A10 Kurangnya pengetahuan pencari rosok tentang jenis besi bekas 1120
8 A9 Barang bekas dari pencari rosok masih dalam bentuk utuh 1015
9 A21 Bandul timbangan yang digunakan tidak baru 840
10 A24 Permintaan ukuran besi dari perusahaan tidak terlalu panjang 720
11 A26 Managemen keuangan tidak terkendali 693
12 A19 Aktivitas pengelolaan barang mengganggu 504
13 A4 Kurang memperkirakan harga jual 462
14 A2 Kurang ulet dalam mencari barang 435
15 A25 Sudah terlanjur memberi uang, tetapi barang tidak ada 432
16 A28 Terdapat campuran barang jenis lain yang tidak sesuai kriteria 414
Langkah selanjutnya dalam House Of Risk 2 adalah melakukan aksi mitigasi atau
preventive action pada tiap-tiap risk agent tersebut. Aksi mitigasi atau preventive action ini
adalah tujuan utama dalam metode House Of Risk. Dalam penelitian terdapat sebanyak 14
aksi mitigasi. Tabel 3. adalah tabel dari strategi aksi mitigasi atau preventive action yang
dilakukan.
Tabel 3. Preventive Action
Kode Preventive Action
PA1 Mencari rekan bisnis lain yang bisa dipercaya
PA2 Menjual barang ketika harga naik
PA3 Memperkirakan harga jual
PA4 Memilah-milah kembali besi bekas yang jenisnya masih campur
PA5 Memberi pengetahuan tentang jenis-jenis besi bekas
PA6 Memotong kembali besi yang ukurannya terlalu besar
PA7 Menggunakan bandul timbangan yang baru atau beratnya masih normal
PA8 Menjual besi bekas dengan ukuran sesuai yang ditetapkan perusahaan
PA9 Menata ulang manajemen keuangan yang ada
PA10 Melakukan aktifitas pengelolaan barang secara terkendali
PA11 Memperbanyak relasi ke pengepul-pengepul
PA12 Lebih tekun lagi dalam mencari barang bekas
PA13 Menerapkan prinsip ada uang ada barang
PA14 Melakukan pemilahan besi bekas secara teliti
Dalam metode House Of Risk 2 ini, data-data risk agent terpilih dan preventive action
akan digunakan dalam pengolahan data yang dilakukan pada tabel pengolahan data House Of
Risk 2. Langkah pertama dalam pengolahan data House Of Risk 2 ini adalah menentukan
korelasi hubungan antara risk agent dan preventive action. Korelasi hubungan ini tidak
berbeda seperti pada House Of Risk 1, bobot nilai yang diberikan pada korelasi hubungan ini
yaitu 0, 1, 3 dan 9. Langkah selanjutnya adalah memberikan nilai derajat kesulitan (Dk) pada
masing-masing preventive action. Derajat Kesulitan (Dk) ini bertujuan untuk mengetahui
derajat kesulitan dari penerapan aksi mitigasi atau preventive action yang akan dilakukan.
Tabel 4. adalah tabel bobot nilai derajat kesulitan (Dk).
8
Tabel 4. Derajat Kesulitan (Dk)
Skala Degree of Difficulty
Keterangan
3 Strategi mudah diterapkan
4 Strategi agak mudah diterapkan
5 Strategi susah diterapkan
Dari skala dan artinya seperti yang tertera pada Tabel Derajat Kesulitan (Dk), maka
penilaian Derajat Kesulitan (Dk) dilakukan pada strategi aksi mitigasi atau preventive action
untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesulitan pada pelaksanaan strategi aksi mitigasi
atau preventive action. Berdasarkan dari tabel Skala Degree of Difficulty maka bobot nilai
yang diberikan pada preventive action adalah 3, 4 dan 5. Tabel 5. adalah tabel penilaian
Derajat Kesulitan pada preventive action.
Tabel 5. Skala Derajat Kesulitan pada Preventive Action
Kode Preventive Action DK
PA1 Mencari rekan bisnis lain yang bisa dipercaya 4
PA2 Menjual barang ketika harga naik 3
PA3 Memperkirakan harga jual 4
PA4 Memilah-milah kembali besi bekas yang jenisnya masih campur 3
PA5 Memberi pengetahuan tentang jenis-jenis besi bekas 4
PA6 Memotong kembali besi yang ukurannya terlalu besar 3
PA7 Menggunakan bandul timbangan yang baru atau beratnya masih normal 3
PA8 Menjual besi bekas dengan ukuran sesuai yang ditetapkan perusahaan 4
PA9 Menata ulang manajemen keuangan yang ada 5
PA10 Melakukan aktifitas pengelolaan barang secara terkendali 5
PA11 Memperbanyak relasi ke pengepul-pengepul 4
PA12 Lebih tekun lagi dalam mencari barang bekas 4
PA13 Menerapkan prinsip ada uang ada barang 4
PA14 Melakukan pemilahan besi bekas secara teliti 3
Langkah berikutnya di metode House Of Risk 2 ini adalah menghitung total
keefektifan atau total effectiveness (TEk). Perhitungan total effectiveness ini dilakukan
dengan perkalian antara nilai korelasi dari agent risk dengan preventive action. Perhitungan
ini totak effectiveness (TEk) ini bertujuan untuk menilai keefektifan dari strategi aksi mitigasi
yang dilakukan.
Berikut ini adalah contoh dari perhitungan total effectiveness.
TE1 = (ARP20.E20;1)+(ARP25.E25;1)
= (1686 x 9)+(432 x 9)
= 19062
9
Berikutnya adalah menghitung keefektifan derajat kesulitan atau effectiveness to
difficulty ratio (ETDk). Perhitungan effectiveness to difficulty ratio (ETDk) dilakukan dengan
pembagian antara nilai total effectiveness (TEk) dengan derajat kesulitan (Dk). Perhitungan
effectiveness to difficulty ratio (ETDk) bertujuan untuk menentukan ranking dari aksi mitigasi
atau preventive action. Berikut ini adalah beberapa contoh perhitungan dari effectiveness to
difficulty ratio (ETDk).
ETD1 = TE1/D1
= 19062/4
= 4765,5
Setelah melakukan perhitungan effectiveness to difficulty ratio (ETDk), kemudian
nilai effectiveness to difficulty ratio (ETDk) di ranking mulai dari skor yang tertinggi. Tabel
6. adalah tabel pengolahan data House Of Risk 2.
Tabel 6. HOR 2
PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7 PA8 PA9 PA10 PA11 PA12 PA13 PA14
A20 9 1 1 1 1686
A13 9 9 1476
A12 9 9 1464
A7 9 9 1 1305
A6 9 9 1272
A14 9 9 3 1 9 1197
A10 3 9 1 3 1120
A9 1 9 1 1015
A21 9 840
A24 1 9 3 1 720
A26 1 9 9 693
A19 9 504
A4 3 9 9 462
A2 9 435
A25 9 9 432
A28 9 3 9 414
Tek 19062 39294 42759 27613 33840 21631 9246 5043 6237 5551 4158 3915 10125 20265
Dk 4 3 4 3 4 3 3 4 5 5 4 4 4 3
ETD 4765,5 13098 10689,75 9204,333 8460 7210,333 3082 1260,75 1247,4 1110,2 1039,5 978,75 2531,25 6755
Rank 7 1 2 3 4 5 8 10 11 12 13 14 9 6
ARPStrategi Penanganan
Risk Agent
Berdasarkan dari pengolahan data pada tabel House Of Risk 2, maka dapat melakukan
prioritas aksi mitigasi risiko atau preventive action mana yang terlebih dahulu harus
dilakukan tindakan. Urutan prioritas tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai dari effectiveness
of difficulty ratio (ETDk). Tabel 4. adalah tabel urutan dari strategi pelaksanaan aksi mitigasi
atau preventive action.
10
Tabel 7. Urutan Strategi Mitigasi Risiko
Kode Preventive Action ETD Ranking
PA2 Menjual barang ketika harga naik 13098 1
PA3 Memperkirakan harga jual 10689,8 2
PA4 Memilah-milah kembali besi bekas yang jenisnya masih campur 9204,33 3
PA5 Memberi pengetahuan tentang jenis-jenis besi bekas 8460 4
PA6 Memotong kembali besi yang ukurannya terlalu besar 7210,33 5
PA14 Melakukan pemilahan besi bekas secara teliti 6755 6
PA1 Mencari rekan bisnis lain yang bisa dipercaya 4765,5 7
PA7 Menggunakan bandul timbangan yang baru atau beratnya masih normal 3082 8
PA13 Menerapkan prinsip ada uang ada barang 2531,25 9
PA8 Menjual besi bekas dengan ukuran sesuai yang ditetapkan perusahaan 1260,75 10
PA9 Menata ulang manajemen keuangan yang ada 1247,4 11
PA10 Melakukan aktifitas pengelolaan barang secara terkendali 1110,2 12
PA11 Memperbanyak relasi ke pengepul-pengepul 1039,5 13
PA12 Lebih tekun lagi dalam mencari barang bekas 978,75 14
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat sebanyak 14 strategi mitigasi risiko yang
harus dilakukan dalam sistem reverse logistics network barang bekas berjenis besi yang ada
di Kota Surakarta.
4. PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
a. Terdapat 4 pelaku utama atau stakeholder pada sistem reverse logistics network di Kota
Surakarta. Dan stakeholder yang berperan dalam sistem reverse logistics tersebut yaitu
Pencari Rosok, Lapak Kecil, Lapak Besar dan Pabrik atau Industri Pengolahan Logam.
b. Reverse Logistics Network dari barang bekas besi terbagi menjadi 4 bagian. Bagian
tersebut ditetapkan berdasarkan Lapak Besar yang ada di Kota Surakarta. Lapak Besar
tersebut yaitu CV Subur Jaya, UD Gandhos Abadi, UD Salahudin Logam dan Rosok Pak
Pamin Pasar Besi Tua.
c. Dari hasil identifikasi risiko yang dilakukan pada sistem reverse logistics network
tersebut, ditemukan terdapat sebanyak 26 risk event dan juga terdapat 33 risk agent yang
ditemukan dalam sistem tersebut.
d. Dari hasil analisis risiko yang telah dilakukan dengan menggunakan metode House Of
Risk, maka telah didapatkan sebanyak 14 strategi aksi mitigasi risiko yang harus
dilakukan untuk menanggulangi risiko-risiko yang muncul dalam sistem reverse logistics
network tersebut. Dan prioritas yang paling banyak harus dilakukan mitigasi adalah pada
lapak besar.
11
DAFTAR PUSTAKA
Chopra, S dan Meindl, P. (2004). “Supply Chain Management”. New Jersey: Pearson
Education.
Damanhuri, E. dan Padmi, T. (2010). “Pengelolaan Sampah”. Diklat Kuliah TL-3104.
Dyckhoff, R. Lackes, & J. Reese. (2004). “Networks in reverse logistics”. Supply chain
management and reverse logistics”. Berlin: Springer.
Fitrianti. (2015). “Administrasi Pengepul Barang Bekas Berbasis Komputer”.
Yogyakarta: UniversitasMercu Buana.
Geraldine dan I Nyoman Pujawan. (2009). ”A Model For Proactive Supply Chain Risk
Management”. Bussiness Process Management Journal. 15, 953-967
Hanafi, Mahmud M. (2006). “Manajemen Risiko”. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
Holton, G.A. (2004). “Defining Risk”. Financial Analysis Journal 60.
Indarjit, Richardus, E & Pranoto, J.( 2002). “Konsep Manajemen Supply Chain”. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Iskandar, A. (2006). “Daur Ulang Sampah”. Jakarta: Azka Mulia Media.
Kurniaty, Rifany, D. dan Rizal, M. (2011). “Pemanfaatan Hasil Pengelolaan Sampah
Sebagai Alternatif Bahan Bangunan Konstruksi”. Jurnal SMRTek, 9(1), 47-60.
Nilawati, Sativa, E. (2010). “Menyulap Sampah Jadi Kerajinan Cantik”. Jakarta: Nobel
Edumedia.
Russell R.S, Taylor B.W. (2000). “Operation Management: Multimedia Version”. New
Jersey: The Prentice Hall Inc.
Tibben-Lembke, R.S. (1999) “The impact of reverse logistics on the total cost of
ownership”. Journal of Marketing: Theory and Practice.
Turban, Wiley, J dan Sons. (2004). “Information technology for management 4th
edition”. Inc.
Yanti, T. (2012). “Daur ulang sulap sampah menjadi barang bermanfaat”. Jakarta:
Demedia.
Yuliarti, N. (2010). “Dari Sampah Jadi Berkah”. Yogyakarta: ANDI.