hasil ipt 1965 dan catatan untuk jokowi - gelora45.com fileharapannya di surat terbuka untuk...
TRANSCRIPT
1
Hasil IPT 1965 dan catatan untuk Jokowi
"Kepada Presiden Jokowi, jika ingin memenuhi janji, ini adalah kesempatan yang baik.
Jangan takut dengan jenderal-jenderal karena hasil IPT ini keputusan internasional"
Rika Theo
Published 11:04 AM, November 14, 2015
Updated 11:07 AM, November 14, 2015
http://www.rappler.com/indonesia/112732-keputusan-ipt-1965-catatan-untuk-jokowi?mc_cid=e669097d86&mc_eid=1eceb08378
MENULIS SURAT. Para peserta
sidang IPT 1965 menulis
harapannya di surat terbuka
untuk menghormati korban
tragedi 1965 di Den Haag,
Belanda. Foto oleh Rika
Theo/Rappler
DEN HAAG, Belanda—Sambil
meraba huruf braille, Ketua
Majelis Hakim Pengadilan Rakyat Internasional Zak Yacoob lantang mengumumkan
putusannya.
Sepakat dengan dakwaan jaksa, sembilan pelanggaran HAM serius menyusul peristiwa
1965 dinyatakan benar terjadi. Indonesia bertanggung jawab, begitu pula negara-negara
lain yang terlibat dalam kejahatan kemanusiaan itu.
Pengadilan Rakyat Internasional menyimpulkan telah terjadi kejahatan kemanusiaan
berat di Indonesia pada 1965 yang melanggar hukum internasional. Indonesia pada masa
itu telah mendorong terjadinya pelanggaran HAM ini melalui militernya, dengan rantai
komando militer terorganisir rapi dari atas ke bawah.
"Telah terjadi pembantaian massal, pemenjaraan orang tanpa pengadilan, perlakuan tak
manusiawi terhadap para tahanan, penyiksaan dan kerja paksa yang mirip perbudakan.
Banyak kekerasan seksual terhadap perempuan yang sistematis dan rutin ketika para
tahanan ditangkap dan diasingkan," papar Yakoob, Jumat, 13 November di ruang sidang,
Den Haag.
2
Para hakim pun meyakini, rezim Orde Baru (Orba) punya maksud politik untuk
menyingkirkan Partai Komunis Indonesia (PKI), anggota dan simpatisannya, loyalis
Sukarno, serikat buruh, dan para guru. Juga berupaya menghilangkan atau membatasi
mereka yang menentang rezim Orba.
Lebih jauh lagi, hakim sepakat bahwa propaganda Orba sengaja dilakukan untuk
mendorong masyarakat melakukan dehumanisasi dan pembunuhan terhadap anggota PKI.
Misalnya propaganda bahwa Gerwani telah memotong penis beberapa jenderal di Lubang
Buaya. "Padahal hasil otopsi telah menyatakan itu tak benar dan sudah lama diketahui
Pemerintah Indonesia," kata Yacoob.
Propaganda tersebut juga telah mengarahkan Indonesia mempercayai sejarah yang
dikuasai oleh rezim diktator.
Keterlibatan negara lain
TIDAK ADA REKONSILIASI.
Para peserta sidang IPT 1965
menulis harapannya di surat
terbuka "No reconsiliation
without truth" untuk
menghormati korban tragedi
1965 di Den Haag, Belanda.
Foto oleh Rika Theo/Rappler
Keputusan itu pun menyatakan
sejumlah negara lain telah membantu Orba dalam kejahatan kemanusiaan 1965. Dalam
konteks Perang Dingin waktu itu, Indonesia dikhawatirkan akan menjadi kekuatan
komunis baru. Setidaknya tiga negara, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia
terlibat dalam operasi Orba menumpas PKI.
Ketiganya memberi bantuan rahasia kepada rezim Orba berupa dana, teknologi
komunikasi, persenjataan, dan lainnya. Bantuan tersebut penting sebab saat itu kondisi
ekonomi Indonesia sedang parah-parahnya. Sebagai ganti bantuan, Indonesia akan
membayarnya kemudian.
Menurut sejarawan AS Bradley Simpson, AS baru terlibat setelah penembakan para
jenderal terjadi.
3
"Presiden Lyndon Johnson menyadari kesempatan untuk menghancurkan PKI. Mulailah
Kedutaan Besar AS di Jakarta mengadakan kontak dengan A H Nasution, sampai sepakat
untuk memberi bantuan," katanya.
Di pihak lain, Inggris, berkepentingan ekonomi. Perusahaan minyaknya di Indonesia akan
terancam jika PKI menguat.
Tak heran, pada suatu hari di tahun 1965, "Sebuah kapal berbendera Inggris muncul di
laut menuju Sumatera dengan mengangkut Sarwo Edhi dan pasukannya," kara Bradley.
Ia berharap, keputusan IPT 1965 tentang keterlibatan negara lain ini membuka mata
dunia internasional. Negara-negara yang terlibat, terutamanya, bisa membantu dengan
membuka dokumen-dokumen rahasianya yang terkait 1965.
Kritik untuk Jokowi
MENYALAKAN LILIN.
Para peserta sidang IPT
1965 menyalakan lilin
untuk menghormati
korban tragedi 1965 di
Den Haag, Belanda. Foto
oleh Rika Theo/Rappler
Semua keputusan yang
dibacakan Yacoob masih
berupa keputusan awal.
Majelis hakim masih
butuh beberapa bulan lagi untuk menerbitkan keputusan final yang lengkap dengan
argumen penjelasannya.
Namun, dalam keputusan awal tersebut, sudah terdapat berbagai catatan dan
rekomendasi bagi pemerintah Indonesia. Catatan dimulai dari kelambanan proses hukum
dan rekonsiliasi hingga penyangkalan pemerintah atas terjadinya pelanggaran HAM
berat.
Hakim juga merekomendasikan pemerintah Jokowi segera menindaklanjuti rekomendasi
Komnas HAM.
4
"Sidang berpikir bahwa Presiden Jokowi (Joko Widodo) akan melakukannya karena
semangat memenuhi janji kampanyenya," kata Yacoob.
Untuk itu, arsip-arsip rahasia harus dibuka dan hasil penyelidikan kejahatan kemanusiaan
harus dipublikasikan.
Selain itu, sudah saatnya pemerintah mengakui tragedi yang terjadi, meminta maaf atas
kerusakan yang ditimbulkan, dan menginvestigasi pelaku yang masih hidup.
Setelah hakim membacakan keputusannya, sidang ditutup. Ruangan pun langsung
hiruk-pikuk.
Ketua IPT 1965 Nursyahbani Kartjasungkana menyampaikan ucapan terima kasihnya
terutama kepada para korban. "Semoga mereka sekarang beristirahat dengan tenang,"
ucapnya.
Antropolog Saskia Wieringa dan saksi ahli kunci kasus IPT 1965 melihat hasil ini adalah
upaya pertama memecah kebungkaman.
"Banyak sekali yang masih harus dilakukan sebelum penyidikan dimulai. Kami belum
selesai, tapi baru mulai," katanya.
Senada, jaksa IPT 1965 Todung Mulya Lubis menyatakan hasil IPT 1965 merupakan
tonggak baru upaya mencari kebenaran.
"Walau tidak ada ikatan hukumnya, tapi ini menjadi basis mencari jalan keluar dan
rekonsiliasi. Apalagi karena hasil ini sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM,"
tuturnya.
Dalam hal ini, ia menyayangkan pejabat pemerintah yang kurang memahami IPT.
"Pemerintah Belanda tidak terlibat dalam IPT. Saya juga setuju mengadakan IPT di
Indonesia, tapi kenyataannya pemutaran film Joshua Oppenhaimer saja diblokir," kata
Todung.
Sementara itu, salah satu saksi, yang juga sebagai Ketua Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan, Bejo Untung, mengaku bahagia. "Saya bahagia atas nama korban 1965.
Semua korban menginginkannya karena kita tak bisa mengandalkan pengadilan dalam
negeri," tuturnya.
Ia berharap Jokowi paling tidak dapat mengucapkan penyesalan negara, baru kemudian
rehabilitasi dan rekonsiliasi. Tak lupa ia menitipkan pesan langsung kepada Jokowi:
"Kepada Presiden Jokowi, jika ingin memenuhi janji, ini adalah kesempatan yang baik.
Jangan takut dengan jenderal-jenderal karena hasil IPT ini keputusan
internasional." —Rappler.com
5
BACA JUGA:
Apakah situs Pengadilan Rakyat Internasional 1965 disensor di Indonesia?
Lubang Buaya dan pola pemerkosaan massal yang berulang di Indonesia
Pengadilan Rakyat Internasional Tragedi 1965 digelar di Den Haag besok
Mengungkap kebenaran Tragedi 1965 tanpa negara
Kesaksian tapol: Sembilan tahun menjadi budak di Pulau Buru