gout atritis
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
APPENDICITIS AKUT
Oleh :
Ni Luh Putu Paramitha Italiawati, S.Ked 08700045
Pembimbing :
Dr. Abraar HS Kuddah, Sp.B, M.Si, MED
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RSUD Dr. MOH SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UWK SURABAYA
2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SMF Ilmu Penyakit Bedah
Judul :
APPENDICITIS AKUT
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari : …………………….
Tanggal : …………………….
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr. Abraar HS Kuddah, Sp.B, M.Si, MED
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya, sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas LAPORAN KASUS yang berjudul “APPEDICITIS AKUT” ini. Tugas
ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas kepranitraan klinik SMF Ilmu
Penyakit Bedah di RSUD Dr. Moh. Saleh Kota Probolinggo.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing kami, Dr. Abraar HS
Kuddah, Sp.B, M.Si, MED yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
masukanyang sangat bermanfaat kepada kami dalam kepaniteraan klinik ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
tersusunya tugas laporan kasus ini, serta teman-teman dokter muda.
Akhir kata, kami menyadari bahwa tugas laporan ini masih jauh dari sempurna. Dan kami
membuka diri atas kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas laporan kasus
ini. Semoga tugas laporan kasus ini dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan kita.
Terima kasih.
Probolinggo, Mei 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. i
BAB I LAPORAN KASUS……………………………………………………………….. 1
I. Identitas pasien ……………………………………………………………..1
II. anamnesa ………………………………………………………………….…1
III. pemeriksaan fisik ………………………………………………………….…2
IV. assesment …………………………………………………………………….5
V. planning ……………………………………………………………………...6
VI. hasil pemeriksaan penunjang ………………………………………………..6
BAB II PEMBAHASAN …………………..………………………….……………….….. .8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian ………………………………………………………………………………….10
3.2 Insiden dan Epidemiologi…………………………………………………………………..10
3.3 Anatomi, Fisiologi, dan Histologi …………………………………………………………11
3.4 Etiologi dan patogenesis …………………………………………………………………...14
3.5 Gambaran klinis ……………………………………………………………………………16
3.6 Diagnosis……………………………………………………………………………………18
3.7 Diagnosis banding …………………………………………………………………………26
3.8 Penatalaksanaan ……………………………………………………………………………28
3.9 Komplikasi …………………………………………………………………………………31
4
3.10 Prognosis ……………………………………………………………………………..32
BAB IV
KESIMPULAN …………………………………………………………….. …………….33
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..34
5
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SMF Ilmu Penyakit Bedah
Judul :
APPENDICITIS AKUT
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari : …………………….
Tanggal : …………………….
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr. Abraar HS Kuddah, Sp.B, M.Si, MED
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya, sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas LAPORAN KASUS yang berjudul “APPEDICITIS AKUT” ini. Tugas
ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas kepranitraan klinik SMF Ilmu
Penyakit Bedah di RSUD Dr. Moh. Saleh Kota Probolinggo.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing kami, Dr. Abraar HS
Kuddah, Sp.B, M.Si, MED yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
masukanyang sangat bermanfaat kepada kami dalam kepaniteraan klinik ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
tersusunya tugas laporan kasus ini, serta teman-teman dokter muda.
Akhir kata, kami menyadari bahwa tugas laporan ini masih jauh dari sempurna. Dan kami
membuka diri atas kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas laporan kasus
ini. Semoga tugas laporan kasus ini dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan kita.
Terima kasih.
Probolinggo, Mei 2013
Penulis
7
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. i
BAB I LAPORAN KASUS……………………………………………………………….. 1
I. Identitas pasien ……………………………………………………………..1
II. anamnesa ………………………………………………………………….…1
III. pemeriksaan fisik ………………………………………………………….…2
IV. assesment …………………………………………………………………….5
V. planning ……………………………………………………………………...6
VI. hasil pemeriksaan penunjang ………………………………………………..6
BAB II PEMBAHASAN …………………..………………………….……………….….. .8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian ………………………………………………………………………………….10
3.2 Insiden dan Epidemiologi…………………………………………………………………..10
3.3 Anatomi, Fisiologi, dan Histologi …………………………………………………………11
3.4 Etiologi dan patogenesis …………………………………………………………………...14
3.5 Gambaran klinis ……………………………………………………………………………16
3.6 Diagnosis……………………………………………………………………………………18
3.7 Diagnosis banding …………………………………………………………………………26
3.8 Penatalaksanaan ……………………………………………………………………………28
3.9 Komplikasi …………………………………………………………………………………31
8
3.10 Prognosis ……………………………………………………………………………..32
BAB IV
KESIMPULAN …………………………………………………………….. …………….33
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..34
9
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Dudy
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 38 tahun
Alamat : Dusun Triwung Lor
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Suku bangsa : Madura
Tanggal masuk RS : 7 Desember 2013
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah
RPS :
Pasien mengeluh nyeri perut mulai 3 hari yang lalu. Nyeri terutama pada perut bagian
kanan bawah. Awalnya nyeri pada ulu hati lalu sekarang pada perut bagian kanan
bawah. Muntah (+) air. Mual (+). Pasien mengatakan kalau jalan sampai
membungkuk karena sakit perutnya. Panas (+). Tidak BAB selama 2 hari. Tidak bisa
kentut sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan berkurang sejak 3 hari yang lalu. Pasien
mengatakan sempat pijat perut 1 hari yang lalu
RPD :
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit perut seperti ini.
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat alergi (-)
RPK :
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.
10
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak berobat ke puskesmas ataupun ke dokter, baru ini saja ke IGD.
Anamnesis Sistem :
1. Kepala : tidak ada keluhan
a. Mata : tidak ada keluhan
b. Telinga : tidak ada keluhan
c. Hidung : tidak ada keluhan
d. Mulut : tidak ada keluhan
2. Leher : tidak ada keluhan
3. Thorax : tidak ada keluhan
a. Pulmo : tidak ada keluhan
b. Jantung : tidak ada keluhan
4. Abdomen : nyeri bagian kanan bawah, terasa kembung
5. Anogenital : tidak ada keluhan
6. Urogenital : tidak ada keluhan
7. Ektremitas : tidak ada keluhan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi: 88x/menit
Respiration rate : 21x/menit
Temperature : 36,80C
11
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
a. Bentuk kepala : Simetris
b. Rambut : Warna hitam lurus
c. Nyeri tekan : Nyeri tekan (-)
2. Pemeriksaan Mata
a. Palpebra : Edema - / -, Ptosis - / -
b. Konjungtiva : Anemis - / -
c. Sclera : ikterik - / -
d. Pupil : reflek cahaya + / + , pupil kanan dan kiri isokor
3. Pemeriksaan telinga : pendengaran baik. Tinnitus - / -, otore - / -, deformitas - / -, nyeri
tekan - / -, darah - / -
4. Pemeriksaan hidung : penciuman baik, nafas cuping hidung (-), deformitas - / -, rinore - /
-, darah - / -
5. Pemeriksaan mulut dan faring : bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir kering (-), lidah
kotor (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil tidak membesar.
6. Pemeriksaan leher : deviasi trakea (-), kelenjar tiroid : tidak membesar, kelenjar
limponodi : tidak membesar, nyeri tekan (-), JVP : tidak meningkat, massa : tidak ada
7. Pemeriksaan thorax
a. Paru-paru
i. Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-),
deformitas (-), jejas (-), pernafasan thoracoabdominal
ii. massa (-)
iii. Perkusi : sonor di semua lapangan paru Palpasi : vocal fremitus kanan =
kiri, ketinggalan gerak (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-),
iv. Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara kanan = suara kiri, ronkhi basah
(-), ronkhi kering (-), wheezing (-)
b. Jantung
i. Inspeksi : ictus cordis
12
ii. Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
iii. Perkusi : Batas kiri atas ICS II LPS sinistra
Batas kanan atas ICS II LPS dekstra
Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra
Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra
iv. Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising jantung (-)
8. Pemeriksaan abdomen : status lokalis
9. Pemeriksaan anorektal : tidak dilakukan
10. Pemeriksaan ekstermitas : Superior : Edema (-/-)
Inferior : Edema (-/-)
Status lokalis
STATUS LOKALIS ABDOMEN
• Inspeksi: distensi(-), massa(-), sikatrik(-).
• Auskultasi: peristaltik usus (-).
• Palpasi: Supel(+), nyeri tekan dititik Mc Burney(+), nyeri lepas tekan(+),
defans muskuler lokal di daerah Mc Burney(+), hepar dan lien tidak teraba.
• Perkusi: hipertimpani (+)
Pemeriksaan khusus intraperitoneal:
• Rebound tenderness (+)
• Rovsing sign (+)
• Blumberg sign (-)
• Psoas sign (+)
• Obturator test (-)
Hasil USG
- Perforasi appendix
13
IV. ASSESMENT
Multiple Gout Arthritis
V. PLANNING
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH LENGKAP
Haemoglobin 11,1 g/dl L: 13-18, P : 12-16 g/dl
Leukosit 14.230/cmm 4.000-11.000 /cmm
Diff.count 5/-/8/64/18/5 0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2%
PCV (hematokrit) 35% L: 40-54, P: 35-47%
Trombosit 592.000/cmm 150.000-450.000/cmm
Gula darah acak 93 mg/dl ≤140 mg/dl
BUN 10,2 mg/dl 10-20 mg/dl
Creatinine 1,2 mg/dl 0,5-1,7 mg/dl
Uric acid 10,5 mg/dl 3-7 mg/dl
PROGNOSIS
Dubia at bonam
14
BAB II
PEMBAHASAN
Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri perut mulai 3 hari yang lalu. Nyeri terutama
pada perut bagian kanan bawah. Muntah (+) air. Mual (+). Pasien mengatakan kalau jalan
sampai membungkuk karena sakit perutnya. Panas (+). Tidak BAB selama 2 hari. Tidak bisa
kentut sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan sempat pijat perut 1 hari yang lalu.
Diagnosis apendicitis akut ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh sakit perut selama 3 hari pada perut
bagian kanan bawah, ini berhubungan dengan letak anatomis dari apendiks. Awal sakit perut
pada daerah epigastrium lalu menjalar ke perut bagian kanan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc.Burney.
Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari
rasa sakit yang timbul permulaan.
Jalan yang sampai membungkuk merupakan tanda nyeri rangsanga peritoneum tidak langsung,
dapat juga berupa sakit saat batuk,mengejan, bergerak, dan nafas dalam.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien lemah dan menahan rasa sakit, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR 21x/menit, dan suhu 38,6oC. Suhu
yang meningkat menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi sekunder. Pada palpasi ditemukan
nyeri tekan, nyeri lepas, dan defans muskuler yang menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
local di titik Mc. Burney. Ditemukan Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing), nyeri
kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg), dan didapatkan nyeri pada
perut bagian kanan bawah saat dilakukan pemeriksaan elevasi tungkai (Psoas sign). Pada
auskultasi didapatkan bising usus(-) ini menandakan adanya ileus paralitik ataupun peritonitis
akibat appendicitis perforata. Perkusi abdomen hipertimpani menunjukkan adanya udara bebas
dalam cavum abdomen.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang merupakan tanda dari adanya
infeksi. Dilakukan pemeriksaan faal ginjal untuk membedakan kelainan pada ginjal dan saluran
kemih.
penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu
15
dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi apendektomi,
3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi. Pada pasien ini
penatalaksanaan sebelum operasi adalah pemberian antibiotic ceftriaxon untuk mencegah
terjadinya infeksi pada perut maupan luka postoperasi pada perut. Antibiotik yang digunakan
merupakan antibiotik gram negative spektrum luas dan anaerobik. Bagaimanapun secara umum,
apendisitis tidak dapat diobati hanya dengan pemberian antibiotik saja, tetapi memerlukan
operasi.
operasi apendiktomi dilakukan pada tanggal 10 mei 2013, dimana saat dioperasi didapatkan
sudah terjadi perforasi yang ditandai dengan adanya pus.
Penatalaksanaan pasca operasi pada pasien ini adalah pasien dirawat diruang ICU dengan
diagnose post laparotomy apendisitis perforasi dan dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
menghindari syok, hipotermi, dan gangguan pernafasan.
Prognosis pasien dengan appendicitis akut biasanya baik jika ditangani dengan segera dan tidak
sampai menimbulkan perforasi atau peritonitis.
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI GOUT ARTRITIS
Gout adalah penyakit yang disebabkan penimbunan kristal monosodium urat monohidrat
di jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat. Gout ditandai dengan peningkatan kadar urat
dalam serum, serangan artritis gout akut, terbentuknya tofus, nefropati gout dan batu asam urat.
Tofus adalah nodul berbentuk padat yang terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras,
tidak nyeri dan terdapat pada sendi atau jaringan. Tofus merupakan komplikasi kronis dari
hiperurisemia akibat kemampuan eliminasi urat tidak secepat produksinya. Tofus dapat muncul
di banyak tempat, diantaranya kartilago, membrana sinovial, tendon, jaringan lunak dan lain-lain.
2. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, puncaknya
pada dekade ke-5. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia yang lebih muda, sekitar 32%
pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan
meningkat setelah usia menopause. Prevalensi arthritis gout di Bandungan, Jawa Tengah,
prevalensi pada kelompok usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita 0,05%.
Di Minahasa (2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik tertentu di
Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah
keadaan menjadi lebih parah.
3. ETIOLOGI
Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia primer, sekunder.
Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau
penyebab lain. Hiperurisemia primer terdiri dari kelainan molekuler yang masih belum jelas
dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia kelainan molekular
yang belum jelas terbanyak didapatkan yaitu 99% terdiri dari hiperurisemia karena
underexcretion (80 – 90%) dan overproduction (10-20%). Underexcretion kemungkinan
disebabkan karena faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran AU dan
17
menyebabkan gangguan pengeluaran AU sehingga menyebabkan hiperurisemia. Hiperurisemia
primer karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1%, yaitu karena peningkatan
aktivitas dari enzim phoribosylpyro-hosphatase (PRPP) synthetas.
Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout yang disebabkan oleh
penyakit lain atau penyebab lain, seperti penyakit glycogen storage disease tipe I, menyebabkan
hiperurisemia yang bersifat automal resesif, glycogen storage disease tipe III, V, VI akan terjadi
hiperurisemia miogenik. Hiperurisemia sekunder tipe overproduction disebabkan penyakit akut
yang berat seperti pada infark miokard, status epileptikus.
4. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau
penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme
purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:
18
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage
pathway).
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor
nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat
antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini
dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim
yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan
amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan
balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah
pembentukan yang berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin
bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat
perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin)
berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam
urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase
(HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh
glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi
kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan
ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal
3. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan
cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau
mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
19
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh.
Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung
membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal
mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara:
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini
bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran
sinovium). Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan
leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim
lisosom yang destruktif.
20
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan
aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1,
IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di
samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan
protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.
Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan
seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat
tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa
urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing.
Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan
dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon,
bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan
penyumbatan dan nefropati gout.
6. DIAGNOSIS
1. Gambaran klinik
a. Stadium hiperurisemia asimtomatik
21
Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 kurang kebih 1,0 mg/ dl, dan pada
perempuan adalah 4,0 kurang 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai sampai 9-10 mg/dl
pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain
dari peningkatan asam urat serum. Pada umumnya hiperurisemia secara tidak sengaja
ditemukan pada saat melakukan medical cek-up. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia
asimtomatik yang berlajut menjadi serangan gout akut. Keadaan hiperurisemia juga dapat
berlangsung seumur hidup tanpa menimbulkan gejala.
b. Stadium artritis Gout Akut
Stadium artritis gout akut
Pada tahap ini terjadinya awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar
biasa, biasanya pada ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal. Arthritis bersifat
monoartikular dan menunjukkan tanda – tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat
demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma,
obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien
untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi
jari-jari tangan dan lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya
pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Perkembangan
dari serangan gout akut umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai berikut.
Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti
oleh penimbunan didalam sekeliling sendi-sendi.
22
Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum
jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sebuah trauma local atau rupture toffi
(timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat
local. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi
pengendapan asam urat diluar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu
serangan gout. Kristal – kristal asam urat memicu respon fagositik oleh leukosit,
sehingga leukosit memakan Kristal – kristal urat dan memicu mekanisme respon
peradangan lainnya. Respon peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya
timbunan Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari
penambahan timbunan Kristal serum.
Tofi akan tampak seperti benjolan kecil (nodul) dan berwarna pucat. Tofi baru ditemukan
pada kadar asam urat 10 – 11mg/l. pada kadar >11mg/dl pembentukan tofi menjadi sangat
progresif atau cepat sekali. Tofi juga bisa menjadi koreng atau ulcerasi atau
perlukaan dan mengeluarkan cairan kental seperti kapur yang mengandung Kristal
MSU.
c. Stadium interkritik
Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat belangsung dari beberapa bulan
sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu
kurang dari satu tahun jika diobati.
d. Stadium gout kronik
Timbunan asam urat yang bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan
tidak dimulai. Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit,
dan kaku juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut atritis
gout dapat terjadi dalam tahap ini tofi terbentuk pada masa kronik akibat
insolubilitas relative asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara proporsional mungkin
berkaitan dengan kadar asam urat serum. Bursa olekranon tendo Achilles permukaan
extensor lengan bawah bursa infrapatellar dan heliks telinga adalah tempat-tempat yang
sering dihinggapi tofi.secara klinis ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul reumatik.
Pada masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat.
23
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat bertambah buruk.
Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk interstitum medulla papilla dan pyramid, sehingga
ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya
berukuran kecil bulat dan tidak terlihat pada pemerikasaan radiografi.
2. Gambaran Radiologi
A. Foto Konvensional (X-Ray)
Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan umumnya baru muncul
setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak terkontrol. Bone scanning juga dapat digunakan untuk
memeriksa gout, temuan kunci pada scan tulang adalah konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi
yang terkena dampak.
Pada fase awal temuan yang khas pada gout
adalah asimetris pembengkakan di sekitar
sendi yang terkena dan edema jaringan
lunak sekitar sendi.
Pada pasien yang memiliki beberapa episode
yang menyebabkan arthritis gout pada sendi
yang sama, daerah berawan dari opacity
meningkat dapat dilihat pada plain foto.
24
Pada tahap berikutnya, perubahan tulang yang paling awal
muncul. Perubahan tulang awalnya muncul pada daerah sendi
pertama metatarsophalangeal (MTP). Perubahan ini awal
umumnya terlihat di luar sendi atau di daerah juxta-artikularis.
Temuan ini antara-fase sering digambarkan sebagai lesi
menekan-out, yang dapat berkembang menjadi sklerotik karena
peningkatan ukuran.
Perubahan radiologi hanya terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya gejala. Terdapat predileksi
pada sendi MTP pertama, walaupun pergelangan kaki, lutut, siku, sendi lainnya juga terlibat.
Film polos dapat memperlihatkan:
Efusi dan pembengkakan sendi
25
Pada gout kronis, temuan tanda yang tophi
interoseus banyak.
Perubahan lain terlihat pada radiografi polos-film
pada penyakit stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi pada jaringan
lunak.
Erosi : hal ini cenderung memberikan penampakan ‘punched out’ , yang berada terpisah
dari permukaan artikular. Densitas tulang tidak mengalami perubahan.
Tofi : mengandung natrium urat dan terdeposit pada tulang, jaringan lunak dan sendi.
Kalsifikasi pada tofi juga dapat ditemukan. Dan tofi intraoseus dapat membesar hingga
menyebabkan destruksi sendi.
Artritis gout tampak sclerosis dan penyempitan ruang terlihat di sendi metatarsophalangeal
pertama, serta pada sendi interphalangeal keempat.
26
Artritis gout nampak erosi gout (panah) terlihat sepanjang margin medial caput
metatarsophalangeal pertama pada pasien dengan gout.
Tophus
27
B. Pemeriksaan USG
USG metatarsophalangeal pertama nampak avascular kistik (edema) dengan serpihan di dalam.
Top: anechoic (hitam) lapisan tulang rawan hialin (c) atasnya kontur tulang femur distal (b).
Tengah: tanda kontur ganda. Hyperechoic (terang), lapisan yang sedikit tidak teratur deposito
kristal (panah) atasnya anechoic tulang rawan hialin (c) dan kontur tulang femur distal (b).
Pasien ini memiliki kristal-terbukti, arthritis gout yang tidak diobati. tulang rawan hialin tipis.
28
Bawah: hyperechoic, bahan kristal (tanda bintang) berlapis di tengah anechoic tulang rawan
hialin (c). Lapisan ini sejajar dengan garis dari korteks tulang (b). Kristal kalsium pirofosfat
yang ditemukan pada aspirasi.
C. Pemeriksaan CT-Scan
Tampak deposit asam urat di kedua sendi metatarsophalangea pertama kaki kiri dan kanan,
serta pengendapan urat di beberapa sendi pada kaki dan sendi pergelangan kaki.
29
CT-Scan 3D volume-rendered dari kaki kanan pasien dengan gout kronis, menunjukkan deposit
tofi yang luas (divisualisasikan dengan warna merah) – terutama pada sendi phalangeal
pertama metatarsal, midfoot dan tendon achilles. (a) tampak dari dorsal (b) tampak dari lateral.
D. Pemeriksaan MRI
30
A. Potongan axial – formasi dengan hyposignal – tophus (panah) - pada metatarsalphalangeal
pertama dengan erosi tulang (bintang). B. potongan axial T2 – Nampak lesi dengan hypersignal
(panah) dan erosi tulang (bintang) C. potongan sagital – Nampak lesi (panah).
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Asam Urat darah
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita gout didapatakan kadar asam
urat yang tinggi dalam darah. Hiperurisemia jika kadar asam urat darah diatas 7 mg/dl.
Kadar asam urat normal dalam serum pria diatas 7mg% dan 6 mg% pada perempuan. Kadar
asam urat dalam urin juga tinggi 500 mg%/l per 24 jam. Sampai saat ini, pemeriksaan
kadar asam urat terbaik dilakukan dengan cara enzimatik
b. Pemeriksaan kadar ureum darah dan kreatinin
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita gout didapatakan kadar urea
darah normal 5 – 20 mg/dl. Kadar kreatinin darah normal pria 0,6 - 1,3 mg/dl dan 0,5 -
1 mg/dl pada perempuan
c. Aspirasi cairan sendi
Merupakan gold standar untuk diagnosis gout. Jarum diinsersikan ke dalam sendi untuk
mengambil sampel/jaringan. Pemeriksaan untuk menemukan adanya Kristal MSU.
31
BAB IV
KESIMPULAN
Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai penyebab abdomen akut
yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya. Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesa sering didapatkan nyeri
perut yang menjalar ke perut bagian kanan bawah. Pada pemeriksaan fisik dpat ditemukan perut
kembung, defans muskuler, Rovsing sign, Blumberg sign, Psoas sign, ataupun Obturator sign
yang positif. Pemeriksaan penunjang berupa peningkatan leukosit memberikan arti yang
bermakna pada tanda infeksi. Dapat dilakukan USG untuk meyakinkan adanya apendisitis.
Penatalaksaannya berupa terapi sebelum operasi, operasi apendiks, post operasi, dan gawat
darurat non operasi. Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur. Ruptur terjadi
apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan tepat. Mereka yang beresiko
tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anakanak, dan mereka yang lebih tua. Dengan
diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi yaitu peritonitis.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.
Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2th ed. Jakarta.
Buku Kedokteran EGC; 2002. 639-46
2. Anonyma. Appendicitis. Available from URL;
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=57743. Last update
July 22, 2007.
3. Mansjoer Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika
Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed.
Jakarta. Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.
4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,
editors. Available from URL; http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm.
Last up date July 22, 2007.
5. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas
Joseph, James Garrett, editors. Available from URL;
http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007.
6. Yamada Tadataka. Approach to The Patient with Acute Abdomen. In; Tadataka
Yamada,M.D, David H.Alpers,M.D, Neil Kaplowitz, M.D, Loren Laine,M.D,
Chung Owyang,M.D, Don W.Powell,M.D, editors. Gastroenterology. 4th ed. USA.
Wolters Kluwer Company; 2003. 818.
7. Lipsky S. Martin. Abdominal Pain in Adults. In; Martin S.Lipsky,M.D, Richard
Sadovsky,M.D, editors. Gastrointestinal Problems. USA. Wolters Kluwer
Company, 2000. 3, 9, 11, 14, 17.
33
8. Long Sarah Melanie. The Intestine. Daniel Horton-Szar, Paul M Smith, editors.
Gastrointestinal System. 1st ed. USA. Mosby; 2002. 119.
9. Lianury N Robby. Usus Besar. Robby N Lianury. Histologi Sistem
Gastrohepatologi. Makassar. FKUH. 2002. 23.
10.Anonyma. Appendectomy Series. Available from URL;
http://health.allrefer.com/health/appendectomy-appendectomy-series-2.html. Last
up date July 22, 2007.
11.Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Lambung dan Duodenum. In; Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCaerty Wilson, editors. Patofisiologi. 4th ed. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. 401-2.
12.Hobler. Appendicitis. Available from URL;
http://en.wikipedia.org/wiki/Vermiform_appendix. Last up date July 22, 2007.
13.Anonyma. Human Anatomy. Available from URL;
http://www.factmonster.com/ce6/sci/A0804398.html. Last up date July 22, 2007.
14.Hobler E Kirtland, MD. Acute and Suppurative Appendicitis: Disease Duration
and its Implications for Quality Improvement. Available from URL;
http://xnet.kp.org/permanentejournal/spring98pj/appendicitis.html. Last up date
July 22, 2007.
15.Hadi Sujono. Nyeri Epigastrik; Penyebab dan Pengelolaannya. Available from URL;
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik
. html. Last up date July 22, 2007.
16.Forbes Alastair. Colon II. In Alastair Forbes, JJ. Misiewicz, Carolyn C Compton,
Marc S Levine, M Shafi Quraishy, Stephen E Rubesin, Paul J Thuluvath. Atlas of
Clinical Gastroenterology. 4th ed. USA. Elsevier Mosby; 2005. 188-9.
17.Anonyma. Laparoscopic Surgery. Available from URL;
http://en.wikipedia.org/wiki/Laparotomy. Last up date July 22, 2207.
18.Labeda Ibrahim. Akurasi Diagnosis Apendisitis Akut berdasarkan Sistem Skor
Kalesaran Mei-Oktober 1998. In: dr Ibrahim Labeda, SpB-KBD, dr. Murni A. Rauf,
SpB-KBD, dr.Djumadi Achmad, Sp.PA, dr. Nadjib Bustan, dan dr. John Pieter,
editors. Kumpulan Makalah Ilmiah Sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Ilmu Bedah FK-UH. 1999.
34
35