glo me rulo nefritis

21
Athaya Marwah / 1102011049

Upload: athayamw

Post on 05-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gna

TRANSCRIPT

Athaya Marwah / 1102011049

1. MM Glomerulonefritis

1.1 Definisi

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.

(Nelson, 2000)

1.2 Epidemiologi

GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.

1.3 Etilogi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.penyebab lain diantaranya:

a. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll

b. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl

c. Parasit : malaria dan toksoplasma

(Price et.al, 1995)

1.4 Klasifikasi

GLOMERULONEFRITIS PRIMER:

GN membranosa (nefropati membranosa). Penyakit dengan progresif lambat ini, sering terjadi pada usia antara 30 dan 50 tahun, secara morfologis ditandai dengan adanya endapan berisi imunoglobulin di subepitel sepanjang membran basa glomerulus (GBM). Pada awal penyakit, glomerulus mungkin tampak normal dengan mikroskop cahaya, tetapi kasus yang sudah terbentuk sempurna memperlihatkan penebalan difus dinding kapiler.

Nefrosis lipoid (minimal change disease). Gangguan yang relatif jinak ini merupakan penyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak. Penyakit ini ditandai dengan glomerulus yang pada pemeriksaan mikroskop cahaya tampak normal, tetapi di bawah mikroskop elektron memperlihatkan hilangnya tonjolan-tonjolan kaki sel epitel visera. Walaupun dapat timbul pada semua usia, penyakit ini paling sering ditemukan pada usia 2-3 tahun.

Glomerulosklerosis segmental fokal (FSG). FSG secara histologis ditandai dengan sklerosis yang mengenai sebagian, tetapi tidak semua glomerulus dan melibatkan hanya segmen setiap glomerulus. Gambaran histologik ini sering berkaitan dengan sindrom nefrotik dan dapat terjadi:

berkaitan dengan penyakit lain, seperti infeksi HIV (nefropati HIV), kecanduan heroin (nefropati kecanduan heroin);

sebagai proses sekunder pada bentuk lain GN (misal, nefropati IgA);

sebagai komponen nefropati ablasi glomerulus;

pada suatu bentuk kongenital herediter yang terjadi akibat mutasi gen sitoskeletal yang diekspresikan di podosit; atau

sebagai penyakit primer.

GN membranoproliferatif (MPGN). MPGN secara histologis bermanifestasi sebagai perubahan membran basal dan mesangium serta proliferasi sel glomerulus. Penyakit ini membentuk sekitar 5-10% kasus sindrom nefrotik idiopatik pada anak dan dewasa.

GN proliferatif akut (pascastreptokokus, pascainfeksi). GN proliferatif (PGN) difus, salah satu penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh kompleks imun. Antigen pemicu mungkin berasal dari eksogen atau endogen. Infeksi oleh organisme lain selain streptokokus juga dapat berkaitan dengan PGN difus. Ditemukan gambaran tipikal pada penyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan granular IgG dan komplemen di GBM

GN progresif cepat (RPGN/cresentic). RPGN adalah suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik GN. Apa pun penyebabnya, gambaran histologis ditandai dengan adanya bulan sabit di sebagian besar glomerulus (GN cresentic/CrGN). Bulan sabit ini sebagian disebabkan oleh proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.

Nefropati IgA (Bergers disease). Penyakit ini biasanya mengenai anak dan dewasa muda dan berawal sebagai hematuria makroskopik yang terjadi dalam 1 atau 2 hari setelah infeksi saluran napas atas nonspesifik. Nefropati IgA merupakan salah satu penyebab umum hematuria mikroskopik dan makroskopik berulang dan merupakan penyakit glomerulus tersering di seluruh dunia. Tanda utama patogenik adalah pengendapan IgA di mesangium.

GN kronis (CrGN kronis). CrGN kronis adalah salah satu penyebab penting penyakit ginjal stadium-akhir yang bermanifestasi sebagai gagal ginjal kronis. Saat CrGN ditemukan, kelainan glomerulus telah sedemikian lanjut sehingga sulit diketahui sifat lesi awal. CrGN kronis mungkin mencerminkan stadium akhir berbagai entitas, yang terutama adalah RPGN, FSG, MGN, dan MPGN.

PENYAKIT SEKUNDER (SISTEMIK)GANGGUAN HEREDITER

Lupus eritematosus sistemik (LES)Sindrom Alport

Diabetes melitus (DM)Penyakit Fabry

Amiloidosis

Sindrom Goodpasture

Poliarteritis nodosa

Granulomatosis Wegener

Purpura Henoch-Schnlein

Endokarditis bakterialis

1.5 Patofisiologi

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

1.6 Patogenesis

Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersikulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangial dan selanjutnya sel-sel epitel. Meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal sehingga mengakibatkan proteinuria dan hematuria.

1.7 Manifestasi klinis

1. Faringitis

2. Hipertensi

3. Proteinuria

4. Hematuria

5. Pusing

6. Kulit pucat

7. Bb turun

8. Rash

9. Cepat lelah

1.8 Diagnosis dan DD

Anamnesis

Apakah ada riwayat glomerulonefritis dalam keluarga pasien?

Apakah pasien dalam riwayat sebelumnya pernah mengalami infeksi bakteri, khususnya streptococcus?

Apakah sebelumnya pasien pernah mengkonsumsi OAINS, preparat emas, heroin, ataupun imunosupresif?

Apakah pasien sedang menderita kasus-kasus keganasan, seperti karsinoma paru, gastrointestinal, ginjal, ataupun limfoma?

Apakah pasien pernah mengalami penyakit multisistem?

Apakah terdapat edema tungkai atau pun kelopak mata?

Diagnosis Banding

Sindroma Nefrotik: xanthelasma, edema

SLE: alopesia, malar rash, arthritis

HCV, HBV: hepatomegali

(IPD-UI, 2007)

1.9 PF dan PP

Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.

(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009)

Tanda dan gejala spesifik dapat mengindikasikan glomerulonefritis, tetapi kondisi yang sering muncul adalah ketika hasil urinalisis rutin abnormal. Urinalisis dapat memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:

Sel darah merah dan silinder eritrosit, merupakan indikator yang menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan pada glomeruli

Sel darah putih, indikator umum yang menyatakan adanya infeksi atau inflamasi

Protein yang meningkat, yang mengindikasikan kerusakan pada nefron.

Untuk menegakkan diagnosis GN, prosedur diagnostik yang dapat dilakukan selain urinalisis adalah:

Tes darah. Hal ini dapat memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi pada ginjal dan gangguan mekanisme filtrasi yang dapat diketahui dengan cara mengukur kadar zat-zat sisa (seperti kreatinin dan urea) dalam darah.

Tes pencitraan. Jika dokter mendeteksi adanya kerusakan pada ginjal, maka ia berhak untuk merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan pencitraan ginjal, seperti X-ray, ultrasonografi, atau CT-scan (computerized tomography scan).

Biopsi ginjal. Prosedur ini dilakukan menggunakan metode khusus untuk mengekstraksi bagian kecil dari ginjal yang nantinya akan diperiksa secara mikroskopik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengetahui penyebab terjadinya reaksi inflamasi. Biopsi ginjal hampir selalu diperlukan untuk memastikan diagnosis glomerulonefritis.

1.10 Tatalaksana

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

Imunosupresan

1. Kortikosteroid

Sebagai obat tunggal/ dalam kombinasi dengan imunosupresan lain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi dan untuk mengatasi penyakit autoimun.

Mekanisme kerja

Dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat, bila diberikan dosis besar. Setelah 24 jam diberikan jumlah limfosit dalam sirkulasi biasanya kembali ke nilai sebelumnya serta menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin.

Penggunaan klinik

Mencegah penolakan transplantasi ginjal, untuk mengurangi reaksi alergi yang biasa timbul pada pemberian antibodi monoklonal/ antibodi antilimfosic.

Efek samping

Meningkatkan resiko infeksi, ulkus lambung, hiperglikemia, osteoporosis

2. Siklosporin

Absorpsi oral lambat dan tidak lengkap dengan bioavailabilitas 20-50%

Pemberian per oral, kadar puncak tercapai setelah 1,3 sampai 4 jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi absorpsi siklosporin kapsul lunak.

Penggunaan klinis

Transplantasi ginjal, jantung, hati, SSTL, paru, pankreas. Pemberian oral dimulai 4-24 jam sebelumtransplantasi dengan dosis 15mg/kgBB, satu kali sehari dan dilanjutkan 1-2 minggu pascatransplantasi. Selanjutnya dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 3-10mg/kgBB.

Efek samping

Hipertensi, hepatotoksisitas, nerotoksisitas, hirsutisme, hiperplasia gingiva, toksisitas gastrointestinal.

3. Takrolimus

Penggunaan klinis : Untuk transplantasi hati, ginjal, jantung.

Efek samping

Nefrotoksisitas, SSP (sakit kepala, tremor, insomnia), mual, diare, hipertensi, hiperkalemia, hipomagnesemia, hiperglikemia

4. Sirolimus

Tidak menghambat produksi interleukin oleh sel CD4

Menghambat respon CD4 terhadap sitokin

Menghambat proliferasi sel B dan produksi imunoglobulin

Menghambat respon sel mononuklear terhadap rangsangan colony stimulating factor

Penggunaan klinik : untuk mencegah penolakan transplantasi

Efek samping : trombositopenia, hepatotoksisitas, diare, hipertrigliseridemia, sakit kepala.

1.11 Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

5. Gagal ginjal akut. Kehilangan fungsi filtrasi nefron dapat menyebabkan penumpukan bahan-bahan yang tidak berguna. Kondisi ini dapat membuat penderita membutuhkan terapi dialisis, yaitu metode yang berguna untuk mengeluarkan cairan dan bahan-bahan sisa dari dalam darah (menggunakan dializer).

6. Gagal ginjal kronik. Keadaan ini menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya. Fungsi ginjal yang kurang dari 10% dari normal mengindikasikan penyakit ginjal stadium-akhir, yang biasanya membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal untuk mempertahankan hidup.

7. Tekanan darah tinggi.

8. Sindrom nefrotik. Ini merupakan sekelompok tanda dan gejala yang dapat menyertai glomerulonefritis (GN) dan kondisi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan filtrasi glomerulus. Sindrom nefrotik ditandai dengan kadar protein yang tinggi dalam urin sehingga menyebabkan kadar protein dalam darah menurun; kolesterol darah yang tingg; dan edema kelopak mata, kaki, dan abdomen.

(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009)

1.12 Prognosis

Diperkirakan lebih dari 90% anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa, prognosisnya menjadi kurang baik (30-50%). Dua sampai lima persen dari semua kasus akut mengalami kematian, sedangkan sisa pasien lainnya dapat berkembang menjadi glomerulonefritis progresif cepat (RPGN), atau glomerulonefritis kronik yang perkembangannya lebih lambat. Pada RPGN, kematian akibat uremia biasanya terjadi dalam jangka waktu beberapa bulan saja, sedangkan pada glomerulonefritis kronik, perjalanan penyakit dapat berkisar antara 2-40 tahun.

1.13 Pencegahan

Sebagian besar GN tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa tindakan bermanfaat yang dapat dilakukan:

Mengobati infeksi streptokokus pada radang tenggorokan

Untuk menghindari infeksi (seperti HIV dan hepatitis) yang dapat menyebabkan GN, ikuti pedoman safe-sex, dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang secara intravena

Kontrol gula darah untuk membantu mencegah terjadinya diabetic nephropathy.

Kontrol tekanan darah untuk mencegah bahaya hipertensi terhadap ginjal.

2. MM Etika Bersuci

Apa maksud hadas?Hadas ialah kekokotoran maknawi pada diri yang menegah sahnya ibadah yang disyaratkan bersuci iaitu solat, tawaf dan sebagainya. Orang berhadas tidak bersih di sisi Allah sekalipun di sisi manusia kelihatan bersih. Kerana itu, orang yang berhadas wajib menyucikan dirinya mengikut cara yang ditetapkan Syarak sebelum mengadap Allah melalui ibadah-ibadah tadi.Berapa jenis hadas? Apa cara menyucikannya?Hadas ada dua jenis, iaitu;1. Hadas kecil2. Hadas besarCara menyucikan hadas kecil ialah dengan mengambil wudhuk. Adapun cara menyucikan hadas besar ialah dengan mandi. Jika kedua-duanya tidak dapat dilakukan kerana sakit, ketiadaan air atau sebagainya, hendaklah diganti dengan tayammum. Kesimpulannya, cara menyucikan hadas yang ditetapkan oleh Syarak ada tiga, iaitu;1. Wudhuk; untuk menyucikan hadas kecil2. Mandi; untuk menyucikan hadas besar3. Tayammum; gantian kepada wudhuk atau mandi.Apakah dalil kewajipan bersuci dari hadasKewajipan bersuci dari hadas secara umumnya (merangkumi mengambil wudhuk, mandi wajib dan tayammum) disebut oleh Allah di dalam surah al-Maidah, ayat 6 (yang bermaksud); Wahai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sembahyang (padahal kamu berhadas kecil), maka (berwuduklah) iaitu basuhlah muka kamu, dan kedua belah tangan kamu meliputi siku, dan sapulah sebahagian dari kepala kamu, dan basuhlah kedua belah kaki kamu meliputi buku lali; dan jika kamu berjunub (berhadas besar) maka bersucilah (dengan mandi wajib); dan jika kamu sakit (tidak boleh kena air), atau dalam musafir, atau salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air, atau kamu sentuh perempuan, sedang kamu tidak mendapat air (untuk berwuduk dan mandi), maka hendaklah kamu bertayamum dengan (debu) tanah yang bersih, iaitu: sapulah muka kamu dan kedua belah tangan kamu dengan (debu) tanah itu. Allah tidak mahu menjadikan kamu menanggung sesuatu kesusahan (kepayahan), tetapi ia berkehendak membersihkan kamu dan hendak menyempurnakan nikmatNya kepada kamu supaya kamu bersyukur (al-Maidah; 6).

Apa sebab terjadinya hadas kecil?(Perkara-perkara yang membatalkan wudhuk)Hadas kecil terjadi apabila seseorang itu terbatal wudhuknya. Sebab-sebab yang membatalkan wudhuk ialah;1. Keluar sesuatu dari kemaluanKeluar sesuatu dari kemaluan sama ada kemaluan hadapan atau belakang, yakni zakar/faraj atau dubur sama ada yang keluar itu air kencing, tahi, kentut, air mazi atau air wadi akan membatalkan wudhuk. Ia telah disepakati oleh sekelian ulamak berdalilkan ayat Allah (yang bermaksud); Dan jika kamu sakit (tidak boleh kena air), atau dalam musafir, atau salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air, atau kamu bersentuhan dengan perempuan, sedang kamu tidak mendapat air (untuk berwuduk dan mandi), maka hendaklah kamu bertayamum dengan tanah debu yang bersih. (al-Maidah; 6)Ungkapan atau salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air di dalam ayat di atas bermaksud selepas kencing atau berak, yakni apabila seseorang dari kamu selesai dari kencing atau berak, hendaklah ia mengambil wudhuk. Jika tidak ditemui air, hendaklah ia bertayammum. Di dalam hadis, Nabi sallallahu alaihi wasallam- bersabda; Tidak diterima solat seseorang dari kamu jika ia berhadas hinggalah ia mengambil wudhuk (terlebih dahulu). Seorang lelaki penduduk Hadramaut bertanya Abu Hurairah (yang menyampaikan hadis ini); Wahai Abu Hurairah, apa itu hadas?. Jawab beliau; Kentut (sama ada yang tidak berbunyi atau yang berbunyi) (Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dalam hadis yang lain, Nabi bersabda; Tidak wajib wudhuk kecuali bila terdengar bunyi (yakni bunyi kentut) atau keluar angin (kentut tanpa bunyi) (Riwayat at-Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Menurut Imam an-Nawawi, hadis ini soheh).Bagaimana jika yang keluar dari kemaluan itu adalah batu, darah, ulat dan sebagainya dari perkara yang jarang berlaku? Menurut jumhur ulamak termasuk mazhab Syafiie, Abu Hanifah dan Ahmad-; semua yang keluar melalui zakar dan dubur akan membatalkan wudhuk sama ada dari benda-benda yang biasa (yakni tahi, kencing dan sebagainya tadi) atau yang luar biasa (batu, darah, ulat dan sebagainya). Di dalam hadis, Rasulullah s.a.w. memerintahkan wanita yang mengalami istihadhah (yakni keluar darah dari kemaluannya di luar masa haid) agar mengambil wudhuk setiap kali hendak menunaikan solat fardhu (Riwayat Imam Abu Daud dan ad-Daruqutni dari Fatimah bin Abi Hubais r.a. dengan sanad yang siqah). Hadis ini menunjukkan bahawa keluar darah dari kemaluan membatalkan wudhuk sekalipun ia bukan selalu berlaku. Dikias kepadanya benda-benda lain yang jarang keluar melalui kemaluan. Mazhab Imam Malik berpendapat; Perkara-perkara yang jarang keluar melalui kemaluan itu tidak membatalkan wudhuk.Jika seseorang tidak dapat mengeluarkan najis melalui saluran asal (yakni zakar atau duburnya), lalu dibuat saluran di bahagian ususnya, adakah najis yang keluar melalui saluran baru itu akan membatalkan wudhuk? Menurut mazhab Imam Syafiie dan juga Imam Malik; Ia membatalkan wudhuk jika sekiranya lubang atau saluran itu berada di bawah perut dan saluran najis yang asal (iaitu zakar atau dubur) telah tertutup, yakni saluran baru itu telah mengambil tempat saluran asal sebagai tempat keluar najis.

2. Keluar najis dari badanKeluar darah (sama ada darah bekam, darah hidung atau sebagainya), nanah atau air bisa (iaitu benda-benda yang dianggap najis) dari badan membatalkan wudhuk mengikut pandangan mazhab Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad sekalipun tidak melaui zakar/faraj atau dubur, dengan syarat yang keluar itu adalah banyak (mengikut Imam Ahmad) atau mengalir (mengikut Imam Abu Hanifah). Dalil mereka ialah sabda Nabi s.a.w.; Berwudhuk (adalah wajib) bagi setiap darah yang mengalir (Riwayat Imam Daruqutni dari Tamim ad-Dari r.a.. Menurut Imam Ibnu Hajar; hadis ini dhaif. Lihat; Faidhul-Qadier, hadis no. 9680). Dalam hadis yang lain baginda bersabda; Sesiapa muntah atau berdarah hidungnya atau meloya (hingga muntah penuh mulut) atau keluar mazi (ketika ia sedang mengerjakan solat), hendaklah ia keluar dari solatnya dan mengambil wudhuk, kemudian hendaklah ia menyambung (yakni meneruskan) solatnya dan janganlah ia bercakap-cakap (Riwayat Ibnu Majah dari Aisyah r.a.. Menurut Imam Ahmad, hadis ini dhaif. Lihat; Bulughul-Maram, bab Nawaqid al-Wudhu).Namun mengikut pandangan mazhab Imam Syafiie dan Malik perkara tersebut tidaklah membatalkan wudhuk. Mereka berdalilkan hadis dari Anas r.a. yang menceritakan; Rasulullah s.a.w. telah berbekam, kemudian baginda menunaikan solat tanpa mengambil wudhuk. Baginda hanya membasuh tempat bekamnya sahaja (Riwayat Imam al-Baihaqi dan Daruqutni. Menurut Imam Syaukani, hadis ini dhaif (Kitab at-Toharah, bab al-Aghsal al-Mustahabbah). Hadis ini menunjukkan bahawa keluar darah dari badan tidaklah membatalkan wudhuk.

http://fiqh-am.blogspot.com/2008/06/bersuci-menyucikan-najis.html

http://www.adhb.govt.nz/starshipclinicalguidelines/_Documents/Glomerulonephritis.pdf

http://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentTypeID=90&ContentID=P03085

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000484.htm

Bloom and Fawcett.2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. EGC. Jakarta

Gunawan, Sulistia Gan.2007. Farmako Dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit FKUI. Jakarta