glaukoma absolut
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sangsadu Desa Sukamaju lampung Barat
Masuk RSUAM : 25 Oktober 2012
II. Anamnesa
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata turun perlahan tanpa disertai mata merah
sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan : Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Kedua mata pasien tidak dapat melihat sekitar 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku
penglihatannya gelap, cahaya lampu pun tidak dapat dilihatnya. Keluhan ini tanpa
disertai dengan mata mata merah dan berair.
Setiap hari pasien merasakan nyeri kepala, terkadang nyeri dirasakan sakit sekali nyeri
tanpa disertai mual muntah. Perasaan panas di kepala juga dialami, panas ini di rasakan
hingga ke mata. Pandangan pasien menyempit dalam 1 tahun terakhir.
Pasien mengatakan sempat berobat ke dokter umum. Oleh dokter umum pasien diberikan
obat tetes mata pasien tidak tahu apa nama obat tetes tersebut, pasien merasa sempat
membaik, namun sekarang timbul lagi keluhan seperti itu. Akhirnya pasien memutuskan
pergi memeriksakan diri ke poliklinik mata RSAM.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi ada, tidak terkontrol
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/110 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : Afebris
Status generalis
- Kepala
Bentuk : Simetris
Rambut : Hitam, beruban, tidak mudah dicabut
Mata : Lihat status oftalmologis
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
- Leher
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Trakhea di tengah
JVP : Tidak meningkat
- Toraks
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
- Abdomen
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
- Ekstremitas : Tidak ada kelainan
IV. STATUS OFTALMOLOGIS
OCCULUS DEXTRA OCCULUS SINISTRA
0
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kedudukan normal
eksotropia (-), esotropia (-)
Madarosis (-)
Bergerak ke segala arah
Edema (-), Hiperemis (-),
Benjolan (-), Ulkus (-),
Hordeolum (-), Kalazion (-),
Ptosis (-)
Edema (-), Hiperemis (-),
Benjolan (-), Ulkus (-),
Hordeolum (-), Kalazion (-)
Hiperemis (-), papil (-),
sikatriks (-), simblefaron (-)
VISUS
KOREKSI
SKIASKOPI
SENSUS KOLORIS
BULBUS OCULI
SUPERCILIA
PARESE/PARALYSE
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA PALPEBRA
0
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kedudukan normal
eksotropia (-), esotropia (-)
Madarosis (-)
Bergerak ke segala arah
Edema (-), Hiperemis (-),
Benjolan (-), Ulkus (-),
Hordeolum (-), Kalazion (-),
Ptosis (-)
Edema (-), Hiperemis (-),
Benjolan (-), Ulkus (-),
Hordeolum (-), Kalazion (-)
Hiperemis (-), papil (-),
Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
Sekret (-), injeksi konjunctiva
(-), injeksi siliar (-), injeksi
episklera (-), pterigium (-)
anikterik
keruh, ulkus (-), sikatrik (-),
arcus senilis (+)
dangkal
Gambaran kripti (-),
Bulat, sentral, RC (-)
keruh
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
meningkat (palpasi)
Tidak dilakukan
CONJUNGTIVA FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
CORPUS VITREUM
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
sikatriks (-), simblefaron (-)
Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-)
sekret (-), injeksi konjunctiva
(-), injeksi siliar (-), injeksi
episklera (-), pterigium (-)
anikterik
keruh, ulkus (-), sikatrik (-),
arcus senilis (+)
dangkal
Gambaran kripti (-),
Bulat, sentral, RC (-)
keruh
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
meningkat (palpasi)
Tidak dilakukan
V. RESUME
Pasien Ny. A berusia 63 tahun datang ke RSAM dengan keluhan penglihatan pada kedua mata
kabur sudah dirasakan sejak 1 tahum yang lalu. Pasien mengaku keluhan tersebut disertai nyeri
kepala yang hilang timbul dan nyeri sekitar mata, mual ataupun muntah disangkal pasien.
Menurut pengakuan pasien kedua matanya sejak 2 bulan sudah tidak dapat melihat apa-apa lagi.
Pasien mengaku sebelumnya pandangannya seperti menyempit dan melihat cahaya lampu seperti
pelangi. Pasien mengatakan sempat berobat ke dokter umum. Oleh dokter umum pasien
diberikan obat tetes mata namun sekarang timbul lagi keluhan seperti itu. Akhirnya pasien
memutuskan pergi memeriksakan diri ke poliklinik mata RSAM.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Status present : Dalam batas normal
Status generalis : Dalam batas normal
Status Oftalmologis OD Status ofthalmologi OS
Visus 0 Visus 0
conjuntiva bulbi: injeksi siliar (-) conjuntiva bulbi: injeksi siliar (-)
Injeksi conjunctiva (-) injeksi conjunctiva (-)
Kornea: keruh, arcus senilis (+) Kornea : keruh, arcus senilis (+)
Tensio oculi : meningkat palpasi tensio oculi : meningkat palpasi
Iris : gambaran kripta (-) Iris : gambaran kripta (-)
COA : dangkal COA : dangkal
Lensa : keruh Lensa : keruh
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Tonometri Schiotz/aplanasi
Genioskopi
Funduskopi
DIAGNOSIS KERJA
Glaukoma absolut ODS
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- Glucon tablet 3 dd tab I
- Timolol 0,5% 2 dd gtt 1 ODS
Sinar beta pada badan siliar
Pengangkatan bola mata
PROGNOSIS
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad fungsionam : dubia
- Quo ad sanationam : dubia
G L A U K O M A
I. PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan utama di Amerika. Hampir 80.000
penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma. Diperkirakan terdapat 2 juta penduduk
mengidap glaukoma.
Glaukoma berasal dari kata Yunani “ Glaukos ” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atropi saraf optik
dan menciutnya lapang pandang.
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan:
Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
Hambatan pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya penurunan lapang
pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf
optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau cekungan papil saraf optik akibat glaukoma
merupakan gejala glaukoma yang mengakibatkan kerusakan pada saraf optik. Luas atau
dalamnya cekungan ini pada glaukoma kongenital dipakai sebagai indikator progresivitas
glaukoma.
II. Patofisiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus. Dalam
keadaan normal,
Aqueus humor dibentuk oleh badan siliar, masuk ke dalam bilik mata posterior (COP), melalui
pupil, ke bilik mata depan (COA), melalui trabekula ke kanal Schlemm, saluran kolektor,
kemudian masuk kedalam pleksus vena. Dijaringan sklera dan episklera juga kedalam v.siliaris
anterior di badan siliar.
Gambar 1. Aliran aquos humor normal
Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya
cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan intra
okular akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata.
Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf
optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata.
Yang pertama terkena adalah lapng pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika
tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
Gambar 2. Kerusakan N.II akibat peningkatan TIO
III. Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma Kongenital
Primer atau infantil
Menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma Sekunder
Perubahan lensa
Kelainan uvea
Trauma
Bedah
Rubeosis
Steroid dan lainnya
4. Glaukoma Absolut
Dari pembagian di atas dapat dikenal glaukoma dalam bentuk – bentuk :
1. Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder (dengan blokade pupil atau tanpa blokade
pupil) ;
2. Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder ;
3. Kelainan pertumbuhan, primer (kongenital, infantil, juvenil), sekunder kelainan
pertumbuhan lain pada mata.
A. Glaukoma Primer
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, di mana tidak didapatkan kelainan yang merupakan
penyebab glaukoma.
Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma, seperti
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis bilik
mata yang menyempit ;
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (goniodisgenesis),
berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan yang paling sering
berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
Trabekulodisgenesis adalah :
Barkan menemukan membran yang persisten menutupi permukaan trabekula.
Iris dapat berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada sklera spur atau agak lebih ke
depan.
Goniodisgenesis
Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata terbuka
ataupun tertutup, pengelompokan ini berguna untuk penatalaksanaan dan penelitian. Untuk
setiap glaukoma diperlukan pemeriksaan gonioskopi.
Glaukoma Primer Sudut Terbuka (Simpleks)
Glaukoma simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui. Merupakan suatu
glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma simpleks ini
diagnosisnya dibuat bila ditemukan glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa
ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab.
Pada umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun penyakit
ini kadang – kadang ditemukan pada usia muda. Diduga glaukoma simpleks diturunkan secara
dominan atau resesif pada kira – kira 50 % penderita, secara genetik penderitanya adalah
homozigot. Terdapat pada 99 % penderita glaukoma primer dengan hambatan pengeluaran
cairan mata (akuos humor) pada jalinan trabekulum dan kanal Schlemm. Terdapat faktor resiko
pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma seperti diabetes melitus dan hipertensi, kulit
berwarna dan miopia. Bila pengaliran cairan mata (akuos humor) keluar di sudut bilik mata
normal maka ini disebut glaukoma hipersekresi.
Ekskavasi papil, degenarasi papil dan gangguan lapang pandang dapat disebabkan langsung atau
tidak langsung oleh tekanan bola mata pada papil saraf optik dan retina atau pembuluh darah
yang memperdarahinya.
Mulai timbulnya gejala glaukoma simpleks ini agak lambat yang kadang – kadang tidak disadari
oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Pada keadaan ini glaukoma simpleks
tersebut berakhir dengan glaukoma absolut.
Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata sehari – hari tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Mata
tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atropi
papil disertai dengan ekskavasio glaukomatosa.
Gangguan saraf optik akan terlihat sebagai gangguan fungsinya berupa penciutan lapang
pandang. Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang terlihat
gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat adanya variasi diurnal.
Patut dipikirkan kemungkinan pengukuran tekanan dilakukan dalam kurva rendah daripada
variasi diurnal. Dalam keadaan maka dilakukan uji provokasi minum air,pilokarpin, uji variasi
diurnal dan provokasi steroid. Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak
ketahui bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar.
Misalnya mata sebelah terasa berat, kepala pusing sebelah, kadang – kadang penglihatan kabur
dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan kaca mata
koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya. Kadang – kadang tajam penglihatan tetap
normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat.
Bila diagnosis sudah dibuat maka penderita sudah harus memakai obat seumur hidup untuk
mencegah kebutaan. Tujuan pengobatan pada glaukoma simpleks adalah untuk memperlancar
pengeluaran cairan mata (akuos humor) atau usaha untuk mengurangi produksi cairan mata
(akuos humor).
Diberikan pilokarpin tetes mata 1 – 4 % dan bila perlu ditambah dengan asetazolamid 3 kali satu
hari. Bila dengan penobatan tekanan bola mata masih belum terkontrol atau kerusakan papil
saraf optik berjalan terus disertai debfa penciutan kampus progresif maka dilakukan
pembedahan.
Pengobatan glaukoma simpleks :
Bila tekanan 21 mmHg sebaiknya dikontrol rasio C/D, periksa lapang pandangan sentral,
temukan titik buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi.
Bila tensi 24 – 30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan pemeriksaan di atas bila masih
dalam batas - batas normal mungkin suatu hipertensi okuli.
Bila sudah dibuat diagnosis glaukoma di mana tekanan mata di atas 21 mmHg dan terdapat
kelainan pada lapang pandangan dan papil maka berikan polikarpin 2 % 3 kali sehari. Bila pada
kontrol tidak terdapat perbaikan, ditambahkan timolol 0,25 % 1 – 2 dd sampai 0,5 %,
asetazolamida 3 kali 250 mg atau epinefrin 1 – 2 %, 2 dd. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk
kombinasi untuk mendapatkan hasil yang efektif. Bila pengobatan tidak berhasil maka dilakukan
trabekulektomi laser atau pembedahan trabekulektomi. Prognosis sangat tergantung pada
penemuan dan pengobatan dini. Pembedahan tidak seluruhnya menjamin kesembuhan mata.
Tindakan pembedahan merupakan tindakan untuk membuat filtrasi cairan mata (akuos humor)
keluar bilik mata dengan operasi Scheie, trabekulektomi dan iridenkleisis. Bila gagal maka mata
akan buta total.
Pada glaukoma simpleks ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi berjalan terus
sampai berakhir dengan kebutaan yang sebut sebagai glaukoma absolut. Karena perjalanan
penyakit demikian maka glaukoma simpleks disebut sebagai maling penglihatan.
Anjuran dan Keterangan Pada Penderita Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Penyakit ini tidak nyata dipengaruhi emosi
Olah raga merendahkan tekanan bola mata sedikit
Minum tidak boleh sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan
Tekanan darah naik cepat akan menaikkan tekanan bola mata
Tekanan darah tinggi lama bila diturunkan cepat akan mengakibatkan bertambah
terancamnya saraf mata oleh tekanan mata
Penderita memerlukan pemeriksaan papil saraf optik dan lapang pandangan 6 bulan satu kali.
Bila terdapat riwayat keluarga glaukoma, buta, miopia tinggi, anemia, hipotensi, mata satu atau
menderita diabetes melitus, maka kontrol dilakukan lebih sering.
Diagnosis banding glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma bertekanan rendah, glaukoma sudut
tertutup kronik, glaukoma sekunder dengan sudut terbuka, dan glaukoma dibangkitkan steroid.
Glaukoma (Martin Doyle)
GL Sudut Tertutup GL Simpleks GL Infantil
Serangan Dekade ke 5 Dekade ke 6 Bayi
Tipe penderita Emosional Anteriosklerotik Lk > Pr
B.M.D Dangkal Normal Dalam sekali
Sudut B.M.D Sempit Biasa terbuka Kel. Kongenit
Halo + serangan - -
Papil Ekskavasi bila lanjut + dini Dalam sekali
Tekanan Naik bila diprovokasi Variasi diurnal tinggi Tinggi
Kampus + bila lanjut Bjerrum, kontriksi -
Pengobatan Dini, indektomi Obat, bila gagal, filtr Goniotomi
Orogosis Dini, baik Sedang / buruk Buruk
Glaukoma Primer Sudut Tertutup(Glaukoma kongestif akut, angle closure galucome, closed angle glaucome)
Nama ini didasarkan keadaan sudut yang tampak pada pemeriksaan ganioskopi. Glauikoma
primer sudut tertutup bila terdapat kenaikan mendadak dari tekanan intraokuler, yang disebabkan
penutupan sudut coa yang mendadak oleh akar iris, sehingga menghalangi sama sekali keluarnya
tumor akueus melalui trabekula, menyebabkan meningginya tekanan intraokuler, sakit yang
sangat di mata secara mendadak dan menurunnya ketajaman penglihatan secara mendadak dan
menurunya ketajaman penglihatan secara tiba – tiba, disertai tanda – tanda kongesti dimata,
seperti mata merah kelopak mata bengkan. Karena glaukoma ini timbulnya mendadak disertai
tanda kongesti, maka disebut pula glaukoma akut kongestif atau glaukoma akut. Glaukoma akut,
hanya timbul pada orang – orang yang mempunyai sudut bilik mata yang sempit. Jadi hanya
pada orang – orang dengan predisposisi anatomis.
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :
1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin berat
hipermetropnya makin dangkal coanya.
2. Tumbuhnya lensa. Menyebabkan coa menjadi lebih dangkal. Pada umur 25 tahun,
dalamnya coa rata – rata 3,6 mm, sedang pada umur 70 tahun 3,15 mm.
3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya coanya dangkal.
4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal coa.
Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa menjadi lebih dekat ke iris, sehingga aliran cairan
bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata dengan terhambat. Inilah yang disebut
hambatan pupil. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam mata belakang dan
mendorong iris ke depan. Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit adanya
dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringa trabekula, sehingga cairan bilik mata tidak
dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah glaukoma sudut tertutup.
Faktor fisiologis yang menyebabkan coa sempit :
1. Akomodasi. Dengan akomodasi pars siliaris dari iris maju ke depan.
2. Dilitasi pupil, menyebabkan akar iris menjadi lebih tebal dan sudut coa menjadi lebih
sempit.
Dilatasi pupil dapat terjadi, bila :
1. Diberikan midriatika, seperti hematropin. Juga dapat terjadi bila atropin diberikan sistimik
dalam pengobatan muntaber atau persiapan operasi.
2. Diam di ruang gelap.
3. Lensa letaknya lebih ke depan, dapat menyebabkan hambatan pupil yang kemudian
menimbulkan iris bombe fisiologis, karena tekanan di bilik mata belakang lebih tinggi dari di
depan. Hal ini dapat menambah sempitnya sudut coa yang dasarnya sudat sempit.
4. Kongesti badan siliar. Penyebabnya :
a. Neurovaskuler, misalnya menangis, jengkel dan kelainan emosi yang lain.
b. Penyakit lokal dari traktus respiratorius bagian atas.
c. Operasi daerah kepala.
d. Humoral, seperti haid.
Jadi bila faktor fisiologis ini terjadi pada seseorang yang mempunyai predisposisi anatomis
berupa sudut bilik mata yang sempit, maka ada kemungkinan timbul glaukoma sudut tertutup.
Pendapat lain tentang penyebab dari glaukoma sudut tertutup, yaitu terjadinya labilitas
vasomotoris setempat, sehingga mempertinggi tekanan di dalam pembuluh darah yang kecil.
Jika hal ini terjadi pada uvea bagian depan, maka menyebabkan penambahan dari cairan yang
dikeluarkan di bilik mata belakang sehingga badan kaca, lensa dan iris menjadi lebih terdorong
ke depan.
Gejala Klinik
Sebelum penderita menderita serangan akut, ia mengalami serangan prodorma meskipun tidak
selalu demikian.
Fase Prodorma Dinamakan Juga Fase Nonkongestif
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu atau
lilin, disertai sakit kepala, sakit pada matanya dan kelemahan akomodasi.
Keadaan ini berlangsung ½ - 2 jam. Pada stadium ini penderita jarang pergi ke dokter, biasanya
mengibati dirinya sendiri dengan analgetika atau obat flu yang mudah didapat, kemudian merasa
sembuh lagi. Juga dengan tidur sebentar keadaan pulih kembali, sebab pada waktu tidur, terjadi
miosis yang menyebabkan sudut coa terbuka.
Pemeriksaan pada stadium ini, didapatkan : injeksi perikornea yang ringan, kornea agak suram
karena edema, bilik mata depan dangkal, pupil sedikit melebar reaksi cahaya lambat dan tekanan
intraokuler meninggi.
Bila serangannya reda, mata menjadi normal kembali, kecuali penurunan daya akomodasi tetap
ada, sehingga penderita memerlukan penggantian kacamata dekat yang lebih serinf dan lebih
kuat dibanding dengan usianya. Karena itu, bila terdapat penderita dengan kenaikan yang cepat
dari presbiopianya, waspadalah terhadap kemungkinan glaukoma sudut tertutup. Stadium
prodorma ini dapat diperhebat oleh insomnia, kongesti vena, gangguan emosi, kebanyakan
minum, pemakaian midriatika. Mula – mula antara serangan dapat berminggu – minggu atau
beberapa bulan, akan tetapi makin lama makin sering dan serangannya berlangsung lebih lama.
Stadium ini dapat berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan bahkan beberapa tahun,
baru kemudian sampai pada stadium glaukoma akut. Jadi untuk mendeteksi seseorang dengan
calon glaukoma akut, dibutuhkan anamnesa yang teliti.
Fase glaukoma akut : (stadium kongestif)
Pada stadium ini penderita tampak sangat payah, memegangi kepalanya karena sakit hebat.
Jalannya dipapah, karena ketajaman penglihatannya turun, muntah – muntah, karenanya sering
disangka bukan menderita sakit mata, melainkan suatu penyakit sistemik. Glaukoma akut
menyebabkan visus cepat menurun, disertai sakit kepala di dalam mata yang menjalar sepanjang
N.V, sakit di kepala, muntah – muntah, nausea, tampak warna pelangi di sekitar lampu.
Pada pemeriksaan tampak :
- Palpebra bengkak.
- Konjungtiva bulbi : hiperemia, kongestif, kemotis, dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva,
injeksi episklera.
- Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea.
- Bilik mata depan : dangkal, yang dapat dilihat dengan penyinaran bilik mata depan dari
samping.
- Iris : gambaran corak bergaris tak nyata, karena edema, berwarna kelabu.
- Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang – kadang didapatkan midriasis yang
total, warnanya kehijauan, refleks cahaya lamban atau tidak sama sekali.
Bila serangan – serangan sudah berulang kali, terjadi untuk waktu yang lama, maka terjadi
lepasnya pigmen dari iris, yang masuk ke dalam bilik mata depan menimbulkan kekerutan, juga
dapat menempel pada endotel kornea dan tampak seperti keratik presipitat. Dapat juga terjadi
perlengketan antara pupil dan lensa (sinekhia posterior), sehingga pupil menjadi tidak teratur,
dan sering disangka menderita uveitis. Irisnya tampak berwarna putih kelabu, karena timbulnya
nekrose lokal. Lensanya menjadi katarak, yang tampak di atas permukaan kapsula lensa depan,
sebagai bercak – bercak putih, seperti susu yang tertumpah di atas meja yang disebut “Glaukoma
Flecke”, suatu tanda bahwa pada mata itu pernah terjadi serangan akut.
Bila glaukoma akut tidak segera diobati dengan baik, timbullah perlekatan – perlekatan antara
iris bagian tepi dan jaringan trabekula, yang disebut sinkhia anterior perifer, yang mengakibatkan
penyaluran keluar dari humor akueus lebih menghambat lagi.
Pada stadium akut, karena kornea sangat keruh, pemeriksaan bagian dalam mata sukar
dilakukan. Funduskopi, pemeriksaan lapang pandangan, juga untuk dapat melihat iris, pupil,
lensa baru dapat menjadi jelas, bila fase ini sudah berlalu, dimana kornea sudah menjadi agak
jernih kembali.
Funduskopi : Papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan
atrofi,seperti pada glaukoma simpleks.
Tonometri : Tensi intraokuler pada stadium kongestif lebih tinggi
dari pada stadium non kongestif.
Tonografi : Menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada
perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior
perifer), maka aliran menjadi terganggu.
Ganioskopi : Pada waktu tekanan intraokuler tinggi, sudut bilik
mata depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal,
sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam,
biasanya sudut bilik mata depan terbuka kembali, tetapi masih sempit.
Tes provokasi dilakukan pada keadaan yang meragukan :
Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes bersujud (prone test).
Diagnosa banding :
beberapa penyakit yang mirip dengan glaukoma akut adalah :
1. Iridosiklitis akut
2. Konjungtivitis akut
3. Keratitis
4. Skleritis
B. Glaukoma kongenitalis
Glaukoma ini terdapat lebih jarang daripada glaukoma pada orang dewasa. Frekuensinya kira-
kira 0,01% diantara 250.000 penderita, dimana prevalensinya 2/3 adalah laki-laki dan 2/3 terjadi
bilateral. Schele membagi glaukoma kongenital menjadi 2 yaitu:
o Glaukoma Infantum: dapat tampak pada waktu lahir atau umur 1-3 tahun dan
menyebabkan pembesaran bolamata karena dengan elastisitasnya bola mata
membesarmengikuti meningginya tekanan intraokuler.
o Glaukoma Juvenil: didapatkan pada anak yang lebih besar
Diagnosa pada keadaan glaukoma kongenital yang sudah lanjut didapatkan:
Diameter kornea yang besar 13-15mm
Robekan membran descment
Pengeruhan difus pada kornea
Akan tetapi, bila penderita datang pada keadaan dini, perubahan-perubahan yang klsik ini tidak
didapatkan. Tanda-tanda dini antaralain: fotofobi, lakrimasi, blefarospasme. Kalau terdapat anak
berumur kurang dari 2 tahun dengan keluhan ini, ingatlah kepada kemungkinan peninggian
tekanan intraokuler. Kemudian timbul pengeruhan kornea, penambahan diameter kornea,
penambahan diameter bola mata.
C. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat:
Infeksi
Peradangan
Tumor
Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor Aqueus dari bilik
Anterior
Katarak yang meluas
Pada Katarak sering terjadi glaukoma sekunder, prosesnya:
Fakotopik
Oleh karena proses Intumesensi, yaitu penyerapan cairan kamera okuli anterior (coa) oleh
lensa, sehingga lensa menjadi cembung dan iris terdorong kedepan, coa menjadi dangkal,
aliran coa tak lancar sedangkan produksi humor aqueus terus berlangsung, sehingga tekanan
intraokuler meninggi dan menimbulkan glaukoma. Hal ini tidak selalu terjadi, umumnya
pada stadium katarak imatur.
Fakolitik
- Lensa yang keruh, jika kapsulnya menjadi rusak, substansi lensa yang keluar akan
diresorbsi oleh serbukan fagosit atau makrofage yang banyak di coa, serbukan ini
sedemikian banyaknya sehingga dapat menyumbat sudut coa dan menyebabkan
glaukoma
- Penyumbatan dapat pula oleh karena substansi lensa sendiri yang menumpuk di sudut
coa, terutama bagian kapsul lensa, dan menyebabkan exfolation glaukoma.
Fakotoksik
- Substansi lensa di coa merupakan zat toksik bsgi mata (protein asing) sehingga terjadi
reaksi alerhi dan timbullah uveitis. Uveitis ini dapat menyebabkan glaucoma
D, Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka) di mana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.
Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit
sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk
menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena
mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
III. Cara Pemeriksaan Khusus Untuk Glaukoma
1. Ketajaman penglihatan
2. Tonometri
3. Gonioskopi
4. Oftalmoskopi
5. Pemeriksaan lapangan pandangan
6. Tonografi
7. Tes provokasi
Di samping anamnesa yang cermat dan teliti. Pemeriksaan ketajaman penglihatan, bukan
merupakan cara yang khusus untuk glaukoma, tetapi tetap penting, karena ketajaman penglihatan
yang baik misalnya 5/5 belum berarti tidak ada glaukoma. Pada glaukoma sudut terbuka,
kerusakan saraf mata dimulai dari tepi lapang pandangan dan lambat laun meluas ke tengah.
Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi makula) bertahan lama, walaupun penglihatan
perifer sudah tidak ada, sehingga penderita tersebut seolah – olah melihat melalui teropong
(tunnel vision).
Tonometri
Tingginya tekanan intraokuler tergantung dari banyaknya prosuksi akueus humor oleh badan
siliar dan penglihatan keluarnya melalui sudut bilik mata depan, yang juga bergantung dari
keadaan sudut bilik mata depannya sendiri, trabekula, kanal Schlemn dan keadaan tekanan di
dalam vena episklera. Tonometri diperlukan untuk mengukur besarnya tekanan intraokuler.
Ada 3 macam tonometeri :
1. Cara Digital
Paling mudah, tetapi tidak cermat, sebab pengukurannya berdasarkan perasaan kedua jari
telunjuk kita. Dengan menyuruh penderita melihat ke bawah tanpa menutup matanya, kemudian
kita letakkan kedua jari telunjuk di atasnya, dengan satu jari menekan sedangkan jari yang lain
menahan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan di catat sebagai berikut :
Tio = Tensi, intra okuler = N (normal)
Tio = N + 1 (agak tinggi),
Tio = N – 1 (agak rendah)
Tio = N + 2 (tinggi), dan sebagainya
Bila penderita menutup matanya pada waktu melihat ke bawah, maka tarsus palpebra yang keras
pindah ke depan mata, sehingga pada palpasi, yang teraba tarsusnya dan memberi kesan keras.
2. Cara Mekanis
Tidak begitu mahal, dapat dibawa ke mana – mana, mudah mengerjakannya. Hanya bila
skleranya terlalu lembek, seperti pada penderita miopia, maka hasil pembacaannya menjadi
terlalu rendah. Penderita terbaring tanpa bantal, matanya ditetesi pantokain 1 – 2 % satu kali.
Suruh penderita memihat lurus ke atas dan letakkan tanometer di puncak kornea. Jarum
tonometer akan bergerak di atas skala dan menunjuk pada satu angka di atas skala tersebut.
Tonometer ini mencatat tahanan terhadap timbangan tertentu, yang menimbulkan tekanan pada
kornea. Anak timbangan yang dipakai rupa – rupa 5,5 g ; 7,5 g ; 10 g ; 15 g.
Umpamanya : angka geseran di skala 5, timbangan yang dipakai 5,5 g, maka Tio = 5/5,5, yang
menurut tabel menunjukkan angka 17,3 mmHg.
3. Tonometri Dengan Tonometer Aplanasi Dari Goldman
Alat ini selain cukup mahal, kira – kira 10 kali harga tonometer dari Schiotz juga memerlukan
siitiamp yang juga cukup mahal, pula tidak praktis. Tetapi meskipun demikian, di dalam
komunikasi internasional secara tidak resmi, hanya tonometri dengan aplanasi tonometer sajalah
yang diakui.
Di Indonesia hanya pusat – pusat oftalmologi dan beberapa dokter ahli mata yang
mempunyainya. Dengan alat ini kekakuan sklera dapat diabaikan, sehingga hasil pengukuran
menjadi lebih cermat. Dengan intraokuler yang normal, berkisar antara 15 – 20 mmHg. Ini
sangat individuil, sebab mungkin ada mata dengan tensi dalam batas – batas normal, tetapi
menunjukkan tanda glaukoma. Karena itu lebih baik disebut tekanan normatif, yaitu tekanan
intraokuler, di mana tidak menimbulkan akibat buruk. Umumnya tekanan 24,4 mmHg, masih
dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22 mmHg dianggap “ high normal” dan kita harus
waspada.
Tekanan bola mata ini, untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi :
Pada bernafas ada fluktuasi 1 – 2 mmHg
Pada jam 5 – 7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari menaik lagi
Hal ini dinamakan variasi diurnal, dengan fluktuasi 3 mmHg. Bila ada pemakaian tonometer
Schiotz, terdapat tekanan intraokuler yang selalu tinggi, tanpa tanda – tanda klinik dari
glaukoma, maka ada2 kemungkinan :
Kekakuan okuler yang tinggi (ocular rigidity)
Tensi normatif yang tinggi
Untuk membedakannya, pakailah 2 anak timbangan 5,5, g dan 10 g. Bila dengan anak
timbangan 10 g tensinya lebih tinggi dari pada dengan anak timbangan 5,5 g, hal ini
menunjukkan kekakuan okulernya yang tinggi. Sedang jika tekanannya pada kedua anak
timbangan ini sama, maka menunjukkan bahwa tensi normatifnya yang tinggi.
Gonioskopi
Merupakan suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan dengan gonioskopi
dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup atau sudut terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat
perlekatan iris bagian perifer, ke depan (peripheral anterior sinechiae). Dengan alat ini dapat
pula diramalkan apakah suatu sudut akan mudah tertutup di kemudian hari. Cara yang sederhana
untuk menentukan lebar sempitnya sudut bilik mata depan, dengan menyinari bilik mata depan,
dari samping memakai sebuah senter. Iris yang datar akan disinari secara merata, ini berarti
sudut bilik mata depannya terbuka. Tetapi bila yang disinari hanya pada sisi lampu senter,s
edang pada sisi yang lain terbentuk bayangan, maka kemungkinan sudut bilik mata depannya
sempit atau tertutup.
Oftalmoskopi
Yang harus diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan penggaungan (cupping) dan
degenerasi saraf optik (atrofi). Yang mungkin disebabkan beberapa faktor :
Peninggian tekanan intraokuler, mengakibatkan gangguan perdarahan pada papil, sehingga
terjadi degenerasi berkas- berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
Tekanan intraokuler, menekan pada bagian tengah optik, yang mempunyai daya tahan
terlemah dari bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih kuat dari bagian tengah terjadi
penggaungan pada papil ini.
Memang sampai saat ini patofisiologi dari penggaungan dan atrofi ini masih diperdebatkan terus,
kita harus waspada terhadap adanya ekskavasio glaukoma bila :
Terdapatnya penggaungan lebih dari 0.3 diameter papil, terutama bila diameter vertikal lebih
besar daripada diameter horizontal.
Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kana dan mata kiri.
Pada stadium permulaaan tentu sukar untuk menentukan apakah ekskavasi yang terlihat itu
glaukoma atau bukan. Ada baiknya bila kita bandingkan kedua papil dari mata kanan dan mata
kiri. Kita gambarkan ekskavasinya sehingga dapat dibandingkan dengan keadaan pada
pemeriksaan berikutnya.
Tanda penggaungan Pinggir papil bagian temporal menipis. Ekskavasi melebar dan
mendalam tergaung, sehingga dari depan tampak ekskavasi
melebar, diameter vertikal lebih besar dari diameter horizontal.
Bagian pembuluh darah di tengah papil tak jelas, pembuluh darah
seolah – olah menggantung di pinggir dan terdorong ke arah nasal.
Jika tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi arteri.
Tanda atrofi papil Termasuk atrofi primer, warna pucat, batas tegas, lamina kribrosa
tampak jelas
Pemeriksaan Lapang Pandangan dibedakan
I Lapang pandangan sentral, seluas 30 derajat, diperiksa dengan layar hitam Byerrum
pada jarak 1 m dengan menggunakan objek 1 mm putih (isopter 1 / 1000) atau pada jarak 2
mm dengan objek sebesar 2 mm (isopter 2 / 2000)
II Lapang pandangan perifer, yang dapat diukur dengan perimeter atau kampimeter pada
jarak 330 m dengan menggunakan objek sebesar 3 mm (isopter 3/330). Pada keadaan normal
didapatkan :
Superior : 55 derajat
Nasal : 60 derajat
Inferior : 70 derajat
Temporal : 90 derajat
Titik buta (blindspot = papil N.II) terletak 15 – 20 derajat temporal dari titik fiksasi, dapat dicari
dengan layar Byerrum. Secara kasar lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi,
di mana pada jarak 0,5 m dari penderita, pemeriksa menggerakkan tangannya dari luar ke dalam,
sedang penderita satu matanya ditutup.
Dengan mata yang lain, melihat kepada mata pemeriksa yang ada di depannya dan pemeriksa
menutup mata yang sebelahnya. Penderita memperhatikan kapan gerak tangan itu mulai terlihat.
Gerakan ini diulangi pada miridian lain sampai tercapai 360 derajat. Dengan cara ini dapat
dibandingkan lapang pandangan pemeriksa dengan lapang pandangan penderita dan tentu dalam
hal ini kampus pemeriksa harus normal. Dengan tes konfrontasi ini, hanya kerusakan yang luas
saja yang dapat diukur.
Kelainan lapang pandangan pada glaukoma disebabkan adanya kerusakan serabut saraf. Yang
paling dini berupa skotoma relatif atau absolut yang terletak pada daerah 30 derajat sentral.
Bermacam – macam skotoma di lapang pandangan sentral ini bentuknya sesuai dengan bentuk
kerusakan dari serabut saraf, seperti terlihat dari gambar berikut :
Kelainan yang mulai terjadi adalah pembesaran blindspot dengan bearing of the blindspot,
kemudian disusul dengan kelainan saraf yang lain.
- Kerusakan pada serabut 1, menimbulkan Seidel sign
- Kerusakan pada serabut 2, menimbulkan skotoma Byerrum
- Kerusakan pada serabut 3, menimbulkan skotoma arkuata
- Kerusakan pada serabut 3 + 4, menimbulkan ring skotoma dengan Rhone nasal step (5)
Biasanya penderita tidak sadar akan adanya kerusakan ini, karena tidak mempengaruhi
ketajaman penglihatan sentrall. Pada glaukoma yang lanjut, timbul pula kelainan lapang
pandangan perifer, yang dimulai dari bagian nasal atas. Kerusakan ini kemudian dapat meluas
ke tengah dan bergabung dengan kelainan lapang pandangan yang terdapat di tengah. Pada
tahap yang sudah lanjut seluruh lapang pandangan telah rusak, terkecuali tersisa suatu pulau
kecil kira – kira 5 derajat sekitar titik fiksasi, dengan tajam penglihatan sentral (asies visus)
masih normal, sehingga penderita seolah – olah melihat melalui suatu teropong (tunnel vision).
Dengan demikian nyatalah, bahwa tajam penglihatan sentral tidak dapat dipakai sebagai ukuran
terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh glaukoma sehingga juga tidak dapat menentukan
apakah seseorang menderita glaukoma atau tidak.
Meskipun visusnya masih baik, pada tahap yang lanjut, pemeriksa dapat segera mengetahuinya,
dari cara penderita membaca optotipe Snellen, satu per satu huruf itu dibacanya dengan terus
menerus menggerakkan kepalanya, dalam usaha menempatkan lubang penglihatannya dengan
huruf yang dicarinya. Akhirnya, titik fiksasi itupun hilang dan tersisa pulau kecil di bagian
temporal, yang bertahan lama sekali, sebelum mata itu menjadi buta total.
Tonografi
Untuk mengukur cairan bilik mata yang dikeluarkan mata melalui trabekula dalam satu satuan
waktu.
Caranya Tonometer diletakkan di kornea selama 4 menit
dan tekanan intraokuler dicatat dengan suatu grafik. Dengan suatu rumus, dari grafik tersebut
dapat diketahui banyaknya cairan bilik mata yang meninggalkan mata dalam satu satuan waktu
(normal : C = 0,13). Akhir – akhir ini tonografi banyak yang meragukan kegunaannya, sehingga
banyak yang telah meninggalkannya.
Tes provokasi : dilakukan pada keadaan yang meragukan.
A. Untuk Glaukoma Sudut Terbuka
1. Tes Minum Air ; penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 l air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokuler diukur setiap
15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih dianggap mengidap
glaukoma.
2. Pressure Congestion Tes ; pasang tensimeter pada ketinggian 50 – 60 mmHg selama 1
menit. Kemudian diukur tensi intraokulernya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
3. Kombinasi Tes Air Minum Dengan Pressure Congestion Test ; setengah jam setelah tes
minum air dilakukan pressure congestion test. Kenaikan 11 mmHg mencurigakan,
sedangkan kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.
4. Tes Steroid ; diteteskan larutan dexamethasone 3 – 4 dd gt 1 selama 2 minggu.
Kenaikan tensi intraokuler 8 mmHg menunjukkan glaukoma
B. Untuk Glaukoma Sudut Tertutup
1. Tes Kamar Gelap ; orang sakit duduk di tempat gelap selama 1 jam, tidak boleh tertidur.
Di tempat gelap ini terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik mata ke
trabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari 10 mmHg pasti patologis, sedang kenaikan 8
mmHg mencurigakan.
2. Tes Membaca ; penderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45
menit, kenaikan tensi 10 – 15 mmHg patologis.
3. Tes Midriasis ; dengan meneteskan midriatika seperti kokain 2 %, homatropin 1 % atau
neosynephrine 10 %. Tensi diukur setiap ¼ jam selama 1 jam. Kenaikan 5 mmHg
mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih pasti patologis. Karena tes ini
mengandung bahaya timbulnya glaukoma akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan.
4. Tes Bersujud (Prone Position Test) ; penderita disuruh bersujud selama 1 jam. Kenaikan
tensi 8 – 10 mmHg menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu disusul
dengan gonioskopi. Dengan bersujud, lensa letaknya lebih ke depan mendorong iris ke
depan, menyebabkan sudut bilik depan menjadi sempit.
IV. Pengobatan
Harus diingat betul bahwa glaukoma akut merupakan masalah pembedahan. Terapi dengan
pengobatan hanya merupakan pengobatan pendahuluan sebelum penderita dioperasi. Hal ini
sejak awal dikemukakan kepada penderita dan keluarganya, sebab ada kemungkinan penderita
menolak untuk dioperasi, karena telah merasa enak setelah diberi obat – obatan.
Pada Fase Nonkongestif
Diberikan miotikum, yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 2 - 4% tiap 20 – 30 menit,
sehingga iris tertarik ke tengah dan sudut bilik mata depan terbuka. Di samping penghambat
karbon anhidrase (carbon anhydrase inhibitor), seperti diamox, glaupex, glaukon, corotazol, yang
diberikan 3 kali satu tablet. Obat – obat ini diberikan sampai tekanan intraokuler menjadi
normal. Kemudian ada 2 jalan :
1. Diberikan miotika terus menerus.
2. Dilakukan operasi. Kalau rumahnya jauh dari rumah sakit, orangnya tidak dapat dipercaya
melakukan pengobatan secara teratur, maka dilakukan operasi iridektomi perifer, sehingga
didapat hubungan langsung dari bilik mata belakang dengan bilik mata depan. Jika pernah
beberapa kali mengalami serangan, sehingga terjadi sinekhia anterior perifer
(goniosinekhia), maka dilakukan operasi filtrasi, seperti pada glaukoma sudut terbuka.
Pada Fase Kongestif (akut)
Pengobatan harus diberikan secara cepat dan tepat, jika terlambat 24 – 48 jam, maka sinekhia
anterior perifer sudah kuat, sehingga pengobatan dengan miotikum tak berguna lagi. Tekanan
intraokuler harus sudah turun dalam 2 – 4 jam sedapat – dapatnya.
Miotikum : untuk mengecilkan pupil, sehingga iris terlepas dari lekatannya di trabekula dan
sudutnya menjadi terbuka, cara memberikannya :
- Pilokarpin 2 – 4 % setiap menit satu tetes selama 5 menit, kemudian diteruskan dengan
setiap jam. Ada pula yang memberikan sebagai berikut :
Pilokarpin 2 % + eserin ¼ - ½ % tiap 15 menit, 6 kali kemudian disusul dengan pemberian
tiap jam satu tetes.
- Pada mata yang sebelahnya diberikan juga pilokarpin 3 – 4 kali sehari satu tetes. Penetesan
ini sudah dapat dimulai di tempat pemeriksaan, sewaktu masih berbincang – bincang dengan
penderita atau keluarganya.
- Penghambat karbonik anhidrase (carbonic anhydrase inhibitor), yang menyebabkan
mengurangnya produksi humor akueus, seperti diamox, glaupax glaucon, dan sebagainya.
Diberikan 500 mg sekaligus (2 tablet), kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet. Jika muntah,
dapat pula diberikan intravena 250 mg. Kemudian disusul dengan 3 kali sehari atau tablet.
Obat hiperosmotik :
- Glisering 50 % (mudah didapat), per oral 1 – 1,5 gram / kg berat badan atau 1 cc per kg
berat badan, dapat dicampur dengan jeruk nipis supaya tidak terlalu manis, harus diminum
sekaligus, bila tidak, gunanya tidak ada.
- Untuk mengurangi rasa sakitnya dapat disuntikkan 10 – 15 mg morfin, yang juga dapat
mengecilkan pupil.
- 10 – 12,5 mg largaktil dapat disuntikkan pada penderita yang muntah – muntah sebelum
tablet diamox dan gliserin diberikan sehingga obat dapat ditelan.
Dengan pengobatan seperti di atas bersama – sama, tekanan yang tinggi sekali dapat ditekan
sampai di bawah 25 mmHg dalam waktu 24 jam. Bila tekanan intra okulernya sudah turun,
operasi harus dilakukan, paling lambat 2 – 4 hari kemudian. Selama ini pengobatan tetap
dilanjutkan. Bila tekanan tetap tinggi, melebihi 30 mmHg, maka diberikan hiperosmetik yang
lain yaitu :
- Manitol (1,5 – 3 g/kg berat badan) 20 tetes per menit (20 %).
- Ureum 30 % infus 300 cc diberikan kurang lebih 2 – 3 jam (1 g/kg berat badan) yang
biasanya diberikan sebelum operasi dilakukan.
MACAM-MACAM OBAT GLAUKOMA
1. OBAT KOLINERGIK (PARASYMPATHOMIMETIC) KERJA LANGSUNG
A. Pilocarpine Hydrochlorida & Nitrate
Sediaan : Larutan 0,25%, 0,5% - 10 %, 8% dan 10% ; gel 4%. Juga ada dalam bentuk
lepas berkala(okusert).
Dosis : 1 tetes sampai enam kali sehari; kira – kira 1-1,5 cm panjang gel dimasukkan
dalam cul-de-sac konjugtiva inferior sebelum tidur.
Catatan : Pilocarpine diperkenalkan tahun 1876 danmasih sering dipakai sebagai obat
antiglaukoma.
B. Carbachol , Topikal
Sediaan : Larutan, 0,75%, 1,5%, 2,25%, dan 3%.
Dosis : 1 tetes pada setiap mata, tiga atau empat kali sehari.
Catatan : Carbachol kurang diabsorpsi melalui kornea dan umumnya dipakai jika
pilocarpine tidak efektif. Lama kerjanya 4-6 jam. Jika benzalkonium chloride dipakai
sebagai wahana, daya serap carbachol meningkat nyata.
2. OBAT ANTIKOLINESTERASE KERJA-TAK LANGSUNG YANG REVERSIBEL
A, Physostigmine Salicylate & Sulfate (Eserine)
Sediaan : Larutan,0,25% dan 0,5%, dan salep, 0,25%.
Dosis : 1 tetes tiga atau empat kali sehari, atau 0,5-1 cm panjang salep satu atau dua
kali sehari.
Catatan : Tingginya insidns reaksi aleri membatasi penggunaan obat antiglaukoma
yang tua namun efektif ini. Obat ini dapat dikombinasikan dalam larutan sama dengan
pilocarpine.
3. OBAT ANTIKOLINESTERASE KERJA-TAK LANGSUNG YANG TIDAK
REVERSIBEL
Obat ini kuat dan bekerja lama dan dipakai bila obat antiglaukoma tidak dapat
mengendalikan tekanan intraokuler. Obat-Obat ini kini kurang dipakai seperti dulu. Miosis
yang dihasilkan sangat kuat;spasme siliaris dan miopia sering terjadi, dan phospholine
iodide diduga bersifat kataraktogenik pada beberapa pasien. Dapat terjadi blok pupil.
A. Echothiophate Iodide ( Phospholine Iodide)
Sediaan : Larutan, 0,03%, 0,06%, 0,125%, dan 0,25%.
Dosis : 1 tetes satu atau dua kali sehari atau kurang, tergantung pada respons.
Catatan : Echothiophate Iodide adalah obat bekerja-lama serupa dengan isoflurophate,
yang mempunyai keuntungan karena larut-air dan kurang menimbulkan iritasi lokal.
Toksisitas sistematik dapat timbul dalam bentuk stimulasi kolinergik, antara lain banyak
liur, mual, muntah, dan diare. Efek samping okuler adalah pembentukan katarak, spasme
akomodasi, dan pembentukan kista iris.
B. Demecarium Bromide ( Humorsol )
Sediaan : Larutan, 0,125% dan 0,25%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Catatan : Toksisitas sistemiknya serupa dengan echothiophate Iodide.
C. Isoflurophate (Floropryl)
Sediaan : Salep, 0,25%.
Dosis : 0,5 -1 cm panjang salep di dalam palpebra inferior satu atau dua kali sehari.
4. OBAT ADRENERGIK (SYMPATHOMIMETIC)
Pada pengobatan glaukoma, epinefrin mempunyai keuntungan karena kerjanya yang lama
(12-72 jam) dan tanpa miosis. Ini terutama penting pada pasien dengan katarak insipien ( efek
pada penglihatan tidak menonjol ). Sekurang – kurangnya 25% pasien menunjukkan alergi
lokal; yang lain mengeluh sakit kepala dan deg-degan (lebih jarang dengan dipivefrin).
Epinephrine bekerja meningkatkan pengeluaran humor akueus.
Beberapa di antara sediaan yang ada untuk glukoma sudut-terbuka disampaikan berikut ini.
Dosisnya sama untuk semuanya, yakni, 1 tetes satu atau dua kali sehari:
Epinephrine borate (Eppy/N) 0,5 %, 1%, dan 2%.
Epinephrine hydrochloride (Epifrin, Glaucon) 0,25%, 0,5%, 1%, dan 2%.
Dipivefrin hydrochloride (Propine), 0,1%.
5. OBAT PENGHALANG BETA-ADRENERGIK
A. Timolol Maleate (Timoptic; Timoptic XE)
Sediaan : Larutan, 0,25% dan 0,5%; gel, 0,025% dan 0,5%.
Dosis : 1 tetes larutan 0,25 %, satu atau dua kali sehari. Tingkatkan sampai 1 tetes larutan
0,5% setiap mata satu atau dua kali sehari, jika perlu. Satu tetes gel satu kali sehari.
Catatan : Timolol maleate adalah obat penghalang beta-adrenergik non-selektif yang
diberikan topikal untuk pengobatan glaukoma sudut-terbuka, glaukoma aphakik, dan
beberapa jenis glaukoma sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokuler
selama 12-24 jam. Timolol ternyata efektif pada eberapa pasien glaukoma berat yang tidak
dapat dikendali dengan terapi obat-obat antiglaukoma lainyang ditoleransi maksimal. Obat
ini tidakmempengaruhi ukuran pupil atau ketajaman penglihatan. Meskipun timolol
biasanya ditoleransi baik, tetap harus hati –hati memberinya pada pasien dengan
kontraindikasi terhadap penggunaan sistematik obat – obat penghalang brta-adrenergik
(mis.,asma, gagal jantung).
B. Betaxolol Hydrochloride (Betoptic; Betoptic S)
Sediaan : Larutan, 0,25% ( Betoptic S) dan 0,5 %.
Dosis : 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Catatan : Betaxolol mempunyai efisiensi sebanding dengan timolol dalam pengobatan
glaukoma. Selektivitas relatif terhadap β1-reseptor mengurangi risiko efek samping
pulmoner, terutama pada pasien dengan penyakit jalan napas reaktif.
C. Levobunolol Hydrochloride ( Betagan)
Sediaan : Larutan, 0,25% dan 0,5%.
Dosis : 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Catatan : Levobunolol adalah penghalang β1 dan β2 non-selektif. Obat ini mempunyai efek
yang dapat sebanding dengan timolol dalam pengobatan glaukoma.
D. Metipranolol Hydrochloride (OptiPranolol)
Sediaan : Larutan , 0,3%.
Dosis : 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Catatan : Metipranolol adalah penghalang β1 dan β2 non-selektif dengan efek mata serupa
dengan timolol.
E. Carteolol Hydrochloride ( Ocupress )
Sediaan : Larutan, 0,5% dan 1%.
Dosis : 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Catatan : Carteolol adalah beta-blocker non-selektif dengan efek farmakologik seupa
dengan obat beta-blocker topikal lain yang dipakai pada pngobatan glaukoma.
6. AGONIS ALFA-ADRENERGIK
Apraclonidine Hydrochloride ( Iopidine )
Sediaan : Larutan, 0,5% dan 1%.
Dosis : 1 tetes larutan 1% sebelum terapi laser segmen anterior dan tetes kedua setelah
mendekati selesainya tindakan. Satu tetes larutan 0,5% 3 kali sehari sebagai pengobatan
tambahan jangka-pendek, pada pasien glaukoma dengan obat-obat lain.
Catatan : Apraclonidine hydrochloride adalah agonis α-adrenergik yang dipakai secara
topikaluntuk mencegah dan mengendalikan tekanan intraokuler agar tidak naik setelah
tindakan laser terhadap segmen anterior. Obat ini juga dipakai sebagai terapi tambahan
jangka-pendek pada pasien dengan toleransi terapi obat yang maksimal yang masih
memerlukan penurunan tekanan intraokuler. Apraclonidine menurunkan tekanan
intraokuler dengan menekan pembentukan humor akueus, yang mekanisme sebenernya
belum diketahui secara jelas. Berbeda dengan clonidine, apraclonidine ternyata tidak
mudah melalui sawar jaringan-darah dan menimbulkan sedikit efek samping. Efek samping
sistemik yang dilaporkan adalah turunnya tekanan diastolik, bradikardi, dan penurunan
libido. Efek samping pada mata adalah “conjunctival blanching”, elevasi palpebra superior,
midriasis dan rasa panas.
7. PENGHAMBATAN (INHIBITOR) ANHIDRASE KARBONAT
Penghambatan anhidrase karbonat dalam korpus siliaris mengurangi sekresi aques. Pemberian
penghambatan anhidrase karbonat per os terutama berguna dalam menurunkan tekanan
intraokuler pada kasus-kasus glaukoma sudut terbuka tertentu dan dapat dipakai pada
galukoma sudut tertutup dengan sedikit efek.
Penghambatan karbonat anhidrase yang digunakan adalah derivat-derivat sulfonamida.
Pemberian oral menimbulkan efek maksimum kira-kira setelah 2 jam; pemberian intravena,
setelah 20 menit. Lama efek maksimal adalah 4-6 jam setelah pemberian oral.
Penghambatan nanhidrase karbonat dipakai pada pasien dengan tekanan intraokuler yang
tidak dapat dikendalikan dengan tetes mata. Untuk itu obat-obat ini berguna, namun
mempunyai banyak efek samping yang tidak diingini, seperti kehilangan K, gangguan
lambung, diare, dermatitis eksfoliatif, pembentukan batu ginjal, pendek napas, lelah, asidosis,
dan kesemutan pada ekstermitas. Sejak ada timolol dan pengobatan laser, penghambatn
anhidrase karbonat jarang dipakai.
ACETAZOLAMIDE (DIAMOX)
Sedian dan dosis:
Oral : tablet, 125 mg dan 250 mg, berikan 125-250 mg dua sampai empat kali sehari
(jangan melebihi 1 g dalam 24 jam). Kapsul lepas_berkala 500 mg; berikan 1 kapsul satu
atau dua kali sehari.
Parenteral : dapat diberikan 500 mg intramuskular atau intravena untuk waktu singkat
pada pasien yang tidak dapat menerima obat per oral.
METHAZOLAMIDE (NEPTAZANE)
Sediaan : tablet 25 dan 50 mg
Dosis : 50 – 100 mg dua atau tiga kali sehari (total tidak melebihi 600 mg/hari)
DICHLORPHENAMIDE
Sediaan : table 50 mg
Dosis : dosis awal 100 – 200 mg, diikuti 100 mg setiap 12 jam sampai tercapai respons
yang diinginkan. Dosis pemeliharaan (maintenance) yang biasa unya atau empat kali
sehari. Dosis harian total jangan melebihi 300 mg.
8. OBAT OSMOTIK
Obat hiperosmotik seperti urea, manitol dan gliserin dipakai untuk mengurangi tekanan
intaokuler dengan membuat plasma jadi hipertoniuk terhadap humor aques. Obat-obat ini
pada umumnya dipakai dalam penanganan glaukoma akut (sudut tertutup) dan kadang –
kadang pra atau pasaca bedah disyaratkan penurunan tekanan intraokuler. Dosis bagi semua
rata-rata 1,5 g/kg.
GLISERIN (Glyrol, Osmoglyn)
Sediaan dan dosis: gliserin umumnya diberikan per oral berupa larutan 50% dan 75%
bersama dengan air, orange juice, atau larutan garam beraroma dengan es ( 1 cc gliserin
beratnya 1,25 g). Dosisnya 1-1,5 g/kg.
Mula dan lama kerja : efek hipotensif maksimum dicapai dalam 1 jam dan bertahan 4-5
jam.
Toksisitas : mual, muntah, dan sakkit kepala kadanf-kadang terjadi
Catatan : pemberian per oral dan tiadanya efek diuretik adalah keuntungan gliserin dari
obat-oabat hiperosmotik.
ISOSORBIDE(Ismotic)
Sediaan : larutan 45%
Dosis :1,5 g/kg per os
Mulai dan lama kerja sepeti gliserin
Catatan : berbeda dari gliserin, isosorbide tidak menghasilkan kalori atau menaikkan
kadar gula darah. Reaksi samping seperti gliserin. Setiap 220 cc isosorbide mengandung
4,6 meq natrium.
MANITOL(Osmitrol)
Sediaan: larutan 20 %dalam air
Dosis : 1,5 – 2 g/kg intravena
Mulai dan lama kerja : efek hipotensif maksimum dalam 1 jam dan bertahan 5-6 jam.
Catatan : masalah ‘overload’ kardiovaskuler dan efdema lebih sering pada obat ini karena
volume cairan yang dibutuhkan besar.
UREA (Ureaphil)
Sediaan : laritan 30% urea lyophil dalam gula invert
Dosis : 1-1,5 g/kg intravena.
Mulai dan lama kerja : efek hipotensi maksimum terjadi dalam 1 jam dan bertahan 5-6
jam.
Toksisitas : ekstravasai pada tempat injeksi dapat menimbulkan reaksi lokal, dari iritasi
ringan samapai nekrosis jaringan.
Macam operasinya :
Iridektomi perifer
Operasi filtrasi (iridenkleisis, trepanasi, sklerotomi, trabekulektomi)
Iridektomi perifer
Indikasi : selain untuk glaukoma akut fase prodorma, juga pada stadium akut yang baru terjadi
sehari, jadi belum ada sinekhia anterior perifer. Juga dilakukan pada mata yang sebelahnya yang
masih sehat sebagai tindakan pencegahan. Ternyata pada glaukoma akut yang biasanya terjadi
unilateral, ternyata dalam waktu 5 tahun kemudian, 60 % pada mata yang tadinya sehat, diserang
glaukoma akut pula. Bila pada satu mata didapat glaukoma absolut, pada mata yang sehat
dilakukan indektomi perifer sebagai pencegahan.
Iridektomi perifer : caranya secara garis besar :
- Setelah anestesi topikal dan retrobulber, dilakukan sayatan di kornea 2 – 3 mm di daerah nasal
atau temporal atas, sejajar dan sedekat mungkin dengan limbus.
- Iris dijepit, ditarik melewati bibir luka, digunting.
- Bersihkan bibir luka dengan kapas basah, irigasi sayatan dengan cairan BSS, supaya iris dan
pupil kembali ke posisi semula.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
Ada pula yang melakukan iridektomi, setelah dibuat flap konjungtiva dan sayatan
korneoskleral. Operasi filtrasi dilakukan bila tekanan intraokuler setelah pengobatan
medikamentosa lebih tinggi dari 21 mmHg atau tekanannya 21 mmHg atau lebih kecil
disertai hasil tonografi C = lebih kecil dari 0,13 (outflow yang kecil).
Tindakan operatif dilakukan bila tekanan intraokuler yang tinggi itu sudah dapat
ditenangkan. Bila operasi ini dilakukan pada waktu tekanan intraokuler masih tinggi, dapat
menimbulkan glaukoma maligna, di samping kemungkinan timbulnya prolaps dari isi bulbus
okuli dan perdarahan. Segera setelah operasi, tekanan intraokuler menjadi sangat tinggi,
lensa, iris dan pupil terdorong ke depan, sehingga humor akueus terkumpul di bilik mata
belakang dan badan kaca. Penutupan pupil dan sudut bilik mata depan membuat keadaan
menjadi bertambah buruk lagi. Prognosis untuk penglihatannya buruk. Penyebabnya tak
diketahui
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC: Jakarta.
Ilyas, Sidarta Prof. dr. spM. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta
Moore, Keth L et all. 2002. Anatomi klinis Dasar. Hipokrates: Jakarta
Pascotto A, Sacca SC, Fioretto M, Orfeo V. Glaucoma, Complications and Management of
Glaucoma Filtering. http://www.emedicine.medscape.com [Diakses 3 MEI 2010].
RS Mata YAP. Diagnosis dan Penanganan Glaukoma. http://www.rsmyap.com
[Diakses 3 MEI 2010].
www.medicastore.com/cybermed/glaukoma acute.co.id
Vaughan, Daniel G et all. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika: Jakarta.