gbe social environment done

10
PAPER GENERAL BUSINESS ENVIRONMENT “Business Social Environment” “ Managed Service Strategy “ PT XL Axiata – Huawei Tech Investment Prepared by AJ EKA DWIDASA K 11/325640/PEK/16121 MASTER OF MANAGEMENT FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS

Upload: eka-dwidasa

Post on 26-Jul-2015

151 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: GBE Social Environment Done

PAPER

GENERAL BUSINESS ENVIRONMENT

“Business Social Environment”

“ Managed Service Strategy “

PT XL Axiata – Huawei Tech Investment

Prepared by

AJ EKA DWIDASA K

11/325640/PEK/16121

MASTER OF MANAGEMENT

FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Page 2: GBE Social Environment Done

I. Latar Belakang

Selain sektor industri oil & gas, industri telekomunikasi adalah salah satu industri yang

saat ini (masih) menjadi primadona bagi investor maupun pencari kerja untuk berbondong-

bondong memasuki bidang telekomunikasi ini. Semua divisi atau departemen, mulai dari

Customer Service, Network, dan Sales & Marketing menjadi tempat yang empuk bagi

investor maupun pencari kerja, apalagi dengan potensi pasar yang masih luas maka hal ini

menimbulkan opportunity bagi siapapun yang memasuki bidang telekomunikasi. Semua lini

produk telekomunikasi yaitu Voice, SMS dan Internet/Data, menjanjikan potensi

keuntungan yang menggiurkan.

Dengan growth rate penetrasi SIM Card sebesar 26% maka hal ini akan berimplikasi

pada semakin ketatnya kompetisi diantara para operator selular di Indonesia untuk

memperebutkan “kue” profit atau revenue dari industri ini. Menurut Frost & Sullivan

Consulting, pertumbuhan penggunaan dan revenue dari Internet akan semakin tinggi

pertumbuhannya sampai dengan tahun 2015, seperti yang ditunjukkan pada figure dibawah

ini.

Dengan ketatnya persaingan antar operator, maka semua cara akan dilakukan oleh suatu

perusahaan agar dapat bertahan dan menimba keuntungan yang optimal. Development

internal maupun external perusahaan terus dilakukan secara terus menerus. Untuk sisi

eksternal, sisi sales, distribution maupun marketing digencarkan untuk memberikan image

yang positif serta meraih pangsa pasar yang optimal.

Page 3: GBE Social Environment Done

Di sisi internal, perubahan fundamental dilakukan akan organisasi perusahaan tersebut

tetap “liat” dalam menghadapi perubahan pasar yang sangat cepat. Struktur organisasi yang

ramping dan perubahan budaya perusahaan ke yang lebih komprehensif akan mengarahkan

semua komponen perusahaan untuk tetap mempunyai kemampuan kompetitif. Ada satu hal

lagi yang menjadi salah satu penentu terhadap kemampuan perusahaan untuk menimba

keuntungan yang optimal yaitu efisiensi cost. Mulai dari efisiensi biaya operasi perusahaan

(listrik, transportasi dll) hingga biaya-biaya yang berkaitan dengan sisi Sales & Marketing

( anggaran TVC, trade promotion, consumer promotion dll ).

Salah satu cara dalam mengefisiensikan biaya adalah dengan merubah komposisi

CAPEX ( Capital Expenditure) menjadi OPEX (Operation Expenditure) dengan model

“Managed Service”. Perubahan ini akan menyebabkan struktur biaya perusahaan akan lebih

rendah karena biaya dapat lebih terkontrol.

Kemudian pertanyaan yang timbul adalah apakah proses Managed Service ini berjalan

lancar dan lebih penting lagi apakah bisa diterima oleh para karyawan ?

II. Analisa Masalah

Seperti yang sudah dibahas pada point diatas, Managed Service Strategy diambil agar

struktur perusahaan dan struktur pembiayaan menjadi efektif dan efisien. Mengapa strategi

ini diambil? Berikut adalah chart atas pertumbuhan revenue dari produk utama

telekomunikasi yaitu Voice, yang semakin lama makin menurun.

Page 4: GBE Social Environment Done

Revenue voice yang semakin turun sedangkan dilain sisi, CAPEX perusahaan terus

bertambah karena kebutuhan jaringan yang terus menerus, menyebabkan operator selular

berpikir keras untuk tetap mempertahankan EBITDA positif.

PT XL Axiata mulai menjalankan managed service adalah ketika mengalihkan divisi

Customer Servicenya ke PT. VADS Indonesia di akhir tahun 2008. Mulai saat itu, semua

officer call center sudah beralih ke PT VADS Indonesia termasuk struktur kepegawaian,

gaji dan benefit-benefit lainnya.

Pada awalnya, perubahan ini tidak berlangsung lancar, terutama bagi karyawan yang

sudah terbilang senior atau sudah lama masa kerjanya di PT XL Axiata. Sangat sulit

merubah persepsi dan paradigma karyawan untuk ditransfer ke PT VADS, utamanya karena

image dan pride serta comfort zone di PT XL Axiata yang dipandang sebagai perusahaan

yang sudah matang. Mereka pada awalnya menolak atau keberatan terhadap strategi ini

karena seolah-olah mereka diminta mengundurkan diri dari PT XL Axiata, dan masuk ke

perusahaan yang relatif tidak terlalu terkenal serta dipandang belum tentu masa depannya

sebaik perusahaan dimana mereka berada sebelumnya. Selain itu, faktor comfort zone juga

mempengaruhi resistensi ini. Bayangan perubahan kultur perusahaan yang berbeda jauh

dengan yang dialami di perusahaan sekarang, membuat karyawan senior serasa berat

meninggalkan perusahaan lama yang sudah menaunginya selama bertahun-tahun.

Hal diatas inilah yang membuat timbulnya resistensi terhadap pelaksanaan strategi Manage

Service yang dijalankan oleh perusahaan.

Hal yang serupa juga dialami pada awal tahun 2012 yang lalu ketika PT XL Axiata

memutuskan untuk meng-Managed Service-kan divisi networknya, antara lain Network Ops

Center, Field of Ops, Network Performance Management dll ke Huawei Tech Investment,

perusahaan yang berasal dari negeri Tirai Bambu atau Cina yang ditunjuk untuk mengelola

jaringan XL selama 7 tahun kedepan. Jumlah karyawan yang akan dialihkan tidak tanggung-

tanggung, yaitu sebanyak 1.200 karyawan. Berbagai issue muncul antara lain kepastian

kerja, benefit karyawan termasuk hak-hak azasi karyawan serta masa depan di perusahaan

yang baru ini. Team integrasi bekerja keras untuk menjembatani berbagai macam tuntutan

dari karyawan tersebut, mulai dari struktur gaji, benefit kesehatan, THR sampai dengan

bonus tahunan dan jenjang karir. Tantangan ini harus diselesaikan agar perusahaan dapat

berkonsentrasi dalam bisnis intinya yaitu penyediaan layanan telekomunasi. Dengan

Page 5: GBE Social Environment Done

menggunakan managed service ini, beban XL dapat dihemat hingga US$150 juta selama 7

tahun kedepan.

III. Pembahasan dan Penyelesaian Masalah

Untuk meredam adanya gejolak terhadap perubahan ini, maka dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Memberikan uang santunan ( Pensiun Dini ) yang besarnya variatif berdasarkan masa

kerja dari karyawan tersebut.

b. Memberikan kepastian tetap dipekerjakan di perusahaan yang baru dalam jangka waktu

tertentu.

c. Menyediakan layanan/benefit/tunjangan kesehatan yang sama seperti ketika di

perusahaan sebelumnya.

d. Fasilitas-fasilitas lain disamakan seperti diperusahaan sebelumnya.

Dari keempat hal diatas, terdapat satu hal yang akan membantu transisi ini berjalan lancar

dan mulus yaitu social environment seperti misalnya group hobby karyawan yang ada di XL,

contohnya adalah :

a. XL Photograph

b. XL Da Bikes

c. XL Golf

d. XL Toy

e. XL Basket Ball

f. XL Band dst

Secara tidak langsung, wadah pertemuan ini akan membuat suasana kerja menjadi tidak

terlalu formal dan akan menimbulkan aura kerja yang positif karena membaiknya hubungan

antar karyawan. Menurut penulis, hal ini yang agak sulit untuk diterapkan di perusahaan

yang baru (Huawei) dikarenakan latar belakang budaya perusahaan yang berbeda.

Budaya perusahaan dengan perbedaan latar belakang budaya negara antara Indonesia dan

China, sedikit banyak mempengaruhi kelancaran dari proses managed service ini. Padahal

kegiatan karyawan ini dapat meningkatkan kerjasama dan kinerja antar divisi sehingga akan

membantu dapat mencapai objective perusahaan.

Page 6: GBE Social Environment Done

Hak berkumpul dan berorganisasi sebagai salah satu hak azasi manusia adalah syarat mutlak

yang harus dijalankan oleh Huawei agar supaya Huawei mendapatkan SDM yang tidak

hanya pintar di IQ namun juga cerdas secara spiritual dan mental. Bila bekerja hanya seperti

robot, maka akan sulit didapatkan SDM yang andal dan kreatif dalam menaklukkan setiap

tantangan di dalam bisnis telekomunikasi.

IV. Kesimpulan

Dengan semakin kompetitifnya bisnis telekomunikasi maka cost efisiensi dan struktur

organisasi yang fleksibel, akan membantu perusahaan telco dalam tetap survive ditengah

kondisi persaingan ini. Didalam bukunya Clayton M. Christense yang berjudul “The

Innovator’s Dilemma”

“To succeed consistently, good managers need to be skilled not just in choosing, training,

and motivating the right people for the right job, but in choosing, building, and preparing

the right organization for the job as well”

Perusahaan diharuskan untuk tetap “lincah” dengan fokus pada bisnis intinya agar tetap

mempunyai competitive advantage. Salah satunya adalah dengan managed service terhadap

beberapa divisi yang bukan merupakan bisnis inti, sehingga cost dapat lbh terkontrol dan

struktur perusahaan menjadi lebih ramping (agile).

Hal inilah yang membuat XL mengalihkan bisnis non-intinya yaitu Contact Center dan

Networknya ke pihak ketiga. Dengan mengalihkan ini, maka gerak gerik perusahaan akan

Page 7: GBE Social Environment Done

lebih lincah sehingga perusahaan mempunyai keuntungan untuk tetap fokus di bisnis inti

serta membuat bisnis derivatif (bisnis turunan ).

Namun faktor sosial karyawan juga penting diperhatikan, karena karyawan tersebut akan

lebih optimal bila kebutuhan/hak sosial/sipilnya juga disediakan oleh pihak ketiga. Karena

baik disadari atau tidak, kegiatan sosial ini mempererat hubungan antar karyawan sehingga

mengurangi communication barries yang terjadi internal perusahaan.

V. Referensi

1. “The Innovator’s Dilemma”, Clayton M. Christensen, Harvard Business School. 1997

2. “Indonesia – Go Online”, Frost & Sullivan Consulting, February 2012

3. “Analysis: Indonesia Mobile Market”, Josh Franken, Oxford Business Group, May 2011

4. Sumber – sumber internal