frans pbl 26

36
Pendekatan Epidemiologi dan Penanganan Tuberkulosis secara Komprehensif Fendy Frans Elia Cohen Manalu (kelompok E3) NIM : 10.2011.154 Email : [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat No. Telp : (021)56942061 Pendahuluan Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia. Masih banyak penduduk Indonesia yang menderita Tuberkulosis, bahkan Indonesia masuk dalam peringkat ke-4 dalam jumlah penderita Tuberkulosis. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang paru-paru. Batuk yang lama sembuh merupakan salah satu gejala dari Tuberkulosis ini. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Jumlah penderita yang banyak membuktikan bahwa penularan penyakit ini masih belum bisa dicegah dengan maksimal. Factor pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang kesehatan merupakan salah satu penyebab tingginya penularan itu. Selain 1

Upload: frans-elya-cohen-manalu

Post on 26-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

Pendekatan Epidemiologi dan Penanganan Tuberkulosis secara Komprehensif

Fendy Frans Elia Cohen Manalu (kelompok E3)

NIM : 10.2011.154

Email : [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat

No. Telp : (021)56942061

Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia. Masih banyak penduduk Indonesia yang menderita Tuberkulosis, bahkan Indonesia masuk dalam peringkat ke-4 dalam jumlah penderita Tuberkulosis.

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang paru-paru. Batuk yang lama sembuh merupakan salah satu gejala dari Tuberkulosis ini.

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Jumlah penderita yang banyak membuktikan bahwa penularan penyakit ini masih belum bisa dicegah dengan maksimal. Factor pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang kesehatan merupakan salah satu penyebab tingginya penularan itu. Selain itu, keadaan sosioekonomi masyarakat yang rendah ikut mengambil peran serta dalam tingkat penularan ini.

Makalah ini mempelajari tentang pendekatan epidemiologi terhadap tuberculosis (agent, host, lingkungan), program-program puskesmas untuk menangani tuberculosis, penanganan tuberculosis, pencegahan, serta follow up pada pasien tuberculosis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai cara menangani tuberculosis secara komprehensif.

Pembahasan

Definisi Penyakit TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru.1

Penyakit tuberculosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Pada tahun 1882, ilmuwan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberculosis, yang merupakan penyebab penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan Mycobacterium tuberculosis.2

Epidemiologi Tuberkulosis

Menurut hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1986, penyakit tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat. SKRTtahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan kedua. Prevalensi pada akhir pelita IV sebesar 2,5o/oo. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah, penyakit tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah sakit, sedangkan menurut SUKERNAS 2001, TBC menempati urutan ke-3 penyebab kematian (9,4%).2

Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja. Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun(18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), lebih dari 65 tahun (6,68%) dan yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%). Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas menngkat sesuai dengan bertambahnya umur, dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita. Laporan dari seluruh provinsi di Idnonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.320 penderita TBC BTA(+) terdapat 43.294 laki-laki (56,79%) dan 32.936 perempuan (43,21%).2

Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan.2

Segitiga epidemiologi

Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Berbeda dengan penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh gaya hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat.2

Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai factor yang saling mempengaruhi. Factor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu (host). Ketiga factor penting ini disebut segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle). Hubungan ketiga factor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai tumbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.2

Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit menjadi lebih banyak atau lebih ganas, sedangkan factor pejamu tetap, maka bobot agen penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila factor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agen penyakit, maka orang akan sakit. Pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai factor berikut (gambar 1):2

Agent

(Gambar 1. Segitiga EpidemiologiSumber: www.jech.bmj.com )Agen penyebab penyakit terdiri dari bahan kimia, mekanik, stress (psikologik), atau biologis. Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agen biologis seperti infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agen sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit. Sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian agen, atau daya tahan terhadap pemanasan atau pendinginan.2

Salah satu sifat agen penyakit adalah virulensi. Virulensi adalah kemampuan atau keganasan suatu agen penyebab penyakit untuk menimbulkan kerusakan pada sasaran. Biasanya ynag diukur adalah derajat kerusakan yang ditimbulkan.2

Pengaruh Agent terhadap Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat pH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberculosis terdiri dari lemak dan protein. Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding kuman, dan terdiri asam stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberculin).3

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.2

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.2

Host (Pejamu)

Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, atau daya tahan, pertahanan tubuh, hiegene pribadi, gejala dan tanda penyakit, dan pengobatan. Karakteristik pejamu dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Umur. Umur biasanya berhubungan dengan daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit. Seorang bayi masih memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Namun dengan bertambahnya usia kekebalan itu semakin berkurang. Asuhan gizi akan menggantikan fungsi kekebalan dalam menghadapi penyakit. Keikutsertaan bayi dalam program imunisasi dasar sangat berguna pada pencegahan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

b. Jenis Kelamin. Sebagian besar penyakit menular menyerang semua jenis kelamin. Perbedaan prevalensi antara laki-laki dan wanita biasanya disebabkan oleh gaya hidup.

c. Pekerjaan. Pekerjaan dapat berhubungan dengan penyakit menular yang dialami seseorang. Petani akan mudah terserang penyakit cacing yang penularannya melalui tanah atau daerah persawahan.

d. Keturunan. Factor keturunan atau genetic berhubungan dengan konstitusi tubuh manusia, daya tahan tubuh, kepekaan terhadap zat asing, termasuk agen penyebab penyakit.

e. Ras. Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih banyak diperdebatkan.

f. Gaya Hidup. Seorang yang sering keluar malam akan lebih mudah terkena malaria karena lebih sering terkena gigitan nyamuk. Kebiasaan yang kurang higenis juga mempermudah terjadinya infeksi.

Pengaruh Host (Pejamu) Terhadap Tuberkulosis

Berbagai keadaan berpengaruh pada cara tubuh kita melawan basil tuberkel, termasuk:

a. Usia dan Jenis Kelamin. Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas. Bayi dan anak kecil pada kedua jenis kelamin memiliki daya tahan yang lemah. Sampai berusia dua tahun, infeksi terutama dapat berakibat paling fatal, tuberculosis milier dan meningitis tuberculosis, yang menyebar menurut peredaran darah. Sesudah usia satu tahun sampai sebelum masa pubertas, seorang anak yang terinfeksi dapat berkembang menjadi TB milier atau meningitis, atau salah satu bentuk tuberculosis kronis yang lebih meluas, terutama mengenai kelenjar getah bening, tulang atau penyakit persendian. Di eropa dan Amerika Utara, sewaktu tuberculosis sering ditemukan, insidens tertinggi tuberculosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur. Wanita sering mendapat tuberculosis paru sesudah bersalin. Prevalensi tuberculosis paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis kelamin. Pada wanita prevalensi secara menyeluruh lebih rendah dan peningkatan seiring dengan usia adalah kurang tajam dibandingkan dengan pria. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.4

b. Gizi. Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan terhadap penyakit ini. Factor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak.4

c. Faktor-faktor Toksis. Merokok tembakau dan minum banyak alcohol merupakan factor penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Sama halnya dengan obat kortikosteroid dan imunosupresif lain yang digunakan pada pengobatan penyakit-penyakit tertentu.4

d. Kemiskinan. Keadaan ini mengarah pada perumahan yang terlampau padat atau kondisi kerja yang buruk. Keadaan ini mungkin menurunkan daya tahan tubuh, sama dengan memudahkan terjadinya infeksi. Orang-orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering bergizi buruk, kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan TB berkembang menjadi penyakit.4

Lingkungan

Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan Fisik terdiri dari

a. Keadaan geografis (dataran tinggi/rendah, persawahan, dll)

b. Kelembaban udara

c. Temperatur

d. Lingkungan tempat tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan penularan penyakit. Rumah dengan pencahayaan yang kurang memudahkan perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa membunuh kuman penyakit. Aliran udara (ventilasi) berkaitan degan penularan penyakit. Rumah dengan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman penyakit. Pertukaran udara dapat memecah dan mengurai konsentrasi kuman di udara.2

Lingkungan nonfisik meliputi social (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun-temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan kebijakan local), dan politik (suksesi kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).2

Pengaruh Lingkungan terhadap Tuberkulosis

Makin buruk keadaan sosio-ekonomi masyarakat, sehingga makin jelek nilai gizi dan hygiene lingkungannya, yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka, sehingga memudahkan menjadi sakit, seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang jelek, selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya kembali TBC yang sudah reda.5

Selain itu pemukiman yang padat dan rumah yang tidak memenuhi criteria rumah sehat juga dapat meningkatkan penularan penyakit tuberculosis.

Penularan

Dahak manusia adalah sumber yang paling penting. Batuk, berbicara dan meludah memproduksi percikan sangat kecil berisi TB yang melayang-layang di udara. Kuman ini dapat terhirup napas dan menyebabkan penyakit.4

Pasien-pasien dengan dahak positif pada hapusan langsung jauh lebih menular, karena mereka memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan mereka yang hanya positif pada pembiakan. Makin dekat seseorang berada dengan pasien, makin banyak jumlah TB yang akan dihirupnya.4

Anak-anak dengan tuberculosis paru primer tidak menular, karena mereka tidak membatukkan kuman TB.4

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan factor genetic dan factor pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia di bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.2

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (missal keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah).

Seorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan.2

Dokter Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. (Ikatan Dokter Indonesia).6

Telah disebutkan bahwa perhatian utama pelayanan dokter keluarga adalah unit keluarga secara keseluruhan. Adapun keluarga di sini ialah suatu kumpulan individu yang terdiri dari kepala keluarga di satu pihak serta anggota keluarga di pihak lain yang secara bersama-sama bertempat tinggal dalam satu rumah.6

Pengaruh keluarga terhadap kesehatan, paling tidak dapat dilihat pada lima hal:

1. Penyakit keturunan

Setiap orang pada dasarnya adalah hasil dari intereksi antara factor genetic dengan lingkungannya. Karena terdapatnya pengaruh factor genetic tersebut, maka saat ini telah banyak dikembangkan pelayanan skrining dan konseling perkawinan.6

2. Perkembangan Bayi dan Anak

Sekalipun pada dasarnya keadaan fisik dan mental bayi serta anak mempunyai kemampuan mengatasi berbagai pengaruh lingkungan, tetapi pengalaman telah membuktikan jika bayi dan anak tersebut dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sakit, maka perkembangan bayi dan anak tersebut akan terganggu, baik perkembangan fisik ataupun perilakunya.6

3. Penyebaran Penyakit

Apabila di lingkungan keluarga terdapat penderita penyakit infeksi, maka tidaklah sulit diperkirakan bahwa anggota keluarga yang lain akan mudah terserang penyakit infeksi tersebut.6

4. Pola Penyakit dan Kematian

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa seseorang yang hidup membujang atau bercerai cenderung memperlihatkan angka penyakit dan kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang berkeluarga.6

5. Proses Penyembuhan Penyakit

Penelitian yang dilakukan oleh Pless Satterwhite(1973) berhasil membuktikan bahwa proses penyembuhan penyakit anak-anak yang menderita penyakit kronis jauh lebih baik pada keluarga yang sehat daripada keluarga yang sakit.6

Sedangkan pengaruh kesehatan terhadap keluarga dapat dilihat pada fungsi-fungsi yang dimilikinya, yakni:

1. Fungsi Biologis

Apabila kesehatan keluarga terganggu maka fungsi biologis yang antara lain mencakup reproduksi dan atau membesarkan anak akan terganggu pula. Kemampuan seseorang untuk mengandung, melahirkan serta membesarkan anak, memang sangat ditentukan oleh kesehatan anggota keluarga dalam hal ini adalah ibu atau bapak dari keluarga tersebut.6

2. Fungsi Psikologis

Sama halnya dengan biologis, maka apabila kesehatan keluarga terganggu maka fungsi psikologis yang antara lain mencakup rasa aman (emosional dan kepribadian) serta perkembangan dan kematangan kepribadian akan terganggu pula, yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan keluarga tersebut.6

3. Fungsi Sosial

Fungsi Sosial yang dimaksudkan di sini mencakup social budaya, pendidikan dan ekonomi. Tidak sulit dipahami, apabila kesehatan keluarga tidak terpelihara maka kesemua fungsi ini dapat terganggu sehingga kehidupan keluarga menjadi tidak sempurna. Apabila kepala keluarga yang menderita suatu penyakit, maka produktivitas kerja akan menurun. Akibatnya penghasilan keluarga akan terganggu yang pada gilirannya akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga secara keseluruhan.6

Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga

Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yakni:

1. Tujuan Umum. Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

2. Tujuan Khusus. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif dan efisien.6

Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Tujuan: menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberculosis paru dengan memutuskan rantai penularan melalui upaya pengobatan penderita menular sampai sembuh.7

Kegiatan:

a. Pengamatan Epidemiologi dan Tindakan Pemberantasan

Penderita tuberculosis paru yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung maupun luar gedung Puskesmas harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan pencatatan dan pelaporan Puskesmas yang berlaku.

Setiap penderita tersangka tuberculosis paru yang berumur 15 tahun ke atas harus diperiksa dahaknya sebanyak tiga kali berturut-turut dalam seminggu

Bila dalam pemeriksaan tiga kali berturut-turut dalam seminggu tidak ditemukan BTA, penderita tersangka itu harus selalu berada dalam pengawasan dan dianjurkan kembali sebulan kemudian untuk pemeriksaan dahak lagi.

Bila dalam dahaknya ditemukan BTA, berikanlah penjelasan tentang pengobatan yang harus dijalaninya.

Susunlah jadwal minum obat TB bersama-sama dengan penderita dan pengawas pengobatan (salah seorang keluarga penderita) yang telah disepakati bersama.

Obat anti TB yang digunakan dalam program pemeberantas TB paru merupakan kombinasi beberapa obat yang diberikan selama 6 bulan dan dikenal sebagai paduan obat jangka pendek.

Berikanlah petunjuk kepada penderita untuk mencegah penyebaran penyakit dengan: menutup mulut sewaktu batuk atau bersin, menggunakan tempat dahak yang tertutup dan diisi dengan larutan Lysol. Apabila tidak mungkin keluarkan dahak di tempat yang langsung menerima sinar matahari, menjaga rumah selalu terbuka di siang hari agar peredaran hawa baik dan sinar matahari masuk.

Kunjungilah penderita dirumahnya jika penderita tidak mengontrol penyakitnya selama satu minggu.7

b. Penilaian Pengobatan

Untuk menilai keberhasilan setiap tahap pengobatan dan setelah selesai pengobatan perlu diperiksa dahaknya pada awal bulan IV dan pada akhir masa pengobatan (selayaknya pada akhir bulan VI). Pemeriksaan dilakukan tiga kali berturut-turut dalam seminggu.

Bila pada pemeriksaan dahak ini ditemukan BTA positif, harus dilakukan biakan dahak. Bila biakan tidak tumbuh berarti BTA yang ditemukan adalah Mycobacterium tuberculosis yang mati. Bila biakan tumbuh harus dilakukan pemeriksaan kekebalan kuman (tes resistensi) terhadap OAT paduan jangka yang digunakan.

Penderita dinyatakan sembuh bila pada akhir masa pengobatan tidak ditemukan BTA pada pemeriksaan dahaknya selama tiga kali berturut-turut selama seminggu.7

c. Rujukan Penderita

Indikasi Rujukan :

Penderita yang dalam pemeriksaan dahak berkala telah menunjukkan terjadinya konversi namun keluhan tetap ada dan keadaan umum semakin berat.

Penderita yang mengalami kegagalan pengobatan disertai dengan kekebalan kuman terhadap salah satu atau beberapa obat anti-tuberkulosis yang pernah dipakai.

Penderita tidak tahan terhadap obat (drug intolerance)7

d. Penyuluhan Kesehatan

Pentingnya penyuluhan kesehatan harus dimengerti dan dipahami secara mendalam oleh petugas kesehatan, karena upaya ini berhubungan dengan perilaku manusia/masyarakat.

Kegiatan penyuluhan dalam program pemberantasan tuberculosis paru dilakukan oleh petugas kesehatan baik di dalam maupun di luar gedung Puskesmas.

Sasaran penyuluhan adalah penderita tuberculosis paru, keluarga penderita serta masyarakat. Penyuluhan kepada penderita bertujuan meningkatnya kegiatan pengendalian penderita sehingga angka putus berobat kurang dari 10%.7

Diagnosis

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.8

Di Indonesia agak sulit menetapkan diagnosis diatas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam biakan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup memastikan diagnosis tuberculosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat rendah. Sungguh pun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus tuberculosis paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.8

Penderita TB Paru menular apabila dalam 3 kali pemeriksaan dahak, peling sedikit memberikan 1 kali hasil pemeriksaan BTA +.1

(Gambar 2. Basil Tahan AsamSumber: www.medicinesia.com)Gejala. Gejala utama pada tersangka TBC adalah:

Batuk berdahak lebih dari tiga minggu

Batuk berdarah

Sesak napas

Nyeri dada2

Gejala lainnya adalah berkeringat malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat badan.2

Laboratorium. Untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberculosis dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya mahal dan hasilnya lama.2

Metode pemeriksaan dahak (buka liur) sewaktu pagi, sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan mikroskopis membutuhkan 5 ml dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok. Bila dua kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif maka pasien tersebut dinyatakan positif mengidap tuberculosis paru.2

Perbedaan Diagnosis Tuberkulosis Dewasa dengan Anak-anak

Terdapat perbedaan diagnosis tuberculosis pada orang dewasa dan anak-anak. Gejala tuberculosis pada anak tidak khas dan dapat menyerupai penyakit lain dan cara pemeriksaan dahak dapat menghasilkan false negative, selain itu anak jarang mengeluarkan dahak.

Kemungkinan adanya tuberculosis pada anak jika ditemukan:

a. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 4 minggu (adanya grafik kenaikan berat badan akan sangat berguna)

b. Kehilangan gairah

c. Mengi atau batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.

d. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas

e. Tanda adanya cairan pekak, pada salah satu sisi dada.

f. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang dengan beberapa kelenjar getah bening kecil di dekatnya dan terkadang melekat tak teratur.4

Untuk mendiagnosis tuberculosis pada anak dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:

a. Tes tuberculin. Menyuntikan PPD secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Baca hasilnya sesudah 3-4hari. Jika ada reaksi dapat terlihat eritema dan indurasi. Reaksi positif jika indurasi di kulit berukuran diameter 10 mm atau lebih. Hasil positif adalah lazim sesudah vaksinasi BCG, setidaknya selama beberapa tahun. Akan tetapi, biasanya reaksi lebih lemah, sering berdiameter kurang dari 10 mm.4

b. Foto torak. Komponen paru sering kali tampak sebagai bayangan samar-samar pada foto rontgen, serta hilus dan kelenjar getah bening paratrakeal membesar. Juga dapat ditemukan lesi berbentuk seperti uang logam (coin lesion) yang menandakan komponen paru primer.4

Pengobatan Medikamentosa

Obat TB utama (first line, lini pertama) saat ini adalah rimfapisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). rimfapisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line, lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.9

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.9

Sejak tahun 1997 yang lalu WHO telah membuat klasifikasi regimen pengobatan pada berbagai keadaan penyakit tuberculosis, sebagaimana yang tercantum sebagai berikut:

a. Kategori I adalah kasus baru dengan sputum yang positif dan klinis penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, tuberculosis milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologic, penderita dengan dahak negative tapi kelainan paru luas, tuberculosis usus, saluran kemih, dsb.

b. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap positif.

c. Kategori III adalah kasus dengan sputum yang negative dengan kelainan paru yang tidak luas, dan kasus tuberculosis ekstrapulmoner selain dari yang disebut dalam kategori I

d. Kategori IV adalah kasus tuberculosis kronik.3

Tabel 1. Obat Antituberkuosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya9

Nama Obat

Dosis Harian

(mg/KgBB/hari)

Dosis Maksimal

(mg per hari)

Efek samping

Isoniazid

Rifampisin**

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin

5-15*

10-20

15-30

15-20

15-40

300

600

2000

1250

1000

Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, tromositopenia, peningkatan enzim hai, cairan tubuh berwarna orange kemerahan,

Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal

Neuritis optic, ketajaman mata berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas, gastrointestinal

Ototoksik, nefrotoksik

*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.

**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui system gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).

Panduan untuk kategori I : Dimulai denga fase intensif 2 HRZS (E). obat diberikan selama 2 bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negative maka dimulai fase lanjutan. Bila sputum masih positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi, baru diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat sputum sudah negative atau belum. Pada populasi dimana resistensi primer terhadap INH rendah maka fase intensif dengan 3 macam obat saja yaitu HRZ sudah cukup. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4 H3 R3.3

Panduan untuk kategori 2: ditentukan fase intensif dalam bentuk 2 HRZES/1 HRZE. Bila setelah fase intensif suptum menjadi negative maka diteruskan dengan fase lanjutan. Fase lanjutan adalah 5 H3 R3 E3 bila dapat dilakukan supervisi dan 5 HRE bila tidak dapat dilakukan supervisi.3

Panduan untuk kategori 3: Fase intensif 2 HRZ atau 2 H3 R3 Z3 dan dilanjutkan dengan fase lanjutan 4HR atau 4 H3 R3.3

Panduan untuk kategori 4: panduan pengbatan dengan prioritas rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah. Untuk Negara yang kurang mampu dapat diberikan INH saja seumur hidup. Untuk Negara yang mampu dapat dicoba obat berdasarkan hasil tes resistensinya.3

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa

DOTS

Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Keteraturan dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Keteraturan menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya resistensi.9

Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observe treatment shortcourse adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan sejak tahun 1995.9

Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.9

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab mengawasi pasien menelan obat, disebut sebagai PMO. Setiap pasien baru yang ditemukan harus selalu didampingi seorang PMO. Syarat untuk menjadi PMO adalah sebagai berikut: dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien; tempat tinggalnya dekat pasien; bersedia membantu pasien dengan sukarela; bersedia dilatih atau mendapatkan penyuluhan.9

Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah atau petugas unit kesehatan sekolah yang sudah dilatih strategi DOTS. Tugas PMO adalah mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa sputum ulang (pasien dewasa), serta memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.9

Sayangnya ternyata hasil dari strategi DOTS masih kurang dari yang diharapkan. Tahun 1995-1998, cakupan pasien TB dengan strategi DOTS baru mencapai 10%.9

Case Finding

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu juga dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencarianak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin.9

Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu tuberculin.9

Aktif. Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang tanda-tanda penyakit dan cara pengobatannya. Kader kesehatan/posyandu, kader dasa wisma dan kader lainnya diharapkan dapat membantu menemukan penderita.1

Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas; terutama dengan adanya Bidan desa diharapkan penemuan penderita secara aktif dapat ditingkatkan.1

Pasif. Penderita yang secara sukarela berkujung ke Puskesmas, RS dan BP4 (Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru). Kriteria tersangka penderita: terlah berumur lebih dari 15 tahun dengan salah satu gejala sebagai berikut: Batuk lebih dari 4 minggu, batuk berdarah, nyeri dada, sesak nafas.1

Pencegahan

Primer (sebelum sakit)

Tujuan: Untuk mempertinggi nilai kesehatan (health promotion), dan untuk memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection).5

Pencegahan primer untuk kasus TB dapat diberikan dengan cara:

Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahayanya, cara penularannya, serta usaha-usaha pencegahannya.5

Beberapa contoh pendidikan kesehatan yang dapat diberi, yaitu:

Sinar matahari langsung membunuh TB dalam waktu 5 menit. Maka, memanfaatkan sinar matahari adalah cara yang paling cocok untuk dilakukan di daerah tropis (tetapi kuman-kuman dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di tempat gelap: mungkin banyak penularan terjadi di rumah atau gubuk yang gelap).

Sodium hipoklorit (1%) melarutkan dahak dan membunuh TB dengan cepat, tetapi harus digunakan di wadah gelas, karena bahan tersebut dapat merusak logam. Bahan ini juga memutihkan/memudarkan warna bila terkena bahan berwarna. Tambahkan hipoklorit dua kali volume dahak. (TB dapat bertahan selama beberapa jam dalam fenol 5%).

Panas: TB dimusnahkan dalam waktu 20 menit pada suhu 60oC dan dalam 5 menit pada suhu 70oC.

Tisu harus dibakar selekas mungkin sesudah digunakan.

Menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua bahan-bahan seperti selimut, wol, katun, dsb.

Kesehatan Lingkungan. Tujuannya ialah mengurangi risiko dari dahak pasien infeksius yang belum terdiagnosis. Terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat dicapai di Negara-negara miskin, tetapi yang berikut ini mungkin dapat menolong:4

Sedapat mungkin hindari kerumunan orang banyak yang terlalu padat (sekaligus dapat juga mengurangi penyakit pernapasan lain yang dapat menular, seperti pneumonia pada bayi).

Tingkatkan ventilasi di rumah.

Ajaklah agar setiap orang berpendapat bahwa meludah adalah suatu kebiasaan yang menjijikan yang tidak dapat diterima. Ajarkanlah bahwa meludah menyebarkan penyakit.4

Rumah Sehat. Di Indonesia, terdapat suatu criteria untuk rumah sehat sederhana (RSS), yaitu:

1. Luas tanah antara 60-90 meter persegi.

2. Luas bangunan antara 21-36 meter persegi.

3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur.

4. Berdinding batu bata dan diplester.

5. Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek.

6. Memiliki sumur atau air PAM

7. Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt.

8. Memiliki bak sampah dan saluran air kotor.10

Selain kriteria-kriteria di atas, terdapat factor-faktor kebutuhan yang perlu diperhatikan dan dipenuhi, seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, bebas dari bahaya kecelakaan atau kebakaran, dan kebutuhan lingkungan.10

Kebutuhan Fisiologis

1. Suhu ruangan. Suhu ruangan dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap berkisar 18-20oC.

2. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruang diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari.

3. Ventilasi udara. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar 9cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.

4. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama di dalam satu rumah atau sekitar 5 m2 per orang.10

Kebutuhan Psikologis

1. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

2. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal di ruamh tersebut.

3. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.

4. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.10

Bahaya Kecelakaan atau kebakaran. Ditinjau dari factor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang sehat dan aman dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut.10

Lngkungan

1. Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun

2. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.

3. Dapat mencegah terjadinya perkembangbiakkan vector penyakit, seperti nyamuk, lalat, tikus dan sebagainya.

4. Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (mis., kawasan industry) dengan jarak minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau (green belt) dan bebas banjir.10

Vaksin BCG. BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan virulensinya. (basil ini berasal dari suatu strain bovin yang dibiakkan selama beberapa tahun dalam laboratorium). BCG merangsang kekebalan, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menyebabkan kerusakan. Sesudah vaksinasi BCG. TB kebanyakan dapat memasuki tubuh, tetapi dalam kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan mengendalikan atau membunuh kuman-kuman tersebut.4

Percobaan-percobaan terkontrol di beberapa Negara Barat, dengan sebagian besar anak bergizi cukup, menunjukan bahwa BCG dapat memberikan 80% perlindungan terhadap tuberculosis selama 15 tahun sebelum infeksi pertama kali (yakni kepada anak-anak dengan tuberculin negative).4

Dosis normal adalah 0,005 ml untuk neonates dan bayi di bawah 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak yang lebih besar dan orang dewasa.4

Satgas imunisasi IDAI merekomendasikan pemberian BCG pada bayi 2 bulan. Pemberian BCG setelah usia 1 bulan lebih baik. Bayi yang diduga mempunyai kontak erat dengan pasien TB aktif, atau yang akan diimunisasi pada usia 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. BCG sebaiknya diberikan di region lengan kanan-atas pada daerah insersio M. deltoideus kanan. Vaksin BCG tidak perlu diulang sebagai booster, demikian juga bila tidak terbentuk parut. Tidak ada bukti bahwa vaksinasi ulangan BCG memberikan proteksi tambahan.9

Kemoprofilaksis. Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum belum terinfeksi (uji tuberculin negative). Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk menjadi sakit TB, yaitu anak-anak dengan imunokompromais.9

Gizi. Tuberkulosis dan kurang gizi sering ditemukan secara bersamaan. Infeksi tuberculosis menimbulkan penurunan berat badan dan penyusutan tubuh; kekurangan makan meningkatkan risiko infeksi dan kemudian penyebaran penyakit tuberculosis.4

Anak yang sakit sangat berat dan kurang gizi mungkin menolak untuk makan. Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering. Tuba nasogastrik mungkin perlu diasang sampai nafsu makan pulih. Pada awalnya susu (susu sapi, kambung, susu kering atau yang diuapkan) dapat digunakan, dengan menambahkan gula (50g atau 10 sendok teh per liter). Pada kasus berat, diberikan setengah porsi pemberian makanan setiap 2 jam untuk mengurangi risiko diare. Lanjutkan selama kira-kira 3 hari, lalu dapat disambung dengan pemberian susu (makanan cair) berenergi tinggi.4

Anak yang sakit dan kurang gizi mudah dapat mengalami hipotermia (suhu tubuh terlalu rendah). Hipotermia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan lalu dapat menurunkan kekebalan tubuh. Pastikan bahwa anak tersebut dirawat di tempat yang hangat.4

Pada anak-anak dengan keadaan seperti di atas, beri preparat multivitamin setiap harinya. Juga berikan satu dosis 200.000 unit vitamin A dalam minyak secaraoral pada suatu kesempatan untuk mencegah komplikasi pada mata. UNICEF membagikan K-Mix 2 untuk penanganan kurang energy protein (KEP) 100 g K-mix 2 dan 50 g (58 ml) minyak sayur ditambahkan pada 1 liter air secara perlahan-lahan sambil mengaduknya dengan baik.4

Saat nafsu makan anak tersebut pulih, mulailah memperkenalkan makanan setempat yang biasa untuk menggantikan susu energy tinggi.4

Sekunder

Tujuan: mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera. (Early Diagnosis and Prompt Treatment).5

Tersier

Tujuan: pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability Limitation), rehabilisasi (Rehabilitation).5

Follow Up

Pemeriksaan ulang dahak dilakukan setelah pengobatan awal bulan ke 4 dan selesai pengobatan awal bulan ke-6. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan dua kali seminggu.1

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak mendapat BTA (-) maka penderita dinyatakan sembuh, tetapi bula pada akhir pengobatan masih BTA (+) maka pengobatan dilanjutkan selama 3 bulan lagi (secara intermiten) daam waktu maksimal 9 bulan.1

Penutup

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Jumlah penderita tuberculosis di Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut dapat disebabkan kurangnya pencegahan penularan kuman TB tersebut. Turunnya imunitas seseorang dapat menyebabkan dia rentan untuk tertular TB, selain itu perilaku masyarakat yang masih meludah sembarangan, lingkungan rumah yang padat dan jauh dari sinar matahari merupakan factor-faktor yang menyebabkan penularan TB.

Sebagai dokter yang menerapkan prinsip kedokteran keluarga, kita harus melihat pasien secara menyeluruh. Tidak hanya cukup dengan tindakan kuratif, tapi harus ada juga tindakan preventif dan promotif. Tindakan preventif dan promotif sangat penting untuk menurunkan angka penularan TB. Puskesmas juga ikut berperan serta dalam menangani TB dengan program pemberantasan penyakit TB.

Seseorang dapat didiagnosa TB dari hasil pemeriksaan dahak yang menunjukkan hasil BTA (+). Pasien TB dapat diobati dengan obat selama 6 bulan. Untuk memantau kepatuhan pasien meminum obat dilakukan program DOTS. Selain itu sebagai dokter kita jangan hanya menunggu pasien datang berobat, akan tetapi jika ditemukan seseorang terkena TB, keluarga atau masyarakat sekitarnya harus diselidiki juga.

Promotif dan preventif sangat penting dalam menurunkan penularan TB, seperti member edukasi untuk tidak sembarangan membuang dahak, mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah, menciptakan ventilasi dalam rumah, meningkatkan gizi anak jika sudah berkeluarga dan imunisasi BCG untuk mencegah penularan TB pada anak-anak.

Sangat penting untuk saling bekerja sama antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat agar tercipta lingkungan yang sehat, sehingga penularan TB dapat diturunkan.

Daftar pustaka

1. Pedoman pelaksanaan kerja di puskesmas. Magelang: Podorejo Offset; 2000: 120-3.

2. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2008: 3-19.

3. Aditama TY. Tuberkulosis: diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi ke-5. Jakarta: IDI; 2005: 13-88.

4. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinik. Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika; 2002.

5. Entjang I. Ilmu kesehatan masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti; 1997:26-51.

6. Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996: 91-108.

7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas jilid III. Jakarta: DepKes RI; 1991.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S. Buku ajar penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010: 2237.

9. Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberculosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP IDAI; 2007: 47-107.

10. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2007: 163-5.

23