fraktur..li pbl2..fika

Upload: desi-oktariana

Post on 12-Oct-2015

72 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BONE FRACTURES

BONE FRACTURES

( PATAH TULANG )

Fraktur atau patah tulang adalah retaknya tulang atau terputusnya kontunuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan, biasanya disertai cidera di jaringan sekitarnya. Fraktur bisa bersifat patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada area ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan pada tulang. Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Pada tulang anak-anak lebih mudah pulih setelah suatu fraktur terjadi dibandingkan tulang orang dewasa, karena tulang pada anak memiliki lebih banyak pembuluh darah serta lapisan pelindung yang lebih tebal dan kuat yang mengandung lebih banyak sel-sel pembentuk tulang dari pada tulang dewasa. Fraktur dapat dibagi menjadi :

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antarafragmen tulang dengan dunia luar atau tulang yang patah tidak tampak dari luar.

2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.

PENGOBATAN

Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dar patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai mana mestinya. Proses penyembuhan memelukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.

Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).

Imobilisasi bisa dilakukan melalui:

1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah

3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.

4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.

Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut, karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.

Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada tulang tertentu ( terutama patah tulang pinggul ), untuk mencapai penyembuhan total, penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu ayau kadang lebih lama lagi..

( Moh. Kartono, 2005, Pertolongan Pertama, Cetakan Kesembilanbelas. PT. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta )

Askep Fraktur dafid Arifiyanto, 2008 A. Pengertian Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183) Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)

B. Penyebab Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah : 1. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan) 2. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis) 3. Patah karena letih 4. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.

C. Pathofisiologi/Pathway Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).

Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299). Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287).

Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348). Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378). Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346). Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192). Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).

D. Trauma Langsung Tak terdapat hub. dg dunia luar Tertutup Pendarahan lokal dan Kerusakan jar. lunak Reaksi peradangan hebat Sel drh putih dan sel mart berakumulasi Peningkatan tekanan aliran drh ke tempat tsb Fagositesis & pembersihan sisa sel mati Terbentuk bekuan Fibrin Jala melekat sel-sel Baru Osteoblast segera terangsang Sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati Trauma tidak langsung Fraktur Trauma akibat tarikan otot Nyeri Kerusakan Interitas jaringan Terbuka Kr perlukaan di kulit dan jaringan sekitar Terdapat hubungan dg dunia luar Edema Peningk. tekanan jaringan, oklisi drh total anoksia serabut saraf & otot rusak Resti Infexi Terapi operatif Pembedahan Pen, sekrup, paku Resiko infeksi Terapi konservatif Terapi Bidai gips Imobilisasi Kekuatan otot berkuang Kerusakan mobilitas fisik Sindrom Kompartemen Pathway dan Masalah Keperawatan

D. Klasifikasi 1. Klasifikasi patah tulang menurut bentuk patah tulang a. Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen b. Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan c. Simple atau closed fraktura, tulang patah, kulit utuh d. Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal. f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah. g. Communited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen. h. Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lainnya. 2. Klasifikasi Menurut Garis Patah Tulang a. Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek) b. Transverse, patah menyilang c. Obligue, garis patah miring d. Spiral, patah tulang melingkari tulang ( Long, 1996 ; 358 )

D. Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunjang Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya sungsi deformitas, pemendekan ekstremitas krepitus, pembekakan lokal dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen tulang diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan defromitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. 3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm. 4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). 5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. ( Brunner dan Suddarth, 2001 : 2358 )

Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang sering dilaksanakan pada keadaan patah tulang adalah :1. Pemerikasaan rontgen, menentukan luasnya fraktur, trauma 2. Scan tulang, tomogram, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak 3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler 4. Hitung darah lengkap 5. Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur / organ jauh pada trauma multiple). Kreatmin, trauma otot meningkat beban creatrain untuk klirens ginjal. ( Doenges, 2000 : 762 )

E. Penatalaksanaan Terapi Konservatif 1. Proteksi saja Misal mitella untuk fraktur collum chirorgicom homeri dengan kedudukan baik. 2. Imobilisasi saja tanpa reposisi Misal pemasangan gips pada fraktur incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik. 3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Misal pada fraktur supracondillus, fraktur collest, fraktur smith, reposisi dapat dalam anestesi umum / lokal. 4. Traksi untuk reposisi secara perlahan Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dengan beban kurang dari 5 kg. Terapi Operatif

Reposisi terbuka, fiksasi interna Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation), artoplasti eksisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprostesus. ( Mansjoer, 2000 : 348 )

F. Komplikasi 1. Deformitas ekstremitas 2. Perbedaan panjang ekstremitas 3. Keganjilan pada sendi 4. Keterbatasan gerak 5. Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa 6. Perburukan sirkulasi 7. Ganggren 8. Kontraksi iskemik volkmann 9. Sindrom kompartemen G. Fokus Pengkajian Menurut Doenges, 2000 :761,

Gejala-gejala fraktur tergantung pada sisi, beratnya, dan jumlah kerusakan pada struktur lain. 1. Aktivitas / istirahat Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri) 2. Sirkulasi Tanda : Hipertensi (kadang-kadang sebagai respons terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardi (respon stress, hipovelemia) penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian distal yang terkena pembekakan jaringan atau hematoma pada sisi cedera. 3. Neurosensori Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme otot, eksemutan Tanda : Deformitas lokal : angutasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietes atau trauma lain). 4. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terkolalisasi pada area jaringan) kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi) ; tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)5. Keamanan Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringam pendarahan, perubahan warna pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).

6. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : Lingkungan cedera.

H. Fokus Intervensi 1. Nyeri ikut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363) Intervensi :a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.b. Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkenac. Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10) e. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera. f. Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyerig. Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baringh. Kolaborasi - Beri obat sesuai indikasi - Lakukan kompres dingin / es 24 28 jam pertama sesuai keperluan Rasional a) Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera b) Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri

c) Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering d) Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri. e) Membantu menghilangkan astetas f) Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri g) Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot h) Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri. 2. Kerusakana mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot Intervensi : a. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera b. Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit. c. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik e. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas) f. Dorong peningkatan masukan sampai 2000 3000 mliter / hr termasuk air asam, jus. Rasional : a) Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual b) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji

c) Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dengan masa otot d) Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul e) Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung f) Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi. 3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka Intervensi : a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna b. Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan c. Ubah posisi dengan sering d. Traksi tulang dan perawatan kulit. Rasional : a) Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips, edema b) Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit c) Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal d) Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan Intervensi : a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas b. Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri c. Berikan perawatan pen / kawat steril d. Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak enak e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara f. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal g. Berikan obat sesuai indikasi Rasional a) Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan abrasi b) Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi lokal c) Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi d) Menghindari infeksi e) Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus f) Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis. ( Doenges, 2000 )Fraktur ColesFraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius.

Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa. Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles. (Armis, 2000). Ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang. (Apley & Solomon,1995)Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi. Gerakan ke arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah radial menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal (Reksoprodjo, 1995)Momok cedera tungkai atas adalah kekakuan, terutama bahu tetapi kadang-kadang siku atau tangan. Dua hal yang harus terus menerus diingat : a. pada pasien manula, terbaik untuk tidak mempedulikan fraktur tetapi berkonsentrasi pada pengembalian gerakan;b. apapun jenis cedera itu, dan bagaimanapun cara terapinya, jari harus mendapatkan latihan sejak awal. (Apley & Solomon, 1995)Melihat masih cukup tingginya angka kejadian fraktur Colles maka perlu diketahui insidensi fraktur Colles di RSUD Saras Husada Purworejo, agar dapat dilakukan perawatan dan penanganan secara intensif pada tiap-tiap kasusnya.

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Cedera yang digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. (Apley & Solomon, 1995)

B.Anatomi dan Kinesiologi

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan ligament radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligament dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral ulna bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligament radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage complex) (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta gerakan deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90 derajat oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Gambar 1a. Sudut normal sendi radiokarpal di bagian ventral (tampak lateral)

Gambar 1b. Sudut normal yang dibentuk oleh ulna terhadap sendi radiokarpal Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang melibatkan angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal yang pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak sempurna. Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi penting dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal, karena kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak memperhitungkan angulasi akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna. (Simon & Koenigsknecht, 1987)

C. Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998) Benturan mengena di sepanjang lengan bawah dengan posisi pergelangan tangan berekstensi. Tulang mengalami fraktur pada sambungan kortikokanselosa dan fragmen distal remuk ke dalam ekstensi dan pergeseran dorsal. (Apley & Solomon, 1995) Garis fraktur berada kira-kira 3 cm proksimal prosesus styloideus radii. Posisi fragmen distal miring ke dorsal, overlapping dan bergeser ke radial, sehingga secara klasik digambarkan seperti garpu terbalik (dinner fork deformity). (Armis, 2000)

D. Klasifikasi

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe berikut : (Simon & Koenigsknecht, 1987)Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikulerTipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikulerTipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpalTipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpalTipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnarTipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnarTipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi radioulnarTipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi radioulnar

E. Trauma/Kelainan yang BerhubunganFraktur ekstensi radius distal sering terjadi berbarengan dengan trauma atau luka yang berhubungan, antara lain : (Simon & Koenigsknecht, 1987)1. Fraktur prosesus styloideus (60 %)2. Fraktur collum ulna3. Fraktur carpal4. Subluksasi radioulnar distal5. Ruptur tendon fleksor6. Ruptur nervus medianus dan ulnaris

F. Manifestasi KlinisKita dapat mengenali fraktur ini (seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi diciptakan) dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. (Apley & Solomon, 1995) Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena.

Gambar 3. Dinner fork deformity

G. Diagnosis

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan, sedangkan instabil bila patahnya kominutif. Pada keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap utuh. (Reksoprodjo, 1995).

Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan prosesus stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius(1) bergeser dan miring ke belakang,

(2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat (Apley & Solomon, 1995)

Gambar 4. (a) deformitas garpu makan malam

(b) fraktur tidak masuk dalam sendi pergelangan tangan

(c) Pergeseran ke belakang dan ke radialProyeksi AP dan lateral biasanya sudah cukup untuk memperlihatkan fragmen fraktur. Dalam evaluasi fraktur, beberapa pertanyaan berikut perlu dijawab:a. Adakah fraktur ini juga menyebabkan fraktur pada prosesus styloideus ulna atau pada collum ulna ?b. Apakah melibatkan sendi radioulnar ?c. Apakah melibatkan sendi radiokarpal ?Proyeksi lateral perlu dievaluasi untuk konfirmasi adanya subluksasi radioulnar distal. Selain itu, evaluasi sudut radiokarpal dan sudut radioulnar juga diperlukan untuk memastikan perbaikan fungsi telah lengkap. (Simon & Koenigsknecht, 1987)

H. Penatalaksanaan1. Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.

2. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.

Gambar 5. Reduksi : (a) pelepasan impaksi

(b) pronasi dan pergeseran ke depan

(c) deviasi ulnar Pembebatan

(d) penggunaan sarung tangan

(e) slab gips yang basah

(f) slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengerasLengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.

Gambar 6. (a) Film pasca reduksi

(b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur

- Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995)

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut : Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasiBila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan :a. Lakukan tindakan di bawah anestesi regionalb. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi.c. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan.d. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi ulna.e. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan pemasangan anteroposterior long arms splintf. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnyag. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.

Gambar 7. Reduksi pada fraktur Colles

I.Komplikasi DiniSirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu dibuka atau dilonggarkan. Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligament karpal yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang.Distrofi refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan setiap hari. Pada sekitar 5 % kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor. Sinar X memperlihatkan osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulangLanjutMalunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif lebih muda, 2,5 cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi. Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus styloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan.Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi yang sering ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama. Atrofi Sudeck , kalau tidak diatasi, dapat mengakibatkan kekakuan dan pengecilan tangan dengan perubahan trofik yang berat.Ruptur tendon (pada ekstensor polisis longus) biasanya terjadi beberapa minggu setelah terjadi fraktur radius bagian bawah yang tampaknya sepele dan tidak bergeser. Pasien harus diperingatkan akan kemungkinan itu dan diberitahu bahwa terapi operasi dapat dilakukan. (Apley & Solomon, 1995)BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur merupakan salah satu masalah kegawatdaruratan yang harus segera ditangani. Berbagai musibah bencana alam yang terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu lebih dalam tentang penanganan medis bagi para korban.

Salah satu masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang, selain luka-luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana menolong korban patah tulang, membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Disaat seperti itu, menunggu datangnya pertolongan dokter bukanlah hal yang bijak karena ada banyak hal yang terjadi (yang mungkin akan memperburuk kondisi si korban) karena tidak segera ditolong.

Masalah-masalah fraktur yang banyak terjadi antara lain adalah fraktur pada kaki dan tangan. Misalnya, pada bagian femur dan distal tangan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.

B. ETIOLOGILewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Fraktur akibat peristiwa trauma. Sebagisan fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan. Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

Etiologi berdasarkan jenis masing-masing fraktur:

1. Fraktur pada kaki

Hampir setiap tulang di kaki dapat mengalami patah tulang (fraktur). Banyak diantara patah tulang ini yang tidak membutuhkan pembedahan, sedangkan yang lainnya harus diperbaiki melalui pembedahan untuk mencegah kerusakan yang menetap. Di daerah diatas tulang yang patah biasanya membengkak dan nyeri. Pembengkakan dan nyeri bisa menjalar ke luar daerah patah tulang jika jaringan lunaknya mengalami memar. Patah tulang di dalam dan di sekitar pergelangan kaki paling sering terjadi jika pergelangan kaki berputar ke dalam sehingga kaki terputar ke luar atau pergelangan kaki berputar ke luar. Nyeri, pembengkakan dan perdarahan cenderung terjadi.

Fraktur ini bisa berakibat serius jika tidak ditangani dengan baik. semua fraktur pergelangan kaki harus digips. Untuk patah tulang pergelangan kaki yang berat, dimana tulang terpisah jauh atau salah menempel, mungkin perlu dilakukan pembedahan.

Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi. Penyebab yang paling sering adalah terlalu banyak berjalan atau penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan tidak langsung. penyebab lainnya adalah benturan hebat yang terjadi secara mendadak. Untuk memungkinkan penyembuhan tulang, maka dilakukan imobilisasi dengan sepatu bertelapak keras. Jika tulang terpisah sangat jauh, mungkin diperlukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-pecahan tulang yang patah.Tulang sesamoid (2 tulang bulat kecil yang terletak di ujung bawah tulang metatarsal ibu jari kaki) juga bisa mengalami patah tulang.

fraktur tulang sesamoid bisa disebabkan oleh berlari, berjalan jauh dan olah raga (misalnya basket dan tenis). Menggunakan bantalan atau penyangga sepatu khusus bisa mengurangi nyeri. Jika nyeri berkelanjutan, mungkin tulang sesamoid harus diangkat melalui pembedahan.

Cedera pada jari kaki (terutama jari-jari yang kecil) sering terjadi, apalagi jika berjalan tanpa alas kaki. Fraktur simplek pada keempat jari kaki yang kecil akan sembuh tanpa perlu memasang gips. Dilakukan pembidaian jari kaki dengan pita atau velcro selama 4-6 minggu. Menggunakan sepatu beralas keras atau yang berukuran agak besar bisa membantu mengurangi nyeri. Biasanya fraktur pada ibu jari kaki (hallux) cenderung lebih berat, dan menyebabkan nyeri yang lebih hebat, pembengkakan dan perdarahan dibawah kulit.

Patah tulang hallux bisa terjadi karena kaki menendang sesuatu atau karena sebuah benda yang berat jatuh diatasnya. Perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki patah tulang hallux.

Fraktur patella pextra merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut pada kaki kanan.

Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya. Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada kecelakaan automobil, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat. Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu 10 tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak, mempunyai kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama. Oleh karena itu, penatalaksanaan ini tidak banyak digunakan pada orang dewasa.

2. Fraktur pada tangan

Kejadian fraktur Colles cukup tinggi, tetapi sampai sekarang masih banyak perbedaan mengenai klasifikasi, cara reposisi, metoda fiksasi, faktor yang mempengaruhi hasil akhir serta prognosis (Kreder dkk, 1996). Hasil yang baik dapat dicapai dengan diagnosa yang tepat, reposisi yang akurat, fiksasi yang adekuat serta rehabilitasi yang memadai. Reposisi tertutup biasanya tidak sulit, tetapi sulit untuk mempertahankan hasil reposisi, terutama pada fraktur kominutif (Linden dkk,1981; Manjas, 1996). Selama ini metoda fiksasi yang banyak dianut adalah dengan gips sirkuler 0, lengan bawah panjang sampai di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 pronasi, pergelangan tangan fleksi dan deviasi ulna seperti yang dianjurkan oleh Salter atau Walstrom yang dikenal dengan Cotton Loader (Salter, 1984).

Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari npergelangan tangan. Abraham Colles (1725 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul On the fracture of the carpal extremity of the radius. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles (Appley,1995; Salter,1984).

Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior, yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles (Appley, 1995; Jupiter, 1991; Salter, 1984).

Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira 1,5 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang distal radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis (Appley, 1995; Brumfeeld et al, 1984; Salter, 1984).

Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain :a. Ligamentum Carpeum volare (yang paling kuat).

b. Ligamentum Carpaeum dorsale.

c. Ligamentum Carpal dorsale dan volare.

d. Ligamentum Collateral.

C. PATOFISIOLOGI

Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.

Benturan pada tulang

Diskontinuitas tulang

Ganggguan integritas Nyeri hebat hilangnya fungsi pada

Jaringan bagian yang cedera

Fraktur tertutup Fraktur terbuka Nyeri Immobilisasi

Edema Tromboplebitis Perdarahan IntoleransiAAktifitas

Ggn Bodi Aterosklerosis - Kekurangan Vol. Defisit Perawatan Diri

Image Cairan

Ggn Vaskular - Resiko Infeksi

Ggn Integritas Kulit

D. KLASIFIKASI FRAKTUR

Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:

1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

a. Fraktur komplit, adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.

b. Fraktur inkomplit, adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).

2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:

1. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol malalui kulit.

2. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:

a. Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit ototb. Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot

c. Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit.

3. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:

a. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembekb. Transverse yaitu patah melintang

c. Longitudinal yaitu patah memanjang\d. Oblique yaitu garis patah miring

e. Spiral yaitu patah melingkar

Jenis fraktur

4. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:

a. Tidak ada dislokasib. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:

1) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut2) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh3) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang4) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.

E. GAMBARAN KLINIK

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi kunik fraktur adalah sebagai berikut:

1. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

2. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

3. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

4. Spame otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.

5. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

6. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

7. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

8. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

9. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

10. Shock hipouolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

11. Gambaran X-ray menentukan fraktur

Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur

F. KOMPLIKASIKomplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain:

1. Shock

2. Infeksi

3. Nekrosis divaskuler

4. Cidera vaskuler dan saraf

5. Mal union

6. Borok akibat tekanan

G. PENATALAKSANAAN

Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak.

Beberapa tindakan yang bisa dilakukan sebagai pertolongan awal untuk menangani korban luka patah tulang:a. Kenali ciri awal patah tulang dengan memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena; benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien mengalami patah tulang. Biasanya, pasien akan mengalami rasa nyeri yang amat sangat dan bengkak hingga terjadinya perubahan bentuk yang kelihatannya tidak wajar (seperti; membengkok atau memuntir).

b. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan usahakan untuk menghentikan pendarahan dengan dibebat atau ditekan dengan perban atau kain bersih. Lakukan reposisi (pengembalian tulang yang berubah ke posisi semula) namun hal ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli atau yang sudah biasa melakukannya.

c. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai/ papan dari kedua sisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisinya tetap stabil.

Jenis-jenis fraktur reduction yaitu:1. Manipulasi atau close red, adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.

2. Open reduksi, adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM. Fiksasi eksternal. Fiksasi internal

3. Traksi, Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam yaitu:

4. Skin traksi, adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).

5. Skeletal traksi, adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang.

6. Maintenance traksi, merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.

BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan mengenai fraktur diatas dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang.2. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma , fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

3. Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya4. Fraktur dapat diklasifikasikan berdasar luas dan garis fraktur, hubungan dengan dunia luar, garis patah tulang, kedudukan fragmen

5. Gambaran klinik fraktur yaitu, adanya Nyeri, Bengkak/edama, Memar/ekimosis, Spame otot, Penurunan sensasi, Gangguan fungsi, Mobilitas abnormal, Krepitasi, Deformitas, Shock hipouolemik, Gambaran X-ray menentukan fraktur

6. Komplikasi dari fraktur antara lain, Shock, Infeksi, Nekrosis divaskuler, Cidera vaskuler dan saraf, Mal union, Borok akibat tekanan7. Penatalaksanaan fraktur yaitu dengan cara: Manipulasi atau close red, Open reduksi, Traksi, Skin traksi, Skeletal traksi, Maintenance traksi

8. Masalah keperawatan yang mungkin muncul akibat adanya fraktur, yaitu Resiko syok hipovolemik, Gangguan perfusi jaringan, Gangguan mobilitas fisik, Nyeri, Resiko infeksi, Defisit self care, Gangguan body image.ENTRAPMENT NEUROPATI

I. PENDAHULUAN

Otak dan medulla spinalis menerima dan mengirimkan impuls ke otak atau dari reseptor sensorik. Impuls ini ditransmisikan oleh saraf-saraf perifer. Saraf ini melintasi ekstremitas bawah dan atas serta menyeberangi berbagai sendi dalam jalurnya menuju susunan saraf pusat. Namun, dalam perjalanannya pada struktur tersebut saraf ini dapat terkompresi pada area-area tertentuEntrapment neuropati atau neuropati jebakan mengandung pengertian adanya trauma saraf perifer terisolasi yang terjadi pada lokasi tertentu dimana secara mekanis, mengalami penekanan oleh terowongan jaringan ikat atau tulang rawan, atau adanya deformitas oleh suatu jaringan ikat. Contohnya yaitu cedera saraf yang diakibatkan oleh kompresi langsung, atau contoh lain regangan atau angulasi yang kuat mengakibatkan trauma mekanis pada saraf. Contoh yang umum terjadinya kompresi adalah terowongan jaringan tulang rawan pada carpal tunnel syndrome dan pada ulnar neuropati di area terowongan cubital.Cedera angulasi atau regangan yang kuat adalah mekanisme yang penting dalam terjadinya cedera pada ulnar neuropati yang berkaitan dengan deformitas berat dari sendi sikut (tardy ulnar plasy). Kompresi rekuren pada saraf oleh tekanan luar dapat menyebabkan trauma fokal seperti ulnar neuropati dan lesi cabang yang dalam dari nervus ulnaris di dalam tangan.Entrapment juga dapat terjadi oleh fibrosis atau penyembuhan suatu luka dari trauma lokal, perdarahan, atau traksi yang cenderung mengikat saraf sehingga membatasi mobilitas normal saraf dalam jaringan.III. EPIDEMIOLOGI

Entrapment neuropati merupakan kumpulan penyakit saraf perifer yang dicirikan dengan adanya nyeri atau kehilangannya fungsi saraf akibat kompresi yang kronik. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kasus entrapment neuropati yang paling sering. Penyakit ini lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, kemungkinan akibat terowongan karpal lebih kecil lintasannya pada wanita dibandingkan pada pria. Rasio antara wanita dengan pria yang menderita CTS ini sekitar 3:1. Biasanya penyakit ini muncul pada orang yang profesinya sering mengangkat beban yang berat dan pergerakan tangan berulang seperti pada pekerja pabrik, cleaning service, dan para pekerja tekstil.Neuropati pada saraf ulnaris merupakan penyakit tersering yang kedua yang disebabkan kompresi pada daerah siku atau pergelangan tangan. Penyakit ini menyerang pria 3-8 kali lebih sering dibandingkan pada wanita. Sedangkan pada Tarsal Tunnel Syndrome, belum ada dilaporkan prevalensi dan insidens terjadinya penyakit ini.

IV. ETIOLOGI

Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan entrapment neuropati. Saraf perifer dalam perjalannya ke distal pada anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah melewati beberapa terowongan yang berbatasan dengan tulang, jaringan tendo atau jaringan muskuler. Pada titik yang dimaksud dapat terjadi disfungsi saraf oleh karena:1. Kompresi akibat kompartemen yang menyempit baik karena penyakit lokal maupun sistemik seperti diabetes melitus, artritis rematoid, kehamilan, akromegali, hipotiroidisme atau karena adanya pembengkakan jaringan sekitar, misalnya pada sindroma terowongan karpal.

2. Ketegangan berulang-ulang pada saraf yang melalui struktur yang mengalami kelainan.

3. Tekanan oleh karena penyembuhan tulang yang kurang baik (malunion) misalnya pada nervus medianus akibat fraktur Colles.

4. Gesekan yang disebabkan oleh penyempitan yang berulang-ulang dari serabut saraf misalnya pada thoracic outlet syndrome.

5. Dislokasi yang berulang-ulang (tardi ulnar paralisis)

V. PATOFISIOLOGI

Beberapa penulis menduga faktor mekanik dan faktor vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya entrapment neuropati. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada saraf akan menyebabkan peninggian tekanan intravesikuler. Akibatnya aliran darah vena intravesikuler melambat. Kongesti yang terjadi akan mengganggu nutrisi intravesikuler lalu diikuti anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Penekanan yang berulang pada saraf yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan terjadinya gangguan mikrovaskular. Hal ini menyebabkan hilangnya lapisan mielin sehingga terjadi keterlambatan konduksi saraf pada daerah yang terkena. Ketika kompresi yang akut terjadi, konduksi saraf terhambat. Kompresi yang semakin berat menimbulkan iskemik yang mengakibatkan kerusakan akson. Keadaan iskemik dan timbulnya peninggian tekanan intravesikuler akan makin memperparah kerusakan saraf. Akibat kerusakan ini, penyembuhan menjadi lambat dan berlangsung lama dan penyembuhannya dapat tidak sempurna.VI. PEMBAGIAN ENTRAPMENT NEUROPATI

1. Sindrom Kanalis Karpal (Carpal Tunnel Syndrome)

Terjadi karena adanya penekanan saraf sensorik di terowongan pergelangan tangan (karpal). Saraf medianus atau saraf tengah masuk telapak tangan antara tendon fleksor dan retinakulum fleksor. Rongga kecil ini adalah kanalis karpal (carpal tunnel). Penyempitan oleh lemak atau cairan di sekelilingnya menekan saraf medianus, munculah kesemutan. Bisa terjadi akibat komplikasi kehamilan, obesitas, diabetes melitus, rematik. Gejala-gejala meliputi nyeri pada tangan yang kadang menyebar ke lengan atas. Nyeri makin berat di malam hari. Gejala menjadi parah oleh kerja manual yang berat seperti mencuci, menggosok. Penyelesaiannya bisa dengan operasi atau disuntik obat untuk memperlebar terowongan. Bisa juga hanya dengan fisioterapi bila gejala ringan. Gambar anatomi dari nervus medianusBeberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah:

Flick's sign

Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

Thenar wasting.

Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer.

Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.

Wrist extension test.

Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.

Phalen's test.

Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.

Torniquet test

Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

Tinel's sign

Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Pressure test

Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

Luthy's sign (bottle's sign).

Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

Pemeriksaan sensibilitas.

Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

Pemeriksaan fungsi otonom

Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus STK.

Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

b. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.(8)

c. Pemeriksaan laboratorium

Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.(8)

Diferensial Diagnosis Sindrom Kanalis Karpal

Beberapa diferensial diagnosis dari sindrom kanalis karpal adalah:

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.

2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.

3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.

4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.

Terapi pada Sindrom Kanalis Karpal

Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu (8):

1. Terapi langsung terhadap STK

a. Terapi konservatif.1) Istirahatkan pergelangan tangan.

2) Obat anti inflamasi non steroid.

3) Ada juga program latihan pergelangan tangan dan pemakaian wrist splint sejenis pembungkus untuk menetralkan posisi pergelangan tangan.

4) lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

5) Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.

6) Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar

7) Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif.

Tindakan operasi pada STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar . Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.

Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.

2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari STK.

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan STK kembali. Pada keadaan di mana STK terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau mencegah kekambuhannya antara lain:

a. Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral

b. Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya Menggunakan ibu jari dan telunjuk.

c. Batasi gerakan tangan yang repetitif.

d. Istirahatkan tangan secara periodik.

e. Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.

f. Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.

2. Sindrom Kanalis Tarsal (Tarsal Tunnel Syndrome)

Sindrom ini masih bersaudara dengan sindrom kanalis karpal. Gejala dan kejadiannya sama, hanya saja mengenai jari-jari kaki. Umumnya diderita kaum lelaki. Terapinya pun sederhana, bila tidak ada penciutan otot. Hanya dengan mengistirahatkan kaki dan tidak boleh terlalu banyak beraktivitas. Kalau ada penciutan otot, tentu harus dioperasi.3. Sindrom Ulnaris (Sindrom Saraf Tulang Hasta)

Saraf ulnaris atau saraf tulang hasta (gambar C8) biasanya terjepit di daerah siku. Neuropati ini bisa jadi akibat efek lanjut semisal dislokasi akibat tulang lengan atas mengalami kerusakan. Akibatnya, tidak hanya saraf sensorik, saraf motorik juga kena. Kelemahan tangan bisa juga muncul.

Gejala dapat dihilangkan dengan pembedahan saraf ke bagian siku. Saraf ulnaris juga dapat terganggu bila ada tekanan terlalu lama di telapak tangan. Ini biasanya terjadi pada pekerja manual atau akibat tekanan tongkat yang berat di telapak tangan.

4. Sindrom Sabtu Malam (Saturday Night Palsy )

Muncul akibat tekanan kepala pacar dan tekanan kursi yang mengenai pundak dan tangan saat malam mingguan. Gejala yang muncul antara lain, jari-jari sulit digerakkan, kesemutan di ujung jari, di balik kuku. Biasanya pada ibu jari dan telunjuk. Pergelangan tangan masih ditekuk dan tangan masih bisa untuk meninju. Bila gejalanya ringan, biasanya dalam waktu seperempat jam bisa pulih lagi. Kalau sudah sampai hilang rasa dalam waktu berjam-jam, segeralah periksakan diri ke ahli saraf.5. Sindrom Kanalis Radial (Radial Tunnel Symptoms)

Terjadi karena saraf radial yang masuk ke teromongan di antara otot lengan bawah tertekan otot. Umumnya disebabkan karena kontraksi lengan bawah yang terlalu kuat, misalnya untuk mengayun sesuatu. Karena itu, para petenis sering mengalami hal ini.Gejalanya ialah rasa nyeri di bagian punggung lengan bawah persis di bawah siku. Kadang-kadang nyeri terasa juga di bagian pergelangan tangan. Biasanya gejala kesemutan atau baal nyaris tidak ada. Jari-jari kemungkinan besar tidak bisa dibuka. Dokter biasanya akan menyarankan untuk menghentikan aktivitas tangan.6. Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome)

Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak hanya pada satu tangan. Mulai ketika mengangkat telpon, menekan siku ke meja atau menekuk siku. Kadang-kadang muncul nyeri di bagian dalam siku atau pergelangan tangan.Kasus seperti ini jarang ditemui. Biasanya muncul akibat tulang siku yang terbentur tanpa sengaja berkali-kali dan kita diamkan saja. Beberapa minggu sesudahnya muncul gejala kesemutan. Kalau sudah baal, biasanya harus dibedah atau kadang-kadang hanya dengan obat saja bisa sembuh. Semua pasien yang diduga sindroma terowongan kubital harus mendapatkan pemeriksaan EMG dan kecepatan konduksi saraf (NCV), sinar-X siku dan tulang belakang servikal.EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai :

(1) kelainan saraf metabolik atau nutrisional, seperti polineuropati diabetik dan

(2) tempat jeratan kedua, seperti gangguan akar C8 (hingga disebut 'double crush syndrome').

Hasil tes elektrodiagnostik tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik primer untuk mengindikasikan operasi. Mungkin indikator elektrodiagnostik untuk kelainan saraf ulnar pada siku yang paling spesifik dan masuk akal adalah perlambatan kecepatan konduksi melintas siku. Walaupun nilai normal belum pasti, kecepatan konduksi (NCV) saraf ulnar umumnya 47-65 m/dt dengan rata-rata 55 m/dt. Pengurangan kecepatan kurang dari 25 % mungkin tidak bermakna. Pengurangan kecepatan lebih dari 33 % mungkin menunjukkan proses gangguan saraf disiku.

Temuan EMG lain yang menunjukkan sindroma terowongan kubital adalah berkurangnya jumlah potensial aksi unit motor, fibrilasi dan gelombang positif, dan pada kasus yang lebih berat, potensial reinnervasi polifasik. Indikator sensitif perubahan konduksi lainnya adalah hilangnya potensial sensori evoked. Posisi siku harus harus standar pada saat melakukan pemeriksaan elektrodiagnostik. Variasi pembacaan NCV bisa terjadi saat fleksi dan ekstensi, bahkan pada orang normal.

Sinar-X siku memberikan informasi berguna menyangkut etiologi yang membantu rencana pengelolaan. Spur artritik, tumor tulang, raktura, atau kubitus valgus bisa ditemukan. Tampilan anteroposterior sedikit oblik, disebut sebagai tampilan terowongan kubital.

Banyak proses patologis kord tulang belakang menyerupai sindroma ini, semua mungkin tampil dengan tanda dan gejala motor yang predominan. Bila pasien mengeluh 'tangan baal dan kaku', pikirkan lesi kord intrinsic seperti tumor intrameduler, siringomielia, sclerosis lateral amiotrofik, dan lesi kord ekstrinsik seperti kelainan saraf spondilitik servikal. Penyebab nyeri dan disfungsi tangan lainnya adalah :

gangguan akar servikal karena osteofit atau diskus yang mengalami herniasi,

tumor Pancoast dan lesi lain pleksus brakhial bawah dan medial, dan

kompresi saraf ulnar ditempat lain, seperti pada terowongan Guyon.

Sebagai tambahan, berbagai gangguan saraf sistemik, seperti defisiensi nutrisional atau DM, mungkin berdiri sendiri atau bersama dengan sindroma terowongan kubital menyebabkan kelemahan, atrofi, nyeri dan baal pada distal ekstremitas atas. Terkadang, pengaruh usia menyebabkan atrofi dan disfungsi tangan intrinsik

Terapi yang diberikan pada penderita sindrom kanalis cubital adalah1. Konservatif. NSAID, batasi aktivitas tulang sampai siku

2. Operatif

Paling sedikit ada lima cara operasi berbeda yang dianjurkan untuk sindroma terowongan kubital. Masing-masing dengan keuntungan dan kerugiannya sendiri. Dikelompokkan kedalam kategori:

a. dekompresi untuk proses kompresi tanpa memindahkan saraf dari tempatnya pada alur ulnar. Tindakan dekompresi adalah dekompresi sederhana dan epikondilektomi medial.

b. transposisi Tindakan dekompresi ditujukan Tindakan transposisi memindahkan saraf keanterior kelokasi yang lebih terlindung. Selanjutnya bisa dibagi berdasar kemana saraf ulnar akan diletakkan: subkutan, intramuskuler, atau submuskuler. Cara lain yang dianjurkan Willis adalah pembebasan terowongan kubital yang diperluas dengan osteotomi parsial dari epikondil medial.

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi dari penyakit yaitu berkembangnya sindroma jebakan menjadi neuropati yang kronik sehingga menghasilkan manifestasi berupa serangan paroksismal yaitu perasaan seperti ditusuk-tusuk dan dapat meluas diluar saraf dan akar-akar saraf yang relevan. Kebanyakan operasi dekompresi dilakukan dengan aman. Komplikasi operasi berupa anesthesia dan pergeseran syaraf jarang. Kerusakan dari syaraf sekitar dan arteri dapat terjadi setelah operasi. Infeksi setelah operasi dapat terjadi dan memicu rekurensi dari sindroma jebakan. Pada kasus seperti ini, eksplorasi ulang harus sering di lakukan mencegah komplikasi dan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.VII. PROGNOSIS

Pada kasus entrapment neuropati ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita, penyembuhan post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:

1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap saraf terletak di tempat yang lebih proksimal.

2. Telah terjadi kerusakan total pada saraf di daerah tersebut

3. Terjadi kasus baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi saraf. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa entrapment neuropati dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

VIII. KESIMPULAN

Entrapment neuropati atau neuropati jebakan mengandung pengertian adanya trauma saraf perifer terisolasi yang terjadi pada lokasi tertentu dimana secara mekanis, mengalami penekanan oleh terowongan jaringan ikat atau tulang rawan, atau adanya deformitas oleh suatu jaringan ikat. Ada beberapa macam entrapmet neuropati yaitu sindrom kanalis karpal (carpal tunnel syndrome), sindrom kanalis tarsal (tarsal tunnel syndrome), sindrom ulnaris (sindrom saraf tulang hasta), sindrom sabtu malam (Saturday night palsy), sindrom kanalis radialis, dan sindrom kanalis cubitalis.