fraktur os nasal bab 1
DESCRIPTION
xxTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu-lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas
merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut
data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399
kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan
juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang,
tahun 2002 sebanyak 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang, tahun 2004 jumlah ini
meningkat menjadi 3.977 orang, tahun 2005 dari Januari sampai September jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ
apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma benda tumpul. Ada
tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah
tulang), dan trauma dada.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur nasal adalah jenis trauma
wajah yang paling sering terjadi. Posisinya yang berada di tengah dan proyeksi anterior pada
wajah menjadi faktor predisposisi terjadinya trauma. Fraktur nasal disebabkan oleh trauma
dengan kecepatan rendah. Fraktur nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi bisa
menyebabkan fraktur wajah.
Fraktur Femur AP 2013 Page 1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah penyebab Fraktur khususnya fraktur os nasal serta manifestasi klinis dari
fraktur?
b. Bagaimana penatalaksanaan fraktur khususnya fraktur femur serta Asuhan
Keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada pasien dengan masalah fraktur?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui penyebab fraktur femur dan Manifestasi Klinis dari fraktur.
b. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur femur.
c. Untuk mengetahui diagnosis fraktur femur.
d. Untuk mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien dengan
fraktur femur.
e. Untuk mengetahui WOC dari fraktur femur.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mempelajari tentang askep
kegawatdaruratan pada klien dengan fraktur femur sehingga memudahkan mahasiswa
dalam belajar.
Fraktur Femur AP 2013 Page 2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,
1995:543).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
2.3.1 Fraktur Collum Femur:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
a. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
b. Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
2.3.2 Fraktur Subtrochanter Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi. fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm
distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
Fraktur Femur AP 2013 Page 3
Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
2.3.3 Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi
menjadi :
a. Tertutup
b. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
- Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
- Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena
benturan dari luar.
- Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
2.3.4 Fraktur Batang Femur (anak – anak)
2.3.5 Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.
2.3.6 Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
Fraktur Femur AP 2013 Page 4
2.3.7 Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
(Sugeng, 2012)
2.3 Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
a) Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah
secara spontan
b) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,
misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas)
b) Infeksi seperti osteomielitis
c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
2.4 Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Fraktur Femur AP 2013 Page 5
Patway Keperawatan
Trauma langsung, benturan, kecelakaan
Trauma eksternal > kekuatan tulang
Kompresi tulang
Patah tulang tak sempurnah patah tulanh sempurnah
Patah tulang tertutup & patah tulang terbuka
Kerusakan struktur tulang
Patah tulang merusak jaringan
Pembulu darah perdarahan lokal
Kebersihan plasma darah hematome pada daerah fraktur
Akumulasi di dalam jaringan aliran darah ke perifer jaringan berkurang
Bengkak/ tumor warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosi,
kesemutan
Desakan ke jaringan sekitar
Saraf terjepit/terdesak saraf perifer terganggu
( Price & Wilson, 1994 )
Fraktur Femur AP 2013 Page 6
resiko defisit cairan
nyeri Resiko tinggi cedera Gangguan mobilitas fisik
2.5 Manifestasi Klinis
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio
laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau
angulasi anterior, endo/eksorotasi. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah.
Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan
adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu
periksa juga keadaan nervus siatika dan arteri dorsalis pedis (Mansjoer, dkk, 2000).
2.6 Komplikasi
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok, dan emboli lemak.
Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, malunion, kekakuan
sendi lutut, infeksi, dan gangguan syaraf perifer akibat traksi yang berlebihan
(Mansjoer, dkk, 2000).
2.7 Penatalaksanaan
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode
ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam
keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau operatif.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non-operatif, kerena
akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena
dikemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini
dikemungkinkan karena daya proses remodeling pada anak-anak.
1. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode Perkin dan metode balance skeletal
traction, pada anak dibawah 3 tahun dengan traksi Russell.
- Metode Perkin.
Pasien tidur terlentang, satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan
Steiman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal.
Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu lebih baik sampai terbentuk kalus
yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan
ekstensi dan fleksi.
Fraktur Femur AP 2013 Page 7
- Metode balance skeletal traction
Pasien tidur terlentang, satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan
Steiman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai bawah
ditopang oleh Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu
atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang
untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu, di pasang gips
hemispica atau cast bracing.
- Traksi kulit Byant
Anak tidur terlentang ditempat tidur, kedua tungkai dipasang traksi kulit,
kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg
sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
2. Operatif
Indikasi operasi antara lain :
- Penanggulangan non-operatif gagal
- Fraktur multipel
- Robeknya arteri femoralis
- Fraktur patologik
- Fraktur pada orang-orang tua
Pada fraktur femur 1/3 tengansangat baik untuk dipasang intramedullary
nail. Terdapat macam-macam intramedullary nail untuk femur, di antaranya
Kuntscher nail, A0 nail, dan interlocking nail.
Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara
terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ketulang yang patah. Pen
dipasang secara retrograd. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat
didaerah yang patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor dengan
bantuan image intensifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke
dalam fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak
menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas (Mansjoer, dkk,
2000).
Fraktur Femur AP 2013 Page 8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini.
3.1.1 Pengumpulan Data
1. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
- Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
- Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
- Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
Fraktur Femur AP 2013 Page 9
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
7) Pola-pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
Fraktur Femur AP 2013 Page 10
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
Fraktur Femur AP 2013 Page 11
5. Pola Aktifitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain.
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
Fraktur Femur AP 2013 Page 12
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
1. Gambaran Umum
Perlu dikaji :
1) Keadaan Umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
- Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
- Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
- Leher
Fraktur Femur AP 2013 Page 13
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
- Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
- Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan).
- Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
- Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
- Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
- Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
- Paru
1. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
- Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Fraktur Femur AP 2013 Page 14
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
- Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
- Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
2 Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
- Cape au lait spot (birth mark).
- Fistulae.
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
Fraktur Femur AP 2013 Page 15
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time à Normal 3 – 5 “.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu relaksasi
atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
Fraktur Femur AP 2013 Page 16
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan
x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:
- Bayangan jaringan lunak.
- Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
- Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
- Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
o Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
o Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
o Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
o Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Fraktur Femur AP 2013 Page 17
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus).
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi).
5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. (Doengoes, 2000)
Fraktur Femur AP 2013 Page 18
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan : Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pertahankan imobilasasi bagian
yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat dan atau traksi.
2. Tinggikan posisi ekstremitas
yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan
gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan
(masase, perubahan posisi).
5. Ajarkan penggunaan teknik
manajemen nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi visual,
aktivitas dipersional).
6. Lakukan kompres dingin selama
fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi.
Mengurangi nyeri dan mencegah
malformasi.
Meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema/nyeri.
Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
Mengalihkan perhatian terhadap
nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung
lama.
Menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri.
Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.
Fraktur Femur AP 2013 Page 19
Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)
Menilai perkembangan masalah klien.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria
akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Dorong klien untuk secara rutin
melakukan latihan menggerakkan
jari/sendi distal cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi
akibat tekanan bebat/spalk yang
terlalu ketat.
3. Pertahankan letak tinggi
ekstremitas yang cedera kecuali
ada kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Berikan obat antikoagulan
(warfarin) bila diperlukan.
5. Pantau kualitas nadi perifer,
aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang
normal.
Meningkatkan sirkulasi darah dan
mencegah kekakuan sendi.
Mencegah stasis vena dan sebagai
petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.
Meningkatkan drainase vena dan
menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran
arteri yang menyebabkan penurunan
perfusi.
Mungkin diberikan sebagai upaya
profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.
Mengevaluasi perkembangan masalah
klien dan perlunya intervensi sesuai
keadaan klien.
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah
dalam batas normal.
Fraktur Femur AP 2013 Page 20
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Instruksikan/bantu latihan napas
dalam dan latihan batuk efektif.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan
posisi yang aman sesuai keadaan
klien.
3. Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin)
dan kortikosteroid sesuai indikasi.
4. Analisa pemeriksaan gas darah,
Hb, kalsium, LED, lemak dan
trombosit.
5. Evaluasi frekuensi pernapasan
dan upaya bernapas, perhatikan
adanya stridor, penggunaan otot
aksesori pernapasan, retraksi sela
iga dan sianosis sentral.
Meningkatkan ventilasi alveolar dan
perfusi.
Reposisi meningkatkan drainase
sekret dan menurunkan kongesti paru.
Mencegah terjadinya pembekuan
darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
Penurunan PaO2 dan peningkatan
PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas;anemia, hipokalsemia,
peningkatan LED dan kadar lipase,
lemak darah dan penurunan trombosit
sering berhubungan dengan emboli
lemak.
Adanya takipnea, dispnea dan
perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan, mungkin
menunjukkan terjadinya emboli paru
tahap awal.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi).
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi
Fraktur Femur AP 2013 Page 21
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang
memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif
aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai
keadaan klien.
3. Berikan papan penyangga kaki,
gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri
(kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
5. Ubah posisi secara periodik
sesuai keadaan klien.
6. Dorong/pertahankan asupan
cairan 2000-3000 ml/hari.
7. Berikan diet TKTP.
8. Kolaborasi pelaksanaan
fisioterapi sesuai indikasi.
Memfokuskan perhatian,
meningkatakan rasa kontrol diri/harga
diri, membantu menurunkan isolasi
sosial.
Meningkatkan sirkulasi darah
muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak
sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.
Mempertahankan posis fungsional
ekstremitas.
Meningkatkan kemandirian klien
dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan klien.
Menurunkan insiden komplikasi kulit
dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia).
Mempertahankan hidrasi adekuat,
men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.
Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
Fraktur Femur AP 2013 Page 22
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi
klien dan program imobilisasi.
fisik secara individual.
Menilai perkembangan masalah klien.
5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pertahankan tempat tidur yang
nyaman dan aman (kering, bersih,
alat tenun kencang, bantalan
bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada
daerah perianal.
4. Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat terhadap
kulit, insersi pen/traksi.
Menurunkan risiko kerusakan/abrasi
kulit yang lebih luas.
Meningkatkan sirkulasi perifer dan
meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.
Mencegah gangguan integritas kulit
dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
Menilai perkembangan masalah klien.
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang.
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau eritema dan demam.
Fraktur Femur AP 2013 Page 23
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Lakukan perawatan pen steril
dan perawatan luka sesuai
protokol.
2. Ajarkan klien untuk
mempertahankan sterilitas
insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian
antibiotika dan toksoid
tetanus sesuai indikasi.
4. Analisa hasil pemeriksaan
laboratorium (Hitung darah
lengkap, LED, Kultur dan
sensitivitas
luka/serum/tulang).
5. Observasi tanda-tanda vital
dan tanda-tanda peradangan
lokal pada luka.
Mencegah infeksi sekunderdan
mempercepat penyembuhan luka.
Meminimalkan kontaminasi.
Antibiotika spektrum luas atau
spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi
infeksi.
Toksoid tetanus untuk mencegah
infeksi tetanus. Leukositosis biasanya
terjadi pada proses infeksi, anemia
dan peningkatan LED dapat terjadi
pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi.
Mengevaluasi perkembangan masalah
klien.
Fraktur Femur AP 2013 Page 24
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : Klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria
klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Kaji kesiapan klien mengikuti
program pembelajaran.
2. Diskusikan metode mobilitas
dan ambulasi sesuai program
terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis
yang memerluka evaluasi
medik (nyeri berat, demam,
perubahan sensasi kulit distal
cedera).
4. Persiapkan klien untuk
mengikuti terapi pembedahan
bila diperlukan.
Efektivitas proses pemeblajaran
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi dan
kemandirian klien dalam perencanaan
dan pelaksanaan program terapi fisik.
Meningkatkan kewaspadaan klien
untuk mengenali tanda/gejala dini
yang memerulukan intervensi lebih
lanjut.
Upaya pembedahan mungkin
diperlukan untuk mengatasi maslaha
sesuai kondisi klien.
3.4 Evaluasi
- Nyeri berkurang atau hilang.
- Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer.
- Pertukaran gas adekuat.
- Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
- Infeksi tidak terjadi.
- Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami.
Fraktur Femur AP 2013 Page 25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau patah
pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001). Fraktur femur
dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya: kolum femoris, trokhanter, batang
femur, suprakondiler, kondiler, kaput. (Watson,2002). Fraktur panggul adalah fraktur
salah satu bagian dari trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam
panggul.(Hoppenfeld & Murthy, 2000).
Penyebab fraktur antara lain karena cedera langsung, cedera tidak langsung,
tumor tulang, osteomielitis rakhitis dan stes tulang. Penanganan fraktur femur secara
non-operatif dan operatif.
Fraktur Femur AP 2013 Page 26
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed).
Philadelpia, F.A. Davis Company
King, Maurice, dkk.(2001). Bedah Primer Trauma. Jakarta. EGC
Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Musliha, (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta. Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta. EGC.
Purwadianto, Agus, dkk. (2000). Kedaruratan Medik. Jakarta Barat. Binarupa Aksara.
Suratun,dkk.( 2008 ). Klien Gangguan Sistem Muskuluskeletal. Jakarta. EGC.
Thomas, Mark A.(2011). Terapi dan rehabilitasi Fraktur. Jakarta. EGC.
Fraktur Femur AP 2013 Page 27