filariasis latar belakang

34
1 DEC-LAP.AKHIR PELAKSANAAN PKPP-2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau dengan nama lain penyakit kaki gajah (elephantiasis), termasuk salah satu jenis penyakit yang mendapat perhatian khusus di dunia kesehatan. Walaupun jarang menyebabkan kematian, pada stadium lanjut penyakit ini dapat menjadikan seseorang menderita cacat fisik permanen hingga menimbulkan dampak yang signifikan, terutama di tengah masyarakat Negara berkembang di daerah tropis maupun sub tropis yang justru tengah didera permasalahan sosial ekonomi. Saat ini dilaporkan lebih dari 1 milyard penduduk dunia memiliki risiko menderita filariasis. Lebih dari 120 juta orang dari 80 negara telah terinfeksi filaria, bahkan ribuan desa di 26 propinsi di Indonesia dinyatakan endemis. Karena itulah WHO mencanangkan kesepakatan global untuk memberantas penyakit ini dengan mengangkat tema The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020. [1,2] Deteksi filaria bergantung pada keberadaan cacing stadium mikrofilaria dalam darah tepi, atau dikenal dengan istilah periodisitas. Uniknya, periodisitas filaria ditemukan di antara pukul 10 malam hingga pukul 2 pagi (nocturnal), sehingga pengambilan sampel darahpun harus dilakukan malam hari. Di samping itu, larva aktif baru ditemukan 6-12 bulan setelah seseorang terinfeksi filaria, dan manifestasi filariasis baru terlihat ±4 tahun kemudian, sehingga deteksi dini untuk kasus ini cukup sulit ditegakkan. Pemeriksaan laboratorium seperti identifikasi antigen filaria dengan teknik ELISA atau Rapid Immuno-chromatography Card sebenarnya dapat pula dilakukan, namun teknik ini selain rumit, juga sering memberikan false positif [3] . Teknik diagnosis yang memiliki nilai kesensitifan dan kespesifikan yang tinggi, masih sangat diperlukan. Teknik nuklir kedokteran dengan menggunakan radiofarmaka, memberi harapan untuk dapat dijadikan pilihan alternatif memecahkan permasalahan ini. Dihipotesiskan bahwa DEC-sitrat yang saat ini digunakan sebagai obat filariasis, secara kimia memungkinkan untuk ditandai dengan nuklida teknesium-99m. Radiofarmaka 99m Tc-

Upload: try-zetyo

Post on 23-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Latar Belakang Filariasis

TRANSCRIPT

Page 1: Filariasis Latar Belakang

1

DEC-LAP.AKHIR PELAKSANAAN PKPP-2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filariasis atau dengan nama lain penyakit kaki gajah (elephantiasis), termasuk

salah satu jenis penyakit yang mendapat perhatian khusus di dunia kesehatan.

Walaupun jarang menyebabkan kematian, pada stadium lanjut penyakit ini dapat

menjadikan seseorang menderita cacat fisik permanen hingga menimbulkan dampak

yang signifikan, terutama di tengah masyarakat Negara berkembang di daerah tropis

maupun sub tropis yang justru tengah didera permasalahan sosial ekonomi. Saat ini

dilaporkan lebih dari 1 milyard penduduk dunia memiliki risiko menderita filariasis. Lebih

dari 120 juta orang dari 80 negara telah terinfeksi filaria, bahkan ribuan desa di 26

propinsi di Indonesia dinyatakan endemis. Karena itulah WHO mencanangkan

kesepakatan global untuk memberantas penyakit ini dengan mengangkat tema The

Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the

Year 2020. [1,2]

Deteksi filaria bergantung pada keberadaan cacing stadium mikrofilaria dalam

darah tepi, atau dikenal dengan istilah periodisitas. Uniknya, periodisitas filaria

ditemukan di antara pukul 10 malam hingga pukul 2 pagi (nocturnal), sehingga

pengambilan sampel darahpun harus dilakukan malam hari. Di samping itu, larva aktif

baru ditemukan 6-12 bulan setelah seseorang terinfeksi filaria, dan manifestasi filariasis

baru terlihat ±4 tahun kemudian, sehingga deteksi dini untuk kasus ini cukup sulit

ditegakkan. Pemeriksaan laboratorium seperti identifikasi antigen filaria dengan teknik

ELISA atau Rapid Immuno-chromatography Card sebenarnya dapat pula dilakukan,

namun teknik ini selain rumit, juga sering memberikan false positif[3]. Teknik diagnosis

yang memiliki nilai kesensitifan dan kespesifikan yang tinggi, masih sangat diperlukan.

Teknik nuklir kedokteran dengan menggunakan radiofarmaka, memberi harapan

untuk dapat dijadikan pilihan alternatif memecahkan permasalahan ini. Dihipotesiskan

bahwa DEC-sitrat yang saat ini digunakan sebagai obat filariasis, secara kimia

memungkinkan untuk ditandai dengan nuklida teknesium-99m. Radiofarmaka 99mTc-

Page 2: Filariasis Latar Belakang

2

DEC diperkirakan akan di-uptake oleh mikrofilaria di dalam tubuh orang terinfeksi.

Dengan demikian mikrofilaria yang berikatan dengan 99mTc-DEC ini dapat dilacak

keberadaannya, dan diharapkan deteksi dini dapat ditegakkan.

Seperti diketahui, dietilkarbamazin telah bertahun-tahun digunakan dalam

pengobatan limfatik filariasis, dan dengan dosis 6mg/kg bobot badan mampu

menurunkan mikrofilariaemi sangat cepat. Target kerja DEC adalah asam arakhidonat

(arachidonate 5-lipozygenase) dan pathway siklooksigenase (cytochrome c-oxydase

sub-unit 1) yang berada pada selubung mikrofilaria. Mekanisme kerja DEC sebagai

obat diprediksi menurunkan aktivitas otot, akibatnya parasit seakan mengalami

paralisis, dan akan mudah terusir dari tempatnya di tubuh hospes. Dugaan lain, DEC

dapat menyebabkan perubahan pada permukaan membran mikrofilaria, sehingga lebih

mudah dihancurkan oleh daya pertahanan tubuh hospes.

Mekanisme kerja tersebut dihipotesiskan identik apabila DEC digunakan sebagai

preparat diagnostik. Penelusuran DEC yang terikat dengan mikrofilaria dipermudah

dengan teknesium-99m yang memancarkan radiasi yang terikat secara kimiawi dengan

DEC, sehingga keberadaan mikrofilaria dimanapun dan/atau kapanpun akan dapat

ditelusuri di dalam tubuh hospes.

Pada program Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa 2011, telah

dilakukan penelitian penandaan dietilkarbamazin dengan radionuklida teknesium-99m.

Dalam penelitian tersebut telah dihasilkan suatu formula sediaan yang dapat ditandai

dengan radionuklida teknesium-99m dengan komposisi jumlah dietilkarbamazin 4mg,

SnCl2.2H2O 100µg dan kondisi reaksi pada pH4. Hasil penandaan menunjukkan

efisiensi dan kemurnian di atas 95% dengan karakter fisikokimia yang cukup baik,

begitu pula dengan hasil uji pendahuluan biodistribusi dan farmakokinetika pada hewan

normal yang tidak diinduksi dengan filaria[4].

Namun demikian, hasil pengembangan sediaan ini belum dapat diaplikasikan

secara klinis apabila beberapa persyaratan farmasetik dan uji keamanan belum

terpenuhi. Beberapa kajian in-vitro maupun in vivo non klinis masih harus dilakukan.

Evaluasi seperti „drug receptor binding“ sebagai penentu terikatnya 99mTc-DEC

dengan reseptor filaria, menjadi hal penting yang harus dibuktikan, begitu juga halnya

Page 3: Filariasis Latar Belakang

3

dengan uptake filaria terhadap 99mTc-DEC. Pembuktian dapat dilakukan tidak hanya

melalui kajian in-vitro, tetapi juga dapat dilakukan secara in-vivo pada hewan uji

terinfeksi atau terhadap penderita volunter. Di samping itu, kajian aspek farmakologis,

seperti uji farmakokinetika, toksikologi, sterilitas, a-pirogenitas, kesesuaian dosis

diagnostik dan rute pemberian masih harus dimantapkan.

B. Pokok Permasalahan

Keberhasilan penandaan DEC dengan radionuklida teknesium-99m yang telah

dilakukan pada program PKPP 2011 menuntut tindak lanjut pembuktian aplikasinya.

Berikut adalah beberapa pokok permasalahan yang dihadapi:

Karakteristik fisiko-kimia sediaan:

Apakah sediaan dalam bentuk ”Kit” tetap stabil selama penyimpanan?

Apakah ada perubahan tingkat kemurnian hasil penandaan setelah sediaan

disimpan dalam jangka waktu lama?

Penyediaan bahan uji

Mudahkah mendapatkan cacing filaria ?

Mudahkah membuat hewan uji terinfeksi cacing filaria ?

Adakah penderita yang bisa dijadikan volunteer ?

Karakter biologis:

Amankah 99mTc-DEC digunakan sebagai sediaan diagnostik?

Bagaimana uptake mikrofilaria terhadap 99mTc-DEC?

Bagaimana profil farmakokinetika 99mTc-DEC?

Apakah hasil pencitraan memberikan prospek yang baik bahwa sediaan tersebut

dapat digunakan sebagai sediaan diagnostik filaria?

Mungkinkah pemberian intra-vena dapat menunjukkan prospek yang lebih baik

dibanding pemberian intra-dermal?

C. Maksud dan Tujuan Kegiatan

Maksud dan tujuan kegiatan penelitian pada tahap ini lebih difokuskan pada

perolehan data bahwa sediaan 99mTc-DEC memenuhi persyaratan farmasetik. Di

samping itu, juga untuk meyakinkan kepada para calon pengguna kelak (end user)

bahwa:

Page 4: Filariasis Latar Belakang

4

Formula yang dihasilkan dapat digunakan sebagai perangkat diagnosis untuk deteksi

dini filariasis, sehingga menjadi sumbangan nyata dalam memecahkan

permasalahan kekinian di masyarakat dalam menunjang program Indonesia sehat,

dan sebagai sumbangan nyata bagi program “The Global Goal of Elimination of

Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020“.

D. Metodologi Pelaksanaan

D.1. Lokus Kegiatan : (koridor non ekonomi) Walaupun tidak secara langsung terkait dengan program Master Plan

Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), namun masalah

kesehatan sebenarnya menjadi parameter penting yang sangat mempengaruhi taraf

kehidupan dan kesejahteraan bangsa. Filariasis dapat dikatakan sebagai salah satu

“penyakit yang terabaikan” padahal di samping mempengaruhi nilai estetika, juga

berdampak sangat nyata pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat,

D.2. Fokus Kegiatan: Nasional Strategi (Teknologi Kesehatan dan Obat)

D.3. Ruang Lingkup

Dari pokok permasalahan di atas, maka lingkup kegiatan dikelompokkan ke dalam:

1. Pengujian stabilitas sediaan setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu

(efisiensi penandaan dan kemurnian radiokimia dijadikan indikator utama).

2. a. Pengajuan Perizinan Komisi Etik Penggunaan Hewan Percobaan

b. Pemberian infectious agent pada hewan uji.

3. Uji biologis, ditujukan untuk mempelajari sifat sediaan dengan fokus pada kajian

toksisitas, uptake/biodistribusi, profil farmakokinetika.

4. Pencitraan dengan kamera gamma, baik pada hewan uji maupun volunteer

D.4. Bentuk Kegiatan

Dengan lingkup seperti di atas, berikut adalah beberapa bentuk kegiatan yang

dilaksanakan untuk pencapaian target kinerja dalam penelitian ini a.l.:

Intensifikasi aktivitas kegiatan laboratorium terutama dalam perencanaan/scheduling.

Menjalin hubungan kerjasama internal, dan dengan instansi terkait (Dinas Kesehatan

dan Rumahsakit), terutama dalam memperoleh sampel uji dan pemanfaatan fasilitas.

Page 5: Filariasis Latar Belakang

5

Produk Hasil Penelitian dan Pengembangan PKPP-2011:

KIT KERING DIETIL KARBAMAZIN

KEADAAN PENDERITA FILARIASIS

Page 6: Filariasis Latar Belakang

6

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

A.1. Perkembangan Kegiatan (Teknis)

Telah dilakukan kajian in-vitro dan in-vivo sediaan 99mTc-Dietilkarbamazin sitrat

(DEC) sebagai sediaan alternatif deteksi dini filariasis. Hasil penandaan optimal

dengan tingkat kemurnian di atas 90% diperoleh dengan menambahkan 99mTc-

perteknetat ke dalam suatu formula yang terdiri dari 4mg DEC-sitrat, 100 µg

SnCl2.2H2O, pH 4, dan waktu inkubasi pada suhu kamar selama 10-20 menit.

Berdasarkan hasil pengamatan uji stabilitas, sediaan yang disimpan selama 7

bulan dalam bentuk kit kering, masih menunjukkan efisiensi penandaan dan tingkat

kemurnian di atas 90%, dan tetap stabil secara fisiko-kimia maupun biologis. Namun

demikian, sediaan 99mTc-DEC harus segera digunakan setelah disiapkan, dan

disarankan tidak disimpan lebih dari 2 jam setelah direkonstitusi dengan perteknetat.

Pengaruh peningkatan volume larutan 99mTc-perteknetat yang ditambahkan,

walaupun sedikit menurunkan efisiensi penandaan, namun masih berada dalam

batas yang diizinkan (>90%).

Data uji toksisitas, menunjukkan sediaan 99mTc-DEC aman untuk digunakan.

Hasil uji biodistribusi pada tikus putih percobaan galur Wistar, menunjukkan

bahwa akumulasi sediaan terbesar ditemukan dalam sistem limfatik, terutama pada

kelenjar popliteal, lumbar dan mesentrik.

Dari kurva kinetika diperoleh nilai waktu paruh (T½) biologis masing-masing

sebesar ±40 menit baik pada tikus normal maupun pada tikus terinfeksi pasca

pemberian intra-dermal, dan sebesar 29,7 menit apabila diberikan secara intra-vena.

Pencitraan kamera gamma pasca penyuntikan intra-dermal dan intra-vena pada

volunteer, menunjukkan gambaran positif bahwa sediaan 99mTc-DEC terakumulasi

pada target organ. Namun demikian, mengingat kelemahan pada pemberian intra-

dermal yang memberikan rasa sakit dan tidak mudah dalam membedakan sumbatan

filaria dan sumbatan fisik lainnya seperti pada teknik limfoskintigrafi, maka rute

penyuntikan intra-vena menjadi pilihan.

Page 7: Filariasis Latar Belakang

7

A.2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan

Dalam melaksanakan kegiatan, walaupun tidak terlalu signifikan dan dapat

dicarikan solusinya, tercatat beberapa kendala teknis, seperti:

Kesulitan dalam perolehan sampel uji (penelusuran penderita filariasis) yang

belum mendapatkan pengobatan. Informasi keberadaan sampel uji diperoleh

melalui komunikasi dengan para tenaga medis, baik yang berada di rumahsakit

maupun melalui Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.

Keharusan pengambilan cuplikan darah terinfeksi yang dilakukan malam hari

(nocturnal) di luar kota. Untuk mengatasi permasalahan, di samping harus

menjelaskan perlakuan dan benefit/risk kepada penderita, peneliti berkoordinasi

dengan petugas teknis lapangan di Dinas Kesehatan Kabupaten.

Kesulitan menumbuhkan cacing filaria pada hewan uji

Penjadwalan penggunaan fasilitas kamera gamma di rumahsakit yang dilakukan di

luar jam kerja (hari sabtu). Hal inipun hanya dapat dilakukan melalui komunikasi

yang terjalin baik antara team peneliti dengan para tenaga medis di rumahsakit.

B. Pengelolaan Administrasi Manajerial

B.1. Perencanaan Anggaran

Seperti halnya kegiatan penelitian, anggaran dialokasikan ke dalam kelompok

gaji upah, bahan habis pakai, perjalanan dan lain-lain seperti ditampilkan pada tabel

berikut:

No. URAIAN ALOKASI DANA (%)

1. Gaji dan upah 60

2. Bahan habis pakai 21

3. Perjalanan 4

4. Lain-lain 3

5. Pajak 12

TOTAL 100

Pengelolaan pembelanjaan dan penggunaan anggaran secara teknis

disesuaikan dengan termin yang diterima dengan memilah berdasarkan skala prioritas.

Page 8: Filariasis Latar Belakang

8

B.2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran

Anggaran dikelola berdasarkan azas satu pintu lembaga. Dalam hal pengadaan

bahan, para peneliti mengajukan SIPU yang diketahui oleh Kepala Bidang masing-

masing untuk diteruskan ke Bagian Tata Usaha u.p. Subbag.Perlengkapan. Peneliti

tidak pernah berhubungan langsung dengan rekanan. Pola pengadaan disesuaikan

dengan petunjuk peraturan dan perundangan yang berlaku.

Sesuai dengan alokasi waktu/jam kegiatan masing-masing peneliti yang tertera

dalam proposal, bendahara membayarkan gaji upah setiap periode 2 bulanan

disesuaikan dengan termin yang diterima.

B.3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset

Dalam kegiatan PKPP 2012 yang dilaksanakan tidak terdapat pembelian atau

pengadaan belanja modal yang dijadikan aset, sehingga untuk kegiatan ini tidak ada

rancangan dan pengembangan pengelolaan ke depan.

B.4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial

Hingga akhir kegiatan tidak ditemui kendala dan hambatan pengelolaan

administrasi. Apabila ada perubahan, dan untuk tertib administrasi terutama yang

terkait dengan anggaran belanja di lembaga internal, peneliti utama selalu

berkoordinasi dengan bendahara.

Hal yang menyangkut kerjasama eksternal, termasuk komunikasi dengan berbagai

instansi terkait, berjalan lancar tanpa hambatan, dan bahkan mendapatkan respon

positif, sehingga memperlancar perolehan data dan penggunaan fasilitas yang

tidak dimiliki lembaga peneliti. Hal ini dapat dijadikan modal awal untuk menjalin

kerjasama berikutnya, terutama dalam pemanfaatan hasil litbang oleh para

pengguna kelak.

Page 9: Filariasis Latar Belakang

9

BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA

A. Metode Pencapaian Target Kinerja

A.1. Kerangka – Rancangan Metode Penelitian (teknis)

Dengan lingkup kegiatan seperti telah diuraikan di atas, berikut adalah beberapa

metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan teknis penelitian:

A.1.1. Pengamatan stabilitas sediaan dalam bentuk ”kit”

Sediaan yang diformulasikan dalam bentuk ”kit”, disimpan di dalam lemari

pendingin untuk jangka waktu tertentu. Uji stabilitas dilakukan dengan mengamati hasil

efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian radiokimia setelah sediaan tersebut

direkonstitusi dengan larutan natrium perteknetat (99mTc). Tingkat kemurnian ditetapkan

dengan metode kromatografi menggunakan berbagai fase diam dan fase gerak.

A.1.2. Evaluasi Kit-kering Radiofarmaka Dietil-karbamazin.

1. Pengujian sterilitas dan pirogenitas, dilakukan dengan mengikuti metode dan

prosedur yang tercantum dalam Farmakope Indonesia.

2. Untuk melihat pengaruh volume terhadap efisiensi penandaan, dilakukan variasi

penambahan jumlah/volume larutan Natrium perteknetat ke dalam sediaan kit kering

DEC.

A.1.3. Evaluasi Pre-klinis Radiofarmaka 99mTc-Dietil-karbamazin.

1. Hewan uji yang digunakan (normal dan setelah diinfeksi filaria) adalah jenis tikus

Wistar dengan berat ±250-300 gram dan mencit Swiss dengan berat ±30-40 gram.

2. Penentuan toksisitas, dilakukan sesuai metode dan prosedur yang diterakan dalam

Farmakope Indonesia dengan melipat-gandakan dosis yang diberikan setelah

dikonversi ke dalam dosis umum yang diterima manusia.

3. Pengamatan biodistribusi dan uptake pada sistem limfatik, dilakukan dengan

pembedahan dan pengukuran akumulasi aktivitas di dalam organ.

4. Profil farmakokinetika pada hewan uji diamati setelah pemberian sediaan melalui

rute intra-dermal dan intra-vena, baik pada hewan normal maupun terinfeksi.

5. Pencitraan dengan kamera gamma pada hewan uji dan volunteer, dilakukan setelah

penyuntikan sediaan 99mTc-DEC melalui rute intra-dermal dan intra-vena

Page 10: Filariasis Latar Belakang

10

A.2. Indikator Keberhasilan Pencapaian

Dalam tabel berikut, ditampilkan indikator keberhasilan serta pencapaian target

kegiatan: KEGIATAN INSTANSI

TERKAIT KRITERIA

KEBERHASILAN UKURAN

KEBERHASILAN %

CAPAIAN KET.

1 2 3 4 5 6 Izin Komisi Etik

Penggunaan Hewan Uji

Batan

Persetujuan Komisi Etik

Surat formal persetujuan Komisi Etik

100%

Uji Stabilitas sediaan

Tidak terjadi perubahan sifat fisiko-kimia sediaan

Kemurnian radiokimia di atas 95%

100%

Uji stabilitas sudah diamati hingga bulan ke 8 kegiatan

Uji biodistribusi & profil kinetika pada hewan uji normal dan terinfeksi, serta uji biologi lainnya

Perolehan data T½ distribusi & eliminasi

Keseragaman hasil biodistribusi & kurva kinetika

100%

Pencitraan dengan kamera gamma (in-vivo pada hewan uji & volunteer)

Dinas KesKabTasik

RSHS

Kesediaan pasien volunteer

Pencitraan dapat dibaca dengan jelas

Gambaran jelas & dapat dibaca

Dapat membedakan normal dan abnormal

100% Dilakukan terhadap 2 (dua) penderita volunteer, injeksi intra-vena & intra- dermal

CAPAIAN KEGIATAN s/d 10 September 2012 100%

A.3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian Dari tabel indikator keberhasilan yang ditampilkan di atas, pada dasarnya

kegiatan telah terselesaikan sesuai dengan perencanaan semula. Beberapa kendala

teknis telah dicarikan solusinya sehingga hasil yang diharapkan dapat dicapai. Berikut

uraian detail mengenai perkembangan kegiatan substantif:

Page 11: Filariasis Latar Belakang

11

A.3.1. Evaluasi stabilitas sediaan dalam bentuk “kit” kering DEC

Di samping pengamatan organoleptis, sediaan dinyatakan masih tetap stabil

apabila efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian radiokimia 99mTc-DEC tidak kurang

dari 90%. Penentuan kemurnian dihitung berdasarkan timbunan aktivitas di daerah Rf

sediaan (99mTc-DEC) dan pengotor (Tc04- dan Tc02) dari suatu sistem kromatografi

dengan TLC-SG sebagai fase diam dan aseton kering sebagai fase gerak. Hasil

penandaan dan tingkat kemurnian radiokimia berdasarkan periode waktu penyimpanan

sediaan di lemari pendingin, ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1 berikut:

Tabel 1. Efisiensi Penandaan dan Tingkat Kemurnian 99mTc-DEC

No. Waktu penyimpanan

Efisiensi Penandaan dan Kemurnian Radiokimia ( % )

1. 0 bulan 95,4 ± 3,3 2. 1 bulan 97,2 ± 0,8 3. 2 bulan 98,3 ± 0,2 4. 3 bulan 98,3 ± 0,4 5. 4 bulan 96,4 ± 1,3 6. 5 bulan 97,3 ± 0,5 7. 6 bulan 98,0 ± 0,0 8. 7 bulan 98,2 ± 0,8

Gambar 1. Kurva kestabilan berdasarkan waktu penyimpanan

Dari data efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian seperti yang ditunjukkan

pada Tabel 1 di atas, terlihat bahwa kit DEC tetap stabil walaupun telah disimpan

selama ±8 bulan. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri kelak bagi produsen karena

sediaan tidak harus selalu dibuat segar menjelang digunakan.

Page 12: Filariasis Latar Belakang

12

A.3.2. Uji stabilitas setelah rekonstitusi larutan perteknetat (Na99mTc04)

Ketidak stabilan sediaan terutama yang terkait dengan penurunan hasil

penandaan (yield) dan tingkat kemurnian, di samping karena sediaan disimpan terlalu

lama, juga dapat disebabkan karena sediaan tidak segera digunakan setelah dilakukan

penambahan larutan perteknetat. Gambaran perubahan hasil penandaan setelah

penambahan/rekonstitusi larutan 99mTc-perteknetat, ditunjukkan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Pengaruh Penyimpanan Setelah Penambahan Larutan 99mTc-perteknetat

Stabilitas sediaan berdasarkan periode waktu setelah rekonstitusi 99mTc-perteknetat

Penyimpanan 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

Yield / Kemurnian (%) 96,31 90,48 88,90 87,16

Data dalam tabel 2 di atas, dapat dijadikan pertimbangan bagi pengguna agar

sebaiknya sediaan tidak disimpan terlalu lama, atau digunakan tidak lebih dari 2 jam

apabila telah direkonstitusi dengan larutan Natrium-perteknetat.

A.3.3. Pengujian sterilitas dan pirogenitas

Uji sterilitas dan pirogenitas dilakukan dengan mengacu metode dan prosedur

yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Hasil percobaan terhadap cuplikan

sediaan menunjukkan bahwa semua sediaan uji, baik yang dibuat segar maupun yang

telah disimpan selama 8 bulan berada dalam keadaan steril dan bebas pirogen.

A.3.4. Pengaruh volume terhadap hasil penandaan

Mengingat volume sediaan harus sekecil mungkin terkait dengan cara

penyuntikan, maka penambahan larutan 99mTc-perteknetat harus diperhatikan. Pada

Tabel 3 berikut ditunjukkan pengaruh besarnya volume 99mTc-perteknetat pada hasil

penandaan dengan memvariasikan penambahan jumlah larutan 99mTc-perteknetat.

Tabel 3. Pengaruh Volume 99mTc-perteknetat pada Penandaan DEC

No. Volume 99mTc-perteknetat (ml) Efisiensi penandaan (%) 1. 1,0 97,90 2. 2,0 92,23 3. 3,0 93,89 4. 4,0 94,58

Page 13: Filariasis Latar Belakang

13

Data di dalam Tabel 3, walaupun menunjukkan adanya penurunan hasil

penandaan, dari sisi persyaratan, kesemuanya masih dalam batas yang diizinkan.

Namun demikian, jumlah volume tetap harus diperhatikan mengingat akan menjadi

tidak favourable apabila disuntikkan ke pasien; karena itu sesedikit mungkin volume

yang dtambahkan, menjadi pilihan para klinisi.

A.3.5. Penyiapan hewan uji

Setelah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penggunaan Hewan Uji, tikus

Wistar dengan berat rerata 250-300 gram dan mencit jenis Swiss dengan berat ± 30-40

gram disiapkan. Sebagian tikus diinfeksi dengan cacing filaria yang terkandung dalam

darah penderita filariasis melalui injeksi intra-vena. Hewan tersebut disiapkan untuk

perlakuan uji biodistribusi, farmakokinetika dan pencitraan.

A.3.6. Uji toksisitas

Uji toksisitas dilakukan dengan memberikan sediaan 99mTc-DEC melalui dua rute

penyuntikan intra-dermal dan intra-vena masing-masing pada 5 ekor mencit jenis Swiss

dengan berat rata-rata ±30 gram dengan dosis berlipat ganda dari dosis yang diberikan

kepada manusia berdasarkan pada perhitungan konversi bobot badan. Kelainan yang

mungkin terjadi diamati selama 7 hari, dan dilanjutkan hingga 14 hari sambil tetap diberi

pakan dan minum seperti biasa. Hasil uji toksisitas ditunjukkan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Pengamatan uji toksisitas 99mTc-DEC terhadap hewan uji

Perlakuan Berat mencit rata-rata (gram)

Dosis penyuntikan 99mTc-DEC

Konversi ke dosis manusia

Tanda keracunan / kematian

selama 7-14 hari pengamatan

Intra dermal 30,4 ± 2,70 462 µCi (15,2 mCi/kg) 912 x -

Intra vena 38,0 ± 1,97 430 µCi (11,3 mCi/kg) 135 x -

Dari data yang ditampilkan dalam Tabel 4, terlihat bahwa tidak seekorpun mencit

uji menunjukkan kelainan ataupun kematian walaupun diberikan dosis yang jauh lebih

tinggi dari yang diperkirakan akan digunakan oleh manusia. Dari data toksisitas ini pula

dapat dinyatakan bahwa sediaan ini aman untuk digunakan.

Page 14: Filariasis Latar Belakang

14

A.3.7. Biodistribusi dan uptake sediaan pada sistem limfatik

a. Pengamatan biodistribusi

Pengamatan bioditribusi sediaan 99mTc-DEC dilakukan melalui pembedahan

pasca penyuntikan intradermal/intracutan pada tikus putih galur Wistar normal; dan

aktivitas yang terakumulasi di dalam setiap organ selang periode waktu tertentu diukur

dengan peralatan Single Channel Analyzer seperti digambarkan pada kurva berikut:

Gambar 2. Kurva Biodistribusi 99mTc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal

Pada kurva di atas, ditunjukkan bahwa penimbunan aktivitas tertinggi (27,5%)

terdapat di organ popliteal 15 menit pasca penyuntikan intra-dermal, dan menurun

dengan bertambahnya waktu hingga 4,76% pada menit ke 120.

Di samping akumulasi tertinggi ditemukan pada beberapa organ yang terkait

dengan sistem limfatik seperti pada popliteal, lumbar dan mesentrik, data pada gambar

2 juga menunjukkan penimbunan yang cukup berarti di organ ginjal. Hal ini sangat

dimungkinkan mengingat ginjal termasuk salah satu jalur ekskresi. Penimbunan

aktivitas pada beberapa organ lainnya tidak menunjukkan nilai yang signifikan.

Page 15: Filariasis Latar Belakang

15

b. Uptake sediaan pada sistem limfatik

Untuk mengetahui seberapa lama sediaan 99mTc-DEC berada dalam kelenjar

popliteal, lumbar dan mesentrik seperti pada Gambar 2, Gambar 3 berikut menunjukkan

waktu uptake sistem limfatik terhadap sediaan:

Gambar 3. Waktu uptake sistem limfatik terhadap sediaan 99mTc-DEC

Walaupun uptake pada popliteal menunjukkan nilai radioaktivitas tertinggi pada

awal penyuntikan, namun terlihat bahwa menuju menit ke 45 terjadi penurunan yang

cukup tajam dibandingkan dengan lumbar dan mesentrik. Hal ini dimungkinkan karena

popliteal merupakan kelenjar terdekat pada daerah penyuntikan dibandingkan dengan

lumbar dan mesentrik. Baru setelah proses penurunan, aktivitas yang terakumulasi

mendekati jumlah yang sama dengan kelenjar limfatik lainnya.

A.3.8. Penentuan profil farmakokinetika

Parameter farmakokinetika sediaan obat memiliki arti penting dalam penata-

laksanaan diagnosis maupun terapi suatu penyakit. Di antara parameter farmako-

kinetika, waktu ekskresi/eliminasi yang sering dihubungkan dengan waktu paruh

biologis, atau waktu yang menyatakan lamanya suatu obat berada di dalam tubuh

seseorang, sangat perlu untuk diketahui.

Uji farmakokinetika 99mTc-DEC dilakukan dengan menyuntikkan sediaan secara

intra-dermal pada tikus normal maupun tikus terinfeksi, kemudian beberapa tetes darah

dari bagian ekor dicuplik selang periode waktu 5’, 15’, 30’, 45’, 60’, 90’, 120’ dan 180’ .

Page 16: Filariasis Latar Belakang

16

Pengukuran aktivitas cuplikan darah dilakukan dengan peralatan Single Channel

Analyzer; dan perhitungan aktivitas dikoreksi untuk bobot darah yang sama (cacahan

per gram) dan terhadap waktu paruh (T½) nuklida teknesium-99m. Gambar 4 dan 5 di

bawah ini menunjukkan profil farmakokinetika sediaan pasca penyuntikan intra-dermal

pada tikus normal dan tikus terinfeksi.

Gambar 4. Profil Kinetika 99mTc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus normal

Gambar 5. Profil Kinetika 99mTc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus terinfeksi

Page 17: Filariasis Latar Belakang

17

Dengan mengasumsikan sediaan berada dalam satu kompartemen, maka dari

profil kinetika yang tertera pada Gambar 4 dapat dihitung nilai waktu paruh biologis (T½) 99mTc-DEC pasca penyuntikan intra-dermal pada tikus normal adalah sebesar 44,32

menit, sedangkan dari Gambar 5 menunjukkan nilai waktu paruh biologis (T½) pada

tikus terinfeksi sebesar 37,83 menit. Apabila dilihat dari karakter individual mahluk

hidup, nilai ini tidak menunjukkan signifikansi perbedaan. Karena itu, dapat dinyatakan

waktu paruh biologis pasca pemberian intradermal adalah ±40 menit.

T½ biologis pada penyuntikan intra-dermal mengindikasikan waktu yang cukup

lama bagi sediaan berada dalam tubuh. Secara logika hal ini mudah dipahami karena

jalur penyuntikan tidak langsung ke dalam pembuluh darah. Nilai ini memberikan

kelebihan tersendiri mengingat teknik limfoskintigrafi yang digunakan dalam

pendeteksian penyakit, juga memerlukan waktu yang tidak singkat, sehingga ada

keleluasaan bagi para klinisi untuk melakukan penatalaksanaan diagnosis. Namun

demikian, mengingat sulitnya membedakan sumbatan fisik dengan sumbatan filaria

melalui teknik limfoskintigrafi, maka pemberian melalui injeksi intra-vena menjadi pilihan

yang diharapkan memberikan nilai positif.

Pada kurva yang diterakan pada gambar 6, ditunjukkan bahwa T½ biologis

dengan model satu kompartemen melalui injeksi intra-vena, memberikan nilai 29,7

menit. Nilai ini dianggap cukup untuk menelusuri keberadaan sediaan di dalam tubuh

apabila dilakukan pencitraan dengan kamera gamma pada manusia.

Gambar 6. Profil Kinetika 99mTc-DEC pasca penyuntikan intra-vena

Page 18: Filariasis Latar Belakang

18

A.3.9. Pencitraan kamera gamma pada hewan uji dan volunteer

Hasil pencitraan dengan kamera gamma menjadi kunci utama pembuktian

bahwa suatu sediaan layak digunakan. Hal ini ditujukan untuk meyakinkan bahwa

sediaan benar-benar terakumulasi pada target organ. Gambar 7 dan 8 berikut

menunjukkan hasil pencitraan kamera gamma sediaan 99mTc-DEC di dalam tubuh tikus

terinfeksi filaria pasca penyuntikan intra-dermal dan intra-vena.

Gambar 7. Gambar 8. Pencitraan pada tikus terinfeksi filaria Pencitraan pada tikus terinfeksi filaria dengan 99mTc-DEC (intra dermal) dengan 99mTc-DEC (intra-vena)

Walaupun hasil pencitraan kamera gamma yang ditunjukkan pada gambar 7 dan

8 membuktikan sediaan terdistribusi di dalam tubuh tikus, namun evaluasi masih sulit

dilakukan, apalagi bila mengamati distribusi setelah pemberian intradermal. Gambar 8

yang menunjukkan keberadaan penghitaman di bagian usus setelah penyuntikan intra-

vena, juga memberikan keraguan untuk menetapkan kelainan yang disebabkan filaria.

Pembuktian melalui pembedahan di bagian ini, dan perlakuan mikroskopik, juga tidak

menunjukkan filaria positif. Karena itulah, solusi akhir pembuktian harus dilakukan

pada pasien volunteer. Gambar 9 dan 10 menunjukkan volunteer penderita filariasis

dengan lokasi pembengkakan berbeda, sedangkan Gambar 11 dan 12 adalah hasil

pencitraan kamera gamma pasca penyuntikan 99mTc-DEC intra-dermal dan intra-vena.

Dosis 99mTc-DEC yang diberikan melalui penyuntikan intra dermal adalah 4 x 100µCi,

sedangkan melalui penyuntikan intra-vena ±5mCi.

Page 19: Filariasis Latar Belakang

19

Gambar 9.

Volunteer penderita filariasis dengan pembengkakan kaki kiri

Gambar 10.

Volunteer penderita filariasis dengan pembengkakan kaki kanan

Page 20: Filariasis Latar Belakang

20

Gambar 11. Gambar 12.

Pencitraan Kamera Gamma Pencitraan Kamera Gamma pasca penyuntikan intra-dermal pasca penyuntikan intra-vena pada penderita filariasis pada penderita filariasis

Pada hasil pencitraan kamera gamma, terlihat bahwa baik melalui penyuntikan

intra dermal maupun intra-vena, kedua volunteer penderita filariasis menunjukkan

gambaran positif di daerah pembengkakan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua cara

penyuntikan dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan filaria. Walaupun kedua

rute pemberian diasumsikan melalui jalur mekanisme keterikatan sediaan dengan

filaria, nilai lebih diberikan melalui penyuntikan intra-vena karena terjadinya akumulasi 99mTc-DEC dapat dibedakan dengan mekanisme limfoskintigrafi. Di samping itu,

akumulasi di ginjal dan kandung kemih, menunjukkan bahwa sediaan diekskresikan

melalui organ ini.

Pembengkakan kaki kiri

Pembengkakan kaki kanan

Intra dermal

Intra vena

Page 21: Filariasis Latar Belakang

21

B. Potensi Pengembangan ke Depan

B.1. Kerangka Pengembangan ke Depan

Seperti telah dipaparkan di atas, keberhasilan pencapaian target kegiatan

menunjukkan prospek yang cukup menjanjikan dari sisi teknis. Mengingat banyaknya

temuan kasus filariasis, pihak pengguna sangat berharap agar sediaan ini dapat segera

termanfaatkan. Teknologi penyiapan sediaan dan analisisnya sudah dikuasai. Begitu

juga dengan rintisan jejaring kerjasama. Potensi pengembangan sangat memungkinkan

untuk ditindaklanjuti. Karena itu:

Pengembangan aspek teknis, difokuskan untuk melengkapi dan menambah data uji

klinis yang masih diperlukan, sekaligus untuk meyakinkan tingkat keberhasilan pada

para pengguna.

Pengenalan produk melalui difusi teknologi hasil litbang kepada stakeholder dan/atau

instansi/lembaga terkait

Desain produk dan perhitungan aspek farmakoekonomi

Menjaring produsen untuk meningkatkan kapasitas iptek sistem produksi.

B.2. Strategi Pengembangan ke Depan

Seperti layaknya kegiatan diseminasi ataupun difusi suatu hasil inovasi, strategi

pengembangan ke depan, tidak hanya tertuju pada pemantapan aspek teknis, tetapi

juga perlu didukung dengan aspek non teknis. Karena itu, langkah yang diusulkan a.l.

mencakup:

Merintis kerjasama dengan para stakeholder dengan melibatkan peran serta

penentu kebijakan a.l. pihak Kemenristek, Kemenkes, Badan POM.

Diseminasi hasil litbang melalui publikasi dan/atau seminar di forum profesi

Melibatkan calon produsen agar bisa melakukan kegiatan program peningkatan

kapasitas iptek sistem produksi

Page 22: Filariasis Latar Belakang

22

BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program

A.1. Kerangka Sinergi Koordinasi

Koordinasi antar lembaga terkait, pemerintah maupun swasta sangat penting

artinya untuk mendifusikan/mendiseminasikan hasil litbang. Koordinasi di hulu lebih

memungkinkan untuk dilakukan oleh para peneliti, sedangkan koordinasi di hilir tidak

memungkinkan hanya dilakukan oleh peneliti. Karena itu ke depan, peran fasilitator

sangat dibutuhkan agar hasil litbangnya segera termanfaatkan. Langkah dan strategi

yang memungkinkan dilakukan peneliti a.l.:

membuat kesepakatan kerjasama dengan para stakeholder terutama tentang

pemanfaatan hasil litbang

melaksanakan kegiatan bersama sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan

kegiatan dengan pola win-win atau reward to reward.

Pada PKPP 2012, sinergitas koordinasi terlaksana dengan baik sejak awal

kegiatan berjalan. Bentuk sinergitas ditunjukkan dengan perolehan bahan/cuplikan,

kemudahan mendapatkan volunteer dan pemanfaatan berbagai fasilitas penelitian.

A.2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi

Dengan dasar reward to reward, indikator keberhasilan pada program PKPP

2012 diwujudkan dalam bentuk:

kemudahan mendapatkan sampel uji

kemudahan penggunaan fasilitas

Untuk program ke depan, indikator keberhasilan harus ditunjukkan dengan a.l.:

hasil litbang termanfaatkan oleh masyarakat luas

publikasi atau HKI bersama sesuai dengan kesepakatan

A.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi

Sinergitas koordinasi berjalan sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak

adanya kendala sejak awal berkoordinasi hingga berakhirnya kegiatan, baik dengan

pihak Dinas Kesehatan, Rumahsakit, maupun di kalangan internal lembaga, bahkan

secara informal para mitra tetap berkomunikasi dan selalu memberikan respon positif.

Page 23: Filariasis Latar Belakang

23

B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa

B.1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan

Penelitian dalam kegiatan PKPP 2012 yang dilakukan baru saja berakhir. Jenis

kegiatannya-pun masih dalam tahap penelitian terapan, dengan demikian pemanfaatan

hasilnya belum dapat dilakukan. Kegiatan yang telah selesai dilaksanakan baru dalam

tahap awal pembuktian (non-klinis) bahwa hasil litbang ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan nyata untuk deteksi dini penyakit filariasis dan mendukung

program nasional Indonesia Sehat, serta program WHO tentang The Global Goal of

Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020.

Namun demikian, sejak awal, para stakeholder, dalam hal ini pihak Dinas

Kesehatan dan Rumahsakit telah ikut dilibatkan dalam kegiatan. Begitu pula dengan

penyampaian informasi ke beberapa dokter/tenaga medik di daerah endemic, pernah

dilakukan. Secara tidak langsung, penyampaian informasi dan bentuk kerjasama ini

telah menggambarkan sebagian langkah strategi yang diambil agar pemanfaatan hasil

litbang dapat terlaksana sesegera mungkin.

Para peneliti sebenarnya sangat mengharapkan keberadaan fasilitator yang

dapat mengakselerasi penyebarluasan dan pemanfaatan hasil litbang, dengan demikian

para peneliti tidak harus “bergerilya” sendiri mulai dari hulu ke hilir.

B.2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan

Indikator keberhasilan pemanfaatan dari hasil penelitian yang nyata adalah

terpakainya sediaan oleh para pengguna, dan/atau dijadikan rujukan untuk

mengungkap kelainan yang diderita pasien (suspect)

B.3. Perkembangan Pemanfaatan

Seperti yang diuraikan di atas, hasil penelitian di PKPP 2012 ini baru dalam

tahap uji non klinis, dan baru dimulai dengan sedikit uji pre-klinis, tambahan data uji

klinis masih diperlukan. Namun demikian, data yang diperoleh hingga saat ini telah

menunjukkan hasil yang diharapkan. Kerjasama dengan para stakeholder sudah dirintis

dan mendapat respon positif; keberadaan penderita dan daerah endemik filaria di

Indonesia tidak sedikit, karena itu dengan strategi yang tepat, nampaknya pemanfaatan

ke depan memberi harapan dan prospek yang baik.

Page 24: Filariasis Latar Belakang

24

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

A.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran

Seperti diuraikan di atas, program PKPP dengan judul 99mTc-Dietil-karbamazin

Sebagai Sediaan Diagnostik Limfatik Filariasis yang difokuskan pada uji non-klinis ini

tidak terlepas dari tahap pelaksanaan kegiatan teknis dan administratif.

Aspek teknis meliputi kajian farmasetik, seperti pengamatan stabilitas, sterilitas,

pirogenitas, toksisitas sediaan, dan dilanjutkan dengan kajian farmakologis seperti

biodistribusi, penentuan profil farmakokinetika, serta pencitraan (imaging). Semua

kegiatan dapat diselesaikan tepat waktu, serta setiap tahapan menunjukkan data dan

hasil yang signifikan, bahkan di akhir kegiatan yang dilengkapi dengan teknik

pencitraan pada penderita volunteer menggunakan kamera gamma, menunjukkan

sediaan ini benar dapat dimanfaatkan untuk deteksi filariasis seperti yang diharapkan.

Di sisi lain, aspek administratif dan anggaran sebagai pendukung bergulirnya

kegiatan, terkelola dengan baik dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Keberhasilan

dan kelancaran pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran ini dapat dikatakan

tidak terlepas dari kerjasama yang terjalin baik antar berbagai pihak terkait, internal

lembaga, maupun di luar lembaga.

A.2. Metode Pencapaian Target Kinerja

Seperti telah disampaikan beberapa kali, target kinerja dapat dicapai seperti

harapan semula, dan bahkan dapat dikatakan melebihi target yang direncanakan.

Kesungguhan, kebersamaan, transparansi dan komunikasi yang baik, adalah kunci

sukses dari pencapaian target kinerja.

A.3. Potensi Pengembangan ke Depan

Penyiapan sediaan dan cara analisis yang terkait dengan kegiatan dalam

penelitian ini telah benar-benar dikuasai. Jejaring kerja juga sudah dirintis sejak awal

kegiatan, karena itu potensi pengembangan ke depan sangat terbuka. Jumlah daerah

endemik yang tidak sedikit di Indonesia, memberi peluang potensi pengembangan.

Prospek pasar sangat terbuka lebar.

Page 25: Filariasis Latar Belakang

25

A.4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program

Sinergitas koordinasi baik kelembagaan ataupun program, nampaknya tidak

terkendala walaupun tanpa dilengkapi dengan naskah kerjasama formal. Sekali lagi,

peran transparansi dan komunikasi menjadi kunci keberhasilan. Berbagai hal yang

diperkirakan akan sulit dilaksanakan, bahkan sebaliknya mendapat respon positif yang

kemungkinan dapat dijadikan jalan untuk merintis difusi dan teknologi hasil litbang yang

ditemukan.

A.5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa

Hasil uji non klinis in-vitro dan in-vivo yang telah dilakukan dalam penelitian ini,

khususnya untuk kasus pengembangan obat, dianggap masih belum cukup untuk

langsung masuk ke area pemanfaatan. Di samping masih harus menambah data uji

pre-klinis dan klinis, masih banyak persyaratan suatu obat agar dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat. Rintisan kerjasama yang sudah dilaksanakan dengan melibatkan

langsung para mitra ke dalam kegiatan ini, dapat dijadikan pembuka jalan program

pemanfaatan ke depan. Namun demikian, walaupun aspek teknis dan administratif

sudah lengkap, termasuk registrasi Badan POM terpenuhi, aspek lain, seperti ekonomi,

politis, keberpihakan, kebijakan, memiliki peran masing-masing yang berpengaruh pada

pemanfaatan hasil litbangyasa. Peran fasilitator sangat dibutuhkan.

B. Saran

B.1. “Keberlanjutan” Pemanfaatan Hasil Kegiatan

Agar hasil kegiatan dapat segera dimanfaatkan:

Data teknis, seperti data uji klinis masih perlu ditambah terutama untuk persyaratan

registrasi, sekaligus untuk meyakinkan tingkat keberhasilan pada para pemangku

kepentingan.

Pengenalan produk melalui difusi teknologi hasil litbang kepada stakeholder dan/atau

instansi/lembaga terkait

Desain produk dan perhitungan farmakoekonomi

Menjaring produsen yang “capable” (misalnya memiliki fasilitas produksi, CPOB dll.)

untuk meningkatkan kapasitas iptek sistem produksi

Page 26: Filariasis Latar Belakang

26

B.2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek

Berbagai keterbatasan, dana dan peralatan sering menjadi kendala bagi seorang

peneliti untuk menuangkan ide kreatifnya, apalagi jika yang bersangkutan berada dalam

suatu lembaga penelitian seperti saat ini. Ide berkoordinasi sering terlontar, namun di

lapangan banyak yang berjalan sendiri-sendiri. Begitu juga hasil litbang yang mungkin

bisa memiliki nilai lebih, banyak yang hanya tersimpan di laci. Memasarkan hasil litbang

tidak mungkin dikerjakan seorang diri. Sekali lagi peran fasilitator yang dapat

menjembatani hal ini sangat dibutuhkan; dan tentu saja Kemenristek menjadi tumpuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. ANONIM, Eliminating Lymphatic filariasis, WHO

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Frames/A-F/Filariasi/body Filariasis

2. SULIANTI A., Waspadai kaki gajah, Pikiran Rakyat, 25 Nov. 2010.

3. WEIL G.J., LAMMIE P.J., WEISS N., The ICT filariasis test: A rapid format antigen

test for diagnosis of Bancroftian Filariasis. Parasitology Today,13(10)(1997)401-404

4. HANAFIAH A.Ws. et al., Penandaan Dietilkarbamazin dengan radionuklida

teknesium-99m sebagai sediaan diagnostik untuk deteksi dini filariasis. Laporan

Teknis Program Insentif KMNRT, PKPP-2011.

5. MELROSE, W.D., Chemotherapy for lymphatic filariasis: progress but not perfection

Anti-infective Therapy 1(4) (2003) 571-577.

6. SAHA, G.B.,Fundamental of Nuclear Pharmacy,5thed.,Springer,USA,(2004)319-320

7. SZUBA, A., SHIN, W.S., STRAUSS, H.W., ROCKSON, S., Radionuclide lympho-

scintigraphy in the evaluation of lymphodema, J. Nucl. Med. 44(1)(2003) 43-57.

Page 27: Filariasis Latar Belakang

27

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA

Page 28: Filariasis Latar Belakang

28

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA

Identitas Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan Pengembangan Nama Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

Pimpinan (Isilah nama lengkap pimpinan perguruan tinggi atau lembaga litbang)

Drs. Djatmiko MSc.

Alamat Perguruan Tinggi / Lembaga Litbang (tuliskan alamat lengkap, kode pos, nomor telepon, nomor faksimile, dan alamat email)

Jl. Tamansari No.71, Bandung , 40132 Telp. 022-2503997, Fax. 022-2504081

e-mail: [email protected]

Identitas Kegiatan Judul Kegiatan Litbang yang Dilakukan

99mTc-DIETIL-KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS EVALUASI NON KLINIS

Abstraksi (Uraian ringkas kegiatan yang telah dilaksanakan dengan penjelasan tentang masalah yang ditangani, latar belakang, tahapan kegiatan, manfaat, metodologi yang digunakan, dan hasil pokok)

Penyakit yang disebut Lymphatic Filariasis atau

elephantiasis, atau yang lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah

telah menginfeksi lebih dari 120 juta orang di 80 negara, termasuk

Indonesia, dan lebih dari 40 juta dari mereka mengalami ketidak

mampuan bekerja (disability) di samping gangguan nilai estetika.

Karena jumlah penderita filariasis cukup signifikan dengan

memberikan dampak menahun yang sangat mengganggu, maka

penyakit ini mendapat perhatian dan penanganan serius dari

Kementerian Kesehatan RI, khususnya Bidang Pelayanan dan

Penanganan Penyakit Menular. Tidak hanya skala nasional,

WHO-pun telah mencanangkan „The Global Goal of Elimination of

Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year

2020“.

Permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua pihak

dalam memberantas penyakit infeksi filariasis adalah

terlambatnya penyakit ini terdiagnosis atau terdeteksi lebih awal.

Masyarakat tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi

penyakit ini. Metode deteksi dini yang spesifik dan akurat sangat

dibutuhkan.

Page 29: Filariasis Latar Belakang

29

Senyawa bertanda 99mTc-Dietilkarbamazin-citrat telah

berhasil dibuat dan telah dilaporkan dalam Program Insentif

Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) 2011

dengan memberikan karakteristik fisikokimia yang cukup baik.

Namun demikian, seperti halnya pengembangan obat baru (drug

discovery/drug development), berbagai persyaratan farmasetik

dan keamanan bagi pengguna menjadi barometer keberhasilan

penelitian ini. Karena itu, tujuan kegiatan penelitian yang

dilakukan dalam program insentif PKPP 2012 ini lebih difokuskan

pada perolehan data in-vitro dan in vivo 99mTc-Dietilkarbamazin

(99mTc-DEC), terutama dari aspek non klinis untuk meyakinkan

keberterimaan dan kepercayaan para pengguna. Aspek fisiko-

kimia seperti stabilitas, tingkat kemurnian, dan syarat farmasetik

lainnya, serta kajian farmakologis, seperti uji farmakokinetika,

toksikologi, sterilitas, a-pirogenitas, kesesuaian dosis diagnostik

dan rute pemberian, adalah parameter penting yang dikaji.

Beberapa metode uji, terutama yang terkait dengan aspek

farmakologis, diselaraskan dengan prosedur dan persyaratan

yang ditetapkan farmakope. Di samping itu, telah dilakukan pula

proses pencitraan (imaging) dengan kamera gamma, baik pada

hewan uji maupun pada penderita volunteer.

Dari pengamatan uji stabilitas, sediaan yang disimpan

selama 7 bulan dalam bentuk kit kering, masih menunjukkan

efisiensi penandaan dan tingkat kemurnian di atas 90%, dan tetap

stabil secara fisiko-kimia maupun biologis. Namun demikian,

sediaan 99mTc-DEC harus digunakan segera setelah disiapkan,

dan disarankan untuk tidak disimpan lebih dari 2 jam setelah

direkonstitusi dengan larutan perteknetat.

Pengaruh peningkatan volume larutan 99mTc-perteknetat

yang ditambahkan pada saat rekonstitusi, walaupun menurunkan

efisiensi penandaan, namun masih dalam batas yang diizinkan

(>90%). Walaupun demikian, untuk kenyamanan pasien, volume

yang diberikan sebaiknya diupayakan sesedikit mungkin.

Page 30: Filariasis Latar Belakang

30

Data uji toksisitas, juga menunjukkan sediaan 99mTc-DEC

aman digunakan.

Hasil uji biodistribusi pada tikus putih percobaan galur

Wistar, menunjukkan bahwa akumulasi sediaan terbesar

ditemukan dalam sistem limfatik, terutama pada kelenjar popliteal,

lumbar dan mesentrik.

Dari kurva kinetika diperoleh nilai waktu paruh (T½) biologis

masing-masing sebesar ±40 menit baik pada tikus normal maupun

pada tikus terinfeksi pasca pemberian intra-dermal, dan sebesar

29,7 menit apabila diberikan secara intra-vena.

Pencitraan dengan kamera gamma pasca penyuntikan

melalui rute intra-dermal dan intra-vena pada volunteer penderita

filariasis (studi preklinis), menunjukkan gambaran positif bahwa

sediaan 99mTc-DEC terakumulasi pada target organ. Namun

demikian, mengingat kelemahan pada pemberian intra-dermal

yang memberikan rasa sakit dan tidak mudah dalam

membedakan sumbatan filaria dan sumbatan fisik lainnya seperti

pada teknik limfoskintigrafi, maka rute penyuntikan intra-vena

menjadi pilihan.

Hasil inovasi sederhana ini, diharapkan dapat menjadi

sumbangan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat luas,

khususnya untuk mendeteksi keberadaan penyakit filariasis dan

dunia kesehatan di Indonesia, serta berharap dapat membantu

mempercepat capaian roadmap perkembangan kit diagnostik

pengendalian penyakit menular (ARN 2005-2025), serta program

WHO „The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a

Public Health Problem by the Year 2020”.

Penelitian ini dapat terselesaikan tepat waktu atas jalinan

kerjasama yang baik antara team peneliti, Dinas Kesehatan

Kabupaten Tasikmalaya, serta para dokter dan staf terkait di

Bagian Kedokteran Nuklir Rumahsakit Hasan Sadikin Bandung.

Page 31: Filariasis Latar Belakang

31

Tim Peneliti 1. Nama Koordinator/

Peneliti Utama (PU) 2. Alamat Koordinator/ Peneliti Utama 3. Nama dan Alamat

Anggota Peneliti (nama dan gelar akademik, berikut bid. keahlian, alamat

anggota peneliti sesuai urutan penulisan anggotanya)

1. Prof.Dr. A.Hanafiah Ws.,

BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung 40132 2. Dra. Nanny Kartini Oekar MSc.

BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung 40132 3. Prof. Dra. Nurlaila Zainuddin MT

BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung 40132 4. Drs. Duyeh Setiawan, Drs., MT

BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung 40132 5. Dra. Misyetti MT.

BATAN, Jl.Tamansari 71 Bandung 40132

Waktu Pelaksanaan Litbang (tanggal mulai dan akhir)

14 Februari 2012 – 14 Oktober 2012

Publikasi (cantumkan judul-judul publikasi, tahun dan tempat publikasi dilakukan)

Belum dipublikasikan

Identitas Kekayaan Intelektual dan Hasil Litbang Ringkasan Kekayaan Intelektual

1. Perlindungan Kekayaan Intelektual yang dihasilkan dari litbang dengan dukungan insentif KNRT periode 2012

a. Paten Waktu Pendaftaran: ................................................ b. Hak Cipta Waktu Pendaftaran: ................................................. c. Merek Waktu Pendaftaran: ................................................. d. Disain Industri Waktu Pendaftaran: ................................................ e. Disain Tata Letak Sirkuit Terpadu Waktu Pendaftaran: .............................................. f. Varietas Tanaman Waktu Pendaftaran: ............................................... (Pilihlah jenis perlindungan kekayaan intelektual yang diperoleh, dan sebutkan waktu pendaftarannya)

2. Nama Penemuan Baru (nama temuan yang dimintakan perlindungan kekayaan intelektual, asal temuan tersebut: baru atau hasil pengembangan temuan sebelumnya, alasan perlu perlindungan kekayaan intelektual).

3. Nama Penemuan Baru Non Komersial (nama temuan yang tidak dimintakan perlindungan kekayaan intelektual, asal temuan tersebut: baru atau hasil pengembangan temuan sebelumnya, alasan tidak perlu perlindungan kekayaan intelektual).

Nama temuan : Formula Kit-kering Dietil Karbamazin (DEC) dan metode pembuatan senyawa bertanda 99mTc-Dietil Karbamazin.

Merupakan hasil inovasi baru dari obat anti cacing filaria dietilkarbamazin (DEC) bertanda radionuklida teknesium-99m yang apabila disuntikkan ke dalam tubuh manusia secara intra dermal atau intra-vena, keberadaannya dapat ditelusuri dengan kamera gamma. Melalui mekanisme yang sama dengan DEC, sediaan 99mTc-DEC dapat menunjukkan secara lebih spesifik, peka dan lebih dini mendeteksi keberadaan cacing filaria di dalam tubuh.

Page 32: Filariasis Latar Belakang

32

Kejadian filariasis menyebar luas (endemik) di beberapa negara tidak hanya di Indonesia. Pencegahan lebih awal sering tidak dapat dilakukan karena diagnosis sulit ditegakkan, dan pasien baru datang setelah manifestasi (pembengkakan).

4. Cara Alih Teknologi a. Lisensi, b. Kerjasama, c. Pelayanan Jasa Iptek, d. Publikasi.

(Pilihlah cara alih teknologi kepada fihak lain agar hasil litbang anda ini dapat dimanfaatkan)

Lisensi, kerjasama dan publikasi.

Ringkasan Hasil Penelitian dan Pengembangan

1. Hasil Penelitian dan Pengembangan

(Isilah dengan ringkas mengenai hasil litbang yang dicapai; berupa disain, model, prototip, temuan ilmiah lainnya, tulisan ilmiah yang telah dipublikasikan, dan/atau konsultasi kepakaran bidang ilmu tertentu).

Hasil LITBANG : 1.1. Formula Kit-kering Dietil Karbamazin (DEC) dan penguasaan teknologi pembuatan senyawa

bertanda 99mTc-Dietil Karbamazin dengan tingkat kemurnian radiokimia lebih besar dari 90%, 1.2. Prototipe kit-kering DEC, stabil selama penyimpanan dalam waktu lama. 1.3. Data sifat/karakteristik fisiko-kimia 99mTc-DEC 1.4. Data sifat/karakteristik biologis (farmakokinetika) 99mTc-DEC 1.5. Hasil pencitraan kamera gamma pada penderita filariasis 1.6. Karya Tulis Ilmiah untuk publikasi

2. Produk, spesifikasi, dan pemanfaatannya. (Isilah dengan ringkas mengenai produk yang dihasilkan, berikut spesifikasi, dan pemanfaatannya) Produk berupa kit-kering steril dalam vial, stabil pada penyimpanan 4 oC. Setelah ditambahkan larutan teknesium-99m perteknetat, akan dihasilkan sediaan 99mTc-

Dietilkarmamazin (99mTc-DEC) yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit filariasis melalui penyuntikan intra-dermal atau intra-vena. Kit kering DEC dapat ditandai dengan 99mTc-perteknetat sebanyak 1 hingga 25 mCi per 1 hingga volume maksimal 4 mL. Tingkat kemurnian hasil penandaan > 90%, merupakan sediaan yang jernih tidak berwarna, steril dengan pH sediaan ± 4.

Page 33: Filariasis Latar Belakang

33

Gambar/Photo Produk Hasil Penelitian dan Pengembangan:

KIT KERING DIETIL KARBAMAZIN

HASIL PENCITRAAN KAMERA GAMMA PADA PENDERITA FILARIASIS

MENGGUNAKAN HASIL INOVASI

Pembengkakan kaki kanan Pembengkakan

kaki kiri

Intra dermal

Intra-vena

Page 34: Filariasis Latar Belakang

34

Pengelolaan

1. Sumber Pembiayaan Penelitian dan Mitra Kerja (isilah tentang besar pembiayaan, termasuk yang berasal dari mitra kerja) a. APBN (insentif KNRT) : Rp 250.000.000,- (termasuk pajak) b. APBD : Rp …….....-................ c. Mitra Kerja

- Dalam Negeri : dalam bentuk inmateri Nama Mitra : - Luar Negeri : Rp .…….................. Nama Mitra : ..........................

2. Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Penelitian (sebutkan sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam kegiatan litbang)

a. Sarana : fasilitas kerja dengan sumber radioaktif pemancar gamma, laminar air flow, freeze dryer, dose calibrator, pencacah saluran tunggal, peralatan kromatografi kertas dan lapis tipis.

b. Prasarana : Laboratorium radioaktif, ruang proses aseptis.

3. Pendokumentasian

(bagaimana pendokumentasian kekayaan intelektual dan hasil litbang yg telah dilakukan [CD, microfiche]) Dokumentasi dalam laptop dan computer, serta Buku Catatan Harian Penelitian.