faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi batu lahir di desa s

Upload: novyan-ajie-r

Post on 15-Oct-2015

156 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

    DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PRELAKTEAL PADA BAYI BARULAHIR

    DI DESA SUPAT TIMUR KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA

    SELATAN TAHUN 2011

    SKRIPSI

    Disusun Oleh:

    Melli Wulandari

    NIM: 107101002600

    PEMINATAN GIZI

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2011 M/1432 H

  • i

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

    satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

    yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, Oktober 2011

    Melli Wulandari

  • ii

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

    Skripsi, Oktober 2011

    Melli Wulandari, NIM : 107101002600

    Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada

    Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

    Selatan Tahun 2011

    xx + 110 Halaman,21 tabel, 2 gambar, 3 lampiran

    ABSTRAK

    Salah satu upaya mengurangi risiko kematian bayi adalah melalui pemberian Air

    Susu Ibu (ASI).Pemberian ASI harus diberikan sedini mungkin, yaitu sejak awal

    kelahiran dan kemudian dilanjutkan pemberian ASI ekslusif.Tetapi, upaya ini terhambat

    dengan adanya praktik pemberian makanan prelakteal (prelacteal feeding) pada bayi

    baru lahir.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

    dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di desa supat timur

    kabupaten musi banyuasin sumatera selatan tahun 2011.

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2011 di Desa Supat Timur

    Kababupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.Penelitian ini merupakan penelitian

    kuantitatif, dengan menggunakan disain cross-sectional study, dengan sampel sebanyak

    96 bayi yang berumur 0-6 bulan dengan menggunakansimple random sampling.Data di

    analisis dengan menggunakan uji Chi-Square.

    Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa proposi ibu yang memberikan makanan

    prelakteal sebanyak 76,0%. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian

    makanan prelakteal adalah tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, tradisi ibu dalam

    memberikan makanan prelakteal dan dukungan keluarga terhadap pemberian makanan

    prelakteal.Oleh karena itu disarankan kepada ibu agar tidak memberikan makanan

    prelakteal pada bayi baru lahir dengan cara melakukan IMD. Khususnya kepada petugas

    kesehatan harus memberikan dukungan penuh kepada ibu dengan cara membantu ibu

    melakukan IMD, bagi Dinkes di sarankan agar menggerakkan puskesmas utuk

    melaksanakan program kelas ibu hamil. Bagi peneliti lain perlu melakukan penelitian

    lanjutan terhadap variabel kepercayaan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

    Daftar Bacaan: 43 (1986-2010)

  • iii

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

    DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

    MAJOR OF PUBLIC NUTRITION

    Undergraduated Thesis, Oktober 2011

    Wulandari, Melli, NIM: 107101002600

    Factors that Relation with Behavior Prelacteal Feeding In Newborn Baby at East

    Supat Village Subdistrict Musi Banyuasin District South Sumatera in 2011.

    xxiii + 110 pages, 21 tables, 2 pictures, 3 attachment.

    ABSTRACT

    One of effort to reduce infant mortality rate is trough breast-feeding. Breast-

    feeding must be done as early as possible since the birth of baby and continued with

    exclusive breast feeding. Nevertheless, the effort is limited by prelacteal feeding on

    newborn baby. The research is conducted to know relating factor of prelacteal feeding

    practice on infant at Supat East Village Musi Banyuasin Subdistrict South Sumatera

    District.

    This research was conducted on May-August 2011 at East Supat Village Musi

    Banyuasin Subdistrict Sumatera South District. The research used quantitative approach,

    design research in this research was used cross-sectional study. With sample as many as

    96 baby 0-6th with technical sampling in this research used simple random sampling

    technique. Analyses data used the test Chi-Square.

    The result of this research can be seen that the proportion mother who give

    prelacteal feeding were 76,0%. And factor prelacteal feeding in this research were the

    education level, knowledge, tradition prelacteal feeding and family support in prelacteal

    feeding. Therefore, suggested to the mother for not giving prelacteal feeding to the

    newborn by doing IMD (Early Breastfeeding Initiation). In particular, health workers

    should provide support to mothers by helping the mother to do IMD. For health

    departemen, suggested to primary care (community health center) to carry out classroom

    program for pregnant women. For other researchers, suggested to conduct further

    research on the variables of trust by doing a qualitative approach.

    Reading list: 43 (1986-2010)

  • iv

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Skripsi Dengan Judul

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN

    MAKANAN PRELAKTEAL PADA BAYI BARU LAHIR

    DI DESA SUPAT TIMUR KABUPATEN MUSI BANYUASIN

    SUMATERA SELATAN TAHUN 2011

    Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

    Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Jakarta, September 2011

    Raihana Nadra Alkaff, M.MA Minsarnawati, SKM, M.Kes

    Pembimbing I Pembimbing II

  • v

    PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    Jakarta, September 2011

    Ketua

    (Raihana Nadra Alkaff, M.MA)

    Anggota I

    (Minsarnawati, SKM, M.Kes)

    Anggota II

    (Farihah Sulasiah, MKM)

  • vi

    DATA RIWAYAT HIDUP

    DATA PRIBADI

    Nama : Melli Wulandari

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat, Tanggal Lahir : Supat, 13 Mei 1989

    Alamat : Jl.SMA 48 No.29 Kel Pinang Ranti Kec.Makasar JakTim

    Agama : Islam

    No.Kontak : 021-99273613

    E-mail : [email protected]

    RIWAYAT PENDIDIKAN

    TK Nurul Falah II :1994 - 1995

    TPA Nurul Falah II : 1995 - 2001

    SDN 4 Supat : 1995 - 2001

    SMP PGRI Supat : 2001 - 2004

    SMA Trisoko Jakarta : 2004 - 2007

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 sekarang

  • vii

    LEMBAR PERSEMBAHAN

    Jika Anda tidak mengubah arah kehidupan Anda, Anda akan

    sampai di tempat yang menjadi arah dari tindakan atau tidak

    adanya tindakan Anda.

    Yakinlah, bahwa apa pun yang Anda kerjakan, atau yang tidak

    Anda kerjakan, mengarah ke sesuatu, dan akan menyampaikan

    Anda kepada kualitas hidup tertentu di masa depan.

    Karena Anda akan pasti sampai, maka pastikanlah bahwa Anda

    memulai sesuatu yang baik, mengerjakan yang baik, dalam niat

    yang baik.

    Jika yang kita lakukan adalah yang selain kebaikan, maka kita

    akan pasti menua dalam kelemahan dan perendahan.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Bismillah

    Assalamualaikum Wr Wb

    Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha

    Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat

    serta karunianya kepada penulis sehingga penulismasih diberi kesempatan dan

    kemampuan dalam menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

    sebaik-baiknya. Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rosul tercinta,

    Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi

    suri tauladan bagi umatnya.

    Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait

    sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

    dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya :

    1. Kedua orang tua saya, ayahanda Darwin dan Ibunda Juahir, yang senantiasa

    memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran secara moral,

    emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan semua keluhan dan

    senantiasa memberikan doa dan motivasi untuk pantang menyerah dan selalu sabar

    dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis. Terimakasih Aba,

    Uma jasa mu akan ananda balas dengan segala kekuatan anandamu tercinta

  • ix

    2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan Masyarakat.

    4. Ibu Ir. Febrianti, M.si selaku penanggung jawab peminatan gizi, terimakasih ibu

    telah banyak memberikan banyak informasi mengenai gizi.

    5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala

    bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    6. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku Pembimbing II, terimakasih atas segala

    bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan

    Ilmu Pengetahuan kepada kami.

    8. Spesially to DonaLd, yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang,

    menyumbangkan fikiran dan motivsi, serta senantiasa mendengarkan keluh kesa

    penulis selama menjalankan perkuliah ini dari semester awal hingga penulis bisa

    menyelesaikan skripsi ini. Thank u so mach for all.

    9. Geer Together Forever (Farida Hidayati, Hafifatul Auliya Rahmy, Karbella

    Kuantanades Hasty, Lisa Ellizabet Aula) sahabat yang selalu bersama dalam senang

    maupun susah, selalu mengangkatku ketika aku terjatuh, selalu menemaniku dan

    memberi semangat, memberi masukan, arahan, memberi warna dalam hidupku,

    terimakasih untuk sahabat-sahabatku, bersamamu semua indah.Love u geer.

  • x

    10. Generasi Oktober thank u so much, atas segala motivasi dan inspirasi yang teman-

    teman berikan selama mengerjakan skripsi ini.

    11. Teman-teman gizi seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu

    untuk kita semua.

    Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya

    dari Kami selaku manusia yang dhaif, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat

    Kami harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang.

    Tangerang Selatan, September 2011

    Melli Wulandari,SKM

  • xi

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................

    ABSTRAK..................................................................................................

    LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................

    LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. .

    LEMBAR PERSEMBAHAN....................................................................

    KATA PENGANTAR................................................................................

    DAFTAR ISI.............................................................. .................................

    DAFTAR TABEL......................................................................................

    DAFTAR BAGAN......................................................................................

    DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .......................................................................

    1.2 Rumusan masalah...................................................................

    1.3 Pertanyaan penelitian..............................................................

    1.4 Tujuan penelitian ....................................................................

    1.4.1 Tujuan Umum................................................................

    1.4.2 Tujuan Khusus...............................................................

    1.5 Manfaat penelitian...................................................................

    1.5.1 Bagi Masyarakat.........................................................

    1.5.2 Bagi Instansi dan Pihak-pihak terkait.........................

    1.5.3 Bagi Peneliti...............................................................

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian.......................................................

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Air Susu Ibu (ASI)..................................................................

    2.2 Makanan Prelakteal..............................................

    2.3 Definisi dan Determinan Prilaku...

    i

    ii

    iv

    v

    vi

    vii

    viii

    x

    xv

    xviii

    xix

    1

    6

    6

    7

    7

    7

    8

    8

    8

    9

    9

    10

    11

    13

  • xii

    2.3.1 Definisi Perilaku

    2.3.2 Determinan Perilaku..

    2.4 Masalah-masalah yang dihadapi selama menyusui dan cara

    mengatasinya...

    2.5 Bahaya apemberian susu formula..................

    2.6 Keuntungan psikologis menyusui

    2.7 Hal-hal yang berhubungan dengan pemberian makanan

    prelakteal.

    2.7.1 Umur ibu.

    2.7.2 Pendidikan..

    2.7.3 Pekerjaan ..

    2.7.4 Tradisi.

    2.7.5 Pengetahuan

    2.7.6 Sikap

    2.7.7 Kepercayaan..

    2.7.8 Penolong persalinan

    2.7.9 Tempat persalinan...

    2.7.10 Dukungan keluarga.

    2.7.11 Dukungan petugas kesehatan..

    2.8 Kerangka Teori...

    BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

    HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep....................................................................

    3.2 Definisi Operasional...........................................................

    3.3 Hipotesis..

    BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Desain penelitian.............

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitia........

    13

    15

    17

    22

    22

    23

    23

    24

    27

    27

    29

    31

    32

    34

    35

    36

    37

    38

    40

    42

    45

    47

    47

  • xiii

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian..

    4.3.1 Populasi .

    4.3.2 Sampel ..

    4.4 Pengambilan sampel..

    4.5 Pengumpulan Data..

    4.6 Instrumen Penelitian...

    4.7 Uji validitas dan Reabilitas

    4.8 Pengolahan Data

    4.9 Analisis Data...

    BAB V.HASIL PENELITIAN

    5.1 Analisis Univariat .............

    5.1.1 Gambaran pemberian makanan prelakteal

    5.1.2 Gambaran Umur ibu.

    5.1.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu...

    5.1.4 Gambaran Tradisi pemberian makanan prelakteal...

    5.1.5 Gambaran Pengetahuan Ibu..

    5.1.6 Gambaran Sikap Ibu ...

    5.1.7 Gambaran Penolong persalinan

    5.1.8 Gambaran Tempat persalinan...

    5.1.9 Gambaran Dukungan keluarga.

    5.1.10 Gambaran Dukungan petugas kesehatan..

    5.2 Analisis Bivariat.......

    5.2.1 Hubungan Umur dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemberian

    Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.3 Hubungan Tradisi dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    48

    48

    48

    49

    50

    50

    50

    52

    54

    55

    55

    57

    57

    58

    59

    60

    60

    61

    62

    63

    64

    64

    65

    66

  • xiv

    5.2.4 Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian

    Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.5 Hubungan Sikap dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.6 Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemberian

    Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.7 Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemberian

    Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.8 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian

    Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir...

    5.2.9 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan

    Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru

    Lahir......

    BAB VI. PEMBAHASAN

    6.1 Gambaran Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Usia

    0-6 Bulan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan.

    6.2 Analsisi antara umur ibu dengan pemberian maknan

    prelakteal...

    6.3 Analisis antara tingkat pendidikan dengan pemberian

    maknan prelakteal .....

    6.4 Analisis antara tradisi dengan pemberian maknan

    prelakteal .....

    6.5 Analisis antara pengetahuan dengan pemberian maknan

    prelakteal..

    6.6 Analisis antara Sikap dengan pemberian maknan

    prelakteal.

    6.7 Analisis antara penolong persalinan dengan pemberian

    67

    68

    69

    70

    71

    72

    74

    80

    83

    85

    87

    89

  • xv

    maknan prelakteal dengan pemberian maknan

    prelakteal..

    6.8 Analisis antara tempat persalinan dengan pemberian

    maknan prelakteal

    6.9 Analisis antara dukungan keluarga dengan pemberian

    maknan prelakteal

    6.10 Analisis antara dukungan petugas kesehatan dengan

    pemberian maknan prelakteal ..

    6.11 keterbatasan penelitian.. ..

    BAB VI.SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan .............................

    5.2 Saran........................

    DAFTAR PUSTAKA.

    LAMPIRAN................................................................................................

    LAMPIRAN 1

    LAMPIRAN 2.

    LAMPIRAN 3

    92

    95

    97

    99

    101

    102

    104

    106

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    No Tabel Halaman

    Tabel 1.1 AKB di Indonesia Per 1000 Kelahiran Hidup SDKI. 2

    Tabel 1.2 AKB per 1000 kelahiran hidup tahun 1994-2007 SDKI Provinsi

    Sumsel....

    2

    Tabel 3.1 Definisi Operasional........... 42

    Tabel 4.1 Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner...... 51

    Tabel 5.1 Distribusi Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Baru lahir

    di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera Selatan 2011..

    55

    Tabel 5.2 Jenis makanan yang diberikan pada bayi baru lahir di Desa

    Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011...

    56

    Tabel 5.3 Alasan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di

    Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011..

    56

    Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu yang Memiliki

    Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera

    Selatan 2011...........................................................

    57

    Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu yang

    Memiliki Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

    Sumatera Selatan 2011...

    58

    Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tradisi Ibu yang Memiliki

    Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera

    Selatan 2011...

    58

    Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibuyang

    Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

    Sumatera Selatan 2011...

    59

    Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Ibu yang Memiliki

    Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera

  • xvii

    Selatan 2011... 60

    Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Penolong Persalinanyang

    Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

    Sumatera Selatan 2011.............................

    61

    Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Persalinanyang

    Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

    Sumatera Selatan 2011...

    62

    Ttabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluargayang

    Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

    Sumatera Selatan 2011...

    63

    Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan

    ibu yang Memiliki Bayi Baru lahirdi Desa Supat Timur Musi

    Banyausin Sumatera Selatan 2011.

    64

    Tabel 5.13 Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

    pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

    65

    Tabel 5.14 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

    Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

    66

    Tabel 5.15 Hubungan Tradisi Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

    pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011..

    67

    Tabel 5.16 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

    Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011.....

    68

    Tabel 5.17 Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

    pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011..

    69

  • xviii

    Tabel 5.18 Hubungan Penolong persalinan dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

    Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011.

    70

    Tabel 5.19 Hubungan Tempat Persalinan Ibu dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

    Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011.

    71

    Tabel 5.20 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Makanan

    Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

    Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011.

    72

    Tabel 5.21 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemberian

    Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

    Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011..

    73

  • xix

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Gambar

    Gambar 2.1 Kerangka Teori..............................................................

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep...........................................................

    Halaman

    39

    41

  • xx

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Lampiran

    Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

    Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

    Lampiran 3 Output Analisis Data

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

    seutuhnya.Upaya membangun manusia seutuhnya harus sedini dan seawal mungkin,

    yakni sejak manusia itu berada dalam kandungan dan semasa balita.Pembangunan

    kesehatan merupakan bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya yang salah

    satu kegiatannya adalah melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui

    kegiatan kesehatan ibu dan anak.Pembinaan kesehatan ini ditujukan untuk

    menghasilkan generasi yang sehat dan berpotensi tangguh.

    Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan pula oleh derajat

    kesehatan masyarakat.Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator

    untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat.Rencana strategi Depkes tahun

    2005-2009 menyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk

    meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

    agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Untuk mencapai

    tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan

    berkesinambungan, selain itu ditetapkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan

    untuk mencapai sasaran sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan

  • 2

    Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yaitu salah satunya adalah menurunkan angka

    kematian bayi (AKB) dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2009).

    Tabel 1.1

    Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia per 1000 kelahiran hidup

    berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI).

    Tahun AKB

    1993-1997 53

    1998-2002 44

    2003-2007 34

    Sumber: BPS, SDKI 2008

    Tabel 1.2

    Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup tahun 1994-2007

    menurut Survei Provinsi Sumatera Selatan.

    Tahun AKB

    SDKI 1994 60

    SDKI1997 53

    SDKI 2002-2003 30

    SDKI 2007 42

    Sumber: BPS, Sumatera Selatan dalam Angka 2009/2010

    Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, resiko

    kematian bayi antara 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui.

    Untuk bayi berusia di bawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48%.

    Salah satu upaya untuk mengurangi AKB yaitu dengan pemberian ASI khususnya

    ASI Ekslusif 6 bulan dan tetap diberi ASI sampai 11 bulan saja dengan MP-ASI

    pada usia 6 bulan dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13% (Roesli, 2008).

    World Health Organization/United Nations Childrens Fund

    (WHO/UNICEF), pada tahun 2003 melaporkan bahwa 60% kematian balita

    langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi, dan dua per tiga dari

    kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makanan yang kurang tepat pada

  • 3

    bayi dan anak (Depkes, 2009). Selain itu makanan prelakteal seperti madu, air teh,

    air tajin, dan pisang sangat berbahaya bagi kesehatan bayi. Makanan padat seperti

    pisang dapat menyebabkan sumbatan saluran pencernaan dan menyebabkan

    kematian berkisar 5,1% (Wiryo,1998 dalam Theresiana, 2002) selain itu pemberian

    makanan prelakteal seperti madu juga berbahaya karena di dalam madu terdapat

    kandungan colustrum botulinum Spora yang dapat membahayakan dan mematikan.

    Pemberian makanan prelakteal adalah makanan yang diberikan kepada bayi sebelum

    ASI keluar (Depkes, 2009).

    Penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) dalam Nelvi (2004), menemukan

    kegagalan pelaksanaan ASI Ekslusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran

    yaitu lebih dari 80% responden yang tidak ASI ekslusif 4 bulan, telah memberikan

    makanan/minuman prelakteal dalam tiga hari pertama kepada bayinya. Pemberian

    maknan prelakteal berbahaya bagi bayi karena saluran pencernaan bayi belum cukup

    kuat untuk mencerna makanan dan minuman selain ASI (Depkes, 1997).Selain itu

    Makanan/minuman prelakteal dapat menggangu produksi ASI dan mengurangi

    kemampuan bayi untuk menghisap, di samping itu daya cerna bayi hanya cocok

    untuk ASI saja.

    Pemberian ASI di Indonesia belum berhasil sepenuhnya, pemberian ASI satu

    jam paska bersalin 8% dan pemberian ASI pada hari pertama 52,7%. Berdasarkan

    SDKI (2002), yakni 45,3% bayi mendapatkan makanan prelakteal cair dan 17,6%

    mendapatkan prelakteal setengah padat atau lembik. Berdasarkan Riskesdas 2010

    Pemberian makanan prelakteal di sumatera selatan sebanyak 44, 8%, jenis makanan

  • 4

    yang paling banyak diberikan yaitu susu formula dan madu yaitu (75,6%) dan

    (23,3%). Penelitian di Bogor tahun 2001 menunjukkan bahwa 18,7 % dari ibu-ibu

    memberikan susu formula pada minggu pertama setelah kelahiran. Temuan penting

    lainnya dari studi tersebut adalah bahwa 14,8% menyatakan setuju untuk

    memberikan susu formula kepada bayi baru lahir (Depkes 2001).

    Hasil penelitian Widodo (2001) yang dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa

    Barat menunjukkan bahwa 77% responden memberikan makanan prelakteal kepada

    bayi baru lahir. Penelitian yang dilakukan Theresenia (2002) di Tangerang

    menunjukkan bahwa sebanyak 74,9% responden memberikan makanan prelakteal

    pada bayi baru lahir. Hasil penelitian Megawati (2002), memperlihatkan bahwa

    pemberian makanan prelakteal di wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan cukup

    tinggi yaitu sebesar 72,5%.

    Menurut Sinambella (2000), pemberian makanan prelakteal yang dilakukan

    di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor sebanyak 83,3% responden terjadi karena

    kebiasaan yang ada di lingkungan responden. Penelitian Wijaya (2002) menyebutkan

    bahwa keberhasilan seorang ibu dalam menyusui sangat dipengaruhi oleh

    pengalaman dan dukungan dari orang di sekitarnya terutama keluarga.Kebanyakan

    ibu memerlukan dukungan agar dapat menyusui dengan baik.Lubis (2000),

    menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki peran yang sangat besar dalam

    memberikan contoh pemberian makanan terhadap anak. Kurnia Ningsih (2004),

    menyatakan bahwa 58% petugas kesehatan membolehkan pemberian

  • 5

    makanan/minuman prelakteal sebelum ASI keluar dan 76% petugas kesehatan setuju

    untuk memberikan makanan/minuman prelakteal ketika ASI ibunya belum keluar.

    Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Selatan 2010 didapatkan cakupan

    pemberian ASI ekslusif di Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 36,33%.

    Cakupan ibu yang memberikan ASI ekslusif di Sumatera Selatan dan di setiap

    Kabupaten yang ada di Sumatera Selatan salah satunya yaitu di Kabupaten Musi

    Banyuasin dengan cakupan pemberiann ASI Ekslusif sebesar 48,97% masih di

    bawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 80% (Profil Kesehatan Sumsel,

    2010).

    Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Supat Timur dengan

    cara pengamatan dan wawancara berdasarkan kuesioner pada 10 ibu yang

    mempunyai bayi baru lahir didapatkan hasil 100% dari ibu tersebut memberikan

    makanan prelakteal pada bayi, dimana 80% makanan yang diberikan adalah madu

    dan sebanyak 20% ibu yang memberikan makanan prelakteal berupa susu formula.

    Mengingat masih banyaknya praktik pemberian makanan prelakteal pada bayi yang

    juga merupakan penyebab kematian pada bayi, maka peneliti tertarik untuk

    melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian

    makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

  • 6

    1.2 Rumusan Masalah

    Makanan prelakteal dapat membahayakan kesehatan bayi dan akan

    menggangu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk menghisap, di

    samping itu daya cerna bayi hanya cocok untuk ASI saja. Namun praktik tersebut

    masih banyak dilakukan.Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka pemberian

    makanan prelakteal pada bayi. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa

    Supat Timur dengan cara pengamatan dan wawancara berdasarkan kuesioner pada

    10 ibu yang mempunyai bayi didapatkan hasil 100% dari ibu tersebut memberikan

    makanan prelakteal pada bayinya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang

    akan dilakukan ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian

    makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

    1.3 Pertanyaan Penelitian

    1. Bagaimana gambaran pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di

    Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

    2 Bagaimana gambaran umur ibu, tingkat pendidikan ibu,tradisi, pengetahuan ibu,

    sikap ibu, penolong persalinan, tempat persalinan ibuyang memiliki bayi baru

    lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

    2011.

    3 Bagaimana gambaran dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

    terhadap ibu yang memiliki bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

  • 7

    4 Bagaimana hubungan umur ibu,tingkat pendidikan ibu, tradisi ibu, pengetahuan

    ibu,sikap ibu, penolong persalinan ibu, tempat persalinan ibu dengan pemberian

    makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

    Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

    5 Bagaimana hubungan dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

    dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di Desa

    Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

    1.4 Tujuan Penelitian

    1.4.1 Tujuan Umum

    Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian

    makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan 2011.

    1.4.2 Tujuan Khusus

    1. Mengetahui gambaran pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir

    di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

    2011.

    2. Mengetahui gambaran umur ibu, tingkat pendidikan ibu, tradisi,

    pengetahuan ibu, sikap ibu, penolong persalinan, tempat persalinan ibu

    yang memiliki bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

  • 8

    3. Mengetahui gambaran dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

    terhadap ibu yang memiliki bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

    Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

    4. Mengetahui hubungan umur ibu, tingkat pendidikan ibu, tradisi,

    pengetahuan ibu, sikap ibu, penolong persalinan ibu, tempat persalinan ibu

    dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di

    Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

    2011.

    5. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

    dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di

    Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

    2011.

    1.5 Manfaat Penelitian

    1.5.1 Bagi Masyarakat

    Memberikan informasi mengenai pentingnya pemberian ASI pada bayi

    baru lahir pada waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam

    pemberian ASI Ekslusif yang dapat berdampak pada kesehatan bayi.

    1.5.2 Bagi instansi dan pihak-pihak terkait

    Dapat menjadi bahan petimbangan dan diharapkan dapat memberikan

    informasi yang bermanfaat bagi pembuat program dan pelaksana program,

    terutama untuk pengembangan program gizi balita di dalam memberikan

  • 9

    informasi kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu yang telah dan akan memiliki

    anak.

    1.5.3 Bagi peneliti

    Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan

    penelitian dan sebagai aplikasi ilmu yang didapat selama kuliah serta dapat

    Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan

    prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur. Selain itu dapat dijadikan

    sebagai bahan penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam tema yang sama.

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

    dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi di Desa Supat Timur tahun

    2011.Penelitian ini dilakukan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

    Sumatera Selatan dan dilakukan pada bulan Mei- Agustus 2011. Sasaran penelitian

    ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan dengan metode pengambilan data

    primer berupa wawancara berdasarkan kuesioner dan menggunakan jenis penelitian

    kuantitatif dengan disain cross sectional. Penelitian dilakukan karena masih

    banyaknya praktik pemberian makanan prelakteal pada bayi.

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Air Susu Ibu (ASI)

    ASI adalah makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada bayi yang baru

    dilahirkan. Komposisi ASI berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan bayi dan

    bila diberikan dengan baik dan benar dapat memenuhi kebutuhan untuk tumbuh

    secara optimal sampai usia 6 bulan. Selain itu ASI mengandung makrofag limfosit

    dan antibody yang dapat mencegah bayi terinfeksi dengan penyakit

    tertentu.Pemberian ASI mempunyai pengaruh biologis dan emosional yang luar

    biasa terhadap kesehatan ibu dan anak serta terdapat hubungan yang erat antara

    menyusui ekslusif dan penjarangan kelahiran (Suradi, 2001 dalam Nelvi, 2004).

    Dalam keadaan normal, bayi tidak memerlukan air atau makanan lain selama

    2-4 hari pertama setelah lahir, yaitu pada saat ibu baru mulai menyusui. Karena

    cadangan tenaga dan air yang di bawah sejak lahir cukup untuk pertahanan bayi

    pada hari-hari pertama kehidupan, sementara proses menyusui belum mantap.

    Sehingga dianjurkan untuk meletakkan bayi di lingkungan yang cukup hangat, tetapi

    tidak terlalu kering, untuk mencegah kehilangan cairan melalui keringat (Perinasia,

    1990).

  • 11

    2.2 Makanan Prelakteal

    Asupan sebelum menyusui (asupan pralaktasi) adalah makanan/minuman

    buatan yang diberikan kepada bayi sebelum kegiatan menyusui dimulai (Depkes,

    2009). Sedangkan menurut Depkes (2010), makanan prealakteal adalah makanan

    yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, jenis-jenis makanan tersebut antara

    lain: air kelapa, air tajin, madu, pisang, nasi yang dikunyah ibunya, papaya, dan susu

    formula. Pemberian maknan prelakteal berbahaya bagi bayi karena saluran

    pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan dan minuman selain

    ASI.

    Menurut Suhardjo (1998) makanan prelakteal adalah makanan yang

    diberikan kepada bayi sebelum diberikan ASI. Makanan prelakteal diberikan pada 1-

    3 hari pertama setelah kelahiran, makanan yang umum diberikan pada masa

    prelakteal tersebut adalah madu, kelapa muda, pisang dihaluskan, papaya dihaluskan,

    air gula bahkan di Jawa Timur sebagian ada ibu-ibu yang memberikan susu sapi

    sebagai makanan prelakteal, di Nusa Tenggara barat ibu-ibu Suku Sasak juga

    memberikan nasi papak, nasi masam, bubur tepung dan teh kepada bayi baru lahir,

    selain itu sebagian ibu-ibu Suku Bali memberikan susu bubuk sebelum mulai

    memberikan ASI. Alasan memberikan makanan prelakteal adalah supaya bayi

    berhenti menangis, karena bayi belum bisa menghisap ASI, bayi membutuhkan

    makanan dan ASI belum keluar.

  • 12

    Pemberian makanan prelakteal merupakan perilaku ibu dalam memberikan

    makanan/minuman selain ASI sebelum ASI keluar seperti: air teh, air putih, madu,

    air tajin, pisang, susu formula, dan pepaya kepada bayi. Menurut Depkes (2007),

    makanan prelakteal ini berbahaya karena: makanan ini dapat menggantikan

    kolostrum sebagai makanan bayi yang paling awal. Bayi mungkin terkena diare,

    septicemia dan meningitis, bayi lebih mungkin menderita intoleransi terhadap

    protein di dalam susu formula tersebut, serta alergi misalnya eksim.

    Makanan prelakteal mengganggu hisapan bayi. Rasa lapar bayi terpuaskan,

    sehingga bayi menyusu lebih sedikit, bila bayi diberi minuman dari botol dan dot,

    maka bayi lebih sulit melekat pada payudara (bingung puting), bayi akan kurang

    menyusu dan merangsang payudara dan ASI memerlukan waktu lebih lama untuk

    keluar, hal ini mempersulit pemantapan menyusui. Meskipun bayi mendapatkan

    asupan prelakteal sedikit, ibu kemungkinan besar akan mengalami masalah seperti

    pembengkakan payudara. Akibatnya, kegiatan menyusui kemungkinan besar akan

    berhenti lebih awal dibandingkan bila bayi disusui ekslusif sejak lahir.

    Pemberian makanan prelakteal sangat merugikan karena akan

    menghilangkann rasa haus bayi sehingga malas menyusui. Menurut Ebrahim (1986)

    dalam Megawati (2002) beberapa top feeds atau makanan dari larutan glukosa hanya

    akan menimbulkan hambatan dan melemahkan let down reflex dengan menjauhkan

    rangsangan menghisap. Menurut Siregar (2004), bahaya pemberian makanan

    prelakteal meliputi:

  • 13

    1. Untuk bayi

    a. Bayi bisa tidak mau menghisap dari payudara karena pemberian makanan ini

    menghentikan rasa laparnya.

    b. Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar, juga bila bayi

    tidak menghisap payudara maka tidak akan mendapat susu jolong

    (kolostrum).

    c. Bila yang diberikan susu sapi, alergi sering terjadi.

    d. Bayi kebingungan menghisap puting susu bila pemberian makanannya lewat

    botol.

    2. Untuk ibu

    a. ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup menghisap

    b. Bendungan dan mastitis lebih mungkin terjadi karena payudara tidak

    mengeluarkan ASI, dan

    c. Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui.

    2.3 Definisi dan Determinan Perilaku

    2.3.1 Definisi Perilaku

    Perilaku berasal dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan

    dorongan merupakan usaha memenuhi kebutuhannya.Perilaku merupakan

    refleksi berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,

    motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoadmojo, 2003).

  • 14

    Perilaku adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan

    tanggapan (respons).Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu

    aktivitas pada manusia itu sendiri baik yang dapat diamati secara langsung

    maupun tidak langsung. Berdasarkan definisi perilaku dari Skinner 1983

    perilaku merupakan hubungan antara stimulus dengan respon, skinner

    mengemukakan ada dua respon (tanggapan) yaitu:

    1. Respondent respons atau reflexive respons, ialah respons yang

    ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-

    perangsangan yang semacam itu disebut elektring stimuli, karena respon-

    respon yang relatif tetap. Responden respon (respondent behavior) ini

    mencakup juga emosi respon atau emotional behavior, yang timbul

    karena hal yang kurang mengenakan organisme yang bersangkutan,

    misalnya reaksi menangis ketika sedih atau sakit.

    2. Operant respond atau instrumental respons adalah respon yang timbul

    dan berkembang diikuti rangsangan tertentu. Perangsangan tersebut atau

    semacamnya disebut reinforcing stimuli, karena perangsangan-

    perangsangan tersebut memperkuat respon yang dilakukan oleh

    seseorang. Respondent respons sangat terbatas keberadaannya pada

    manusia. Ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan

    respon kemungkinan untuk memodifikasinya adalah sangat kecil,

    sebaliknya operant respons merupakan bagian terbesar dari perilaku

  • 15

    manusia, dan kemungkinan memodifikasinya sangat besar bahkan tidak

    terbatas.

    2.3.2 Determinan Perilaku

    Notoatmodjo (2007), mengemukakan banyak teori tentang

    determinan perilaku, masing-masing berdasarkan asumsi-asumsi yang

    dibangun. Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi

    acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat, ketiga teori tersebut

    yaitu teori Lawrence Green (1980), Snehandu B. Kar (1983), dan WHO

    (1984).

    a. Teori Lawrence Green

    Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan

    yakni behavioral factors (perilaku kesehatan), dan non behavioral factor

    (faktor non perilaku). Selanjutnya perilaku sendiri ditentukan oleh 3

    faktor.

    1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor

    yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain

    pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

    sebagainya.

    2. Fakto-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

    memungkinkann atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan,

  • 16

    antara lain sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

    perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, dll.

    3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

    mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud

    dalam sikap dan perilaku petugas lain, yang merupakan kelompok

    refrensi dari perilaku masyarakat.

    b. Teori snehandu B. Kar

    Kar dalam Notoadmojo (2007), mengidentifikasi adanya 5

    determinan perilaku yaitu,

    1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan

    dengan objek atau stimulus di luar dirinya.

    2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).

    3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah

    tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan

    diambil oleh seseoranng. Misalnya informasi tentang kesehatan atau

    fasilitas kesehatan.

    4. Otonomi pribadi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) dalam

    hal ini mengambil tindakan atau keputusan.

    5. Kondisi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak

    bertindak (action situation).

  • 17

    c. Teori WHO

    World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa

    seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok.

    1. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,

    sikap, kepercayaan-kepercayaan dan pertimbangan seseorang

    berdasarkan objek.

    2. Adanya acuan atau refrensi dari seseorang atau pribadi yang

    dipercayai (personal refrences).

    3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk

    terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat (sarana dan prasarana

    atau fasilitas)

    4. Soiso budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh

    terhadap perilaku seseorang, faktor budaya merupakan faktor ekternal

    untuk terbentuknya perilaku seseorang.

    2.4 Masalah-Masalah yang Dihadapi Selama Menyusui dan Cara Mengatasinya

    Beberapa masalah yang sering dihadapi ibu selama menyusui adalah:

    1. Masalah Biologis Ibu

    1. Puting datar, terbenam dan besar/panjang

    a. Bangun rasa percaya diri ibu,

  • 18

    b. Bayi perlu memasukkan sebagian besar areola dan jaringan di

    belakangnya kedalam mulut bayi, sewaktu bayi menyusu, bayi akan

    menarik payudara dan puting ibu ke arah luar.

    c. Biarkan bayi melekat sendiri pada payudara, kapanpun ia mau.

    d. Bantu ibu mengatur posisi bayi sehingga bayi bisa melekat lebih baik

    e. Bantu ibu supaya puting lebih menonjol sebelum menyusui dengan

    menggunakan pompa payudara manual, atau sebuah alat suntik untuk

    menarik puting keluar.

    2. Payudara bengkak

    Penyebab payudara membengkak yaitu,

    1. ASI banyak

    2. Terlambat mulai menyusui

    3. Pelekatan kurang baik

    4. Pengosongan ASI tidak sering

    5. Pembatasan lama menyusui

    Mengeluarkan ASI sangat penting untuk mengatasi pembengkakan.

    Bila ASI tidak dikeluarkan akan terjadi mastitis, bengkak (abses) dan

    produksi ASI berkurang.

    1. Bila bayi mampu menyusu, bayi sebaiknya menyusu lebih sering. Bantu

    ibu mengatur posisi bayi agar melekat dengan baik. Dengan demikian

    bayi akan menyusu secara efektif dan tidak mencederai puting.

  • 19

    2. Bila bayi tidak mampu menyusu, bantu ibu memerah ASInya. Ibu mampu

    memerah dengan tangan atau memerlukan pompa payudara, dapat

    memerah sedikit ASI untuk membuat payudara cukup lunak untuk bayi

    menyusu.

    3. Sebelum menyusu atau memerah, rangsanglah reflex oksitosin ibu dengan

    kompres hangat atau mandi air hangat, pijat tengkuk dan punggung,

    pijitan ringan pada payudara, merangsang kulit puting dan bantu ibu

    untuk rileks.

    4. Setelah menyusui untuk menghilangkan edema, letakkan kompres dingin

    pada payudara

    5. Bangun rasa percaya diri ibu.

    3. Saluran tersumbat dan mastitis

    Mastitis timbul pada payudara yang bengkak atau dapat terjadi karena

    saluran ASI tersumbat.Saluran tersumbat terjadi saat ASI tidak dikosongkan

    dari salah satu bagian payudara.Hal ini terjadi karena saluran menuju bagian

    payudara tersumbat oleh ASI yang menebal.Gejalanya adalah gumpalan dan

    lembek, seringkali terdapat kemerahan pada kulit di daerah yang bengkak.Ibu

    tidak demam dan merasa sehat.

    Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran

    tersumbat atau karena payudara bengkak maka ini disebut statis ASI.Jika ASI

    tidak juga dikeluarkan statis ASI dapat menyebabkan peradangan jaringan

  • 20

    payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi.Kadang payudara terinfeksi

    bakteri (mastitis terinfeksi).Penyebab saluran tersumbat dan mastitis adalah

    kurang baiknya aliran ASI pada sebagian atau seluruh payudara.

    Aliran yang kurang baik pada seluruh payudara dapat terjadi karena

    menyusui kurang sering, menyusui tidak efektif jika bayi tidak melekat

    dengan benar pada payudara. Sedangkan kurang lancarnya aliran pada

    sebagian payudara bisa terjadi karena menyusui tidak efektif, tekanan

    pakaian yang ketat, tekanan jari ibu dan bagian bawah payudara yang besar

    kurang baik mengalirkan ASI karena cara bergantung payudara itu sendiri.

    Faktor penting lainnya adalah stress dan banyak pekerjaan ibu, hal ini

    menyebabkan ibu kurang sering menyusui bayinya atau kurang lama. Trauma

    pada payudara yang merusak jaringan payudara kadang menyebabkan

    mastitis, bila ada puting retak maka itu memungkinkan bakteri masuk ke

    jaringan payudara.

    4. Puting lecet dan retak

    Puting lecet disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui, yaitu

    bayi tidak menyusu sampai kekalang payudara. Bila bayi hanya menyusu

    pada puting susu maka bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi bayi

    tidak menekan pada daerah sinus laktifirus, sedangkan pada ibunya kan

    terjadi nyeri/lecet pada puting susunya (Soetjiningsih, 1997). Penanganan

    puting lecet: Bagun rasa percaya diri ibu, perbaiki pelekatan dan teruskan

  • 21

    menyusui, kurangi pembekakan, sarankan sering menyusui dan perah ASI,

    obati candida apabila kulit merah, berkilat dan bersisik. Anjurkan ibu

    mencuci payudara sekali sehari saja dan hindari pemakaian sabun, hindari

    obat lotion dan salep, mengoleskan ASI akhir pada areola dan puting tiap

    selesai menyusui (Depkes, 2009).

    2. Masalah Psikologis Ibu

    Menurut siregar 2002 bahwa faktor kejiwaan sangat mempengaruhi

    pembuahan air susu ibu. Kegagalan menyusui dapat terjadi apabila ibu selalu

    dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk

    ketegangan lainnya.

    Siregar juga mengatakan pada ibu menyusui ada dua reflex yang menentukan

    keberhasilan menyusui bayinya, yaitu:

    1. Refleks Prolaktin

    Disaat payudara ibu dihisap oleh bayi, maka terjadi rangsangan

    neoroharmonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan

    ke hypophyse melalui nervus vagus, terus ke lobus anterior. Hormon

    prolaktin akan keluar dari lobus ini, masuk ke peredaran darah dan sampai

    pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI. Kelnjar-kelenjar ini akan terangsang

    untuk menghasilkan ASI.

    2. Refleks Oksitosin

  • 22

    Refleks ini akan memancarkan ASI keluar. Apabila didekatkan pada

    payudara ibu, bayi akan memutarkan posisi kepalanya ke arah payudara ibu.

    Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu inilah yang dinamakan

    rooting reflex (refleks menoleh).Let down reflex sangat sensitive. Refleks ini

    akan terganggu, apabila ibu mengalami guncangan emosi, tekanan jiwa dan

    gangguan fikiran. Apabila terjadi gangguan let down reflex ini, maka ASI

    tidak keluar. Hal ini akan berakibat bayi, ini justru akan menambah ibu lebih

    gelisah lagi sehingga semakin mengganggu let down reflex.

    2.5 Bahaya Pemberian Susu Formula

    Menurut Depkes (2009) bahaya pemberian susu formula yaitu:

    1. Lebih mudah diare dan infeksi saluran pernafasan

    2. Kurang gizi, kekurangan vitamin A

    3. Lebih mudah meninggal

    4. Lebih mudah alergi dan keadaan tidak tahan (intolerensi)

    5. Meningkatnya resiko beberapa penyakit kronis

    6. Kelebihan berat badan

    7. Nilai tes kecerdasan lebih rendah.

    2.6 Keuntungan Psikologis Menyusui

    Menyusui membantu ibu dan bayi membentuk hubungan yang erat dan

    penuh kasih sayang yang membuat ibu merasa sangat puas secara emosional.Kontak

    kulit antara ibu dan bayi segera setelah persalinan membantu mengembangkan

  • 23

    hubungan tersebut (bonding). Selain itu keuntungan dari menyusui adalah bayi

    jarang menangis dan akan tumbuh dan berkembang lebih cepat jika bayi selalu dekat

    dengan ibunya dan disusui segera setelah dilahirkan (Depkes, 2009).

    Ibu yang menyusui merespon bayinya dengan cara yang lebih kasih sayang,

    jarang mengeluh dalam memenuhi kebutuhan bayi untuk diperhatikan dan menyusui

    dimalam hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan membantu

    proses perkembangan intelektual anak, hasil penelitian terhadap kecerdasan terhadap

    bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang dilakukan pada masa kanak-kanak

    menunjukkan bahwa terdapat perbedaan IQ secara signifikan pada bayi yang diberi

    ASI lebih cerdas dibandingkan dengan yang diberi susu formula (Nur, 2008).

    2.7 Hal-Hal yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Prelakteal

    1. Umur Ibu

    Tidak semua wanita sama dalam menyusui. Sebagian mempunyai

    kemampuan yang lebih besar dari pada yang lain. Pada umumnya wanita yang

    lebih muda kemampuannya lebih baik dari yang tua.Salah satu faktor

    penyebabnya adalah adanya perkembangan kelenjar yang matang pada pubertas

    dan fungsinya yang berubah sesudah kelahiran bayi (Ebrahim, 1978). Menurut

    (Madjid, 1999 dalam Nuryanto, 2002) kurun waktu yang paling aman secara

    biologis untuk reproduksi adalah 20-30 tahun karena pada kurun waktu tersebut

    terjadi kematangan pertumbuhan organ genitalia interna dan perkembangan

    hormonal yang stabil.

  • 24

    Soetjningsih (1997) mengungkapkan bahwa semakin muda usia ibu

    semakin tinggi kecendrungan untuk memberikan ASI. Hal ini berbanding

    terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2002) didapatkan

    hasil bahwa ibu yang berumur lebih muda lebih banyak yang memberikan

    makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir dibandingkan dengan ibu yang

    berumur lebih tua.

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Linda Amalia (2007) memperlihatkan

    bahwa tidak ada hubungan signifikan antara ibu yang berumur < 20 dan> 30

    dengan ibu yang umur 20-30 tahun dalam memberikan ASI segera setelah

    melahirkan. Hal ini terlihat bahwa ibu yang berumur < 20 tahun dan > 30 tahun

    maupun umur ibu diantara 20-30 tahun mayoritas tidak segera memberikan ASI

    setelah melahirkan 66,7%.

    2. Pendidikan

    Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan

    untuk pengembangan diri.Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah

    menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi juga semakin

    meningkanya produktivitas dan semakin tinggi kesejahteraan

    keluarga.Pendidikan adalah sejumlah pengalaman belajar baik formal maupun

    informal yang diorientasikan pada perkembangan dan pertumbuhan pribadi.Yang

    dimaksud dengan pendidikan formal adalah pendidikan umum melalui jalur

    sekolah.

  • 25

    Menurut Depkes RI 2005 dalam Hermansyah 2010, seorang ibu yang

    mempunyai tingkat pendidikan rendah maka balitanya berisiko 2 kali lebih

    banyak terhadap masalah kesehatan dibandingkan dengan ibu yang memiliki

    pendidikan tinggi. Berarti jika seorang ibu berpendidikan lebih tinggi maka

    kemungkinan ibu dapat menerima banyak informasi, termasuk informasi tentang

    gizi balita sehingga ibu dapat memberikan asupan gizi yang baik untuk balitanya.

    Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

    menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga dapat

    menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-

    hari. Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan berkesinambungan. Tingkat

    pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam masyarakat karena

    melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah

    citra sosialnya. Disamping itu, tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai

    cermin keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat (Depkes RI, 1990 dalam

    Hermansyah 2010).

    Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam

    tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua

    dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan

    anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari,

    bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikan dan sebagainya

    (Soetjiningsih, 2004).

  • 26

    Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan mutu hidup

    manusia.Secara umum pendidikan meningkatkan keperibadian manusia, aspek

    jasmani, aspek rohani, pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka

    menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.Pendidikan dalam penelitian

    ini dibagi menjadi 2 kategorik yaitu pendidikan rendah dan pendidikan

    tinggi.Responden yang berpendidikan rendah adalah responden berpendidikan

    SMP ke bawah dan responden berpendidikan tinggi bila responden minimal

    SMA/ sederajat (Hartuti, 2006).

    Penelitian Megawati (2002) memperlihatkan bahwa ibu yang

    berpendidikan rendah lebih banyak memberikan makanan prelakteal pada

    bayinya pada saat baru lahir dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan

    tinggi.Selain itu ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai kemungkinan

    lebih besar untuk memberikan makanan prelakteal dibandingkan dengan ibu

    yang berpendidikan tinggi.

    Penelitian yang dilakukan oleh Linda Amalia (2007) menunjukan bahwa

    tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pemberian

    ASI segera lahir hal ini terlihat bahwa untuk semua kategori pendidikan,

    presentase ibu yang memberikan ASI segera pada bayi baru lahir lebih kecil dari

    pada ibu yang tidak memberikan ASI segera pada bayi baru lahir.

    3. Pekerjaan

  • 27

    Bekerja selalu dijadikan alasan tidak memberikan ASI ekslusif pada bayi

    karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu pemberian ASI pun

    berkurang.Akan tetapi seharusnya seorang ibu yang bekerja tetap dapat

    memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya dengan pengetahuan yang benar

    tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja

    (Soetjiningsih, 1997).Pada Penelitian Megawati (2002) memperlihatkan bahwa

    Ibu yang tidak bekerja lebih banyak memberikan makanan prelakteal dibanding

    dengan ibu yang bekerja.

    4. Tradisi

    Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan

    menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

    negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama dan adanya informasi yang

    diteruskan dari generasi baik tertulis maupun (seringkali) lisan. Dalam hal ini

    tradisi pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir seperti: madu, air

    kelapa, air tajin, air teh, pisang, air putih dan lain-lain (Kholifah, 2008).

    Pengetahuan secara budaya tentang pangan adalah salah satu faktor yang

    menentukan apa yang dapat dimakan dan apa yang tida. Sering kali inipun masih

    dibatasi adanya kemungkinan kepercayaan agam ataupun tradisi mengenai apa

    yang boleh dan yang tidak boleh dimakan, apa yang baik dan apa yang tidak baik

    secara sosial. Semua itu diperoleh melalui proses pewarisan dari generasi tua

    kepada generasi muda secara terus menerus. Lewat proses enkulturasi dan

  • 28

    sosialisaai tiap individu membiasakan diri dalam apa yang patut dimakan

    (Puslitbang Gizi Depkes RI,1985 dalam Kholifah 2008).

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008)

    mengungkapkan bahwa beberapa informan utama memberikan madu pada bayi

    baru lahir pemberian makanan tersebut dilakukan karena kebiasaan yang

    dianjurkan oleh orang tua ketika ASI ibu belum keluar atau keluar namun masih

    sedikit. Pemilihan madu sebagai makanan untuk bayi baru lahir disebabkan

    karena makanan berupa madu memiliki kepercayaan tertentu, yaitu dapat

    mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh bayi setelah melahirkan dan dipercaya

    dapat membuat bibir bayi tersebut menjadi merah jika pemberiannya dilakukan

    dengan cara dioleskan pada cabe merah ke bibir bayi.

    Penelitian Sinambella (2002) di Bogor yang mengungkapkan bahwa

    pemberian makanan yang dilakukan di tempat tersebut terjadi karena kebiasaan

    yang ada di lingkungan responden yang menganggap makanan prelakteal

    merupakan makanan yang baik untuk bayi menunggu ASI keluar.Sama halnya

    dengan penelitian Widodo (2001) yang mendapatkan bahwa kebiasaan

    pemberian makanan pada bayi baru lahir atas dasar tujuan tertentu, salah satunya

    adalah untuk membersihkan kotoran dari perut bayi.

    5. Pengetahuan

  • 29

    Pengetahuan merupakan hasil tahu terjadi dan setelah orang melakukan

    pengindraan terhadap suatu objek tertentu.selain itu pengetahuan merupakan

    domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku

    akan lebih langgeng bila didasari oleh pengetahuan dibandingkan perilaku yang

    tidak berdasarkan pengetahuan, walaupun ternyata pengetahuan yang mendasari

    sikap seseorang tersebut masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat

    kompleks untuk sampai terbentuk perilaku yang nyata (Notoadmodjo, 2003).

    Pengetahuan sangat berperan penting dalam melakukan pemberian

    makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Tahu atau tidaknya seorang ibu

    mengenai cara pemberian makanan pada bayi merupakan proses transisi dari

    asupan ASI menuju ke makanan selain ASI. Kurangnya pengetahuan dan salah

    konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai

    setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang

    bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Lain halnya

    dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan

    informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

    Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi

    didasarkan pada tiga kenyataan (Suhardjo, 2003):

    1. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

    menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang

    optimal, pemeliharaan dan energi.

  • 30

    2. Ilmu gizi merupakan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

    menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

    3. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

    Grant (1989) dalam Sinambela (2000), mengemukakan bahwa kebiasaan

    yang salah pada pemberian makanan pada bayi disebabkan kurangnya

    pengetahuan sebagian besar orang tua tentang pentingnya pemberian ASI dan

    pemberian makanan pada usia tambahan pada usia 4-6 bulan. Pengetahuan ibu

    sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak baik itu diukur dari status gizinya

    ataupun dari kematian bayi dan anak.

    Pengetahuan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua ketegorik

    yaitu kurang baik dan baik, dikatakan kurang baik apabila mendapat skor

    jawaban yang benar < 70%. Sedangkan responden dikatakan baik apabila skor

    jawaban yang benar 70% (Hartuti, 2006).

    Berdasarkan penelitian Megawati (2002) memperlihatkan bahwa semakin

    baik pengetahuan ibu semakin menurun persentasi pemberian makanan

    prelakteal pada bayi baru lahir.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

    Kholifah (2008) bahwa seluruh informan utama dalam penelitian mengatakan

    bahwa pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir tidak menimbulkan

    pengaruh buruk apapun baik bagi ibu maupun bayinya.Menurut mereka kondisi

    bayi dalam keadaan sehat-sehat saja setelah makanan tersebut diberikan.

    6. Sikap

  • 31

    Sikap merupakan reaksi repons yang masih tertutup dari seseorang

    terhadap suatu objek atau stimulasi.Manifestasi sikap itu tidak bisa langsung

    dilihat, tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

    Sikap secara nyata akan menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

    terhadap stimulasi tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari (Notoadmodjo,

    2003). Sikap merupakan salah satu faktor yang ada pada dalam diri seseorang

    yang bisa menyebabkan orang tersebut melakukan sesuatu sehingga mempunyai

    pengaruh yang besar terhadap perilaku seseorang.

    Menurut Purwanto (1998) dalam Kholifah (2008) menjelaskan bahwa

    sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.Sikap positif seseorang

    terhadap sesuatu diharapkan dapat membuat perubahan perilaku yang

    positif.Dengan pengetahuan, pendidikan dan sikap yang positif dimungkinkan

    terjadi suatu perubahan perilaku positif (Notoatmodjo, 2003).Sikap dalam

    penelitian ini dikelompokkan menjadi dua ketegorik yaitu sikap negatif dan sikap

    positif, dikatakan sikap positif apabila mendapat skor jawaban yang benar

    70%.Sedangkan responden dikatakan sikap negatif apabila skor jawaban yang

    benar < 70% (Hartuti, 2006).

    Berdsarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

    sebagian informan utama dalam penelitian menyatakan sikap yang negatif

    terhadap makanan prelakteal, hal ini ditunjukkan melalui pernyataan bahwa

    makanan prelakteal baik untuk bayi sebab pemberian makanan tersebut tidak

  • 32

    berpengaruh apap-apa bagi perkembangan bayi. Selain itu sebagian dari

    informan utama lain ada yang menyatakan sikap yang sebaliknya yaitu

    menganggap bahwa makanan prelakteal bukanlah makanan yang baik untuk

    bayi. Menurut mereka ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi.Pemberian

    makanan prelakteal terpaksa mereka berikan karena ASI tersebut belum keluar

    atau belum banyak keluar.

    Penelitian lain yang dilakukan Linda Amelia (2007) terlihat bahwa ibu

    yang bersikap positif lebih banyak yang memebrikan ASI segera setelah bayi

    lahir dibandingkan dengan ibu yang mempunyai sikap negatif meskipun tidak

    ada hubungan signifikan antara sikap dengan pemberian ASI segera pada bayi

    baru lahir. Hal ini dapat terlihat bahwa sikap negatif mayoritas memberikan ASI

    segera pada bayi baru lahir 30,8% sedangkan ibu yang bersikap positif 43,4%.

    7. Kepercayaan

    Kepercayaan (belief) menurut Marat (1984) dalam Yulia (2009)

    merupakan bagian komponen kognisi dari sikap.Kepercayaan ini berkembang

    dari adanya persepsi yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar,

    cakrawala, dan pengetahuan. Faktor pengalaman dan proses belajar

    akanmemberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat sedangkan faktor

    dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek tersebut.

    Dalam sistem-sistem nilai dan kepercayaan dalam struktur dan dalam

    proses kognitif, masyarakat menampakkan bentuk-bentuk yang kadang-kadang

  • 33

    menghambat penerimaan mereka, misalnya terhadap suatu pengobatan ilmiah.

    Kepercayaan mengenai jasmani dan konsep-konsep tentang penyakit adalah

    bagian dari pendangan hidup yang lebih luas. Sebagaimana dengan pandangan

    hidup yang jarang dipertanyakan, demikian pula unsur-unsur individu yang

    membentuk totalitas tersebut diterima sepenuhnya ilmiah (Foster dan Anderson,

    1986)

    Keyakinan atau kepercayaan merupakan representative apa yang

    dipercaya oleh individu pemilik sikap atau dengan kata lain berisi kepercayaan

    seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar terhadap objek sikap.

    Keyakinan datang dari apa yang dilihat dari individu, berdasarkan apa yang

    dilihat itu maka akan terbentuk ide, gagasan mengenai sifat karakteristik umum

    suatu objek, dari situ akan terbentuk keyakinan mengenai apa yang berlaku bagi

    objek sikap. Sekali keyakinan terbentuk maka akan menjadi dasar pengetahuan

    seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tersebut (Luthfi, 2008

    dalam Indah Puspita, 2010).

    8. Penolong Persalinan

    Keberhasilan menyusui bayi tidak hanya dipengaruhi oleh tempat ibu

    bersalin tetapi juga sangat bergantung terhadap petugas kesehatan seperti

    perawat, dokter, atau bidan karena merekalah yang pertama-tama akan

  • 34

    membantu ibu bersalin melakukan inisiasi menyusui dini. Fakta di Indonesia

    BPS (2003), menunjukkan bahwa proporsi anak yang mendapat ASI dini dalam

    1 jam pertama setelah dilahirkan antara anak yang ditolong oleh petugas

    kesehatan dan anak yang ditolong oleh dukun hampir sama yaitu 38% dan 40%.

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa informan utama

    melakukan persalinan dibantu oleh dukun bayi, bidan ataupun keduanya

    memberikan makanan prelakteal, jika dukun menganjurkan memberikan

    makanan prelakteal berupa madu berbeda dengan petugas menyarankan untuk

    memberikan makanan prelakteal bentuk susu formula.

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Linda Amelia (2006) bahwa ada

    hubungan yang sigifikan antara penolong persalinan dengan tindakan pemberian

    ASI segera pada bayi baru lahir dari hasil penelitian ini terlihat bahwa

    kemungkinan pemebrian ASI segera pada bayi baru lahir pada perilaku penolong

    persalinan yang memberikan bayi pada ibu untuk disusui lebih besar untuk

    memberikan ASI dibandingkan dengan perilaku penolong persalinan yang hanya

    menganjurkan ibu untuk memberikan ASI segera pada bayi baru lahir.

    9. Tempat Persalinan

    Tempat ibu bersalin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan menyusui, karena masih sering dijumpai di rumah sakit pada hari

    pertama kelahiran walaupun sebagian besar dari ibu-ibu yang melahirkan di

  • 35

    kamar mereka sendiri, hampir setengah dari bayi mereka diberi makanan

    prelakteal (Siregar, 2004).Sebuah survei di Semarang menyatakan bahwa ibu

    yang melahirkan di rumah lebih banyak yang menyusui bayinya dari pada ibu

    yang melahirkan di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyak

    tata laksana rumah sakit yang tidak menunjang menyusui, sebagai contoh:

    memberikan prelacteal feeding yang sebenarnya tidak perlu dan berakibat

    kurang baik karena akan menghilangkan rasa haus bayi sehingga malas untuk

    menetek (suradi, 1985 dalam suhendar, 2002). Proses menyusui sebaiknya

    dilakukan secepat mungkin setelah ibu melahirkan sehingga bayi tidak perlu

    mendapatkan makanan prelakteal.

    Penelitian Megawati (2002) menyebutkan bahwa sebanyak 63,4%

    persalinan di rumah, 18,3% di puskesmas, 11,3% di tempatt bidan, dan hanya 7%

    dirumah sakit. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

    seluruh informan melakukan persalinan dilakukan di rumah informan utama

    sendiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa persalinan yang dilakukan dirumah

    lebih banyak persentase dalam memberikan makanan prelakteal, karena adanya

    kebiasaan memberikan makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir berupa

    madu.Sedangkan ibu yang melakukan persalinan di puskesmas ternyata lebih

    sedikit memberikan makanan prelakteal.

  • 36

    10. Dukungan Keluarga

    Dalam memberikan ASI Ekslusif dukungan keluarga merupakan faktor

    pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional

    maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui (Roesli, 2000).Pada

    minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosi.Untuk itu

    seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi

    termasuk dalam memberikan makanan pada bayi.Orang yang dapat

    membantunya terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam

    kehidupannya atau yang disegani, seperti suami, keluarga/kerabat terdekat, atau

    kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter/tenaga kesehatan (Soetjiningsih,

    1997).

    Menurut Iskandar (1998) dalam Kholifah (2008) setelah masa kelahiran,

    suami perlu membantu merawat istri/ibu baru melahirkan dengan cara

    memotivasi ibu menyusui untuk memberikan ASI secara ekslusif dan tidak

    memberikan makanan prelakteal pada bayinya serta tidak memberikan makanan

    tambahan selama empat bulan. Selain suami anggota keluarga lainnya juga dapat

    membantu merawat ibu yang baru melahirkan.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

    sebagian dari informan utama memberikan makanan prelakteal kepada bayinya

    yang baru lahir merupakan atas saran dan anjuran dari orang-orang disekitarnya

    terutama orang tuanya.Selain itu ada beberapa informan utama yang berinisiatif

  • 37

    sendiri memberikan makanan tersebut kepada bayinya.Hal ini dilakukan karena

    praktik pemberian makanan tersebut sudah menjadi kebiasaan seperti yang sudah

    dilakukan pada persalinan anak sebelumnya.

    11. Dukungan Petugas Kesehatan

    Ada kecendrungan makin banyak ibu tidak menyusui bayinya karena

    faktor keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan mengenai

    cara pemberian ASI yang baik dan benar. Keadaan ini disebabkan karena

    kurangnya pengetahuan yang diberikan sewaktu dalam pendidikan sehingga

    dalam hal ini menyebabkan petugas kurang mendukung upaya peningkatan

    pemanfaatan ASI ekslusif.Sehingga menyebabkan masih banyaknya pemberian

    makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

    Petugas dan kader kesehatan merupakan sumber informasi tentang

    kesehatan.Posyandu adalah tempat yang sering digunakan untuk penyampaian

    informasi.Kepala desa merupakan motivator yang baik dalam menjalankan

    program kesehatan.Lubis (2002) menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki

    peran yang sangat besar dalam memberikan contoh pemberian makanan pada

    anak.Sedangkan penelitian yang dilakukan Theresiana (2002) didapatkan hasil

    bahwa peran bidan untuk mempromosikan ASI Ekslusif masih sangat kurang

    sehingga lebih cenderung untuk peningkatan pemberian MP ASI dini.

    Penelitian Ningsih (2004) menyebutkan bahwa sebanyak 58% petugas

    kesehatan membolehkan pemberian makanan/minuman prelakteal sebelum ASI

  • 38

    keluar dan 82% petugas kesehatan pernah memberikan makanan/minuman

    prelakteal kepada bayi baru lahir. Selain itu, 26 % petugas kesehatan setuju

    untuk memberikan makanan/minuman prelakteal jika bayi menanggis dan 76%

    petugas kesehatan setuju memberikan makanan/minuman prelakteal ketika ASI

    ibunya belum keluar serta 28% petugas kesehatan setuju dengan pernyataan

    mengenai ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi 3 hari pertama

    setelah dilahirkan.

    2.8 Kerangka Teori

    Menurut teori Green faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

    ada tiga yakni predisposing factor, enabling factor, andreinforcing factor.Selain itu

    menurut HL Blum faktor demografi juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang

    dalam bertindak. Apabila dikembangkan dengan perilaku pemberian makanan

    prelakteal berdasarkan teori-teori yang disebutkan di atas maka dapat dibuat

    kerangka teori sebagai berikut:

  • 39

    Gambar 2.1

    Kerangka Teori

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Sumber: Lauwrence Green (1980) dan HL.Blum dalam Notoadmojo (2007)

    PredisposingFactors:

    - Pengetahuan

    - Sikap

    - Kepercayaan

    - Tradisi

    Variabel Demografi

    - Umur

    - Pekerjaan

    - Pendidikan

    EnablingFactors:

    - Ketersediaan sumber daya

    kesehatan (penolong

    persalinan)

    - Akses terhadap sumber daya

    kesehatan (tempat

    persalinan)

    ReinforcingFactors:

    - Dukungan keluarga

    - Dukungan petugas

    kesehatan

    Pemberian Makanan Prelakteal

    pada Bayi Baru Lahir

  • 40

    BAB III

    KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep

    Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal

    pada bayi. Berdasarkan kerangka teori yang disebutkan pada bab sebelumnya,

    variabel dependen adalah pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir,

    sedangkan variabel independennya antara lain umur ibu, tingkat pendidikan ibu,

    pengetahuan ibu, tradisi, sikap ibu, penolong persalinan, tempat persalinan,

    dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.

    Pada penelitian ini ada faktor yang menurut teori berhubungan dengan

    pemberian makanan prelakteal, namun tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini

    yaitu kepercayaan dan status pekerjaan. Dengan alasan bahwa kepercayaan

    merupakan komponen dari sikap, kepercayaan ini berkembang dari adanya persepsi

    yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan

    (Allport, 1954 dalam Notoatmodjo, 2007) sedangkan sikap dan pengetahuan

    dimasukkan dalam penelitian ini sehingga variabel kepercayaan diwakili oleh

    variabel sikap dan pengetahuan. Variabel status pekerjaan tidak diteliti karena status

    pekerjaan ibu-ibu di Desa Supat Timur pada umumnya dalam bercocok tanam

    (petani). Sehingga status pekerjaan dianggap homogen. Berdasarkan uraian tersebut,

    maka kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

  • 41

    Gambar 3.1

    Kerangka Konsep

    VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

    umur

    Tingkat pendidikan

    Tradisi

    Pengetahuan

    Sikap

    Penolong persalinan

    Tempat persalinan

    Dukungan keluarga

    Dukungan petugas

    kesehatan

    Pemberian Makanan Prelakteal

    pada Bayi Baru Lahir

  • 42

    3.2 Definisi Operasional

    Table 3.1

    Definisi Operasional

    No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

    Variabel

    dependen

    1 pemberian

    makanan

    prelakteal pada

    bayi baru lahir

    Perilaku ibu dalam memberikan

    makanan selain ASI kepada bayi

    sebelum ASI keluar pada saat 1-3 hari

    bayi baru lahir, seperti: air teh, air putih,

    madu, air tajin, pisang, susu formula,

    dan papaya.

    Wawancara Kuesioner 0. Ya, jika bayi diberi makanan prelakteal

    1. Tidak, jika bayi tidak

    diberikan makanan

    prelakteal

    Ordinal

    Variabel

    independen

    2 Umur ibu Lama hidup responden yang dihitung

    berdasarkan ulang tahun terakhir.

    Wawancara Kuesioner 0. < 20 tahun atau >30 tahun 1. 20-30 tahun. (Madjid 1999,

    dalam Nuryanto, 2002)

    Ordinal

    3 Tingkat

    pendidikan

    Pengalaman mengikuti pendidikan

    formal dinilai berdasarkan ijazah

    terakhir

    Wawancara Kuesioner 0. Rendah, jika pendidikan ibu tamat SMP

    1. Tinggi, jika tamat SMA (Hartuti, 2006)

    Ordinal

  • 43

    No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

    4 Pengetahuan

    ibu

    Kemapuan reponden dalam menjawab

    pertanyaan yang menggambarkan apa

    yang mereka ketahui mengenai

    pemberian makanan prelakteal.

    Wawancara Kuesioner 0. Kurang baik, jika jawaban yang benar

  • 44

    No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

    9 Tempat

    persalinan

    Tempat dimana ibu melahirkan bayinya Wawancara Kuseioner 0. Melahirkan bukan di sarana kesehatan meliputi (rumah

    sendiri atau rumah orang

    lain)

    1. Melahirkan di sarana

    kesehatan (puskesmas,

    rumah sakit, rumah bersalin,

    praktik dokter, praktik

    bidan) (Nuryanto, 2002).

    Ordinal

    10 Dukungan

    keluarga

    Dorongan yang diberikan oleh orang-

    orang terkait dalam perkawinan, ada

    hubungan darah atau adopsi dan tinggal

    dalam satu rumah kepada ibu, untuk

    memberikan makanan prelakteal.

    Wawancara Kuesioner 0. Ya, jika keluarga mendukung untuk

    memberikan makanan

    prelakteal

    1. Tidak jika keluarga tidak mendukung untuk

    memberikan makanan

    prelakteal

    Nominal

    11 Dukungan

    petugas

    kesehatan

    Dorongan yang didapat ibu dari petugas

    kesehatan dalam memberikan makanan

    prelakteal

    Wawancara Kuesioner 0. Ya, jika petugas kesehatan

    mendukung untuk

    memberikan makanan

    prelakteal

    1. Tidak, jika petugas kesehatan tidak mendukung

    untuk memberikan makanan

    prelakteal

    Nominal

  • 45

    3.3 Hipotesis

    1. Ada hubungan umur ibu dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada

    bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

    Selatan tahun 2011.

    2. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian makanan prelakteal

    atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi Banyuasin

    Sumatera Selatan tahun 2011.

    3. Ada hubungan tradisi ibu dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada

    bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

    Selatan tahun 2011.

    4. Ada hubungan pengetahuan dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak

    pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

    Selatan tahun 2011.

    5. Ada hubungan sikap dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi

    baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

    tahun 2011.

    6. Ada hubungan penolong persalinan ibu dengan pemberian makanan prelakteal

    atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera

    selatan tahun 2011

    7. Ada hubungan tempat persalinan ibu dengan pemberian makanan prelakteal atau

    tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera

    Selatan tahun 2011.

  • 46

    8. Ada hubungan dukungan keluarga dengan pemberian makanan prelakteal atau

    tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

    Sumatera Selatan tahun 2011.

    9. Ada hubungan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian makanan

    prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

  • 47

    BAB IV

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Desain Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

    dengan menggunakan rancagan penelitian deskriptif analitik, penelitian ini

    menggunakan desain cross sectional study yaitu mencari faktor-faktor yang

    berhubungan dengan variabel independen (umur, tingkat pendidikan, tradisi,

    pengetahuan, sikap, penolong persalinan, tempat persalinan, dukungan keluarga, dan

    dukungan petugas kesehatan) dengan variabel dependen (pemberian makanan

    prelakteal pada bayi baru lahir) diamati pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini

    dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian

    makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

    Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

    Sumatera Selatan pada bulan Mei-Agustus tahun 2011.

  • 48

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    4.3.1 Populasi

    Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan yang

    tinggal di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

    pada saat penelitian dilakukan.

    4.3.2 Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah bayi usia 0-6 bulan. Jumlah

    sampel dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan

    menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda 2 proporsi

    (Ariawan, 1998). Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu proporsi

    ibu yang penolong persalinan di bantu oleh dukun yang memberikan

    makanan prelakteal sebesar 85,7% dan proporsi ibu yang penolong

    persalinan di bantu oleh bidan yang memberikan makanan prelakteal sebesar

    62,0% Megawati (2002). Pada penelitian ini peneliti menginginkan tingkat

    kepercayaan sebesar 95% dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji

    80%.

    Perhitungan Besar Sampel

    n = 1/2 2 1 + 1 1 11 + 2(12)

    (12)2

    Keterangan:

    n = besar sampel

    2

  • 49

    Z 1-/2 = derajat kepercayaan 95% atau 0,05

    Z 1-B = kekuatan uji 80% yaitu 0,84

    P = Proporsi rata-rata (P1-P2)/2)

    P 1 = Proporsi ibu yang penolong persalinan di bantu oleh dukun

    yang memberikan makanan prelakteal sebanyak 86,7%

    P2 = Proporsi ibu yang penolong persalinan di bantu oleh bidan yang

    memberikan makanan prelakteal sebanyak 62,0%.

    Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus uji hipotesis beda 2

    proporsi didapatkan jumlah sampel 48 orang karena rumus yang digunakan

    beda 2 proporsi maka dikalikan 2 sehingga sampel menjadi 96. Karena

    jumlah populasi ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan yang ada kurang

    dari jumlah sampel, maka digunakan sampel jenuh. Sehingga sampel yang

    digunakan merupakan keseluruhan dari populasi ibu-ibu yang mempunyai

    bayi usia 0-6 bulan di Desa Supat Timur yaitu sebanyak 74 responden.

    4.4 Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple

    random sampling (sampel acak sederhana) yang memenuhi kriteria inklusi sampel

    penelitian. Adapun kriteria inklusi yang dimaksud yaitu:

    1. Bayi usia 0-6 bulan

    2. Tinggal di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.

  • 50

    4.5 Pengumpulan Data

    Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer

    diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan