evaluasi trafficking

Upload: pfeifei

Post on 19-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian Isu trafficking (perdagangan manusia) sudah menjadi perhatian berbagai pihak dari kancah internasional maupun domestik. Modus kejahatan ini merupakan tindak kejahatan yang menjadikan manusia sebagai komuditas perdagangan dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Para pelaku tindak perdagangan manusia ini telah membentuk jaringan yang saling terhubung di seluruh dunia sehingga sulit untuk memberantasnya secara tuntas. Di Indonesia, perdagangan manusia selalu muncul dan ada dengan beragam bentuknya sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam kasus perdagangan manusia yang paling banyak menjadi korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak. Perempuan diperjualbelikan untuk tujuan seksual dengan dijadikan pekerja seks komersial, pembantu rumah tangga, dan tenaga kerja di sektor lain, sedangkan anak-anak diperjualbelikan untuk dijadikan tenaga kerja dengan upah murah ataupun dijadikan pengemis. Adapun balita biasanya diadopsi oleh sepasang suami-isteri yang tidak mempunyai anak. Perempuan dan anak-anak paling rentan terjerat dalam perdagangan manusia terutama perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga diluar negeri atau yang biasa disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW) sering mendapatakan perlakuan tidak manusiawi. Tindakan pengeksplotasian dan kekerasan yang dialami para korban membuat trauma yang mendalam dan menderita kerugian psikologis juga mental.1

2 Tindak pidana perdagangan orang merupakan pelanggaran berat Hak Azasi Manusia, sangat bertentangan dengan martabat kemanusiaan. Kejahatan ini sudah terorganisir dengan baik yang melibatkan berbagai komponen masyarakat yang ada baik secara nasional, regional maupun internasional. Komitmen pemerintah Republik Indonesia sangat tinggi terhadap

permasalahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Upaya mencegah dan menangani kejahatan TPPO didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerjasama. Untuk itu segala perangkat yang dibutuhkan untuk merealisasikan komitmen tersebut terus menerus diupayakan, dilengkapi, dan disempurnakan, baik dari sisi peraturan perundangannya hingga kepada penganggarannya. Kasus TPPO dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sering dijadikan modus kejahatan TPPO. Para korban TPPO ini biasanya masuk melalui jalur ilegal melalui para calo. Setiap tahun sedikitnya 450.000 warga Indonesia (70 persen adalah perempuan) diberangkatkan sebagai tenaga kerja ke luar negeri. Dari jumlah tersebut, sekitar 46 persen terindikasi kuat menjadi korban TPPO (hasil kajian Migrant Care, Tahun 2009). Sebagaimana diketahui Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah dimana tingkat kasus perdagangan mnausianya sangat tinggi. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah pengirim (sender area) korban perdagangan perempuan dan anak terbesar di Indonesia. Hingga kini, kasus-kasus perdagangan

3 orang, terutama perempuan dan anak, tetap terjadi. Berdasarkan data kasus trafficking menurut Bareskrim Mabes Polri tahun 2005-2009, Jawa Barat menempati peringkat pertama dengan 794 kasus, disusul Kalimantan Barat dengan 711 kasus. Adanya pergeseran nilai dan budaya menyebabkan kota besar sekarang menjadi tempat "penghasil" human trafficking. Berdasarkan kajian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat, sejumlah penyebab maraknya kasus perdagangan manusia, yakni kemiskinan, pergeseran nilai budaya, pendidikan rendah, kerentanan, ketidakberdayaan, bisnis buruh imigran illegal yang menggiurkan, mafia perdagangan orang. Untuk itu perlunya sosialisasi dan pemahaman pada masyarakat pengetahuan tentang perdagangan manusia yang meliputi proses, cara dan eksploitasi. Oleh karenanya dalam penanganan trafficking pemerintah daerah dapat melakukan konsolidasi dan tindakan. Baik itu melalui kebijakan, kelembagaan, program dan kegiatan. Tak kalah penting adalah aspek perlindungan dari berbagai elemen serta menguatkan kembali tali koordinasi antar instansi yang berkepentingan. (Antara Jabar.com) Dalam menangani komplektisitas permasalahan trafficking, tidak hanya peran pemerintahan daerah saja yang dibutuhkan namun dibutuhkan kerjasama antar semua pihak baik instansi yang bersangkutan, LSM/ORMAS, maupun masyarakat. Oleh karenanya Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah membuat Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat sebagai payung hukum dalam menangani permasalahan human trafficking.

4 Secara umum masih banyak terdapat permasalahan dari implementasi pola pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang saat ini telah dilaksanakan. Jumlah korban perdagangan orang di Jawa Barat merupakan yang terbesar. Untuk pencegahan dan penanganan perdagangan orang Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah melakukan kerjasama dengan sepuluh (10) provinsi yang memiliki concern yang sama dalam penanganan human trafficking. Untuk efektivitas penanganan perdagangan orang di Provinsi Jawa Barat dibutuhkan komitmen bersama pada semua level. Dengan telah dibentuknya BPPKB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) pada 1 Januari Tahun 2009 dan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GTPPTPPO) secara kelembagaan menunjukkan sudah adanya komitmen terhadap penanganan masalah perdagangan orang. Namun bila dilihat dari sisi anggarannya, besaran anggaran yang dialokasikan dapat dikatakan belum memadai sehingga belum mengindikasikan adanya komitmen yang kuat untuk penanggulangan masalah perdagangan orang. Pencegahan dan penanganan perdagangan orang di Jawa Barat sudah dimasukkan ke dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013. Oleh karena itu, dinas-dinas terkait berkewajiban menganggarkan kegiatan penanganan perdagangan orang yang menjadi tanggungjawabnya. Namun dalam masalah anggaran ini masih ada persoalan yang cukup mendasar karena sistem penganggaran untuk kegiatan penanganan human trafficking pada instansi terkait hanya mengacu pada tupoksi instansi. Konsekuensinya anggaran kegiatan penanganan perdagangan orang

5 relatif kecil dan tersebar di berbagai instansi, tidak fokus, dan kegiatnnya antara satu instansi dengan instansi lainnya tidak sinergistik. Oleh karena itu perlu upaya ekstra untuk membangun komitmen tersebut. Dalam konteks hubungan kelembagaan antara provinsi dengan kabupaten/kota diperlukan adanya sinergi yang harmonis, baik dalam sisi peraturan perundangannya maupun kegiatan programnya. Untuk itu perlu dibuat MOU antara provinsi dengan kabupaten/kota agar ada pembagian tugas yang jelas antara provinsi dan kabupaten/kota. Dalam kontkes koordinasi antar anggota Gugus Tugas tampak masih menghadapi kendala karena koordinasi yang dilakukan BPPKB tidak berangkat dari suatu konsep perencanaan yang jelas yang menjadi payung besar dalam penanganan perdagangan orang. Oleh Karena itu BPPKB harus memiliki program yang jelas agar semua program yang dirancang dan dianggarkan di seluruh instansi terkait berjalan sinergis dan harmonis, serta tidak bersifat sektoral. Kelemahan dalam penanganan perdaganagan orang ini bukan hanya terletak pada regulasi melainkan pada tataran implementasi. Oleh Karena itu yang sangat krusial dilakukan adalah membangun kerjasama diantara berbagai stakeholders dari tingkat pusat sampai daerah. Langkah yang diambil korban perdagangan orang ketika mereka berangkat dari desanya merupakan rational choice. Sebenarnya ketika membuat keputusan mereka telah mendapatkan berbagai informasi terkait pekerjaanya sehingga

banyak dari mereka yang telah mengetahui resiko yang akan dihadapinya. Mengacu pada berbagai penyebab perdagangan orang, yang menjadi penyebab utama terjadinya trafficking terletak pada bidang pendidikan. Karena

6 kondisi ekonomi keluarga korban umumnya sangat miskin sehingga tidak memungkinkan untuk menyekolahkan anaknya pada penmdidikan formal lanjutan. Oleh karena itu yang penting dalam upaya pencegahan perdagangan orang ini adalah member pengetahuan yang memadai kepada masyarakat di desadesa agar mereka mampu mengambil keputusan yang tepat untuk keluarga. Selain itu dibutuhkan dukungan atau komitmen dari masing-masing kepala daerahalah yang menentukan dalam keberhasilan penanganan perdagangan orang ini. Dari permasalahan yang dipaparkan diatas maka diperlukan suatu evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan ini untuk menilai sampai sejauhmana tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam kebijakan tentang Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang di Jawa Barat sehingga diperoleh informasi mengenai kinerja dan manfaat suatu kebijakan yang pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi dengan judul Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban

Perdagangan Orang (Studi Pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat).

1.2.

Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan ruang

lingkup pembahasan masalah sebagai berikut:

7 1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat)? 2. Apa Kendala-kendala dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan dan

Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat)? 3. Bagaimana Upaya dalam menangani kendala Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat)?

1.3.

Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui Implementasi

Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat). Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menjelaskandan menganalisa

Bagaimana

Implementasi

Kebijakan

Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat). 2. Menjelaskan dan menganalisa kendala-kendala dalam Implementasi

Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi

8 pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat). 3. Menjelaskan dan menganalisa bagaimana Upaya dalam menangani kendala Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban

Perdagangan Orang (Studi pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat).

1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini bagaimanapun juga diharapkan berguna baik secara teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan secara praktis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan ke depan. 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang kebijakan publik dan khususnya dalam Korban

Implementasi

Kebijakan

Pencegahan

Penanganan

Perdagangan Orang di Jawa Barat 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat.

9 Sebagai kontribusi pengetahuan kepada pihak terkait dalam hal pelaksanaan Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban

Perdagangan Orang. b. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah Kebijakan Publik. c. Bagi pihak lain Menjadi bahan masukan bagi pihak lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut serta mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang Kebijakan Publik.

1.5. Kerangka Pemikiran Implementasi kebijakan dijadikan dasar dalam penelitian ini, dimana Implementasi kebijakan yang menjadi topik utama dalam pembahasan penelitian. Penelitian yang berawal dari bagaimana pemerintah berupaya menangani masalah trafficking. Implementasi kebijakan ini dimaksudkan untuk mengetahui

permasalahan yang berhubungan dengan bagaimana pemerintah membuat suatu kebijakan untuk menangani trafficking. Sebelum membahas Implementasi kebijakan anti trafficking, dalam penelitian ini perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan trafficking. Pengertian perdagangan orang berdasarkan KUHPidana. Pasal 546 RUU KUHPidana menyatakan: Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, Pasal 546 RUU

10 penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengekploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak Kategori VI. Rumusan di atas jika dirinci terdiri dari 3 bagian yaitu: (i) setiap orang yang melakukan: perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang; (ii) dengan menggunakan: kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang; (iii) untuk tujuan: mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut. Dengan perumuskan seperti di atas, maka sebuah tindak pidana perdagangan manusia dapat terpenuhi bila salah satu dari tiga bagian tersebut dilakukan. Misalnya, seorang melakukan perekrutan dengan menggunakan pemanfaatan posisi kerentanan untuk tujuan mengeksploitasi maka orang tersebut telah memenuhi pasal ini. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 8, definisi trafficking atau perdagangan orang adalah: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.(Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan korban perdagangan orang di Jawa Barat).

11 Dari hasil kajian Rosenberg 2003; Adioetomo 2004; utomo 2004 sebagaimana tersirat dalam bukunya Martin, diidentifikasikan beberapa bentuk bentuk perdagangan orang yang dikenal dinegeri ini. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Perdagangan manusia untuk ekploitasi ekonomi. Pada dasarnya mereka adalah buruh kasar/manual yang dikirim dari berbagai daerah, biasanya pedesaan, untuk bekerja disektor domestik atau industry baik di dalam maupun diluar negeri. Diperkirakan lebih dari 750.000 orang menjadi korban perdagangan model ini. Walaupun banyak laki-laki, tetapi kebanyakan yang diperdagangkan adalah perempuan dewasa dan anakanak. 2) Perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual. Cukup banyak gadis-gadis Indonesia yang menjadi korban perdagangan benutk ini, terutama yang masih muda-muda dan sangat ingin menikmati gaya kehidupan kota dan cara hidup yang konsumtif. Meskipun demikian, cukup banyak tertipu masuk ke industry seks komersial hanya Karena ingin mengatasi kemiskinan mereka. 3) Perdagangan manusia untuk tujun perkawinan transnasional. Banyaknya pekerja Warga Negara Asing di kota-kota besar atau tempat tempat terpencil menumbuhkan industri baru yaitu kawin kontrak. Selain itu gadis-gadis kita juga direkrut oleh mak comblang untuk dikawinkan dengan pria Warga Negara Asing tanpa menengetahui dengan jelas apa yang dapat diharapkan dari mereka. 4) Korban yang paling rentan terjerat perdagangan manusia yaitu buruh migran perempuan atau yang biasa disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW). Buruh migran menurut Rusdi Tagaroa & Encop Sofia (1999: 12) dalam bukunya Martin, adalah orang yang bekerja di luar negeri dengan status sebagai pekerja murahan (Blue Colar) dengan jenis pekerjaan berat, berbahaya dan sulit. Masuk ke dalam kriteria ini adalah pekerja domestik atau perorangan dengan job kerja yang beragam (tidak jelas dan banyak). (Martin, dkk, 2010) Sedangkan pengertian kebijakan secara etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasan Yunani. Akar kata dalam bahasa Yunani yaitu Polis (Negara Kota). Dikembangkan dalam bahasa latin, menjadi Politia (Negara) dan pada Akhirnya dalam bahasa inggris pertengahan menjadi police yang berarti Menangani masalah-masalah publik / administrasi pemerintah. (Dunn. 2005:51)

12 Menurut Carl Friedrich yang terdapat dalam buku Solihin A. Wahab menjelaskan pengertian dari Kebijakan / Kebijaksanaan yaitu : Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu, seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Wahab, 2002: 12) Selain itu, menurut Jams Anderson, Kebijakan merupakan Arah tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang di ikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. (Winarno,2002:16) Pengertian lain yang dikemukakan oleh Heinz Eulau dan Knnet Prewitt dalam bukunya Charles O Jones bahwa, Kebijakan adalah Keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repentiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka mematuhi keputusan tersebut. (Jones, 1996:56) Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kebijakan adalah sebagai rangkaian konsep atau asas yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tentang perintah, organisasi, dan sebagainya) (Nugroho, 2009: 7). Definisi Kebijakan publik menurut Eyestone dalam Bukunya :The Threads of Publik Policy yang dikutif oleh Agustino adalah Hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan Rose mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai Suatu rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang

13 saling berhubungan dan memiliki konsekwensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan. (Agustino, 2006: 6-7) Sejalan dengan hal tersebut, Dunn mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan yang kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan. (Dunn, 2005:132) Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diputuskan oleh pembuat kebijakan yang berpengaruh terhadap sejumlah orang dalam rangka untuk mencapai hasil tujuan atau sasaran yang diinginkan. Kebijakan publik memberikan pengaruh yang amat besar bagi masyarakat karena secara formal suatu kebijakan tersebut lazim dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang sifatnya mengikat. Jadi, inti dari definisi kebijakan publik adalah tindakan dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Dalam suatu kebijakan terdiri dari langkah-langkah atau tahap-tahap tertentu yang dinamakan dengan proses kebijakan. Dunn menyatakan bahwa proses kebijakan terdiri dari tujuh langkah diantaranya adalah : 1. Policy Germination (Kebijakan bertunas) yaitu tahap awal penyusunan konsep kebijakan yang timbul sebagai akibat adanya policy demands atau policy gain (tuntutan kebijakan dalam bentuk felt needs atau kebutuhan yang dirasakan) 2. Policy Recommendation (Tahap rekomendasi) yaitu tahap pengumpulan usulan dan nasihat yang biasanya diminta dari staf seseorang eksekutif / pejabat yang mempunyai otoritas untuk mengumpulkan data yang lengkap yang erat kaitannya dengan tuntutan kebijakan. 3. Policy Analysis (Penganalisisan Kebijakan) yaitu dimana berbagai informasi yang telah dikumpulkan ditelaah secara mendalam, kadang-

14 kadang diserahkan kepada suatu tim atau sering disebut sebagai panitia adhoc dan dipertimbangkan berbagai alternatif pelaksanaannya. Policy Formulation (Perumusan Kebijakan) yaitu perumusan suatu kebijakan yang akan diambil dan dilaksanakan oleh pejabat pelaksana tertentu yang didalamnya mengandung penentuan tujuan, sasaran, pedoman, siapa pelaksananya, untuk berapa lama, berapa biaya yang diperlukan dan saran apa yang diperlukan. Policy Decision (Tahap pengambilan keputusan) atau persetujuan formal yang kemudian dinyatakan atau disahkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan disebut juga tahap legislasi formal. Policy Implementation (Pelaksana Kebijakan) yaitu aktifitas untuk melaksanakan kebijakan atau Policy Action yang biasanya berisi pelaksanaan aneka program dan didalamnya sering timbul masalah yang disebut kompleksitas tindakan bersama karena implementasi kebijakan biasanya menyangkut berbagai pihak atau unit organisasi untuk melaksanakannya sehingga diperlukan koordinasi. Policy Evaluation (Penilaian Kebijakan) dapat dilakukan melalui pemantauan atau monitoring secara berkala yang sering menghasilkan tindakan-tindakan penyesuaian apabila dalam tindakan pelaksanaannya terdapat penyimpangan dari rencana awal dan yang dinilai biasanya adalah isi kebijakan, implementasi kebijakan maupun dampak kebijakan. (Dunn, 2005:150) Perumusan Kebijakan yang telah dibuat haruslah dilaksanakan melalui implementasi kebijakan. Adapun definisi implementasi kebijakan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: menurut Solahudin (2010) yang mengutif pendapat Lester dan Stewart (2000) mengatakan bahwa Implementasi adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetepkan melalui proses politik. Kalimat tersebut seolah-olah menunjukan bahwa implementasi lebih bermakna non politik, yaitu administratif. Lebih lanjut solahudin mengutif pendapat James Anderson (1979) menyatakan bahwa implementasi program merupakan bagian dari admisistratif process (proses administrasi) proses administrasi sebagaimana diisitilahkan oleh Anderson, ditunjukan untuk menunjukan desain atau pelaksanaan sistem administrasi yang terjadi pada setiap saat. Proses Administrasi mempunyai

4.

5.

6.

7.

15 konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi dampak suatu kebijakan. Jadi proses Implementasi Program/kebijakan merupakan pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh suatu badan/lembaga pemerintah. Implementasi suatu program/kebijakan disuatu organisasi pemerintahan merupakan bagian dari proses pemerintahan. Implementasi Program publik harus pula memperhatikan cara-cara pelaksanaanya dan sarana-sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan. Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Implementasi kebijakan/program merupakan tahap yang penting dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus di implementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Mazmanian dan Sabatier yang dikutip Wahab memberikan pendapatnya mengenai pengertian dari implementasi kebijakan: "Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesuadah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak atau akibat nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (1997:65). Sedangkan Van Meter dan Van Horn (1975), mendefinisikan

implementasi kebijakan sebagai : Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-indvidu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swata yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Agustino, 2006:139).

16

Dan Dr. Riant Nugroho Mendefinisikan implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Public Policy yaitu: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (Nugroho. 2011:618).

Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: Kebijakan Publik

Kebijakan Publik Penjelas

Program

Proyek

Kegiatan

Pemanfaat (beneficiaries) Diagram 1.1 Sekuensi Implementasi Kebijakan (Nugroho. 2011:618). Kebijakan publik dalam bentuk Undang-undang atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksana. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah,

17 Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Rangkaian implementasi kebijakan, dari gambar diatas, dapat dilihat dengan jelas, yaitu dimulai dengan program, ke proyek, dan ke kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi program/kebijakan merupakan pelaksanaan keputusan yang dilakukan oleh badan-badan terkait untuk mencapai suatu tujuan. Pencapaian tujuan yang diarahkan dalam implementasi program/kebijakan akan terwujud apabila didukung dengan model implementasi Program/kebijakan publik yang dikemukakan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975) yang dikutip oleh Dr. Riant Nugroho dalam bukunya yang berjudul Public Policy menunjuk empat variabel yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan

Implementasi, enam variabel tersebut yaitu: 1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi 2. Karakteristik agen pelaksana/implementator 3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik. 4. Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementator (Nugroho 2011:627) Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh Van Meter dan Van Horn memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Misalnya saja, implementator yang tidak jujur akan mudah sekali melakukan mark up dan korupsi atas dana program/kebijakan dan program tidak dapat optimal dalam mencapai tujuannya. Begitupun ketika watak dari implementator kurang

18 demokratis akan sangat mempengaruhi proses komunikasi dengan kelompok sasaran. (Nugroho, 2011:627). Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti mengemukakan rumusan anggapan dasar sebagai berikut : 1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, yaitu koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihakpihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya. 2. Karakteristik agen pelaksana/implementator, yaitu pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan. 3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik, yaitu hal yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana

19 lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif. 4. Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementator, yaitu sikap penerimaan atau penolakkan dari (agen) pelaksana sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor pelaksanaan adalah kebijakan yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. Karena dalam penelitian ini menggunakan variabel univariat, maka dari anggapan dasar tersebut dibentuk proposisi : Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban

Perdagangan Orang (Studi Pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat) ditentukan oleh faktor : Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, Karakteristik agen pelaksana/implementator, Kondisi ekonomi, sosial, dan politik, Kecenderungan (disposition) pelaksana/ implementator.

20 Berdasarkan proposisi tersebut, maka untuk mempermudah peneliti dalam mengukur dan menjelaskan data, fakta, dan informasi yang diperoleh maka peneliti menyusun model kerangka penelitian sebagai berikut :

Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang (Studi Pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat)

Implementasi Program: 1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi 2. Karakteristik agen pelaksana/ implementator 3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik. 4. Kecenderungan (disposition) pelaksana/I mplementator (Van Meter dan Van Horn, 1975) ) Diagram 1.2 Model Kerangka Penelitian

1.6.

Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

dengan menggunakan metode deskriptif yaitu Menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaaan, variabel dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya ( Subana, 2005 : 89). Definisi lain dijelaskan oleh Suchman yang dikutip oleh Nazir dalam buku Metode Penelitian bahwa Penelitian Deskriptif adalah : Suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sistem

21 pemikiran ataupun kondisi, suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah memberikan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena-fenomena yang diselidiki (Nazir,1988: 99). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan objek yang diteliti, dimana didalamnya terdapat upaya mengamati, mendeskripsi, mencatat, serta menganalisa. Metode ini digunakan untuk meneliti suatu peristiwa dan kemudian membuat deskripsi yang sistematis dari berbagai hubungan dan fenomena yang diteliti. Adapun alasan peneliti menggunakan metode deskriptif yaitu untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana kendala dan upaya dalam pelaksanaan Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian yaitu metode kualitatif yang dikemukakan Sugiyono bahwa: Metode kualitatif adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang dialami (sebagai lawannya adalah eksperimen), dimana peneliti adalah instrument kunci (Sugiyono, 2005:4). Adapun alasan peneliti menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini yaitu untuk lebih menjelaskan pemaparan berdasarkan faktafakta yang nyata dengan cara pengumpulan data-data yang akurat berdasarkan wawancara dengan pihak yang terkait akan Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat. Teknik pengumpulan data berupa data-data yang dikumpulkan, diperoleh penulis dengan membaca dan menelaah buku yang memuat pendapat mengenai evaluasi kebijakan. Adapun teknik pengumpulan data

22 yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan mempelajari beberapa literatur untuk memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep dan teori serta peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tema yang diteliti. 2. Studi Lapangan, yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari tempat penelitian. Studi lapangan ini diperoleh dengan teknik : a. Observasi yang diartikan sebagai penelitian yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2007:145). Jadi observasi merupakan mencari dan mengumpulkan data melalui pengamatan secara langsung serta mencatat keterangan yang ada di lokasi atau objek yang diteliti. Observasi dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat. b. Wawancara, merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2007:231). Jadi wawancara merupakan kegiatan dengan melakukan tanya jawab langsung dengan informan yang diperkirakan dapat memberikan informasi. Wawancara yang dilakukan berupa tanya jawab langsung dengan pihak-pihak terkait.

23 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sampel dalam penelitian kualitatif bukan responden, tetapi orang yang dapat dijadikan narasumber yaitu dinamakan dengan informan. Informan adalah orang yang memberikan informansi tentang masalah yang diteliti. Seperti yang dijelaskan Spradley yang dikutip oleh Sugiyono dalam Memahami Penelitian Kualitatif bahwa: Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi tetapi oleh Spradley dinamakan sosial situation atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergi. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2005 : 49-50). Dalam penelitian ini, pihak-pihak yang dijadikan informan dan dapat memberikan keterangan mengenai Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat diantaranya adalah : Tabel 1.1 Penentuan Informan Jumlah Keterangan

No

Informan Kepala P2TP2A Provinsi Jawa Barat

Informasi yang Dibutuhkan 1) Mengetahui implementasi kebijakan pecegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat 2) Mengetahui Bagaimana Dana pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat. 3) Mengetahui bagaimana

1

1 orang Penanggung Jawab Implementasi Kebijakan pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat

24 pembentukan P2TP2A Provinsi Jawa Barat. 4) Mengetahui struktur pelaksana Program implementasi kebijakan pecegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat 5) Mengetahui pembuatan laporan tentang Implementasi implementasi kebijakan pecegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat. 6) Mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan dalam Implementasi Program implementasi kebijakan pecegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat. 2 Ketua LSM Institut Perempuan 1) Mengetahui bagaimana Peran 1 orang LSM yang ikut serta serta masyarakat dalam dalam Implementasi kebijakan menjalankan pencegahan dan penanganan implementasi kebijakan korban perdagangan orang di pencegahan Jawa Barat. dan 2) Mengetahui bagaimana penanganan korban pengawasan masyarakat yang

25 dilakukan dalam Implementasi Program implementasi kebijakan pecegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat. perdagangan orang di Jawa Barat

Sumber :Diolah oleh Penulis, 2012

Teknik Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis data merupakan : Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan memuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2005 : 89).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis model Milles and Huberman, mereka berpendapat bahwa Aktivias dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh (Sugiyono, 2005 : 91). 1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pemerhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan, transformasi data kasar yang diperoleh dari catatan lapangan. Cara mereduksinya dengan meringkas, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, dan menulis memo. 2. Penyajian data yaitu alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Verifikasi yaitu Penarikan kesimpulan adalah kegiatan mencari arti, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi, yang

26 mungkin alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan juga diverifikasi, yaitu pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalis selama penyimpulan, tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, tukar pikiran diantar teman sejawat, atau meminta respon atau komentar kepada responden yang telah dijaring datanya untuk membaca kesimpulan yang telah disimpulkan peneliti, kekokohannya, dan kecocokannya. (Sugiyono, 2007:246)

Teknik Validasi Data Penelitian kualitatif memerlukan keabsahan data yang akurat, karena orang lain tidak begitu percaya terhadap keabsahan data yang diperoleh. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang dapat membuktikan keabsahan data melalui data-data statistik yang dapat diuji keabsahannya. Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. William Wieserma yang dikutip oleh Sugiyono dalam Memahami Penelitian Kualitatif bahwa: Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2005 : 125) Teknik triangulasi yang dikemukakan oleh Sugiyono meliputi triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu, yaitu : 1. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber, menggunakan kesepakatan (member check). 2. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. 3. Triangulasi Waktu

27 Waktu sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat sumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. (Sugiyono, 2005 : 127-128). Tiap-tiap teknik pengumpulan data akan mengungkap fenomena yang berbeda meskipun sangat mungkin ada kesamaan. Triangulasi ini berusaha membandingkan dan mengecek ulang suatu informasi yang diperoleh. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sugiyono yaitu Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2005 : 127). Disamping itu, dikarenakan peneliti akan mendatangi beberapa informan yang berbeda, maka data yang didapat kemungkinan cenderung adanya perbedaan. Oleh karena itu, untuk menjaga keabsahan data, maka peneliti mengadakan cross check pada tiap jawaban informan. Metode tersebut dalam penelitian ini disebut sebagai teknik validasi data dengan cara triangulasi sumber, yaitu Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber data (Sugiyono, 2005 : 127).

1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung, khususnya di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Barat. Adapun waktu penelitian adalah :

28

Tabel 1.2 Jadwal Kegiatan PenelitianNo Uraian Kegiatan Tahun 2012

Jan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Studi Pustaka Observasi Seminar Outline Penelitian Lapangan Seminar Draft Sidang Akhir

Feb

Mar

Apr

Mei

Juni

Juli

Sumber : Diolah oleh Penulis, 2012

29

DAFTAR PUSTAKA

Buku : Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV. Alfabeta. Dunn, William N. 2005. Pengantar Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Jones, Charles.O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kusumanegara, Solahudin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Penerbit Gava Media Martin, George, dkk. 2007. Jeratan Hutang dalam Perdagangan Manusia. Jakarta : PKPM Unika Atma Jaya. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugroho, d. Riant. 2003. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Sanit, Arbit.1985. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali. Subana. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta. ________. 2007.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV.Alfabeta. Wahab, Solichin Abdul. 1990. Analisis Kebijakan, Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Riheka Cipta. Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

Peraturan Perundang-undangan : Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat

30 Sumber Lain: http://www.gugustugastrafficking.org Antara Jabar.com http://www.institutperempuan.or.id