repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/indira...operasi...

81
PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO USIA DAN VISUS SEBELUM OPERASI DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI INTRAOPERATIF PADA OPERASI EKEK PASIEN KATARAK SENILIS DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2015-2017 Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh: Indira Khairunnisa Effendi 11141030000061 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1438 H

Upload: dinhdat

Post on 09-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO USIA DAN VISUS SEBELUM

OPERASI DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI INTRAOPERATIF

PADA OPERASI EKEK PASIEN KATARAK SENILIS DI RSUP

FATMAWATI TAHUN 2015-2017

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Indira Khairunnisa Effendi

11141030000061

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1438 H

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shawalat

serta salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para

sahabatnya. Semoga kita menjadi umatnya yang mendapatka syafaat beliau kelak di

hari kiamat nanti, aamin ya rabbal alamiin.

Dalam proses pembuatan skripsi yang berjudul ”Prevalensi dan Faktor Risiko

Usia dan Visus Sebelum Operasi dengan Kejadian Komplikasi Intraoperatif pada

Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017”

tentu saja penulis melibatkan berbagai pihak yang memberikan bantuan, bimbingan,

serta dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada

pihak yang telah terlibat, di antaranya:

1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS sebagai ketua Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

3. dr. Nida Farida, Sp.M sebagai pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, dukungan , serta semangat dan nasehat sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik

4. Ibu Yuliati, M.Biomed sebagai pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, dukungan, serta semangat dan nasehat sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik

iv

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

5. dr. Sylvi, Sp.M selaku konsulen poli mata RSUP Fatmawati yang telah

memberikan bimbingan, bantuan, serta dukungan kepada penulis sejak awal

proses pengambilan data penelitian ini

6. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, PhD selaku penanggung jawab riset

PSKPD angkatan 2014

7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai bekal

bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi agama, nusa

dan bangsa.

8. Staf poli mata dan instalasi rekam medik RSUP Fatmawati yang telah

memberikan banyak bantuan kepada penulis selama proses pengambilan data

penelitian ini

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir. Muhammad Ramzi Boes Effendi dan Ibu

Made Mailinda Krisyanti yang selalu mendukung penulis baik dari waktu,

nasehat, bimbingan, dukungan, dan doa yang tiada hentinya. Serta selalu

menanamkan kepada penulis untuk tidak mudah menyerah dan bahwa tidak ada

yang tidak mungkin di dunia ini jika kita berusaha dengan sekuat tenaga. Hal

tersebut merupakan bagian terpenting dalam penelitian penulis

10. Adik penulis, Meivia Nisrina Effendi yang selalu memberi saya semangat untuk

menyelesaikan penelitian ini, serta dapat menjadi teman yang baik di saat

penulis membutuhkan waktu istirahat. Kepada nenek penulis Ketut Ratnadi

serta keluarga kedua orang tua penulis yang selalu mendukung penuh penulis

selama menempuh pendidikan dokter

11. Teman sejawat dalam kelompok penelitian yang sama, Rahmy Nursafitri, Diva

Zahra, Azhardin Maralaut, dan Hanifsyah Odang yang telah memberikan

dukungan, bantuan dan hiburan serta saling menyemangati satu sama lain agar

kami dapat menyelesaikan dan melaporkan penelitian masing-masing dalam

waktu yang sama. Terima kasih atas kerja sama dan canda tawa selama ini

12. Sahabat penulis, Rahmy Nursafitri, Ajeng Ristia Sari, Andi Nabila, Silma

Rahima Zahra, Azifa Anisatul, Sherly Trisna, Desti Asihanti yang senantiasa

v

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

menjadi supporting system dan penghibur disaat senang maupun susah. Terima

kasih atas dukungan dan hiburannya semoga kita dapat menjadi dokter yang

sukses

13. Teman-teman penulis, Gebry Nadira Rambe, Ning Indah Permatasari, Amalina

Fitrasari, Nurul Fathimah, Arga Prahastya Baswara, Retno Widyati, Prayoga

Anugerah, Nadia Syifa Bachmimsyah, Ayeesha Putri Zarifa, Putri Kumalaratri,

Nisrina Putri Anandiva, Noortieni Khariulisa, Wicitra Diwasasri yang telah

membantu penulis baik dalam penyusunan laporan penelitian maupun menjadi

teman yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama

menempuh pendidikan preklinik. Terimakasih atas dukungannya

14. Teman-teman sejawat PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

memberi motivasi kepada penulis dan telah berjuang bersama dari semester

satu hingga semester akhir, sehingga penulis dapat menyeselesaikan penelitian

ini dengan baik.

Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan penelitian

ini. Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak

dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan

semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.

Ciputat, Oktober 2017

Penulis

vi

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

ABSTRAK

Indira Khairunnisa Effendi. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Prevalensi

dan faktor risiko usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi

intraoperatif pada operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun

2015-2017. Latar Belakang: Seiring bertambahnya usia, risiko penyakit degeneratif

seperti katarak senilis akan terus meningkat. Modalitas terapi utama katarak senilis

adalah operasi untuk mengganti lensa dengan lensa intraokular, salah satunya adalah

Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) yang memiliki angka kejadian komplikasi

intraoperatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode fakoemulsifikasi.

Beberapa faktor risiko komplikasi intraoperatf adalah usia dan visus sebelum operasi

yang dapat menggambarkan progresivitas katarak dan dapat menjadi penyulit saat

operasi. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan hubungan faktor risiko usia dan visus

sebelum operasi dengan kejadian komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien

katarak senilis. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang

dilakukan selama bulan Februari-Agustus 2017 di RSUP Fatmawati. Data sekunder

diambil dari rekam medik pasien katarak senilis yang dioperasi dengan metode EKEK

pada bulan Juni 2015-Mei 2017 dengan operator residen yang dibimbing oleh seorang

konsulen mata. Hasil: Responden berjumlah 34 mata yang dioperasi dari pasien yang

berusia ≥ 50 tahun, didapatkan 5 mata yang mengalami komplikasi intraoperatif.

Dilakukan analisis bivariat dengan uji korelasi chi square dan didapatkan hubungan

antara usia dan komplikasi intraoperatif dengan p value 0,219 dan nilai r 0,297, dan

hubungan antara visus sebelum operasi dan komplikasi intraoperatif dengan p value

0,592 dan nilai r -0,098. Kesimpulan: Prevalensi komplikasi intraoperatif EKEK yaitu

14,7% dan hubungan faktor risiko usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian

komplikasi intraoperatif tidak signifikan.

Kata kunci: katarak senilis, EKEK, komplikasi intraoperatif, lansia, visus sebelum

operasi

ABSTRACT

Indira Khairunnisa Effendi. Medical Studies and Medical Educationi Program.

Prevalence and Risk Factors of age and preoperative visus with ECCE intraoperative

complications in senile cataract patients at RSUP Fatmawati within 2015-2017.

Background: As people get older, risk of degenerative disease such as senile cataract

is also increase. Main therapy of senile cataract is to replace the opaque lens with

intraocular lens (IOL) by surgery, which one of the methods is Extracapsular Cataract

Extraction (ECCE) that have higher incidence of intraoperative complications than

vii

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

phacoemulcification method. Some of the risk factors of intraoperative complications

are older age and preoperative visus that could represent the progressivity of senile

cataract and could be. Objective: Find out the prevalence and the risk factors of age

and preoperative visus with ECCE intraoperative complications in senile cataract

patients. Method: This study use cross sectional design which was held during

February-August 2017 at RSUP Fatmawati. Secondary datas were obtained from senile

cataract patients who undergone ECCE surgery within June 2015-May 2017 and

operated by resident guidanced by ophtamologist. Result: Number of respondent are

34 eyes whose patient’s age is ≥ 50 years old, 5 eyes experiencing intraoperative

complications. Bivariate analysis ware performed with chi square correlation test and

obetained p value 0,219 with correlative coefficient 0,297 for relationship between age

and intraoperative complications and p value 0,592 with correlative coefficient -0,098

for relationship between preoperative visus and intraoperative complications.

Conculsion: The prevalence of intraoperative complications is 14,7% and the

relationship between age and preoperative visus with intraoperative complications are

not significant.

Keyword: senile cataract, ECCE, intraoperative complications, old, preoperative visus

viii

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I: PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3

1.3 Hipotesis ............................................................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4

1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 4

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

2.1 Lensa Mata ........................................................................................................ 6

2.1.1 Anatomi Lensa ........................................................................................ 6

2.1.2 Histologi Lensa ....................................................................................... 7

2.13 Komposisi Lensa ..................................................................................... 9

ix

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

2.1.4 Metabolisme Lensa ............................................................................... 10

2.2 Katarak ............................................................................................................ 13

2.2.1 Definisi Katarak ................................................................................... 13

2.2.2 Faktor Risiko Katarak ........................................................................... 14

2.2.3 Klasifikasi Katarak ............................................................................... 14

2.2.4 Manifestasi Klinis Katarak ................................................................... 15

2.2.5 Penegakan Diagnosis Katarak .............................................................. 15

2.2.6 Katarak Senilis ...................................................................................... 16

2.2.6.1 Definisi Katarak Senilis ................................................................ 16

2.2.6.2 Faktor Risiko Katarak Senilis ....................................................... 16

2.2.6.3 Patogenesis Katarak Senilis .......................................................... 17

2.2.6.4 Patofisiologi Katarak Senilis ......................................................... 18

2.2.6.5 Stadium Katarak Senilis ................................................................ 19

2.2.7 Tata Laksana Katarak .......................................................................... 21

2.3 Ekstrasi Katarak Ekstra kapsular (EKEK) ...................................................... 23

2.4 Komplikasi Intraoperatif EKEK ..................................................................... 26

2.5 Tajam Penglihatan (Visus) .............................................................................. 29

2.6 Kerangka Teori ................................................................................................ 31

2.7 Kerangka Konsep ............................................................................................ 31

BAB III: METODE PENELITIAN ................................................................... 35

3.1 Desain Penelitian ............................................................................................ 35

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 35

3.2.1 Waktu penelitian ................................................................................... 35

x

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

3.2.2 Tempat penelitian ................................................................................. 35

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 35

3.3.1 Populasi Target ..................................................................................... 35

3.3.2 Populasi Terjangkau ............................................................................. 36

3.3.3 Sampel .................................................................................................. 36

3.3.4 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .................................. 36

3.4 Identifikasi Variabel ........................................................................................ 37

3.4.1 Variabel Bebas ...................................................................................... 37

3.4.2 Variabel Terikat ................................................................................... 37

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penilitian .............................................. 37

3.6 Alur Penelitian ................................................................................................ 38

3.7 Manajemen Data ............................................................................................. 38

3.7.1 Pengolahan data .................................................................................... 38

3.7.2 Analisis Data ......................................................................................... 39

3.7.2.1 Analisis Univariat.......................................................................... 39

3.7.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 39

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 41

4.1 Karakteristik Responden ................................................................................. 41

4.1.1 Usia Responden .................................................................................... 41

4.1.2 Jenis Kelamin Responden ..................................................................... 42

4.1.3 Visus Sebelum Operasi Responden ...................................................... 43

xi

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

4.1.4 Komplikasi Intraoperatif Responden .................................................... 45

4.2 Korelasi antara Usia Pasien dengan Kejadian Komplikasi Intra operatif EKEK

......................................................................................................................... 47

4.3. Korelasi antara Visus Sebelum Operasi Pasien dengan Kejadian Komplikasi

Intraoperatif EKEK ......................................................................................... 50

4.4 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 53

BAB V: SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 54

5.1 Simpulan ......................................................................................................... 54

5.2 Saran ................................................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56

LAMPIRAN ......................................................................................................... 59

xii

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Stadium Katarak Senilis ........................................................................ 19

Tabel 2.2 Perbedaan Teknik Operasi EKIK, EKEK, dan fakoemulsifikasi .......... 22

Tabel 2.3 Perbandingan Risiko Komplikasi EKEK dan EKIK ............................. 23

Tabel 2.4 Kriteria Tajam Penglihatan (Visus) Menurut WHO ............................. 30

Tabel 4.1 Karakteristik Usia Responden ............................................................... 42

Tabel 4.2 Karakteristik Jenis Kelamin Responden ............................................... 43

Tabel 4.3 Karakteristik Visus Sebelum Operasi Responden ................................. 44

Tabel 4.4 Karakteristik Komplikasi Intraoperatif Responden .............................. 46

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Usia dengan Kejadian Komplikasi Intraoperatif47

Tabel 4.6 P value dan Koefisien Korelasi Usia dengan Kejadian Komplikasi

Intraoperatif ..................................................................................................... 49

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Visus Sebelum Operasi dengan Kejadian Komplikasi

Intraoperatif ..................................................................................................... 50

Tabel 4.8 P value dan Koefisien Korelasi Visus Sebelum Operasi dengan Kejadian

Komplikasi Intraoperatif ................................................................................. 52

xiii

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bentuk dan Posisi Lensa pada Bola Mata ........................................... 6

Gambar 2.2 Anatomi Lensa .................................................................................... 9

Gambar 2.3 Mekanisme Pertukaran Air, Elektrolit, dan Bahan Kimia pada Lensa 13

Gambar 2.4 Katarak Senilis Stadium Insipien ...................................................... 19

Gambar 2.5 Katarak Senilis Stadium Imatur ........................................................ 20

Gambar 2.6 Katarak Senilis Stadium Matur ......................................................... 20

Gambar 2.7 Katarak Senilis Stadium Hipermatur ................................................. 20

Gambar 2.8 Teknik Kapsulotomi Anterior pada Operasi EKEK .......................... 24

Gambar 2.9 Langkah Operasi EKEK dengan PC-IOL ......................................... 26

Gambar 4.1 Frekuensi Usia Responden dalam Bentuk Diagram Batang ............. 42

Gambar 4.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden dalam Bentuk Diagram Batang43

Gambar 4.3 Frekuensi Visus Sebelum Operasi Responden dalam Bentuk Diagram

Batang ............................................................................................................. 45

Gambar 4.4 Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Responden dalam Bentuk Diagram

Batang ............................................................................................................. 47

Gambar 4.5 Sebaran Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Berdasarkan Usia Responden

......................................................................................................................... 48

Gambar 4.6 Sebaran Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Berdsarkan Visus Sebelum

Operasi Responden.......................................................................................... 51

xiv

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

DAFTAR SINGKATAN

EKIK : Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular

EKEK : Ekstraksi Katarak Intra Kapsular

MIP : Major Intrinsic Protein

ROS : Reactive Oxygen Species

IOL : Intra Ocular Lens

AC-IOL : Anterior Chamber Intra Ocular Lens

PC-IOL : Posterior Chamber Intra Ocular Lens

OVD : Ocular Viscosurgical Device

BSS : Balanced Salt Solution

CF : Count Finger

HM : Hand Motion

LP : Light Perception

NLP : No Light Perception

WHO : World Health Organization

BPS : Badan Pusat Statistik

xv

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik ....................................................................... 59

Lampiran 2 Surat Keterangan Izin Penelitian ....................................................... 60

Lampiran 3 Riwayat Penulis ................................................................................. 62

xvi

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan tertinggi di Indonesia1.

Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi katarak pada penduduk Indonesia

adalah sebesar 1,8%, dan perkiraan insiden katarak adalah 0,1% per tahun atau

setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak.

Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun

lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis, sekitar 16-22% penderita

katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun2.

Modalitas terapi utama katarak senilis adalah operasi yang bertujuan untuk

perbaikan tajam penglihatan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

Selama 30 tahun terakhir, bedah katarak telah mengalami perubahan drastis dan

perbaikan terus berlanjut dengan peralatan otomatis dan berbagai modifikasi lensa

tanam intraokular yang memungkinkan dilakukannya operasi melalui insisi kecil.

Berbagai pilihan metode operasi yang ada diantaranya Ekstraksi Katarak Intra

Kapsular (EKIK), Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK), dan

fakoemulsifikasi3. Pada saat ini teknik yang paling sering digunakan adalah

fakoemulsifikasi, namun operasi EKEK pun masih tetap digunakan untuk pasien

dengan lensa yang sangat keras atau mengalami kelainan endotel kornea4.

Dalam tindakan operatif maka sangat memungkinkan terjadinya komplikasi

baik intraoperatif maupun postoperatif. Secara umum, angka kejadian komplikasi

pada berbagai tahap operasi sudah berkurang, hampir 98% dari operasi katarak

dengan berbagai macam teknik berhasil tanpa menimbulkan komplikasi yang

serius5. Menurut penelitian oleh Hasan (2016), di Negara Iran prevalensi kejadian

komplikasi operasi katarak berkurang dari 6,95% pada tahun 2006 menjadi 3,07%

pada tahun 2010, sedangkan untuk komplikasi intraoperatif, prevalensi

kejadiannya di Iran sebesar 4,15%, sedangkan untuk tiap jenis komplikasinya

diurutkan dari yang paling tinggi prevalensinya adalah ruptur kapsul posterior

1

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

2

dengan vitreous prolapse (2,86%), ruptur kapsul posterior tanpa vitreous prolapse

(0,69%), suprakoroidal efusi / hemorargik (0,39%), nucleus drop (0,11%),

retrobulbar hemorargik (0,06%), dan dislokasi lensa intraokular (0,03%)6. Pada

penelitian ini, peneliti menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya komplikasi intraoperatif yaitu operator residen,

teknik operasi selain fakoemulsifikasi, dan usia kurang dari 10 tahun atau lebih

dari 70 tahun. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Rehab Ismail & Ahmed

Sallam (2000) komplikasi intraoperatif yang paling sering terjadi di Inggris adalah

ruptur kapsul posterior dan vitreous prolapse dengan prevalensi 1,92%, kemudian

suprakoroidal hemorargik, dimana prevalensi pada teknik fakoemulsifikasi (0,72)

lebih kecil dibandingkan dengan teknik operasi lainnya7.

Terdapat pula beberapa penelitian yang meneliti beberapa komplikasi

intraoperatif yang spesifik dan dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang

diduga dapat mempengaruhi keberhasilan operasi dan angka kejadian komplikasi

intraoperatif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zare (2009),

prevalensi terjadinya ruptur kapsul posterior dan vitreous prolapse adalah 7,9%

pada 767 pasien di Labbafinejad Medical Center. Risiko terjadinya ruptur kapsul

posterior dan vitreous prolaps meningkat hingga 5x apabila operator operasinya

merupakan residen8. Penelitian lain mengenai usia dilakukan oleh DK Berler

(2000) yang meneliti angka kejadian komplikasi intraoperatif pada pasien dengan

usia sangat tua (>88 tahun) dibandingkan dengan yang lebih muda (<88 tahun).

Hasilnya komplikasi intraoperatif yang paling sering terjadi adalah ruptur kapsul

posterior, vitreous prolaps, dan nucleus drop. Angka kejadian total pada pasien

sangat tua 10% dari 102 pasien, sedangkan pada kelompok usia yang lebih muda

3% dari 700 pasien9.

Penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa selain dari teknik operasi itu

sendiri, faktor-faktor lain seperti usia, dan operator dapat mempengaruhi angka

kejadian komplikasi intraoperatif pada pasien katarak senilis. Selain itu, peneliti

tertarik untuk melihat pengaruh faktor risiko lain seperti visus sebelum operasi

terhadap kejadian komplikasi intraoperatif karena visus sebelum operasi dapat

menggambarkan progresivitas stadium katarak apakah katarak imatur ataupun

matur yang berarti dapat menggambarkan bagaimana kondisi kekeruhan lensa dan

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

3

menyebabkan lensa semakin keras dan kaku, namun pada dasarnya visus tidak

dapat dijadikan indicator utama dalam menetapkan stadium katarak karena

penurunan visus dapat terjadi berdasarkan lokasi katarak, jika lokasi kekeruhan

berada pada visual axis maka visus akan semakin terpengaruh untuk menurun

meskipun masih berada pada stadium imatur. Berdasarkan hasil pencarian

ternyata belum ditemukan penelitian melihat korelasi antara kedua variabel

tersebut, ditambah lagi belum ditemukannya penelitian mengenai komplikasi

intraoperatif pada operasi katarak senilis dengan teknik EKEK yang dilakukan

oleh residen di Indonesia. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi

intraoperatif pada pasien katarak senilis dengan teknik operasi EKEK, khususnya

yang dilakukan oleh residen pada pasien di RSUP Fatmawati tahun 2015-2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini

adalah

• Bagaimanakah angka kejadian komplikasi intraoperatif pada operasi

EKEK pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017?

• Apakah terdapat hubungan usia dengan kejadian komplikasi intraoperatif

pada operasi EKEK pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati Tahun

2015-2017?

• Apakah terdapat hubungan visus sebelum operasi dengan kejadian

komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak senilis di

RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017?

1.3 Hipotesis

• Komplikasi intraoperatif yang terjadi adalah ruptur kapsul posterior,

vitreous loss, dislokasi IOL, dan perdarahan suprakoroid.

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

4

• Terdapat hubungan antara usia dengan kejadian komplikasi intraoperatif

pada operasi EKEK pasien katarak senilis pada RSUP Fatmawati Tahun

2015-2017

• Terdapat hubungan antara visus sebelum operasi dengan kejadian

komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak senilis pada

RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi komplikasi

intraoperatif dan hubungan faktor risiko usia dan visus sebelum operasi

dengan kejadian komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak

senilis

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi komplikasi intraoperatif yang paling sering terjadi

pada operasi EKEK pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati Tahun

2015-2017

2. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian komplikasi

intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak senilis pada RSUP

Fatmawati Tahun 2015-2017

3. Mengetahui hubungan antara visus sebelum operasi dengan kejadian

komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak senilis pada

RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat bagi Peneliti

1. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian

berbasis komunitas dengan metode potong lintang (cross sectional)

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

5

2. Mendapatkan pengetahuan mengenai prevalensi komplikasi pada pasien

katarak senilis setelah operasi EKEK di RSUP Fatmawati

3. Mendapatkan pengetahuan mengenai beberapa faktor risiko usia dan visus

sebelum operasi terhadap kejadian komplikasi intraoperatif pada pasien

katarak senilis dengan teknik operasi EKEK di RSUP Fatmawati

4. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

1.5.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi

1. Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi

dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan

pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat

2. Sebagai data awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya terutama dalam

bidang kesehatan sistem penglihatan

1.5.3 Manfaat bagi RSUP Fatmawati

Sebagai data masukan dan evaluasi bagi RSUP Fatmawati untuk

memberikan edukasi kepada pasien katarak senilis mengenai faktor risiko usia

dan visus sebelum operasi terhadap komplikasi intraoperatif dengan teknik

EKEK

1.5.4 Manfaat bagi Masyarakat

1. Memberi informasi dan pengetahuan masyrakat terutama orang lanjut usia

(lansia) tentang pentingnya menjaga kesehatan sistem penglihatan

2. Memberikan informasi dan pengetahuan masyarakat luas tentang faktor

risiko usia dan visus sebelum operasi terhadap komplikasi intraoperatif

dengan teknik EKEK pada pasien katarak senilis di RSUP Fatmawati

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lensa Mata

2.1.1 Anatomi Lensa

Lensa mata adalah suatu massa dengan struktur bikonvek, avaskular,

transparan dan tidak mempunyai serabut saraf dan saluran limfatik. Lensa

memiliki berat sebesar 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-

80 tahun, diameter sebesar 9-10 mm dan ketebalan sebesar 3,5 mm saat lahir

hingga 5 mm saat usia lanjut. Lensa memiliki radius kurvatura anterior 10 mm

dan radius kurvatura posterior 6 mm sehingga permukaan posterior lebih

cembung daripada permukaan anterior4,10.

Lensa terletak pada segmen posterior mata di antara permukaan posterior

iri dan bagian cekung pada corpus vitreous yang disebut fossa hyaloid. Lensa

bersama dengan iris membentuk diaragma optikal yang memisahkan segmen

anterior dan posterior mata, Lensa menggantung pada serabut serat kaya fibrin

yang berasal dari epitel siliaris pada korpus siliaris dan berinsersio pada kapsul

lensa anterior dan berinsersio pada kapsul lensa anterior dan posterior yang

disebut serabut zonula atau zonula zinii. Zonula zinii tersusun secara sirkular

mengelilingi lensa. Bagian lensa terdiri dari kapsul, epitel, nukleus dan

korteks5,10.

Gambar 2.1 Bentuk dan Posisi Lensa pada Bola Mata

Sumber: Lang GK. Ophthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme

Stuttgard Publisher; 2000: P.170

6

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

7

2.1.2 Histologi Lensa

A. Kapsul Lensa

Kapsul lensa merupakan membran basement yang sangat tebal dan terdiri

dari kolagen tipe IV dan glikoprotein yang berfungsi melapisi isi lensa, yaitu

nukleus, korteks, dan epitel lensa. Kapsul lensa bersifat homgen, refraktil, semi

permeabel, dan kaya akan karbohidrat yang meliputi permukaan luar sel-sel

epitel. Kapsul lensa mampu berubah bentuk selama perubahan proses akomodasi

dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia. Ketebalan kapsul

lensa di bagian anterior 12-21 mikron, di bagian posterior 2-9 mikron dan di

ekuator 9-17 mikron. Ketebalan kapsul meningkat seiring dengan preoses

penuaan5,11.

B. Epitel Lensa

Epitel lensa terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada

permukaan anterior lensa. Sel epitel dapat melakukan mitosis, aktivitas

premitosis tertinggi terjadi di sekeliling lensa anterior yang diketahui sebagai

zona pertumbuhan. Sel yang baru dibentuk akan migrasi ke ekuator dan pada saat

sel-sel epitel migrasi ke arah bagian lengkung lensa, mereka memulai proses

diferensiasi terminal menjadi serabut-serabut lensa, dimana terjadi peningkatan

ukuran sel yaitu sel-sel epitel kolumnar. Perubahan tersebut disertai dengan

peningkatan protein selular yang disebut kristalin dalam membran masing-

masing sel serabut. Pada saat bersamaan terjadi pelepasan organel-organel yang

terdiri dari sel nukleus, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel ini

memberikan fungsi lensa yang tidak dapat menyerap atau membiaskan sinar

akibat adanya organel sehingga sinar dapat menembus lensa5,11

C. Nukleus dan Korteks

Lensa akan terus tumbuh dan membentuk serat lensa seumur hidup, tidak

ada sel-sel yang hilang dari lensa, serabut-serabut lensa yang baru terbentuk

bertumpuk dan tersusun rapat bersama dengan serabut yang terbentuk

sebelumnya, dimana lapisan yang paling awal terbentuk terletak di sentral.

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

8

Lapisan paling tua tersebut diproduksi selama kehidupan embrio dan akan

tetap berada di sentral lensa. Serabut-serabut lensa dibentuk dengan susunan

interdigitasi. Hal ini lah yang membentuk nukleus dan korteks lensa. Nukleus

lensa terdiri dari berbagai zona yang berbeda sesuai dengan usia serabut lensa

yaitu5:

• Nukleus embrionik

Bagian terdalam dari nucleus yang menyerupai lensa sampai dengan 3 bulan

masa gestasi. Nukleus embrionik terdiri dari serabut lensa primer yang terbentuk

dari elongasi sel dinding posterior dari vesikel lensa

• Nukleus Fetal

Nukleus fetal terletak melingkar diluar nucleus embrionik dan menyerupai

lensa dari 3 bulan masa gestasi hingga saat kelahiran. Bentuknya menyerupai

huruf Y pada bagian anterior dan huruf Y terbalik pada bagian posterior

• Nukleus Infantil

Nukleus infantil menyerupai lensa sejak lahir hingga masa pubertas

• Nukleus Dewasa

Nukleus dewasa menyerupai serabut lensa sejak pubertas dan bertahan

selamanya

• Korteks

Bagian terluar yang terdiri dari serabut termuda yang baru terbentuk

D. Zonula Zinii

Lensa difiksasi oleh serabut zonula yang berasal dari lamina basalis epitel

non pigmen korpus siliaris pars plikata. Zonula melekat pada kapsul anterior dan

posterior lensa menuju ekuator. Masing-masing serabut zonula terdiri dari

serabut kolagen multipel yang menyatu dengan kapsul lensa. Serat zonula serupa

dengan myofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang

dapat memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan

lensa5,11.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

9

Gambar 2.2 Anatomi Lensa

Sumber: Lang GK. Ophthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme

Stuttgard Publisher; 2000: P. 171

2.13 Komposisi Lensa

Lensa manusia terdiri atas air sebanyak 65%, protein dengan konsentrasi

35% dari berat lensa, dan sedikit mineral. Kadar protein tersebut menyebabkan

lensa sebagai organ dengan kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan

seluruh jaringan tubuh. Selain itu lensa juga memiliki kandungan kalium yang

lebih tinggi dibandingkan jaringan lain3. Protein lensa dibagi menjadi dua

berdasarkan kelarutannya dalam air, 80% dari protein tersebut merupakan protein

hidrofilik (water-soluble) yang merupakan bagian terbesar pembentuk kristalin

dan hidrofobik (water-insoluble). Kristalin adalah protein intraselular yang

terdapat pada epithelium dan membrane plasma dari sel serat lensa. Kristalin

terbagi atas kristalin alpha (α), beta (β), dan gamma (γ). Kristalin alpha

membentuk 32% dari protein lensa dan merupakan protein dengan berat molekul

yang paling besar yaitu sebesar 600-4000 kDa bergantung pada kecenderungan

subunitnya untuk beragrerasi. Kristalin alpha merupakan gabungan dari 4 subunit

mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipetida subunit memiliki berat molekul 20

kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik.

Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epitel menjadi serat lensa. Laju

sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel daripada di bagian

korteks, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi. Kristalin

beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan struktur yang saam

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

10

sehingga dapat digabungkan sebagai satu famili protein. Kristalin beta sebesar

55% dari protein hidrofilik pada protein lensa. Protein lensa hidrofobik dapat

dibagi menjadi dua, yaitu protein yang larut dalam urea dan yang tidak larut

dalam urea. fraksi yang larut dalam urea terdiri atas protein sitoskeletal yang

berfungsi sebagai rangka struktural sel lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri

atas membrane plasma serat lensa. Major Intrinsic Protein (MIP) atau aquaporin-

0 adalah protein yang menyusun plasma membran sebesar 50%. MIP pertama kali

muncul di lensa ketika serat lensa mulai memanjang dan dapat di jumpai di

membran plasma di seluruh masa lensa. MIP tidak di jumpai di sel epitel, maka

dari itu MIP berhubungan dengan diferensiasi sel menjadi serat lensa. Aquaporin

pada membran serat lensa lensa berfungsi sebagai kanal ion untuk difusi nutrisi,

mineral, dan air menuju lensa. Aquaporin juga berfungsi untuk melakukan

transpor aktif natirum, kalium, kalsium dan asam amino dari aqueous humor

begitu pula yang terjadi pada kapsul posterior melalui proses difusi pasif. Hal ini

menyebabkan terjadinya homeostasis untuk kejernihan lensa dan kestabilan

komposisi air lensa terhadap aqueous humor. Semakin meningkatnya usia,

kompoisisi air semakin berkurang dan fraksi protein hidrofobik akan meningkat

sehingga membentuk agregasi pratikel besar yang menyebabkan lensa menjadi

tidak tembus cahaya, keras, tidak elastis untuk akomodasi mata, dan keruh.

Kejadian ini tidak dapat dihindari seperti halnya keriput di kulit dan timbulnya

uban. Berkurangnya transparansi lensa umumnya terjadi pada 95% manusia

dengan usia diatas 65 tahun. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa konversi dari

protein yang hidrofilik menjadi hidrofobik merupakan proses alami maturasi

serabut lensa5,12,13.

2.1.4 Metabolisme Lensa

Tujuan utama dari metabolisme lensa adalah mempertahankan transparansi

lensa. Lensa mendapatkan energi utama melalui metabolisme glukosa anaerobik.

Komponen penting lain yang dibutuhkan lensa adalah bentuk NADPH tereduksi

yang didapatkan melalui jalur pentosa yang berfungsi sebagai agen pereduksi

dalam biosintesis asalm lemak dan glutation. Metabolisme berbagai zat di lensa

adalah sebagai berikut12–14:

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

11

1. Metabolisme gula

Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan

difusi terfasilitasi. Kurang lebih 90-95% glukosa yang masuk ke lensa

difosforilasi oleh enzim heksokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Heksokinase akan

tersaturasi oeh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa

normal telah tercapai, maka reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang

terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.

Walaupun hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus krebs, tetapi siklus ini

menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibutuhkan lensa. Jalur lain yang

melakukan metabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa fosfat. 5% dari

seluruh glukosa lensa di metabolisme oleh jalur ini dapat distimulasi oleh

peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di lensa lebih tinggi

dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak NADPH yang

berfungsi untuk mereduksi glutation. Jalur lain yang berperan dalam metabolisme

glukosa di lensa adalah jalur sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti

pada keadaan hiperglikemik, jalur sorbitol akan lebih aktif daripada jalur

glikolisis sehingga sorbitol akan terbentuk dan terakumulasi. Glukosa akan diubah

menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang berada di permukaan epitel yaitu

aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan di metabolisme menjadi fruktosa oleh enzim

sorbitol dehidrogenase. Selanjutnya sorbitol dan fruktosa akan menyebabkan

tekanan osmotik meningkat dan akan menarik air sehingga lensa akan

menggembung, sitoskeletal akan mengalami kerusakan, dan lensa menjadi keruh.

2. Metabolisme protein

Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari

seluruh jaringan tubuh. Sintesis protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis

protein utama adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesis

protein hanya berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal. Lensa

protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena sebagian besar enzim yang

mendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

12

3. Glutation

Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsetrasi besar di

lensa terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah mempertahankan

transparansi lensa dengan cara mencegah kristalin dan melindungi dari kerusakan

oksidatif. Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan di daur ulang pada siklus

γ-glutamil. Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang

sama. Glutation di dintesis dari L-glutamat, L-sisteinn dan glisin dalam dua tahap

yang membutuhkan 11-12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari

aqueous humor melalui transport aktif. Pemecahan glutation mengeluarkan asam

amino yang akan di daur ulang untuk pembentukan glutation selanjutnya

4. Metabolisme antioksidan

Lensa dapat mengalami kerusakan akibat radikal bebas seperti ROS (Reactive

Oxygen Species). ROS adalah sebutan untuk sekelompok radikal oksigen yang

sangat reaktif, merusak lipid, protein, karbohidrat dan asam nukleat. Mekanisme

kerusakan yang diakibatkan oleh ROS adalah peroksidasi lipid membran

membentuk malondialdehida, yang akan membentuk ikatan silang antara protein

dan lipid membrane sehingga sel menjadi rusak. Polimerasi dan ikatan silang

protein tersebut menyebabkan agregasi kristalin dan inaktivasi enzim yang

berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalse dan glutation redukatase.

Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi dari radikal

bebas seperti glutation peroksidase, katalase, dan superoksida.

5. Metabolisme Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Aspek fisiologi yang terpenting dalam menjaga transparansi lensa adalah

pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Transparansi lensa sangat

bergantung pada komponen struktural dan makromolekular. Selain itu, hidrasi

lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Lensa mempunyai kadar kalium dan

asam amino yang tinggi dibandingkan aqueous humor dan vitreous humor dan

memiliki kadar natrium dan klorida yang lebih rendah dibandingkan sekitarnya.

Keseimbangan elektrolit diatur oleh permeabilitas dan pompa natrium dan kalium

(Na-K-ATPase). Pompa ini berfungsi memompa natrium keluar dan memompa

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

13

kalium untuk masuk. Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran

di lesna disebut teori pompa bocor. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke

dalam lensa secara aktif ke anterior lensa melalui epithelium. Lalu kalium dan

asam amino akan berdifusi melalui bagian posterior lensa. Sedangkan natrium

masuk ke dalam lensa di bagian posterior lensa secara difusi dan keluar malui

bagian anterior lensa secara aktif.

Gambar 2.3 Mekanisme pertukaran air, elektrolit, dan bahan kimia pada lensa

Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New

Delhi: New Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P.169

2.2 Katarak

2.2.1 Definisi Katarak

Katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa Yunani,

kataraktes, yang artinya terjun seperti air. Kata ini ditafsirkan dari buku-buku

Arab “Nuzul EL Ma” yang berarti air terjun. Istilah ini dipakai oleh orang Arab

sebab orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah-

olah terhalang oleh air terjun15.

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

14

kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif

ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama3.

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat

juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.

Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti

glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa bahan toksis khusus. Katarak

dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya. Kelainan

sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes

melitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik14.

2.2.2 Faktor Risiko Katarak

Beberapa faktor yang merupakan penyebab terbentuknya katarak lebih cepat.

Seperti15:

1. Diabetes melitus

2. Radang mata

3. Trauma mata

4. Riwayat keluarga dengan katarak

5. Pemakaian steroid oral jangka panjang

6. Pembedahan mata lainnya

7. Radiasi sinar ultraviolet dan infra merah

2.2.3 Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia katarak yang diklasifikasikan dalam15:

1. Katarak kongenital: katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun

2. Katarak juvenil: katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

3. Katarak senilis: katarak setelah usia 50 tahun.

Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik maka hal ini biasanya

terdapat pada hampir semua katarak senilis, katarak herediter, dan katarak

kongenital

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

15

2.2.4 Manifestasi Klinis Katarak

Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai gangguan pada

penglihatan termasuk10,14:

1. Penurunan tajam penglihatan secara perlahan (progresif). Penurunan tajam

penglihatan akibat katarak senilis memiliki beberapa ciri khas yaitu tidak

nyeri dan menurun secara perlahan dan progresif. Pasien dengan kekeruhan

lensa yang terletak di bagian sentral akan mengalami penurunan tajam

penglihatan yang lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang mengalami

kekeruhan lensa di bagian perifer. Selain itu pada pasien dengan kekeruhan

lensa di bagian perifer akan merasa penglihatannya lebih baik saat cahaya

terang dimana pupil akan berkontraksi. Semakin keruh lensa maka tajam

penglihatan akan semakin berkurang hingga sampai kepada persepsi cahaya

dan proyeksi sinar yang akurat.

2. Sensasi silau (glare). Sensasi silau merupakan salah satu gejala yang pertama

kali dirasakan mengganggu oleh pasien. Opasitas lensa mengakibatkan rasa

silau karena cahaya dibiaskan akibat perubahan indeks refraksi lensa,

keparahan sensasi silau dapat berbeda pada tiap pasien akibat perbedaan

lokasi dan luas kekeruhan lensa

3. Penurunan sensitivitas kontras. Pasien mengeluhkan sulitnya melihat benda

diluar ruangan pada cahaya terang atau sulit saat melihat cahaya langsung

dari lampu kendaraan.

4. Melihat halo berwarna sekitar sinar. Hal ini dapat terjadi akibat adanya

agregasi air di lensa yang menyebabkan terjadinya pembiasan cahaya putih

menjadi spektrum warna.

5. Diplopia monokular: penglihatan ganda umumnya terjadi dikarenakan adanya

perbedaan infeks refraksi antara satu bagian lensa yang mengalami kekeruhan

dengan bagian lensa lainnya.

6. Sukar melihat dimalam hari atau penerangan redup

2.2.5 Penegakan Diagnosis Katarak

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan oftamologi15

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

16

1. Anamnesis: riwayat perjalanan penyakit pasien

2. Tajam penglihatan (visus) dengan dan tanpa koreksi pinhole occluder

3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slit lamp didapatkan

kekeruhan lensa. Pemeriksaan Shadow test dengan membuat sudut 45° arah

sumber cahaya (senter) dengan dataran iris. Bayangan iris yang jatuh pada

lensa, menunjukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih imatur.

Sementara shadow test (-) menunjukkan katarak sudah matur

4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung (+). Bila terdapat

relative afferent pupillary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan patologis

lain yang mengganggu tajam penglihatan pasien.

5. Funduskopi jika memungkinkan.

2.2.6 Katarak Senilis

2.2.6.1 Definisi Katarak Senilis

Katarak senilis atau age-related cataract adalah katarak yang paling sering

ditemukan diantara jenis katarak lainnya. katarak senilis adalah semua kekeruhan

lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia diatas 50 tahun. Pada usia diatas

70 tahun hampir 90% mengalami perkembangan katarak senilis. Tidak terdapat

perbedaan tingkat kejadian katarak pada pasien laki-laki maupun perempuan.

Katarak senilis umumnya terjadi bilateral namun pada umumnya onset gejala

klinis pada salah satu mata terjadi lebih cepat. Secara morfologi katarak senilis

terbagi menjadi dua yaitu katarak kortikal (soft cataract) dan katarak nuclear

(hard cataract), seringkali pada mata yang sama terjadi baik katarak kortikal

maupun katarak nuklear sehingga sulit untuk mendapatkan perbedaan frekuensi

diantara keduanya4,5,14

2.2.6.2 Faktor Risiko Katarak Senilis

Faktor risiko utama pada katarak senilis adalah proses penuaan terutama

pada pasien dengan usia diatas 50 tahun15. Meskipun belum terdapat penjelasan

etiopatologi yang jelas namun terdapat beberapa faktor yang diperkirakan dapat

mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis diantaranya10:

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

17

1. Hereditas. Riwayat penyakit keluarga terkait katarak dapat mempengaruhi

kecepatan munculnya onset pada usia tertentu

2. Radiasi ultraviolet (UV). Berdasarkan berbagai studi epidemiologi,

didapatkan bahwa tingginya paparan sinar ultraviolet dari sinar matahari

dapat mempengaruhi kecepatan onset dan proses maturasi katarak senilis

3. Nutrisi. Pola makan rendah protein, asam amino dan vitamin (riboflavin,

vitamin E, vitamin C) dapat menyebabkan kurangnya zat antioksidan

sehingga radikal bebas lebih cepat merusak sel-sel lensa.

4. Merokok. Selain tinggi nya radikal bebas, merokok juga dapat menyebabkan

akumulasi 3 hidroksikynurinin dan kromosfor yang merupakan molekul

berpigmen dan dapat menyebabkan lensa menjadi kekuningan, kandungan

sianat pada rokok juga dapat mengakibatkan denaturasi protein lensa

2.2.6.3 Patogenesis Katarak Senilis

Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya

dimengerti. Seiring bertambahnya usia, peningkatan radikal bebas akan

menimbulkan kerusakan pada setiap jaringan tubuh, apalagi karena pengaruh

lingkungan atau dari kurangnya aktivitas antioksidan alami dalam tubuh.

Semakin lama semakin jelas bahwa oksidasi dari protein lensa adalah salah satu

faktor penting dengan kejadian katarak. Serat-serat protein halus yang

membentuk lensa internal bersifat bening. Ketika protein rusak, keseragaman

struktur ini akan menghilang dan serat-serat yang seharusnya berfungsi untuk

meneruskan cahaya menjadi terpancar bahkan terpantul. Kerusakan lensa akibat

radikal memang tidak langsung tetapi sangat kuat terutama adanya perbedaan

kadar antioksidan di dalam tubuh penderita katarak dan mereka yang tetap

memiliki kejernihan lensa. Salah satu penelitian yang di publikasikan oleh British

Medical Journal mendapatkan hasil dari analisis darah untuk mengetahui kadar

vitamin E dan beta karoten. Beta karoten merupakan pigmen yang berwarna

jingga yang terdapat di dalam wortel dan sayuran yang di dalam hati akan diubah

menjadi vitamin A. hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar

vitamin E dan beta karoten dengan kemungkinan mengalami katarak. Pada

kelompok katarak diperoleh kadar antioksidan yang rendah. Kerusakan protein

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

18

akibat kehilangan elektron oleh radikal bebas mengakibatkan sel-sel jaringan

protein lensa menjadi rusak sehingga mengakibatkan katarak12,15.

Penuaan juga dapat menyebabkan lensa bertambah berat dan tebal sehingga

kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut korteks

terbentuk secara konsentris, sel-sel tua yang tidak dibuang akan menumpuk ke

arah tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan

(sklerosis nuklear). Beberapa temuan menunjukkan bahwa kristalin (protein

lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi high molecullar-

weight-protein. Agregasi protein ini akan menyebabkan fluktuasi mendadak pada

indeks refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi.

Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga dapat menyebabkan perubahan

warna lensa menjadi kuning atau kecoklatan, selain itu dapat pula ditemukannya

vesikel antara lensa, dan pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga muncul

adalah perubahan fisiologi kanal ion pada lensa yang dapat mengakibatkan

katarak13.

Katarak komplikata merupakan katarak yang timbul akibat penyakit mata

lain atau penyakit sistemik. Berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan

terjadinya katarak sekunder adalah uveitis anterior kronis, glaukoma akut, miopia

patologis, dan diabetes melitus merupakan penyebab yang paling umum.

Penggunaan obat-obatan (steroid) dan trauma, baik trauma tembus, trauma

tumpu, kejutan listrik, radiasi sinar ultraviolet dan inframerah juga dapat

mengakibatkan kekeruhan lensa atau katarak15.

2.2.6.4 Patofisiologi Katarak Senilis

Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan dan terjadi

perubahan indeks refraksi lensa, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-

abu. Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk

dan tingkat. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di

lensa seperti korteks, nukleus, dan subkapsularis posterior5.

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

19

2.2.6.5 Stadium Katarak Senilis

Tabel 2.1 Stadium Katarak Senilis5,15

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan sebagian seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah

(air masuk)

normal Berkurang (air

+ massa lensa

keluar)

Iris Normal Terdorong normal Termulans

Bilik mata Normal

depan

Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik Normal

mata

Sempit Normal Terbuka

Shadow test Negatif Positif Negatif Pseuodopositif

Tajam 0.8-1.0 0.4-0.5 0.02-0.1 <0.1

penglihatan

(visus)

Gambar 2.4 Katarak Insipien

Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New

Delhi: New Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P.178

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

20

Gambar 2.5 Katarak Imatur

Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New

Delhi: New Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P.177

Gambar 2.6 Katarak Matur

Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New

Delhi: New Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P. 177

Gambar 2.7 Katarak Hipermatur

Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. fourth. New Delhi: New

Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P.177

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

21

2.2.7 Tata Laksana Katarak

Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Tidak ada manfaat dari

suplementasi nutrisi atau terapi farmakologi dalam mencegah atau

memperlambat progresivitas dari katarak. Metode pembedahan yang saat ini

umum digunakan adalah ekstraksi katarak. Ekstraksi katarak adalah cara

pembedahan dengan mengangkat lensa yang terkena katarak. Dapat dilakukan

dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa atau

ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul

anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul

posterior. Tindakan bedah ini pada saat ini dianggap lebih baik karena

mengurangi beberapa komplikasi. Setelah pembedahan, lensa diganti dengan

kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokular. Selain itu biasanya

diberikan pula kombinasi antibiotik dan steroid tetes mata 6 kali sehari hingga 4

minggu pasca operasi3,15

Indikasi bedah4,14:

1. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat lagi ditoleransi pasien karena

mengganggu aktivitas sehari-hari

2. Adanya anisometropia yang bermakna secara klinis

3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan segmen posterior

4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti peradangan atau glaukoma sekunder

Metode Pembedahan3,15,16:

1. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). Teknik pengikisan isi lensa

dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa

dan korteks lensa dapat keluar melalui insisi 9-10 mm tanpa mengangkat

kapsul posterior lensa.

2. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK). Pembedahan dengan

mengeluarkan seluruh lensa beserta dengan kapsul posterior.

3. Fakoemulsifikasi. Pembedahan dilakukan dengan menggunakan vibrator

ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga

substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

22

Tabel 2.2 Perbedaan Teknik Operasi EKIK, EKEK, dan Fakoemulsifikasi4

Teknik EKIK EKEK Fakoemulsifikasi

Indikasi Zonula lemah • Lensa sangat

keras

• Kelainan

endotel kornea

Bermacam tipe

katarak

Dilatasi pupil Diperlukan Diperlukan Diperlukan

Insisi 10-12 mm, 180 ˚ 6-10 mm, 120 ˚ 3,2-3,5 mm, 30˚

Metode

pengangkatan lensa

• Kapsulotomi

• Pengangkatan

nukleus

• Pengangkatan

korteks

• Tidak

dilakukan

• Bersama

dengan

seluruh bagian

lensa

• Tidak

dilakukan

• Teknik can-

opener dan

teknik lainnya

• Manual

Sliding

• Irigasi dan

aspirasi secara

manual atau

otomatis

• Teknik hexis

• Teknik

fakoemulsifikasi

• Irigasi dan

aspirasi secara

otomatis

Lensa intraokular AC-IOL PC-IOL “in the

bag”

PC-IOL “in the

bag”

Jahitan Diperlukan 5-7

jahitan secara

kontinu atau

berjarak

Diperlukan 3-5

jahitan secara

kontinu atau

berjarak

Tidak diperlukan

jahitan

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

23

2.3 Ekstrasi Katarak Ekstra kapsular (EKEK)

Teknik yang saat ini umum digunakan dalam operasi katarak senilis yaitu

EKEK dengan implantasi posterior-chamber IOL (PC-IOL). Teknik ini telah

menggantikan EKIK yang dianggap memiliki lebih banyak komplikasi. Kapsul

posterior dan sebagian kapsul anterior lensa tetap dipertahankan sedangkan

nukleus diangkat dengan teknik aspirasi dan irigasi dalam teknik operasi EKEK.

Pembedahan EKEK cukup baik untuk pasien katarak senilis yang mengalami

pengerasan nukleus sehingga perlu dilakukan ekstraksi lensa dan untuk pasien

yang mengalami miopia tinggi dengan degenerasi vitreous humor. Teknik EKEK

saat ini dianggap lebih baik dibandingkan dengan EKIK dari segi keamanan dan

komplikasi yang ditimbulkan. Berikut adalah tabel perbandingan risiko yang

ditimbulkan operasi EKEK dan EKIK3,4,16

Tabel 2.3 Perbandingan Risiko Komplikasi EKIK dan EKEK4

EKIK EKEK

Risiko Vitreous

loss

Ada Risiko relatif rendah

karena kapsul posterior

lensa dipertahankan

Risiko glaukoma

afakik

Risiko retinal

Detatchment

Dapat terjadi jika terdapat

vitreous loss atau akibat

blockade pupil

Angka insidensi lebih

tinggi

Jarang terjadi

Angka insidensi lebih

rendah

Implantasi IOL Hanya dapat dilakukan

implantasi AC-IOL

Dapat dilakukan implantasi

baik AC-IOL maupun PC-

IOL

Tahapan operasi EKEK meliputi4,10,14:

1. Anastesi topikal dan lokal subkonjungtiva dengan lidokain 2%

2. Mata diberi antiseptik dengan mengoleskan povidone-iodine lotion 5% pada

kulit kelopak mata dan diteteskan sebanyak 1 tetes pada saccus konjungtiva

untuk menghilangkan flora normal

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

24

3. Letakkan Plastic drape pada bagian kulit dan sekitar kelopak mata sebagai

isolator antara bagian yang akan dioperasi, plastic drape bersifat steril dan

dapat menempel sendiri pada bagian kulit di sekitar mata. Kemudian

speculum dipasang untuk menjaga kelopak mata tetap terbuka

4. Rektus superior difiksasi dengan bridle suture untuk menjaga posisi bola mata

berada di bawah

5. Lakukan fornix-based conjungtival flap untuk mengekspos limbus, dapat

terjadi perdarahan, jaga hemostasis menggunakan wet field cautery. Pada

beberapa operasi flap konjungtiva tidak dilakukan

6. Insisi limbus dengan alur melingkar dan kedalaman dua per tiga pada arah jam

10-12 (120˚) menggunakan razor blade knife untuk membuka segmen

anterior. Sebagai metode alternative untuk membuka segmen anterior dapat

dilakukan korneoskleral section sebesar 2-3 mm dan small buttonhole

peripheral iredektomi pada arah jam 12.

7. Substansi viskoelsastis atau OVD (Ocular Viscosurgical Device) yang terdiri

dari 2% hidroksipropil metilselulosa , 1% natrium hialuronat, dan kondroitin

sulfat di injeksi kedalam bilik anterior untuk menjaga kestabilan bilik anterior

dan proteksi endotelium

8. Lakukan anterior kapsulotomi. Berbagai teknik insisi dapat dilakukan

diantaranya can-opener technique, envelope technique, linear technique, dan

continuous curvilinear capsulorrhexis. Teknik yang saat ini umum digunakan

adalah can-opener technique yaitu dengan cara membuat inisisi dengan jarum

26 G secara radial pada bagian kapsul anterior dengan bentuk menyerupai

tutup botol.

Gambar 2.8 Teknik Anterior Kapsulotomi pada Operasi EKEK

Sumber: ogi R. Basic Ophthalmology. fourth. New Delhi: Jaypee Brothers

Medical Publishers (P) Ltd.; 2009: P. 229

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

25

9. Pelebaran insisi korneoskleral hingga 8-10 mm menggunakan enlarging

scissors

10. Lakukan hidrodiseksi dengan injeksi Balanced Salt Solution (BSS) ke dalam

bagian bawah perifer kapsul anterior untuk memisahkan kapsul dan korteks

lensa.

11. Pengeluaran nukleus lensa, terdapat 2 cara untuk mengeluarkan nukleus lensa

yaitu pressure and counter-pressure method atau irrigating wire vectis

technique menggunakan lens hook dan spatula

12. Aspirasi korteks menggunakan two-way irrigation aspiration cannula (Simcoe

aspiration irrigation cannula)

13. Kantung kapsul lensa digembungkan melalui injeksi susbtansi viskoelastis

14. Implantasi Posterior Chamber-Intraocular Lens (PC-IOL)

15. Aspirasi susbtansi viskoelastisitas dengan two-way cannula dan bilik anterior

diisi dengan BSS

16. Penutupan insisi korneoskleral dengan jahitan sebanyak 3-5 menggunakan

benang nilon 10.0 monofilamen

17. Flap konjungtiva di reposisi kembali dan penjagaan hemostasis dengan wet

field cautery

18. Injeksi deksametason 0,25 ml dan gentamisin 0,5 ml subkonjungtival sebagai

antibiotic profilaksis

19. Patching dengan pad and sticking plaster or bandage

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

26

Gambar 2.9 Langkah Operasi EKEK dengan PC-IOL

(Keterangan: A. Teknik kaspsulotomi can-opener anterior; B. Pengambilan kapsul

anterior lensa; C. Insisi korneoskleral; D. Pengambilan nucleus lensa dengan

metode pressure and counter-pressure); E. Aspirasi korteks lensa; F. Penyisipan

bagian inferior PC-IOL; G. Penyisipan bagian superior PC-IOL; H. implantasi

PC-IOL; I. penjahitan korneskleral)

Sumber: Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Ed. New

Delhi: New Age International (P) Ltd. Publisher; 2007: P.190

2.4 Komplikasi Intraoperatif EKEK

Komplikasi merupakan salah satu outcome yang dinilai dalam melihat

efektifitas teknik operasi. Secara umum, angka kejadian komplikasi pada berbagai

tahap operasi sudah berkurang, hampir 98% dari operasi katarak dengan berbagai

macam teknik berhasil tanpa menimbulkan komplikasi yang serius. Komplikasi

dapat terjadi pada berbagai tahap mulai dari preoperatif, intraoperatif, dan

postoperatif (early / delayed). Komplikasi intraoperatif yang umumnya terjadi

adalah:

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

27

1. Ruptur kapsul posterior

Komplikasi intraoperatif yang paling sering terjadi adalah ruptur kapsul

posterior lensa. Hal ini dapat berujung kepada kompliasi yang serius seperti

dropped nucleus dan vitreous loss yang juga dapat menyebabkan retinal

detatchment sehingga mempersulit implantasi IOL. Berdasarkan The UK National

Database of Cataract Surgery didapatkan prevalensi kejadian rupture kapsul

posterior sebesar 1,92%. Dari database tersebut dapat di identifikasi faktor risiko

yang dapat menyebabkan ruptur kapsul posterior diantaranya adalah usia diatas 90

tahun (OR: 2,37), jenis kelamin laki-laki (OR: 1,28), mengalami pseudoeksfoliasi

(OR: 2,92), dan tingkat operator operasi (OR: 3,73)17. Ruptur kapsul posterior

biasanya terjadi akibat cedera dari instrumen operasi dan dapat terjadi pada tahap

operasi manapun, selain itu adanya blokade pada kapsul lensa akibat hidroseksi

yang terlalu kuat dan berlebihan juga dapat menyebabkan ruptur kapsul posterior.

Kasus yang lebih jarang terjadi saat aspirasi korteks atau karena adanya trauma

saat implantasi IOL sehingga merobek kapsul posterior lensa. Gejala terjadinya

ruptur kapsul posterior diawali dengan perubahan kedalaman bilik mata anterior

menjadi lebih dangkal atau lebih dalam secara mendadak14.

Permasalahan yang dihadapi oleh operator operasi adalah waktu dimana

ruptur kapsul posterior terjadi, manajemen tatalaksana lebih mudah apabila ruptur

terjadi saat nukleus dan korteks lensa sudah diangkat namun jika ruptur terjadi

sebelum nukleus dan korteks lensa diangkat maka diperlukan pembesaran insisi

korneoskleral untuk mempermudah pengeluaran lensa dan mencegah terjadinya

vitreous loss17.

2. Vitreous Loss

Viterous loss pada teknik EKEK biasanya terjadi sebagai akibat dari ruptur

kapsul posterior karena teknik yang salah saat melakukan operasi dan pada pasien

dengan lemahnya serat zonula zinii. Vitreous loss meningkatkan risiko uveitis,

cystoid macular edema, dan retinal detatchment akibat adhesi perlukaan vitreous

dengan retina, selain itu perlukaan vitreous juga dapat menempel pada iris

sehingga iris tertarik kearah vitreous. Jika vitreous loss terjadi maka perlu

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

28

dilakukan vitrektomi untuk membersihkan vitreous dari material yang berasal dari

bilik anterior dan menutup insisi17,18.

3. Perdarahan

Perdarahan pada bilik anterior atau pada anterior vitreous jarang terjadi dan

biasanya dapat diatasi dengan cepat dan spontan tanpa mempengaruhi hasil

operasi, sedangkan ekspulsif suprakoroidal hemorargik merupakan komplikasi

yang serius dari operasi katarak18. Hal ini biasanya terjadi pada pasien dengan

hipertensi tidak terkontrol atau memiliki riwayat aterosklerosis, suprakoroidal

hemorargik ditandai dengan perlebaran luka yang cepat disertai dengan ekspulsi

dari lensa, vitreous, retina, uvea dan perdarahan massif. Penganganan utama

suprakoridal hemorargik adalah untuk mendrainase perdarahan dengan melakukan

sklerotomi namun sebagian besar kasus suprakoroidal hemorargik berakhir pada

hilangnya fungsi penglihatan.

4. Iris injury

Perlukaan pada iris (atau pada kornea) terjadi saat bilik anterior tertusuk oleh

instrument operasi yang tajam seperti keratom atau razor blade atau saat

implantasi IOL sehingga dapat mengenai pembuluh darah dan terjadi perlukaan

atau perdarahan minimal4,10,18.

5. Dislokasi IOL

Dislokasi IOL kedalam rongga vitreous dapat terjadi akibat komplikasi lanjut

dari rupture kapsul posterior atau lepasnya zonula zinii. Jika terdapat fragmen IOL

yang tertinggal hal ini dapat menyebabkan komplikasi postoperatif seperti

vitreous hemorargik, retinal detatchment, uveitis, dan sistoid macular edema

kronik. Pada pasien dengan komplikasi dislokasi IOL kedalam rongga vitreous

maka perlu dilakukan pars plana vitrektomi untuk mengambil dan reposisi

IOL4,10,14

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

29

2.5 Tajam Penglihatan (Visus)

Penglihatan yang baik dihasilkan dari kombinasi jaras visual neurologik yang

utuh, mata yang sehat secara struktural, serta mata yang dapat memfokuskan

penglihatan dengan tepat. Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan

fungsi mata untuk menilai kekuatan resolusi mata, dan perlu dilakukan karena

tajam penglihatan dapat berubah-ubah sesuai dengan proses penyakit yang sedang

berjalan. Secara garis besar, terdapat tiga penyebab utama berkurangnya tajam

penglihatan yaitu kelainan refraksi, kelainan media refrakta, dan kelainan saraf19.

Ketajaman penglihatan diukur dengan memperlihatkan objek dalam berbagai

ukuran yang diletakkan pada jarak standar dari mata, alat yang umum digunakan

adalah kartu snellen yang terdiri atas deretan huruf acak yang tersusun mengecil

untuk menguji penglihatan jauh. Setiap baris diberi angka yang sesuai dengan

suatu jarak (dalam kaki atau meter), yaitu jarak yang memungkinkan semua huruf

dalam baris itu terbaca oleh mata normal. Misalnya, huruf-huruf pada baris “40”

cukup besar untuk dapat dibaca oleh mata normal dari jarak 40 kaki. Sesuai

konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh sejauh 20 kaki (6

meter). Ketajaman penglihatan diberi skor dengan dua angka (misalkan 20/40).

Angka pertama adalah jarak uji (dalam kaki) antara kartu dan pasien, dan angka

kedua adalah jarak barisan huruf terkecil yang dapat dibaca oleh mata pasien.

Ketajaman penglihatan yang belum dikoreksi diukur tanpa kacamata atau lensa

kotak, sedangkan ketajaman terkoreksi berarti menggunakan alat bantu yang telah

disebutkan. Mengingat buruknya ketajaman penglihatan yang belum dikoreksi

dapat disebabkan oleh kelainan refraksi semata, untuk menilai kesehatan mata

secara lebih relevan digunakan ketajaman penglihatan yang terkoreksi3,20.

Pasien yang tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu harus mengurangi

jarak berdiri dengan kartu snellen sampai huruf itu dapat di baca. Jarak ke kartu

kemudian dicatat sebagai angka pertama, ketajman visual 5/200 artinya pasien

baru dapat mengenali huruf yang paling besar pada jarak 5 kaki. Mata yang tidak

dapat membaca satu huruf pun pada jarak satu meter, diuji dengan cara

menghitung jari. Catatan pada kartu yang mencantumkan “CF pada 2 kaki”

menunjukkan bahwa mata tersebut dapat menghitung jari pada jarak 2 kaki, tetapi

tidak bisa lebih jauh dari 2 kaki. Jika pasien tidak bisa menghitung jari, mata

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

30

tersebut mungkin masih dapat mendeteksi lambaian tangan yang digerakkan

secara vertikal atau horizontal (tajam penglihatan HM – Hand Motion). Tingkat

penglihatan yang lebih rendah lagi adalah batas kesanggupan pasien yang hanya

dapat melihat persepsi cahaya atau LP (light perception), jika mata tidak dapat

melihat persepsi cahaya maka mata dianggap buta total atau NLP (No Light

Perception) 3,4,20

Tabel 2.4 Kriteria Tajam Penglihatan (Visus) Menurut WHO21

Kriteria Tajam penglihatan

Snellen LogMAR

Tajam penglihatan baik 6/6 – 6/18 0,00 - 0,48

Tajam penglihatan sedang <6/18 – 6/60 >0,48 - 1,00

Tajam penglihatan buruk <6/60 >1,00

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

31

2.6 Kerangka Teori

Penyakit

sistemik

usia

Operator operasi

Visus sebelum

operasi

Sindorm

pseudoeksfoliasi

Usia > 50 tahun degeneratif

Kekeruhan

lensa

Enzim

antioksidan

KATARAK SENILIS

Na – Ca banyak di dalam lensa

Hidrasi lensa

Konsentrasi ion terganggu

Kalium dan glutation sedikit

Tekanan osmotik lensa

EKIK fakoemulsifikasi EKEK

Faktor risiko

Sintesis protein menurun

High molecullar-weight

protein

Kerusakan lipid pada

membran lensa

Fluktuasi penyebaran sinar cahaya

Fluktuasi mendadak

indeks refraksi lensa

Risiko terjadi komplikasi

Terapi utama: pembedahan

Radikal bebas

Pasca operatif intraoperatif

Protein larut -> tidak larut

Denaturasi protein

Nukleus lensa tertekan dan

mengeras (sklerosis)

Crystalin mengalami modifikasi

dan agregasi kimia

Kerusakan oksidatif

& perksidase lipid

Sel-sel tua tidak dibuang dan menumpuk

ke arah tengah

protein lipid

Kemampuan akomodasi

lensa menurun

Lensa bertambah tebal dan berat

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

32

2.7 Kerangka Konsep

Keterangan :

Variabel terikat

Variabel Bebas

Variabel Perancu

Penyakit

sistemik

usia

Operator operasi

Visus sebelum

operasi

Sindorm

pseudoeksfoliasi

Faktor

risiko

Komplikasi

Intraoperatif

EKEK

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

33

2.8 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat

Ukur

Cara

Ukur

Hasil Ukur Skala

1 Komplikasi Komplikasi Rekan Baca • Mengalami Kategorik

intraoperatif yang terjadi

saat sedang

dilakukan

operasi

yang tertera

pada rekam

medis

medis komplikasi

• Tidak

mengalami

komplikasi

nominal

2 Usia Usia pasien

pada saat

melakukan

operasi

katarak

yang tertera

pada rekam

medis

Rekam

medis

Baca Berdasarkan

kriteria WHO:

• Usia

pertengahan

(middle

age): 45-59

tahun

• Usia lanjut

(elderly):

60-74 tahun

• Lansia (old):

75-90 tahun

• Lansia

sangat tua

(very old):

>90 tahun

Numerik

Kategorik

ordinal

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

34

3 Jenis

Kelamin

Jenis

kelamin

yang tertera

pada rekam

medis

Rekam

medis

Baca • Laki-laki

• perempuan

Kategorik

nominal

4 Visus

Sebelum

Operasi

Visus

sebelum

operasi

yang tertera

pada rekam

medis

Rekam

medis

Baca Berdasarkan

kriteria WHO:

• baik (6/6 –

6/18)

• sedang

(<6/18 –

6/60)

• buruk

(<6/60)

Kategorik

ordinal

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian di laksanakan secara observational dengan pendekatan potong

lintang (cross sectional) analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara usia dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi intraoperatif

pada operasi EKEK pasien katarak senilis pada RSUP Fatmawati Tahun 2015-

2017. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang meliputi

pengambilan data dengan instrumen rekam medis pasien, analisis data, intepretasi

data hasil penelitian, dan penulisan laporan penelitian.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Agustus 2017

3.2.2 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati,

Jakarta Selatan

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah semua pasien terdiagnosis katarak

senilis yang menjalani operasi EKEK.

35

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

36

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi yang digunakan adalah semua pasien terdiagnosis katarak

senilis yang menjalani operasi EKEK di RSUP Fatmawati mulai dari bulan

Juni 2015 hingga Mei 2017

3.3.3 Sampel

Sampel yang digunakan adalah semua mata dari pasien terdiagnosis

katarak senilis yang menjalani operasi EKEK di RSUP Fatmawati mulai dari

bulan Juni tahun 2015 hingga Mei 2017 yang dioperasi oleh residen dibawah

bimbingan satu dokter konsulen mata. Pada kelompok ini dilakukan pendataan

adanya komplikasi saat menjalani operasi EKEK, kemudian dihubungkan

dengan variable usia dan visus sebelum operasi yang diduga dapat menjadi

faktor risiko terjadinya komplikasi intraoperatif.

3.3.4 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Besar sampel penelitian menggunakan cara total sampling rekam medis

pasien yang terdiagnosis katarak senilis yang menjalani operasi EKEK di

RSUP Fatmawati pada bulan Juni 2015 hingga Mei 2017 yang dioperasi oleh

residen dibawah bimbingan satu konsulen dokter spesialis mata. Teknik

pengambilan sampel menggunakan cara consecutive sampling, yaitu setiap

pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dijadikan sebagai subjek

penelitian22,23.

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

37

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Bebas

• Usia dalam skala kategorik ordinal

• Visus sebelum operasi dalam skala kategorik ordinal

3.4.2 Variabel Terikat

Komplikasi intraoperatif dalam skala kategorik nominal

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Subjek Penilitian

Kriteria Inklusi:

• Pasien berusia ≥ 50 tahun

• Pasien terdiagnosis penyakit Katarak Senilis

• Pasien yang dioperasi dengan metode EKEK pada bulan Juni 2015 – Mei

2017

• Pasien yang dioperasi oleh residen dibawah bimbingan 1 dokter

Kriteria Eksklusi:

• Pasien dengan TIO > 20

• Pasien yang mengalami komplikasi sesudah operasi

• Pasien dengan katarak senilis sekunder

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

38

3.6 Alur Penelitian

3.7 Manajemen Data

3.7.1 Pengolahan data

Manajemen data adalah cara pengolahan data yang dilakukan mulai dari

pengumpulan data sampai dengan analisis data. Tahapan dalam manajemen data

adalah sebagai berikut24,25:

Pengambilan Data

Pasien katarak dengan

operasi EKEK Tidak sesuai

kriteria inklusi

Penentuan Kriteria Inklusi

Persiapan

Penelitian

Menentukan Rumah Sakit

untuk pengambilan data

Pembuatan proposal

Penentuan Jumlah Sampel

yang dibutuhkan

Perizinan Rumah Sakit

Pengambilan Data Sekunder

Pengolahan dan

analisa data

Penyusunan

laporan penelitian

Sesuai kriteria

inklusi Data tidak diolah

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

39

1. Editing

Data yang sudah masuk dilakukan pengecekan ulang dan melengkapi atau

mengoreksi data bila ditemukan ketidaklengkapan

2. Coding

Data yang sudah didapatkan diberi kode untuk memudahkan pemasukkan

data

3. Entry (Tabulating)

Tabulasi merupakan proses penyusunan data yang dapat dilakukan secara

manual maupun dengan komputer. Proses penyusunan data menggunakan

computer lebih dikenal sebagai data entry, kemudian data akan diolah dan

dianalisa.

3.7.2 Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dilakukan analisis univariat dan

bivariat menggunakan software IBM SPSS statistics versi 22

3.7.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskrispikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada penelitian ini data bersifat

kategorik sehingga data ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

proporsi yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang22

3.7.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan usia dan visus

sebelum operasi sebagai variabel independen dengan komplikasi intraoperatif

sebagai variabel dependen. Uji yang digunakan adalah uji chi square karena

kedua variabel bersifat kategorik, dengan menggunakan interval kepercayaan

(confidence interval) 95% dengan α 5% sehingga jika p value <0,05 maka

hasil perhitungan statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara kedua variabel. Lalu dilakukan uji korelasi Spearman untuk

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

40

mengetahui koefisien korelasi (r) dan besar kekuatan hubungan antara kedua

variabel22,26. Uji chi square dapat digunakan pada penelitian dengan jumlah

subjek antara 20-40 semua nilai ekspektasi > 5 atau tidak ada nilai ekspektasi

<533. Jika terdapat nilai ekspektasi <5, p value diperoleh dari Fisher’s Exact

Test22,33. Hal ini berlaku pada penelitian dengan tabulasi uji hipotesis 2x2,

namun karena tabulasi uji hipotesis antara usia dan visus sebelum operasi

dengan komplikasi intraoperatif adalah tabel 2x3 tanpa melihat nilai

ekspektasi p value diperoleh dari pearson chi-square26.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Fatmawati (RSUP) Jakarta

selama bulan Mei-Juli 2017. Subjek penelitian berjumlah 34 mata dari 30 pasien

yang merupakan pasien terdiagnosis katarak senilis primer yang dioperasi dengan

teknik EKEK dan dilakukan oleh residen dibawah pengawasan salah satu

konsulen dokter spesialis mata di RSUP Fatmawati pada bulan Juni 2015-Mei

2017. Sumber data diperoleh dari data sekunder, yaitu dilakukan dengan melihat

data mengenai jenis kelamin, usia, visus sebelum operasi, dan komplikasi

intraoperatif dari rekam medis pasien atas izin dari dokter pembimbing.

4.1 Karakteristik Responden

4.1.1 Usia Responden

Subjek penelitian ini merupakan individu lanjut usia yang berusia ≥50

tahun. Berdasarkan kriteria lanjut usia WHO, terdapat 8 pasien (26,7%) dalam

usia pertengahan (middle age), 16 pasien (53,3%) usia lanjut (elderly), dan 6

pasien (20,0%) yang memasuki usia lansia tua (old). Usia termuda 51 tahun dan

tertua 84 tahun dengan rata-rata usia 65,53 (SD=9,35). Data usia diperoleh

berdasarkan data yang tertera pada rekam medis mengenai usia saat menjalani

operasi EKEK.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Sumathi (2016) yang mendeskripsikan

karakteristik responden pada pasien katarak di India, dimana didapatkan

responden dengan usia 50-70 tahun sebanyak 1402 pasien dan responden diatas

70 tahun sebanyak 478 pasien27. Dengan rata-rata usia responden yaitu 61,9

(SD=8,9). Selain itu penelitian Thevi (2015) di Malaysia yang meneliti kejadian

katarak dari usia dibawah 40-90 tahun, didapatkan pasien dengan usia diatas 50

tahun sebanyak 1506 pasien sedangkan pasien dibawah 50 tahun sebanyak 126

pasien28. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian katarak senilis lebih tinggi

dibandingkan jenis katarak lainnya (juvenile / kongenital)

41

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

42

Tabel 4.1 Karakteristik Usia Responden

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

Middle age 8 26,7%

Elderly 16 53,3%

Old 6 20,0%

Jumlah 30 100%

Di bawah ini merupakan diagram batang yang menggambarkan frekuensi usia

responden

Gambar 4.1 Frekuensi Usia Responden dalam Bentuk Diagram Batang

4.1.2 Jenis Kelamin Responden

Sebagian besar subjek pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 16 pasien (53,3%) dan sisanya adalah permpuan sebanyak 14 pasien

(46,7%)

Hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jakarta

Selatan tahun 2015 jumlah lanjut usia yang berjenis kelamin pria sebanyak

141.660 orang dan sebanyak 142.420 penduduk lansia berjenis keamin wanita29.

Namun berdasarkan penelitian Preeti (2015) pasien katarak senilis yang

menjalani operasi EKEK di India didapatkan pasien dengan jenis kealmin laki-

laki sebanyak 75 dan wanita sebanyak 102 orang30. Perbedaan hasil yang

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

43

didapatkan mungkin terjadi akibat perbedaan demografi penduduk dan

berdasarkan studi epidemiologi disebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan

tingkat kejadian katarak pada pasien laki-laki maupun perempuan sehingga jenis

kelamin tidak dianggap sebagai faktor risiko terjadinya katarak senilis14

Tabel 4.2 Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Frekuensi (n) Persentase

Pria 16 53,3%

Wanita 14 46,7%

Total 30 100

Di bawah ini merupakan diagram batang yang menggambarkan frekuensi jenis

kelamin responden

Gambar 4.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden dalam Bentuk Diagram Batang

4.1.3 Visus Sebelum Operasi Responden

Berdasarkan kriteria visus menurut WHO, sebagian besar subjek penelitian

memiliki visus sebelum operasi yang buruk (<6/60) yaitu sebanyak 30 mata

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

44

(88,2%), 3 mata (8,8%) memiliki visus sebelum operasi sedang (<6/18-6/60), dan

1 mata (2,9%) masuk dalam kategori visus baik (6/6-6/18).

Pada penelitian Yorston dkk (2002) yang meneliti 1800 pasien di Afrika,

didapatkan pasien dengan visus sebelum operasi yang buruk sebanyak 1554

pasien (86,3%). Namun dalam penelitian ini, pasien dengan visus terbaik salah

satu mata dibawah 3/60 dianggap buta31. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian

Thevi (2016), dari 1632 pasien di Malaysia, didapatkan visus sebelum operasi

yang buruk sebanyak 1343 pasien (82,3%), sedang sebanyak 271 (16,6%) dan 18

orang (1,1%) memiliki visus sebelum operasi yang baik28. Data pada penelitian

sebelumnya sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa

sebagian besar pasien katarak senilis yang di operasi sudah masuk ke dalam

stadium matur hingga hipermatur, bahkan terdapat 6 mata yang memiliki visus

1/300 (persepsi lambaian tangan) dan 7 mata memiliki visus 1/tak terhingga

(persepsi cahaya) meskipun visus bukan merupakan indikator utama penentuan

stadium katarak.

Tabel 4.3 Karakteristik Visus Sebelum Operasi Responden

Kategori Visus Frekuensi (n) Persentase (%)

6/6-6/18 1 2,9%

6/18-6/60 3 8,8%

6/60 30 88,2%

Total 34 100%

Diagram batang di bawah ini menunjukkan frekuensi visus sebelum operasi

subjek penelitian berdasarkan kategori WHO

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

45

Gambar 4.3 Frekuensi Visus Sebelum Operasi Responden dalam Bentuk Diagram

Batang

4.1.4 Komplikasi Intraoperatif Responden

Dari 34 mata yang dioperasi, terdapat 5 mata (14,7%) yang mengalami

komplikasi intraoperatif yaitu 2 mata mengalami ruptur kapsul posterior, 1 mata

mengalami iris injury, 1 mata mengalami vitreous prolaps, dan 1 mata

mengalami perdarahan. Pada bulan juni 2015-mei 2016 terdapat 4 kejadian

komplikasi intraoperatif dari 21 mata yang dioperasi sehingga didapatkan angka

prevalensi komplikasi intraoperatif pada periode juni 2015- mei 2016 sebesar

19% sedangkan pada periode juni 2016-mei 2017 terdapat penurunan drastis

menjadi 1 kejadian komplikasi intraoperatif dari 13 mata yang dioperasi sehingga

didapatkan angka prevalensi komplikasi intraoperatif pada periode juni 2016-mei

2017 sebesar 7,69%.

Pada penelitian yang dilakukan Hasemi (2011) di Iran juga terdapat

penurunan drastis pada prevalensi komplikasi intraoperatif dari 6,95% pada

tahun 2006 menjadi 3,06% pada tahun 2010. Disebutkan pada penelitian bahwa

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian komplikasi intraopratif

adalah metode operasi (non-fakoemulsifikasi), pengalaman operator yang

sebagian besar dilakukan oleh residen, dan usia dibawah 10 tahun atau diatas 70

tahun. Sehingga dapat diperkirakan bahwa terjadinya penurunan angka kejadian

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

46

komplikasi intraoperatif dari tahun 2015 ke 2017 terjadi karena adanya

peningkatan kemampuan dan kompetensi residen yang menjadi operator. Selain

itu, pada penelitian yang sama disebutkan bahwa komplikasi yang paling sering

terjadi adalah ruptur kapsul posterior dengan prevalensi sebesar 2,86% diikuti

dengan perdarahan retrobulbar sebesar 0,06%6. Hal ini juga diperkuat oleh

penelitian Ezegwui(2014) di Nigeria, dari 150 pasien yang menjalani operasi

EKEK oleh operator residen, 61 pasien (40,7%) mengalami komplikasi dengan

frekuensi terbanyak yaitu capsular flaps (7,5%), ruptur kapsul posterior (6,2%),

positive pressure (5%), dan vitreous loss (5%). Pada penelitian ini dinyatakan

pula bahwa performa yang adekuat sangat diperlukan residen saat melakukan

EKEK terutama saat melakukan kapsulotomi anterior, cornea handling, dan

mencegah ruptur kapsul posterior 32

Tabel 4.4 Frekuensi Komplikasi Intraoperatif EKEK

Komplikasi intraoperatif Frekuensi (n) Persentase (%)

tidak ada komplikasi 29 85,3%

Ruptur kapsul posterior 2 5,9%

Iris injury 1 2,9%

Perdarahan 1 2,9%

Vitreous loss 1 2,9%

Total 34 100%

Diagram batang berikut menunjukkan frekuensi komplikasi intraoperatif pada

pasien katarak senilis yang dioperasi dengan metode EKEK

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

47

Gambar 4.4 Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Responden dalam Bentuk

Diagram Batang

4.2 Korelasi antara Usia Pasien dengan Kejadian Komplikasi Intraoperatif

EKEK

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Usia dengan Kejadian Komplikasi Intraoperatif

Usia Tidak ada

komplikasi

Terdapat komplikasi Total

45-59 8 0 8

60-74 17 3 20

75-90 4 2 6

Total 29 5 34

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

48

Gambar 4.5 Sebaran Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Berdasarkan Usia

Responden

Berdasarkan grafik di atas, dapat terlihat bahwa sebagian besar subjek

penelitian yang berusia 60-74 tahun, terdapat 3 mata yang mengalami komplikasi

intraoperatif lebih sedangkan pada usia 75-90 tahun terdapat 2 mata yang

mengalami komplikasi intraoperatif. Untuk mengetahui hubungan antara usia

sebagai variabel independen dengan adanya kejadian komplikasi intraoperatif

sebagai variabel dependen digunakan analisis bivariat. Uji analisis yang

digunakan adalah uji chi square karena kedua variabel termasuk kategorik dimana

usia adalah kategorik ordinal dan komplikasi intraoperatif dibuat menjadi

kategorik nominal. Uji chi square dapat digunakan pada penelitian dengan jumlah

subjek antara 20-40 semua nilai ekspektasi > 5 atau tidak ada nilai ekspektasi

<533. Setelah data diuji dengan uji hipotesis chi square, ditemukan 3 sel yang

memiliki nilai ekspektasi <5 sehingga p value diperoleh dari Fisher’s Exact

Test22,33. Namun karena tabulasi uji hipotesis antara usia dan komplikasi

intraoperatif adalah tabel 2x3 tanpa melihat nilai ekspektasi p value diperoleh dari

pearson chi-square26. Berdasarkan uji tersebut didapatkan p value > 0,05 yaitu

0,219 yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa usia tidak

berhubungan secara signifikan dengan angka kejadian komplikasi intraoperatif.

Untuk mengetahui nilai korelasi antara usia dan kejadian komplikasi intraoperatif

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

49

menggunakan uji korelasi Spearman dan didapatkan nilai korelasi (r) sebesar

0,297 yang berarti tidak ada hubungan linear yang jelas. Arah korelasi positif

menandakan bahwa semakin tinggi usia, semakin tinggi pula risiko kejadian

komplikasi intraoperatif.

Tabel 4.6 P Value dan Koefisien Korelasi Usia dengan Kejadian Komplikasi

Intraoperatif

Korelasi P value Koefisien korelasi

(r)

Arah korelasi

Usia dengan

Kejadian

Komplikasi

Intraoperatif

0,219 0,297 positif

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan p value > 0,05 sehingga disimpulkan

tidak terdapat perbedaan komplikasi intraoperatif yang signifikan antara pasien

lansia maupun lansia tua, dengan kata lain bahwa hubungan yang signifikan

antara usia dengan kejadian intraoperatif. Hasil yang sama didapatkan pada

penelitian yang dilakukan oleh Thevi dkk dimana pengelompokan usia dibagi

menjadi diatas dan dibawah 70 tahun. Dari 1632 responden, terdapat 171 pasien

mengalami komplikasi intraoperatif dengan pasien dengan usia dibawah 70

sebanyak 57 kejadian dan pasien dengan usia diatas 70 tahun sebanyak 114

kejadian. Pada penelitian tersebut tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

usia dengan komplikasi intraoperatif dengan p value 0,36728.

Hasil yang tidak signifikan tersebut dapat disebabkan oleh karena bukan

faktor risiko usia yang menyebabkan kejadian komplikasi intraoperatif

melainkan faktor risiko yang lain seperti keterampilan operator, kelemahan

struktur zonula zinii, pupil yang mengecil, dan sindrom pseudoeksfoliasi34.

Seiring bertambahnya usia akan terjadi peningkatan radikal bebas yang akan

menimbulkan kerusakan pada setiap jaringan tubuh dan proses oksidasi dari

protein lensa, selain itu secara alami seiring berjalannya proses penuaan lensa

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

50

akan bertambah berat, tebal, dan terdapat penumpukan sel-sel tua yang tidak

dibuang sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis

nuklear). Penelitian DK Berler (2000) mendapatkan 31 dari 802 pasien yang

mengalami komplikasi intraoperatif, 10% merupakan pasien berusia sangat tua

(diatas 88 tahun). Penelitian ini menjelaskan bahwa pengerasan nukleus dan

tingkat kemahiran operator dapat menjadi faktor yang menyeabkan terjadinya

komplikasi intraoperatif namun hasil yang tidak signifikan didapatkan karena

kurangnya populasi pasien berusia lansia tua dan lansia sangat tua, dimana pada

penelitian tersebut hanya didapatkan 102 pasien dengan usia 88-98 tahun yang

dapat menjadi keterbatasan untuk mencari hubungan antara usia dengan

komplikasi intraoperatif9.

4.3. Korelasi antara Visus Sebelum Operasi Pasien dengan Kejadian

Komplikasi Intraoperatif EKEK

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Visus Sebelum Operasi dengan Kejadian

Komplikasi Intraoperatif

Visus Sebelum Tidak ada Terdapat komplikasi Total

Operasi

(berdasarkan

komplikasi

kriteria visus

menurut WHO)

6/6-6/18 1 0 1

6/18-6/60 2 1 3

6/60 26 4 30

Total 29 5 34

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

51

Gambar 4.6 Sebaran Frekuensi Komplikasi Intraoperatif Berdasarkan Visus

Sebelum Operasi Responden

Berdasarkan grafik dan tabel di atas, terlihat bahwa 4 dari 5 mata (80%)

yang mengalami komplikasi intraoperatif memilki visus sebelum operasi yang

buruk (<6/60) sedangkan 1 mata lainnya memiliki visus sebelum operasi yang

sedang (<6/18-6/60). Untuk mengetahui hubungan antara visus sebelum operasi

sebagai variabel independen dengan adanya kejadian komplikasi intraoperatif

sebagai variabel dependen digunakan analisis bivariat. Uji analisis yang

digunakan adalah uji chi square karena kedua variabel termasuk kategorik dimana

pengelompokan visus berdasarkan WHO adalah kategorik ordinal dan komplikasi

intraoperatif dibuat menjadi kategorik nominal. Setelah data diuji dengan uji

hipotesis chi square ditemukan 5 sel yang memiliki nilai ekspektasi <5, namun

karena tabulasi uji hipotesis antara visus sebelum operasi dan komplikasi

intraoperatif adalah tabel 2x3, tanpa melihat nilai ekspektasi p value diperoleh

dari pearson chi-square. Berdasarkan uji tersebut didapatkan p value > 0,05 yaitu

0,592 yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa visus sebelum

operasi tidak berhubungan secara signifikan dengan angka kejadian komplikasi

intraoperatif. Untuk mengetahui nilai korelasi antara visus sebelum operasi dan

kejadian komplikasi intraoperatif menggunakan uji korelasi Spearman dan

didapatkan nilai korelasi (r) sebesar -0,098 yang berarti tidak ada hubungan linear

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

52

yang jelas. Arah korelasi yang negatif menunjukkan bahwa semakin rendah visus

sebelum operasi maka semakin tinggi risiko komplikasi intraoperatif yang terjadi.

Tabel 4.8 P Value dan Koefisien Korelasi Visus Sebelum Operasi dengan

Kejadian Komplikasi Intraoperatif

Korelasi P value Koefisien

korelasi (r)

Arah korelasi

Visus sebelum

operasi dengan

Kejadian

Komplikasi

Intraoperatif

0,592 -0,098 negatif

Visus sebelum operasi dapat menggambarkan stadium dan progresivitas

katarak namun Khurana (2007) pada buku yang berjudul “comprehensive

ophtamology” menyatakan bahwa pasien dengan kekeruhan lensa yang terletak

di bagian sentral akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang lebih cepat

dibandingkan dengan pasien yang mengalami kekeruhan lensa di bagian

perifer10. Hal ini berarti bahwa data visus sebelum operasi belum cukup kuat

untuk menentukan stadium katarak senilis dan diperlukan pemeriksaan lebih

lanjut untuk memastikan stadium katarak. Pada pasien dengan visus buruk

(<6/60) bahkan mencapai persepsi lambaian tangan atau persepsi cahaya,

kekeruhan dan kekerasan lensa yang terjadi dapat menjadi penyulit terutama saat

proses ekstraksi nukleus dimana kekerasan nukleus dan penekanan yang terlalu

kuat dapat menyebabkan terjadinya intact dengan endotel kornea atau kapsul

posterior lensa sehingga terjadi komplikasi intraoperatif. Walaupun belum ada

penelitian serupa yang melihat hubungan antara visus sebelum operasi dengan

kejadian komplikasi intraoperatif, tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi

kekeruhan dan kekerasan lensa yang keluar sebagai manifestasi penurunan visus

dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi intraoperatif.

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

53

4.4 Keterbatasan Penelitian

1. Responden pada penelitian ini merupakan pasien yang dioperasi oleh residen

yang dibimbing dari salah satu konsulen di poli mata RSUP Fatmawati

sehingga belum cukup menggambarkan prevalensi dan korelasi penelitian

secara umum dan tidak mengambil sampel dari populasi yang lebih luas lagi

karena keterbatasan energi dan waktu.

2. Teknik operasi EKEK untuk pasien katarak senilis sudah mulai berkurang

dan beralih ke teknik fakoemulsifikasi yang memiliki risiko komplikasi

lebih kecil. Hal ini semakin mempersempit responden penelitian.

3. Pada data rekam medis pasien tidak dilakukan pencatatan terhadap stadium

dan lokasi katarak senilis yang dapat memengaruhi kondisi mata pasien.

4. Masih terdapat variabel lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi

kejadian komplikasi intraoperatif namun belum diteliti oleh peneliti.

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Prevalensi komplikasi intraoperatif pada operasi EKEK pasien katarak senilis

di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017 sebesar 14,7%

2. Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian komplikasi

intraoperatif pada pasien katarak senilis primer yang dioperasi dengan

metode EKEK di RSUP Fatmawati pada tahun 2015-2017 dengan p value

0,219 dan nilai korelasi (r) 0,297 yang berarti bahwa tidak ada hubungan

linear yang jelas

3. Tidak terdapat hubungan antara visus sebelum operasi dengan kejadian

komplikasi intraoperatif pada pasien katarak senilis primer yang dioperasi

dengan metode EKEK di RSUP Fatmawati pada tahun 2015-2017 dengan p

value 0,592 dan nilai korelasi (r) -0,098 yang berarti bahwa tidak ada

hubungan linear yang jelas.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran,

diantaranya:

A. Bagi Masyarakat

1. Bagi lansia khususnya yang memiliki beberapa faktor risiko katarak dan

mengalami keluhan mata buram atau seperti terhalang oleh cahya putih,

disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan

minimal dengan snellen chart dan pemeriksaan segmen anterior mata

untuk mendiagnosis katarak dan bagaimana progresivitasnya sehingga

dapat segera dilakukan perencanaan tata laksana dengan dokter mata

terkait.

2. Walaupun dalam penelitian ini tidak terbukti terdapat hubungan antara usia

dan visus sebelum operasi dengan kejadian komplikasi intraoperatif namun

54

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

55

pasien dengan usia diatas 88 tahun) semakin besar risiko mengalami

komplikasi intraoperatif saat menjalankan operasi EKEK begitu pula

dengan visus sebelum operasi, yang menandakan progresivitas dari katarak

sehingga semakin rendah visus pasien saat perencanaan operasi, semakin

tinggi pula risiko kejadian komplikasi intraoperatif.

2. Disarankan kepada remaja dan dewasa muda untuk menghindari faktor

risiko katarak dan menjaga kesehatan mata seperti mencukupi asupan

vitamin A, antioksidan, dan menjaga pola makan untuk menghindari

terjadinya hipertensi dan diabetes yang dapat memicu terjadinya katarak

sekunder

3. Untuk para lansia yang sudah mengalami katarak senilis primer, sebaiknya

segera dilakukan perencanaan tindakan operasi sebagai metode terapi

utama untuk mengatasi kekeruhan lensa akibat penuaan yang dapat

mengganggu penglihatan. Jika terdapat hal yang menunda proses operasi

maka disarankan agar memakai kacamata sesuai dengan ketajaman

penglihatan saat pemeriksaan terakhir dan berhati-hati saat beraktivitas.

B. Bagi Tenaga Medis

Sebaiknya lebih meperhatikan secara khusus bagi pasien yang memiliki

beberapa faktor risiko seperti usia sangat tua (>90), stadium katarak matur, dan

jika pasien mengalami katarak sekunder.

C. Bagi Peneliti Lain

1. Disarankan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis

dengan penelitian ini, jumlah sampel diperbanyak dan bervariasi tidak

hanya terbatas dari satu dokter spesialis.

2. Untuk penelitian berikutnya, disarankan untuk tidak hanya memeriksa usia

dan visus sebelum operasi namun juga dapat dilakukan pemeriksaan data

rekam medis mengenai penyakit komorbid baik okular maupun sistemik,

dan riwayat operasi mata sebelumnya untuk lebih mengetahui faktor risiko

yang memungkinkan terjadinya komplikasi intraoperatif.

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Ratnaningsih N. Prevalence of Blindness and Low Vision in Sawah Kullon

Village, Purwakarta District, West Java, Indonesia. J Community Eye

Health. 2007;

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.

3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. 17th

ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.

4. Jogi R. Basic Ophthalmology. fourth. New Delhi: Jaypee Brothers Medical

Publishers (P) Ltd.; 2009.

5. Lang GK. Ophthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme Stuttgard

Publisher; 2000.

6. Hasemi H, F. R, K. E, H. G, S. A, A. M. Intraoperative Complications of

Cataract Surgery in Tehran Province, Iran. Am Acad Optom Vis Sci

[Internet]. 2016; Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26760583

7. Ismail R, Sallam A. Complications Associated with Catarct Surgery. 2000;

Available from: http://www.intechopen.com/books/cataract-

surgery/complications-associated-with-cataract-surgery

8. Zare M, Javadi M-A, Kiavash V. Risk Factors for Posterior Capsul Ruptur

and Vitreous Loss During Phacoemulsification. 2009; Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3498858/

9. Berler DK. Intraoperative Complications During Cataract Surgery in The

Very Old. Trans Am Ophtalmol Soc. 2000;98:127–32.

10. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. fourth. New Delhi: New Age

International (P) Ltd. Publisher; 2007.

11. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas. 12th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.

12. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.

13. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah

Pendekatan Klinis. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.

14. Kanski J, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a Systematic Approach. 7th

ed. Edinburgh: Elsevier Publishers Ltd.; 2011.

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

57

15. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

16. Syam AF, Yulherina, Sari NK. Masalah Kesehatan Pada Usia Lanjut:

Antisipasi dan Penanganannya. Jakarta: Interna Publishing; 2015.

17. Chan E, Mahroo OA, Spalton DJ. Review: Complications of Cataract

Surgery. Clin Exp Optom. 2010;93:379–89.

18. Crick RP, Khaw PT. A textbook of Clinical Ophthalmology: A practical

Guide to Disorders of The Eyes and The Management. 3rd ed. Singapore:

World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd; 2003.

19. Messina E. Standards for Visual Acuity. Newtown: National Institute for

Standards and Technology; 2006.

20. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 5th ed.

Jakarta: Penerbit FKUI; 2015.

21. WHO. Informal Consultation on Analysis of Blindness Prevention Outcomes. Geneva: WHO; 1998.

22. Swarjana IK. Statistik Kesehatan. 1st ed. Jakarta: Penerbit ANDI; 2016.

23. Dahlan SM. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan: Seri Evidence Based Medicine. 2nd ed. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika; 2009.

24. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta;

2012.

25. Sujarweni V. Statistika Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Grava

Media; 2015.

26. Hastono SP. Analisis Data. Jakarta: Penerbit FKM UI; 2006.

27. Sumathi M, Park J, Palamaner G, Samanta S, Khanna RC, Rao GN. Cataract

Surgery Visual Outcomes and Associated Risk Factors in Secondary Level

Eye Care Centers of LV Prasad Eye Institute, India. 2016; Available from:

http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0144853

28. Thanigasalam T, Reddy SC, Zaki RA. Factors Associated with

Complications and Postoperative Visual Outcomes of Cataract Surgery: a

Study of 1.632 cases. J Ophthalmic Vis Res. 2015;10:375–84.

29. Badan Pusat Statistik. Jakarta dalam Angka. Jakarta: BPS Provinsi DKI

Jakarta; 2016.

30. Preeti M, Prasan VV, Vivekanand U. Conventional Extra Capsular Cataract

Extraction and Its Importance in the Present Day Ophthalmic Practice. Oman

J Ophthalmol. 2015;8:175–8.

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

58

31. Yorston D, Gichuhi S, Wood M, Foster A. Does Prospective Monitoring

Improve Cataract Surgery Outcomes in Africa. Br Med J Ophthalmol.

2002;86:543–7.

32. Ezegwui IR, Aghaji AE, Okpala NE, Onwasigwe EN. Evaluation of

Complications of Extracapsular Cataract Extraction Performed by Trainees.

Ann Med Health Sci Res. 2014;4:115–7.

33. Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa

Aksara; 1995.

34. Guzek JP, Holm M, Cotter JB, Cameron JA, Rademaker WJ, Wissinger DH.

Risk Factors for Intraoperative Complications in 1000 Extracapsular

Cataract Surgery. 2014;

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

59

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

60

Lampiran 2 Surat Keterangan Izin Penelitian

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

61

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

62

Lampiran 3 Riwayat Penulis

Informasi Umum

Nama : Indira Khairunnisa Effendi

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal lahir: Jakarta, 30 Maret 1996

Kewarnegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Labu Siam No. 116 Blok L Mega Cinere,

Cinere, Depok

No. Telepon : 021-7540895

No. Handphone : 087776622676

E-mail : [email protected]

Pendidikan Formal

1999-2000 : TK Mini Preschool Pasar Minggu

2000-2002 : TK Islam Dian Didaktika Depok

2002-2008 : SD Islam Dian Didaktika Depok

2008-2011 : SMP Islam Dian Didaktika Depok

2011-2014 : SMA Negeri 34 Jakarta

2014-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

Pengalaman Organisasi

1. Anggota Science Club of SMAN 34 Jakarta 2011-2013

2. Anggota Majelis Perwakilan Kelas SMA 2011-2012

3. Anggota CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’ Activities) lokal

UIN Syarif Hidayatullah 2015-sekarang

4. Sekretaris SCOPH (Standing Commitee on Public Health) 2015-2016

5. Project Coordinator CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’

Activities) lokal UIN Syarif Hidayatullah 2016-2017

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

63

(Lanjutan)

6. Supervising Council CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’

Activities) lokal UIN Syarif Hidayatullah 2017-2018

7. Program Coordinator on Human Resources for Health CIMSA (Center for

Indonesian Medical Students’ Activities) Nasional 2017-2018

Partisipasi dalam Kepanitiaan

1. Panitia High School Celebration (HSC) SMAN 34 Jakarta 2011

2. Koordinator Divisi Acara “CIMSASTELLAR” Magang CIMSA UIN Syarif

Hidayatullah 2015

3. Event team CIMSA Anniversary Project on Region 3 2016

4. Anggota divisi acara October Meeting CIMSA Nasional 2016

5. Anggota divisi transportasi YCTA (Youth Collaboration Towards Action)

CIMSA AMSA 2017

Partisipasi dalam Pelatihan dan Kegiatan Organisasi

1. Seminar YCTA (Youth Collaboration Towards Action) Against Breast &

Cervical Cancer 2015 diselenggarakan oleh CIMSA dan AMSA Indonesia

2. Community Development Training 2015 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Think Outside the Box Training 2015 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Indonesian Disease Today 2016 diselenggarakan oleh CIMSA Lokal

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

5. October Meeting CIMSA 2016 diselenggarakan oleh CIMSA lokal UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Region 3 Training for Official 2016 diselenggarakan oleh CIMSA lokal

Universitas Pelita Harapan

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37319/1/INDIRA...Operasi EKEK Pasien Katarak Senilis di RSUP Fatmawati Tahun 2015-2017” tentu saja penulis

64

7. Seminar YCTA (Youth Collaboration Towards Action) Against Climate

Change 2017 diselenggarakan oleh CIMSA dan AMSA Indonesia

Partisipasi dan Penghargaan dalam Bidang Akademik

-

Pages and Publications

1. Karya Tulis Ilmiah SMP Islam Dian Didaktika 2011 “Dampak Negatif

Aktivitas Gunung Berapi”

Prestasi Lain

1. Peserta Advance Student Forum Siswa Kumon Peringkat Atas Se-Indonesia

2008

2. Peserta Advance Student Forum Siswa Kumon Peringkat Atas Se-Indonesia

2009

3. Peserta Advance Student Forum Siswa Kumon Peringkat Atas Se-Indonesia

2010

4. Peserta Advance Student Forum Siswa Kumon Peringkat Atas Se-Indonesia

2011

5. Completition of the Final Level in Kumon Mathematics 2012

6. Peserta Purwacaraka Cinere Home Piano Concert 2012-2015