draft tesis setyo nugroho

Upload: setyo-nugroho

Post on 20-Jul-2015

412 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1

Latar Belakang MasalahPerkembangan abad ke-21 dunia pendidikan di Indonesia masih

mengalami tiga masalah besar terutama masih rendahnya mutu pendidikan. Dengan kenyataan tersebut dikhawatirkan Indonesia akan gagal dalam memasuki APEC pada tahun 2010 dan pasar bebas pada tahun 2020. Indikasi ke arah tersebut telah tampak dari beberapa kompetisi akademis dan kenyataan di masyarakat. Mutu pendidikan yang tercermin dalam kedua studi internasional tersebut diduga akan membawa dampak terhadap daya saing sumber daya manusia Indonesia (terutama pada persaingan pasar kerja). Kebijakan telah diluncurkan oleh pemerintah terutama kebijakan tentang standarisasi dalam bidang pendidikan. Dalam implementasi kurikulum, telah dilakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi pendidikan. Sebagai salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum dikembangkan berbagai model implementasi kurikulum. Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan.

2

Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara ndividual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistk dan otentik. Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan (Depdiknas, 2006). Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk mencari, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Pembelajaran ini memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya secara tidak langsung mengajarkan siswa tentang belajar bagaimana mempelajari sesuatu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rubba (1993), yang menyatakan bahwa karateristik individu yang memiliki pengetahuan sains diantaranya adalah bersikap positif terhadap sains, memiliki pengetahuan tentang konsep dan prinsip sains, serta mampu menerapkannya dalam teknologi dan masyarakat. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persooalan dalam kehidupan jangka panjang.

3

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengetahuan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pembelajaran hendaknya mampu meningkatkan motivasi peserta didik semaksimal mungkin. Hal ini berarti bahwa guru harus mampu menarik minat dan meningkatkan hasrat ingin tahu peserta didik terhadap materi yang disajikan (Slavin diacu dalam Anni et al. 2005). Tugas utama guru adalah membelajarkan peserta didik, yaitu mengkondisikan peserta didik agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang dengan maksimal (Suherman, 2008). Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi secara bermakna dan relevan dengan kehidupan seharihari peserta didik dimana guru hanya sebagai fasilitator dan motivator. Pendidikan di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Pembelajaran di kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar (Depdiknas, 2002). Menurut Mulyasa (2002), muatan dan proses pembelajaran di sekolah selama ini menjadi miskin variasi, berbasis pada standar nasional yang kaku, dan diimplementasikan di sekolah atas dasar petunjuk-petunjuk yang serba detail. Di samping itu, peserta didik dievaluasi atas dasar akumulasi pengetahuan

4

yang telah diperolehnya, sehingga lulusan hanya mampu menghapal tanpa memahami. Pembelajaran IPA berupaya untuk membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan tentang cara mengetahui dan memahami konsep ataupun fakta secara mendalam. Penentuan model pembelajaran dan sumber belajar oleh guru penting dalam pembelajaran biologi. Penggunaan sumber belajar

diharapkan dapat mempermudah peserta didik dalam menguasai dan memahami konsep. Sumber belajar dapat memberikan berbagai pengalaman baru untuk kepentingan belajar, baik sumber belajar yang langsung maupun tidak langsung. Sumber belajar biologi dapat berupa pemanfaatan lingkungan alam sekitar. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Karangtengah merupakan sekolah standar nasional. Kebanyakan metode pembelajaran yang sering dipakai di SMP Negeri 1 Karangtengah adalah ceramah dan diskusi dengan menggunakan media charta dan power point. Pemanfaatan lingkungan alam sekitar belum optimal dimanfaatkan untuk proses pembelajaran, sehingga peserta didik tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengetahuan baru dalam kegiatan belajar mengajar. Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran cenderung rendah dan kurang dapat bekerjasama dengan baik. Menurut berbagai penelitian dan studi diyakini bahwa peningkatan kebutuhan masyarakat yang tinggi banyak menimbulkan perilaku masyarakat yang eksploitatif terhadap pemenuhan kebutuhan sumber (Kementerian Lingkungan daya alam

hidup, 2007). Kurangnya kesadaran masyarakat

dalam menata kelestarian lingkungan, dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis

5

yang berkepanjangan. Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini, berakar dari perilaku manusia yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Menciptakan kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai macam pengrusakan dan pencemaran (Ernawan, 2007). Sejalan dengan harapan agar masyarakat dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang ramah, harus diciptakan masyarakat yang sadar pentingnya memelihara lingkungan dan memiliki etika terhadap lingkungan. Penanaman konsep dan perilaku tersebut dapat dilakukan dari berbagai aspek dan pendidikan. Materi pencemaran lingkungan merupakan materi yang bersifat abstrak dan memerlukan pemahaman serta eksplorasi kemampuan analisis siswa. Oleh karena itu, diperlukan sumber belajar dan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk memahami konsep tersebut. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan adalah pemanfaatan lingkungan alam sekitar. Pemanfaatan lingkungan alam sekitar mengajak peserta didik untuk lebih mengenal dan peka terhadap kondisi di lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah atau peserta didik sebagai sumber belajar dapat dilakukan dengan pendekatan jelajah alam sekitar. Menurut Marianti (2006), pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) menekankan kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi nyata melalui pemanfaatan alam sekitar peserta didik. Pembelajaran ini dapat membuka wawasan berpikir peserta didik. Selain itu, pembelajaran ini juga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitkan

6

materi yang telah didapat dengan kehidupan dunia nyata. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar peserta didik yang diindikasikan dengan meningkatnya hasil belajar peserta didik yang lebih berdaya guna bagi kehidupan.Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berdasar masalah dengan pendekatan JAS . Model pembelajaran ini mengajak peserta didik berinteraksi secara langsung atau tidak langsung dengan kehidupan sehari-hari dan melatih peserta didik menerima kemajemukan masyarakat. Adanya kerjasama kelompok dalam model

pembelajaran investigasi kelompok, dapat mendukung peserta didik belajar dengan efektif. Berdasarkan kesimpulan penelitian Ngabekti et al. (2006) tentang pembelajaran investigasi kelompok dengan pendekatan JAS menyatakan bahwa pembelajaran tersebut efektif diterapkan pada konsep makhluk hidup dan lingkungannya di SMP 32 Semarang. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan penelitian tersebut, model pembelajaran investigasi kelompok dengan pendekatan JAS diterapkan pada konsep yang berbeda, yaitu materi pencemaran lingkungan. Model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan JAS pada

materi pokok pencemaran lingkungan dirancang untuk membimbing peserta didik mendefinisikan masalah alam pencemaran sekitar lingkungan air sungai; tersebut;

mengeksplorasi

lingkungan

mengenai

masalah

mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan, dan menarik kesimpulan. Pada kerangka ini, guru dituntut untuk mengorganisasikan proses pembelajaran

7

melalui kerja kelompok dan mengarahkannya, membantu peserta didik menemukan informasi, dan mengelola terjadinya berbagai interaksi dan aktivitas belajar. Pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan kinerja peserta didik dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Proses pembelajaran yang berorientasi pada kerangka peduli dan berbudaya lingkungan. Kebijakan SMP Negeri 1 Karangtengah telah menerapkan kebijakan pada kepedulian terhadap lingkungan hidup. Tetapi kebijakan sekolah pada kepedulian lingkungan hidup belum diimbangi dengan proses pembelajaran siswanya. Pendidikan kepedulian terhadap lingkungan harus dilaksanakan secara berkesinambungan pada setiap jenjang sekolah, baik pada kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler yang berorientasi pada keterampilan menolak ajakan yang bersifat negatif (resistance skills), dan mengelola kehidupan sehari-hari (life skills), dengan sistem modul dan partisipasi siswa secara aktif. Program pendidikan yang berwawasan lingkungan berbasis sekolah relatif lebih mudah untuk dilaksanakan sebab lembaga sekolah lebih terstruktur, sehingga lebih mudah untuk memantaunya. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif antara lain mengembangkan perangkat model pembelajaran berbasis masalah/Problem Based Learning (PBL). Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah

membantu mengembangkan keterampilan berpikir, pemecahan masalah dan

8

keterampilan intelektual,

menumbuhkan kemampuan kerja sama, dan

mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran berbasis masalah dimulai dari masalah yang autentik/ seharihari dari kehidupan nyata dan bermakna. Model pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari

penyelesaian terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan percobaan dan merumuskan simpulan (Ibrahim dan Nur, 2000). Pencemaran lingkungan adalah salah satu materi dalam materi pokok ekosistem sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Standar Kompetensi yang ditetapkan adalah menganalisis hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi dan energi serta peranan manusia dalam keseimbangan

ekosistem. Kompetensi Dasar yang harus dicapai adalah menjelaskan menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia dengan masalah

perusakan/pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan. Salah satu indikatornya adalah mengkomunikasikan perusakan/pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan. Beberapa masalah autentik dapat diajukan dan pemecahannya dilakukan dengan pengumpulan/analisis data dari artikel berbagai sumber. Siswa juga dapat melakukan penyelidikan melalui beberapa kegiatan percobaan/eksperimen, sehingga model PBL dapat diterapkan pada pencemaran lingkungan. Dari uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan perangkat pembelajaran pada materi pencemaran lingkungan materi

9

dengan model pembelajaran berdasar masalah sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap penggunaan air sungai di Demak. Penelitian ini berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar materi pencemaran

lingkungan untuk meningkatkan sikap positif siswa SMP . Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Terpadu dengan model pembelajaran berbasis masalah/Problem Based Learning (PBL), yang meliputi silabus, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa, materi ajar, alat evaluasi, soal studi kasus dan media pembelajarannya.. Salah satu model penelitian yang dapat digunakan dalam kegiatan ini adalah melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (Research and

Development) merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Tujuan utama penelitian dan pengembangan adalah mengkaji permasalahan pendidikan untuk kemudian menghasilkan produk komponen pendidikan (dapat berupa metode, model atau alat /perangkat) sehingga dapat diimplementasikan sebagai sarana perbaikan atau pembaharuan praktik pendidikan /pembelajaran. Dengan demikian hasil akhir dari penelitian dan pengembangan adalah produk komponen pendidikan yang telah melalui uji validasi dan dapat diterapkan untuk perbaikan atau pembaharuan penyelenggaraan pendidikan / pembelajaran ( Samsudi, 2006 ).

10

1.2

Identifikasi MasalahDari latar belakang yang telah diuraikan, beberapa hal penting yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut. 1. Adanya fakta tentang penggunaan air sungai yang tercemar oleh masyarakat di Demak. 2. Siswa relatif belum mengetahui dampak perilaku negatif penggunaan air sungai dan perlu peningkatan sikap positif siswa terhadap upaya pencegahan

penggunaan air sungai. 3. Perilaku negatif masyarakat di Demak dapat dikurangi dengan melibatkan siswa di dalam ikut merubah perilaku ini. 4. Sikap positif siswa ini tersebut dapat dikembangkan melalui pembelajaran di sekolah. 5. Di dalam pembelajaran IPA terdapat konsep yang berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan. 6. Pokok bahasan tersebut harus dibelajarkan dengan model pembelajaran yang tepat untuk membentuk sikap positif siswa. 7. Model pembelajaran yang tepat untuk materi pencemaran lingkungan adalah pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. 8. Belum adanya perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan.

11

9. Perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan nantinya perlu

dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan. 1.3 Rumusan Masalah Rumusan Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah karakteristik perangkat pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan yang dikembangkan? 2. Bagaimana keefektifan perangkat pembelajaran IPA Terpadu dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan dalam mencegah perilaku penggunaan air sungai di Demak?

1.4 Batasan IstilahUntuk keperluan operasional penelitian dan persepsi yang sama, berikut ini diberikan batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran

yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdiknas, 2006:3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan.

12

2. didik

Pembelajaran berbasis masalah yaitu pendekatan pembelajaran peserta pada masalah autentik/nyata sehingga peserta didik dapat menyusun

pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya (Arends, 2006). Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu

pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Ibrahim dan Nur, 2000). 3. Karakteristik Pembelajaran Berdasar Masalah. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah/Problem-Based Learning (PBL) adalah adanya pertanyaan/masalah yang dapat merangsang siswa untuk mencari solusi jawaban, fokus pada keterkaitan antar disiplin yang menyangkut beberapa subjek akademik maupun terapan, investigasi autentik dimana siswa dituntut untuk melakukan investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk masalah riil, produksi artefak dimana PBL menuntut siswa untuk

mengontruksikan produk dalam bentuk artefak dan menjelaskan atau mempresentasikan solusi mereka. Produk itu bisa berbentuk laporan, debat, model fisik. Karakteristik berikutnya adalah adanya kolaborasi dimana dengan kolaborasi siswa didorong untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama dan pengembangan berpikir dan ketrampilan sosial. 4. Keefektifan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah Efektivitas dari perangkat pembelajaran berbasis masalah pada materi pencemaran lingkungan dalam mencegah penggunaan air sungai di Demak dapat

13

diilihat dari aktivitas siswa, sikap siswa ,minat siswa respon siswa dan hasil belajar siswa. Perangkat pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria keefektifan sebagai berikut: aktivitas siswa selama kegiatan belajar memenuhi kriteria baik minimal mencapai 80%, sikap siswa selama kegiatan belajar memenuhi kriteria baik minimal 80%, minat siswa selama kegiatan belajar memenuhi kriteria baik minimal 80%, sikap positif siswa dalam mencegah perilaku penggunaan air sungai di Demak minimal mencapai 90%, jumlah siswa yang tuntas belajar mencapai KKM

sebesar 90 % dari seluruh siswa, dengan nilai pencapaian KKM 70. 5. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan alam sekitar kehidupan peserta didik baik lingkungan fisik, sosial, teknologi, maupun budaya sebagai objek belajar biologi yang fenomenanya dapat dipelajari melalui kerja ilmiah (Ridlo 2005). Penerapan pendekatan JAS pada pembelajaran berbasis masalah berupa pemanfaatan lingkungan alam sekitar peserta didik, yaitu sungai di Demak. 6. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang terdiri dari silabus, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa, materi ajar, alat evaluasi, soal studi kasus, media pembelajaran dengan model pembelajaran berdasar masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. 7. Pencegahan adalah suatu upaya pendidikan yang ditujukan terutama kepada individu atau sekelompok masyarakat, terhadap penggunaan air sungai. Pencegahan penggunaan air sungai di Demak merupakan bagian dari pendidikan umum, sebagai upaya jangka panjang, untuk membina generasi muda.

14

8. Sikap positif terhadap pencegahan penggunaan air sungai di Demak adalah sikap/keberanian untuk menyampaikan pandangan/prinsip menolak terhadap

penggunaan air sungai, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi. Sikap positif perlu dikembangkan agar siswa mempunyai keinginan untuk menjadi agent of change terhadap perilaku dan budaya menggunakan air sungai yang tidak sehat. 1.5 Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum a. Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran IPA Terpadu dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi

berbasis masalah

pencemaran lingkungan. b. Untuk mengetahui keefektifan perangkat pembelajaran IPA Terpadu

berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan dalam mencegah perilaku negative penggunaan air sungai di Demak. 2. Tujuan khusus a. mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. b. meningkatkan sikap positif siswa terhadap upaya pencegahan perilaku

penggunaan air sungai dengan model pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan.

15

c.

mendeskripsikan

respon

siswa

terhadap

penerapan

pengembangan

perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada konsep materi pencemaran lingkungan. d. Mendeskripsikan kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. e. Mendeskripsikan sikap siswa dalam pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. f. Mendeskripsikan minat siswa terhadap penerapan pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memberikan informasi aktifitas siswa dengan

pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. b. Memberikan ilustrasi siswa terhadap sikap positif pencegahan penggunaan penggunaan air sungai dengan model pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan.

16

c. Memberikan informasi respon siswa terhadap penerapan pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada konsep materi pencemaran lingkungan d. Memberikan informasi kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. e. Memberikan informasi sikap siswa dalam pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada pencemaran lingkungan. f. Memberikan informasi minat siswa terhadap penerapan pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan. materi

BAB II KAJIAN PUSTAKA2.1 Pengembangan Perangkat Pengembangan perangkat pembelajaran adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat bahan dan strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan ( Kemp, dkk. (1994). Hasil akhir pengembangan perangkat pembelajaran adalah diperolehnya

17

sistem pembelajaran yang memudahkan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dari 3 tahap pengembangan perangkat pembelajaran di atas dapat dijabarkan menjadi delapan langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan tujuan pembelajaran yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam mengajarkan materi pokok. 2. Menganalisis karakteristik siswa guna mengetahui latar belakang pengetahuan dan sosial budaya yang memungkinkan mereka dapat mengikuti program pembelajaran serta langkah-langkah apa yang perlu diambil. 3. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus, spesifik, operasional, dan terukur. Siswa mengetahui apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakannya, dan apa ukurannya jika mereka berhasil. Di samping itu, rumusan tujuan yang spesifik memungkinkan disusunnya tes kemampuan, pemilihan materi pembelajaran yang cocok dengan indikator pencapaian hasil belajar yang hendak dicapai pada siswa. 4. Menentukan bahan pelajaran sesuai dengan indikator dan alokasi waktu. 5. Melakukan pretes untuk mengetahui sejauhmana para siswa telah mengetahui prasyarat belajar yang dituntut untuk mengikuti program. 6. Menentukan strategi belajar mengajar dan sumber belajar yang sesuai, efisien, efektif, ekonomis, dan praktis.

18

7.

Mengkoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu dan tenaga.

8.

Mengadakan

evaluasi

untuk

mengontrol

dan

mengkaji

keberhasilan program pembelajaran secara keseluruhan yang meliputi siswa, program pembelajaran, instrumen evaluasi, dan strategi pengajaran (Sugandi, 2004). Sebagai perbandingan lainnya adalah model IDI (Instructional

Development Institut). Pengembangan pembelajaran model IDI ini terdiri atas 3 tahapan besar, yaitu merumuskan (define), mengembangkan (develop), dan menilai (evaluate). Setiap tahapan terbagi ke dalam 3 fungsi sehingga seluruhnya menjadi 9 fungsi sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah dengan cara menilai kebutuhan. Kebutuhan dalam pendidikan meliputi kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan atau masalah timbul dengan melihat perbedaan

(discrepancy) antara keadaan sekarang dan keadaan yang dicita-citakan. 2. Menganalisis keadaan yang meliputi karakteristik siswa, kondisi belajar, serta sumber-sumber belajar yang relevan. Kegiatan pembelajaran yang akan disajikan harus sesuai dengan karakteristik setiap siswa. Kondisi atau keadaan yang memperlihatkan berbagai hambatan harus

diidentifikasi sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan selanjutnya. 3. Mengatur pengelolaan berbagai tugas, tanggung jawab serta waktu. Apa yang harus dikerjakan oleh siapa dan kapan dikerjakan.

19

4. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. 5. Menentukan metode pembelajaran sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. 6. Menyusun prototipe program pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan sebelumnya. 7. Mengadakan ujicoba prototipe program pembelajaran. 8. Menganalisis hasil ujicoba dari protipe program pembelajaran 9. Pelaksanaan atau implementasi bilamana menurut hasil analisis ujicoba, prototipe program pembelajaran sudah memadai atau telah diperbaiki. 2.2 Pembelajaran IPA Terpadu 2.2.1. Pengertian pembelajaran IPA Terpadu Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdiknas, 2006). Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh

pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang

20

dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. 2.2.2. Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu Tujuan penyusunan Model Pembelajaran IPA Terpadu untuk SMP/MTs ini pada dasarnya untuk memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan pihak terkait. Secara rinci, penyusunan model ini di antaranya bertujuan untuk: 1. memberikan wawasan bagi guru tentang apa, mengapa, dan bagaimana pembelajaran IPA terpadu pada tingkat SMP/MTs; 2. memberikan bekal keterampilan kepada guru untuk dapat menyusun rencana pembelajaran (memetakan kompentensi, menyusun silabus, dan menjabarkan silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran) dan penilaian; 3. memberikan bekal kemampuan kepada guru agar memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran IPA terpadu; 4. memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait (misalnya kepala sekolah dan pengawas), sehingga mereka dapat

21

memberikan dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu. 2.3. Pembelajaran berbasis masalah 2.3.1 Pengertian pembelajaran berbasis masalah Pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik/nyata sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya (Arends, 2006). Pada model ini, peran guru adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan kemudahan suasana berdialog,

memberikan fasilitas penyelidikan, dan melakukan penyelidikan (Ibrahim dan Nur, 2000). Menurut Moffit (dalam Suhandini, 2003) PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi

pelajaran. Sedangkan Barrows dan Kelson (dalam Yazdani, 2002) menyatakan bahwa problem based learning is a learning method based on the principle of using problems as a starting point for the acquisition and integration of new knowledge (pembelajaran berdasar masalah pada prinsipnya menggunakan masalah-masalah sebagai titik awal untuk mendapatkan dan memadukan pengetahuan yang baru).

22

Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar tentang materi ilmu pengetahuan alam dan mengembangkan keterampilan proses. Pembelajaran ini menawarkan kesempatan untuk berlatih, menggunakan, dan mengembangkan keterampilan proses seperti memecahkan masalah, interpersonal, keterampilan kelompok dan tim, kemampuan mengatasi perubahan, keterampilan belajar mengarahkan diri atau sepanjang hidup, dan keterampilan menilai diri sendiri (Yazdani, 2002). 2.3.2. Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah

Beberapa ciri dari pembelajaran berbasis masalah adalah: a. Pengajuan pertanyaan atau masalah Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang secara pribadi dan sosial bermakna bagi siswa. Guru mengajukan pertanyaan autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari berbagai aspek. c. Penyelidikan autentik Model PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, dan merumuskan kesimpulan.

23

d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya Model PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. e. Kerjasama Model PBL dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan lainnya, seringkali berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog, serta mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

2.3.3.

Tujuan pembelajaran berbasis masalah

PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyakbanyaknya kepada siswa. Model PBL utamanya dirancang untuk tujuan berikut. a. Keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah Keterampilan berpikir dan memecahkan masalah dapat dikembangkan jika siswa melakukan sendiri menemukan, dan memindahkan kekomplekan pengetahuan yang ada. Dalam hal ini, secara spontanitas, siswa akan mencocokkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang dimilikinya, kemudian membangun kembali aturan pengetahuannya jika terdapat aturan yang tidak sesuai. b. Belajar peranan orang dewasa melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi.

24

Pembelajaran PBL sesuai dengan aktivitas mental siswa di luar sekolah karena PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas, PBL mempunyai elemen-elemen magang, dan PBL dapat melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena itu. c. Membentuk pebelajar yang otonom dan mandiri Dengan bimbingan guru yang berulang-ulang dapat mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata, dan belajar menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam hidupnya kelak. Menurut Downs (1987) dan juga Novak & Gowin (1985) strategi pembelajaran yang berorientasi pada learning to learn lebih menitik beratkan pada pengembangan ketrampilan proses yang dimiliki siswa.Ketrampilan belajar dibuat terbuka dan didiskusikan kemudian dikembangkan konsep secara aktif. Kesalahan dipandang sebagai kesempatan belajar yang berguna. Guru memberikan masalah dan mendiskusikan solusi pemecahannya kepada siswa. Penilaian mencakup proses dan produk. Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa setiap individu secar aktif membangun pengetahuannya sendiri ketika berinteraksi dengan lingkungannya (Matlin, 1994). 2.3.4 Sintaks pembelajaran berbasis masalah

25

PBL biasanya terdiri dari 5 tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berdasar Masalah menurut Arends, 2006

Fase Fase 1: Orientasi siswa kepada masalah

Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan model, serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk

Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Fase 3: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Fase 5:

26

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.4.Pendekatan Jelajah Alam Sekitar Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan alam sekitar kehidupan peserta didik baik lingkungan fisik, sosial, teknologi, maupun budaya sebagai objek belajar biologi yang fenomenanya dapat dipelajari melalui kerja ilmiah (Kartijono dan Marianti 2004). Pendekatan ini menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna bagi kehidupan. Menurut Marianti (2006) ciri-ciri pokok JAS, sebagai berikut: (a) selalu dikaitkan dengan alam sekitar secara langsung, tidak langsung maupun menggunakan media; (b) selalu ada kegiatan berupa peramalan, pengamatan, dan penjelasan; dan (c) ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto, ataupun audiovisual. Pendekatan ini menekankan kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi nyata melalui pemanfaatan alam sekitar peserta didik. Selain dapat membuka wawasan berpikir peserta didik, pembelajaran ini juga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitkan materi yang telah didapat dengan kehidupan dunia nyata. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik yang diindikasikan dengan meningkatnya hasil belajar

27

peserta didik yang lebih berdaya guna bagi kehidupan. Sebagaimana penelitian Priyono et al. (2008) tentang pembelajaran yang menggunakan peta konsep berorientasi JAS, menyimpulkan bahwa pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar dan pemahaman peserta didik pada konsep biologi dan organisasi kehidupan. Senada dengan hal tersebut, Ridlo (2005) mengemukakan bahwa dalam implementasinya penjelajahan merupakan suatu strategi alternatif dalam pembelajaran biologi. Kegiatan ini mengajak subjek didik aktif mengeksploitasi lingkungan sekitarnya untuk mencapai kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan ketrampilan, penguasaan berkarya, penguasaan menyikapi, dan penguasaan bermasyarakat. Lingkungan sekitar dalam hal ini bukan saja sebagai sumber belajar, tetapi menjadi objek yang harus diuntungkan sebagai akibat adanya kegiatan pembelajaran. Pembelajaran JAS berbasis pada akar budaya, dikembangkan sesuai metode ilmiah dan dievaluasi dengan berbagai cara. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui pembelajaran JAS, antara lain: a. peserta didik diajak secara langsung berhubungan dengan objek yang

dipelajarinya dalam keadaan yang sewajarnya sehingga mereka dapat memperoleh pengalaman secara pribadi tentang masalah yang dipelajarinya; b. dengan jelajah alam sekitar kepada peserta didik dihadapkan berbagai

masalah nyata yang kemungkinan berbeda dengan yang dipikirkannya. Hal ini dapat merangsang sikap rasa ingin tahu dan sikap mencari pada peserta didik; dan

28

c.

dengan pembelajaran jelajah alam sekitar akan dapat membentuk pada diri

peserta didik rasa sayang terhadap alam sehinga dapat menimbulkan minat untuk memelihara dan melestarikannya. 2.5 Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan

Penerapan model PBL dalam materi pencemaran lingkungan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. 1. Tahap perencanaan meliputi : (a) guru memberikan kesempatan siswa dalam memilih masalah untuk diselidiki;(b) pemilihan masalah harus

mempertimbangkan beberapa hal yaitu masalah autentik, mengandung teka-teki, tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum;(c) siswa diminta menyelidiki suatu masalah yang menarik dan menemukan pemecahan melalui penyelidikan dan eksperimen;(d) guru merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan atau eksperimen siswa. Penyelidikan dapat berupa eksperimen atau kajian pustaka di perpustakaan. 2. Tahap pelaksanaan meliputi : (a) bagaimana guru menyajikan situasi masalah yang sesuai;(b) bagaimana guru mengorganisasikan siswa untuk belajar. Dalam pengorganisasian siswa guru membagi siswa dalam kelompok, dan menyediakan waktu yang cukup untuk menetapkan subtopik yang akan dikaji dan tugas penyelidikan. Guru membantu siswa dalam melakukan penyelidikan individual atau kelompok. Bantuan guru meliputi : membantu siswa bereksperimen,

mengumpulkan data. Informasi dari berbagai sumber untuk memecahkan

29

masalah. Selain itu siswa diajak untuk berhipotesis, menjelaskan dan memberi pemecahan. Setelah itu guru meminta siswa untuk mengembangkan dan wujud fisik dari situasi masalah dan

menyajikan hasil karya sebagai

pemecahannya, dan juga membantu siswa menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara meminta siswa melakukan rekonstruksi pemikiran dan aktivitas mereka selama tahap-tahap pengajaran yang telah dilewatinya.

2.6 Sikap positif terhadap pencegahan penggunaan air sungai Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), standar kompetensi dalam konsep Lingkungan adalah menganalisis hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi dan energi, serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem. Konsep Lingkungan mempunyai materi pokok Kerusakan Lingkungan dan Upaya Pelestariannya, Limbah dan Daur Ulang Limbah. Kompetensi dasar untuk Konsep Lingkungan adalah: (1) siswa mampu menjelaskan keterkaitan antara kegiatan manusia dengan masalah perusakan/ pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan (BSNP, 2006). Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide, atau obyek yang berisi komponen-komponen kognitif, afektif, dan tingkah laku. Sikap positif adalah sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma, norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sikap positif terhadap

30

penggunaan

air

sungai menolak

adalah terhadap

keberanian penggunaan

untuk air

menyampaikan sungai yang

pandangan/prinsip

menyimpang. Sikap positif perlu dikembangkan agar siswa

mempunyai

kepekaan terhadap masalah lingkungan , serta berani meminta bantuan orang lain jika memang membutuhkan.

2.7

Pencegahan Perilaku penggunaan air sungai di Demak Pencegahan perilaku penggunaan air sungai adalah kegiatan penyuluhan dan bimbingan untuk memberikan penerangan dan pengetahuan kepada siswa untuk peka terhadap masalah lingkungan khususnya masalah penggunaan air sungai . Pendidikan pencegahan penggunaan air sungai di Demak yang ditanamkan siswa di sekolah mempunyai tujuan umum, yaitu: a. Meningkatkan sikap dan perilaku positif yang dapat mencegah perilaku

negatif masyarakat di Demak terhadap penggunaan air sungai b. Dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan penggunaan air sungai

di Demak. 2.8 Penelitian Terkait Hasil Penelitian Hendriani (2008) menunjukkan bahwa pembelajaran IPA terpadu dapat memudahkan dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap , dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dala tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari,

31

peserta didik digiring untuk berfikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan termotivasi dalam belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu yang dipelajarinya. Sedangkan pengaruh model pembelajaran berdasar masalah terhadap hasil belajar siswa menunjukkan adanya peningkatan yang cukup berarti terhadap hasil belajar siswa. Suatu survei di Amerika Serikat terhadap lulusan S1, S2, dan S3 menunjukkan bahwa kecakapan yang paling banyak digunakan dalam bekerja adalah kecakapan dalam problem solving, bekerja kelompok dan ketrampilan berkomunikasi. Kecakapan atau ketrampilan yang semestinya dimiliki oleh lulusan tersebut tidak dpat dikembangkan dalam suatu vacuum. Pengembangannya pasti memerlukan materi subyek sebagai wahana atau alat pembelajaran. Namun, dalam hal ini siswa belajar tidak hanya semata-mata bertujuan menguasai materi subyek, melainkan juga bertujuan mengembangkan kecakapan-kecakapan yang diperlukan dalam kehidupan nyata. Walapaun banyak siswa mengalami kesulitan di dalam

penerapannya. Seperti juga yang ditemukan oleh Outhred & Mitchelmore (2000), bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan konsep untuk memecahkan masalah/ soal cerita (the word problem) yang terkait dengan kehidupan seharihari. Hasil penelitian Novick & Holyoak (1991) menunjukkan bahwa kemampuan mengadaptasi pengalaman yang sudah dimilikinya dalam

memecahkan problema yang sedang dihadapi dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika berbasis problem solving. Siswa memiliki kemampuan

32

untuk dapat menghasilkan produk yang dapat dipasarkan (Mariam, 2005). Astutie (2006) mengatakan bahwa peningkatan persepsi dan kemampuan mengolah kemampuan mengolah info cukup tinggi pada siswa dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah. Siswa memiliki sikap positif dalam belajar. Purwoko (2007) mengatakan pemahaman konsep ekosistem dan interaksinya . Model Field work juga dapat dapat menumbuhkan minat dan kerja ilmiah siswa. Wianti dkk (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran berdasar masalah dapat meningkatkan hasil belajar, sikap ilmiah dan kemampuan memecahkan masalah. Ria (2008) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan kelompok yang belajar dengan metode pembelajaran berdasar masalah lebih tinggi dibanding kelompok yang belajar dengan metode STAD. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berdasar masalah memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar, yaitu dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, meningkatkan ketercapaian kompetensi dasar, dan dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berikutnya. Siswa terlatih untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi permasalahan secara cermat sehingga siswa dapat mengembangkan daya nalarnya secara kritis untuk menghadapi masalah yang dihadapinya (Gita, 2003). Pembelajaran dengan LKS berbasis masalah memberikan peluang kepada siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk (multiple intellegences) yang dimilikinya (Warpala, 2003). Pembelajaran generatif dengan strategi pemecahan masalah dapat menciptakan iklim pembelajaran yang konstruktivistik, yaitu siswa akan dapat mengajukan ide-ide,

33

pertanyaan-pertanyaan, dan masalah-masalah, serta mendiskusikan perihal konsep yang terkait dengan pembelajaran tanpa dibebani rasa takut dan berargumentasi menuju pada penguasaan ilmiah (Redhana dan Sastrawidana, 2003). Sementara itu dari hasil penelitian Suparmanto (2004) tentang penerapan metode proyek dalam setting pembelajaran berdasarkan masalah pada bahan kajian bioteknologi di kelas I.1 SMA Negeri 1 Manyar Gresik yang berjumlah 40 siswa, siswa memberikan respon senang, menumbuhkan minat, sikap positif siswa serta memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa mengaktualkanlife skillnya, serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian

pada penelitian ini akan digunakan pembelajaran berdasarkan masalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

2.9 Kerangka Berpikir Materi pencemaran lingkungan berisi konsep, prinsip-prinsip dan

implikasinya bagi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (salingtemas), sehingga perlu pemahaman dan penerapan yang perlu dilatihkan. Dalam penerapan pembelajaran konsep ekosisistem pencemaran lingkungan terutama sub materi pokok

akan terkendala dengan keterbatasan waktu yang

disediakan melalui tatap muka, oleh karena itu perlu ada alternatif pembelajaran yaitu dengan menerapkan pembelajaran berdasar masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. Apabila dikaji lebih lanjut berdasarkan teori yang telah ada maka salah satu alternatif cara meningkatkan sikap positif siswa terhadap perilaku penggunaan air sungai adalah penerapan model pembelajaran berdasar

34

masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. Pembelajaran berdasar masalah merupakan pembelajaran konstruktivis, sebab disini guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Sintaks pembelajaran yang ditawarkan dalam penerapan pembelajaran berdasar masalah adalah orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing pelaksanaan penyelidikan secara berkelompok,

mengembangkan dan menampilkan produk/hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Berdasarkan tahapan tersebut di atas, maka diagram sintaks pembelajaran berdasar masalah dalam pembelajaran biologi, dijelaskan melalui diagram pada Gambar 3.1 berikut :

Orientasi siswa pada masalah

Mengorganisasikan siswa untuk belajar Mengembangkan dan menampilkan produk Mengevaluasi

Membimbing pelaksanaan penyelidikan secara berkelompok Menganalisis

Gambar 3.1 Diagram Alir Sintaks Pembelajaran berdasar masalah

3. Hipotesis

35

Berdasarkan latar belakang ,kajian teori dan kerangka berpikir maka hipotesis penelitian ini adalah : 1. Karakteristik pembelajaran IPA terpadu dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi pencemaran lingkungan yang dikembangkan adalah pengajuan masalah, fokus pada keterkaitan antar disiplin, investigasi autentik, terbentuknya produk dan memamerkannya serta kolaborasi. 2. Perangkat pembelajaran IPA terpadu dengan pembelajaran berbasis

masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar pada materi sistem pencemaran lingkungan efektif dapat meningkatkan pemahaman

pencegahan perilaku penggunaan air sungai di Demak.

36

BAB III METODE PENELITIAN3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Penelitian

pengembangan dilaksanakan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang meliputi silabus, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa, materi ajar, alat evaluasi kognitif. 3.2 Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Negeri 1 Karangtengah. Pada tahun ajaran 2010/ 2011 terdapat 8 kelas. Pada ujicoba I yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII A yang berjumlah 36 orang, terdiri atas 20 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Pada ujicoba II yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII H yang berjumlah 27 orang, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

37

3.3 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2010/2011, mulai bulan Pebruari sampai dengan April 2011. 3.4 Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini dapat dijelaskan definisi operasionalnya sebagai berikut. 1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pemecahan masalah adalah banyaknya aktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran dan diamati dengan instrumen lembar observasi aktivitas siswa. Aktivitas siswa diantaranya merumuskan masalah, mendiskusikan data bersama kelompok belajarnya, mempresentasikan hasil karya kelompok, menjawab pertanyaan dalam LKS berbasis masalah, dan menetapkan pemecahan masalah. 2.Sikap siswa adalah skor persepsi tentang diri siswa sendiri, orang lain, obyek, atau ide-ide, yang diukur dengan lembar pengamatan sikap siswa dalam proses pembelajaran berdasar masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. 3.Minat siswa adalah skor kecenderungan hati (keinginan) terhadap sesuatu dan dapat mendorong tindakan positif, yang diukur dengan lembar isian minat siswa melaksanakan proses pembelajaran berdasar masalah. 4.Sikap positif terhadap upaya pencegahan perilaku negatif penggunaan air sungai adalah skor sikap positif yang diperoleh melalui angket sikap positif terhadap upaya pencegahan penggunaan air sungai di Demak. 5.Respon siswa adalah pendapat/penilaian siswa terhadap pelaksanaan KBM. Respon siswa ini diukur dengan cara mengisi angket setelah KBM dengan

38

instrumen angket respon siswa. Komponen yang dimaksud meliputi: materi ajar siswa, LKS, media belajarnya, suasana kelas, dan cara guru mengajar. Dalam hal ini siswa berpendapat apakah siswa merasa senang atau tidak dalam KBM, banyak mendapatkan hal baru atau tidak. 6. Kesan guru adalah tanggapan atau penilaian guru terhadap

penerapan perangkat pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar dan diambil dengan wawancara. 3.5 Prosedur Penelitian Studi Kepustakaan Pembelajaran IPA terpadu Analisis tujuan kompetensi yang harus dikuasai siswa

Analisis karakteristik siswa

Analisis isi

Analisis konsep

Menyusun urutan konsep

Merumuskan tujuan pembelajaran Merumuskan pemahaman kompetensi konsep Menentukan layanan penunjang Menyusun instrumen evaluasi

Merancang strategi KBM

Pendekatan JAS

Memilih media

Desain awal perangkat pembelajaran (Draft 1)

Validasi pakar

Revisi 1: Draft 2

39

Kelas Kecil

Revisi 2: Draft 3 Ujicoba I di kelas

Desiminasi perangkat pembelajaran anan

Draft Akhir

Uji coba II di kelas

Revisi 3: Drfat 4

Analisis hasil ujicoba

Gambar 3.2 Diagram Alir Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran

3.5.1. Tahap pengembangan perangkat Pengembangan perangkat pembelajaran mengikuti model pengembangan Kemp, dkk. (1994). Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berorientasi pada ketercapaian kompetensi dasar siswa, pengembangan dalam penelitian ini dimulai dari ketercapaian kompetensi dasar dan berakhir pada evaluasi. Urutan langkah pengembangan perangkat pembelajaran yang telah dilakukan, dideskripsikan pada diagram alir rancangan pengembangan

perangkat pembelajaran pada gambar 3.1. hal 41, adapun penjelasan dari diagram alir di atas adalah sebagai berikut :

a) Analisis tujuan pembelajaran Tujuan analisis ini adalah untuk menetapkan arah dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan perangkat pembelajaran. Dari arah dasar ini, lalu disusun alternatif pembelajaran yang sesuai. Dalam melaksanakan analisis tujuan ditinjau dari aspek Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

40

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disebutkan bahwa pada dasarnya pembelajaran IPA berupaya untuk membekali siswa dengan berbagai kemampuan tentang cara mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara mendalam. Pembelajaran IPA ini berorientasi agar siswa mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya bagi

pemberdayaan dan daya dukung alam sekitar yang menunjang peri kehidupan lingkungan masyarakat. Dalam pedoman khusus pengembangan silabus dan sistem penilaian kurikulum tingkat satuan pendidikan mata pelajaran IPA bahan kajian pencemaran lingkungan disebutkan bahwa standar kompetensi yang harus

dicapai adalah memahami saling ketergantungan dalam ekosistem. Sedangkan kompetensi dasar yang ditetapkan adalah mengaplikasikan sikap peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dari kompetensi dasar ini lalu dijabarkan dalam indikator pencapaian hasil belajar yang dioperasionalkan dalam rencana pembelajaran. Berdasarkan tujuan tersebut, bahwa pembelajaran yang sesuai adalah

pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah dengan kegiatan pengamatan dan diskusi. Inti penekanan tujuan tersebut adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis siswa, serta berbagi pendapat melalui diskusi. Pembelajaran yang mungkin dilakukan adalah pembelajaran yang berorientasi pemecahan masalah.

41

b) Analisis karakteristik siswa Analisis karakteristik siswa diperlukan pada awal perencanaan untuk menentukan ciri, kemampuan, dan pengalaman siswa, sebagai individu dan kelompok. Data karakteristik siswa yang diperlukan meliputi informasi akademik, usia dan tingkat kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman siswa, keterampilan psikomotor, kemampuan bekerjasama, dan keterampilan sosial. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek adalah siswa SMP kelas VII, dengan kisaran usia 13-14 tahun. Menurut teori Piaget siswa pada kelompok usia seperti itu berada pada tahap operasi formal atau mereka telah mampu untuk berpikir abstrak. Jadi pada tahap ini para siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks daripada anak yang masih berada dalam tahap operasional konkret (Arends, 2006). c) Analisis tugas Analisis tugas merupakan pemahaman tugas dalam pembelajaran yang dilakukan untuk mengidentifikasi struktur pokok bahasan yang dipilih, dalam hal ini materi pencemaran lingkungan. Analisis tugas dilakukan dengan merinci isi mata ajar dalam bentuk garis besar. Analisis tugas mencakup analisis struktur isi, analisis prosedural, analisis proses informasi, analisis konsep, dan analisis tujuan pembelajaran. Hasil akhir dari analisis tugas adalah tertuang dalam Materi Ajar dan Lembar Kegiatan Siswa sebagai perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian. d) Menyusun urut-urutan konsep

42

Tujuan langkah ini adalah untuk menetapkan urut-urutan konsep yang akan dibahas dalam proses pembelajaran. Konsep atau materi harus benar-benar dipertimbangkan sehingga semua disusun berdasarkan pengetahuan atau keterampilan yang dikuasai oleh siswa pada pelajaran sebelumnya atau pada tahap lebih awal dari pelajaran. Konsep atau tugas pada pengembangan perangkat ini, ditulis secara berurutan dengan memulai dari pembahasan pengetahuan yang sederhana kemudian dilanjutkan dengan pengetahuan yang lebih kompleks. Uruturutan konsepnya adalah sebagai berikut: Konsep Pengukuran disajikan pada rencana pelaksanaan pembelajaran 1, konsep perubahan zat disajikan pada

rencana pelaksanaan pembelajaran 2, konsep pengamatan gejala alam disajikan pada rencana pelaksanaan pembelajaran 3, (Kerusakan Ekosistem air sungai) konsep manusia dan lingkungan

disajikan pada rencana pelaksanaan

pembelajaran 4, Pencemaran air sungai disajikan pada rencana pelaksanaan pembelajaran pembelajaran pembelajaran 7. e) Merumuskan tujuan pembelajaran Hasil analisis tugas dan analisis konsep akan digunakan sebagai acuan perumusan tujuan pembelajaran khusus yang dinyatakan dengan tingkah laku sebagai penjabaran dari kompetensi dasar. Indikator pencapaian hasil belajar disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Rangkaian tujuan ini merupakan dasar untuk desain perangkat pembelajaran dan penyusunan tes. Sesuai dengan analisis tugas dan analisis 5, Pencemaran Tanah disajikan pada rencana pelaksanaan 6, Pencemaran Udara disajikan pada rencana pelaksanaan

43

konsep di atas, maka dapat disusun indikator pencapaian hasil belajar untuk RPP 1 hingga RPP 7. f) Strategi belajar mengajar Sesuai dengan inti penelitian ini adalah mengembangkan perangkat model pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah pada materi pencemaran lingkungan, kegiatan belajar mengajar yang dipersiapkan adalah mengacu pada sintaks pembelajaran berbasis masalah seperti tertuang dalam Arends. Untuk melengkapi model pembelajaran tersebut, sesuai dengan ciri khas model pembelajaran berbasis masalah, metode yang digunakan adalah diskusi, sedangkan strategi yang digunakan adalah strategi belajar kooperatif. g) Memilih media untuk mendukung pembelajaran Kegiatan pemilihan dan sumber belajar disesuaikan dengan hasil analisis tugas, karakteristik siswa, dan ketersediaan alat dan bahan yang ada pada SMP Negeri 1 Karangtengah. h) Pemilihan layanan penunjang Menurut Kemp dkk. (1994), ada 6 bidang layanan penunjang yang harus diperhatikan selama pengembangan perangkat pembelajaran, yaitu anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan, tenaga penunjang, dan penjadwalan. i) Penyusunan instrumen evaluasi Sesuai dengan tujuan penelitian, dalam penelitian ini akan dikembangkan instrumen evaluasi untuk mengukur perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran berdasar masalah. Instrumen yang dikembangkan ada dua macam yaitu 1) instrumen evaluasi untuk mengukur hasil belajar, dan 2) instrumen

44

evaluasi untuk mengukur kualitas proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. j) Revisi perangkat pembelajaran Revisi perangkat pembelajaran dilakukan setelah semua perangkat yang dikembangkan selesai disusun langsung direvisi. Kegiatan revisi dimaksudkan untuk memperbaiki rancangan yang dibuat. Pada penelitian ini, revisi dilakukan berdasarkan masukan dan penilaian yang diperoleh dari kegiatan validasi pakar, simulasi RPP, dan kegiatan ujicoba. Perangkat pembelajaran yang perlu direvisi adalah materi ajar, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kegiatan siswa, dan instrumen tes hasil belajar Sedangkan instrumen lain seperti lembar observasi dan angket tidak dilakukan revisi, karena instrumen tersebut diadopsi dan disesuaikan dengan model pembelajaran berbasis masalah yang mengacu kepada instrumen dalam Ibrahim (2001). 3.6. Tahap Pengujian 1. Validasi perangkat pembelajaran Pendapat validator digunakan untuk menguji validitas. Dalam hal ini setelah perangkat pembelajaran dibuat dengan aspek-aspek yang akan diukur

berlandaskan teori, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan validator. Para validator akan memberikan pendapat perangkat dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau mungkin diperbaiki secara total. 2. Simulasi RPP

45

Simulasi di kelas kecil atau kelas kontrol

dilakukan untuk merefleksi

perangkat pembelajaran yang telah divalidasi (draft 2) dan untuk menguji reliabilitas instrumen. Pada kegiatan ini, peneliti melakukan simulasi RPP 1 sampai RPP 7 untuk tujuh kali pertemuan (7 x 90 menit). Masukan dan data simulasi dapat digunakan untuk merevisi perangkat pembelajaran, sehingga menghasilkan draft 3 yang diujicobakan di kelas VII A SMP Negeri 1 Karangtengah.

3. Uji coba a. Ujicoba I (Pembelajaran nyata 1) Ujicoba I dilakukan untuk analisis dan revisi perangkat pembelajaran sehingga perangkat pembelajaran dapat disempurnakan. Ujicoba dilakukan di kelas VII A SMP Negeri 1 Karangtengah sebanyak 36 siswa dalam 14 jam pelajaran. Skenario pelaksanaan uji coba adalah uji awal, kegiatan pembelajaran, dan uji akhir. Pada saat uji akhir siswa juga diminta mengisi angket respon dan angket minat terhadap kegiatan pembelajaran. Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun RPP 1 sampai dengan RPP 7 berdasarkan perangkat pembelajaran yang dikembangkan mengenai materi pencemaran lingkungan. Selanjutnya guru melakukan tindakan dengan melaksanakan KBM sesuai dengan RPP yang disusun. Pada saat guru melaksanakan KBM dengan setiap RPP, dua orang pengamat melakukan observasi terhadap aktivitas siswa, sedangkan sikap siswa diamati oleh siswa sendiri dalam satu kelompok dengan prosedur setiap siswa diberi rubrik sikap

46

siswa dan lembar pengamatan sikap siswa, kemudian dengan pedoman rubrik penilaian sikap siswa maka siswa mengisi lembar observasi sesuai dengan nama siswa lain yang diamati dalam satu kelompok, sehingga selain belajar siswa juga berperan sebagai pengamat. Setelah KBM berlangsung, peneliti bersama pengamat melakukan refleksi terhadap pelaksanaan RPP tersebut. Hasil refleksi atau masukan yang diberikan ini dijadikan pedoman oleh peneliti dalam merevisi kelemahan-kelemahan dari setiap RPP. Setelah kegiatan ujicoba I dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data, revisi dilakukan terhadap semua kelemahan baik perangkat pembelajaran maupun instrumen yang digunakan selama ujicoba I. Revisi perangkat pembelajaran dalam bentuk draft 3 pada ujicoba I menghasilkan perangkat pembelajaran draft 4 yang akan digunakan pada ujicoba II. 2. Ujicoba II (Pembelajaran nyata 2) Setelah menghasilkan perangkat pembelajaran draft 4, ujicoba

dilaksanakan di kelas VII H yang berjumlah 27 siswa. Pada ujicoba ini, bertindak sebagai pengajar adalah guru mitra dengan menggunakan perangkat

pembelajaran yang sama dan alokasi waktu yang sama. Tahap ini dilakukan dengan tujuan menerapkan perangkat pembelajaran pada pembelajaran nyata setelah direvisi berdasarkan hasil ujicoba I dan mengetahui bagaimana kualitas proses pembelajaran dan kualitas hasil belajar siswa dengan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan. 3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

47

Jenis dan pengumpulan data dalam kegiatan simulasi, ujicoba I dan Ujicoba II menggunakan jenis pengumpulan data berikut ini: 1. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan analisis hasil belajar siswa, yaitu nilai kognitif yang dikuasai siswa tentang materi pencemaran lingkungan. 2. Observasi

Teknik observasi bertujuan untuk mengumpulkan data penelitian yaitu aktifitas siswa, minat, respon, sikap terhadap pembelajaran IPA terpadu dengan menggunakan lembar pengamatan yang telah dikembangkan oleh peneliti. 3. Tes

Tes digunakan untuk mengetahui ketercapaian kompetensi dasar dengan menggunakan tes kognitif . 4. Angket

Angket digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai respon siswa, dan minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran angket. 5. Wawancara dengan menggunakan lembar

Wawancara digunakan untuk mengetahui kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran berdasar masalah , dilaksanakan dengan wawancara langsung pada guru yang diwawancarai. 3.7 Instrumen Penelitian

48

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lembar observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pemecahan masalah Lembar observasi aktivitas siswa diantaranya meliputi merumuskan masalah, mendiskusikan data bersama kelompok belajarnya, mempresentasikan hasil karya kelompok, menjawab pertanyaan dalam LKS berbasis masalah, dan menetapkan pemecahan masalah. Setiap aspek yang diamati dinilai dan diberi skor oleh pengamat, skor yang diberikan setiap aspek dibagi dalam 5 kategori yaitu 1= sangat kurang, 2= kurang, 3= cukup, 4= baik, 5= amat baik. 2. Angket respon siswa Dalam angket respon siswa terhadap proses pembelajaran, siswa diminta mengemukakan pendapatnya tentang kekinian (baru/tidak) dan kesukaan (senang/tidak) terhadap perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran berdasar masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar. Dianalisis melalui perhitungan persentase yaitu frekuensi tiap butir respon atau pendapat yang dipilih siswa dibagi jumlah siswa dikalikan 100%. 3. Wawancara kesan guru Pada wawancara kesan guru, guru diminta untuk memberikan penilaian terhadap perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti dan model pembelajaran yang telah diterapkan, apakah membantu atau tidak, dan bagaimana kelebihan dan kekurangan penerapan model pembelajaran berbasis masalah, serta guru memberikan komentar tentang kemudahan dan hambatan selama penerapan model pembelajaran tersebut. Untuk wawancara dengan guru

49

akan dilakukan secara langsung dengan tanya jawab sesuai dengan pertanyaan yang ada di lembar wawancara. 4. Lembar observasi sikap siswa Dalam lembar observasi sikap siswa yang diukur meliputi sikap ingin tahu,sikap kritis,sikap obyektif,sikap menghargai karya orang lain,sikap tekun,sikap terbuka,sikap jujur,sikap peduli pada lingkungannya,sikap bekerja sama dengan orang lain,sikap disiplin. Setiap aspek yang diamati dinilai dan diberi skor oleh pengamat, skor yang diberikan setiap aspek dibagi dalam 4 kategori yaitu 1= kurang sekali 2= kurang, 3= baik 4= sangat baik, 5. Lembar isian minat siswa Lembar isian minat siswa digunakan untuk mengetahui kecenderungan hati/keinginan terhadap sesuatu dan dapat mendorong tindakan positif, yang diukur dengan lembar isian minat siswa melaksanakan proses pembelajaran berdasar masalah. Minat secara individual dianalisis dari jumlah skor yang diperoleh dan secara klasikal melalui perhitungan persentase. 6. Angket sikap positif siswa Dalam angket sikap positif siswa dalam mencegah perilaku negatif

penggunaan air sungai di Demak , siswa diminta menentukan pendapatnya tentang masalahmasalah yang berkaitan dengan perilaku negatif penggunaan air sungai ( mandi , mencuci, buang air besar, membersihkan hewan, membuat kolam lele, membuang sampah di sungai, dll). Dianalisis melalui perhitungan persentase yaitu frekuensi tiap butir pendapat yang dipilih siswa dibagi jumlah siswa dikalikan 100%.

50

7. Tes hasil belajar (THB) Instrumen tes hasil belajar digunakan untuk menilai kualitas hasil belajar siswa setelah selesai lima rencana pembelajaran. Tes hasil belajar materi pencemaran lingkungan berbentuk pilihan ganda. THB dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan berdasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

3.8 Teknik Analisis Data Analisis data penelitian ini akan dibedakan atas 2 macam, yaitu analisis untuk menghitung homogenitas, uji beda, validitas, reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran dan analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian. 1. Analisis data untuk menghitung homogenitas data Homogenitas data dihitung dengan menggunakan levene test dengan kriteria apabila tingkat signifikan hitung > 0,05, maka data dinyatakan homogen dan apabila tingkat signifikan hitung < 0,05 maka dinyatakan tidak homogen. Sebelum melakukan penelitian ujicoba I (kelas VII A) dan ujicoba II (kelas VII H) dilakukan terlebih dahulu pengujian homogenitas data. Dengan pengujian ini dapat diketahui kondisi kelas VII A dan kelas VII H yang digunakan sebagai subyek penelitian. Hasil pengujian homogenitas data adalah sebagai berikut :

51

Tabel. 3.1 Data HomogenitasL ve 's T st o E e ne e f qua lity o E r V ria f rro a nce s D ependent V ariable: H asil E valuasi A ktifitas S a isw F ,442 df1 2 df2 83 S ig. ,644a

T ests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. D esign: Intercept+ elas K

Dalam pengujian dengan menggunakan levene test tersebut dapat diketahui bahwa nilai tingkat signifikansi adalah sebesar 0,644 > 0,05. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data homogen sehingga dikatakan bahwa data berasal dari varians dan ciri-ciri yang sama. Untuk mendukung hal tersebut maka dilakukan pengujian dengan cara lain yaitu uji beda terhadap kedua kelas, hasil pengujian adalah sebagai berikut.

Tabel.3.2 Hasil Uji beda dua kelas

52

Multiple Comparisons Dependent Variable: Hasil Evaluasi Aktifitas Siswa LSD Mean Difference (I-J) Std. Error ,0192 ,04627 ,1503* ,04852 -,0192 ,04627 ,1311* ,05157 -,1503* ,04852 -,1311* ,05157

(I) Kelas Kelas VII A Kelas VII H Kelas VII G

(J) Kelas Kelas VII H Kelas VII G Kelas VII A Kelas VII G Kelas VII A Kelas VII H

Sig. ,680 ,003 ,680 ,013 ,003 ,013

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,0729 ,1112 ,0538 ,2468 -,1112 ,0729 ,0285 ,2337 -,2468 -,0538 -,2337 -,0285

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat signifikan adalah sebesar 0,680 > 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua kelas ini tidak berbeda, demikian pula dengan kemampuan masing-masing siswanya. Karena kedua kelas ini tidak berbeda maka try out dapat dilakukan secara acak. Try out I dapat dilakukan di satu kelas dan Try out II kemudian dapat dilakukan di kelas yang lainnya. 2. Analisis data untuk alat evaluasi hasil belajar Hasil belajar siswa diungkap dengan 33 pertanyaan obyektif dengan hasil penelitian sebagai berikut. a. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu alat evaluasi ( Singarimbun dan Effendi, 1995).

53

Teknik statistik yang digunakan untuk uji validitas dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Product Moment. Adapun rumus yang digunakan yaitu :

N (XY) (X) (Y) rxy = {N. X2 (X)2 } {N. Y2 (Y)2} Keterangan : N = jumlah responden X = Skor item soal yang diuji validitasnya Y = Jumlah skor dari seluruh soal yang diuji validitasnya Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa 33 soal yang digunakan untuk uji coba pada kelas VII A memiliki nilai korelasi diantara 0,511- 0,807 > 0,456 sebanyak 33, hal ini berarti seluruh soal yang dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk melanjutkan penelitian.

b. Uji Reliabilitas Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2001). Koefisien reliabilitas pada penelitian ini dicari dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha dengan rumus sebagai berikut : k Sj2

54

= ( k-1

) (1 Sx2

)

Keterangan : k Sj2 = Koefisien reliabilitas alat ukur = Banyaknya item = Varian belahan j

Sx2 = Varian skor total Apabila nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka dikatakan reliabel. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan nilai koefisien reliabilitas uji coba pada kelas VII A adalah sebesar 0,925 > = 0,6. Hal ini berarti seluruh soal dinyatakan reliable dan dapat digunakan untuk melanjutkan penelitian.

c. Uji daya beda Rumus yang digunakan untuk mencari daya beda adalah:

D=

BA BB JA JB

Keterangan: BA: Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB: Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA : Banyaknya peserta kelompok atas JB: Banyaknya peserta kelompok bawah Daya beda soal yang digunakan dalam penelitian uji coba pada kelas VII A berada dalam kategori baik sebanyak 2 buah, cukup sebanyak 24 buah dan

55

kurang sebanyak 7 buah, hal ini menunjukkan bahwa pengembangan dalam pembelajaran harus selalu dilakukan terus menerus dengan perbaikan yang berkesinambungan. Langkah yang dapat dilakukan selanjutnya adalah melakukan perbaikan dan kemudian melakukan try out kepada kelas VII H untuk melanjutkan penelitian.

d. Uji tingkat kesukaran Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran adalah: P=B Js

Keterangan: P B Js : Tingkat Kesukaran : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar : Jumlah semua siswa

Menurut ketentuan indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : 1) soal dengan 0,00 P < 0,30 adalah soal sukar 2) soal dengan 0,30 P < 0,70 adalah soal sedang 3) soal dengan 0,70 P 1,00 adalah soal mudah Tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam penelitian uji coba pada kelas VII A berada dalam kategori sedang sebanyak 30 buah dan mudah sebanyak 3 buah, Langkah yang dapat dilakukan selanjutnya adalah

56

melakukan perbaikan dan kemudian melakukan try out kepada kelas VII H untuk melanjutkan penelitian. Soal yang akhirnya digunakan adalah 33 soal yaitu nomor 1 s/d 33. Tabel 3.3 Hasil Analisis Taraf Kesukaran Butir Soal UJi Coba Keterangan Sukar No Butir Soal Sedang 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12, 13,14,15,16,17,18,19,20,21,22 23,24,25,26,29,30,31,32,33 Mudah 11,27,28

3. Analisis data untuk menjawab hipotesis penelitian Analisis data untuk menjawab hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif berupa rata-rata atau persentase , yang akan diuraikan sebagai berikut: a. Analisis data aktivitas siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu

berbasis masalah dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Aktivitas siswa diamati dengan memberikan penilaian dalam skala nilai dan kategori penilaian sebagai berikut: sangat kurang = 1, kurang = 2, baik = 3, dan sangat baik = 4. Data aktivitas siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dianalisis dengan menghitung nilai yang diperoleh dari pengamatan dan persentase masing-masing aspek yang dinilai, yaitu jumlah nilai tiap aspek dibagi dengan seluruh aspek yang mungkin dan dikalikan 100%.

57

Terdapat 14 aspek aktivitas siswa dalam pemecahan masalah, dimana masing-masing aspek mempunyai bobot yang sama yaitu 4, berarti skor maksimum untuk aktivitas siswa dalam pemecahan masalah adalah 56, dan skor minimum adalah 14. Rentangan 56-14 = 42, jika dibedakan menjadi 4 kriteria adalah: 14-24 25-35 36-45 46-56 : sangat kurang : kurang : baik : sangat baik terhadap pembelajaran IPA terpadu

b. Analisis data sikap siswa

berbasis masalah dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Sikap siswa diamati dengan memberikan penilaian dalam skala nilai dan kategori penilaian sebagai berikut: kurang sekali = 1, kurang = 2, baik = 3, sangat baik = 4. Data hasil pengamatan sikap siswa dianalisis dengan

menghitung nilai yang diperoleh dari pengamatan dan persentase masing-masing aspek yang dinilai, yaitu jumlah nilai tiap aspek dibagi dengan seluruh aspek yang mungkin dan dikalikan 100%. Penilaian klasikal, terdapat 10 aspek sikap siswa, dimana masing-masing aspek mempunyai bobot yang sama yaitu 4, berarti skor maksimum untuk sikap siswa 40, dan skor minimum adalah 10. Rentangan : 40-10 = 30 dikelompokkan dalam 4 kriteria yaitu : 10-17 18-25 : kurang sekali : kurang

58

26-33 34-40 c.

: baik : sangat baik pembelajaran IPA terpadu

Analisis data minat siswa terhadap

berbasis masalah dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Interpretasi minat siswa menggunakan skala bertingkat dengan rentang (4-1), dimana jawaban selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3, jarang diberi skor 2, dan tidak pernah diberi skor 1. Instrumen untuk mengukur minat siswa terdiri atas 10 butir. Jika rentangan yang dipakai 1-4, maka skor terendah adalah 10 dan skor tertinggi adalah 40. Rentangan 40-10 = 30, jika dibedakan menjadi 4 kategori: 10-16 : tidak berminat 17-24 : kurang berminat 25-32 : berminat 33.40 : sangat berminat

d. Analisis data sikap positif siswa terhadap penggunaan air sungai Interpretasi sikap positif siswa menggunakan skala bertingkat dengan rentang (1-4), dimana jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, setuju diberi skor 3, dan sangat setuju diberi skor 4. Instrumen untuk mengukur sikap positif siswa terdiri atas 10 butir. Jika rentangan yang dipakai 1-4, maka skor terendah adalah 10 dan skor tertinggi adalah 40. Rentangan 40-10 = 30, jika dibedakan menjadi 4 kategori: 10-16: sangat tidak setuju

59

17-24 : tidak setuju 25.32: setuju 33-40 : sangat setuju e. Analisis respon siswa terhadap kegiatan terhadap pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Intepretasi respon siswa diamati dengan memberikan penilaian dalam skala nilai dan kategori penilaian sebagai berikut: tidak senang = 1, kurang senang = 2, senang = 3 , dan sangat senang = 4. Data respon siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) dianalisis dengan menghitung nilai yang diperoleh dari pengamatan dan persentase masing-masing aspek yang dinilai, yaitu jumlah nilai tiap aspek dibagi dengan seluruh aspek yang mungkin dan dikalikan 100%. Terdapat 11 aspek respon siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) , dimana masing-masing aspek mempunyai bobot yang sama yaitu 4, berarti skor maksimum untuk respon siswa 44, dan skor minimum adalah 11. Rentangan skor 44-11 = 33, maka jika dibedakan menjadi 4 kategori : 11-18 : tidak senang 19-26 : kurang senang 27-34 : senang 35-44 : sangat senang. f. Analisis Lembar Pertanyaan (Wawancara) Kesan Guru

60

Data hasil wawancara (Kesan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah dengan pendekatan JAS) direkap kedalam suatu kolom sebagai berikut : Pertanyaan Kesan/Tanggapan Guru 1. 2.. 3.dst Pertanyan-pertanyaan memuat 6 pertanyaan berkaitan dengan pendapat tentang pembelajaran IPA terpadu, aktifitas siswa, ketertarikan, strategi,, hasil belajar yang diinginkan dan kekurangan/kelebihan pembelajaran IPA terpadu, dianalisis secara deskriptif kualitatif.

3.9 Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan eksperimen dilihat dan diukur dari : a. Tersusunnya perangkat pembelajaran IPA terpadu pada pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan lingkungan. b. Jumlah siswa yang memiliki kriteria aktivitas baik dalam pembelajaran berdasar masalah dengan pendekatan JAS minimal mencapai 80 % dari seluruh siswa. c. Jumlah siswa yang memiliki kriteria sikap baik dalam pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan JAS minimal mencapai 80 % dari seluruh siswa. JAS pada materi pencemaran

61

d.

Jumlah

siswa

yang

memiliki

kriteria

berminat

dalam minimal

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan JAS mencapai 80 % dari seluruh siswa.

e.Jumlah siswa yang memiliki sikap positif dalam mencegah perilaku negatif terhadap penggunaan air sungai di Demak minimal mencapai 90 % dari seluruh siswa. f. Jumlah siswa yang tuntas belajar mencapai KKM sebesar 90 % dari seluruh siswa , dengan nilai pencapaian KKM 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1

Analisis tujuan dan karakteristik siswaPencapaian tujuan pembelajaran IPA secara umum belum memenuhi harapan.

Hal ini diindikasikan dengan rendahnya kualitas pembelajaran IPA, nilai rata-rata IPA dalam menempuh UN disemua jenjang sekolah tidak memuaskan dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Dari Reseach awal keadaan yang sama juga dialami sekolah tempat penelitian ini dilakukan, yaitu SMP Negeri 1 Karangtengah. Hal ini didasarkan hasil ujian nasional dan informasi dari Kepala Sekolah dan guru IPA di sekolah tersebut. Belum maksimalnya prestasi belajar siswa merupakan suatu masalah yang harus dicarikan aalternatif penanggulagannya. Berdasarkan wawancara dengan guru IPA di sekolah tersebut dan pengamatan peneliti, pembelajaran yang selama ini dilakukan guru kurang melibatkan siswa. Guru menggunakan pola pembelajaran konvensional, yang menjelaskan konsep atau prosedur dengan sedikit tanya jawab, siswa tidak terlibat secara optimal dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Untuk menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan alternatif pembelajaran dengan interaksi langsung yang sangat bervariasi dalam proses belajar mengajar salah satunya adalah interaksi pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar yang beriorientasi pada peningkatan potensi siswa yaitu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat pada diri siswa untuk secara langsung mempunyai pengalaman belajar dengan lingkungan yang nyata.

62

63

Untuk melaksanakan pembelajaran IPA Terpadu berbasis masalah dengan pendekatan jelajah alam sekitar diperlukan perangkat pembelajaran yang sesuai. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disebutkan bahwa pada dasarnya pembelajaran IPA berupaya untuk membekali siswa dengan berbagai kemampuan tentang cara mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara mendalam. Analisis karakteristik digunakan untuk menelaah karakteristik siswa kelas VII SMP Negeri 1 Karangtengah yang meliputi perkembangan kognitif, kemampuan akademik dan latar belakang sosial ekonomi. Berdasarkan informasi dari pihak sekolah maka hasil analisis karakteristik siswa sebagai berikut : 1. Kemampuan akademik siswa SMP Negeri 1 Karangtengah kelas VII tahun pelajaran 2010/2011 memiliki kemampuan yang beragam terdiri dari siswa yang dikategorikan kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah. 2. Latar belakang ekonomi orang tua siswa beragam, antara lain : Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pedagang, Wiraswasta, Petani dan lain-lain Guru IPA yang mengajar di SMP Negeri 1 Karangtengah berasal dari generasi yang berbeda dengan gaya mengajar yang berbeda pula. Yang muda energik dan suka hal-hal yang baru sedangkan yang tua agak sulit untuk melakukan perubahan dalam hal proses belajar mengajar terutama dalam penggunaan media pengajaran seperti pemanfaatan lingkungan sekitar, pemanfaatan Teknologi IT. Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah selama ini banyak menggunakan metode ceramah dan diskusi kelas. Guru jarang berkreativitas dalam proses belajar mengajar. Sehingga proses pembelajaran berlangsung monoton dan

64

kadang membosankan. Untuk fasilitas penunjang proses pembelajaran dapat dikatakan belum lengkap karena disetiap kelas belum sepenuhnya dilengkapi adanya LCD dan laptop. Selanjutnya setelah mengetahui karakteristik siswa dilakukan analisis tugas Analisis tugas dilakukan dengan merinci isi mata ajar dalam bentuk garis besar. Analisis tugas mencakup analisis struktur isi, analisis prosedural, analisis proses informasi, analisis konsep, dan analisis tujuan pembelajaran. Hasil akhir dari analisis tugas adalah tertuang dalam Materi Ajar dan Lembar Kegiatan Siswa sebagai perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian. Selanjutnya menentukan urut-urutan konsep, tujuan langkah ini adalah untuk menetapkan urut-urutan konsep yang akan dibahas dalam proses pembelajaran. Pemetaan konsep atau materi harus benar-benar dipertimbangkan sehingga semua disusun berdasarkan pengetahuan atau keterampilan yang dikuasai oleh siswa pada pelajaran sebelumnya atau pada tahap lebih awal dari pelajaran. Pemetaan konsep atau tugas pada pengembangan perangkat ini, ditulis secara berurutan dengan memulai dari pembahasan pengetahuan yang sederhana kemudian dilanjutkan dengan pengetahuan yang lebih kompleks. Pemetaan konsep Fisika, Biologi, Kimia yang sesuai dengan tema pembelajaran untuk konsep Pencemaran Lingkungan diambil dari Kelas VII semester 1 dan 2. Urut-urutan konsepnya pada Tabel 4.1 adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Ringkasan urutan pemetaan konsep IPA Terapdu No. Konsep 1. Fisika 2. Kimia 3. Biologi Materi Pengukuran Perubahan zat Pengamatan gejala alam Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan RPP 1 RPP 2 RPP 3

65

Kerusakan Ekosistem air Pencemaran air sungai Pencemaran tanah Pencemaran udara Konsep Fisika materi Pengukuran

RPP 4 RPP 5 RPP 6 RPP7

disajikan pada rencana pelaksanaan disajikan pada rencana

pembelajaran 1, konsep Kimia materi Perubahan Zat

pelaksanaan pembelajaran 2, konsep Biologi materi Pengamatan gejala alam disajikan pada rencana pelaksanaan pembelajaran 3, konsep Biologi materi

Manusia dan Lingkungan terdiri dari sub konsep Kerusakan Ekosistem air sungai disajikan pada rencana pelaksanaan pembelajaraan 4, sub konsep materi Pencemaran air sungai disajikan pada rencana pelaksanaan pembelajaraan 5, sub konsep materi Pencemaran Tanah disajikan pada rencana pelaksanaan

pembelajaran 6 dan sub konsep materi Pencemaran udara disajikanpada rencana pelaksanaan pembelajaran 7. Langkah berikutnya merumuskan tujuan pembelajaran, hasil analisis tugas dan analisis konsep akan digunakan sebagai acuan perumusan tujuan pembelajaran khusus yang dinyatakan dengan tingkah laku sebagai penjabaran dari kompetensi dasar. Indikator pencapaian hasil belajar disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Rangkaian tujuan ini merupakan dasar untuk desain perangkat pembelajaran dan penyusunan tes. Sesuai dengan analisis tugas dan analisis konsep di atas, maka dapat disusun indikator pencapaian hasil belajar untuk RPP 1 hingga RPP 7. Strategi kegiatan belajar mengajar yang dipersiapkan adalah mengacu pada sintaks pembelajaran berdasar masalah seperti tertuang dalam Arends(2006). Untuk

66

melengkapi model pembelajaran tersebut, sesuai dengan ciri khas model pembelajaran berbasis masalah, metode yang digunakan adalah diskusi, sedangkan strategi yang digunakan adalah strategi belajar kooperatif. Kegiatan pemilihan dan sumber belajar disesuaikan dengan hasil analisis tugas, karakteristik siswa, dan ketersediaan alat dan bahan yang ada pada SMP Negeri 1 Karangtengah. Bidang layanan penunjang yang harus diperhatikan selama pengembangan perangkat pembelajaran, yaitu anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan, tenaga penunjang, dan penjadwalan. Instrumen evaluasi yang dikembangkan ada dua macam yaitu 1) instrumen evaluasi untuk mengukur hasil belajar, dan 2) instrumen evaluasi untuk mengukur kualitas proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Setelah terbentuk desain awal perangkat pembelajaran (draft 1) maka akan dilakukan validasi oleh para validator, pendapat validator digunakan untuk menguji validitas. Dalam hal ini setelah perangkat pembelajaran dibuat dengan aspek-aspek yang akan diukur berlandaskan teori, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan validator. Para validator akan memberikan pendapat perangkat dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau mungkin diperbaiki secara total. Validasi yang pertama dilakukan dengan meminta bantuan ahli yaitu dua orang dosen pembimbing. Validasi pakar terutama dilakukan untuk validasi isi dan perangkat pembelajaran dan instrumen yang akan digunakan. Para validator memberikan masukan terhadap perangkat dan instrumen dengan ketentuan bahwa, perangkat dan instrumen dapat digunakan jika tidak ada perbaikan lagi.

67

Perangkat pembelajaran yang telah divalidasi oleh pakar dilakukan revisi sedikit tentang tata cara penulisan, sedangkan substansinya atau isinya telah disetujui, setelah direvisi kemudian dikonsultasikan kembali pada dosen pembimbing. Setelah disetujui, perangkat pembelajaran dan instrumen diujicobakan pada kelas terbatas yang tidak dijadikan subjek penelitian. Kemudian revisi perangkat pembelajaran dilakukan setelah semua perangkat yang dikembangkan selesai disusun. Kegiatan revisi dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat. Pada penelitian ini, revisi dilakukan berdasarkan masukan dan penilaian yang diperoleh dari kegiatan validasi pakar, simulasi RPP, dan kegiatan ujicoba. Perangkat pembelajaran yang perlu direvisi adalah materi ajar, rencana pembelajaran, lembar kegiatan siswa, dan instrumen tes hasil belajar. Setelah direvisi maka terbentuklah draft 2. Sedangkan instrumen lain seperti lembar observasi dan angket tidak dilakukan revisi, karena instrumen tersebut diadopsi dan disesuaikan dengan model