dr eka, gangguan pendengaran

43
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN I. ANATOMI TELINGA Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam. TELINGA LUAR Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga

Upload: icha

Post on 11-Dec-2015

177 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pendengaran

TRANSCRIPT

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

I. ANATOMI TELINGA

Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.

TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula

mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri

atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot

intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.

Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang

terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri

dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus

yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di

belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus

conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang

berada di atas tragus, cymba conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus

akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis

yang merupakan struktur depresif di dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari

daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang

berada di bagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan meatus

akustikus eksternus.

Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga

luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang menghubungkan

auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnyalebih kurang 1 inchi atau

kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik

auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke

bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran

timpani.

Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian

dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit, dan

sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula

seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna

coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah

masuknya benda asing.

Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari n.auriculotemporalis

dan ramus auricularis n. vagus. Sedangkan aliran limfemenuju nodi parotidei superficiales,

mastoidei, dan cervicales superficiales.

MEMBRAN TIMPANI

Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.

Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf

ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh

ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini

menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo.

Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm. Pinggirnya

tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus timpanicus, di bagian

atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis

anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada

membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika tersebut lemas dan disebut pars flaccida.

Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada

permukaan dalam membran timpani oleh membran mucosa. Membran tympan sangat peka

terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh n.auriculotemporalis dan ramus

auricularis n. vagus.

Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari

dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh

lengkung pertama cochlea yang ada di bawahnya. Di atas dan belakang promontorium

terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi

medial fenestra terdapat perilympha scala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior

promontorium terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran

timpani sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala

timpani.

Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas ke belakang pada

dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan ini menyokong

m. tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut

processus cochleariformis. Di sekeliling takik ini tendo m. tensor timpani membelok ke

lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu manubrium mallei.

Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas promontorium dan

fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis nervi facialis. Sesampainya di

dinding posterior, prominentia ini melengkung ke bawah di belakang pyramis.

TELINGA TENGAH

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang

dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi

meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam.

Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih

kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan

nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid.

Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding

lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen

timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan

kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai

dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin

sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus

superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis

tulang yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada bagian atas dinding

anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih ba-

wah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dala saluran

untuk m. tensor tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini

diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat.

Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu

auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil,

disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar dinding

lateral dibentuk oleh membran timpani.

TULANG-TULANG PENDENGARAN

Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus,

inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang.

Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus

longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateral is. Caput mallei

berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit

di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat

pada permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat melalui membran

timpani pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil

yang dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus

lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membran

timpani.

Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat

dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah di belakang dan

sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi

dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang dapat dilihat

pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan dilekatkan pada

dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen.

Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis kecil

dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan tempat

insersio m. stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat pada basis

yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin

fibrosa, yang disebut ligamentum annulare.

TUBA EUSTACHIUS

Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan

medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga

bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan

melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan

tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing.

ANTRUM MASTOID

Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis

temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum, diameter

auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.

Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad antrum,

dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral

tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan

dengan kanalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang,

yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan meninges pada fossa kranii media dan lobus

temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan

cellulae mastoideae.

TELINGA DALAM

Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga

tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam

tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus

membranosa di dalam telinga dalam osseus.

Gambar 1. Telinga Dalam

TELINGA DALAM OSSEUS

Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis, dan

cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substantia kompakta

tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di

dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.

Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior

terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis sennicircularis. Pada dinding lateralnya

terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan

fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Di dalam vestibulum

terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus.

Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior, dan

lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran

di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang,

salah satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus

semicircularis.

Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus terhadap

sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal, tetapi terletak

sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis lateralis terletak horizontal

pada dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis nervi facialis.

Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior

vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus ini

dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran

berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk

kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama

dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.

Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.

Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir spiral, yaitu lamina spiralis,

mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis dan membagi canalis ini. Membran

basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga

membelah canalis cochlearis menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di

sebelah bawah. Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis

stapedis dan ligamentum annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam scala tympani

dipisahkan dari cavum timpani oleh membrana tympani secundaria pada fenestra cochleae.

1. 3. 2. TELINGA DALAM MEMBRANACEUS

Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan berisi

endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus terdiri atas

utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus semicircularis,

yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus cochlearis yang terletak di

dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan dengan bebas.

Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan

dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus

utriculosaccularis.

Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah dijelaskan

di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan

berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus. Saccus ini terletak di

bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa ossis temporalis.

Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus yang peka

terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.

Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis

semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus satu

terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai atau berhenti

bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang, kecepatan gerak

endolympha di dalam ductus semicircularis akan berubah sehubungan dengan hal tersebut

terhadap dinding ductus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensorik di

dalam ampulla ductus semicircularis.

Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan

dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang terletak di atas

membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan mengandung receptor-

receptor sensorik untuk pendengaran.

1. 4. PERDARAHAN TELINGA

Perdarahan telinga terdiri dari 2 macam sirkulasi yang masing – masing secara

keseluruhan berdiri satu–satu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan satu lagi

memperdarahi telinga dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara keduanya.

Telinga luar terutama diperdarahi oleh cabang aurikulo temporal a.temporalis

superficial di bagian anterior dan dibagian posterior diperdarahi oleh cabang

aurikuloposterior a.karotis externa.

Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang mempunyai banyak

sekali anastomosis. Cabang timpani anterior a.maxila externa masuk melalui fisura

retrotimpani. Melalui dinding anterior mesotimpanum juga berjalan aa.karotikotimpanik

yang merupakan cabang a.karotis ke timpanum .dibagian superior,a.meningia media

memberikan cabang timpanik superior yang masuk ketelinga tengah melalui fisura

petroskuamosa.A.meningea media juga memberikan percabangan a.petrosa superficial yang

berjalan bersama Nervus petrosa mayor memasuki kanalis fasial pada hiatus yang berisi

ganglion genikulatum. Pembuluh-pembuluh ini beranastomose dengan suatu cabang

a.auricula posterior yaitu a.stilomastoid, yang memasuki kanalis fasial dibagian inferior

melalui foramen stilomastoid. Satu cabang dari arteri yang terakhir ini, a.timpani posterior

berjalan melalui kanalikuli korda timpani.Satu arteri yang penting masuk dibagian inferior

cabang dari a.faringeal asendenc.arteri ini adalah perdarahan utama pada tumor glomus

jugular pada telinga tengah.

Tulang-tulang pendengaran menerima pendarahan anastomosis dari arteri timpani

anterior, a.timpani posterior, suatu arteri yang berjalan dengan tendon stapedius, dan cabang

– cabang dari pleksus pembuluh darah pada promontorium. Pembuluh darah ini berjalan

didalam mukosa yang melapisi tulang-tulang pendengaran, memberi bahan makanan kedalam

tulang. Proses longus incus mempunyai perdarahan yang paling sedikit sehingga kalau terjadi

peradangan atau gangguan mekanis terhadap sirkulasinya biasanya mengalami necrosis.

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a. labirintin) yang

berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu

end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.

Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :

1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula

sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian

dari utrikulus dan sakulus.

2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis

semisirkularisposterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal

darikoklea.

3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri

spiral yang mendarahi organ corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir

pada stria vaskularis. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena

auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus

koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir

pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis

semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan

masuk ke sinus sigmoid.

Aliran vena telinga luar dan tengah dilakukan oleh pembuluh–pembuluh darah yang

menyertai arteri v.emisari mastoid yang menghubungkan kortek keluar mastoid dan sinus

lateral.Aliran vena telinga dalam dilakukan melalui 3 jalur aliran .dari koklea putaran tengah

dan apical dilakukan oleh v.auditori interna.Untuk putaran basiler koklea dan vestibulum

anterior dilakukan oleh v.kokhlear melalui suatu saluran yang berjalan sejajar dengan

akuadutus kokhlea dan masuk kedalam sinus petrosa inferior.Suatu aliran vena ketiga

mengikuti duktus endolimfa dan masuk ke sinus sigmoidpleksus ini mengalirkan darah dari

labirin posterior.

1. 5. PERSARAFAN TELINGA

Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabang–cabang sensoris dari cabang

aurikulotemporal saraf ke–5 (N. Mandibularis) dibagian depan, dibagian posterior dari

Nervus aurikuler mayor dan minor, dan cabang–cabang Nervus Glofaringeus dan

Vagus.Cabang NervusVagus dikenal sebagai NervusArnold. Stimulasi saraf ini menyebabkan

reflek batuk bila teliga luar dibersihkan.Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior

dipersarafi oleh cabang sensorik Nervus Fasial .

Tuba auditiva menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan saraf–saraf

yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh Nervus Cranialis VII dan IX.

M.tensor timpani dipersarafi oleh Nervus Mandibularis (Nervus Cranial V).sedangkan

M.Stapedius dipersarafi oleh Nervus Fasialis.

Korda timpani memasuki telinga tengah tepat dibawah pinggir posterosuperior sulkus

timpani dan berjalan kearah depan lateral ke prosesus longus inkus dan kemudian kebagain

bawah leher maleus tepat diatas perlekatan tendon tensor timpani setelah berjalan kearah

medial menuju ligamen maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.

II. FISIOLOGI TELINGA

2. 1. FISIOLOGI PENDENGARAN

Pendengaranadalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor khusus

untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara

hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam

prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi secara

alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh

telinga luar dan telinga tengah.

Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran

telinga luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun telinga mereka ke

arah sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak gelombang suara, tetapi daun telinga

manusia relatif tidak bergerak. Karena bentuknya, daun telinga secara parsial menahan

gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang dan, dengan demikian,

membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri

ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang

terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut

mencapai telinga satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga

yang terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial

mengganggu perambatan gelombang suara. Korteks pendengaran mengintegrasikan semua

petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi sumber suara. Kita sulit menentukan sumber

suara hanya dengan satu telinga.

Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar

sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi

dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut

menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

2.2. PERAN TULANG OSSIKULA PADA TELINGA TENGAH

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di telinga

dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat

bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah.

Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat

ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar

sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak

dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke

jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan

gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan

frekuensi gelombang suara semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan

tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang

berkaitan dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara dan udara

untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani

jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika

gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan gaya/satuan

luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis

tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela

oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval.

Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea.

Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu sistem

tubulus bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih mudah untuk

memahami komponen fungsional koklea, jika organ tersebut "dibuka gulungannya", seperti

diperlihatkan dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi menjadi tiga kompartemen

longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala

media, membentuk kompartemen tengah. Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah

koklea, hampir mencapai ujungnya. Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti

kontur bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar

spiral. Cairan di dalam duktus koklearis disebutendolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani

keduanya mengandung cairan yang sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung

duktus koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut

helikotrema. Skala vestibuli disekat dare rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat

melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis membran lainnya, yakni jendela bundar, menyekat

skala timpani dari telinga tengah. Membrana vestibularis yang tipis memisahkan duktus

koklearis dare skala vestibuli. Membrana basilaris membentuk lantai duktus koklearis,

memisahkannya dare skala timpani. Membrana basilaris sangat penting karena mengandung

organ Corti, organ untuk indera pendengaran.

Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe ditimbulkan oleh

getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala vestibuli, mengitari helikotrema,

dan melalui skala timpani, menyebabkan jendela bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan

skala vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya

menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifan

reseptor untuk suara dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti

pada bagian atas membrana basilaris yang bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap

membrana tektorial di atasnya. (b) Berbagai bagian dart membrana basilaris bergetar secara

maksimal pada frekuensi yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan

kaku, yang terletak paling dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum pada nada

berfrekuensi tinggi. Membrana basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar

maksimum pada nada-nada berfrekuensi rendah.

2.3. PERAN ORGAN CORTI PADA COCHLEA

Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh panjangnya

mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut

menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami

perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut ini

secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-rumah

yang menggantung di atas, di sepanjang organ Corti.

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan

timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan,

tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol

ke dalam: (1) perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi membrana basilaris. Pada jalur

pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian

mengelilingi helikotrema; dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut

menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk

mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela

oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah

posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara;

tetapi hanya menghamburkan tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil

"jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana

vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris

ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol

ke luar-masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang

tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke

bawah, atau bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti

menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu

membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam

membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambutrambut tersebut akan membengkok ke

depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana

tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan saluran-

saluran ion gerbang-mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini

menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantianpotensial

reseptor—dengan frekuensi yang sama dengan rangsangan suara semula.

Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi

dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis).

Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergeser ke atas) meningkatkan

kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di

serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel

rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu

membrana basilaris bergerak ke bawah).

Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan-

gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju-mundur

rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut

menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel, reseptor, yang

menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan

kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang

suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai suara.

Bagan 1. Fisiologi Pendengaran

2.2 Fisiologi Pendengaran

2.3 Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak

Umumnya seseorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih

dahulu diketaui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara (delayed speech).

Gangguan pendengaran dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Tuli sebagian (hearing impaired) yaitu keadaan fungsi pendengaran berkurang namun

masih dapat dimanfaatkan untuk komunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu

dengar

2. Tuli total (deaf) yaitu keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya

sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi

(amplikasi).

2.3.1 Perkembangan Auditorik

Perkembangan auditorik sangat berhubungan dengan perkembangan otak. Neuron

dibagian korteks mengalami proses pematangan dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan,

dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat.

2.3.2 Perkembangan Auditorik Pranatal

Koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi 20 minggu

dan janin sudah memberikan respon terhadap suara disekitarnya namun reaksi janin masih

bersifat refleks seperti refleks moro, terhentinya aktivitas (cessation reflex) dan refleks

auropalpebral. Kuczware dkk (1984) membuktikkan respon terhadap suara berupa refleks

auropalpebral yang konsisten pada janin normal usia 24-25 minggu.

2.3.3 Perkembangan Wicara

Bersamaan dengan proses maturasi fungsi auditorik, berlangsung pual perkembangan

kemampuan bicara. Kemahiran bicara dan berbahasa dapat tercapai bila input

sensorik(auditorik) dan motorik dalam keadaan normal.

Tahapan perkembangan bicara

Neonatus : menangis (reflex vocalization), mengeluarkan suara mendengkur seperti suara

burung (cooing), suara seperti berkumur (gurgles)

2-3 bulan : tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling)

4-6 bulan : mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf hidup (vowel) dan huruf

mati (konsonan), suara berupa ocehan yang bermakna (true babbling atau lalling) seperti “pa

pa, da da”

7-11 bulan : dapat menghubungkan kata/suku kata yang tidak mengandung arti, terdengar

seperti bahasa asing ( jargon). Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri (echolallia),

memahami arti “tidak”, mengucapkan salam, mulai member perhatian terhadap nyanyian atau

music.

12-18 bulan : mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek, mulai mengucapkan kata

pertama yang mempunyai arti (true speech), usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana,

menunjukkan bagian tubuh dan nama mainannya, usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-10

kata.

Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak.

12 bulan : belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi

18 bulan : tidak dapat menyebut 1 kata yang mempunyai arti

24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata

30 bulan : belum dapat merangkai 2 kata

2.3.4 Penyebab gangguan pendengaran pada bayi/anak

a. Masa prenatal

1. Genetic herediter

2. Non genetic seperti gangguan/ kelainan pada masa kehamilan, kelaina struktur

anatomic dan kekurangan zat gizi (seperti defisiensi yodium)

Selama kehamilan periode yang paling penting adalah trimester pertama sehingga

gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa tersebut dapat menyebabkan ketulian pada

bayi. Infeksi bakteri maupun virus pada ibu hamil seperti toksoplasmosis, rubella,

cytomegalovirus, herpes dan sifilis (TORCHS) dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi

yang akan dilahirkan.

Beberapa obat ototoksik dan teratogenik berpotensi menggangu proses organogenesis

dan merusak sel-sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro streptomisin,

gentamisin, barbiturate, thalidomide dll. Selain itu malformasi struktur anatomi telinga

seperti atresia liang telinga dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian.

b. Masa perinatal

1. Premature

2. BBLR (<2500 gr)

3. Hiperbilirubinemia

4. Asfiksia (lahir tidak menangis)

Umumnya ketulian yang terjadi akibat factor prenatal dan perinatal adalah tuli

sensorineural bilateral denga derajat ketulian berat atau sangat berat.

c. Masa postnatal

Adanya infejsi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis, infeksi otak

(meningitis, ensefalitis), pendarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga dapat

menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.

2.3.5 Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

Dalam keadaan normal seorang bayi memiliki kesiapan komunikasi yang efektif pada

usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya

gangguan pendengaran. Pemeriksaan harus diulang atau perlu dilakukan pemeriksaan

tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya sesuai usia dan taraf

perkembangan motorik sensorik anak.

- Behavioral Observation Audiometry

Penting untuk mengetahui respons subyektif system audiometric pada bayi dan anak, dan

juga bermanfaat untuk penilaian habilitas pendengaran yaitu pada pengukuran alat bantu

dengar (hearing aid fitting). Pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap tahap usia

perkembangan bayi namun harus sesuai dengan usia bayi.

1. Behavior Reflex Audiometry

Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat refleks sebagai reaksi terhadap

stimulus bunyi. Respon yang dapat diamati seperti mengejapkan mata (auropalpebra reflex),

melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu

(cessation reflex), denyut jantung meningkat, refleks moro (paling konsisten) yaitu gerakan

lengan dan kaki yang terjadi ketika bayi baru lahir dikejutkan oleh suara atau gerakan keras.

Refleks autopalpebra dan moro rentan terhadap efek habitualis artinya jika stimulus diberikan

berulang-ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak member respon walaupun dapat

mendengar. Stimulus dengan intensitas sekitar 65-80 dBHL diberikan melalui loudspeaker

merupana metode sound field atau free field test.

2. Behavior Response Audiometry

Bayi normal usia 5-6 bulan, stimulus akustik hasilkan pola respons khas berupa menoleh

atau menggerakkan kepala kea rah sumber bunyi diluar lapang pandang. Awalnya gerakan

kepala hanya pada bidang horizontal, dan dengan bertambahnya usia bayi dapat melokalisir

sumber bunyi dari ar4ah bawah. Selanjutnya bayi mampu mencari sumber bunyi dari bagian

atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi dari segala arah akan tercapai

pada usia 13-16 bulan.

Tes Distraksi

Respon terhadap stimulus bunyi adalah menggerakkan bola mata atau menoleh kea rah

sumber bunyi. Bila tidak ada respons terhadap stimulus bayi, pemeriksaan diulangi sekali

lagi. Kalau tetap tidak berhasil, pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu kemudian.

Seandainya tidak ada respons, harus dilakukan pemeriksaan audiologik lanjutan yang lebih

lengkap.

Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontrol neuromotor berupa

kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang.

3. Play Audiometry ( usia 2-5 tahun)

Tehnik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi Disertai pengamatan respons

motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak

dilatih (conditioned) untuk memasukkan benda tertentu ke dalam kotak segera setelah

mendengar bunyi. Diperlukan 2 orang pemeriksa, yang pertama bertugas memberikan

stimulus melalui audometer sedangkan pemeriksa kedua melatih anak dan mengamati

respons. Stimulus biasanya diberikan melalui handphone. Dengan mengatur frekuensi dan

menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulkan respons dapat

ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu (spesifik).

- Timpanometri

Untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya

cairan atau tekanan negative di telinga tengah ) merupakan petunjuk adanya gangguan

pendengaran konduktif. Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes

OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda

sampai telinga tengah normal. Refleks akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip

dengan dewasa.

- Audiometri Nada Murni

Dilakukan dengan audiometer, dan hasil pencatatannya disebut audiogram. Dapat

dilakukan pada anak usia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sumber suara menggunakan nada

murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan

pada ruangan kedap suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara ( air conduction)

melalui handphone pada frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Hantaran

suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa dengan memasang bone vibrator pada

prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang

biasa digunakan antara 10-100 dB (masing-masing kelipatan 10), secara bergantian pada

kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiogram

untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.

- Otoacoustic Emission (OAE)

Merupakan pemeriksaan elektrofisologik untuk menilai fungsi koklea yang objektif,

otomatis (menggunakan criteria pass/ lulus dan refer/ tidak lulus), tidak invasive, mudah,

tidak membutuhkan waktu yang lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program

skrining pendengaran bayi baru lahir ( Universalnewborn Hearing Screening).

Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik,

selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energy bunyi tidak

dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip

dengan peristiwa echo (Kemp acho). Produk sampingan koklea ini selanjutnya disebut

sebagai emisi otoakustik (Otoacoustic amission). Koklea tidak hanya menerima dan

memproses bunyi tetapi juga dapat memproduksi energy bunyi dengan intensitas rendah yang

berasal dari sel rambut luar koklea (outer hair cells). Terdapat 2 jenis OAE yaitu spontaneous

OAE (SPOAE) dan Evoked OAE. SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk

memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun tidak semua orang dengan

pendengaran normal mempunyai SPOAE. EOAE hanya akan timbul bila diberikan stimulus

akustik yang dibedakan menjadi : Transient Evoked OAE (TEOAE) dan Distortion Product

OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus akustik berupa click sedangkan DPOAE

menggunakan stimulus berupa 2 buah nada murni yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.

Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang. Pada mesin OAE generasi terakhir nilai

OAE secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang terjadi selama pemeriksaan. Artefak

yang terjadi akan diseleksi saat itu juga (real time). Hal tersebut menyebabkan nila sensitifitas

dan spesifitas OAE yang tinggi. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan pemilihan

probe (sumbatan liang telinga) sesuai ukuran liang telinga. Sedative tidak diperlukan bila

bayi dan anak koperatif.

- Brainstem Evoked Response Audiometry

Istilah lainnya Auditory Brainstem Response (ABR). BERA merupakan pemeriksaan

elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasive.

Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.

2.3.6 Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Bayi

Pedoman registrasi resiko tinggi terhadap ketulian menurut Committee on Infant Hearing

(2000).

Untuk bayi 0-28 hari

1. Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir

2. Infeksi mata hamil : toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes, sifilis (TORCHS)

3. Kelainan kraniofasial termasuk kelainan pada pinna dan liang telinga

4. Berat badan lahir < 1500 gr = 3.3. lbs

5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar (exchange transfusion)

6. Obat ototoksik

7. Meningitis bacterial

8. Nilai Apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima

9. Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU (Neonatal ICU)

10. Sindroma yang berhubungan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir

Untuk bayi usia 29 hari- 2 tahun

1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan

bicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.

2. Riwayat keluarga dengan ganguan pendengaran yang menetap sejak masa anak-anak.

3. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui

mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural, konduktif atau gangguan fungsi tuba

Eustachius.

4. Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasuk

meningitis bakterialis.

5. Infeksi intrauterine seperti toksoplasma, rubella, virus cytomegalo, herpes, sifilis.

6. Adanya factor sisiko tertentu pada masa neonates, terutama hiperbilirubinemia yang

memerlukan tranfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan ventilator serta

kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).

7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif

seperti Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis

8. Adanya kelainanneurodegenratif seperti Hunter syndrome, dan kelainan neuropati

sensomotorik misalnya Frienderich’s ataxia, Charrot-Marie Tooth syndrome.

9. Trauma kapitis

10. Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3

bulan.

Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan

mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki

faktor risiko. Bila terdapat 3 buah faktor risiko kecenderungan menderita ketulian

diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak memiliki faktor risiko. Pada

bayi baru lahir yang dirawat di ruangan intensif (ICU) risiko untuk mengalami ketulian 10

kali lipat dibandingkan dengan bayi normal. Saat ini baku emas pemeriksaan skrining

pendengaran pada bayi adalah OAE dan Automated ABR.

2.4 Gangguan Pendengaran pada Geriatri

Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada usia lanjut

dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok

geriatri umumnya tuli sensorineural, namun dapat juga tuli konduktif atau tuli campuran.

Organ-organ pendengaran akan mengalami proses degeneratif. Pada telinga luar

terjadi perubahan pada berkurangnya elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga.

Kelenjar-kelenjar sebasea dan seruminosa mengalami gangguan fungsi sehingga produksinya

berkurang, juga terjadi penyusutan jaringan lemak sebagai bantalan di sekitar liang telinga.

Hal ini menyebabkan kulit daun telinga maupun liang telinga menjadi kering dan mudah

mengalami trauma. Serumen cenderung mengumpul, mengeras, dan menempel dengan

jaringan kulit liang telinga.

Bagian liang telinga 2/3 dalam mudah luka saat mengeluarkan kotoran karena kulit

yang melapisinya lebih tipis. Serumen cenderung menumpuk karena terjadi peningkatan

produksi serumen dari bagian 1/3 liang telinga, bertambah banyaknya rambut liang telinga,

yang tampak lebih tebal dan panjang. Bagian telinga lain seperti membran timpani, tulang-

tulang pendengaran, otot-otot di telinga tengah juga mengalami perubahan walaupun tidak

terlalu bermakna.

Perubahan mikroskopis struktur telinga tengah menurut Etholm dan Belai (1974)

didapatkan:

1. Membran timpani menipis dan lebih kaku

2. Arthritis sendi sering terjadi pada antar tulang-tulang pendengaran

3. Atrofi dan degenerasi serabut-serabut otot pendengaran di telinga tengah

4. Proses penulangan dan perkapuran pada tulang rawan di sekitar Tuba Eustachius.

Struktur telinga bagian dalam yaitu sensorik, saraf, pembuluh darah, jaringan

penunjang, maupun sinaps saraf, rentan terhadapat proses degeneratif. Organ corti paling

rentan terhadap proses degeneratif. Perubahan pada sel-sel rambut luar di bagian basal koklea

sangat besar pengaruhnya dalam penurunan ambang pendengaran pada usia lanjut.

2.4.1 Tuli Konduktif pada Geriatri

Pada telinga luar dan telinga tengah proses degeneratif dapat menyababkan kelainan

berupa;

1. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran pinna daun telinga

2. Atrofi dan bertambah kakunya liang telinga

3. Penumpukan serumen

4. Membran timpani bertambah tebal dan kaku

5. Kekauan sendi tulang-tulang pendengaran

Kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi kelenjar serumen

berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga terjadi serumen prop,

membran timapani bertambah kaku dan tebal , kekakuan pada persendian tulang-tulang

pendengaran menyebabkan tuli konduksi.

2.4.2 Tuli Sensorineural pada Geriatri

Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya pada usia 65 tahun,

simetris pada telinga kiri dan kanan, terjadi pada frekuensi 1000 Hz atau lebih.

- Etiologi

Presbikusis merupakan akibat proses degenerasi yang memiliki hubungan dengan

faktor-faktor herediter, pola makanan, arterioskerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat

multifaktor. Progresifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin,

laki-laki lebih cepat dibandingkan perempuan.

- Patologi

Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada

koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada

organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria

vaskularis. Ukuran sel-sel ganglion, saraf, dan myelin akson saraf juga mengalami penurunan

jumlah.

- Klasifikasi

Berdasrkan perubahan patologik yang trjadi, Schuknecht dkk menggolongkan

presbikusis menjadi 4 jenis yaitu

No. Jenis Patologi

1. Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti, jumlah sel-sel

rambut dan sel-sel penunjang berkurang.

2. Neural Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berurang.

3. Metabolik

(Strial

presbycusis)

Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun.

Fungsi sel dan keseimbangan bio-kimia/bioelektrik koklea

berkurang.

4. Mekanik

(Cochlear

presbycusis)

Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis.

Atrofi ligamentum spiralis.

Membran basilaris lebih kaku.

Gejala Klinik

Keluhan utama presbukusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan

dan progresif, simetris pada kedua telinag. Kapan berkurangnya pendenngan tidak diketahui

pasti.

Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat

mendengar suara percakapan, tapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan

cepat di tempat dengan latar belakang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara

ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf

(recruitment).

Diagnosis

Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membran timpani suram, mobilitasnya

berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometrik nada

murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris.

Pada tahap awal terdapat penurunan tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz. Ini

khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.

Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar,

kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada tahap lanjut

terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.

Pemeriksaan audiometrik tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara

(speech discrimination). Tampak pada presbikusis neural dan koklear.

Penatalaksanaan

Rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan

alat bantu dengar (hearing aid). Perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran

(speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training).