Download - SYOK fix.docx

Transcript

2

Case Report Session (CRS)SYOK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Disusun Oleh :

Fatkhanah Tuse F: 4151121474Ingrid Susanti: 4151121446Siti Komalasari: 4151121460Sigit Indra B: 4151121458Diah Astrid K: 4151121404Astri Indah Hapsari: 4151121501Anna Mardiyah : 4151121448Nurul wafa: 4151121478Goesti Yudistira: 4151121423Aulia Putri Ayu: 4151121471Rani Silmi Z: 4151121408

Dokter PembimbingTatat A Agustian, dr., Sp.An., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANICIMAHI2014

BAB IPENDAHULUAN

Syok merupakan suatu ketidaknormalan dari suatu sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenisasi jaringan yang tidak adekuat. Syok juga didefinisikan gangguan sirkulasi yang mengakibatkan gangguan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif.Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh hiporperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. Syok adalah gangguan sistematik yang mempengaruhi multipel organ sistem. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ. Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ. Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat.Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama syok sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat menguasai life support measure yang meliputi airway-breathing-circulation dan brain support, langkah yang penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi SyokSyok merupakan suatu ketidaknormalan dari suatu sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenisasi jaringan yang tidak adekuat. Syok juga didefinisikan gangguan sirkulasi yang mengakibatkan gangguan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif.Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh hiporperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. Syok adalah gangguan sistematik yang mempengaruhi multipel organ sistem. Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ. Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ. Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat.

2. Manifestasi Klinis SyokGejala dan tanda syok meliputi beberapa perubahan pada banyak organ, diantaranya :a. Hipertermi (pada syok septik) atau hipotermib. Takikardia, tetapi beberapa kasus atau obat dapat menyebabkan terjadinya bradikardiac. Tekanan darah dapat meningkat pada awal terjadinya syok karena adanya peningkatan cardiac output, tapi akan menurun dengan cepat sejalan dengan bertambah beratnya syok. Tapi bagaimanapun gejala yang paling sering adalah hipotensi.d. Susunan saraf pusat juga dapat terkena. Adanya perubahan kepribadian yang berkembang menjadi gelisah biasa ditemukan dini pada kasus syok. Pada syok tingkat lanjut akan timbul suatu confusion dan menjadi komae. Pada kardiovaskular, bila terjadi perubahan denyut jantung dan tekanan darah, akan muncul gejala nyeri dada.f. Takipnea, yang dapat mengarah pada distress pernafasan atau gagal nafas.g. Masalah gastrointestinal akibat terhentinya perdarahan ke daerah ini, menyebabkan usus tidak bekerja dan kembung atau terjadi perdarahan di gastrointestinal. Gejalanya berupa nyeri abdomen, mual, muntah, atau diare. Adanya hematemesis dan melena.h. Kulit menjadi pucat, dan dingin. Terjadinya sianosis.i. Terjadi oliguria atau anuria pada syok tingkat lanjut.

3. Klasifikasi SyokSyok pada penderita trauma dapat diklasifikasikan sebagai syok Hemoragik dan non-hemoragik.3.1 Syok HemoragikPerdarahan adalah penyebab syok paling umum setelah trauma dan hampir semua penderita trauma multipel ada komponen hipovolemia. Walaupun syok bukan disebabkan oleh perdarahan, namun akan memberi respon sedikit atau singkat terhadap resusitasi cairan. Karena itu, bila terdapat tanda-tanda syok, maka syok itu dianggap karena hipovolemi.Jenis syok yang paling sering terjadi, disebabkan oleh karena penurunan volume intravaskuler sebesar 15%. Perdarahan atau kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan volume dan tekanan end diastolik ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini mengakibatkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup dan curah jantung yang tidak adekuat. Perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Perkiraan kehilangan cairan dan darah diklasifikasikan berdasarkan presentasi pada penderita semula, klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan syok.

Tabel 1. Klasifikasi perdarahanKelas IKelas IIKelas IIIKelas IV

Kehilangan darah (ml)sampai 750750-15001500-2000>2000

Kehilangan darah (% volume darah)Sampai 1515-3030-40>40

Denyut nadi100>120>140

Tekanan darahNormalNormalMenurunMenurun

Tekanan nadi (mmHg)Normal/naikMenurunMenurunMenurun

Frekuensi pernafasan14-2020-3030-40>35

Produksi urin (ml/jam)>3020-305-15Tidak berarti

CNS/status mentalSedikit cemasAgak cemasCemas, bingungBingung, lesu (lethargic)

Penggantian cairan (hukum 3:1)KristaloidKristaloidKristaloid dan darahKristaloid dan darah

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa perdarahan kelas I ibarat seseorang yang menyumbang satu unit darah, kelas II perdarahan tanpa komplikasi, namun resusitasi cairan kristaloid diperlukan, kelas III keadaan perdarahan dengan komplikasi dimana harus diberikan infus kristaloid dan mungkin penggantian darah, dan perdarahan kelas IV harus dianggap sebagai kejadian preterminal, dan jika tidak diambill tindakan yang sangat agresif penedrita akan meninggal dalam beberapa detik.Dalam melakukan terapi harus diketahui bahwa sejumlah kecil penderita memiliki penyebab syok yang lain (misalnya pada pasien yang memiliki kondisi sekunder seperti tamponade jantung, cedera saraf, atau trauma tumpul yang akan memperberat syok hipovolemik).3.2Syok non hemoragika. Syok KardiogenikSyok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi miokardial yang terganggu.Disfungsi miokardial dapat terjadi dari trauma tumpul jantung, temponade jantung, emboli udara atau yang jarang seperti infark. Bila mekanisme cedera pada toraks berupa deselerasi, harus dicurigai cedera tumpul jantung (blunt). Semua penderita dengan trauma tumpul toraks memerlukan pemantauan EKG terus menerus untuk mengetahui pola cedera dan disritmia. Isoenzyme-CPK dan pemeriksaan isotop jarang dipakai dalam menegakkan diagnosis atau mengelola penderita di bagian gawat darurat. Ekokardiografi dapat dipergunakan dalam menentukan diagnosis dari tamponade atau ruptur katup jantung, tetapi tidak praktis dan karang dapat dilakukan langsung di UGD. Adanya darah dalam rongga perikardium (tamponade jantung) dapat dikenali dengan pemeriksaan ultrasonografi (FAST = Focused Assesment Sonography in Trauma) untuk diagnosisi penyebab syok.Cedera tumpul jantung mungkin merupakan suatu indikasi pemasangan tekanan vena sentral (CVP) secara dini agar dapat memandu resusitasi cairan dalam situasi ini.Tamponade jantung merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada trauma tembus toraks, tetapi dapat terjadi juga pada trauma tumpul toraks. Takikaria, bunyi jantung yang meredam, pelebaran dan penonjolan vena leher dengan hipotensi yang tidak dapat diatasi dengan terapi cairan menandakan tamponade jantung.Tension pneumotoraks dapat memiliki kemiripan keadaaan klinis namun tidak adanyan napas dan hipersonor pada bagiah hemitoraksi yang terkena dapat membedakan tamponade jantung dan tension pneumothoraks. Kedua keadaan ini dapat diatasi dengan menusukkan jarum ke ruang pleura dalam kasus tension pneumotoraks atau ke dalam kantung perikardial untuk tamponade jantung.

b. Syok SepsisSyok sepsis adalah keadaan yang umum dan serius ketika infeksi, yang biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif, menyebabkan syok yang memperlihatkan gambaran syok distributif dan hipovolemik. Endotoksin yaitu lipopolisakarida dinding sel yang dihasilkan oleh sebagian bakteri menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, disertai keluarnya plasma kedalam jaringan. Endotoksin juga memicu serangkaian reaksi sitokin dan koagulan yang rumit, yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan banyak organ (multiple organ failure). Angka kematian pada keadaan ini adalah 30-50%, dan berbagai obat yang dirancang untuk menghambat respon peradangan, termasuk glukokortikoid, tidak dapat menurunkan angka kematian tersebut.Syok karena infeksi yang timbul segera setelah trauma jarang terjadi. Namun, keadaan ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami cedera perut yang tembus serta kontaminasi rongga peritoneal dengan isi usus. Penderita syok septik dengan afebril dan hipotensif secara klinis sukar dibedakan dengan syok hipovolemik, karena keduanya mengalami takikardia, vasokonstriksi kulit, produksi urin yang menurun, tekanan sistolik yang menurun dan tekanan nadi yang mengecil. Penderita dengan syok septik awal mungkin memiliki peredaran volume yang normal, takikardi sedang, kulit berwarna merah jambu yg hangat, tekanan sistolik mendekati normal dan tekanan nadi yang lebar.Syok septik ditandai dengan gejala SIRS (sindroma reaksi inflamasi sistemik) ditambah dengan hipotensi dan gangguan perfusi dimana tekanan sistolik 90x/menit3. Respirasi >20x/menit4. PaCO2 12.000 atau menstabilkan kondisi pasien,> memperbaiki volume cairan sirkulasi darah, > mengefisiensikan sistem sirkulasi darah. > setelah pasien stabil tentukan penyebab syok Secara garis besar, penanganan awal pada syok, yaitu: 1. Posisi tubuh penderita secara umum dibaringkan telentang, tungkai ditinggikan 20-30 cm (30oC) dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.2. Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan minuman 3. Kontrol ABC 4. Segera rujuk ke fasilitas kesehatan 5. Prinsip Dasar Penanganan Syok b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan. 1. Airway dan Breathing Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%. Pertahankan Jalan Nafas yaitu dengan cara: - Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah. - Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). - Berikan oksigen 6 liter/menit - Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT. 2. Sirkulasi kontrol perdarahan Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal. Segera pasang infus intravena untuk dapat mempertahankan sirkulasi, harus segera diperoleh akses ke sistem pembuluh darah. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP). mempertahankan sirkulasi paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat. Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat ditak dapat dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumotoraks atau hemotoraks, pada penderita yang saat itu mungkin sudah tidak stabil. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo- atau hemotoraks. Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya. Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik. 3. Disability pemeriksaan neurologi Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial. 4. Exposure pemeriksaan lengkap Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia. 5. Pemasangan kateter urin Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian cairan pada penderita syok: i. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru. ii. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak). iii. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah. iv. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler. v. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. vi. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan. vii. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri. viii. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah. c. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.b. Secara Khusus1. Syok Hipovolemik (Hemoragik)Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Infus cairan tetap menjadi pilihan pertama dalam menangani pasien hamil. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Respon terhadap cairan dibagi menjadi respon cepat, respon sementara, dan respon minimal atau tanpa respon.Tabel 2. Respon terhadap terapi cairanRespon cepatRespon sementaraTanpa respon

Tanda vitalKembali ke normalPerbaikan sementara. Tensi dan nadi kembali turunTetap abnormal

Dugaan kehilangan darahminimal (10-20%)Sedang, masih ada 20-40%Berat (>40%)

Kebutuhan KristaloidSedikitBanyakBanyak

Kebutuhan darahSedikitSedang sampai banyakSegera

Persiapan darahType spesific dan cross matchType spesificEmergensi

OperasiMungkinSangat mungkinHampir pasti

Kehadiran dini ahli bedahPerluPerluPerlu

2. Syok Kardiogenik a. Secara umum - Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi - Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70-120 mmHg - Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperparah syok, harus diatasi dengan pemberian morfin - Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, keseimbangan asam basa yang terjadi - Bila mungkin pasang cvp b. Medikamentosa - Digitalis bila takiaritmia dan atrium fibrilasi - Sulfas atrofin, bila frekuensi jantung < 50 x/m - Dopamin dan bubutamin - Norefinefrin 2020 mikrogram/kg/menit - Diuretik/furosemid 40-80mg c. Volume ekspansi Bila tidak ada tanda volume overload atau edem paru, ekspansi volum dengan 100 ml bolus dari normal salin setiap 3 menit. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak Output. d. Inotropic Support Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg/menit) pada interval 10 menit. e. Terapi Reperfusi Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan pasien infark miokard akut dan syok kardiogenik.3. Syok Obstruktif Lakukan penanganan syok secara umum, kemudian penanganan sesuai dengan penyebab. Tamponade jantung dilakukan Pericardiosintesis. Emboli paru dilakukan Trombokinase. Atrial Myxoma dan Pneumotoraks dilakukan operasi. 4. Syok Distributif Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin untuk mengurangi daerah penyempitan sfingter prekapiler dan vena dengan mendorong keluar darah yang berkumpul di tempat tersebut. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Tredelenburg). Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, dianjurkan menggunakan endotrakeal tube dan ventilator mekanik. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotrakeal darurat jika terjadi distress respirasi berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 250-500cc bolus dengan pengawasan terhadap tekanan darah, turgor kulit, dan urine output untuk menilai respon terhadap terapi. Dopamin merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Norepinefrin efektif jika dopain tidak adekuat dalam menaikan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin, pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam tubuh. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.Dobutamin berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan selama 4 hari dari awitan untuk syok septik. Pemberian cairan intravena dan obat-obatan (antibiotic dopamin dan vasoptessor) untuk optimalisasi volume inttravaskuler.

Gambar 2. Skema penanganan Syok anafilaktik

BAB IIIKESIMPULAN

Dari pembahasan mengenai syok yang telah disampaikan sebelumnya maka dapat kami simpulkan beberapa hal:1. Syok adalah salah satu sindroma kegawatan dimana sistem peredaran darah gagal menyalurkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ vital sehingga memerlukan penangan intensif dan agresif. 2. Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel 3. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah Basic life support dan dilanjutkan dengan Advance life Support dengan titik penekanan terapi pada karakteristik klinis masing masing syok.

KASUS DAN DISKUSI

SkenarioSeorang pria berusia 40 tahun dengan kaki kiri tidak dapat digerakkan setelah terjatuh dari motor yang menabrak truk. Celana pada bagian paha kiri robek dan basah oleh darah. di tempat kejadian pasien sudah diberikan O2 2 lt/menit oleh petugas.Pem fisik : pasien dapat membuka mata dengan rangsang nyeri TD: 90/60 mmHg ; N: 120x/menit ; R: 30x/menit ; S: 36,7o CSaat dibawa ke UGD, pada pasien terpasang collar neck dan diletakkan di long spine board.Pem. Fisik : pasien dapat membuka mata dengan rangsang nyeri Tanda vital: TD:80/50 mmHg ; N: 120x/menit ; R: 30x/menit ; S: 36,7Status generalis: kepala : konjungtiva anemis -/- lecet di pelipisleher : JVP 5 +2Thorax : paru-paru : vbs kanan=kiri, wheezing -/-, ronkhi -/- Jantung : BJ 1,2 murni regulerAbdomen : Inspeksi : datar, lembut Palpasi : nyeri tekan (-) ; Defans muskular (-) ; pekak samping (-)Ekstremitas : Akral dingin, pucat, CRT >2 detik Fraktur terbuka pada paha kiri, perdarahan aktif

Pembahasan:Pemeriksaan fisik : pasien dapat membuka mata dengan rangsang nyeriTanda vital: TD:80/50 mmHg (adanya fraktur pada Os. Femur kehilangan darah 1.5Lt hipovolemia hipotensi)N: 120x/menit (hipovolemia kompensasi pelepasan katekolamin peningkatan tahanan pembuluh darah perifer peningkatan nadi)R: 30x/menit (hipovolemia Penurunan Oksigenasi jaringan kompensasi respirasi meningkat)Status generalis : Ekstremitas : Akral dingin, pucat, CRT >2 detik (penurunah volume darah hipoperfusi jaringan penurunan pengisian kapiler)Fraktur terbuka pada paha kiri, perdarahan aktif (fraktur os femur rupture arteri dan vena kehilangan darah 1.5 lt syok hipovolemik)

Diagnosis Kerja : Syok HipovolemiaPemeriksaan Penunjang : hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb. Namun resusitasi cairan tidak perlu menunggu hasil laboratorium.PenatalaksanaanAirway & breathing : O2 2-4Lt/ menitCirculation : 1. Stop perdarahan (balut tekan sumber perdarahan)2. Pasang kateter intra vena 2 jalur3. Infus kristaloid RL tetesan cepat sebagai bolus 1-2 L (observasi tanda vital) atur tetesan menjadi rumatan bila tekanan darah sistolik 80-90 mmhg4. Pasang folley catheter, observasi produksi urin (normal dewasa : 0,5 ml/kgBB/jam)

DAFTAR PUSTAKA

1. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Advanced Trauma Life Support for Doctors: ATLS Student Course Manual. 8th Edition. USA: American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008.

3. Maier, Ronald V. 2001. Shock. Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine Volume I: 222-227. New York. Mc Graw Hill.

4. Suryono, Bambang. 2000. Diagnosa dan Penatalaksanaan Syok pada Dewasa. Dalam: Clinical Update Emergency case. Yogyakarta: Bagian Anestesiologi FK UGM/RS Sardjito

33


Top Related