Transcript

9

BAB IIKAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara1. Hakikat Berbicara

Berbicara menurut Greene & Petty (dalam Tarigan, 2008:3-4) bahwa

berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada

kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan

pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.

Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa

kata yang diperoleh oleh sang anak; melalui kegiatan menyimak dan

membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan

suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa.

Selanjutnya, berbicara menurut Tarigan (2008: 16) adalah kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai

perluasan ini berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat

didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan otot dan

jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau

ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi menurut Tarigan (2008: 16),

berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatka

faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik

sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat

manusia yang paling penting bagi kontrol manusia.

10

Selanjutnya berbicara menurut Mulgrave (dalam Tarigan, 2008:16)

merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang

disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang

pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang

mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah

pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para

penyimaknya; apakah ia bersikap tenang atau dapat menyesuaikan diri atau

tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya ; dan apakah

dia waspada serta antusias atau tidak.

Berbicara menurut peneliti yaitu aktivitas mengeluarkan kata-kata atau

bunyi berwujud ungkapan, gagasan, informasi yang mengandung makna

tertentu secara lisan.

2. Tujuan Berbicara

Menurut Tarigan (2008: 16), tujuan utama dari berbicara adalah

berkomunikasi. Lebih lanjut, Tarigan (2008:8) menegaskan bahwa manusia

sebagai makhuk sosial tindakan pertama dan paling penting adalah tindakan

sosial, suatu tindakan tepat saling menukar pengalaman, saling

mengemukakan dan saling menukar pengalaman, saling mengemukakan dan

menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan atau saling

mengekspresikan, serta menyetujui suatu pendirian atau atau keyakinan.

Komunikasi mempersatukan para individu ke dalam kelompok-

kelompok dengan jalan menggolongkan konsep-konsep umum. Selain itu,

11

menciptakan serta mengawetkan ikatan-ikatan kepentingan umum,

menciptakan suatu kesatuan lambang-lambang yang membedakannya dari

kelompok-kelompok lain, dan menetapkan suatu tindakan.

Menurut Ochs dan Winker (dalam Tarigan, 2008:16), pada dasarnya

berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu sebagai berikut.

1) Memberitahukan dan melaporkan (to inform)

2) Menjamu dan menghibur (to entertain)

3) Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade)

3. Faktor Penunjang dan Penghambat Berbicara

Sujanto (1988:192) membagi faktor penghambat kemampuan bercerita

menjadi tiga, yaitu: (1) faktor fisik, yang merupakan faktor dalam dan luar

diri partisipan, (2) faktor media, yang terdiri dari segi linguisitik dan non

linguistik (misal: tekanan, ucapan, gesture), (3) faktor psikologis, yang

merupakan faktor kondisi kejiwan partisipan dalam keadaan marah,

menangis, sedih.

James MacDonnald (dalam nadhiroh.blog.unair) mengadakan sebuah

penelitian tentang kesulitan berbicara anak. Berdasarkan hasil penelitiannya

James MacDonnald menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesulitan

berbicara anak yaitu: keterbatasan dalam pendengaran, perkembangan otot

yang terlambat, kelambanan dalam mengerti bahasa orang dewasa, sering

latihan berbicara dengan orang lain, peran yang terlalu pasif dalam kehidupan

sosial, cara komunikasi “kuno” sudah terlalu nyaman dipakai, orang dewasa

menganggap anak tidak mampu, orang dewasa yang suka berbicara atas nama

12

mereka, tidak cukup waktu untuk berbicara, terlalu bnyak bahasa sekolah dan

kurang bahasa yang komunikatif, terlalu banyak rangsangan, terlalu banyak

bermain sendiri.

4. Ragam Seni Berbicara

Secara garis besar, berbicara (speaking) menurut Tarigan (2008: 24) dapat

dibagi atas:

a. Berbicara di muka umum pada masyarakat (publik speaking) yang

mencakup empat jenis, yaitu:

1) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat memberiahukan atau

melaporkan, yang bersifat informatif (informative speaking);

2) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan

(fellowship speaking);

3) Berbicara dalam situasi-situasi yang membujuk, mengajak, mendesak,

dan meyakinkan (persuasive speaking);

4) Berbicara dalam siatuasi-situasi yang merundingkan dengan tenang dan

hati-hati (deliberative speaking).

b. Berbicara dalam konferensi (conference speaking) yang meliputi:

1) Diskusi kelompok (group discussion), yang dapat dibedakan atas:

2) Tidak resmi (informal) dan dapat diperinci lagi atas:

3) Kelompok studi (study groups)

4) Kelompok pembuat kebijakan (policy making groups)

5) Komik

13

c. Resmi (formal) yang mencakup pula:

1) Konferensi

2) Diskusi panel

3) Simposium

d. Prosedur parlemen (parliamentary prosedure), dan debat.

Nurgiyantoro (2001: 287) membagi keterampilan berbicara menjadi lima

bentuk, antara lain: 1) berbicara berdasarkan gambar, 2) wawancara, 3)

bercerita, 4) pidato, 5) diskusi.

B. Hakikat Bercerita

Bercerita merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memberikan

informasi tertentu kepada orang lain. Informasi yang diceritakan bisa berupa hal

yang terjadi pada dirinya, orang lain, lingkungan sekitar, dan yang nyata ataupun

imajiner. Bercerita perlu dipelajari oleh semua orang, karena bercerita merupakan

kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat indonesia. bercerita merupakan

aktivitas yang dilakukan masyarakat untuk saling mengakrabkan satu sama lain,

melalui kegiatan bercerita seseorang dapat menyampaikan segala perasaan, ide

gagasan dan segala perasaan dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca,

dan dapat mengungkapkan keinginan dan kemauan membagikan pengalaman

yang diperoleh kepada orang lain melalui bunyi, kata-kata, dan ekspresi. Menurut

Nurgiyantoro (2001:287), bercerita merupakan salah satu bentuk dalam

keterampilan berbicara, lima bentuk lain antara lain: (1) berbicara berdasarkan

gambar, (2) wawancara, (3) bercerita, (4) pidato, (5) diskusi.

14

Menurut Nurgiyantoro (2001:288-289), bercerita merupakan salah satu tugas/

kegiatan berbicara yang dapat mengungkapkan kemamuan berbicara siswa yang

bersifat pragmatis. Ada dua hal penting yang harus dikuasai siswa, yaitu unsur

“apa” yang diceritakan yang berupa ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita

yang menunjukkan kelancara berbicara siswa.

Bercerita berdasarkan tinjauan linguistiknya berasal dari kata dasar cerita.

Cerita menurut Porwadarminta (2007:233), berarti: (1) tuturan yang

membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (kejadian, peristiwa, dsb); (2)a

karangan yang yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang

dsb (baik yang sungguh-sungguh terjadi atau rekaan semata), (2)b lakon yang

dipertunjukkan dalam gambar lakon hidup (sandiwara, wayang, dsb), (3) ki

omong kosong dan mendapatkan awalan (-ber), dimana imbuhan –ber memiliki

makna melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Jadi , bercerita memiliki makna

melakukan tindakan cerita.

Untuk mencapai keberhasilan dalam bercerita menurut Sudarmadji (2010: 27)

harus memperhatikan dua hal pokok yaitu:

1. Menyiapkan naskah cerita

a. Dari sumber yang sudah ada

Apabila pendidik mengambil dari buku, majalah atau komik tertentu maka

itu dinamakan menggunakan sumber cerita yang sudah ada. Tentu saja

dalam memilih cerita sudah dipilih dengan masak-masak.

15

b. Mengarang cerita sendiri

Apabila seorang pencerita hendak membuat naskah sendiri, maka yang

terpenting yaitu harus menentukan terlebih dahulu alur atau plot cerita. Bisa

dalam bentuk karangan/ sinopsis, bisa juga ditulis secara detail. Hal penting

yang harus dilakukan apabila mengarang cerita sendiri yaitu alur dan plot

harus benar-benar dikuasai.

2. Teknik penyajian

Menurut Sudarmadji (2010:32) seorang pencerita perlu menguasai

keterampilan dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, ekspresi dsb.

Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur

penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-

unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional yaitu:

(1) narasi (pemaparan cerita), (2) dialog (percakapan tokoh),(3) ekspresi(

terutama mimik muka),(4) visualisasi gerak/ peragaan (acting), (5) ilustrasi

suara, suara lazim dan tak lazim (suara asli, suara besar, suara kecil, suara

hewan, suara kendaraan), (6) media atau alat peraga jika ada, (7) teknik

ilustrasi yang lain (musik, permainan, lagu).

Pembicaraan yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai

bahan pembicaraan. Selain itu pembicara juga harus berbicara dengan jelas dan

tepat. Menurut Maidar dan Mukti (1988:7) seorang pembicara harus

memperhatikan faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan yang

mempengaruhi keefektifan berbicara.

16

a. Faktor kebahasaan meliputi : (1) ketepatan ucapan, (2) penempatan tekanan,

nada, sandi, durasi yang sesuai, (3) pilihan kata (diksi), dan (4) ketepatan

sasaran pembicaraan.

b. Faktor nonkebahasaaan yang mempengaruhi keefektifan berbicara meliputi: (1)

sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2) pandangan harus diarahkan pada

lawan bicara, (3) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (4) kenyaringan suara, (5)

kelancaran, (6)relevansi/ penalaran, (7) penguasaan topik (Maidar dan Mukti,

1988: 20-21).

C. Hakikat Tokoh Idola

Pengertian tokoh menurut Poerwadarminta (2007:1286) adalah orang yang

terkemuka atau kenamaan (dlm suatu lapangan politik, kebudayaan, dsb). Tokoh

menurut Nurgiyantoro (2009:165) merujuk pada orangnya, atau pelaku cerita.

Idola menurut Suntoro dalam (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia) yaitu

orang, benda, tokoh yang menjadi pujaan. Pujaan menurut Poerwadarminta (2007:

914) berarti sesuatu yang sangat disukai, digandrungi, dan dipuja-puja.

Tokoh idola menurut peneliti berarti orang/ manusia yang memiliki suatu

peran tertentu dalam hidupnya, peran dalam pendidikan, sejarah, politik, agama,

kebudayaan, ekonomi, hukum. Tokoh tersebut dipuja dan disukai karena

mempunyiai jasa tertentu yang akan dikenang oleh sekelompok orang dalam

waktu tertentu.

17

D. Bentuk Kegiatan Bercerita

Kegiatan bercerita terbagai menjadi beberapa macam. Sudarmadji (2010:

11-21) membagi kegiatan bercerita menjadi beberapa macam. Jenis-jenisnya dapat

dibedakan dengan berbagai sudut pandang. Beberapa jenis cerita itu, antara lain:

1. Beradasarkan nyata tidaknya cerita

a. Fiksi adalah cerita yang dibuat berdasarkan rekan/ tidak nyata. Cerita ini

hanya merupakan khayalan&tidak benar terjadi.

b. Non fiksi adalah cerita yang memang betul ada, nyata. Cerita ini biasanya

disampaikan berdasarkan kejadaian yang sebenarnya dan telah terjadi

dimasa lampau.

2. Berdasarkan pelaku cerita

a. Fabel: cerita tentang dunia heawan dan tumbuhan-tumbuhan yang seolah-

olah bisa berbicara seperti umunya manusia. Cerita fabel biasanya

menceritakan tentang kehidupan di alam mereka, dimana mereka hidup dan

tinggal.

b. Dunia benda mati, yaitu cerita tentang benda-benda mati yang digambarkan

seolah-olah seperti benda hidup.

c. Dunia manusia, yaitu cerita tentang berbagai kisah manusia, baik yang

pernah terjadi maupun kisah-kisah fiktif. Tokoh-tokoh dalam cerita ini

semua manusia dan bercerita tentang interaksi antar sesama.

d. Kombinasi dari ketiga jenis di atas, yaitu cerita kombinasi adalah cerita

yang menggabungkan tokoh hewan, tumbuhan dan manusia. Di dalam cerita

18

ini, manusia dapat berkomunikasi dengan hewan maupu tumbuhan, begitu

pula sebaliknya.

3. Berdasarkan sifat waktu cerita

a. Cerita bersambung, yaitu cerita dengan tokoh yang sama, dalam sebuah

rangkaian cerita yang panjang, tetapi dikisahkan dalam beberapa

kesempatan.

b. Cerita serial, yaitu cerita dengan tokoh utama yang sama, tetapi tiap episode

kisahnya dituntaskan.

c. Cerita lepas, yaitu cerita dengan tokoh dan alur yang lepas, langsung

dituntaskan dalam satu pertemuan.

d. Cerita sisipan/ selingan, yaitu cerita yang pendek saja dan kisahnya tidak

ada hubungan dengan materi pengkajian/ pembelajaran yang disampaikan

pada kesempatan itu.

e. Cerita ilustrasi, yaitu cerita yang disampaikan untuk memperkuat

penyampaian suatu materi tertentu atau nasiahat dan nilai-nilai yang akan

ditanamkan pada anak-anak.

4. Berdasarkan kejadian cerita

a. Cerita sejarah, yaitu cerita yang mengisahkan kejadian-kejadian riil yang

pernah terjadi di masa lampau.

b. Cerita fiksi, yaitu cerita yang pada dasarnya hanya rekaan saja.

c. Cerita fiksi sejarah, yaitu cerita mengenai hal-hal yang sebenarnya fiktif

belaka tetapi dikaitkan dengan alur cerita sejarah sehingga berkesan seolah-

olah benar-benar terjadi.

19

5. Beradasarkan jumlah pendengar cerita

a. Cerita privat, yaitu cerita yang terdiri dari cerita pengantar tidur dan cerita

lingkar pribadi (kelompok sangat kecil).

b. Cerita kelas kecil, yaitu cerita dalam kelas yang biasanya jumlah anak tidak

lebih dari 20 anak.

c. Cerita kelas besar, yaitu cerita dalam kelas yang biasanya berjumlah 21-40

anak. Di sekolah yang rata-rata jumlah siswa 30-40 anak/ kelas, berarti

menggunakan cerita kelas besar.

d. Cerita masal, yaitu cerita yang disampaikan di depan banyak anak, tidak

hanya ratusan bahkan ribuan.

6. Berdasarkan teknik penyajian cerita

a. Direct story (cerita langsung tanpa naskah), yaitu cerita yang disampaikan

secara langsung tanpa menggunakan naskah.

b. Story reading (membaca cerita), yaitu cerita yang dismapiakan dengan

membaca teks. Terbagi menjadi dua, yaitu membaca buku cerita murni dan

membaca kombinasi.

7. Berdasarkan pemanfaatan alat peraga

a. Bercerita dengan alat peraga, sperti : boneka tangan, boneka jari, flanel,

wayang, dan lain-lain.

b. Bercerita tanpa alat peraga, yaitu bercerita tanpa menggunakan alat peraga

dan lebih mengoptimalkan seluruh anggota tubuh, mimik muka, ekspresi,

suara, dan lain-lain.

20

E. Penilaian Bercerita

Penilian menurut Nurgiyantoro (2001:5), adalah suatu proses untuk

mengukur kadar pencapaian tujuan, sedangkan penilaian menurut Tuckman

(dalam Nurgiyantoro, 2001:5) suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah

suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan

tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.

Menurut Nurgiyantoro (2001:58) tes berbicara merupakan suatu cara untuk

melakukan penilaian yang berbentuk tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa. Tes

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tes praktik berbicara , yaitu melalui

tugas bercerita di depan kelas. Tes ini dilakukan untuk mengukur tingkat

kemampuan bercerita siswa.

Kegiatan penilaian dengan tes perlu dilakukan, hal ini disebabkan untuk

mengurangi unsur subjektifitas. Jika hanya mengandalkan penilaian yang hanya

mengandalkan teknik observasi maka ada kemungkinan terjadinya unsur

subjektifitas. Panduan penyekoran ini menggunakan teknik penilaian yang

dikembangkan oleh Jakobovist dan Gordon (dalam Nurgiyantoro, 2001:290) yang

telah dimodifikasi. Penilaian yang dikembangkan Jakobovist dan Gordon (dalam

Nurgiyantoro, 2001:290), yaitu sebagai berikut.

21

Tabel 1: Pedoman Penilaian Menurut Jakobovist dan Gordon

No Aspek yang dinilai Tingkatan Skala

1 Keakuratan informasi

(sangat buruk--- akurat sepenuhnya)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 Hubungan antar informasi (sangat sedikit---

berhubungan sepenuhnya)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3 Ketepatan struktur dan kosakata

(tidak tepat--- tepat sekali)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4 Kelancaran

(terbata-bata--- lancar sekali)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5 Kewajaran urutan wacana

(tak normal-normal)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

6 Gaya pengucapan

(kaku--- wajar)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah skor:...............

Modifikasi dilakukan sehubungan dengan keperluan penilaian dalam

bercerita. Adapun aspek penilain dalam pembelajaran keterampilan bercerita

sebagai berikut:

22

Tabel 2: Pedoman Penilaian Kemampuan Bercerita

No Aspek yang dinilai Skor5 4 3 2 1

1 Pelafalan

2 Volume suara

3 Pilihan kata

4 Intonasi dan jeda

5 Kelancaran

6 Sikap dan gaya pencerita

7 Percaya diri

Keterangan Skor tabel:

5: Sangat baik

4: Baik

3: Cukup

2: Kurang

1:Tidak baik

Deskripsi Skor:

1) Aspek Pelafalan

5: Pelafalan fonem sangat jelas, tidak terpengaruh dialek asal, intonasi

sangat jelas.

4: Pelafalan fonem jelas, tidak terpengaruh dialek asal, intonasi jelas.

3: Pelafalan fonem cukup jelas, sedikit terpengaruh dialek asal, intonasi

cukup jelas.

23

2: Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek asal, intonasi tidak

begitu jelas.

1: Pelafalan fonem tidak jelas, terpengaruh dialek asal, intonasi tidak jelas.

2) Aspek Volume Suara

5: Volume suara keras dan lantang, sehingga bisa didengar oleh seluruh

pendengar

4: Volume suara keras namun kurang lantang, terdengar oleh seluruh

pendengar

3: Volume suara dapat didengar namun tidak keseluruhan pendengar

menengar

2: Volume kurang terdengar dan tidak jelas.

1: Volume suara tidak terdengar dan tidak jelas.

3) Aspek Pilihan Kata

5: Kata-kata sangat sopan, tidak ambigu, dan tidak menyinggung perasaan.

4: Kata-kata sopan, tidak ambigu, dan tidak menyinggung perasaan

3:Kata-kata cukup sopan, sedikit membingungkan, tidak menyinggung

perasaan.

2: Kata-kata kurang sopan, ambigu, sedikit menyinggung perasaan.

1: Kata-kata tidak sopan, ambigu, dan menyakiti perasaan.

4) Aspek intonasi dan jeda

5: penempatan jeda sangat tepat, nada dan intonasi suara sangat sesuai

4: penempatan jeda tepat, nada dan intonasi suara sesuai

3: penempatan jeda cukup baik, intonasi kurang sesuai

24

2: penempatan jeda kurang, dan dan intonasi kurang sesuai

1: penempatan jeda tidak sesuai, nada dan intonasi tidak sesuai

5) Aspek Kelancaran

5: Berbicara lancar, tidak tersendat-sendat, penempatan jeda sesuai.

4: Berbicara lancar, tidak tersendat-sendat, penempatan jeda kurang sesuai.

3: Berbicara lancar, tidak tersendat-sendat, tidak ada jeda.

2: Berbicara kurang lancar, tersendat-sendat, tidak ada jeda.

1: Berbicara tidak lancar, tersendat-sendat, tidak ada jeda.

6) Aspek Sikap dan Gaya Bercerita

5: Mimik dan gaya tidak kaku, sangat menghibur pendengar.

4: Mimik tidak kaku, cukup menghibur pendengar.

3: Mimik dan gaya kurang lepas/ sedikit kaku, cukup menghibur pendengar.

2: Mimik dan gaya kurang lepas/ sedikit kaku, pendengar bosan.

1: Mimik dan gaya kaku, pendengar sangat bosan.

7) Aspek Percaya Diri

5: Tidak malu-malu, tenang, menguasai panggung, dan tidak grogi.

4: Tidak malu-malu, tenang, penguasaan panggung cukup, dan tidak grogi.

3: Sedikit malu-malu, cukup tenang, penguasaan panggung cukup, dan

sedikit grogi.

2: Malu-malu, panik, penguasaan panggung kurang, sedikit grogi.

1: Malu-malu, panik, penguasaan panggung tidak baik, dan grogi.

25

F. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Arsyad (2002: 2) media berasal dari bahasa latin merupakan

bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti Perantara atau Pengantar

yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Gerlach

& Ely (dalam Arsyad, 2002:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami

secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun

kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan,

atau sikap, dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah

merupakan media. Menurut Arsyad (2002:3) secara khusus, pengertian media

dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,

photograsfis, atau elektronis untuk menangkap, memperoleh dan menyusun

kembali informasi visual atau verbal.

Menurut Hamalik (dalam Arsyad, 2002: 4) media pendidikan sering

disebut dengan istilah alat bantu atau media komunikasi, menurutnya suatu

komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila

menggunakan alat bantu yang disebut media komuniakasi.

Sementara itu, Gagne’ dan Briggs (dalam Arsyad, 2002:4) berpendapat

bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/ materi

pembelajaran seperti buku, film, video dan sebagainya. Berdasarkan ketiga

pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu

yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan

kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar

pada diri peserta didik.

26

Media menurut Soeparno (1988:1) adalah suatu alat yang dipakai sebagai

saluran (chanel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi

dari suatu sumber (resaurce) kepada penerimanya (receiver).

Selanjutnya, Kemp & Dayton (dalam Arsyad, 2002:37) mengelompokkan

media ke dalam delapan jenis, yaitu: (1) media cetakan, (2) media panjang, (3)

overhead transparacies, (4) rekaman audiottape, (5) seri slide dan filmstrips,

(6) penyajian multi-image, (7) rekaman video dan film hidup, dan (8)

komputer.

Media pembelajaran menurut peneliti berarti semua alat yang dapat

digunakan untuk pembelajaran. Alat yang digunakan bisa berupa gambar, film/

video, teks, komputer, radio, dan lainnya.

2. Fungsi dan Manfaat Media Pendidikan

Media pembelajaran yang digunakan harus memiliki kegunaan bagi semua

pihak yang terlibat. Kegunaan atau manfaat itu digunakan untuk meningkatkan

kualitas kegiatan pembelajaran.

Manfaat media pendidikan menurut Sudjana dan Rivai (2002:2) adalah

sebagai berikut: (1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga

menumbuhkan motivasi belajar; (2) bahan pembelajaran lebih jelas sehingga

mudah dipahami; (3) metode mengajar akan lebih bervariasi; (4) siswa banyak

melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tapi

juga melakukan aktivitas seperti mengamati, mendemonstrasikan,

mendengarkan.

27

Manfaat media pembelajaran menurut Arsyad (2002: 26-27) adalah

sebagai berikut: (1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan

dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses belajar

mengajar; (2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan

perhatian anak sehingga menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih

langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk

belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minat; (3) media

pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu; (4)

media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa

tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan

terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya

misalnya melalui karya wisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun

binatang. Pendapat Arsyad dan Rivai dapat disimpulkan bahwa penggunaan

media pembelajaran mempunyai manfaat untuk memperjelas penyajian materi,

meningkatkan motivasi siswa, mengatasi keterbatasan (indera, ruang, waktu),

dan menyamakan pengalaman siswa.

Senada dengan kedua pendapat di atas juga dikemukakan manfaat media

pembelajaran oleh Sadiman (2003: 16-17) sebagai berikut: (1) memperjelas

penyajian agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis

atau lisan belaka); (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera;

(3) mengatasi sikap pasif anak didik, dalam hal ini media pendidikan berguna

untuk menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi langsung, dan

memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan

28

minat; (4) memberikan perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman,

dan menimbulkan persepsi yang sama dalam pembelajaran.

Berdasarkan teori-teori diatas, dapat dikemukakan bahwa manfaat media

pendidikan mempunyai manfaat untuk menumbuhkan motivasi siswa,

memudahkan mempelajari bahan pembelajaran, membuat variasi metode,

membuat siswa aktif.

3. Kriteria Pemilihan Media Pendidikan

Arsyad (2002:73-74) mengemukakan beberapa kriteria dalam pemilihan

sebuah media. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai;

2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep,

prinsip, atau generalisasi.

3) Praktis, luwes, dan bertahan;

4) Guru terampil menggunakannya;

5) Pengelompokkan sasaran; media yang efektif untuk kelompok besar

belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil.

6) Mutu teknis; pengembangan visual baik gambar maupun fotograf

harus memenuhi persyaratan teknis tertentu.

Menurut Soeparno (1988:10) kriteria media yang baik yaitu:

1) Hendaklah mengerti karakteristik setiap media,

2) Dalam memilih media harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

29

3) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan metode yang

dipergunakan.

4) Hendaknya memilih media yang sesuai dengan materi yang akan

dikomunikasikan.

5) Hendaknya memilih media yang sesuai dengan keadaan siswa, baik

ditinjau dari segi jumlahnya, usianya, maupun tingkat pendidikan.

6) Hendaknya memilih media sesuai dengan situasi dan kondisi

lingkungan tempat media yang dipergunakan.

7) Hendaknya memilih media yang sesuai dengan kreativitas kita.

8) Jangan menggunakan media tertentu dengan alasan bahwa media

tersebut merupakan barang baru atau media tersebut merupakan media

satu-satunya yang dimiliki.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

pemilihan suatu media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Dengan

pemakaian media yang disesuaikan dengan pembelajaran, maka secara

otomatis akan tercipta pembelajaran yang diingikan baik oleh guru maupun

siswa.

4. Ciri-ciri Media Pendidikan

Beberapa pengertian media pembelajaran di atas secara tidak langsung

dapat kita ketahui ciri-ciri dari media pembelajaran. Ciri-ciri media

pembelajaran menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut.

Ciri-ciri media pendidikan menurut Azhar (2002:6-7) adalah: (1) media

pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai

30

hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar,

atau diraba dengan pancaindera; (2) media pendidikan memiliki pengertian

nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan

pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin

disampaikan kepada siswa; (3) penekanan media pendidikan terdapat pada

visual dan audio; (4) media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada

proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas; (5) media pendidikan

digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses

pembelajaran; (6) media pendidikan dapat digunakan secara massa (misalnya:

radio, televisi), kelompok besar, dan kelompok kecil (misalnya film, slide,

video, OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset,

video recorder); (7) sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang

berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

G. Media Video Dokumenter “RIWAYAT” TransTV

Menurut Arsyad (2002: 49), film atau gambar hidup merupakan gambar-

gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa

proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Lebih lanjut

menurut Arsyad (2002: 49), video sama dengan film, video dapat menggambarkan

suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang

sesuai.

Selanjutnya, menurut Suntoro (dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,

424) video adalah bagian yang memancarkan gambar pada pesawat televisi. Video

31

juga berarti media pandang dengar yang menyajikan gambar yang bergerak

disertai suara (suara pengiring ataupun suara aktor), seperti pendapat Arsyad

(2002: 49) bahwa video dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak

bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai.

Sebuah media pastilah memiliki tujuan tertentu, seperti media video dan film

juga memiliki tujuan-tujuan tertentu. Menurut Arsyad (2002: 49) media film dan

video pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan

pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses,

menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat

dan memeperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

Dokumenter menurut Musa Angelo (dalam musa666.wordpress.com) adalah

fakta yang berdasarkan bukti-bukti dokumen, catatan tertulis, sumber pelengkap,

wawancara kotemporer dan sejenisnya. Di Amerika dan Inggris Dokumenter juga

disebut direct Cinema. Selanjutnya, Musa Angelo (dalam

musa666.wordpress.com) membagi dokumenter yaitu: (1) biografi, (2) sejarah, (3)

kontradiksi, (4) traveling, (5) ilmu pengetahuan, (6) nostalgia, (7) rekonstruksi,

(8) investigasi, (9) Assosiation Picture Story, (10) dokumenter drama, (11) diary,

(12) reportase.

Menurut Paul Rotha (dalam filmpelajar.com) definisi dokumenter bukan

merujuk pada subyek atau sebuah gaya, namun dokumenter adalah sebuah

pendekatan. Pendekatan dalam dokumenter dalam film berbeda dari film cerita,

bukan karena tidak dipedulikannya aspek kriya / kerajianan (craftsmanship)

dalam pembuatannya, tetapi dengan sengaja justru memperlihatkan bagaimana

32

kriya tersebut digunakan. Selanjutnya Steve Blandford, Barry Keith Grant dan Jim

Hillier (dalam filmpelajar.com) adalah pembuatan film yang subyeknya adalah

masyarakat, peristiwa atau suatu situasi yang benar-benar terjadi di dunia realita

dan di luar dunia sinema. Selanjutnya, Frank Beaver (dalam filmpelajar.com)

mengartikan dokumenter sebagai Sebuah film non-fiksi. Film dokumenter

biasanya di-shoot di sebuah lokasi nyata, tidak menggunakan actor dan temanya

terfokus pada subyek–subyek seperti sejarah, ilmu pengetahuan, social atau

lingkungan. Tujuan dasarnya adalah untuk memberi pencerahan, member

informasi, pendidikan, melakukan persuasi dan memberikan wawasan tentang

dunia yang kita tinggali.

Video dokumenter adalah video dengan yang subyeknya adalah masyarakat,

peristiwa atau suatu situasi yang benar-benar terjadi di dunia realita dan di luar

dunia sinema. Video dokumenter yang digunakan dalam penelitian ini adalah

video dokumenter “RIWAYAT”TransTV. Video dokumenter “RIWAYAT”ini

merupakan cuplikan dari acara “RIWAYAT” yang disiarkan di stasiun TransTV

setiap hari Sabtu pada pukul 07.00 WIB dengan durasi 30menit.

Video dokumenter “RIWAYAT” TransTV membicarakan riwayat seorang

pahlawan, politikus, olahragawan, budayawan, dan lainnya. Setiap satu jam

tayang acara ini membicarakan satu tokoh. Tokoh tersebut dibahas dari bagaimana

latar belakang kehidupan tokoh, status sosial, perjalanan hidup tokoh, keluarga,

ekonomi dan lainnya.

33

Pemilihan video dokumenter “RIWAYAT” TransTV ini sesuai dengan

kriteria film/ video yang baik menurut Arsyad (2002: 73-74), yaitu:

1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip/

dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika merekamembaca, berdiskusi

3) Praktis, luwes, dan bertahan.4) Guru terampil menggunakannya.5) Pengelompokan ajaran.6) Mutu teknis (Arsyad, 2002: 73-74)

Penelitian ini mengunakan media sebab media memiliki keuntungan

bermacam-macam yang mampu mengobati permasalahan yang ada di sekolah.

Berbagai keuntungan Film dan Video menurut Arsyad (2002:49) yaitu.

1) Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa

ketika mereka membaca, berdiskusi, praktik dan lain-lain.

2) Film dan video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat

disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.

3) Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video

menanamkan sikap dan segi-segi afektif lain.

4) Film dan video yang mengandung niali-nilai positif dapat mengundang

pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa.

5) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat

secara langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.

6) Film dan video dapat ditunjukkan dalam kelompok besar atau kelompok

kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan;

34

7) dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame dari frame, film

yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat

ditampilkan dalam waktu satu atau dua menit.

H. Pembelajaran Menceritakan Tokoh siswa Kelas VIIA SMP N 2Gondang: Kolaborasi antara Media Video Dokumenter“RIWAYAT”TransTV dengan Strategi Kontekstual.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan

media video dokumenter “RIWAYAT”TransTV. Media video dokumenter

“RIWAYAT” TransTV dikolaborasikan dengan strategi kontekstual.

Kolaborasi ini bertujuan untuk pengarahan penggunaan media pembelajaran

agar tepat sasaran sehingga memudahkan siswa dalam pembelajaran

menceritakan tokoh.

Strategi menurut Slameto (dalam Riyanto, 2009: 131) yaitu suatu rencana

tentang pendayagunaan dan penggunaan efektifitas dan efesiensi pengajaran.

Lebih lanjut Rusyam (dalam Riyanto, 2009: 131) berpendapat bahwa strategi

adalah garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah

ditetapkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Djamarah (dalam Riyanto,

2009: 131), yaitu suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha

mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan pembelajaran,

strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan yang telah digariskan.

35

Secara umum menurut Riyanto (2009: 132) strategi pembelajaran ada tiga

tahapan pokok yang harus diperhatikan dan diterapkan, sebagai berikut:

1. Tahap pemula (prainstruksional), adalah tahapan persiapan guru sebelumkegiatan pembelajaran dimulai.Dalam tahapan ini kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, sebagaiberikut.a. Memeriksa kehadiran siswab. Pretes (menanyakan materi sebelumnya)c. Apersepsi (mengulas kembali secara singkat materi sebelumnya)

2. Tahapan pengajaran (instruksional), yaitu langkah-langkah yang dapatdilakukan saat pembelajaran berlangsung.Tahapan ini merupakan tahapan inti dalam proses pembelajaran, gurumenyajikan materi pelajaran yang telah disiapkan. Kegiatan yangdilakukan guru anatara lain:a. Menjelaskan tujuan pengajaran siswab. Menuliskan pokok-pokok pembelajaran yang akan dibahasc. Membahas poko-pokok materi yang sudah ditulis.d. Menggunakan alat peraga.e. Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi.

3. Tahapan penilaian dan tindak lanjut (evaluasi), ialah penilaian atas hasilbelajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dan tindak lanjutnya.Setelah mengalami tahap instruksional, langkah selanjutnya yangditempuh guru adalah mengadakan penilaian keberhasilan belajar siswadengan melakukan posttes. Kegiatan guru yang dilakukan dalam tahap ini,yaitu:a. Mengajukan pertanyaan pada siswa tentang materi yang telah dibahas.b. Mengulas kembali materi yang belum dikuasai siswac. Memberi tugas atau pekerjaan rumah pada siswa.d. Menginformasikan pokok materi yang akan dibahas pada pertemuan

berikutnya (Riyanto, 2009: 132).e. Hasil penilaian dapat dijadikan pedoman bagi guru untuk melakukan

tindak lanjut baik berupa perbaikan maupun pengayaan (Riyanto, 2009:132).

Strategi Kontekstual merupakan bagian yang diambil dari pendekatan

kontektual, artinya strategi ini dilandasi secara utuh oleh pendekatan kontekstual

(Suryaman, 2010: 31). Pendekatan kontekstual menurut Riyanto (2009:161)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan

36

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.

Menurut Riyanto (2009:162), dalam kelas kontekstual tugas guru adalah

membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan

dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai

tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas

(siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari

“menemukan diri” bahkan dari “apa kata guru” , kontekstual hanya sebagai

strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual

dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.

Program pembelajaran yang berbasis kontekstual lebih merupakan rencana

kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang

apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang

dipelajarinya. Pada program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk

mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic

assesmentnya.

Riyanto (2009:179) memberikan saran pokok dalam penyusunan program

pembelajaran berbasis kontekstual, yaitu:

1) Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataankegiatan siswa yang merupakan gabungan anatara kompetensi dasar,materi pokok dan indikator pencapaian hasil belajar.

2) Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.3) Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.4) Buatlah skenario tahap demi tahap kegaiatan siswa.5) Nyatakan authentic assesment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat

diamati partisispasinya dalam pembelajaran. (Riyanto, 2009:179).

37

Depdiknas (2003) dalam (Suryaman, 2010: 31) strategi kontekstual

diturunkan menjadi tujuh komponen utama, yakni: konstruktif, inkuiri, bertanya,

mayarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian otentik.

1) Konstruktif merupakan strategi pembelajaran yang didasari oleh pemikiran

filosofis bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

hasilnya diperluas dengan konteks yang terbatas dan terbatas. Pengetahuan

bukanlah serangkaian fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk ditransfer,

melainkan seperangkat pengalaman yang siap untuk dimaknai pengalami

pengalaman nyata pembelajar. Dengan kata lain konstruktif merupakan strategi

belajar untuk menjadikan pengetahuan itu menjadi milik pembelajar.

2) Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang terkait dengan kegiatan

membangun pengetahuan berdasarkan pengalamn nyata pembelajar melalui

kegiatan penemuan. Kegiatan penemuan untuk memaknai dan memahami

fakta konsep, atau kaidah pengetahuan menjadi suatu yang dihasilkan dari

kegiatan pembelajaran, seperti melalui observasi, bertanya, membuat hipotesis,

membuktikan hipotesis melalui pengumpulan data dan menyimpulkan.

3) Bertanya merupakan strategi pembelajaran yang terkait dengan kegiatan

memprediksi , meragukan, membuktikan, dan sekaligus sebagai upaya

memperkuat strategi inkuiri. Penemuan dapat diperoleh dengan kegiatan

bertanya. Artinya, bertanya menjadi awal bagi penemuan sesuatu yang baru.

4) Masyarakat belajar yaitu penemuan dilakukan berdasarkan kerja tim.

Pemikiran tim merupakan hasil dari kegiatan yang mengarah pada pembuktian

kebenaran suatu konsep, faktaatau kaidahh pengetahuan, baik lama maupun

38

baru. Hal ini sesuai dengan ciri sosiologis dari manusia, yaitu pembeljaran

adalah orang yang saling membutuhkan satu sama lain.

5) Pemodelan. Agar pembelajaran mampu mengkonstruksi dan menemukan

pengetahuan baru , seringkali diperlukan contoh konkret. Contoh konkret ini

diidentifikasikan menjadi sebuah model atau pola yang kemudian dapat ditiru

untuk menciptakan sesuatu yang baru. Strategi pemodelan inilah yang

difokuskan dalam penelitian ini, media video dokumenter yang digunakan

dalam pembelajaran berbicara pada kemampuan menceritakan tokoh

digunakan sebagai model. Model disini berfungsi sebagai sumber informasi.

6) Refleksi merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang mengarah kepada

pembayangan dan pemikiran terhadap segala yang telah maupun yang akan

dipelajarinya. Kegiatan merenungkan atau memikirkan pengalaman-

pengalaman baru merupakan upaya memperkuat serta memaknai pengetahuan

sehingga menjadi milik pembelajar.

7) Data-data kemajuan pembelajaran melalui berbagai strategi kontekstual

haruslah teridentifikasi dan terklarifikasi menjadi suatu bahan untuk

menentukan ada-tidaknya pemahaman dan pemilikan pengetahuan yang

bermakna. Data-data ini merupakan data-data otentik yang bernilai tinggi di

dalam menentukan berhasil-tidaknya belajar seseorang. Oleh karena itu,

diperlukan penilaian otentik untuk melihat kemajuan pembelajaran.

Strategi kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran menceritakan tokoh

difokuskan pada pemodelan. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa agar

pembelajaran mampu mengkonstruksi dan menemukan pengetahuan baru ,

39

seringkali diperlukan contoh konkret. Contoh konkret ini diidentifikasikan

menjadi sebuah model atau pola yang kemudian dapat ditiru untuk menciptakan

sesuatu yang baru. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah video

dokumenter “RIWAYAT”TransTV. Menurut Hanafiah & Suhana (2009:74)

model yang dapat ditiru bisa bersifat kejiwaan maupun yang bersifat fisik. Sesuatu

yang dapat ditiru dalam video dokumenter “RIWAYAT” TransTV ini adalah

bagaimana cara seorang narasumber menceritakan satu tokoh, terkait intonasi,

pilihan kata, penyusunan struktur kalimat, volume, ejaaan, dan lainnya selaras

dengan penilaian dalam menceritakan tokoh.

Menurut Riyanto (2009:170-171), langkah penerapan CTL (Contextual

Teaching and Learning) sangat mudah, yaitu:

1) Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan carabekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuandan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)5) Hadirkan model senagai contoh pembelajaran6) Lakukan refleksi di akhir pembelajaran.7) Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai acara.

I. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Rina Pujilestari (2005) tentang “Keefektifan Media Video Klip

dalam Pembelajaran Keterampilan Bercerita siswa Kelas X SMA N 1

Wonosari, Klaten. Kesimpulan dalam penelitian ini media vedio klip memiliki

tingkat keefektifan dari segi penggunaan dan manfaat. Hal yang menunjukkan

hal tersebut yaitu, ada perbedaan yang positif dan signifikan antara

40

keterampilan bercerita siswa yang diajarkan menggunakan media videoklip dan

siswa yang diajarkan tanpa menggunakan media videoklip. Perbedaan yang

signifikan tersebut terbukti dari hasil uji-t pada skor postes kelas kontrol dan

kelas eksperimen yang dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS

edisi Sutrisno dan Yuni Pamardiningsih. Dari penghitungan tersebut diperoleh

sebesar 2,219 yang lebih besar dari nilai tt sebesar 1,667 pada db 70. Selain itu

dibuktikan dengan nilai p sebesar 0,028 yang lebih kecil dari taraf signifikansi

5% (0,05). Dilihat dari penghitungan Scheffe dengan menggunakan postes

kelas kontrol dan kelas eksperimen, diperoleh nilai fh sebesar 4, 922 yang

beararti nilai tersebut lebih besar dari fh sebesar 3,68 pada db 70 dan nilaip

sebesar 0,030 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (0,05).

2. Penelitian Nurvia Ariyanti (2008) tentang “Keefektifan Media Film Kartun

Cerita Rakyat dalam Pembelajaran Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII

SMP N 4 Pacitan”. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1) terdapat

perbedaan yang signifikan anatara keterampilan bercerita siswa SMP N 4

Pacitan yang menggunakan media film kartun cerita rakyat dan yang diajarkan

tanpa menggunakan media film kartun cerita rakyat, 2) penggunaan media film

kartun cerita rakyat lebih efektif dalam pembelajaran bercerita kelas VII SMP

N 4 Pacitan dibandingkan dengan pembelajaran bercerita siswa kelas VII SMP

N 4 Pacitan tanpa menggunakan media film kartun cerita rakyat.

41

J. Kerangka Pikir

Kemampuan bercerita tentang tokoh siswa kelas VIIE SMP N 2 Gondang

Sragen yang masih kurang, yaitu siswa masih kurang berminat, kurang antusias

dalam pembelajaran menceritakan tokoh, dan masih membaca teks saat proses

bercerita berlangsung. Sehingga perlu adanya sesuatu yang mampu untuk

meningkatkan minat, perhatian dan khususnya kemampuan siswa untuk

bercerita tanpa menggunakan/ membaca teks. Sesuatu yang dimaksud adalah

media video dokumenter “RIWAYAT” TransTV. Media video tersebut berisi

gambar/ visual gerak dengan diiringi audio yang diisi oleh narasumber yang

sudah berpengalaman. Narasumber menceritakan riwayat seorang tokoh dari

lahir sampai saat ini. Narasumber menceritakan tentang keluarga, pendidikan,

pekerjaan, masa kejayaan dan lainnya. Narasumber dalam menceritakan tokoh

menggunakan bahasa yang mudah dipahami (karena bersifat umum), intonasi

dan jeda yang baik, volume yang pas, pelafalan yang jelas, dan lancar. Melalui

penayangan video dokumenter “RIWAYAT” TransTV, siswa mendapatkan

contoh bagaimana seorang narasumber menyampaikan informasi dengan baik

pada pendengarnya, dan melalui visual gerak yang ditampilkan siswa menjadi

lebih jelas mengenai bagaimana sosok tokoh yang diceritakan. Sehingga

diharapkan melalui penggunaan media ini, siswa mampu menceritakan tokoh

dengan baik. Secara visual kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat

dalam gambar berikut.

42

Gambar 1: Bagan Peta Konsep (Kerangka Pikir) Penelitian.

K. Pengajuan Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah jika

dalam pembelajaran menceritakan tokoh dilakukan dengan menggunakan media

video dokumenter “RIWAYAT” TransTV, keterampilan berbicara pada

kemamapuan menceritakan tokoh siswa kelas VIIA SMP N 2 Gondang

meningkat.

Proses pembelajaran keterampilanbercerita belum maksimal(keaktifan, minat, perhatian,keberanian, masih membaca teks)

Keterampilan bercerita siswabelum maksimal/ ketuntasanbelajar masing-masing kurang(semua aspek penilaian)

Proses pembelajaran keterampilan berceritadengan menggunakan media video“RIWAYAT” TransTV (PTK)

Memotivasi siswa (minat)Memberikan model/ contohbercerita yang baik (volume,diksi, intonasi, gaya, pelafalan,kelancaran peracaya diri).

Pembelajaran keterampilanbercerita meningkat (keaktifan,minat, perhatian, keberanian, dankerjasama).

Keterampilan berceita siswameningkat (pelafalan, volumesuara, pilihan kata, ketepatanucapan,kelancaran, sikap dangaya bercerita, percaya diri)

Siswa merasa senang danprestasi meningkat


Top Related