Download - CR Ulcus Kornea
1
I. STATUS PASIEN
A. Identitas
- N a m a : Tn. J
- U m u r : 63 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : Petani
- Alamat : Muara Tiga
- Masuk RSUAM : 27 April 2013
B. Anamnesa
- Keluhan utama : Penglihatan mata kiri kabur disertai mata merah
dan nyeri sejak ±4 hari SMRS.
- Keluhan tambahan : Penglihatan mata kiri silau, keluar air mata terus-
menerus, terasa panas dan gatal.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUDAM BDL dengan keluhan penglihatan
mata kiri kabur disertai mata merah dan nyeri sejak ± 4 hari SMRS. Keluhan
disertai dengan penglihatan mata kiri silau, keluar air mata terus-menerus,
terasa panas dan gatal sehingga selalu mengedip. Keluhan dirasakan terus
menerus. Nyeri tidak bertambah hebat bila penderita di ruang gelap atau
setelah minum banyak. Keluhan tidak disertai dengan penglihatan berasap,
melihat adanya cincin seperti pelangi di sekitar cahaya lampu, mata terasa berat,
demam, pusing, nyeri kepala, mual, ataupun muntah. Pasien mengaku 1 minggu
SMRS mata kirinya tertusuk gabah padi dan 3 hari kemudian baru timbul
keluhan seperti yang dirasakan oleh pasien saat ini. Pasien belum memeriksakan
dirinya ke dokter atau mantri setempat.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien baru pertama kali menderita penyakit mata seperti ini.
Riwayat trauma fisik (+) pada mata kiri tertusuk gabah padi 1 minggu SMRS.
2
Riwayat sakit kepala baik sisi kanan ataupun kiri disangkal.
Riwayat penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, atau kencing manis disangkal.
Riwayat infeksi berat pada mata disangkal.
Riwayat penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama baik obat lokal
mata/sistemik disangkal.
Riwayat penggunaan kaca mata disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit mata seperti ini.
Riwayat keluarga yang mengalami penyakit mata hebat hingga buta
disangkal.
Riwayat keluarga hipertensi atau kencing manis disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,8º C
Status Generalis
- Kepala
Bentuk : Simetris.
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Status Oftalmologis.
Telinga : Bentuk normal,simetris, liang lapang, serumen(-/-)
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi,
pernafasan cuping hidung tidak ada, secret tidak
ada.
Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, faring tidak
3
hiperemis, tidak ada perdarahan gusi.
- Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, trakea tidak deviasi, kelenjar
tiroid dan getah bening tidak membesar.
Palpasi : Kelenjar tiroid dan getah bening tidak membesar.
JVP : Tidak meningkat.
- Toraks
Inspeksi : Bentuk simetris.
PARU
Inspeksi : Pergerakan nafas kanan-kiri simetris.
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi
(-/-).
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba.
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
- Abdomen
Inspeksi : Perut datar simetris
Palpasi : Turgor baik, hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
- Ekstremitas
Superior : tidak ada kelainan
Inferior : tidak ada kelainan
4
STATUS OFTALMOLOGIS
OCULAR DEXTRA OCULAR SINISTRA
6/6 VISUS 2/60
Tidak dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SKIASKOPI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Dalam batas normal BULBUS OCULI Dalam batas nomal
Dalam batas normal SUPERSILIA Dalam batas normal
Dalam batas normal PARESE/PARALISE Dalam batas normal
Dalam batas normal PALPEBRA SUPERIOR Edema(+)
Dalam batas normal PALPEBRA INFERIOR Edema (+)
Dalam batas normal CONJUNGTIVA
PALPEBRA
Hiperemis (+), edema (+)
Dalam batas normal CONJUNGTIVA
FORNICES
Hiperemis (+), edema (+)
Dalam batas normal CONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva(+),
injeksi siliar(+), injeksi
episklera(+), edema (+),
flikten (+)
Anikterik SCLERA Anikterik
Dalam batas normal CORNEA Edema (+), infiltrat (+),
defect(+) bergaung
berwarna putih di
parasentral (perifer) arah
jam 8 ukuran 1x1mm
Kedalaman sedang, jernih CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman dangkal, keruh
Gambaran kripta reguler,
warna coklat
IRIS Sulit dinilai (sukar dilihat)
Reguler dan bulat d=3mm,
sentral, reflek cahaya
PUPIL Reguler dan bulat d=3mm,
sentral, reflek cahaya
5
langsung (+), reflek
cahaya konsensual (+)
langsung (+), reflek
cahaya konsensual (+)
Jernih LENSA Jernih
Tidak dilakukan FUNDUS REFLEKS Tidak dilakukan
Tidak dilakukan CORPUS VITREUM Tidak dilakukan
N/palpasi TENSIO OCULI N/palpasi
Epifora(-), radang (-) SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Epifora(+), radang (-)
D. Resume
Ny. J 35 tahun seorang ibu rumah tangga.
Anamnesis : penglihatan mata kiri kabur (+), merah (+), nyeri (+), silau (+),
keluar air mata (+), panas (+), gatal (+) sejak 4 hari SMRS. 1 minggu SMRS
mata kiri tertusuk gabah padi, 3 hari kemudian baru muncul gejala.
Status Oftalmologi Occulus Sinistra
VISUS 2/60
PALPEBRA SUPERIOR Edema(+)
PALPEBRA INFERIOR Edema (+)
CONJUNGTIVA
PALPEBRA
Hiperemis (+), edema (+)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (+), edema (+)
CONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva(+), injeksi
siliar(+), injeksi episklera(+), edema
(+), flikten (+)
CORNEA Edema (+), infiltrat (+), defect(+)
bergaung berwarna putih di parasentral
(perifer) arah jam 8 ukuran 1x1mm
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman dangkal, keruh
SISTEM CANALIS Epifora(+)
6
LACRIMALIS
E. Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan slit-lamp pada mata kiri.
2. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi pada mata kiri.
3. Pemeriksaan sediaan apus melalui goresan ulkus (swab kornea) untuk
analisa atau kultur penyebab mikroorganisme dengan pewarnaan gram
atau KOH 10%.
F. Diagnosa Banding
1. Ulcus cornea marginal oculi sinistra
2. Keratitis marginal oculi sinistra
3. Keratomikosis oculi sinistra
G. Diagnosa Kerja
Ulcus Cornea Marginal Oculi Sinistra.
H. Penatalaksanaan
Non medikamentosa :
Istirahat.
Edukasi pasien untuk mengurangi mata dari paparan cahaya matahari,
angin, debu.
Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang.
Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih.
Medikamentosa :
Spooling RL-betadin 2x1 OS.
Artificial Tears ED/ 6 gtt I OS.
Sikloplegik : Atropin Sulfat 0,5% ED 2 gtt II OS.
Antibiotik topikal : Gentamisin ED 6 gtt II OS.
7
Antibiotik sistemik : Cefadroxil Tablet 2x500 mg selama 5 hari.
Analgetik sistemik : Asam Mefenamat Tablet 3x500 mg (sampai nyeri
mata hilang).
Roboransia (Vit A, Vit B Complex, Vit C) tablet 2x1 selama 5 hari.
I. Prognosa
- Quo ad Vitam : bonam
- Quo ad Visam : dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
II. ANALISIS KASUS
8
1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat ?
Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya penurunan
penglihatan (kabur) disertai dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan
kemungkinan adanya ulkus kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior,
endofthalmitis, dan panofthalmitis.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat tertusuk gabah
padi pada mata kiri, kemudian mata tersebut menjadi kabur, merah, nyeri, berair-
air. Penderita juga mengeluh adanya bintik putih pada mata yang timbul 3 hari
setelah tertusuk gabah padi. Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini
adalah ulkus kornea dan keratitis.
Kemungkinan diagnosis glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada
penderita ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri
kepala hebat yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi
atau halo ketika melihat lampu.
Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosis utama pada pasien ini
juga dapat disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan
gambaran tukak di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni
uveitis anterior. Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu
inflamasi dan infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai
komplikasi diagnosis utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea
dapat menyebar ke uvea anterior.
Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena
terdapat faktor penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi menjadikan
endofthalmitis sebagai diagnosis utama pasti tidak dapat dilakukan karena segmen
posterior tidak dapat dinilai. Selain itu, biasanya endofthalmitis ditandai dengan
demam.
Kemungkinan diagnosis panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena
pada penderita ini tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada
pergerakan bola mata, bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita
9
yang kelihatan sakit, menggigil, demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu,
diagnosis pasti panofthalmitis tidak dapat ditegakkan karena segmen posterior
tidak dapat dinilai.
Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus
kornea marginal karena letaknya di perifer (parasentral). Diagnosis keratitis
marginal dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya terdapat
infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada kornea akan
tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea di perifer. Diagnosis banding
keratomikosis juga dapat disingkirkan. Keratomikosis adalah infeksi kornea oleh
jamur yang biasanya akibat rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun, dan
bagian tumbuh-tumbuhan, sama seperti pada pasien ini tertusuk gabah padi
sehingga penulis mendiagnosis bandingkan dengan penyakit ini.
Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya
penurunan visus disertai dengan mata yang merah, nyeri, silau, dan berair. Adanya
riwayat trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu ulkus.
Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya epifora, injeksi konjungtiva,
injeksi siliaris, injeksi episklera, cornea edema terdapat infiltrat serta gambaran
defek bergaung berwarna putih di parasentral/perifer kornea arah jam 8, ukuran
1x1mm. Penurunan visus yang tidak begitu hebat yaitu 2/60 dikarenakan letak
ulcus nya di perifer.
Beberapa literatur menyebutkan kornea memiliki banyak serabut nyeri.
Oleh karena itu, kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun dalam menimbulkan
rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperberat dengan gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena
kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea
pada umumnya mengaburkan penglihatan, terutama jika terletak di sentral.
Fotofobi pada ulkus kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang
sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada
ujung saraf kornea. Meskipun mata berair dan fotofobi umumnya menyertai ulkus
kornea.
10
2. Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah tepat ?
Pengobatan pada kasus ini diberikan antibiotik oral dan topikal, diberikan
juga sikloplegik untuk mengistirahatkan iris untuk mengurangi spasme dan
mencegah terjadinya sinekia. Diberikan juga airmata buatan karena bila ada defek
kornea maka lapisan airmata yang ada diluar kornea akan terganggu sehingga
perlu diberikan tambahan airmata.
Selain itu pada pasien ini dilakukan irigasi dengan RL dan Povidon Iodine
0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran mata dan
benda asing. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan
untuk melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin
memiliki efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah
perlengkatan iris pada kornea. Artificial tears diberikan sebagai air mata buatan
agar terjadi penyerapan obat tetes mata dengan baik.
3. Apakah penyebab pasien mengalami penyakit ini ?
Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak
ulkus yang perifer, memberikan kemungkinan penyebabnya adalah karena alergi,
toksik, dan infeksi (akibat tertusuk gabah padi).
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat
diagnosa kausa. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa swab
dan kultur dari kornea untuk mengetahui dan memastikan penyebab dari ulkus
kornea tersebut. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang
memakai larutan KOH. Pemeriksaan bakteri dilakukan dengan kerokan kornea
dan pemeriksaan mikrobiologi gram, kultur, dan uji resistensi.
4. Bagaimanakah prognosis penglihatan mata kiri nya ?
11
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan
serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. Ulkus
kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel
dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial
yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama,
tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik1.
Pada pasien ini, proses penyakit berlangsung selama 1 minggu, dan ulkus
baru terbentuk 4 hari yang lalu, ulkus berukuran kecil, sehingga prognosis
penglihatan pasien ini bisa dikatakan baik, tetapi dalam hal kosmetik
kemungkinan kurang baik karena bisa timbul sikatriks sedikit.
Prognosis pada kasus ini ad vitamnya lebih ke arah baik karena tidak
mengancam kematian, ad visam baik karena visusnya kemungkinan bisa
kembali normal menunggu terjadinya epitelisasi dan letaknya di perifer
tidak begitu mengganggu pembiasan cahaya ke pupil, prognosis
sanationamnya juga baik karena tentunya saat penglihatan sudah pulih
kembali tidak akan mengganggu dalam aktivitas bekerja pasien.
12
III. TINJAUAN PUSTAKA
Ulcus Cornea
A. PENDAHULUAN
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat
film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.
13
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.3
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1
14
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
- Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
- Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
15
- Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1
C. DEFINISI2,4
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
16
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.
Gambar 3. Ulcus Cornea
D. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari
ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
E. PATOFISIOLOGI
17
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5
F. ETIOLOGI 1,4,5,6
18
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus
dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,
vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
19
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
G. KLASIFIKASI1,6
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
20
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Gambar 4.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 4.b Ulkus Kornea Pseudomonas
21
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi
sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat
dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak
kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding
dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak
lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
Gambar 5. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
22
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
Gambar 6.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 6.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.
Gambar 7. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
23
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
Gambar 8. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
Gambar 9. Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya
tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
H. MANIFESTASI KLINIS4
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
24
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
I. DIAGNOSIS1,3,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
25
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Gambar 10. Kornea ulcer dengan fluoresensi
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 11. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 12 a.Pewarnaan gram ulkus Gambar 12 b.Pewarnaan gram
herpes zoster ulkus kornea herpes simplex
26
Gambar 13. a Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 13. b Pewarnaan gram ulkus
bakteria akantamoeba
Tabel 1. Derajat Ulcus Cornea
Karakteristik Ringan Sedang Berat
Ukuran ulkus (mm)
Kedalaman ulkus (%)
Infiltrat
Sklera
< 2
< 20
Dense, superfisial,
terbatas pada dasar
ulkus
Tidak terlibat
2-5
20-50
Dense, meluas ke
mid stroma
Tidak terlibat
> 5
> 50
Dense, meluas lebih
dalam dari mid stroma
hingga mencapai
sklera
Mungkin terlibat
J. PENATALAKSANAAN4,6,7
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada
ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
27
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
28
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
29
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 14. Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea di tepi perforasi.
30
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 15. Keratoplasti
K. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada
kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk
bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
L. KOMPLIKASI7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
31
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
M. PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosa ulkus
kornea marginal oculi sinistra sesuai dengan keluhan subyektif dan obyektif yang
ditemukan. Etiologi belum diketahui secara pasti karena harus didukung dengan
pemeriksaan sediaan apus swab kornea. Hal yang penting pada pasien ini adanya
riwayat trauma pada mata kirinya sehingga dipikirkan sebagai faktor predisposisi
32
ulkus kornea. Pengobatan yang diberikan berupa antibiotik oral dan topikal,
analgetik, roboransia, sikloplegik dan airmata buatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan dan Asbury. Opthalmologi Umum. Edisi 17. EGC, Jakarta, 2012.
2. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2 April
2013.
33
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2
April 2013.
4. Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. Ilmu Penyakit Mata, Edisi keempat
FKUI, Jakarta, 2012.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta, 2002.
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989.
7. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2 April
2013.
8. Anonimus, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.wikipedia.org 3 April 2013.