Transcript

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji

seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu

sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah,

sosiologi, dan ekonomi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).

Pada saat ini peserta didik menghadapi tantangan berat karena kehidupan

masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh sebab itu, mata

pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses

pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di

masyarakat.

Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis (Sapriya, 2012:194). Dengan

demikian berarti Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan bidang pengetahuan yang

digali dari kehidupan praktis sehari-hari karena ilmu sejarah, geografi serta

ekonomi adalah hal-hal yang ditemui dalam kehidupan sekitar kita dalam

kelangsungan hidup bersama di dalam masyarakat. Masyarakat ialah sumber serta

objek kajian materi pendidikan IPS, yaitu berpijak pada kenyataan hidup yang riil

(nyata). Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan

mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB yang mengkaji seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial (BNSP,

2006:1). Lain halnya dengan apa yang di ungkapkan Kristin, F (2016:76) IPS

adalah ilmu yang mempelajari berbagai disiplin ilmu yang terpadu berkaitan

dengan manusia dan lingkungannya. Pendapat yang berbeda juga diungkapkan

oleh Rahmaningrum, M (2016:914) bahwa keberadaan IPS sebagai mata pelajaran

di sekolah sudah tidak terbantahkan kelahirannya karena adanya kebutuhan

masyarakat maju yang beradap, adil, makmur, dan sejahtera. Berdasarkan

beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan salah satu

8

mata pelajaran perpaduan dari mata pelajaran geografi, ekonomi, ilmu

politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, dan generalisasi yang

mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan

dengan isu sosial yang terpadu berkaitan dengan manusia dan lingkungannya.

Pada jenjang sekolah dasar IPS adalah perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi,

dan ekonomi.

2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran IPS

Hakikat pembelajaran IPS ialah telaah tentang manusia dan dunianya.

Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam

kehidupannya manusia menghadapi tantangan-tantangan yang berasal dari

lingkungannya maupun sebagai hidup bersama. IPS memandang manusia dari

berbagai sudut pandang. IPS melihat bagaimana manusia hidup dengan

sesamanya, dengan tetangganya dari lingkungan dekat sampai yang jauh.

Bagaimana keserasian hidup antara lingkungannya baik dengan sesama manusia

maupun lingkungan alamnya. Bagaimana mereka melakukan aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain bahan kajian atau belajar IPS

adalah manusia dengan lingkungannya (Hidayati, dkk, 2010:8).

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPS

Pendidikan IPS bertujuan membina anak didik menjadi warga negara yang

baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang

berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara. Nursid Sumaatmaja

(Hidayati, dkk, 2010:1-24).

Tujuan utama IPS menurut Nursid Sumaatmaja (Trianto, 2007:121) adalah

untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap lingkungan beserta

masalah sosial yang terjadi di masyarakat, terampil dalam mengatasi setiap

masalah yang terjadi didalam kehidupan sehari-hari, baik masalah yang menimpa

dirinya maupun menimpa orang lain.

9

Mengenai tujuan mata pelajaran IPS di SD BNSP menyebutkan (2006:159)

yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan:

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya;

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin

tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan

sosial;

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan; dan

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk baik di tingkat lokal, nasional, dan

global.

Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

pembelajaran IPS ialah dapat mengembangkan kemampuan dalam lingkungannya

dan melatih anak didik untuk menempatkan dirinya dalam masyarakat yang

demokratis, serta menjadikan negaranya sebagai tempat hidup yang lebih baik

sehingga mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan serta dapat

memcahkan masalah sosial dengan menemukan solusi hingga dapat

menyeleseikan masalah pribadi dan masalah sosial dengan baik.

Tujuan IPS akan tercapai melalui kompetensi peserta didik yang

ditetapkan pada Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar

(KD). Tabel dibawah ini menjelaskan tentang standar isi yang digunakan di

jenjang pendidikan sekolah dasar pada kelas 5.

10

Tabel 2.1

Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Standar Isi IPS Kelas 5 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai peranan tokoh

pejuang dan masyarakat dalam

mempersiapkan dan

mempertahankan kemerdekaan

Indonesia.

2.1.Mendeskripsikan perjuangan para

to-Koh pejuang pada pada penjajah

Belanda dan Jepang.

2.2.Menghargai jasa dan peranan

tokoh perjuangan dalam

mempersiapkan kemerdekaan

Indonesia.

2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi

sampai pada jenjang dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan

sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di

lingkungan sekitar peserta didik di SD.

Ruang lingkup pembelajaran IPS meliputi aspek-aspek (BNSP, 2006:2)

sebagai berikut:

a. Manusia, tempat dan lingkungan

b. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan

c. Sistem sosial dan budaya

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

Ruang lingkup pembelajaran IPS tidak lain adalah kehidupan sosial

manusia di masyarakat. Aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan,

sejarah, geografi, ataukah itu politik, bersumber dari masyarakat.

2.1.1.4 Pembelajaran IPS di SD

Berdasarkan tujuan IPS di SD/MI yang telah dijelaskan sebelumnya,

dibutuhkan suatu pembelajaran yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Pelajaran di

SD harus memperhatikan kebutuhan anak usia SD.

Menurut Piaget (Gunawan, 2013:82), perkembangan kemampuan

intelektual/kognitif anak usia 7-11 tahun (usia SD) berada pada tingkat konkret

11

operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan

menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang

mereka pedulikan ialah sekarang (konkret) dan bukan masa depan yang belum

pernah dipahami (abstrak). Padahal, bahan materi IPS penuh dengan konsep-

konsep yang bersifat abstrak, seperti waktu, perubahan, kesinambungan, arah

mata angin, lingkungan, ritual, dan nilai yang harus dibelajarkan di SD. Oleh

karena itu, perlu ada strategi pembelajaran yang sesuai untuk mengkaji konsep-

konsep abstrak itu agar dipahami oleh anak.

Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD, penerapan pembelajaran

yang aktif, kreatif, dan menyenangkan akan memungkinkan siswa mengerjakan

kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan

pemahaman dengan penekanan belajar sambil bekerja. Sementara itu, guru perlu

menggunakan berbagai sumber dan media belajar termasuk pemanfaatan

lingkungan supaya pemebelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif, agar

tujuan dari pelajaran IPS dapat tercapai.

2.1.2 Model pembelajaran

Model adalah suatu analog konseptual yang digunakan untuk menyarankan

bagaimana sebaiknya meneruskan penelitian empiris tentang suatu masalah. Jadi

model ialah suatu struktur konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam

suatu bidang, dan sekarang diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian

dan berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu

berkembang Marx (dalam Ratna 2011:13).

Albert bandura (dalam Khoe Yao Tung 2015:169) mengemukakan:

“Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people

had tp rely solely on the effects of their own actions to infrom them what to do.

Fortunately, most human behavior is learned observationally through modeling:

from observing others one forms an idea of how new behaviors are performed,

and on later occasions this coded information serves as a guide for action.”

Mencermati teori Bandura tersebut belajar merupakan pekerjaan melelahkan dan

juga berbahaya, apabila orang hanya semata-mata mengandalkan efek dari

12

tindakan mereka sendiri dalam menginformasikan apa yang harus mereka

lakukan. Beruntungnya, sebagian besar perilaku manusia dapat dipelajari dengan

observasi melalui pemodelan: dari mengamati orang lain, seseorang mendapatkan

ide tentang bagaimana perilaku baru dibentuk, dan pada kesempatan kemudian

informasi berupa kode ini menjadi panduan tindakan.

Menurut Joyce (Trianto, 2007:49), menyatakan bahwa model

pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan untuk

menentukan perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film,

komputer, kurikulum dan lain-lain. Selanjutnya, Joyce menyatakan bahwa setiap

model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk

membantu peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2.1.3 Model Pembelajaran Active Learningt

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Active Learning

Pemilihan model pembelajaran merupakan salah satu hal penting yang

harus dipahami oleh setiap guru. Model pembelajaran Active Learning

(pembelajaran aktif) adalah salah satu pembelajaran yang dapat membuat siswa

aktif dengan melibatkan siswa dalam belajar yaitu dengan maksud untuk

mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dan siswa tertuju pada proses

pembelajaran yang diterapkan. Dalam menciptakan pembelajaran aktif Warsono

dan Hariyanto (2013:12) menjelaskan bahwa pembelajaran aktif mengkondisikan

agar siswa selalu melakukan pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa

berpikir tentang apa yang dilakukannya selama pembelajaran.

Pembelajaran aktif terjadi jika siswa aktif melakukan kegiatan

pembelajaran sehingga pengalaman belajar yang siswa lakukan akan selalu

diingat. Dalam belajar perlu adanya aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar itu

adalah berbuat (Learning by doing), yang bermakna siswa melakukan kegiatan

dalam pembelajaran hal ini ditegaskan oleh Sardiman (2012:103). Dapat

dikatakan pembelajaran yang baik adalah belajar dari pengalaman dengan

berlandaskan aktivitas. Sama halnya dengan apa yang di kemukakan oleh

13

Baharun, H (2015:37) bahwa pendekatan Active Learning merupakan strategi

belajar mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan untuk

mencapai keterlibatan siswa agar efektif dan efisien dalam belajar membutuhkan

berbagai pendukung dalam proses belajar dan dari sarana belajar.

Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran aktif

siswa tidak hanya medengarkan penjelasan guru tetapi siswa melakukan aktivitas

seperti melihat, mendengarkan, bertanya dengan guru atau teman, melakukan

kegiatan, dan mengajarkan pada siswa lainnya dengan demikian siswa dapat

menguasai materi pembelajaran. Pembelajaran aktif ditujukan agar siswa belajar

secara individu maupun kelompok dalam mempelajari materi dan menyeleseikan

tugas. Cara terbaik untuk meningkatkan pembelajaran aktif Silberman (2013:124)

mengungkapkan bahwa dengan cara memberikan tugas kepada siswa untuk

dikerjakan dalam kelompok kecil sehingga mendapatkan dukungan dari sesama

siswa, perbedaan sudut pandang, pengetahuan, dan keterampilan menjadikan

pembelajaran kolaboratif bagian yang berharga dalam suasana pembelajaran di

kelas.

2.1.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Active Learning

Pembelajaran Active Learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk

memperkuat, memperlancar stimulus dan respons peserta didik, diharapkan proses

pembelajaran menjadi hal yang mneyenangkan, tidak menjadi hal yang

membosankan bagi mereka. Pembelajaran aktif dapat membantu ingatan

(memori) peserta didik, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan

pembelajaran dengan sukses.

Menurut Bonwell (Runtut, 2009:156), pembelajaran aktif mempunyai

karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

a. Penekanan dalam proses pembelajaran sebenarnya bukan pada

penyampaian informasi yang disampaikan pengajar melainkan pada

pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik

atau permasalahan yang dibahas.

14

b. Peserta didik tidak hanya menjadi pendengar materi pelajaran secara pasif

tetapi mengerjakan sesuatu yang bersangkutan dengan materi pelajaran,

c. Penekanan di aplikasikan pada explorasi nilai-nilai dan sikap-sikap

berkenaan dengan materi pelajaran yang diberikan,

d. Secara mayoritas peserta didik dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa

dan mengevaluasi,

e. Umpan-balik yang lebih cepat diharapkan terjadi dalam proses

pembelajaran.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Active Learning

Terdapat beberapa yang manjadi kelebihan dan kelemahan model

pembelajaran Active Learning sebagai berikut:

Menurut Silberman (2011:31-34) ada beberapa kekhawatiran dalam

pembelajaran aktif yang bisa menjadi kendala atau kelemahan dalam

pembelajaran aktif, yaitu:

a. Kegiatan pembelajaran aktif dikhawatirkan hanya merupakan kumpulan

permainan.

b. Lebih berfokus pada kegiatan sehingga siswa kurang memahami materi

yang dipelajari.

c. Menyita banyak waktu.

d. Ada kemungkinan siswa akan menyampaikan informasi yang salah dalam

metode belajar aktif berbasis kelompok.

e. Butuh banyak persiapan dan kreativitas.

Dalam pembelajaran aktif memang ada beberapa kelemahan, namun juga

memiliki beberapa kelebihan, diantaranya (Hisyam Zaini, 2008: 14-17) :

a. Mengajak siswa secara aktif terlibat langsung dalam pembelajaran.

b. Penerapan proses pembelajaran siswa terlibat aktif secara fisik, tidak

hanya mentalnya.

c. Suasana lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat maksimal.

d. Bagi pengajar yang sibuk, pembelajaran aktif sangat membantu dalam

melaksanakan tugas-tugas keseharian.

15

2.1.3.4 Macam-macam Metode Pembelajaran Active Learning

Adapun macam-macam model pembelajaran Active Learning menurut

Hisyam zaini (2008: 2-50) adalah sebagai berikut:

a. Critical Incident (Pengalaman Penting)

Strategi ini sering digunakan untuk memulai kegiatan

pembelajaran. Tujuannya ialah untuk melibatkan peserta didik sejak awal

dengan melihat pengelaman mereka.

Langkah-langkah:

a) Menyampaikan topik atau materi.

b) Memberi kesempatan beberapa menit pada peserta didik untuk

mengingat-ingat pengalaman mereka yang berkaitan dengan topik

atau materi.

c) Menanyakan pengalaman yang menurut mereka tidak terlupakan.

d) Menyampaikan materi dengan mengaitkan pengalaman peserta

didik dengan materi yang akan disampaikan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa critical incident

merupakan salah satu strategi pembelajaran aktif yang tujuannya membuat

siswa lebih aktif sejak dimulainya proses pembelajaran.

b. Active Knowladge Sharing (Saling Tukar Pengetahuan)

Strategi ini dapat digunakan untuk melihat kemampuan peserta

didik, disamping untuk membentuk kerja sama tim yang baik.

Langkah-langkah:

a) Membuat pertanyaan yang berkaitan dengan materi.

b) Meminta peserta didik untuk menjawab dengan sebaik-baiknya.

c) Meminta peserta didik untuk berkeliling mencari teman yang dapat

membantu menjawab pertanyaan yang tidak diketahui dan

diragukannya.

d) Meminta peserta didik untuk kembali ke tempat duduk kemudian

periksa jawaban mereka. Jawablah pertanyaan yang tidak dapat

dijawab oleh peserta didik.

16

Jadi dapat disimpulkan bahwa active knowladge sharing ialah

strategi pembelajaran yang menjadikan siswa aktif mulai dari membuat

pertanyaan, menjawab serta mencari jawaban yang dianggap benar.

c. True or False (Benar atau Salah)

Aktifitas kolaboratif yang dapat mengajak peserta didik aktif dalam

materi segera. Strategi ini menumbuhkan kerja sama tim, berbagai

pengetahuan dan belajar secara bertanggung jawab merupakan strategi

pembelajaran benar atau salah.

Langkah-langkah:

a) Membuat daftar pernyataan yang berhubungan dengan materi,

sebagian benar dan sebagian salah. Memasukkan masing-masing

pernyataan pada selembar kertas yang berbeda, pastikan

pernyataan dibuat sejumlah peserta didik yang ada.

b) Setiap peserta didik mendapatkan satu kertas kemudian diminta

untuk mengidentifikasi mana yang benar dan mana yang salah.

c) Memberi masukkan untuk setiap jawaban, sampaikan cara kerja

peserta didik adalah bekerja sama dalam tugas.

d) Menekankan bahwa kerja sama yang sportif akan sangat membantu

kelas karena ini adalah metode belajar aktif.

Penjelasan yang terdapat di atas dapat disimpulkan bahwa true or

false merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada kerja sama

tim antar siswa yang mana dari kerja sama yang baik serta berbagi

pengetahuan tersebut tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

d. Guided Not taking (Catatan Terbimbing)

Strategi berikut ini dapat membantu peserta didik membuat

catatan-catatan ketika guru menyampaikan pelajaran.

Langkah-langkah:

a) Memberi peserta didik panduan yang berisi ringkasan poin-poin

utama dari materi pelajaran yang akan disampaikan dengan metode

ceramah.

17

b) Mengosongkan sebagian poin-poin yang penting sehingga akan

terdapat ruang-ruang kosong dalam catatan tersebut.

c) Membagikan bahan ajar yang dibuat guru, jelaskan bahwa bacaan

tersebut sengaja dibuat kosong agar peserta didik dapat

berkonsentrasi mendengarkan pelajaran yang akan disampaikan.

d) Setelah selesai menyampaikan materi, mintalah peserta didik

membacakan catatan-catatannya.

e) Memberikan klarifikasi.

Kesimpulan dari penjelasan di atas Guide Not taking salah satu dari

strategi pembelajaran aktif yang menjadikan peserta didik aktif untuk

mencatat poin-poin penting dari materi yang telah disampikan oleh guru

dalam proses pembelajaran.

e. Card Sort (Sortir Kartu)

Kegiatan kolaboratif yang bisa dipergunakan untuk mengajarkan

konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta, mengenai obyek atau

membenarkan informasi adalah pengertian dari strategi ini.

Langkah-langkah:

a) Memberi potongan kertas yang berisi informasi tentang materi

yang mencakup satu atau lebih kategori kepada setiap peserta

didik.

b) Meminta peserta didik untuk berkeliling dalam kelas dengan tujuan

menemukan kategori yang sama.

c) Meminta Peserta didik dengan kategori yang sama dapat

memaparkan kategori masing-masing dalam kelas.

d) Seiring dengan berjalannya pemaparan dari tiap-tiap kategori

tersebut, berikanlah poin-poin penting terkait mata pelajaran yang

sedang dipaparkan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan tersebut yaitu

strategi pembelajaran aktif sortir kartu merupakan cara untuk mengajak

siswa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran menggunakan media

18

potongan-potongan kertas yang sebelumnya telah diisi kategori dari materi

yang disampaikan oleh guru.

2.1.3.5 Model Pembelajaran Active Learning tipe Card Sort

Salah satu metode dalam pembelajaran aktif adalah metode pembelajaran

card sort (sortir kartu) yang merupakan pembelajaran yang menekankan keaktifan

siswa dan akhirnya anak akan tergerak kemandiriannya dalam belajar. Silberman

(2013:171) menjelaskan bahwa card sort (memilah dan memilih kartu) adalah

kegiatan kolaboratif yang senantiasa dapat dipergunakan untuk memahami

konsep, penggolongan sifat, fakta mengenai suatu objek atau mengulangi

informasi. Metode pembelajaran tersebut juga dapat melakukan aktivitas belajar

secara individu maupun kelompok, seperti yang dijelaskan Warsono dan

Hariyanto (2013:47) card sort merupakan gabungan antara pembelajaran aktif

individual dengan pembelajaran kolaboratif atau pembelajaran kooperatif

bergantung pada keinginan guru. Sejalan dengan pendapat yang telah

dikemukakan diatas, Rahmaningrum, M (2016:917) menjelaskan salah satu

pembelajaran aktif yang dapat diterapkan sesuai dengan karakteristil siswa

sekolah dasar adalah Card Sort. Strategi ini merupakan aktivitas kerjasama yang

bisa digunkana untuk mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta tentang

benda, atau menilai informasi, selain itu gerak fisik yang ada didalamnya dapat

membantu menggairahkan siswa yang merasa penat dan bosan.

Seperti yang dijelaskan oleh Silberman (2013:172) bahwa pada active

learning tipe card sort ini guru menggunakan media kartu yang berisi informasi

atau contoh yang tercakup dalam satu atau lebih kategori. Kartu dibagikan kepada

siswa yang berupa potongan-potongan kertas, kemudian siswa melakukan usaha

untuk menemukan kartu berkategori sama. kegiatan tersebut akan menjadikan

gerakan fisik yang dominan dalam hal ini dapat membantu mendinamiskan kelas

yang jenuh atau bosan (Hisyam Zaini, dkk. 2008:50).

19

2.1.3.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Active Learning Tipe Card

Sort

Model pembelajaran active learning tipe card sort (sortir kartu)

mempunyai langkah-langkah untuk melaksanakan tipe ini. Langkah-langkah

model pembelajaran active learning tipe card sort yang dijelaskan oleh Silberman

(2013:130-131) adalah sebagai berikut:

a. Berikan kepada setiap siswa selembar kartu indeks berisi informasi atau

contoh yang cocok dengan satu atau beberapa kategori.

b. Para siswa berkeliling di dalam kelas dan mencari kartu lain yang

berkategori sama.

c. Siswa yang memiliki kartu yang sama kategorinya, tampil bersama-sama

di depan kelas.

d. Ketika setiap kategori ditampilkan, sampaikanlah poin-poin pelajaran yang

menurut guru penting.

Adapun penjelasan langkah-langkah dalam penyusunan Model

pembelajaran active learning tipe card sort oleh Hisyam Zaini, dkk. (2008: 50-51)

adalah sebagai berikut:

a. Setiap siswa diberi potongan kertas yang berisikan informasi atau contoh

yang termasuk dalam satu atau lebih kategori.

b. Para siswa berkeliling menyortir kategori di dalam kelas untuk

menemukan kartu dengan berkategori sama.

c. Siswa berkategori sama diminta memaparkan kategori masing-masing di

depan kelas.

d. Seiring berjalannya pemaparan dari tiap-tiap kategori tersebut, guru

memberi penguatan atau poin-poin penting terkait materi pelajaran.

Senada dengan langkah pembelajaran aktif tipe Card Sort oleh dua ahli di

atas, Warsono dan Hariyanto (2013:47-48) menjelaskan contoh penggunaan

pembelajaran aktif tipe card sort dalam pembelajaran IPS untuk SD sebagai

berikut:

a. Bagikan kartu indeks kepada siswa yang meliputi lebih dari satu macam

kategori terkait mata pelajaran IPS.

20

b. Setelah mendapat kartu, setiap siswa bergerak keliling kelas dan

menemukan kartu dengan kategori sama. jika waktunya cukup biarkan

siswa menemukan kategorinya sendiri, tetapi jika waktunya tidak leluasa

sebaiknya guru umumkan kepada seluruh kelas kategori apa saja yang

tersedia.

c. Siswa yang memiliki kartu indeks dengan kategori yang sama berkumpul.

d. Para siswa dalam kategori yang sama bermusyawarah untuk menunjukkan

salah satu orang untuk mewakili kelompok melakukan presentasi di depan

kelas. Siswa yang lain dalam kelompok lain boleh menanggapi.

e. Guru melakukan refleksi dengan mengungkap butir-butir penting dari

setiap kategori bahan ajar.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran aktif tipe card sort

yang dikemukakan ahli di atas, maka langkah-langkah yang digunakan dalam

penelitian adalah:

a. Membagikan potongan kertas yang berisi informasi kepada masing-masing

siswa;

b. Meminta setiap siswa untuk berusaha mencari temannya di ruang kelas

dan menemukan orang yang memiliki kartu dengan kategori sama;

c. Apabila waktunya cukup biarkan siswa menemukan kategorinya sendiri,

tetapi jika waktunya tidak leluasa sebaiknya guru umumkan kepada

seluruh siswa kategori apa saja yang tersedia;

d. Para siswa dalam kategori yang sama melakukan musyawarah untuk

menunjuk salah satu orang mewakili kelompok melakukan presentasi di

depan kelas;

e. Siswa dalam kelompok lain boleh menanggapi presentasi yang telah

disampaikan;

f. Melakukan refleksi dengan mengungkapkan poin-poin penting dari setiap

kategori bahan ajar.

21

2.1.3.7 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Active Learning Tipe

Card Sort

Model pembelajaran Active Learning Tipe Card Sort juga mempunyai

kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut:

a. Kelebihan model pembelajaran Active Learning Tipe Card Sort menurut

Silberman (2013:130)

a) Dapat membantu menggairahkan siswa yang merasa jenuh atau

lelah terhadap pelajaran yang telah diberikan.

b) Dapat membina siswa untuk bekerjasama.

c) Mengembangkan sikap saling menghargai pendapat.

b. Kekurangan model pembelajaran Active Learning Tipe Card Sort menurut

Hosnan (2014:217)

a) Membuat siswa kurang aktif dalam berbicara atau menyimpulkan

pendapat.

b) Membutuhkan persiapan dan media yang berupa kartu-kartu

sebelum kegiatan berlangsung.

c) Apabila guru kurang bisa mengendalikan kelas maka suasana kelas

akan menjadi gaduh.

2.1.4 Kemandirian Belajar

2.1.4.1 Pengertian Kemandirian Belajar

Kemandirian adalah salah satu aspek penting yang perlu ditingkatkan

siswa. kata kemandirian, menurut KBBI (1988:555), adalah hal atau keadaan

dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada orang lain. Menurut Hamzah B. Uno

(2008:77), kemandirian adalah kemampuan untuk mengarahkan dan

mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak

merasabergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri

dianggap mampu bekerja sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Kemandirian tidak hanya berlaku bagi anak tetapi juga pada semua usia. Setiap

manusia perlu mengembangkan kemandirian dan melaksanakan tanggung jawab

22

sesuai dengan kapasitas dan tahapan perkembangannya. Secara alamiah anak

mempunyai dorongan untuk mandiri dan bertanggung jawab atas diri sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, tampak bahwa seorang siswa perlu

mempunyai kemandirian dalam belajar. dengan kemandirian, siswa dapat belajar

sendiri tanpa tergantung orang lain. Menurut Haris Mudjiman (2007:7), belajar

mandiri merupakan kegiatan belajar yang didorong oleh motivasi untuk

menguasai suatu kompetensi untuk mengatasi suatu permasalahan, dan dibangun

dengan modal yang sudah dimiliki. Seperti yang dikemukakan Santosa, S. K. D. S

(2013:90) siswa diharapkan mempunyai kemandirian belajar yang ditandai

dengan usaha untuk menetapkan sendiri tujuan atau sasaran belajar, yang

mencakup pula usaha memilih sendiri sumber belajar dan menggunakan teknik-

teknik belajar yang tepat untuk mencapai tujuan belajar. Siswa diharapkan dapat

belajar untuk menerapkan apa yang telah dipelajari secara mandiri dalam

kehidupan. Sundayana, R (2016:34) berpendapat mengenai kemandirian belajar

adalah suatu proses belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif,

dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam hal menentukan kegiatan belajarnya

seperti merumuskan tujuan belajar, sebagai sumber belajar (baik berupa orang

ataupun bahan), mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol sendiri proses

pembelajarannya.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian

belajar adalah rasa ketidaktergantungan pada orang lain dan disertai rasa berani

mengambil keputusan dengan mempertimbangkan konsekuensi yang akan

diperoleh.

2.1.4.2 Cara Menumbuhkan Kemandirian Belajar

Kemandirian dalam belajar dapat bekembang dengan baik apabila

diberikan kesempatan untuk memilih apa yang akan dipelajarinya namun masih

sesuai dengan konteks materi yang seharusnya ia belajar. Menurut Desminta

(2012:190), pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan

kemandirian peserta didik diantaranya adalah 1) Mengembangkan proses belajar

mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai; 2)

23

Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan

dalam berbagai kegiatan sekolah; 3) Memberi kebebasan kepada anak untuk

mengeksplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahuu mereka; 4) Penerimaan

positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak

yang satu dengan yang lain; dan 5) Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab

dengan anak.

Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh guru kepada siswanya dengan

harapan siswa dapat mempunyai kemandirian belajar dengan baik. Haris

Mudjiman (2011:169) menyebutkan bahwa tugas guru dalam belajar mandiri yang

dilakukan oleh siswa yaitu 1) mengajar dengan bahan dan cara yang merangsang

siswa untuk tertarik memperdalam dan mengembangkannya sendiri;

2)memberikan bantuan kepada siswa dalam proses pendalaman dan pegembangan

itu, bila diperlukan. Haris mudjiman (2011:10) menyebutkan ada lima tahap

penahapan dalam belajar mandiri yaitu 1) Tahap masuknya ransangan yang

menarik perhatian pembelajar; 2) Tahap tumbuhnya niat untuk merespon

rangsangan; 3) Tahap pembuatan keputusan atau tahap penumbuhan motivasi; 4)

tahap pelaksanaan tindakan belajar; dan 5) tahap evaluasi.guru berperan penting

dalam memfasilitasi siswanya untuk melewati tahapan-tahapan tersebut.

Rangsangan untuk menumbuhkan kemauan belajar dapat dilakukan dengan

menciptakan kegiatan belajar aktif yang melibatkan siswa.

Model pembelajaran juga sangat berperan penuh terhadap berhasilnya

perkembangan kemandirian belajar siswa. Model pembelajaran aktif misalnya,

menurut Santosa, S. K. D. S (2013:91) model pembelajaran aktif dapat

membangkitkan kemandirian siswa, siswa dengan sendirinya secara aktif

mempergunakan otak baik untuk mencari ide pokok dari materi, memecahkan

persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru saja mereka pelajari ke dalam

suatu persoalan yang terdapat dalam kehidupan nyata.

2.1.4.3 Aspek-aspek Kemandirian Belajar

Berdasarkan teori-teori yang telah di kemukakan sebelumnya kemandirian

belajar meliputi tidak merasa tergantung pada orang lain, memiliki rasa identitas

24

yang kuat atau percaya diri, mempunyai motivasi, dan berani menanggung

konsekuensi atau bertanggung jawab.

a. Tidak tergantung pada orang lain

Siswa yang tidak tergantung pada orang lain akan belajar dengan

caranya sendiri dan menemukan cara penyeleseian soal dengan kreatif.

b. Percaya diri

Percaya diri menurut Hamzah B. Uno (2008:86) adalah keyakinan

tentang harga diri dan kemampuan diri. Orang yang mempunyai

kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri berani tampil dengan keyakinan

diri, berani menyuarakan pandangannya, dan tegas. Percaya diri dapat

dilihat dari semangat saat mempresentasikan hasil pekerjaannya,

kemantapan saat bertanya maupun menjawab, dan percaya pada

kemampuannya sendiri.

c. Mengkontrol diri

Siswa yang mempunyai kemandirian belajar pasti dapat

mengontrol atau mengendalikan diri. Hamzah B. Uno (2008:86)

menyatakan bahwa mengontrol diri atau mengendalikan diri diartikan

sebagai mengelola emosi dan keinginan negatif.

Golman (Hamzah B. Uno, 2008:89) menyatakan orang yang dapat

mengontrol atau mengendalikan diri adalah orang yang dapat:

a) mengelola dengan baik perasaan dan emosi,

b) tetap teguh dan tidak goyah walaupun dalam situasi yang berat,

dan

c) berpikir dengan jernih dan tetap fokus.

Dengan demikian, siswa yang dapat mengontrol diri harus dapat

mengontrol waktu belajarnya, memperhatikan perkembangan prestasi

belajarnya, serta berusaha meningkatkan hasil belajarnya.

d. Motivasi

Menurut Sardiman (2011:73), motif adalah daya atau upaya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Setelah mendefinisikan

25

kata motif, Sardiman (2011:73) menyimpulkan bahwa motivasi adalah

daya penggerak yang telah menjadi aktif. Berdasarkan KBBI (1988:593),

motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang,

baik secara sadar maupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan

dengan tujuan tertentu.

Dalam Sardiman (2011:83) dijelaskan ciri-ciri motivasi, antara

lain:

a) tekun menghadapi tugas,

b) ulet menghadapi kesulitan,

c) menunjukkan minat,

d) lebih senang bekerja mandiri,

e) cepat bosan dengan tugas-tugas rutin,

f) dapat mempertahankan pendapatnya,

g) tidak mudah melepas hal yang diyakini, dan

h) senang memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi

adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Siswa yang mempunyai

motivasi akan berusaha menyeleseikan pekerjaannya, semangat dalam

belajar, dan mempunyai antusiasme terhadap pembelajaran.

e. Tanggung Jawab

Tanggung jawab dalam KBBI (1988:899) diartikan sebagai

keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu yang dimiliki siswa

dapat diketahui dengan sikap siswa saat menerima saran dan kritik

terhadap pekerjaannya, siswa mengumpulkan tugas tepat waktu, tidak

menyontek saat ujian, dan memperhatikan pelajaran dengan sungguh-

sungguh. Bertanggung jawab adalah suatu bentuk sikap dan aspek

perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya baik

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, lingkungan sosial

budaya, negara dan tuhan. (Mustari, 2011:21).Sedangkan menurut

Abdullah (2010:90) tanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk

26

menjalankan kewajiban karena dorongan didalam dirinya atau biasa

disebut dengan panggilan jiwa.

Menurut beberapa pendapat diatas bahwa tanggung jawab adalah

orang yang melaksanakan segala sesuatu atau pekerjaan dengan sungguh-

sungguh, sukarela, berani menanggung segala resiko dan segala

sesuatunya baik dari perkataan, perbuatan, dan sikap.

Terdapat aspek lain yang mendukung dari teori-teori sebelumnya seperti

yang dikemukakan oleh Haryati, F (2015:13) tentang kemandirian belajar yaitu

sebagai berikut:

a. Inisiatif belajar

Inisiatif merupakan suatu hal yang harus dimiliki dalam belajar

karena kalau tidak mempunyai inisiatif dalam belajar akan membuat siswa

kesulitan untuk berpikir bagaimana mereka dapat memecahkan masalah

yang dialaminya. Sedangkan inisiatif sendiri menurut Wollfock dalam

Mardiyanto (2008:23) inisiatif adalah kemampuan individu dalam

menghasilkan sesuatu yang baru atau asli atau suatu pemecahan masalah.

b. Mendiagnosa kebutuhan belajar

Sebelum belajar siswa haruslah tahu apa yang akan dia pelajari,

Siswa melakukan pemikiran tentang apa saja yang dibutuhkan dalam

belajar serta menentukan apa yang ingin dicapai dari hasil belajar yang

dilakukannya tersebut sehingga belajar menjadi terarah dan tidak sia-sia.

c. Menetapkan tujuan belajar

Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan

hasil pembelajaran (Oemar Hamalik, 2008:73). Tujuan disini sebagai

acuan untuk mengukur hasil belajar yang diharapkan, sehingga belajar

juga mempunyai tujuan yang jelas.

d. Memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar

Memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar sesungguhnya

adalah satu kesatuan yang tidak bisa terlepaskan. Ketiga hal tersebut saling

berkaitan demi kepentingan dalam belajar. Monitoring menurut Slameto

(2015:187) adalah upaya kegiatan mendapatkan informasi tentang

27

pelaksanaan penerapan kebijakan yang digunakan untuk memberikan

umpan balik pada pelaksanaan kebijakan atau program. Kegiatan

pemantauan dalam belajar sangat diperlukan untuk memantau apa saja

yang dipelajari sehingga tidak melampaui apa yang seharusnya dipelajari.

e. Memandang kesulitan sebagai tantangan

Dalam belajar pastilah menemukan kesulitan baik dalam cara

memcahklan materi persoalan atau memahami materi yang akan dipelajari.

Kesulitan belajar ini sangatlah umum dipunyai setiap siswa dalam kasus

belajarnya. Rumini dkk (Irham, 2013:254) mengemukakan bahwa

kesulitan belajar merupakan kondisi saat siswa mengalami hambatan-

hambatan tertentu untuk mengikuti proses pembelajaran dan mencapai

hasil belajar secara optimal. Siswa haruslah berusaha dengan keras untuk

memecahkan hambatan-hambatan yang dilaluinya dalam belajar agar

mendapatkan hasil belajar yang optimal.

f. Memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan

Sumber yang relevan sangtlah membantu dalam belajar karena

dapat membantu kita untuk mencari informasi-informasi yang akan

dipelajari. Sumber-sumber yang relevan misalnya buku, jurnal, koran,

majalah dll.

g. Memilih dan menerapkan strategi belajar yang tepat

Strategi menurut Slameto (2015:190) adalah pemikiran secara

konseptual, realistis, dan komperehensif tentang langkah-langkah yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Dalam belajar diperlukan langkah-langkah dari mana untuk memulai

belajar sehingga belajar menjadi terarah dan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

h. Mengevaluasi proses dan hasil belajar;

Evaluasi menurut Slameto (2015:185) suatu proses mendapatkan

informasi tentang hasil, yang kemudian dibandingkan dengan sasaran atau

target yang telah ditetapkan guna mengambil keputusan.

28

i. Konsep diri

Konsep diri Sri Agustina (2015:502-503) merupakan keseluruhan

pandangan tentang bagaimana seorang melihat, menilai, serta menyikapi

diri. Hal ini diperlukan dalam belajar guna penentu tingkah laku. Bila

belajar mempunyai konsep diri yang rendah atau negatif, belajar akan

menjadi kurang percaya diri, mudah putus asa, dan kurang berorientasi

pada prestasi, sehingga akan mempengaruhi hasil belajar dan prestasi

belajarnya. Sedangkan belajar yang mempunyai konsep diri yang positif

diharapkan akan memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai prestasi

belajar yang lebih baik.

Dari beberapa aspek yang telah dijelaskan oleh Feri dan Haris Mudjiman

aspek yang digunakan dalam penelitian ini ada 8 aspek, yaitu tidak tergantung

oranglain, percaya diri, mengkontrol diri, motivasi, tanggung jawab, inisiatif

belajar, mencari dan memanfaatkan sumber yang relevan, evaluasi.

2.1.5 Hasil Belajar

2.1.5.1 Hakikat Belajar

Proses belajar secara sederhana adalah dapat diartikan dari yang

sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti, yang sebelumnya tidak bisa

menjadi bisa, dari yang belum paham menjadi paham. Bukan hanya pola pikir

atau pengetahuan saja yang mengalami perubahan, tetapi juga pada tingkah laku,

sikap, dan konsep yang sebelumnya dimiliki. Setiap individu pasti ingin

mengembangkan potensi yang individu tersebut miliki. Hal tersebut bertujuan

untuk kemajuan kehidupan dari sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Belajar

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam

pribadi dan perilaku individu. Menurut pandangan Anthony Robbins (Trianto,

2009:15) “belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun

(mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau

pengetahuan baru didasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah

dimilikinya”. Berdasarkan pandangan diatas, dapat dipahami bahwa ketika dalam

diri individu terjadi proses belajar sebelumnya individu sudah memiliki

29

pengetahuan awal atau presepsi mengenai informasi tertentu sebelum mempelajari

informasi baru.

Menurut Slameto (2010:2), mendefinisikan belajar sebagai suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Lebih lanjut Slameto mengklasifikasikan ciri-ciri

perubahan tingkah laku seseorang dalam pengertian belajar meliputi perubahan

terjadi secara sadar, perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional,

perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan

bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan perubahan

mencakup seluruh aspek tingkah laku. Disini belajar dapat diartikan sebagai suatu

aktivitas mental yang dialami seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku.

2.1.5.2 Pengertian Hasil Belajar

Setelah proses belajar mengajar berlangsung, pasti siswa mendapatkan

pengetahuan baru yang dimiliki oleh siswa namun daya tangkap yang dimiliki

oleh masing-masing siswa berbeda. Ada yang memiliki daya tangkap yang baik,

tetapi juga ada siswa yang memiliki daya tangkap yang biasa saja. Dengan

mengetahui hasil belajar siswa dan mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang

diharapkan tercapai atau tidak. Untuk melihat hasil belajar bukan hanya melalui

evaluasi siswa saja tetapi bisa juga melalui aspek afektif dan psikomotor. Menurut

Agus Suprijono (2010:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan.

Sudjana, (2010:22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hal

ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Ponco (2017:15) hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya.

Menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2013:14) hasil belajar

merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Selanjutnya Nawawi (Susanto, 2013:5) hasil belajar diartikan sebagai

30

keberhasilan siswa dalam memahami pembelajaran di sekolah yang ditunjukkan

dengan skor sesuai dengan hasil tes pada mata pelajaran tertentu. Beberapa ahli

yaitu Krathwohl, Bloom dan Masia (Suprihatiningrum, 2013:38) membedakan

hasil belajar menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Pertama, aspek kognitif ini berhubungan dengan kemampuan berpikir mengetahui

dan memecahkan masalah. Kedua, aspek afektif berkaitan dengan kemampuan

yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi. Ketiga, aspek

psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan ketrampilan yang bersifat

manual dan motorik. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Anugraheni, I

(2017:249) bahwa penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari

perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan

berfikir maupun ketrampilan motorik hal yang demikian merupakan hasil belajar

yang kegiatan atau perilaku hampir sebagian besar diperlihatkan seseorang.

Hasil belajar dapat diketahui apabila ada pengukuran, pengukuran menurut

Arifin Zainal (2012:4) pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk

menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru,

gedung sekolah, meja belajar, white board, dan sebagainya. Dalam proses

pengukuran, tentu guru harus menggunakan alat ukur (tes dan non tes).

Pengukuran menurut Naniek, dkk (2012:47) adalah kegiatan atau upaya yang

dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa.

Pengukuran juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang sistematik

untuk menyatakan keadaan individu, Alen dan Yen dalam Naniek, dkk (2012:48).

Penilaian hasil belajar dapat menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik

tes sendiri menurut Arifin Zainal (2012:118) tes merupakan suatu teknik atau cara

yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang

didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas

yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek

perilaku peserta didik. Menurut Mardapi Djoemari (2012:67) Tes merupakan

salah satu bentuk instrument yang digunkan untuk melakukan pengukuran. Tes

terdiri atas sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau

semua benar atau sebagian benar.

31

Menurut Arikunto (2008:139) menegaskan bahwa teknik tes adalah

serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

individu atau kelompok. Dari uraian diatas tes merupakan suatu teknik atau cara

dalam rangka melaksanakan pengukuran yang berupa pertanyaan, untuk

mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang telah dicapai peserta didik

untuk bidang tertentu.

Berdasarkan uraian diatas tentang hasil belajar dapat diartikan bahwa hasil

belajar adalah pemberian skor terhadap kemampuan siswa yang diperoleh dari

pengukuran tes maupun non tes yang dijadikan acuan untuk mengetahui kuantitas

sesuatu apakah siswa sudah mencapai tingkat kelulusan yang ditentukan serta

besaran skor atau angka yang diperoleh melalui pengukuran baik itu tes dan non

tes yang dijadikan acuan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tingkat

keberhasilan yang ditentukan atau belum.

2.1.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar merupakan penghambat

keberhasilan prestasi siswa. Menurut Slameto (2010:54), faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan

faktor ekstern.

Faktor intern adalah faktor yang ada di diri individu yang sedang belajar

dan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Dalam faktor intern

terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor

psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,

kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern

diantaranya meliputi faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, latar belakang kebudayaan.

Menurut Aunurrahman (2011:177), bahwa masalah-masalah dalam belajar

baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dimensi siswa.

lebih lanjut Aunurrahman menyatakan bahwa faktor intern yang mempengaruhi

32

hasil belajar tersebut meliputi karakteristik /ciri siswa, sikap terhadap belajar,

motivasi belajar, kosentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menggali hasil

belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor ekstern

meliputi faktor guru, lingkungan sosial, kurikulum sekolah, dan sarana dan

prasarana.

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kedua faktor

(intern dan ekstern) sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. salah satu

masalah yang juga mempunyai pengaruh sangat besar dalam pencapaian suatu

hasil pembelajaran di SD adalah metode mengajar dimana di dalamnya terdapat

model pembelajaran. Berdasarkan taksonomi Bloom (Sudjana, 2010:22-23), hasil

belajar mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Purwanto (2014:48-53) domain hasil belajar merupakan perubahan

perilaku kejiwaan dikarenakan proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi

dalam tiga domain, yaitu:

a. Ranah Kognitif

Hasil belajar kognitif adalah perubahan yang terjadi dalam

kawasan kognitif yang mencakup enam aspek, yakni hapalan (C1),

pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintetis (C5), dan

evaluasi (C6). Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan

keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ada beberapa

jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. kategorinya dimulai dari

tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. Kategori

dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang

kompleks. Kategori tersebut yaitu, reciving/attending (penerimaan),

responding (jawaban), valuing (penilaian), organisasi, dan karakteristik

nilai atau internalisasi nilai.

c. Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill)

dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotorik dapat

33

diklasifikasikan menjadi enam, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan

terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, dan kreativitas.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang hasil belajar tersebut,

dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang

diperoleh anak setelah mengalami kegiatan belajar. kemampuan-

kemampuan yang diperoleh siswa meliputi kemampuan kognitif, afektif

dan psikomotorik.

2.2 Penelitian yang Relevan

a. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Sri Rahayu (2013) yang berjudul

Pengaruh Pembelajran Aktif Tipe Card Sort Terhadap Hasil Belajar IPS

bagi Siswa Kelas 5 SD Se-Gugus 2 Kecamatan Pengasih, Kulon Progo.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS yang diperoleh

siswa pada kelompok yang menerapkan pembelajran aktif tipe card sort

lebih tinggi daripada hasil belajar IPS siswa pada kelompok yang

menerapkan pembelajaran yang biasa dilakukan guru bagi siswa kelas 5

SD Se-Gugus 2 Kecamatan Pengasih. Hal tersebut dibuktikan dari hasil t-

test dengan taraf signifikan 5% (derajat Kepercayaan 95%) diperoleh t

hitung (2,997) > t tabel (1,679). Hasil belajar IPS yang diperoleh

kelompok eksperimen lebih tinggi daripada hasil belajar kelompok

kontrol, ditunjukkan dari mean hasil belajar yang diperoleh kelompok

eksperimen yaitu 79,13 dan mean hasil belajar yang diperoleh kelompok

kontrol yaitu 68,80.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2013) dengan judul “Penerapan

Strategi Pembelajaran Card Sort untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS

pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Ngasem Colomadu Tahun Ajaran

2012/2013.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi card sort dapat

meningkatkan hasil belajar khusunya kognitif pada setiap siklus. Pada pra

siklus 22,22% pada siklus I mengalami peningkatan sebesar 66,7% dan

pada siklus II menjadi 83,33%.

34

c. Penelitian yang dilakukan oleh Saifullah (2010) dengan judul “Penerapan

Model Pembelajaran Aktif Tipe Pemilahan Kartu (Card Sort) untuk

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS siswa kelas 5 SDN Pati 03”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi card sort meningkatkan hasil

belajar siswa. hal ini dapat dilihat dari hasil keaktifan rata-rata skor yaitu

pada pra siklus diperoleh sebesar 16,36. Hal ini mulai meningkat pada

siklus I dengan rata-rata 31,7 kemudian pada siklus II mengalami

peningkatan kembali yaitu menjadi 32,74.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Atni Widya (2010) dengan judul “Upaya

Meningkatkan Kemandirian Belajar dan Penguasaan konsep IPS Siswa

Kelas 5 SD Negeri Cepagan 01 Batang melalui Pembelajaran Aktif”.

Penelitian ini memberikan hasil bahwa Pembelajaran aktif dapat

meningkatkan kemandirian dan penguasaan konsep kelas 5. Dari siklus I

66,97% meningkat pada siklus II menjadi 88,37%. Berdasarkan respon

siswa terhadap pembelajaran mencapai 91,67% dengan kriteria tertinggi.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir menurut Sugiono (2010:92) merupakan sintesa tentang

hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan.

Berbagai teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut selanjutnya dianalisa

secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan

antara variabel yang diteliti. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang

diberikan di sekolah dasar. Namun, dalam proses pembelajarannya siswa

cenderung merasa kurang tertarik mengikutinya. Hal ini disebabkan dalam proses

pembelajarannya, guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional

seperti, metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Pembelajaran dengan

model konvensional ini, membuat guru menjadi pusat pembelajaran yang sangat

mendominasi kelas, sedangkan siswa lebih banyak mendengarkan dan

memperhatikan penjelasan dari guru, sehingga siswa cenderung bosan saat proses

pembelajaran. Hal ini menyebabkan hasil belajar IPS menjadi kurang maksimal.

35

Kemandirian belajar siswa tidak akan terjadi apabila masih terjadi kondisi guru

menjadi pusat pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan tersebut, menyebabkan kurangnya kemandirian

belajar siswa dalam pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar

pada mata pelajaran IPS yang diperoleh oleh siswa, untuk itu peneliti berupaya

meningkatkan kemandirian belajar dan hasil belajar IPS siswa kelas 5 SDN Lopait

01. Solusi untuk menyeleseikan permasalahan ini yaitu dengan menggunakan

model pembelajaran aktif tipe Card Sort. Metode Card Sort, dengan

menggunakan media kartu dalam praktek pembelajaran dapat mengajak siswa

untuk menemukan konsep dan fakta melalui media kartu yang berisi informasi

atau dalam bentuk contoh dengan satu atau lebih kategori. Kemudian siswa

diminta untuk menemukan kartu berkategori sama yang dimiliki siswa lain atau

siswa dapat memilah kartu berkategori sama secara berkelompok. Kegiatan

selanjutnya, siswa yang berkategori sama bermusyawarah untuk menunjuk salah

satu orang mewakili kelompok melakukan presentasi di depan kelas.

Kegiatan siswa dalam memilah kartu akan membuat suasana kelas lebih

menyenangkan dan tidak membosankan serta siswa terlibat secara langsung dalam

pembelajaran. Gerakan siswa untuk menemukan teman yang memiliki kartu

dengan kategori yang sama akan membuat siswa tertarik dengan pembelajaran

IPS, karena pada dasarnya siswa SD memiliki sifat rasa ingin tahu. Oleh karena

itu, penggunaan model pembelajaran aktif tipe Card Sort akan membantu siswa

dalam memahami dan menguasai pelajaran serta menumbuhkan kemandirian

belajar siswa dalam pembelajaran sehingga diharapkan pada akhirnya hasil belajar

IPS siswa dapat meningkat. Dalam aplikasi pembelajarannya peneliti

menggunakan model penelitian yang digunakan oleh Kemmis dan McTaggart.

Model Kemmis dan MCTaggart pada hakikatnya berupa perangkat-

perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat

komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi, yang

keempatnya merupakan satu siklus (Depdiknas, Tukiran dkk, 2010:24)

Model Kemmis dan MCTaggart dapat digambarkan sbb:

36

Gambar 1.1 Proses Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan

MCTaggart (Wijaya dan Dedi, 2010:21)

Penjelasan Perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi menurut Susilo

(2010:20-24) adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan (Planning)

Kegiatan perencanaan mencakup: (1) identifikasi masalah, (2)

analisis penyebab masalah, dan (3) pengembangan bentuk tindakan (aksi)

sebagai pemecahan masalah.

b. Tindakan (Acting)

Setelah ditetapkan bentuk tindakan (aksi) yang dipilih sesuai

dengan rencana pelaksanaan tindakan, maka langkah selanjutnya adalah

mengimplementasikan tindakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan

skenario pembelajaran yang sudah dibuat oleh guru.

c. Observasi (Observing)

Kegiatan observasi atau pengamatan dalam penelitian tindakan

kelas dilakukan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran lengkap

secara objektif tentang perkembangan proses pembelajaran, dan pengaruh

dari tindakan (aksi) yang dipilih terhadap kondisi kelas dalam bentuk data.

d. Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan untuk mengadakan upaya evaluasi yang

dilakukan guru dan tim pengamat dalam penelitian tindakan kelas.

37

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Suprapto (2013:56) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

masalah penelitian yang menyangkut perilaku , gejala, kejadian, kondisi, dan fakta

sesuatu hal yang terjadi maupun untuk masa yang akan datang. Hipotesis atau

jawaban sementara ini harus dibuktikan kebenarannya secara empirik melalui

suatu penelitian. Berdasarkan kajian teori, penelitiaan yang relevan dan kerangka

berpikir, dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kemandirian belajar dan hasil belajar dapat meningkat melalui langkah-

langkah penerapan model pembelajaran Active Learningtipe Card Sort.

a) Pemberian motivasi

b) Pengkondisian kelas dengan menjelaskan kegiatan apa yang akan

dilakukan

c) Pembagian tugas kepada setiap siswa

d) Pengerjaan tugas

e) Presentasi

f) Refleksi

b. Model pembelajaran Active Learning dapat meningkatkan kemandirian

belajar siswa kelas 5 SDN Lopait 01 semester II tahun pelajaran

2017/2018.

c. Model pembelajaran Active Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS

siswa kelas 5 SDN Lopait 01 semester II tahun pelajaran 2017/2018.


Top Related