Download - Awas Waswas

Transcript

Awas Waswas!

Dalam keadaan baju yang basah dan wajah yang lelah ia berdiri di hadapan teman-temannya. Setelah itu ia angkat kedua tangannya ke atas kepalanya, seraya berkata dengan lantang, Allahu akbar! Teman-temannya kaget dan mungkin saja menertawakannya dalam hati. Ada apa dengannya? Ia baru saja memenangkan perlombaan maraton? Atau baru menyabet juara satu perlombaan renang? Atau baru saja latihan jihad? Bukan. Bukan itu semua. Ia sedang memulai shalat ketika itu!

Ia salah seorang teman saya, sebut saja Ridwan (nama samaran). Setelah menghilang beberapa lama dari pondok pesantren, ia kembali lagi dalam keadaan sudah tidak normal . Badannya jadi nampak kurus, mukanya sedikit pucat dan pandangannya terlihat sayu, hanya sedikit gairah hidup yang terpancar di matanya. Bukan itu saja, banyak tingkah laku barunya yang membuat teman-temannya mengernyitkan kening atau geleng-geleng kepala.

Bila di kamar kecil ia bisa menghabiskan waktu lebih dari setengah jam hanya sekedar untuk buang air kecil! Kalau buang air besar atau mandi? Tentu bisa berjam-jam. Ketika hendak shalat, ia bisa menghabiskan lima belas menit lamanya hanya sekedar untuk berwudhu. Lalu ketika baru saja masuk shaff, ia sering membatalkan shalatnya, lalu mengulang lagi ritual yang tadi dikerjakannya di kamar kecil dan di tempat wudhu. Karena ritual itu pula, ia jadi sering tidak mendapatkan jamaah shalat dan itu terjadi di setiap shalat lima waktu.

Bila shalat sendiri (karena masbuk), mungkin lima menit lamanya ia habiskan hanya untuk takbiratul ihram; ia mengulangnya berkali-kali dengan suara yang keras! Begitu juga shalatnya, sangat lama. Bukan karena membaca surat atau dzikir yang panjang, tapi karena ia mengulang-ulang bacaan yang baru dibacanya, seakan bacaannya selalu salah!

Bisa jadi orang-orang tertawa menyaksikan tingkah lakunya yang serba aneh seperti itu, tapi saya justru merasa kasihan dan prihatin dengannya. Sebab, sebenarnya ia sedang menderita ketika itu. Saya bisa merasakan penderitaannya, karena saya sendiri pernah merasakan apa yang dirasakannya, meskipun tidak separah yang menimpanya. Ia tertimpa penyakit yang menurut istilah fuqaha dinamakan waswas. Waswas adalah keraguan yang ditiupkan syaithan kepada seseorang sehingga seakan-akan (keraguan itu) menguasai ibadahnya atau perkara din lainnya.

Penyakit itu awalnya terjadi pada satu masalah, tapi lambat laun akan merembet ke masalah lainnya bila tidak segera ditangani. Seperti yang pernah saya rasakan beberapa tahun silam. Pertama kali terjadi ketika shalat. Dalam suatu shalat, ketika sedang membaca Al-Fatihah, saya merasakan lidah ini berat dalam mengucapkannya. Seolah-olah bacaan saya kurang benar atau kurang fasih. Dan itu terjadi di setiap shalat lima waktu. Tidak berapa lama setelah itu, saya merasakan keanehan lain lagi, yaitu dalam wudhu. Setiap berwudhu saya jadi sering ragu. Kerap ada saja beberapa bagian anggota wudhu yang terasa belum terbasuh, entah ujung jari atau tumit kaki atau anggota wudhu lainnya.

Waswas itu tidak berhenti sampai di sini. Setelah itu, acap kali saya ragu dalam menghitung berapa kali saya membasuh anggota wudhu: apakah sudah tiga kali atau baru dua kali? Atau justru baru satu kali atau malah belum di basuh sama sekali? Waswas seperti itu memaksa saya untuk mengulang-ulang membasuh anggota wudhu (mirip seperti yang dilakukan Ridwan) agar lebih yakin dan tenang. Namun ketenangan kah yang saya dapatkan? Yang terjadi justru sebaliknya. Makin sering keraguan dan waswas melanda ibadah saya ini, bahkan merembet pula ke ibadah lainnya. Tentu saja itu sangat menyiksa, sebab bukan kelelahan fisik saja yang terasa, tapi psikis ini pun turut berteriak. Waswas memang benar-benar merusak ibadah dan fisik seseorang!

Bukan hanya itu saja penderitaan yang dihasilkan penyakit ini. Bila tidak segera ditangani dan diobati Waswas juga bisa merusak perkara din lainnya, di antaranya aqidah penderitanya! Dan itu yang dialami Ridwan. Saking parahnya waswas yang menimpanya, sampai keluar dari lisannya pertanyaan yang membuat saya merinding, Apa benar ya, Allah itu di atas Arsy? Waswas sudah menyerang aqidahnya!

Dan yang mengerikan juga (entah ini lebih atau kurang mengerikan dari sebelumnya) waswas ini bisa membahayakan nyawa penderitanya. Kakak Ridwan bercerita bahwa suatu hari ketika curhat dengannya Ridwan pernah mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hidupnya, karena frustasi dengan penyakit waswasnya tersebut!

Masih ada lagi efek mengerikan dari waswas. Ibnul Qayyim dalam Ighatsatullahafan menyebutkan bahwa penyakit waswas yang telah kronis itu bisa membawa penderitanya menjadi seperti Sufasthoiyyah yaitu kaum yang mengingkari sesuatu yang konkret dan nyata. Bila mereka telah melakukan sesuatu yang disaksikan sendiri oleh mata mereka dan didengar oleh telinga mereka serta dirasakan oleh tubuh mereka, mereka menganggap bahwa perbuatan itu hanya ilusi bukan hakikat yang sebenarnya! Sangat mirip dengan orang gila! Naudzubillah min dzalik..

Tidak ada suatu penyakit, kecuali pasti ada obatnya. Demikian Nabi kita bersabda. Maka begitu pula dengan penyakit waswas ini, pasti ada obatnya. Dari beberapa penjelasan Ibnul Qayyim dan beberapa ulama lainnya, bisa disimpulkan obat waswas yaitu:

1. Memperbanyak dzikir dan memohon pertolongan kepada Allah, di antaranya taawudz (memohon perlindungan) dari syaithan. Sebab, penyebab penyakit ini, tidak lain, tidak bukan, muncul dari syaithan. Ialah yang memiliki andil besar dalam memunculkan dan mengembangbiakkan penyakit ini pada diri seseorang, disamping kelemahan mental si penderitanya juga.

2. Melawan waswas itu dengan yakin. Nabi bersabda, Syaithan mendatangi salah seorang dari kalian lalu bertanya, Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu? , sampai ia bertanya, Siapa yang menciptakan Rabbmu? kalau sudah sampai keadaan begini, maka memintalah perlindungan kepada Allah dan berhentilah (mendengar bisikan itu). (HR. Bukhari: 3276 Muslim: 214) dalam riwayat lain: hendaknya ia berkata, Aku beriman kepada Allah, benarlah Allah dan Rasul-Nya.

Tatkala seseorang mulai merasakan gejala penyakit ini, maka ia harus segera melawannya dengan yakin. Ketika sering ragu apakah keluar sesuatu dari kemaluan tatkala selesai buang hajat, maka yakini tidak keluar apa pun darinya. Ketika waswas muncul saat berwudhu, sudah dibasuhkan tangan ini? Sudah terkena air kah tumit ini? Maka lawan dengan yakin, Ya, saya sudah membasuh tangan dan tumit saya . Begitu juga dalam perkara ibadah lainnya, ketika waswas melanda, ia harus melawannya dengan yakin.

Setelah mencoba resep yang dinasihatkan para ulama di atas, walhamdulillah, setelah sekian lama dibelenggu waswas, akhirnya saya bisa sembuh dari penyakit berbahaya ini. Saya bisa kembali menikmati hidup dan ibadah dengan tenang tanpa ada waswas dan keraguan. Karena itu, bagi yang telah terserang penyakit ini, segeralah diobati. Dan bagi yang belum terserang-semoga saja tidak terjadi tentunya- waspadalah!

Oleh Anung Umar

Diposkan oleh titah di 20.04 6 komentar:

Anonim19 Februari 2011 19.27 Bismillah.. Ustadz, saya mau tanya, saya dulu terkena penyakit was-was sampai saya meninggalkan beberapa shalat karena saya tidak mampu melawan rasa was-was tersebut. yang ingin saya tanyakan. apakah saya wajib mengQadha' shalat yang saya tinggalkan dulu? apakah hukum orang yang tidak bisa melawan rasa was-was nya sama dengan hukum orang gila? karena saya pernah membaca suatu riwayat: Abul Faraj Ibnul Jauzi bercerita, Ibnu Aqil pernah cerita kepadaku, bahwa ada seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, Apa pendapatmu jika aku mandi besar dengan menceburkan diriku ke air berkali-kali, tapi aku masih ragu, apakah mandiku sudah sah apa belum? Ibnu Aqil berkata, Pergilah kamu! Kamu tidak berkewajiban untuk shalat, Dia bertanya keherana, Bagaimana bisa begitu? Ibnu Aqil menjawab, Karena Rasulullah telah bersabda, Kewajiban tidak diwajibkan bagi tiga orang. Orang gila sampai ia sembuh, orang tertidur sampai ia bangun, anak bayi sampai ia baligh. Orang yang telah menenggelamkan badannya ke air berkali-kali, lalu ia ragu apakah mandinya sudah sah apa belum adalah orang gila. (Ighatsatul Lafhan: 1/ 34). Alhamdulillah, keadaan saya kini mulai membaik. yg ingin sya tanyakan, apakh saya wajib mengQadha'shalat saya yang dulu? jazakallah..

Balas

singgih14 April 2011 06.48 untuk yang komen di atas...bisa kasih tau alamat e-mailnya ga?

Balas

anungumar4 Mei 2011 10.00 maaf saya numpang koment,untuk mas anonim: tingkat waswas anda apakah sudah sampai tinggatan tidak bisa membedakan lagi antara yang nyata dan yang tidak nyata? kalau sudah tingkatan seprti itu sudah layak untuk meninggalkan shalat karna keadaan anda sudah sama dengan orang gila. akan tetapi jika belum sampai itu maka anda tetap harus mengqadha shalat, karena akal anda masih sehat dan tidak 'berubah'. wallahua'lam bishshawab

Balas

Resti2 Maret 2012 05.15 Assalamustadz.sy skrang berumur hmpir 23 tahun,,,sya sdah mngalmi was2 mulai dri umur 13 tahun.ketika awal2 trkena pnykit was2 ini sya benar2 merepotkan urang tua sya n sring mlwan kta2 mreka krna apa yg mreka nsehatkan kpd sy sllu bertentgn dgn pikiran was2 sya.seiring berjlannya waktupykit was2 itu mulai berkurang namun t 100% hilang.yaitu ktika sya mnginjak msa2 kuliah.namun ktika semester 6was2 itu kmbli muncul n mengganggu smpai skrang n sya mrsa sngat tertekan krna bgitu beratnya n susahnya utk beribdah kpd Nyabdan sya pun smkin kurusn teraniaya krna berjam2 dkamar mndi utk bersuci,wudhu n mandidan berjam2 berdiri utk niat sholat krna susah mintak ampun utk niat sholat sy ingin brty ustad beberapa permsalahan yg sya hdapi: 1.ketika sya BAK dlm keadaan jongkok di lantai kmar mndisya slalu was2 clna atau bju sya terkena cipratan BAK maupun air cebok stelah BAKakhirnya sya sering menanggalkan smua pkaian saya ktika BAKstelah cebok jongkok sya berdiri n menyiram bgian maaf ustad pantat sya kiri n kanan smpai bawah kaki berulang2 kalin bagian depan dri pinggang smpai tlpak kaki berulang-ulang kliHal ini sy lakukan krna ktika clana sya buka sya jongkok lbih mndekati lantai n sya was2 BAK maupun air bkas cebokan mngenai bgian blkang mlai dri pantat blkang maupun pinggang depan smpai bwahbahkan krna was2nyamaaf lgi ustadsya mnyiram bra sya krna tkut trkena cipratan air ceboakann akhirnya krna udah basah sya sering mndi sklian wlupun sdah mlam hri yg bsa mnyebabkan paru2 bsah jika sering mandi mlam2hal ini mmbutuhkan waktu yg sngat lama n tubuh sya tersiksasering ktika sholat sbuh sya msuk kmar mandi jam 5 pagijam stngah 7 bru kluar kmar mandi.bgaimana solusinya ini ustad? bgaimana sbiknya sya BAK biar tidak buat sya smkin tertekan n menderita srta t butuh wktu lama 2. Kebanyakan orang BAK maupun BAB di closet,,,sjak trkna pnyakit was2 sya t pernah BAK di closet krna sya was2 ketika BAK mngenai air di dalam closet maupun ketika cebok..BAK maupum air cebokan yg jtuh k lubang closet akan memercik ke atas yg akan mengenai tubuh sya kmbaliutk BAB sya tetap buang d closetnamun ktika cebok sya pindah ke lantai krna tkut air cbokan k lubang closet akan memerciki tubuh sayastiap BAB psti sya slalu menanggalkan clna sya krna was2 ktika BAB jtuh k closetair closet akan memerciki clana saya bgitupun ketika cebokhal ini mnyebakan sya bisa stngah smpai 1 jam d kmar mandi.bgaimna solusinya ini ustad? 3. Saya mngalami keputihan sjak smpapalgi stelah saya terkena was2sya sring bsah2 shingga pykit keputihan ini mnjdi2 n tiap hari sya alamiktika slasai ceboksya sring mersa keputihan sya kluar lagitpi sy tidak yakin akan hal ituktika sya bersuci lgi sya tidak mrasakan lendir yg kluarn ini sring skli terjdi shingga sya sring bolak2 blik bersuci utk mghlgkkan was2 sy pdhal sya tidak ykin yg kluar itu dalah kputiha,,,tpi krna sya was2 sya sring bersuci lgin ini mghbiskan wktu yg lama n buat sy sgt capaekbgaimna solusinya ini ustad: 4. ketika berwudhu sya sring mrsa buang angin shingga utk memulai wudhu pun susah kran sya mrsa buang angin pdahal sya tdk ykin 100% yg trjdi itu adalah buang anginslain itu ktika bca niat wudhu pun sya mrsa ragu..mrsa buang agngin n susah niat ini buat sya bsa stngah jam atau 1 jam dkamr mandiyg buat sya smkin tersiksa..n bju sya slalu bsah.bgaimna solusinya ini ustad?

Balas

Resti2 Maret 2012 05.19 lanjutan pertanyaan resti kdg ketika mmbsuh muka 2 kli air d bjana tidak cukup n bcaan niat sya pun terputus bru smpai sgj aku berwudu mmbersihkan hdas kecil.ktika mngambil air n mmbasuh mka utk ktiga kli bru sy smbung niatnya wjib atasku krna Allah lillahi taalaapakh bleh dsmbubg sperti itu ustadz? kdg krna sya was2 sy ulang lgi wudhu say. 3. Saya kan kputihan,,,slalin membersihkan tmpat kluarnyasya juga membersihkan bag kanan kirimaaf ustadtmpat tumbuhnya rambut kmluan kran sya tkut ada kputihan yg menmpel dsana.krna was2 sya mencucinya berulang kli baik d kana bahkan di kiriutk membersihkan slah satu bgian sja kdh sya gunakan lbih dri 3 ember airkrna itu smuasya jdi mghbiskan air sngat byak,,,capek jongkokn sring telat msuk kerjabgaimana solusinya ini ustadz? 4. ketika bersuci.sy mngambil air dgn gayungnaum ada bbrpa te2s air yg jtuh dri gayung k lantaidi lantai ada air bkas cbokan sya.air yg jtuh itu memercikmngenai kaki n sy was2 jga mngenai clana syaapakh bleh clana itu sya paki utk sholat ustad? n bgitupun ktika sya cebokjika air cebokan memercik k clana sya apakh boleh dbwa sholat? 5. Ustad,,,sya jg mngalami kraguan yg sngat dahsayat ktika mndi junubsy bsa mnghbiskan wktu 1 jam smpai 2 jam.sya ragu utk niat n ragu apakah smua bgian /helaian rambut sya sdah trkna airsy ragu pakah smua kulit tubuh saya sudah dibsahi airbgaimana solusinya ini ustadz? 6. ketika hendak sholatpun sya mngalami berbagai kraguan ustadzsya ragu pakah msih ada rambut sya yg nampak walupun bag kecilshingga utk memaki mukenah pun susah.pdhal kdg sya sudah pkai jilbab di dalamsya ragu apakh srung yg sya gunakan sdah menutupi sluruh bagian kaki sya,,,shingga utk menceknya sy jga butuh wktu lama utk mykinkan dri sya.sya jga ragu letak kaki sya apakah sdah lurus kiri kanan atau belumpdahal letak kai yg t lurus t mmbtalkan solattpi sya tetap sulit utk niat jka sya blum ykin letak kaki sya lurussya pun ragu apakh kiblat sya sdah pas atau trlalu miring.utk memulai sholatpun sya sdah mghbiskan wktu byak utk smua ini ustadbgaimana solusinya ustad? 7. utk niat solat sya tersangat2 ragu ustad.bisa smpai berjam2kdg sudah stngah niat krna trpikir sesuatu atau trdengar org ngobrol maupun suara tvspontan sya putuskan lgi niat syan mngulangnya kmbli.utk memulai niat pun susah krna stiap akan niat slalu trpikir sesuatu.utk mghindari suara tv kdg kondisi t memungkinkan krna sya t hidup sndirisy hidup brsama org lain yg tdak mungkin sya suruh mematikan tv stiap sya sholatn walaupun tv mati itupun t mnjamin sya akan cepat utk niatkrna kraguan slalu menghantui sya sperti pikiran n lainnyabgaimana solusinya ustad utk msalah ini? kdg sdah hbis pun waktu sholat sya kerjakan sya blum juga bsa niatn yg pling parah jka saya solat ketika kondisi sdg bekerjasdah waktu lama hbis krna bersuci n berwudhu utk niat pun sulitktika sdah bisa niat sya jdi tdak tenang dlam sholat krna takut kna marah pimpinan krna trlalu lam izin sholat bisa smpai 1 jam pling cepat 40 menit

Balas

Resti2 Maret 2012 05.20 Maafkan sy ustadz krna trlalu byk bertanyanamun ini smua krna sya sdah sngat teretekan n trbebani oleh smua inibdan sya pun tersiksa krna berjam2 trkena air d kamar mndiberjam2 berdiri utk niataktivitas sya yg lain trhganggu krna waktu sya hbis utk solatsya tidak bsa berjanji tepat waktu pd orang lain.sya tdak py byak waktu utk tdarus maupun zikirkran utk solat sja sdah mnghbiskan waktu sngat lamadmana pekrjaan lain sdah menunggu n mendesakhidup sya terbebani kmanapun sya pergi..solat sya sring trlewatkan krna wktunya sdah hbis krna trlalu lma berniat.skli lagi saya minta maaf ustad ataspertanyaan yg saya ajukan inisya hy ingin hidup lbih baik dbawah ridho Nyaskrang sya msih sndirisya t thu apa yg trjdi nanti jika sya telah berkluarga dgn kondisi yg sperti iniketika sendiri sja sya tidak bisa mnuntaskan sgla aktivitas sya krna waktu sya abis d kmar mandi n sholataplgi jka tlah berkeluarga sya mohon ustadtolong djawab stiap pertanyaan syasya mohon solusi trbaik agar bsa terlpas dri smua niagr bsa beribdah dngan baik.Semoga tuhan mlimpah rahmat Nya utk Ustadz atas stiap solusi yg ustad berikan kpda oran2 yg mnglami mslah sperti sayaAamiin

Balas

12/11/2014 10:22

Nuzul Dianperdana

Ragu-Ragu dengan Bekas Najis di Mana-Mana Thu, 6 March 2008 00:03 | 2397 | baca versi desktop | kirim pertanyaan Assalamualaikum Ustadz

Saya begitu taksub berhubung najis, sehingga setiap benda yang jatuh di lantai, di laluan orang ramai, di dalam kereta, di dalam pejabat dan pelusuk bumi bagi saya benda itu adalah najis kerana berfikiran tempat-tempat tersebut dipijak manusia di mana tapak kasut/sandar mereka pernahmemasuki tandastandas.

Sebagai contoh lagi jika kertas jatuh di atas lantai pejabat saya akan membasuhnya kerana lantai dipijak oleh kasut yang pernah ke tandas.

Tetapi saya tengok orang lain tiada masalah seperti saya. Pernah saya cuba mengubah hidup saya seperti orang lain tapi tak berjaya tetapi bila saya tak dapat selesaikan masalah najis saya letak diri saya seperti orang lain

Ustaz minta dipercepatkan jawapan soalan saya ini kerana saya agak sukar dengan situasi najis seperti ini sekarang. Saya menunggu respon ustaz.

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Mohon maaf kalau ada sedikit kendala bahasa, karena memang nyatanya bahasa Indonesia dan Malaysia agak sedikit berbeda dengan penggunaan istilah. Di sini pejabattidak berdiri di sepanjangjalan seperti Malaysia. Yang berderet sepanjang jalan adalah gedung kantor, kalau pejabat adanya di dalam kantor itu.

Jadi kami akan jawab pakai bahasa Indonesia saja, dari pada nanti salah paham.

Ya akhinal fadhil, masalah najis yang ada di atas tanah itu akan menjadi najis selama ada nampak 'ain najis itu. Dalam bahasa kita, yang dimaksud dengan 'ain najis adalah objek najis itu atau bendanya. Dan kalau 'ain najis itu tidak ada, maka kita hanya dituntut secara dzhahir oleh Allah SWT dalam menetapkan hukum.

Istilah kerennya, nahnu nahkumu bidzhdzhawahir wallahu yatawallas sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan apa yang nampak saja, sedangkan di luar dari yang nampak nyata, itu urusan Allah SWT.

Maka syariat Islam ini tidak meminta kita menjadi menjadi seorang paranoid, yang selalu punya rasa was-was segala benda selalu harus dianggap najis.Dan nabi SAW telah memerintahkan agarperasaan was-was, syak dan dzhan itu harus ditinggalkan. Mari kita hidup di alam nyata, bukan di alam lain yang paranoid.

Hilangnya Najis di Sendal atau Sepatu

Sebenarnya ketika sepatu atau sendal kita terinjak sesuatu barang yang najis, kita tidak perlu secara khusus membersihkannya. Sebab ketika kita berjalan dan sendal itu kemudian menginjak tanah, sudah cukuplah proses menginjak tanah itu sebagai proses pensuciannya.

Hal itu telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits berikut ini:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila sendal kalian menginjak kotoran, maka tanah akan mensucikannya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Bila seseorang menginjak kotoran dengan kedua sepatunya, maka pensuciannya dengan tanah." (HR Abu Daud)

Yang lebih menarik lagi, di zaman nabi SAW para shahabat terbiasa shalat di masjid dengan tetap mengenakan sepatu mereka. Tidak ada lantai marmer atau keramik. Sepatu yang bekas menginjak apa pun di jalan itu, masuk ke masjid dan tetap dikenakan, bahkan mereka shalat dengan tanpa membuka sepatu.

Anda pasti akan teriak-teriak kaget kalau melihat itu. Tapi ingat, yang melakukannya justru para shahabat nabi, yang dari mereka itulah kita mengenal agama ini.

Coba bayangkan pemahaman fiqih kita sedemikian ketat seperti ini, lalu kita melihat para shahabat nabi melakukan itu, kalau saja mereka bukan para shahabat nabi, mungkin kita sudah mengatakan bahwa shalat mereka tidak sah.

Padahal coba perhatikan hadits berikut ini:

Dari Abi Said radhiyallahu 'anhu bahwaNabi SAWbersabda, "Bila kalian masuk masjid, maka kesetkanlah kedua sepatunya dan hendaklah dia melihat. Bila melihat najis maka hendaklah dikesetkan ke tanah dan setelah itu boleh shalat dengan sepau itu. (HR Ahmad dan Abu Daud)

Kalau kita perhatikan dua hadits di atas, betapa mudah dan ringannya agama ini.

Indikator Najis

Indikator najissudah ditetapkan oleh para ulama dari berbagai mazhab, termasuk mazhab Asy-syafi'i, mazhab yang terkenal paling ketat dalam masalah najis. Indikator najis ada tiga, yaituwarna, aroma dan rasa.

Kalau di lantai nampak ada sebuah area yang berwarna khas najis, maka lantai itu memang najis. Tapi kalau ada kertas jatuh di tempat di mana ada warna najis itu, kita tidak bisa lantas mengatakan bahwa kertas itu tertular najis.

Kita harus lihat dulu, apakah ada warna najis itu tertempel di kertas itu atau tidak? Kalau ada warna najis di kertas itu, jelas bahwa kertas itu terkenanajis. Tapi kalau ternyata di kertas itu tidak ada warna apa pun, meski sempat tersentuh najis, tapi najisnya tidak berpindah ke kertas itu.

Indikator yang kedua adalah aroma atau bau. Selama ada bau najis pada suatu benda, maka benda itu boleh dibilang terkena najis. Tapi kalau bau itu tidak tercium, maka benda itu tidak boleh dibilang terkena najis.

Indikator ketiga adalah rasa atau taste, tempatnya di lidah, bukan di hati. Itulah makna yang sesungguhnya tentang rasa najis. SIlahkan dijilat dan dicicipi, apakah terasa sebagai rasa najis atau bukan. Kalau rasanya tidak menunjukkan indikasi benda najis, mengapa harus dibilang najis?

Jadi selama suatu benda tidak memiliki rasa, warna dan aroma najis, kita tidak boleh menghukuminya sebagai benda yang terkena najis.

Dan perasaan kita tidak boleh ikut bermain di sini. Sebab masalah najis adalah masalah pisik, bukan masalah hati. Kalau mau memainkan peranan hati, kita bicara di bab tasawwuf. Tapi urusan fiqih adalah murni 100% urusan pisik.

Dan kita pun tidak perlu menggunakan test menggunakan microskop electronik untuk sekedar mengatahui apakah najis itu ada atau tidak. Juga tidak membutuhkan test DNA dan sejenisnya. Sebab najis itu urusan pisik yang indikatornya cukup mengguanakan mata biasa untuk melihat perbedaan warna najis, hidung untuk membaui aroma najis dan lidah untuk mencicipi rasa najis.

Kalau tidak ada laporan dari mata, hidung dan lidah, maka benda itu tidak najis. Begitulah syariah Islam mengajarkan kita untuk bersikap kepada najis. Dan begitu pula mazhab Asy-syafi'i mengajarkan fiqih thaharah.

Karena anda orang Malaysia, biasanya di sana orang-orang bermazhab syafi'i tulen, lebih serius dari orang Indonesia yang mazhabnya bisa macam-macam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

12/11/2014 10:22

Nuzul Dianperdana

Ragu-Ragu dengan Bekas Najis di Mana-Mana Thu, 6 March 2008 00:03 | 2397 | baca versi desktop | kirim pertanyaan Assalamualaikum Ustadz

Saya begitu taksub berhubung najis, sehingga setiap benda yang jatuh di lantai, di laluan orang ramai, di dalam kereta, di dalam pejabat dan pelusuk bumi bagi saya benda itu adalah najis kerana berfikiran tempat-tempat tersebut dipijak manusia di mana tapak kasut/sandar mereka pernahmemasuki tandastandas.

Sebagai contoh lagi jika kertas jatuh di atas lantai pejabat saya akan membasuhnya kerana lantai dipijak oleh kasut yang pernah ke tandas.

Tetapi saya tengok orang lain tiada masalah seperti saya. Pernah saya cuba mengubah hidup saya seperti orang lain tapi tak berjaya tetapi bila saya tak dapat selesaikan masalah najis saya letak diri saya seperti orang lain

Ustaz minta dipercepatkan jawapan soalan saya ini kerana saya agak sukar dengan situasi najis seperti ini sekarang. Saya menunggu respon ustaz.

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Mohon maaf kalau ada sedikit kendala bahasa, karena memang nyatanya bahasa Indonesia dan Malaysia agak sedikit berbeda dengan penggunaan istilah. Di sini pejabattidak berdiri di sepanjangjalan seperti Malaysia. Yang berderet sepanjang jalan adalah gedung kantor, kalau pejabat adanya di dalam kantor itu.

Jadi kami akan jawab pakai bahasa Indonesia saja, dari pada nanti salah paham.

Ya akhinal fadhil, masalah najis yang ada di atas tanah itu akan menjadi najis selama ada nampak 'ain najis itu. Dalam bahasa kita, yang dimaksud dengan 'ain najis adalah objek najis itu atau bendanya. Dan kalau 'ain najis itu tidak ada, maka kita hanya dituntut secara dzhahir oleh Allah SWT dalam menetapkan hukum.

Istilah kerennya, nahnu nahkumu bidzhdzhawahir wallahu yatawallas sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan apa yang nampak saja, sedangkan di luar dari yang nampak nyata, itu urusan Allah SWT.

Maka syariat Islam ini tidak meminta kita menjadi menjadi seorang paranoid, yang selalu punya rasa was-was segala benda selalu harus dianggap najis.Dan nabi SAW telah memerintahkan agarperasaan was-was, syak dan dzhan itu harus ditinggalkan. Mari kita hidup di alam nyata, bukan di alam lain yang paranoid.

Hilangnya Najis di Sendal atau Sepatu

Sebenarnya ketika sepatu atau sendal kita terinjak sesuatu barang yang najis, kita tidak perlu secara khusus membersihkannya. Sebab ketika kita berjalan dan sendal itu kemudian menginjak tanah, sudah cukuplah proses menginjak tanah itu sebagai proses pensuciannya.

Hal itu telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits berikut ini:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila sendal kalian menginjak kotoran, maka tanah akan mensucikannya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Bila seseorang menginjak kotoran dengan kedua sepatunya, maka pensuciannya dengan tanah." (HR Abu Daud)

Yang lebih menarik lagi, di zaman nabi SAW para shahabat terbiasa shalat di masjid dengan tetap mengenakan sepatu mereka. Tidak ada lantai marmer atau keramik. Sepatu yang bekas menginjak apa pun di jalan itu, masuk ke masjid dan tetap dikenakan, bahkan mereka shalat dengan tanpa membuka sepatu.

Anda pasti akan teriak-teriak kaget kalau melihat itu. Tapi ingat, yang melakukannya justru para shahabat nabi, yang dari mereka itulah kita mengenal agama ini.

Coba bayangkan pemahaman fiqih kita sedemikian ketat seperti ini, lalu kita melihat para shahabat nabi melakukan itu, kalau saja mereka bukan para shahabat nabi, mungkin kita sudah mengatakan bahwa shalat mereka tidak sah.

Padahal coba perhatikan hadits berikut ini:

Dari Abi Said radhiyallahu 'anhu bahwaNabi SAWbersabda, "Bila kalian masuk masjid, maka kesetkanlah kedua sepatunya dan hendaklah dia melihat. Bila melihat najis maka hendaklah dikesetkan ke tanah dan setelah itu boleh shalat dengan sepau itu. (HR Ahmad dan Abu Daud)

Kalau kita perhatikan dua hadits di atas, betapa mudah dan ringannya agama ini.

Indikator Najis

Indikator najissudah ditetapkan oleh para ulama dari berbagai mazhab, termasuk mazhab Asy-syafi'i, mazhab yang terkenal paling ketat dalam masalah najis. Indikator najis ada tiga, yaituwarna, aroma dan rasa.

Kalau di lantai nampak ada sebuah area yang berwarna khas najis, maka lantai itu memang najis. Tapi kalau ada kertas jatuh di tempat di mana ada warna najis itu, kita tidak bisa lantas mengatakan bahwa kertas itu tertular najis.

Kita harus lihat dulu, apakah ada warna najis itu tertempel di kertas itu atau tidak? Kalau ada warna najis di kertas itu, jelas bahwa kertas itu terkenanajis. Tapi kalau ternyata di kertas itu tidak ada warna apa pun, meski sempat tersentuh najis, tapi najisnya tidak berpindah ke kertas itu.

Indikator yang kedua adalah aroma atau bau. Selama ada bau najis pada suatu benda, maka benda itu boleh dibilang terkena najis. Tapi kalau bau itu tidak tercium, maka benda itu tidak boleh dibilang terkena najis.

Indikator ketiga adalah rasa atau taste, tempatnya di lidah, bukan di hati. Itulah makna yang sesungguhnya tentang rasa najis. SIlahkan dijilat dan dicicipi, apakah terasa sebagai rasa najis atau bukan. Kalau rasanya tidak menunjukkan indikasi benda najis, mengapa harus dibilang najis?

Jadi selama suatu benda tidak memiliki rasa, warna dan aroma najis, kita tidak boleh menghukuminya sebagai benda yang terkena najis.

Dan perasaan kita tidak boleh ikut bermain di sini. Sebab masalah najis adalah masalah pisik, bukan masalah hati. Kalau mau memainkan peranan hati, kita bicara di bab tasawwuf. Tapi urusan fiqih adalah murni 100% urusan pisik.

Dan kita pun tidak perlu menggunakan test menggunakan microskop electronik untuk sekedar mengatahui apakah najis itu ada atau tidak. Juga tidak membutuhkan test DNA dan sejenisnya. Sebab najis itu urusan pisik yang indikatornya cukup mengguanakan mata biasa untuk melihat perbedaan warna najis, hidung untuk membaui aroma najis dan lidah untuk mencicipi rasa najis.

Kalau tidak ada laporan dari mata, hidung dan lidah, maka benda itu tidak najis. Begitulah syariah Islam mengajarkan kita untuk bersikap kepada najis. Dan begitu pula mazhab Asy-syafi'i mengajarkan fiqih thaharah.

Karena anda orang Malaysia, biasanya di sana orang-orang bermazhab syafi'i tulen, lebih serius dari orang Indonesia yang mazhabnya bisa macam-macam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

12/11/2014 10:23

Nuzul Dianperdana

Resti2 Maret 2012 05.15 Assalamustadz.sy skrang berumur hmpir 23 tahun,,,sya sdah mngalmi was2 mulai dri umur 13 tahun.ketika awal2 trkena pnykit was2 ini sya benar2 merepotkan urang tua sya n sring mlwan kta2 mreka krna apa yg mreka nsehatkan kpd sy sllu bertentgn dgn pikiran was2 sya.seiring berjlannya waktupykit was2 itu mulai berkurang namun t 100% hilang.yaitu ktika sya mnginjak msa2 kuliah.namun ktika semester 6was2 itu kmbli muncul n mengganggu smpai skrang n sya mrsa sngat tertekan krna bgitu beratnya n susahnya utk beribdah kpd Nyabdan sya pun smkin kurusn teraniaya krna berjam2 dkamar mndi utk bersuci,wudhu n mandidan berjam2 berdiri utk niat sholat krna susah mintak ampun utk niat sholat sy ingin brty ustad beberapa permsalahan yg sya hdapi: 1.ketika sya BAK dlm keadaan jongkok di lantai kmar mndisya slalu was2 clna atau bju sya terkena cipratan BAK maupun air cebok stelah BAKakhirnya sya sering menanggalkan smua pkaian saya ktika BAKstelah cebok jongkok sya berdiri n menyiram bgian maaf ustad pantat sya kiri n kanan smpai bawah kaki berulang2 kalin bagian depan dri pinggang smpai tlpak kaki berulang-ulang kliHal ini sy lakukan krna ktika clana sya buka sya jongkok lbih mndekati lantai n sya was2 BAK maupun air bkas cebokan mngenai bgian blkang mlai dri pantat blkang maupun pinggang depan smpai bwahbahkan krna was2nyamaaf lgi ustadsya mnyiram bra sya krna tkut trkena cipratan air ceboakann akhirnya krna udah basah sya sering mndi sklian wlupun sdah mlam hri yg bsa mnyebabkan paru2 bsah jika sering mandi mlam2hal ini mmbutuhkan waktu yg sngat lama n tubuh sya tersiksasering ktika sholat sbuh sya msuk kmar mandi jam 5 pagijam stngah 7 bru kluar kmar mandi.bgaimana solusinya ini ustad? bgaimana sbiknya sya BAK biar tidak buat sya smkin tertekan n menderita srta t butuh wktu lama 2. Kebanyakan orang BAK maupun BAB di closet,,,sjak trkna pnyakit was2 sya t pernah BAK di closet krna sya was2 ketika BAK mngenai air di dalam closet maupun ketika cebok..BAK maupum air cebokan yg jtuh k lubang closet akan memercik ke atas yg akan mengenai tubuh sya kmbaliutk BAB sya tetap buang d closetnamun ktika cebok sya pindah ke lantai krna tkut air cbokan k lubang closet akan memerciki tubuh sayastiap BAB psti sya slalu menanggalkan clna sya krna was2 ktika BAB jtuh k closetair closet akan memerciki clana saya bgitupun ketika cebokhal ini mnyebakan sya bisa stngah smpai 1 jam d kmar mandi.bgaimna solusinya ini ustad? 3. Saya mngalami keputihan sjak smpapalgi stelah saya terkena was2sya sring bsah2 shingga pykit keputihan ini mnjdi2 n tiap hari sya alamiktika slasai ceboksya sring mersa keputihan sya kluar lagitpi sy tidak yakin akan hal ituktika sya bersuci lgi sya tidak mrasakan lendir yg kluarn ini sring skli terjdi shingga sya sring bolak2 blik bersuci utk mghlgkkan was2 sy pdhal sya tidak ykin yg kluar itu dalah kputiha,,,tpi krna sya was2 sya sring bersuci lgin ini mghbiskan wktu yg lama n buat sy sgt capaekbgaimna solusinya ini ustad: 4. ketika berwudhu sya sring mrsa buang angin shingga utk memulai wudhu pun susah kran sya mrsa buang angin pdahal sya tdk ykin 100% yg trjdi itu adalah buang anginslain itu ktika bca niat wudhu pun sya mrsa ragu..mrsa buang agngin n susah niat ini buat sya bsa stngah jam atau 1 jam dkamr mandiyg buat sya smkin tersiksa..n bju sya slalu bsah.bgaimna solusinya ini ustad?

Balas

Resti2 Maret 2012 05.19 lanjutan pertanyaan resti kdg ketika mmbsuh muka 2 kli air d bjana tidak cukup n bcaan niat sya pun terputus bru smpai sgj aku berwudu mmbersihkan hdas kecil.ktika mngambil air n mmbasuh mka utk ktiga kli bru sy smbung niatnya wjib atasku krna Allah lillahi taalaapakh bleh dsmbubg sperti itu ustadz? kdg krna sya was2 sy ulang lgi wudhu say. 3. Saya kan kputihan,,,slalin membersihkan tmpat kluarnyasya juga membersihkan bag kanan kirimaaf ustadtmpat tumbuhnya rambut kmluan kran sya tkut ada kputihan yg menmpel dsana.krna was2 sya mencucinya berulang kli baik d kana bahkan di kiriutk membersihkan slah satu bgian sja kdh sya gunakan lbih dri 3 ember airkrna itu smuasya jdi mghbiskan air sngat byak,,,capek jongkokn sring telat msuk kerjabgaimana solusinya ini ustadz? 4. ketika bersuci.sy mngambil air dgn gayungnaum ada bbrpa te2s air yg jtuh dri gayung k lantaidi lantai ada air bkas cbokan sya.air yg jtuh itu memercikmngenai kaki n sy was2 jga mngenai clana syaapakh bleh clana itu sya paki utk sholat ustad? n bgitupun ktika sya cebokjika air cebokan memercik k clana sya apakh boleh dbwa sholat? 5. Ustad,,,sya jg mngalami kraguan yg sngat dahsayat ktika mndi junubsy bsa mnghbiskan wktu 1 jam smpai 2 jam.sya ragu utk niat n ragu apakah smua bgian /helaian rambut sya sdah trkna airsy ragu pakah smua kulit tubuh saya sudah dibsahi airbgaimana solusinya ini ustadz? 6. ketika hendak sholatpun sya mngalami berbagai kraguan ustadzsya ragu pakah msih ada rambut sya yg nampak walupun bag kecilshingga utk memaki mukenah pun susah.pdhal kdg sya sudah pkai jilbab di dalamsya ragu apakh srung yg sya gunakan sdah menutupi sluruh bagian kaki sya,,,shingga utk menceknya sy jga butuh wktu lama utk mykinkan dri sya.sya jga ragu letak kaki sya apakah sdah lurus kiri kanan atau belumpdahal letak kai yg t lurus t mmbtalkan solattpi sya tetap sulit utk niat jka sya blum ykin letak kaki sya lurussya pun ragu apakh kiblat sya sdah pas atau trlalu miring.utk memulai sholatpun sya sdah mghbiskan wktu byak utk smua ini ustadbgaimana solusinya ustad? 7. utk niat solat sya tersangat2 ragu ustad.bisa smpai berjam2kdg sudah stngah niat krna trpikir sesuatu atau trdengar org ngobrol maupun suara tvspontan sya putuskan lgi niat syan mngulangnya kmbli.utk memulai niat pun susah krna stiap akan niat slalu trpikir sesuatu.utk mghindari suara tv kdg kondisi t memungkinkan krna sya t hidup sndirisy hidup brsama org lain yg tdak mungkin sya suruh mematikan tv stiap sya sholatn walaupun tv mati itupun t mnjamin sya akan cepat utk niatkrna kraguan slalu menghantui sya sperti pikiran n lainnyabgaimana solusinya ustad utk msalah ini? kdg sdah hbis pun waktu sholat sya kerjakan sya blum juga bsa niatn yg pling parah jka saya solat ketika kondisi sdg bekerjasdah waktu lama hbis krna bersuci n berwudhu utk niat pun sulitktika sdah bisa niat sya jdi tdak tenang dlam sholat krna takut kna marah pimpinan krna trlalu lam izin sholat bisa smpai 1 jam pling cepat 40 menit

Balas

Resti2 Maret 2012 05.20 Maafkan sy ustadz krna trlalu byk bertanyanamun ini smua krna sya sdah sngat teretekan n trbebani oleh smua inibdan sya pun tersiksa krna berjam2 trkena air d kamar mndiberjam2 berdiri utk niataktivitas sya yg lain trhganggu krna waktu sya hbis utk solatsya tidak bsa berjanji tepat waktu pd orang lain.sya tdak py byak waktu utk tdarus maupun zikirkran utk solat sja sdah mnghbiskan waktu sngat lamadmana pekrjaan lain sdah menunggu n mendesakhidup sya terbebani kmanapun sya pergi..solat sya sring trlewatkan krna wktunya sdah hbis krna trlalu lma berniat.skli lagi saya minta maaf ustad ataspertanyaan yg saya ajukan inisya hy ingin hidup lbih baik dbawah ridho Nyaskrang sya msih sndirisya t thu apa yg trjdi nanti jika sya telah berkluarga dgn kondisi yg sperti iniketika sendiri sja sya tidak bisa mnuntaskan sgla aktivitas sya krna waktu sya abis d kmar mandi n sholataplgi jka tlah berkeluarga sya mohon ustadtolong djawab stiap pertanyaan syasya mohon solusi trbaik agar bsa terlpas dri smua niagr bsa beribdah dngan baik.Semoga tuhan mlimpah rahmat Nya utk Ustadz atas stiap solusi yg ustad berikan kpda oran2 yg mnglami mslah sperti sayaAamiin

Balas

17 November

WAS-WAS KENCING TIDAK TUNTAS

Assalamualaikum Warahmatullah Hiwabarakatuh

Banyak diantara kita yang terkena penyakit ini, yakni penyakit kencing tak tuntas / kencing sering keluar . Teman-teman, sebagian orang yang terkena penyakit itu merasa bahwa kencing tersebut benar-benar keluar , akhirnya timbullah rasa was-was dalam diri kita ketika beribadah sehingga kita jadi malas beribadah kepada Allah. Meskipun banyak hal kita sudah tau tentang itu, tapi sangat sulit dihilangkan ketika terkena penyakit ini. Mungkin ini sedikit referensi yang mungkin saja bermanfaat....

Terapi Dari Rasulullah Shallallahualaihi Wasalam Bagi Orang Yang Terkena Penyakit Was-Was Percikan Kencing atau Kencing Tidak Tuntas

.

............

:

Al-Marwazi berkata, "Aku membantu Abu Abdillah (Imam Ahmad) berwudhu saat bersama orang banyak, tetapi aku menutupinya dari orang-orang agar mereka tidak mengatakan, 'la tidak membaikkan wudhunya karena sedikitnya air yang dituangkan.' Dan jika Imam Ahmad berwudhu, hampir saja (air bekasnya) tidak sampai membasahi tanah.".Hal - hal yang akan dibahas ialah : Apakah tubuh mereka terkena percikan kencing atautidak ? Apakah kencing tersebut keluar dari kemaluan kita ? Sehingga haruslah mereka bersusah payah dengan menghabiskan berliter-liter air untuk membersihkan was-was mereka itu. Tidak diragukan ini berasal dari syetan, dan kaum muslimin diperintahkan agar menjauhkan diri dari hal semacam ini.

.

Menghilangkan was-was.

Ibnu Qayyim dalamIghatsatul Lahfan(1/143 cet Dar Al-Marifah, 1395 H, tahqiq Muhammad Hamid Al-Faqi), berkata:

: : : " " : " " . : . : : ! )

Syaikh Abu Muhammad (Menurut Syaikh Ali Hasan dalamMawaridul Aman, yang dimaksud adalah Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi dalam kitabnyaDzammul Was-was, kitab ini telah dicetak pada tahun 1923 olehAl-Mathba'atul Arabiyah, Kairo -pen) berkata, "Dianjurkan bagi setiap orang agar memercikkan air pada kelamin dan celananya saat ia kencing. Hal itu untuk menghindarkan was-was daripadanya, sehingga saat ia menemukan tempat basah (dari kainnya) ia akan berkata, 'Ini dari air yang saya percikkan'." Hal ini berdasarkan riwayat Abu Dawud ((1/43 no. 166, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (1/34) -pen), melalui sanad-nya dari Suryan bin Al-Hakam Ats-Tsaqafi atau Al-Hakam bin Sufyan ia berkata, "Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam jika buang air kecil beliau berwudhu dan memercikkan air". Dalam riwayat lain disebutkan, "Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam buang air kecil, lalu beliau memercikkan air pada kemaluannya"..

Sedangkan Ibnu Umar Radhiyallahu anhu beliau memercikkan air pada kemaluannya sehingga membasahi celananya. Sebagian kawan Imam Ahmad mengadu kepada Imam Ahmad bahwa ia mendapatkan (kainnya) basah setelah wudhu, lalu beliau memerintahkan agar orang itu memercikkan air pada kemaluannya jika ia kencing, seraya berkata, "Dan jangan engkau jadikan hal itu sebagai pusat perhatianmu, lupakanlah hal itu". Al-Hasan dan lainnya ditanya tentang hal serupa, maka beliau menjawab, "Lupakanlah!" Kemudian masih pula ditanyakan padanya, lalu dia berkata, "Apakah engkau akan menumpahkan air banyak-banyak (untuk membasuh kencingmu)? Celaka kamu! Lupakanlah hal itu!".

Ibn Mundzir dalam Al-Ausath berkata,

Pembahasan tentang dianjurkannya memerciki kemaluan setelah wudhu agar terhindar dan terlindungi dengannya dari was-was setan dan kebimbangan.

Lalu beliau menyebutkan berbagai hadits dan atsar yang sebagian diantaranya telah disebutkan oleh Ibn Qayyim, dikutip pula perkataan Ibn Abbas, seandainya ia menemukan tempat basah (dari kainnya) ia akan berkata, 'Ini dari air yang saya percikkan'.".

Dan dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

. .

Janganlah salah seorang diantara kamu kencing di tempat mandinya kemudian mandi(berkata Ahmad)atau wudhu di tempat tersebut, karena sesungguhnya umumnya gangguan was-was itu dari situ..

Hadits riwayat Abu Daud no. 27 ini lafazhnya, juga oleh Tirmidzi no. 21 dan Nasai no. 36, dishahihkan oleh Al-Albani.

.

Was-was setelah kencing

Ibn Qayyim dalam kitabnyaIghatsatul Lahfan[kutipan dariMawaridul Aman] menyebutkan contoh-contoh bid'ah - bid'ah dalam kencing.

Dan hal itu ada sepuluh macam:As-Saltu/An-Natru( ), An-Nahnahatu(), Al-Masyyu(), Al-Qafzu(), Al-Hablu(), At-Tafaqqudu(), Al-Wajuru(), Al-Hasywu(), Al-Ishabatu(), Ad-Darjatu().

Adapunyaitu ia menarik (mengurut) kemaluannya dari pangkal hingga ke kepalanya.Memang ada riwayat tentang hal tersebut, tetapi haditsnya gharib dan tidak diterima. Dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah dari Isa bin Yazdad dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, maka hendaklah ia menarik (mengurut) kemaluannya sebanyak tiga kali'." Mereka berkata, "Karena denganas-saltudanan-natru(keduanya bermakna menarik/mengurut, dalam hal ini mengurut kemaluan) maka akan bisa dikeluarkan sesuatu yang ditakutkan kembali lagi setelah bersuci." Mereka juga berkata, "Jika untuk itu memerlukan berjalan beberapa langkah, lalu ia lakukan, maka itu lebih baik.".

Adapun(berdehem) dilakukan untuk mengeluarkan (air kencing) yang masih tersisa.

Demikian juga dengan, yang berarti melompat di atas lantai kemudian duduk dengan cepat..

Sedangkanyaitu bergantung diatas tali hingga tinggi, lalu menukik daripadanya kemudian duduk.

yaitu memegang kemaluan, lalu melihat ke lubang kencing, apakah masih tersisa sesuatu di dalamnya atau sudah habis.

yaitu memegang kemaluan, lalu membuka lubang kencing seraya menuangkan air ke dalamnya.

yaitu orang tersebut membawa sebuah alat untuk memeriksa kedalaman luka yang dibalut dengan kapas (mungkin juga lidi atau sejenisnya yang dianggap aman), lalu lubang kencing itu ditutup dengan kapas tersebut, sebagaimana lubang bisul yang ditutup dengan kapas..

yaitu membalutnya dengan kain.

yaitu naik ke tangga beberapa tingkat, lalu turun daripadanya dengan cepat..

yaitu berjalan beberapa langkah, kemudian mengulangi bersuci lagi.

Syaikh kami (Ibn Taimiyah - pen) berkata, "Semua itu adalah was-was dan bid'ah." Saya (Ibn Qayyim -pen) kembali bertanya tentang menarik dan mengurut kemaluan (dari pangkal hingga ke kepala kelamin), tetapi beliau tetap tidak menyetujuinya seraya berkata, "Hadits tentang hal tersebut tidak shahih.".

Dan air kencing itu sejenis dengan air susu, jika engkau membiarkannya maka ia diam (tidak mengalir), dan jika engkau peras maka ia akan mengalir ,padahal orang yang tidak memperhatikannya akan dimaafkan karenanya. Dan seandainya hal ini Sunnah, tentu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam serta para sahabatnya lebih dahulu melakukannya. Sedangkan seorang Yahudi saja berkata kepada Salman, "Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai dalam masalahkhira'ah(buang air besar)." Salman menjawab, "Benar!" (Diriwayatkan Muslim). Lalu, adakah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengajarkan hal-hal di atas kepada kita?.

.

Islam itu Mudah

Ibn Qayyim menyebutkan pula: Keterlaluannya orang yang senantiasa was-was termasuk tindakan berlebih-lebihan adalah melakukan sesuatu secara ekstrim (melampaui batas) padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang diutus dengan agama yang mudah telah memberi kemudahan di dalamnya..

Di antara kemudahan itu adalah berjalan tanpa alas kaki di jalan-jalan, kemudian shalat tanpa membasuh kakinya terlebih dahulu.

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kami tidak berwudhu karena menginjak sesuatu.".

Dan dari Ali Radhiyallahu Anhu, bahwasanya ia menceburkan dirinya di lumpur hujan, kemudian masuk masjid dan shalat, tanpa membasuh kedua kakinya terlebih dahulu.

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu ditanya tentang seseorang yang menginjak kotoran manusia, beliau menjawab, "Jika kotoran itu kering maka tidak mengapa, tetapi jika basah maka ia harus membasuh tempat yang mengenainya.".

Abu Asy-Sya'sya' berkata, "Suatu ketika Ibnu Umar berjalan di Mina dan menginjak kotoran ternak serta darah kering dengan tanpa alas kaki, lalu beliau masuk masjid dan shalat, tanpa membasuh kedua telapak kakinya."

Ashim Al-Ahwal berkata, "Kami datang kepada Abul Aliyah, kemudian kami meminta air wudhu. Lalu beliau bertanya, 'Bukankah kalian masih dalam keadaan wudhu?' Kami menjawab,'Benar! Tetapi kami melewati kotoran-kotoran.' Ia bertanya,'Apakah kalian menginjak sesuatu yang basah dan menempel di kaki-kaki kalian?' Kami menjawab,Tidak!' Dia berkata, 'Bagaimana dengan kotoran-kotoran kering yang lebih berat dari ini, yang diterbangkan angin di rambut dan di jenggot kalian?"..

Ibn Qayyim menyebutkan pula: Sesuatu yang menurut hati orang-orang yang terbiasa was-was tidak baik adalah shalat dengan memakai sandal, padahal ia merupakan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya, beliau melakukan hal yang sama, juga memerintahkannya.

Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu meriwayatkan, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dengan kedua sandalnya. (Muttafaq Alaih)..

Syaddad bin Aus berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Selisihilah orang Yahudi, sesungguhnya mereka tidak shalat dengan memakai khuf dan sandal mereka.

Imam Ahmad ditanya, "Apakah seseorang shalat dengan memakai kedua sandalnya?" Beliau menjawab, "Ya, demi Allah.".

Sedangkan kita melihat orang-orang yang terbiasa was-was, jika ia shalat jenazah dengan memakai kedua sandalnya, maka ia akan berdiri di atas kedua tumitnya, seakan-akan berdiri di atas bara api, bahkan hingga tidak shalat dengan keduanya.

.

Berlebihan menggunakan air

Ibnul Qayyim menyebutkan pula: Berlebih-lebihan dalam penggunaan air termasuk di dalamnya berlebih-lebihan dalam penggunaan air wudhu dan mandi..

Imam Ahmad meriwayatkan dalamMusnadnya dengan sanad hasan, demikian seperti dijelaskan dalamAl-Muntaqa An-Nafisdari hadits Abdillah bin Amr, "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berlalu di samping Sa'd yang sedang berwudhu, maka beliau bersabda,'Jangan berlebih-lebihan(dalam penggunaan air).' Ia bertanya, 'Wahai Rasulullah! Apakah berlebih-lebihan dalam (penggunaan) air (juga terlarang)?' Beliau menjawab,Ya, meskipun engkau berada di sungai yang mengalir'."

Dan dalamAl-MusnadsertaAs-Sunandari hadits Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, "Seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya tentang wudhu. Lalu beliau memperlihatkan padanya tiga kali-tiga kali seraya bersabda,'Inilah wudhu (yang sempurna) itu', maka siapa yang menambah lebih dari ini berarti ia telah melakukan yang buruk, melampaui batas dan aniaya.".

Imam Ahmad meriwayatkan dalamMusnad-nya, dari Jabir ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Telah cukup untuk mandisatu sha'air (-/+ 4 mud) dan untuk wudhusatu mudair (- 2 liter).

Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiyallahu Anha disebutkan, "Bahwasanya ia mandi bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari satu bejana yang berisi tiga mud (air) atau dekat dengan itu.".

Abdurrahman bin Atha' berkata, "Aku mendengar Sa'id bin Musayyib berkata, 'Saya memilikirikwah(tempat air dari kulit) atau gelas, yang berisi setengah mud atau semisalnya, aku buang air kecil dan aku berwudhu daripadanya, serta masih aku sisakan sedikit daripadanya'."

Abdurrahman menambahkan, "Hal itu lalu kuberitahukan kepada Sulaiman bin Yasar, kemudian ia berkata,'Ukuran yang sama juga cukup untukku'.".

Abdurrahman juga berkata, "Hal itu kuberitahukan pula kepada Abu Ubaidah bin Muhammad bin Amar bin Yasir, lalu ia berkata,'Demikianlah yang kami dengar dari para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam'." (Diriwayatkan Al-Atsram dalam Sunannya).

Ibrahim An-Nakha'i berkata, "Mereka (para sahabat) sangat merasa cukup dalam hal air daripada kalian. Dan mereka berpendapat bahwa seperempat mud telah cukup untuk wudhu." Tetapi ucapan ini terlalu berlebihan, karena seperempat mud tidak sampai satu setengah uqiyah' Damaskus..

Dalam Shahihain disebutkan, Anas berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu dengansatu mud, dan mandi dengansatu sha'hingga denganlimamudair."

Dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq berwudhu dengan sekitar setengah mud atau lebih sedikit dari itu..

Muhammad bin Ijlan berkata,

"Paham terhadap agama Allah (di antaranya ditandai dengan) menyempurnakan wudhu dan menyedikitkan penumpahan air.".

Imam Ahmad berkata, "Dikatakan, pemahaman seseorang (terhadap agama) dapat dilihat pada kecintaannya kepada air."

Al-Maimuni berkata, "Aku berwudhu dengan air yang banyak, lalu Imam Ahmad berkata kepadaku,Wahai Abul Hasan! Apakah kamu rela seperti ini?' Maka aku serta-merta meninggalkan (dari penggunaan air yang banyak)."

.

Akibat was-was.

Ibn Qayyim menyebutkan pula: Abu Daud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari hadits Abdillah bin Mughaffal, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Akan ada dalam umatku kaum yang berlebih-lebihan dalam soal bersuci dan berdoa."

Jika Anda membandingkan hadits diatas dengan firman Allah, "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-A'raaf: 55)..

Dan Anda mengetahui bahwa Allah mencintai hamba yang beribadah kepada-Nya, maka akan muncullah kesimpulan bahwa wudhunya orang yang was-was, tidaklah termasuk ibadah yang diterima Allah Ta'ala, meskipun hal itu telah menggugurkannya dari kewajiban tersebut, dan oleh sebab itu tidaklah akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan karena wudhunya agar ia bisa masuk darimana saja ia suka.

Di antara kejelekan lain dari was-was yaitu orang yang bersangkutan terbebani dengan tanggungan air yang lebih dari keperluannya, jika air itu milik orang lain, seperti air kamar mandi (umum). Ia keluar daripadanya dengan memiliki tanggungan atas apa yang lebih dari keperluannya. Lama-kelamaan hutangnya semakin menumpuk, sehingga membahayakan dirinya di Alam Barzah dan ketika Hari Kiamat. [akhir nukilan dariMawaridul Aman].

*****WallahualamBishawab

Sumber:rumahku-indah.blogspot.comdengan sedikit perubahan

.

Subhanakallohumma wa bihamdihi,

Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika

, walhamdulillahirobbil 'alaminWasalamualaikum Warahmatullah Hiwabarakatuh...

KITAB THOHAROH

BAB I

AL-MIYAH (AIR-AIR)

............................................................

12. Bila Ragu tentang Kenajisan Air

-Ibnu Qudamahrohimahulloh berkata, Apabila seorang itu ragu tentang kesucian air atau selain air(kaidah ini berlaku bukan hanya dipembahasan air saja), atau ragu tentang najisnya, maka dia harus membangun diatas keyakinan, mengambil yang meyakinkan. Hal tersebut dibangun diatas kaidah fiqih,

Keyakinan tidaklah bisa dihilangkan dengan keraguan.

- Contoh 1 :

Seseorang mempunya air suci dan dia ragu sudah kejatuhan najis atau belum. Asalnya adalah kembali kepada hal yang meyakinkan, yaitu air itu suci dan inilah yang dia ambil. Ada pun keraguan kejatuhan najis inilah yang dia buang.

- Contoh 2 :

Demikian juga air yang sudah najis. lalu dia ragu. Kalau dia yakin kenajisannya, diambil yang meyakinkan.

- KaidahKeyakinan tidaklah bisa dihilangkan dengan keraguan.termasuk kaidah yang agung dalam syariat kita. Tidak hanya dalam pembahasan air saja, tapi pada seluruh pembahasan fiqih bahkan sampai dalam pembahasan aqidah. Oleh karena itu, hal tersebut merupakan salah 1 dari 5 kaidah pokok yang dinamakanImam As-Suyuthirohimahulloh dan selainnya denganAl Qowaidhul Kubro.

- Dalilnya dalamShohih Bukhory dan Muslimdisebutkan hadits dariAbdulloh bin Zaidrodhiyallohu anhu bahwasanya ia pernah mengadukan padaNabishollallohu alaihi wa sallam mengenai seseorang yang biasa merasakan sesuatu dalam shalatnya.Nabishallallahu alaihi wa sallam pun bersabda,

Janganlah berpaling hingga ia mendengar suara atau mendapati bau.

(HR. Bukhari, No. 177 dan Muslim, No. 361).

- Mengapa beliau perintahkan demikian? Karena hal yang meyakinkan adalah ia sedang sholat dalam keadaan suci dan kemudian ia ragu apakah keluar hadats atau tidak. Maka, keraguan ini dia buang dan hal yang meyakinkan dia sudah suci, kec kalau hadatsnya menyakinkan, semisal mencium baunya. Kalau sudah seperti ini, baru dia tinggalkan.

13. Cara Mencuci Benda yang Najisnya Tidak Tampak

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila tempat najis itu tersembunyi (tidak jelas) pada pakaian atau selainnya, maka dia mencuci apa yang dia yakin najisnya hilang dengan mencucinya.

- Contoh :

Baju yang terkena najis, tapi dia ragu yang kena sebelah kanan atau kiri. Maka, dia cuci keduanya. Ini maksudIbnu Qudamah,maka dia mencuci apa yang dia yakin najisnya hilang dengan mencucinya.

- Hal diatas merupakan salah satu pendapat dikalangan ulama dan ada pendapat lainnya dikalangan ulama bahwa dalam masalah inidia memilih dugaan besar najisnya itu dimana dan dia bersihkan.

- Dalilnya

"Jika salah seorang dari kalian ragu dalam sholatnya, maka hendaknya ia berusaha mencari yang benar (yaitu kecondongan yang lebih kuat), kemudian ia sempurnakan sholatnya kemudian salam kemudia sujud dua kali."

(HR Al-Bukhari no 392 dan Muslim no 572)

- Maka, memilih yang benar(taharri)adalah ketentuan syari atau hukum syari yang itu diperbolehkan. Kembali kepada contoh kasus diatas dalam hal ini dia bingung yang sebelah mana bajunya yang terkena najis. Maka, dia bisa taharri (memilih yang benar) dimana letak najisnya. Bagaimana caranya?? Misalnya dengan cara mencium lalu bisa ia temukan dimana letak najisnya, walaupun dia tidak yakin, akan tetapi karena dia sudah taharri, maka hal itu telah cukup sebagaimana sujud sahwi yang ia ragu sudah 3 atau 4 rokaat. Lalu setelah dia berusaha mengingatnya, dia ingatnya 4, maka boleh diambil 4. Walaupun, yang lebih menyakinkannya adalah 3. Jadi, disini dia yakinnya sudah 3 rokaat, sedangkan yang 4 rokaat meragukan.Tapi, karena dia sudah taharri sehingga dugaan besarnya dia sudah mengerjakan 4 rokaat, maka boleh dia mengambil yang 4 rokaat. Berdasarkan kasus najis di baju, maka seseorang boleh mencuci yang dengannya dia bisa memastikan letak najisnya atau yang lebih mendekati kepastian dimana tempat najis itu.

14. Apabila Terjadi Kesamaan Antara Air Suci dan Air Najis, sedangkan Air Lain Tidak Ada

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila seseorang mengalami kesamaran antara air suci dan air najis, sedangkan air lain tidak ada selain daripada itu, maka tayamumlah dan dia tinggalkan air itu.

- Contoh :

Ada dua bejana. Dia bingung mana yang suci, mana yang najis. Maka, kataIbnu Qudamahdia tinggalkan semua bejana tersebut karena itu lebih meyakinkankan dan lebih selamat. Lalu, dia tayammum.

- Ada pendapat ke-2 dalam masalah ini dalam salah satuMazhab Hambalidan pendapatImam Syafiibahwasanya hendaknya seseorangtaharri(menentukan yang mana suci dari keduanya). Kalau najis, maka bisa dilihat dari sebab najisnya, dari sifat airnya dan ini yang paling afdhol berdasarkan dalilHendaknya dia pilih yang benarnya dan dia sempurnakan atasnya."

15. Jika Terjadi Kesamaran antara Air Thohur dengan Air Thohir

- Contoh :

Ada 2 bejana yang satu berisi air thohur dan yang satu berisi air thohir. KataIbnu Qudamah, Dia berwudhu dari kedua-duanya. Sebab hal itu akan lebih meyakinkan dan karena salah satunya pasti air yang suci. Ini berdasarkan kaidahnya. Ibnu Qudamah dimana beliau membangun pendapatnya ini diatas masalah keyakinan.

- Akan tetapi, pendapat yang benar adalah dengantaharriyang dia lebih condong kepadanya dugaan besarnya. Masalah ini muncul kalau air dibagi menjadi 3 jenis. Kalau dia membagi air menjadi 2, maka tidak akan muncul masalah.

16. Bila Terjadi Kesamaran Antara Pakaian Najis dan Pakaian Suci

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila terjadi kesamaran antara pakaian suci dengan pakaian najis, maka dia sholat dengan setiap pakaian itu dengan jumlah najisnya dan dia tambah dengan 1 sholat.

- Contoh :

Seseorang mempunyai 20 pakaian, 5 diantaranta ada yang najis. MenurutIbnu Qudamah,sepanjang dia mengetahui pakaian yang najis ada 5 pakaian, dan dia ragu mana yang najis, maka dia sholat 5x, lalu ditambah dengan 1 sholat lagi sebab yang ke 6 pasti sudah hal yang meyakinkan. PendapatIbnu Qudamahdibangun diatas kaidah yakin.

- Ada pun pendapat yang lebih kuat seseorangtaharrimencari tahu mana yang lebih kuat. Pendapat ini dikuatkan olehSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaik Al-Utsaimindan selainnya.

17. Definisi, Pembagian, dan Hukum Najis

- Pembahasan definisi, hukum, dan pembagian najis disebagian fiqihHambalidikhususkan dalam bab tersendiri. Contoh pada matanZadul Mustaqni, pembahasan najis diletakkan diakhir pembahasan thoharoh, yaitu sebelum pembahasan haid, sedangkanIbnu Qudamahmemasukkannya kesini. Termasuk kebiasaan para ulama Syafiiyah yang memasukkan pembahasan najis sebelum pembahasan tentang wudhu.

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, dicuci najisnya.

- Najis secara bahasa adalah hal yang jelek, menjijikkan. Najis secara istilah dikalangan ulamaSyafiiyah, Malikiyah: Najis adalah hal yang kotor yang menahan keabsahan sholat, dimana tidak ada keringanan didalamnya.

- Najis terbagi menjadi 2, yaitu :

1.) Najis Ainiyah benda/zat tersebut memang najis dan tidak bisa disucikan

2.) Najis Hukmiyahnajis yang bisa disucikan dan inilah najis yang banyak dibahas dikalangan fuqoha.

- Kebanyakan fuqoha membagi najis hukmiyah ini menjadi 3, yaitu :

1.) Najis Mugholadhoh, yaitu najis besar. Contoh : anjing

2.) Najis Mukhoffafah,yaitu najis yang diringankan dalam mensucikannya. Contoh : kencing anak laki yang baru makan asi saja.

3.) Najis Mutawasithoh: najis selain dari itu (pertetangahan)

- Hukum najis adalah wajib bersuci darinya. Ada ancaman bagi orang yang tidak bersuci dari najis, yaitu hadits tentang dua orang yang disiksa dialam kubur karena tidak bersuci dari kencingnya. Tidak bersuci maksudnya tidak istinja atau tidak menjaga diri dari percikan najis.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhuma, ia berkata, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu beliau bersabda : Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya).Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing.Sedangkan yang satunya lagi, dia berkeliling menebar namiimah (mengadu domba).

18. Jumlah Cucian Terhadap Najis Anjing dan Babi serta Cara Bersuci dari Najis Tersebut

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Najisnya anjing dan babi dicuci sebanyak 7x dan salah satunya dicuci dengan tanah. Disini beliau menerangkan dua hal sekaligus, yaitu najisnya anjing dan najisnya babi.

- Dalil najisnya anjing dari haditsAbu Hurairohrodhiyallohu anhu,

Dari Abu Hurairah rodhiyallohu 'anhu ia berkata bahwasanya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam telah bersabda,Sucinya bejana kamu yang dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali, dan yang pertama dengan tanah.

(HR. Bukhory)

Lebih tegas dariAbu Hurairohrodhiyallohu anhu,

Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.

(HR. Muslim no. 279)

>>> Samakah antara najisnya Anjing dengan Najisnya Babi???

- Kalimat pensucian bejana salah seorang dari kalian menunjukkan bahwa bejana yang dijilat anjing itu menjadi najis dan wajib dibersihkan. Cara mensucikannya dengan dicuci 7x dan yang pertamanya dengan menggunakan tanah. Pendapat ini dipegang oleh jumhur ulama dan insya Alloh pendapat yang lebih kuat karena ada penyebutanillahnya(sebabnya). Apalagi jika penyebutanillahterdapat dalam konteks hadits dan penyebutan haditsnya ada dalam nash-nash riwayat. Selain itu, dari perkembangan ilmu kedokteran sendiri membuktikan manfaat pencucian tersebut.Hukum najisnya anjing tidak terbatas pada air liurnya saja, tetapi juga pada kotorannya dan seluruh badan anjing tersebut.

- Ada pun babi juga harus dicuci 7x. Maka, dalilnya berupa qiyas (perumpamaan). Para ulama meng-qiyaskannya dengan anjing. Mereka berpendapat bahwa babi itu lebih jelek daripada anjing. Kalau anjing saja harus disucikan jilatannya, maka babi lebih dari itu.Tapi, ini qiyas yang lemahkarena babi ada dimasa Nabi dan diterangkan dalamAl Quransehingga hal itu menunjukkan mengqiyaskannya sama dengan anjing adalah qiyas yang lemah.Pendapat yang benar bahwa tidak sama cara membersihkan najisnya anjing dengan babidan pendapat ini lebih kuat serta dikuatkan oleh kebanyakan ulama dimasa ini bahwa babi kenajisannya tidak sama dnegan anjing.

- Kesimpulannya adalah kenajisan anjing adalah najis mugholadoh (najis besar).Berbeda dengan babi yang najisnya najis biasa saja.

>>> Bagaimana Cara Pensucian dari Jilatan Anjing yang benar?

- Cucian 7xsalah satunyadengan tanah. Kalimat salah satunya diambil dari hadits pada sebgaian rowayat, misal riwayatImam Muslimdan ini merupakan riwayat yang paling kuat. Selain itu ada pada haditsAbdulloh bin Mughoffalrodhiyallohu anhu dalam riwayat Muttafaqun alaih, Gosoklah yang kedelapan kalinya menggunakan tanah.

- Pada sebgaian riwayat ducuci dengan tanah diawal dan akhirnya, ada juga salah satunya,akan tetapiyang mencuci diawal dan diakhir ada kelamahan dari sisi riwayatnya.Pendapat yang benar dan kuatadalah 2 riwayatnya ini, yaitu mencuci dengan tanah pada awalnya dan pada cucian yang ke-8.Dalam penjelasan hukum yang ada dalam 2 hadits yang mencuci diawal atau dicucian kedelapan dengan tanah, maka sepanjang keduanya bisa diamalkan dan dikompromikan, maka lakukanlah dan jangan ditolak. Oleh karena itu, mencuci najis anjing boleh menggunakan tanah dicucian yang pertama, dan boleh dicucian yang ke-8. Tapi, yang lebih enaknya dikebanyakan orang adalah mencuci dengan tanah dicucian yang pertama karena cucian yang kedua, ketiga akan menghilangkan tanah tersebut. Tapi, karena dalam hadits diterangkan kebolehan mencucinya dicucian yang ke-8, maka kita tidak menutup kemungkinan diperbolehkannya.

- Dan dalam hadist hanya tanah, bukan benda lain. Terbukti dari sisi kesehatan bahwa dalam tanah terdapat zat yang bisa membunuh kuman dan kotoran. Tidak ada pada benda yang lainnya. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan mencuci dengan tanah.

- Bagaimana jika dicuci dengan sabun atau benda lain yang dimakulmi (menjadi kebiasaan) ???? Jawabannya : Pembahasan mensucikan diri dari najis bukan semata masalah ibadah yang harus dengan tanah. Hanya saja yanglebih afdholnyaseseorang mencuci dengan tanah, kecuali kondisi tidak menemukan tanah. Sebagaimana dalam pembahasan mandi janabah tentang menggosok tangan ke tanah bisa diganti dengan sabun atau semisalnya.

19. Jumlah Cucian Terhadap Najis selain Najis Anjing dan Babi

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Cukup pada seluruh najis lainnya selain najis anjing dan babi dengan 3 cucian yang mensucikan. Perkataan beliau ini merupakan pendapat sebagian ulama Hanafilah bahwa mereka berpendapat mencuci najis tidak cukup hanya dengan 1x cucian.

- Ada pendapat lain dan ini merupakan pendapat jumhur ulama bahwa cukup dicuci 1x saja. Pendapat ini juga yang ditarjih (dikuatkan) olehSyaikh Abdurrohman bin Nashr As-Sadi,Syaikh Sholih Al-Utsaimin, dan selainnya.

- Dalilnya :

1.) Hadits tentang kisah kencingnya seorang arobi yang cukup disiram dengan 1x timba ember.

2.) Hadits Ummu Salamah dalam riwayatBukhory dan Muslimtentang mensucikan darah haid dimana menggosoknya, mencucinya, lalu dengan gosok, lalu dia cuci lalu dia sholat. Menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan mencuci itu sampai hilangnya najis. Jika najis bisa hilang dengan 1x cucian, maka sudah cukup. Dan ini illah (sebab) umum dalam masalah najis karena maksud mensucikan najis menghilangkan najis. sepanjang najis sudah hilang, maka tidak masalah hanya dengan 1x pencucian saja.

20. Cara Bersuci Terhadap Najis Pada Tanah

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila diatas bumi (maksudnya najis mengenai tanah), maka cukup dengan satu tuangan air yang menghilangkan ain dari najis.

- Contoh :

Ada air kencing ditanah. Maka, cukup dibersihkan dengan satu kali siraman air. Dalilnya hadits tentang kencing seorang badui , laluRosulullohshollallohu alaihi wa sallam memerintahkan, Tuangkan pada kencing arobi itu dengan satu timba air!.

-Ibnu Qudamahrohimahulloh membawakan makna lafadz hadits diatas dalam permasalahan ini.

21. Cara Bersuci terhadap Kencing Bayi Laki-laki yang Belum Mengkonsumsi Makanan Tetap

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Cukup pada Al-Ghulam (bayi laki2 dan tidak termasuk darinya bayi perempuan sebab bayi perempuan itu dicuci selamanya) yang belum makan makanan selain ASI. Maksudnya makanan tetap, bukan yang hanya sesekali saja diberikan.

- Jadi, najis yang diringankan pencuciannya adalah bayi laki-laki yang belum mempunyai makanan tetap, selain air susu ibu adalah cukup dengan dipercikkan saja. Kalau najisnya, para ulama sepakat bahwa hal it najis, hanya saja cara pencuciannya yang diringankan.

- Dalilnya

Dari Ummu Qois binti Mihshon, bahwasanya ia datang dengan anak laki-lakinya yang masih kecil dan anaknya tersebut belum mengkonsumsi makanan. Ia membawa anak tersebut ke hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau lantas mendudukkan anak tersebut di pangkuannya. Anak tersebut akhirnya kencing di pakaian beliau. Beliau lantas meminta diambilkan air dan memercikkan bekas kencing tersebuttanpa mencucinya.

(HR. Bukhari, No. 223 dan Muslim, No. 287).

- Dalam beberapa riwayat, dipercikkan pada kecing anak laki-laki dan dicuci pada anak perempuan. Hikmahnya mengapa kencing anak laki-laki cukup dengan dipercikkan saja adalah dimaklumi bahwa anak laki-laki itu nakal, bisa kemana-kemana kalau dia pipis sehingga syariat memberikan keringanan. Berbeda dengan anak perempuan yang lebih mudah mensucikannya.

22. Cara Bersuci Terhadap Madzi

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Demikian pula dengan madzi.Ibnu Qudamahmenyamakan najisnya madzi dengan najisnya air kencing bayi laki-laki, yaitu najis mukhoffafah sehingga cukup dipercikkan saja dan ini pendapat sebagaian ulama karena sebegaian riwayat yang kelihatannya mendukung pendapat ini, yaitu dalamShohih Muslimtentang orang yang keluar darinya madzi, Nabi hanya memerintahkan untuk berwudhu dan memercikkan (An-Nadhoh )saja. Tapi, pendapat ini tidak kuat karena An-Nadhoh bukan bermakna dipercikkan, tapi juga harus dicuci.

Berwudhulah dan basahi (perciki) kemaluanmu

- An-Nadhoh ini mempunya dua makna, yaitu

1. Mencuci.

2. Memercikkan.

- Beda dengan haditsUmmu Qoisdiatas dimanaNabishollallohu alaihi wasallam me-nadzoh dan ada keterangan dikalimat selanjutnya, yaitu tidak mencucinya. Maka, An-Nadhoh dalam hadits Ummu Qois diatas maknanya adalah memercikkan. Ada pun pada hadits ini kita harus memeriksanya pada seluruh riwayat karena ada 2 kemungkinan dan untuk mencari mana yang lebih kuat. Riwayat Bukhori-Muslim lafadznya Berwudhulah dan cucilah kemaluanmu! sehingga dari sini ulama berpendapat bahwa najis madzi itu pertengahan dan sama dengan kebanyakan najis lainnya dan ini pendapat yang lebih kuat insya Alloh.

23. Hukum Madzi yang Sedikit

-KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Akan tetapi, dimaafkan dari hal yang sedikit. dan dalam kaidah fiqih hal yang sedikit yang seseorang sulit berlepas darinya adalah hal dimaafkan.

- Dalilnya hadits Sahl bin Hanif,

Aku seringkali keluar madzi, sehingga sering sekali mandi karenanya. Lalu kuceritakan hal ini kepada Rasulullah shallallaahualaihi wasallam. Maka beliau berkata : Kamu cukup mengambil air setelapak tangan, lalu kamu basahi pakaianmu yang terkena madzi itu sampai terlihat basah(HR. Ahmad dalam Musnad-nya, Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Asy Syaikh Al Albani)

- HaditsSahl bin hanifdiatas menunjukkan bahwa hal yang ringan adalah dimaafkan sebagaimana akan datang pada pembahasan istinja dengan batu dimana telah dimaklumi dengan batu itu tidak mensucikan seluruhnya dan pasti ada yang tersisa. Tapi, yang sedikit ini dimaafkan dan kataNabishollallohu alaihi wa sallam sudah mencukupi beristinja dengan batu dan hal yang sedikit yang sulit seseorang berlepas darinya adalah hal yang dimaafkan.

24. Hukum Darah yang Sedikit

- Dalam pembahasan ini terjadi silang pendapat dikalangan ulama apakah darah itu najis atau bukan,. KataIbnu Qudamahrohimahulloh bahwa darah yang sedikit adalah najis.

- Pendapat yang benar bahwa selain darah haid dan nifas bukan najis. Hanya saja bagi yang berpendapat bahwa darah itu najis, apabila darah itu sedikit maka dimaafkan sebgaiman darah haid jika sudah berusaha dibersihkan, tapi masih ada sedikit yang susah dihilangkan, maka dimaafkan.

- Dalilnya bahwa hal yang sedikit dimaafkan dan tidak bisa seseorang berlepas darinya, yaitu :

ALLOH tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

(Al-Baqarah : 286)

25. Hukum Nanah, Bisul, dan Semisalnya

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Demikan pula apa yang terlahir dari darah, nanah, bisul dan semisalnya. Maksud perkataan beliau bahwa nanah, bisul, dan semisalnya dimaafkan kalau jumlahnya sedikit. Ibnu Qudamah mengatakan bahwa itu najis dan ini merupakan silang pendapat dikalangan ulama.

- Pendapat yang benar adalah nanah, bisul, dan semisalnya itu bukan najis. Sekarang timbul pertanyaan, ukuran yang sedikit itu yang seperti apa????

26. Ukuran Nanah, Bisul, dan Semisalnya yang dimaafkan

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apa yang tidak terlalu jelek. Maksudnya jumlahnya sedikit seperti bisul dijerawat. Kalau bisulnya besar, tidak dimaafkan. dan pendapat beliau ini dibangun diatas pendapat kalau nanah dan bisul itu najis.

- Akan tetapi, pendapat yang benar bahwa bisul, nanah, dan semisalnya itu bukan najis karena tidak ada dalil yang kuat yang menjelaskan kenajisannya dan sesuatu itu tidak dihukumi najis hingga ada dalil yang menajiskannya.

27. Hukum Mani Anak Adam

- Mani anak Adam juga dimaafkan karena suci dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.Nabishollallohu alaihi wa sallam dalam sejumlah riwayatBukhori dan Muslimpernah terkena mani di pakaian beliau.

28. Hukum Kencing Hewan yang Dagingnya dimakan

- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Air kencing hewan yang dimakan dagingnya adalah suci. Adapun hewan yang tidak dimakan dagingnya adalah najis. Terjadi silang pendapat dikalangan ulama dan telah berlalu dalam pembahasanKitab Ad Durorul Bahiyahbahwa selain kencing manusia tidak disebutkan najisnya, kecuali ada dalil yang menjelaskan kenajisannya dan secara umum kencing hewan yang dimakan dagingnya adalah tidak najis karena tidak ada dalilnya. Oleh karena itu, diperbolehkan sholat dikandang kambing sebagaimana hadits dibawah ini.

Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu anhu dia berkata bahwasanya Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda, Sholatlah kalian di kandang kambing dan jangan kalian shalat di tempat menderumnya unta.

(HR. At-Tirmizi, No. 348)

. Selesai Bab Hukum-hukum Seputar Air

[Faidah dari Al Ustad Dzulqornain bin Muhammad Sunusi hafizhohulloh dalam Pembahasan Kitab Umdatul Fiqh, 2012]

Kitab Thaharah BabAir

Juni 4, 2010

Kitab Thaharah

Definisi thaharah.Syaikh Ibnu Utsaimin menyebutkan bahwathaharahsecara istilah mempunyai dua makna:

1. Definisi asal yang bersifat maknawi, yaitu sucinya hati dari kesyirikan kepada Allah dan dari kebencian kepada kaum mukminin.

2. Definisi cabang yang bersifat zhahir -dan ini yang dimaksudkan dalam bab fiqhi-, yaitu semua perbuatan yang membolehkan orang yang berhadats untuk melakukan shalat, berupa pembersihan najis dan penghilangan hadats. (Asy-Syarh Al-Mumti: 1/19)

Ibnu Rusyd berkata, Kaum muslimin bersepakat bahwa thaharah syari ada dua jenis: Thaharah dari hadats dan thaharah dari khabats (najis). Dan mereka juga bersepakat bahwa bentuk thaharah dari hadats ada tiga bentuk: Wudhu, mandi (junub) dan pengganti dari keduanya yaitu tayammum. (Bidayah Al-Mujtahid: 1/5)

Para ulama memulai pembahasan fiqhi dengan kitab thaharah karena rukun Islam terpenting setelah syahadatain adalah shalat, sedangkan shalat tidak bisa ditegakkan kecuali setelah adanya thaharah. Kemudian, thaharah asalnya dengan menggunakan air, makanya setelahnya diikuti dengan pembahasan seputar air.

Bab AirMasalah pertama:Pembagian air

Mayoritas ulama membagi air menjadi tiga jenis (Al-Inshaf: 1/21-22):

1. Air yang thahur (suci dan menyucikan) atau air muthlaq,yaitu air yang masih berada pada sifat asal penciptaannya, baik yang turun dari langit maupun yang keluar dari bumi, baik yang panas maupun yang dingin, baik yang berwarna maupun yang tidak berwarna (bening).Contohnya:Air hujan, air laut, air sungai, air sumur, mata air, salju, geyser, dll.Termasuk jugadi dalamnya air yang sudah mengalami perubahan dari asal penciptaannya tapi belum keluar dari keberadaannya sebagai air,contohnya:Air mineral, air yang bercampur dengan sedikit kapur dan benda-benda suci lainnya dan tidak mendominasi air.

2. Air thahir (suci tapi tidak menyucikan) atau air muqayyad, yaitu air yang bercampur dengan zat suci lalu mendominasi air tersebut sehingga dia berubah dari sifat asalnya.Contohnya:Air teh dan yang semisalnya, air sabun dan semacamnya serta air kelapa dan yang keluar dari tumbuh-tumbuhan dan air yang sangat keruh karena bercampur dengan tanah.

3. Air najis,yaitu air yang kemasukan najis lalu merubah salah satu dari tiga sifatnya (baunya, rasanya, atau warnanya). Akan datang penjelasan tambahan pada masalah kelima.

Dalil dari pembagian iniadalah sabda Rasulullah -shallalahu alaihi wasallam- tatkala beliau ditanya tentang air laut, apakah dia boleh dipakai berwudhu,Airnya adalah thahur (penyuci) dan bangkainya halal.(HR. Ashhab As-Sunan dari Abu Hurairah)

Sisi pendalilannya adalahseperti yang dikatakan oleh Ibnu Muflih: Seandainya yang beliau maksudkan denganthahur(menyucikan) adalahthahir(suci tapi tidak menyucikan), niscaya air laut tidak mempunyai kelebihan dibandingkan air lainnya, karena semua orang sudah mengetahui bahwa air laut itu suci. (Al-Mabda: 1/32)

Masalah kedua:Yang boleh dipakai bersuci.

Yang boleh dipakai bersuci hanyalah air thahur atau air muthlaq. Ibnu Al-Mundzir berkata: Semua ulama yang kami hafal pendapatnya telah bersepakat akan tidak bolehnya berwudhu dengan air ward (bunga), yang keluar dari pohon dan air ushfur (bunga yang bijinya dijadikan minyak). Mereka juga bersepakat akan tidak bolehnya bersuci kecuali dengan air muthlaq yang dinamakan sebagai air, karena tidak boleh bersuci kecuali dengan menggunakan air sedangkan ketiga perkara di atas tidaklah dikatakan sebagai air. (lihat: Al-Mughni: 1/15-21 dan Al-Majmu: 1/ 139-142)Dari sini diketahui semua benda cair selain air lebih tidak boleh lagi dijadikan alat bersuci, seperti: Minyak tanah, bensin, minyak goreng dan semacamnya.

Masalah ketiga:Dalil-dalil akan bolehnya bersuci dengan air mutlaq di atas.

Adapun air hujan, maka Allah Taala berfirman,Dan Dia menurunkan untuk kalian air dari langit untuk menyucikan kalian.(QS. Al-Anfal: 11). Adapun air laut, maka telah berlalu dalam hadits Abu Hurairah di atas. Adapun air sumur -dan termasuk di dalamnya mata air-, maka Nabi r bersabda tentang sumur budhaah,Sesungguhnya air itu suci, tidak ada sesuatu pun yang menajisinya.(HR. Imam Tiga dari Abu Said). Adapun air salju, maka beliau -shallallahu alaihi wasallam- mengajari dalam doa istiftah,Ya Allah cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan air yang dingin.(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Masalah keempat:Hukum beberapa air yang dibahas oleh para ulama.

1. Air al-ajin,yaitu air yang tinggal lama di suatu wadah (tong, bak yang tertutup dan semacamnya) sampai rasa dan baunya menjadi pahit dan berbau busuk tapi tidak ada najis yang masuk padanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata: Adapun air yang tinggal lama di sebuah wadah maka dia tetap dalam sifat thahur (menycikan) berdasarkan kesepakatan para ulama. (Al-Fatawa: 21/36) dan Ibnu Al-Mundzir juga menukil ijma akan hal ini dalam Al-Ausath (1/258-259)

2. Air yang dihangatkan dengan sinar matahari.Semua hadits-hadits yang menerangkan tentang makruhnya adalahhadits yang lemahsebagaimana bisa dilihat dalam Al-Irwa` karya Syaikh Al-Albani no. 18. Karenanya mayoritas ulama berpendapat bolehnya bersuci dengan air itu dan tidak dimakruhkan. Demikian pula tidak dimakruhkan berwudhu dengan air dihangatkan dengan api menurut mayoritas ulama (Lihat Al-Mughni: 1/27-29 dan Al-Majmu: 1/132-137)

3. Air zam-zamTidak dimakruhkan berwudhu dan mandi dengan air zam-zam menurut mayoritas ulama, karena tidak adanya dalil yang melarang. (Lihat Al-Mughni: 1/29-30 dan Al-Majmu: 1/137 )

4. Air mustamal (yang telah digunakan bersuci dan ketiga sifatnya belum berubah).Hukumnyatetap sucidan menyucikan, karena Ibnu Abbas (dalam riwayat Muslim) mengatakan bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mandi dengan sisa air yang telah dipakai mandi oleh Maimunah -radhiallahu anha-, dan bisa dipastikan bahwa percikan air yang Maimunah siramkan ke badannya ada yang masuk kembali ke dalam bejana tersebut. Dan disebutkan dalam beberapa riwayat yang shahih bahwa para sahabat menadah bekas air wudhu Nabi untuk mereka gunakan untuk berwudhu. Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla (1/182-184), Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (20/519) serta Asy-Syaukani dan Syaikh Siddiq Hasan Khan dalam At-Taliqat Ar-Radhiah (1/100-102)

Masalah kelima:Kapan air menjadi najis.

Ibnu Al-Mundzir berkata dalam Al-Ijma (10): Para ulama bersepakat bahwa air yang sedikit maupun yang banyak, kalau kemasukan najis yang merubah rasa atau warna atau bau dari air tersebut maka dia menjadi najis. Ijma akan hal ini juga dinukil oleh Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (21/30) dan Ibnu Hubairah dalam Al-Ifshah (1/70).

Tidak ada perbedaan dalam hukum ini antara air yang banyak dengan air yang sedikit, baik yang lebih dari duaqullah(270 liter atau 200 kg) maupun yang kurang darinya, baik yang diam maupun yang mengalir (sungai dan semacamnya). Ini yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, Ibnu Al-Qayyim, Ibnu Rajab, Ash-Shanani, Asy-Syaukani, Muhammad bin Abdil Wahhab, Syaikh Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, Muqbil Al-Wadii dan selain mereka -rahimahumullahu jamian-.

Karenanya kalau ada air di kolam atau baskom atau timba yang kemasukan beberapa tetas kencing atau najis yang lainnya maka dia tidaklah menjadi najis dan tetap bisa dipakai bersuci, selama najis tersebut tidak merubah salah satu dari ketiga sifatnya. Demikian pula tidak dimakruhkan sama sekali untuk bersuci dengan air yang ada di wc umum selama salah satu dari ketiga sifatnya tidak berubah, dan tidak perlu diperhatikan was-was serta keraguan yang dimasukkan oleh setan bahwa mungkin airnya pernah terpercik kencing dan seterusnya.

sumber :http://al-atsariyyah.com/?p=370

FIQIH,SYARIAH

PENSUCIAN NAJIS

20 NOVEMBER 2012KOORDINATOR LEAVE A COMMENT

inShare

A. Thaharah Dari Najis

Thaharah dari najis adalah thaharah secara hakiki, dimana ritualnya adalah mensucikan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwathaharah hakikiadalah pensucian agar terbebasnya seseorang dari najis.

Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.

Kenapa bersuci dari najis disebut thaharah hakiki? Karena yang dilakukan memang pembersihan secara hakiki atau secara fisik, mengingat bahwa sesungguhnya najis itu adalah benda fisik dan bukan hukum.

Najis itu punya warna, aroma dan rasa. Tiga indikator itu selalu melekat pada benda najis. Dan biasanya para ulama mendeteksi keberadaan najis lewat salah satu indikator itu. Dan suatu benda dianggap tidak najis manakala salah satu indikator itu tidak ditemukan. Sebaliknya, bila salah satu indikator itu ditemukan, maka cara mensucikannya dilakukan secara hakiki yaitu dengan cara menghilangkannya. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan misalnya dengan dicuci, disiram, dilap, dikerik, dijemur dan lainnya. Pada bab-bab berikutnya akan Penulis bahas secara lebih detail satu per satu.

Berbeda dengan thaharah hukmi yang bentuknya adalah bersuci dari hadats. Hadats itu bukan benda fisik yang bisa dilihat atau dipegang, melainkan hadats itu sesuatu yang berupa status hukum. Tidak ada wujud fisiknya, yang ada hanya hukumnya saja. Maka dari itulah pensuciannya bersifat hukmi, atau hanya hukumnya saja.

Pada tubuh orang yang berhadats tidak akan kita temukan sebuah benda yang menempel atau menonjol yang menjadi titik masalah. Berbeda dengan orang yang terkena najis, dipastikan pada tubuh, pakaian atau tempat tertentu ada benda najis, yang bila benda najis itu dihilangkan, maka otomatis dia suci.

Sedangkan pada tubuh orang yang berhadats, karena tidak ada benda yang secara fisik bisa dilihat, dibaui, dipegang atau dirasakan, maka pensuciannya memang tidak secara fisik.

Pada bab yang lalu kita sudah bicarakan tentang najis dengan segala jenis dan macamnya. Pada bab ini kita akan bicarakan hal-hal yang masih terkait dengan najis juga, yaitu ritual-ritual yang telah ditetapkan syariah Islam untuk menghilangkan najis.

Dalam ritual pensucian najis, kita membaginya menjadi dua cara pensucian utama, terkait dengan hukum asal benda itu.

Pertama, pensucian benda yang asalnya merupakan benda najis agar menjadi benda yang suci kembali. Benda yang asalnya merupakan benda najis ternyata dalam kasus tertentu bisa diubah menjadi benda yang suci.

Kedua, pensucian benda yang asalnya benda suci namun terkena najis. Ini adalah bentuk pensucian yang sudah sering kita dengar

B. Mensucikan Benda Yang Asalnya Najis

Najisnya suatu benda tidak ditentukan oleh rumus kimia tertentu, tetapi ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Taala dalam syariah yang diturunkannya. Sehingga apakah suatu benda itu najis atau tidak, kita tidak bisa membuat rumus kimianya, juga tidak ada formulanya.

Formula yang kita pakai adalah semata-mata formula teks syariah. Artinya, kalau di dalam nash Quran atau hadits ada benda yang dikatakan najis, maka hukumnya najis.

Sebaliknya, bila tidak ada teks syariah yang menyebutkan kenajisannya, baik langsung zatnya, atau kriterianya, atau campurannya, maka benda itu tidak boleh kita ubah statusnya menjadi benda najis.

Maka sebagaimana hukum najis itu datang dari Allah, sebaliknya juga berlaku bahwa ketidak-kenajisan suatu benda itu juga datang juga datang dari Allah. Bentuk mudahnya, ketika suatu benda najis disebutkan oleh teks syariah telah mengalami hal-hal tertentu lalu dikatakan tidak najis lagi, maka tugas kita hanya tinggal mengiyakan saja.

Ada dua metode yang dikenal dalam syariah untuk mengubah benda najis menjadi benda yang suci. Pertama, dengan cara penyamakan. Maksudnya kulit hewan bangkai yang mati, bisa diubah menjadi suci lewat proses penyamakan. Kedua, dengan cara istihalah, yaitu proses mengubah wujud fisik suatu benda secara total 100% sehingga menjadi benda lain.

1. Penyamakan

Dalam bahasa Arab, penyamakan dikenal dengan sebutandibagh( ). Kasusnya pada hewan yang mati menjadi bangkai, dimana tubuh hewan itu najis dan tentunya kulitnya pun najis.

Namun dengan penyamakan, kulit hewan yang tadinya najis berubah menjadi tidak najis. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

Dari Abdullah bin Abbas dia berkata,Saya mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,Apabila kulit telah disamak, maka sungguh ia telah suci. (HR. Muslim)

Semua kulit yang telah disamak maka kulit itu telah suci. (HR. An-Nasai)

Penyamakan adalah salah satu contoh nyata bagaimana najis ainbisa berubah menjadi suci. Bukan dengan cara dibersihkan dari najis yang menempel, melainkan benda najisnya itu sendiri yang diubah menjadi benda suci. Maka jaket kulit yang terbuat dari bangkai atau dari hewan najis, hukumnya tidak najis lagi setelah disamak. Di masa sekarang banyak orang memakai jaket yang terbuat dari kulit buaya, kulit macan, kulit ular, dan kulit hewan buas lainnya.

Namun mazhab Asy Syafiiyah tetap mengatakan najis bila kulit babi dan anjing disamak. Dalam pandangan mazhab ini, anjing dan babi adalah hewan yang level kenajiannya berat (mughalladzah), sehingga apa pun dari bagian tubuhnya tidak bisa disucikan lagi.[1]

2. Istihalah

Selain penyamakan, proses lain dari mengubah benda najis menjadi benda yang tidak najis disebutistilahah. Kataistihalahberarti berubahnya suatu benda dari zat dan sifat aslinya menjadi benda lain yang berbeda zat dan sifatnya.[2]

Dan perubahan zat dan sifat itu berpengaruh kepada perubahan hukumnya. Bila benda najis mengalami perubahan zat dan sifat menjadi benda lain yang sudah berubah zat dan sifatnya, maka benda itu sudah bukan benda najis lagi.

Para ulama memang berbeda pendapat tentang apakah benda najis yang sudah berubah menjadi benda lain itu akan hilang kenajisannya.

Mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah mengatakan bahwa istihalah itu mengubah hukum najis pada satu benda menjadi tidak najis.[3]

Namun mazhab Asy Syafiiyah dan Al Hanabilah bersikeras bahwa najis ain seperti babi, meski sudah mengalami perubahan total, hukumnya tidak berubah menjadi suci.[4]

Di antara dalil-dalilistihalahyang digunakan oleh mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah antara lain perubahan-perubahan hukum yang terjadi pada khamar ketika berubah menjadi cuka, atau perubahan air mani menjadi manusia, termasuk juga perubahan bangkai menjadi

garam.

a. Khamar Menjadi Cuka

Jumhur ulama mengatakan bahwa khamar adalah benda najis. Tetapi ketika khamar berubah sendiri menjadi cuka, maka cuka itu bukan saja halal bahkan sifat najisnya hilang.

Kehalalan cuka disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam ketika hendak makan dengan cuka sebagai lauk, dimana beliau mengatakan bahwa cuka adalah lauk makanan yang paling enak.

Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka. (HR. Muslim)

Khamar di masa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam umumnya terbuat dari perasan buah anggur dan kurma. Lalu perasan itu mengalami berbagai proses, mulai dari fermentasi hingga proses-proses berikutnya, kemudian masuk ke dalam tahap berubah menjadi khamar.

Pada saat masih menjadi buah anggur dan buah kurma, tentu saja hukumnya halal. Dalam hal ini Al Quran memberi gambaran:

Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan. (QS An-Nahl: 67)

Namun ketika perasan buah anggur atau kurma itu sudah menjadi khamar, hukumnya menjadi najis. Tetapi keadaan menjadi khamar ini suatu ketika bisa berubah lagi, yaitu menjadi cuka. Dan para ulama sepakat bahwa bila khamar berubah menjadi cuka dengan sendirinya, hukumnya tidak haram diminum karena tidak mungkin memabukkan. Dan karena sudah bukan khamar lagi, otomatis hukumnya juga menjadi tidak najis.

Hanya saja dalam hal ini mazhab Asy Syafiiyah dan Al Hanabilah mensyaratkan bahwa khamar yang berubah menjadi cuka yang halal atau tidak najis itu adalah bila perubahannya terjadi dengan sendirinya.

Sebaliknya, kalau perubahan itu lewat keterlibatan manusia, misalnya dengan cara dimasukkan ke dalamnya cuka, bawa


Top Related