Download - Atoni Uteri

Transcript
Page 1: Atoni Uteri

ATONI UTERI

(CASE REFERAT)

Oleh:

Rudi C. Lado, S.Ked

PEMBIMBING:

Dr Jansen L, SpOG

BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG

2015

Page 2: Atoni Uteri

HALAMAN PENGESAHAN

Case Referat ini diajukan oleh:

Nama : Rudi C. Lado, S.Ked

Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan

Klinik di Bagian/SMFObstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

PEMBIMBING KLINIK

1. Dr Jansen, Sp. OG……………………………………

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : 2015

Page 3: Atoni Uteri

Page 3

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target

yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu

meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015

adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.

Angka kematian ibu (AKI) diperkirakan terjadi 287.000 di seluruh dunia pada

tahun 2010, dengan angka kematian ibu yaitu 210 kasus per 100.000 kelahiran hidup.

Sebagian besar kematian ibu terjadi di negara- negara berkembang, Berdasarkan

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), survey terakhir menunjukan

adanya peningkatan signifikan AKI dari 228 (tahun 2007) menjadi 359 (tahun 2012)

per 100.000 kelahiran hidup. Sungguh mengenaskan, AKI yang sangat tinggi itu

artinya Indonesia bahkan jauh lebih buruk dari negara-negara paling miskin di Asia,

seperti Timor Leste, Myanmar, Bangladesh dan Kamboja. Indonesia kini telah

berpredikat terbelakang di Asia dalam melindungi kesehatan Ibu. Darurat kematian

ibu ini harus diakhiri dengan keseriusan dan tindakan segera.

Beberapa penyebab kematian maternal di Indonesia yang paling sering adalah

perdarahan pasca persalinan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), abortus (5%),

partus lama/macet (5%), emboli obstetri (3%), trauma obstetri (5%), komplikasi

puerperium (8%), dan lain lain (11%). Pendarahan menempati persentase tertinggi

penyebab kematian ibu Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh

kematian ibu disebabkan oleh pendarahan. Tiga penyebab terbesar perdarahan pasca

salin diantaranya atonia uteri, laserasi jalan lahir, dan sisa-sisa jaringan . Atonia uteri

menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock

hypovolemik, dari semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70 % disebabkan oleh

atonia uteri. 1,2

Page 4: Atoni Uteri

Page 4

Perdarahan akibat atonia uteri dapat menjadi ancaman, sehingga pencegahan,

diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi

dampak tersebut.

Page 5: Atoni Uteri

Page 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Uterus

Uterus berbentuk seperti buah advokad atau buah pir yang sedikit gepeng,

kearah depan, belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. 2,5

cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan normal adalah

anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan

korpus uteri ke depan dan membentuk dengan serviks uteri)3

Uterus terdiri atas 1) fundus uteri 2) korpus uteri dan 3) serviks uteri. Fundus

uteri adalah bagian dari uterus yang proksimal, sedangkan korpus uteri adalah bagian

dari uterus yang paling terbesar, pada suatu kehamilan bagian ini memiliki fungsi

sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut

kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas 1) pars vaginalis servisis uteri

yang dinamakan porsio; 2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang

berada di atas vagina. 3

Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk

seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-

kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum

seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu

di vagina disebut ostium uteri eksternum. 3

Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas (1) endometrium di

korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; 2) otot-otot polos; dan 3) lapisan serosa,

yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar

dan jaringan dengan banyak mengandung pembuluh darah yang berkelok-kelok,

Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus

haid perempuan dalam masa reproduksi. 3

Vaskularisasi uterus oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus

asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria Iliaka Interna

Page 6: Atoni Uteri

Page 6

(disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke

dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina.

Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah arteria ovarika kiri

dan kanan. Pembuluh darah lain yang memberi darah ke uterus adalah arteri ovarika

kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari lateral dinding pevis melalui ligament

infundibulo-pelvikum mengikuti tuba fallopi, beranastomose dengan ramus asenden

arteri uterine di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama- sama dengan arteri

diatas terdapat pembuluh darah vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena

hipogastrika. 3

Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik, sistem

parasimpatetik dan serebrospinal. System parasimpatetik berada di dalam panggul

sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf 2,3,4 kemudian selanjutnya

memasuki pleksus frankenhauser. System simpatik masuk ke rongga panggul sebagai

pleksus hipogastrik melalui bifurcatio aorta dan promontorium kemudian menuju ke

pleksus frankenhausser. Serabut- serabut saraf tersebut diatas meberikan inervasi

pada miometrium dan endometrium. Saraf simpatik menimbukan kontraksi dan

vasokonstriksi, sedangkan parasimpatik sebaliknya yaitu mencegah kontraksi dan

menimbulkan vasodilatasi.3

Tiga lapisan otot pada uterus yaitu lapisan luar longitudinal, lapisan dalam

sirkular, dan diantara dua lapisan ini terapat lapisan dengan otot beranyaman tikar.

Berbeda dengan otot polos lain, pemendekan otot rahim lebih besar, tenaga dapat

disebarkan ke segala arah karena susunannya tidak terorganisasi secara memanjang

sehingga memudahkan terjadi pemedekan, meningkatkan kapasitas tekanan dan

menyebabkan tidak bergantung pada letak atau presentasi janin. His yang sempurna

bila terdapat kontraksi yang simetris, kontraksi paling kuat pada fundus uteri dan

sesudah itu terjadi relaksasi. 3

His yang paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan

puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Aktifitas miometrium

dimulai saat kehamilan. His pada usia kehamilan 30 minggu terasa lebih kuat dan

Page 7: Atoni Uteri

Page 7

lebih sering. Sesudah 36 minggu aktifitas uterus akan lebih meningkat sampai

persalinan mulai. Amplitudo uterus meningkat sampai 60 mmHg pada akhir kala 1

dan frekuensinya menjadi 2-4 kali tiap 10 menit. Dan juga durasinya dari 20 detik

pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala 1 atau pada permulaan

kala II. His yang sempurna dan afektif bila ada kontraksi simetris dengan dominasi

di fundus uteri dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berdurasi 60 sampai 90

detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4 menit, dan pada relaksasi

tonus uterus kurang dari 12 mmHg. 4

Beberapa faktor diduga berpengaruh dalam kontraksi rahim yaitu besar rahim,

besar janin, berat badan ibu dan lain- lain. Pada kala II ibu menambah kekuatan

uterus yang sudah optimum dengan adanya peningkatantekanan intra abdomen. Pada

kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit, amplitude his masih tinggi

+ 60 sampai 80 mmHg, tetapi frekuensinya berkurang. Sesudah 24 jam persalinan

intensitas dan frekuensi his menurun.4

Ditingkat sel, mekanisme kontraksi ada dua yaitu akut dan kronik. Yang akut

disebabkan masuknya ion kalsium (Ca 2+) kedalam sel yang dimulai dengan

depolarisasi membrane sel. Meningkatnya kontraksi Ca2+ bebas dalam sel memicu

satu reaksi berantai yang menyebabkan pebentukan hubungan (cross-bridge) antara

filament aktin dan myosin sehingga sel berkontraksi. Sementara itu, mekanisme yang

kronik diakibatkan pengaruh hormon yang memediasi transkripsi gen yang menekan

atau meningkatkan kontraktilitas sel yaitu CAP (Contraktion Associated- proteins).

Yang menyebabkan uterus mulai berkontraksi belum diketahui sampai saat ini.

Diperkirakan adanya sinyal biomolekular dari janin yang diterima oleh otak ibu akan

memulai kaskade penurunan progresteron, estrogen dan peningkatan prostaglandin

dan oksitosin sehingga terjadi tanda- tanda persalinan. 4

Page 8: Atoni Uteri

Page 8

2.2 Atonia Uterus

2.2.1 Definisi

Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik

setelah dilakukan pemijatan fundus uteri setelah plasenta lahir, hal ini disebabkan

karena kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus

dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan

fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang

terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas seluruhnya.

Atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock

hypovolemik. 5

2.2.2 Faktor Risiko

Pada banyak perempuan, atonia uterus paling tidak dapat diantisipasi dengan

baik jauh sebelum pelahitan. Meskipun faktor risiko diketahui dengan baik,

kemmpuan untuk mengetahui perempuan mana yang akan mengalami atonia masih

terbatas. Rouse dkk(2003) meneliti 23.900 perempuan yang mengalami pelahiran

Caesar untuk pertama kalinya dan melaporkan bahwa separuh antara mereka yang

mengalami atonia tidak memiliki faktor risiko5

Baberapa factor yang dapat menyababkan Atonia uteri5

1. Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau

anak terlalu besar

2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep

3. Kehamilan grande multi para

4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek anemis atau menderita penyakit

menahun

5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim

6. Infeksi intrauterine (korioamnionitis)

7. Ada riwayat pernah atonia uterus sebelumnya

Page 9: Atoni Uteri

Page 9

8. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.

2.2.3 Diagnosis

Tanda dan Gejala6

1 Perdarahan pervaginam adalah perdarahan Aktif yang sangat banyak dan

bergumpal

2 Konsistensi rahim lunak. (Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia

dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya)

3 Fundus uteri naik

4 Terdapat tanda-tanda syok

a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)

b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg

c. Pucat

d. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembap

e. Pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih

f. Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran

g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat

itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 CC yang sudah keluar dari pembuluh

darah tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam

kalkulasi pemberian darah pengganti. Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan

darah secara tepat Karena darah seringkali bercampur dengan air ketuban atau urin

dan mugkin terserap handuk, kain atau sarung. Menggunakan pispot di bokong ibu

untuk menumpulkan darah juga bukanlah cara yang efektif.cara tak langsung untuk

mengukur kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah.

Apabila kehiangan darah menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun

serta tekanan darah sistolik turun 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah

terjadi perdarahan > 500 ml. bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah

mengalami kehilangan darah 50 % dari jumlah darah ibu (2000-2500). 6

Page 10: Atoni Uteri

Page 10

2.2.5 Pencegahan

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut

sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam

persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah 5

Manajemen aktif kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk

mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus dan untuk

mencegah perdarahan postpartum dengan menghindari atonia uteri. Atonia uteri dapat

dicegah dengan Manajemen aktif kala III, yaitu:

1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;

2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;

3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap

berkontraksi.

Melakukan penegangan tali pusat terkedali meliputi 7

1. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm dari vulva.

2. Meletakkan 1 tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk

mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

3. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan

yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati

(untuk mencegah inversion uteri) jika plasenta tidal lahir setelah 30-40 detik,

hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya

dan ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu,

suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

4. Mengeluarkan Plasenta7

a. Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,

minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar

lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetaplakukan

tekanan dorso-kranial). Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem

hingga berjarak sekitar 5-10cm dari vulva dan lahirkan plasenta.

Page 11: Atoni Uteri

Page 11

b. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua

tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian

lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

c. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,

letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan

melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

5. Pemeriksaan Plasenta

a. Selaput ketuban utuh atau tidak

b. Plasenta : ukuran plasenta, bagian maternal: jumlah kotiledon, keutuhan

pinggir kotiledon, bagian fetal : utuh atau tidak

c. Tali pusat : jumlah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta

suksenturia. Insersi tali pusat apakah sentral, marginal, serta panjang tali

pusat

6. Menilai perdarahan

a. Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan

selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantong

plastik atau tempat khusus.

b. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan

penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang

menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

2.2.4 Penanganan

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.

Pasien masih bisa dalam keadaan sadar, sediit anemis, atau ampai syok berat

hipovolemik.

tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Pada

umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok)

1. sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen

2. sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara

Page 12: Atoni Uteri

Page 12

Masase fundus uteri dan merangsang putting susu

Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara i.m, iv atau s.c

Memberikan derivate prostaglandin F2a yang kadang memberikan efek

samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris dan takikardi

Pemberian misoprostol 800-1200 per rektal

Kompresi bimanual eksternal dan atau internal

Kompresi aorta abdominalis

Pemasangan”tampon kondom”, kondam dalam cavum uteri disambung

dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200ml

yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.

Bila semua tindakan gagal maka dipersiapkan untuk tindakan operatif laparotomy

dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan

histerektomi, Alternatifnya berupa

-ligasi arteri uterine atau arteri ovarika

-operasi ransel B Lynch

-histerektomi supravaginal

-histerektomi total abdominal2

Perdarahan yang tidak berespon terhadap oksitosik

Perdarahan yang berlanjut setelah pemberian berulang oksitosik dapat disebabkan

oleh robekan jalan lahir yang terlewatkan, termasuk dalam beberapa kasus ruptur

uterus1

Jadi jika perdarahan berlanjut, tidak boleh ada waktu yang terbuang karena

melakukan upaya serampangan untuk mengendalikan perdarahan tetapi langkah-

langkah tatalaksana berikut harus dimulai4

1. Mulai kompresi bimanual uterus, prosedur sederhana yang dapat

mengendalikan sebagian besar perdarahan uterus. Teknik ini terdiri atas

pemijatan sisi posterior uterus dengan tangan yang diletakan pada abdomen

Page 13: Atoni Uteri

Page 13

dan pemijatan dinding anterior uterus melalui vagina dengan tanganlai yang di

kepalkan.

2. Panggil bantuan

3. Pasang kanula intravena berdiameter besar kedua sehingga kristaloid dan

oksitosin dapat dilanjutkan bersama-sama dengan pemberian darah

4. Mulai tranfusi darah

5. Eksplorasi kavitas uteri secara manual untuk mencari fragmen plasenta yang

tertinggal atau laserasi

6. Inspeksi serviks dan vagina secara menyeluruh untuk mencari laserasi setelah

divisualisasikan setelah adekuat

7. Pasang kateter foley untuk memantau keluaran urin, yang merupakan ukuran

yang baik untuk perfusi ginjal

8. Mulai resusitasi volume1

Dengan tranfusi darah sekaligus kompresi uterus manual dan pemberian oksitosin

intravena jarang diperlukan tindakan tambahan.1

Tatalaksana bedah atoni uterus

Pada atonia uterus yang tidak terkendali dan tidak berespons terhadap

tindakan-tindakan diatas, intervensi bedah dapat menyelamatkan jiwa. Menurut

pengalaman kami, ligase arteria uterine kurang bermanfaat untuk perdarahan akibat

atonia uterus dibandingkan dengan manfaatnya untuk memperpanjang waktu jika

dilakukan histerektomi saat pelahiran Caesar. Hal lain yang juga diperdebatkan

adalah apakah ligase arteri iliaka interna bermanfaat untuk atonia uterus. Dari india

Jashi dalam Ilmu Kebidanan Prawiroharjo S, memaparkan mengenai 36 perempuan

yang pernah mengalami prosedur ini untuk atonia pasca partum, sepertiganya

memerlukan hsterektomi. Selain tingginya angka kegagalan, kekhawatiran kami

adalah prosedur ini, memiliki teknik yang sulit dan memerlukan banyak waktu jika

akhirnya diperlukan histerektomi5

Page 14: Atoni Uteri

Page 14

Penjahitan Kompresi uterus

Pada tahun 1997, B-Lynch, menggambarkan suatu teknik bedah untuk atonia

pascapartum berat, yang dilakukan dengan memasangkan sepasang penopang vertical

yaitu jahitan khromik #2 di sekeliling uterus. Saat diketatkan dan diikat, jahitan ini

tampak seperti bretel atau brace yang menekan dinding anterior dan posterior

menjadi satu. Price dan B-lynch (2005) merangkum 17 laporan dan melaoprkan

bahwa 44 di antara 46 prosedur bermanfaat. Pada laporan pendahuluan lainnya, B-

Lynch 2005 mengutip 948 kasus dengan hanya 7 kegagalan. Pengalaman kami tidak

sesukses ini, tapi jelas teknik ini efektif Pada sejumlah kasus. Laporan mengenai

komplikasi akibat jahitan kompresi lambat laun bermunculan. Padaa saat ini, insiden

komplikasi tidak dketahui, tetapi kemungkinan rendah, nekrosis iskemik uterus

disertai peritonitis pernah dipaparkan dalam beberapa laporan kasus. 1

Packing Uterus

Teknik ini harus dipertimbangkan pda perempuan dengan perdarahan pascapartum

refrakter yang berkaitan dengan atonia uterus dan bergharap dapat memperahankan

kesuburannya. Teknik yang sempat popular pada paruh pertama abad ke 20 ini

kemudian tidak banyak lagi dilakukan karena kekhawatiran akan terjadinya infeksi

dan perdarahan terselubung. Namun teknik yang lebih baru telah mengurangi

sebagian kekhawatiran ini. Dalam satu teknik, ujung kateter foley 24 F dengan balon

30 ml dimasukan ke dalam cavitas uteri dan diisi dengan 60-80 ml salin, ujung yang

terbuka memungkinkan drainase uterus terus menerus. Jika perdarahan berhenti,

kateter umumnya dikeluarkan setelah 12-14 jam, alternative lain uterus atau pelvis

dapat dipak secara langsung dengan kassa5

Page 15: Atoni Uteri

Page 15

BAB III

LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN

I. Identitas

Nama : Ny Florida Fobia

Umur : 37 Tahun

Agama : Protestan

Alamat : IRT

Pekerjaan : Penfui

MRS : 10 Maret 2015 Jam 1.43

II. Anamnesis:

Pasien merupakan psien rujukan dari RSIA, diagnose P1-1 A1 post SC Hari 0

( 12 Jam SMRS) dengan hemoragic post partum Atonia uteri + post laparotomy

miomektomi terpasang infus 1 jalur drip oxyosin dan terpasang DC. SC a.i post

miomektomi. Setelah operasi pasien mengatakan terus terjadi perdarahan lewat

vagina, pasien juga merasa lemas dan pusing. Sebelum dirujuk perdarahan sedikit

berkurang namun tetap tidak berhenti.

Riwayat penyakit dahulu : mioma Uteri 2013 dan dioperasi desember

2013 di Bali, ukuran 9X9 cm. tidak ada komplikasi

Riwayat ANC : (5 X di dr SpOG)

Riwayat persalinan :

1. 2007/abortus/ 2 bulan

2. Hamil ini

Riw Obstetric

HPHT : 30 – 5 – 2014

TP : 6- 3 – 2015

UK 40-41 minggu

Outcome Bayi laki-laki 2800 gr sehat Rawat gabung

Page 16: Atoni Uteri

Page 16

III. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran Compos Mentis

TD 110/ 60 mmHg

N 90x / m

T: 36,7

RR : 20x/m

Mata : Conj Anemis +/+

Sklera ikt -/-

Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

Pulmo : Bnd Vesiculer +/+ rhonky -/- wheezing -/-

Abd : TFU 2 Jari bawah Pusat, kontraksi (+)

IV. Pemeriksan Penunjang

DL Sebelum Operasi SC (09/03/15)

RBC : 3,58

HGB : 10,0

HCT : 30,0

MCV : 83,8

MCH : 27,9

WBC : 27,2

PLT : 194

Sesudah operasi SC (10/03/15)

RBC : 2,91

HGB : 7,7

HCT : 24,5

MCV : 84,2

MCH : 26,1

Page 17: Atoni Uteri

Page 17

WBC : 18,0

PLT : 55

USG : Perdarahan Aktif

DIAGNOSIS

-Post SC hari 0 + HPP ec atonia uteri+ riw laparotomy miomektomi

-Anemia

PENATALAKSANAAN

Tindakan Operasi Laparotomi Eksploratif

Laporan Operasi

Ahli Bedah

dr Unedo Sp.OG

dr Agus SpOG

Diagnosa Pre operatif : perdarahan pervaginam e.c susp atoni uteri

Diagnosis post operatif : post total abdominal histerektomi

Operasi : Total Abdominal Histerektomi

Tanggal operasi : 10/03/2015

Jam 03.00-04.00

Laporan operasi

prosedur operasi rutin

dilakukan insisi L. mediana(re-operasi L . Mediana)

identifikasi- uterus tampak perdarahan pasca miomectomi, uterus calvulare

diputuskan dilakukan total abdominal histerektomi

kontrol prdarahan (-)

diding abdomen dijahit lapis demi lapis

Page 18: Atoni Uteri

Page 18

Tanggal Perjalanan penyakit Instruksi

10/3/15

ICU

Keluhan (-)

Td :138/90

N : 88

S : 37,6

RR : 18

Mata : Conjungtiva anemis +/+

Sklera Ikterik -/-

Cor S1S2 reg, m(-), gall (-)

Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing

-/-

Laktasi : (+)

Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,

rembesan darah/ pus (-) perut cembung, Bising

usus (+), supel, nyeri tekan (+)

Gin perdarhan/ lokia rubra (+)

Extremitas edema (-)

A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia

P/

RL : D5 1:1 20 tpm

Cefotaxim 2x1 vial iv

Ketorolac 3x1 amp iv

Kalnex 3x1 amp

Tranfusi s/d Hb≥ 10 g/

dl

11/3/15

ICU

Keluhan : -

Td : 100/60 mmHg

N : 82 x/ m

S : 37,2 C

RR : 18x/ m

Mata : Conjungtiva anemis +/+

Sklera Ikterik -/-

Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)

Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing

-/-

Laktasi : (+)

Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,

rembesan darah/ pus (-) perut cembung, Bising

usus (+), supel, nyeri tekan (+)

Gin perdarhan (-)

Extremitas edema (-)

A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia

dalam tranfusi

P/

RL : D5 1:1 20 tpm

Cefotaxim 2x1 vial iv

Ketorolac 3x1 amp iv

Kalnex 3x1 amp

Tranfusi s/d Hb≥ 10

Pindah ruangan

Page 19: Atoni Uteri

Page 19

12/3/15 Keluhan : batuk, dan nyeri perut jika batuk

Td : 120/80 mmHg

N : 98x/m

S : 37,5 C

RR : 20x/m

Mata : Conjungtiva anemis +/+

Sklera Ikterik -/-

Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)

Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing

-/-

Laktasi : (+)

Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,

rembesan darah/ pus (-) perut cembung, Bising

usus (+), supel, nyeri tekan (+)

Gin perdarhan (-)

Extremitas edema (-)

Lab

Hb : 7,8

Wbc : 17,99

Plt : 142

A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia

Perbaikan

P/

RL : D5 1:1 20 tpm

Cefadroxil 2 x1 tab

As. Mefenamat 3x1 tab

Tranfusi s/d Hb≥ 10

OBH 3 x CI

Aff DC

13/3/15 Keluhan : -

Td : 100/60

N : 68x/m

S : 37,4 C

RR : 16x/m

Mata : Conjungtiva anemis +/+

Sklera Ikterik -/-

Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)

Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing

-/-

Laktasi : (+)

Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,

rembesan dara/ pus (-) perut cembung, Bising

usus (+), supel, nyeri tekan (+)

Cefadroxil 2 x1 tab

As. Mefenamat 3x1 tab

Page 20: Atoni Uteri

Page 20

Gin perdarahan (-)

Extremitas edema (-)

Lab

Hb : 8,3

Wbc : 14,55

Plt : 85

A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia

Perbaikan (Hb 8,3)

14/3/15 Keluhan : batuk

Td : 129/ 70

N : 76 x/m

S : 37 C

RR : 16x/m

Mata : Conjungtiva anemis +/+

Sklera Ikterik -/-

Cor S1S2 reg, murmur(-), galop (-)

Pulmo : Bnd Vericuler _+/+ rhonky -/- wheezing

-/-

Abdomen : Luka Operasi Tertutup Verban,

rembesan dara/ pus (-) perut cembung, Bising

usus (+), supel, nyeri tekan (+)

Gin perdarhan (-)

Extremitas edema (-)

A/ Post total Abdominal Histerektomi + anemia

Cefadroxil 2 x1 tab

As. Mefenamat 3x1 tab

Page 21: Atoni Uteri

Page 21

PEMBAHASAN

A. Hasil Pemeriksaan

1. Setelah operasi pasien mengatakan terus terjadi perdarahan lewat vagina

Ruptur pembuluh darah, yang sering terjadi di tempat perlekatan plasenta pada kala

tiga persalinan normal, tidak terkompressi oleh gerakan ligasi serabut miometrium

dan perdarahan tidak terkontrol. Kontraksi yang buruk setelah pengeluaran plasenta,

akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah di sekitar tempat melekatnya plasenta

tetap terbuka. Sehingga atonia dapat menyebabkan kehilangan darah yang cepat dan

hebat jika gerakan uterus yang efisien tidak segera terjadi.

2. TFU 2 Jari bawah Pusat, kontraksi (+)

kontraksi yang buruk setelah pengeluaran plasenta akan menyebabkan uterus lembek,

sehingga fundus tidak dapat diraba. hal ini tidak sesuai karena seharusnya fundus

tetap tinggi dan merupakan tanda khas atonia uteri. Hal ini dapat disebabkan karena

telah diberikan oxytosin ada penanganan awal rujukan

3. Riwayat Abortus, multigravida, UK 40-41 minggu, Bayi tunggal berat 2800gr

Detail semua kehamilan, persalinan, dan masa nifas sebelumnya sangat penting.

Pengalaman kehamilan dan persalinan ibu sebelumnya dapat memiliki implikasi

dengan kehamilan saat ini dan jenis perawatan yang harus diterima ibu. Pengalaman

tersebut juga memiliki implikasi dengan tempat kelahiran. Contohnya seorang ibu

dapat memiliki riwayat bayi besar . dan kelahiran sebelumnya yang dipersulit distosia

bahu. Namun, tidak berarti bahwa ibu dapat ditempatkan dalam kategori resiko

rendah atau tinggi pada permulaannya. Harus ada pengkajian berkelanjutan selama

kehamilan dan persalinan

4. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan hemoglobin,

hematokrit, leukosit, trombosit dan eritrosit.

Page 22: Atoni Uteri

Page 22

Kontraksi yang buruk setelah pengeluaran plasenta, akan menyebabkan pembuluh-

pembuluh darah di sekitar tempat melekatnya plasenta tetap terbuka. Sehingga

perdarahan akan terus terjadi, kehilangan banyak darah tersebut akan mengakibatkan

ibu anemia.

5. Riwayat mioma Uteri 2013 dan dioperasi desember 2013

Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma

intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi

uterus berkontraksi. Pada pasien mioma sudah dioperasi, namun menyebabkan uterus

calvulare. Riwayat operasi sbelumnya juga dapat berpengaruh pada kehamilan

selanjutnya dengan adanya jaringan parut didalam uterus.

B. Penanganan

1. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc

Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat

mungkin.

terrpasang infus 1 jalur drip oxyosin

Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau

untuk transfuse darah. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan

yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV dengan cepat merangsang

kontraksi uterus.

2. Rujuk segera

Pasien dirujuk ke RS dengan fasilitas dan tenaga ahli yang lebih memadai

Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, hal ini bukan atonia

uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang

mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfuse darah.

Page 23: Atoni Uteri

Page 23

3. siapkan transfusi darah

Pada Pasien disiapkan 3 bag darah untuk mengganti kehilangan darah yang

terjadi,

Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi setelah pengeluaran plasenta

akan menyebabkan tubuh kehilangan banyak darah. Untuk menggantikan darah

yang hilang selama proses penatalaksanaan sampai tempat rujukan, maka

diperlukan transfuse darah. Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih

terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis

pasien menunjukkan tanda-tanda syok.Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4

unit untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk

mengembalikan volume sirkulasi. Selain itu juga supaya kadar Hb yang semula

turun akibat perdarahan, bisa normal kembali dan suplai O2 dan nutrisi ke organ-

organ tetap terjaga.

4. laparotomi ligasi arteri hipogastrika / arteri uterina dan arteri ovarika

Pada pasien dilakukan tidak dilakukan ligase arteri hipogastrika karena

didapatkan uterus calvulare, Sehingga diputuskan untuk dilakukan histerektomi

Pengikatan arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara

bermakna, perdarahan akibat atonia uterus. Ligasi arteri iliaka interna mengurangi

tekanan nadi di arteri sebelah distal dari ikatan, sehingga mengubah system

tekanan arteri menjadi tekanan yang mendekati tekanan disirkulasi vena yang

lebih mudah dihentikan melalui pembentukan bekuan biasa. Ligasi bilateral kedua

arteri tampaknya tidak secara serius mengganggu kemampuan reproduksi

selanjutnya. Pengikatan arteri uterine pada perbatasan serviks dan segmen bawah

rahim, serta pengikatan arteri utero-ovarika akan menghentikan perdarahan,

karena pembuluh darah ini-lah yang memberi aliran darah ke uterus. Sehingga

ketika pembuluh darah ini diikat, darah tidak akan lagi keluar.

5. Perdarahan tetap, histerektomi.

Page 24: Atoni Uteri

Page 24

BAB IV

KESIMPULAN

Seorang wanita berusia 37 tahun dirujuk dengan, diagnose P1-1 A1 post SC

hari 0( 12 Jam SMRS) dengan hemoragic post partum Atonia uteri + post laparotomy

miomektomi Pasien juga mengeluh nyeri pada bagian perut, lemah dan keluar darah

terus menerus lewat vagina. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan

hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit dan eritrosit sehingga dilakukan

penanganan dengan Laparotomi Histerektomi.

Penanganan yang dilakukan sudah sesuai dan pasien dirawat hingga sembuh

dan tidak ada komplikasi.

Page 25: Atoni Uteri

Page 25

DAFTAR PUSTAKA

1. Prakarsa Police review.angka kematian ibu melonjak, Indonesia mundur 15 tahun.

[cited 4 April 2015] Didapat dari: URL: http://theprakarsa.org/new/ck_

uploads/files/Prakarsa%20Policy_Oktober_Rev3-1.pdf.

2. Ngurahanom I G. Jahitan B-Lynch Sebagai Manajemen Alternatif Bedah

Konservatif Pada Atonia Uteri. Desember 2011 [cited 20 Maret 2015]Didapat

dari: URL: http://igustingurahanom.blogspot.com/2011/12/jahitan-b-lynch-

sebagai-manajemen_2333.html

3. Rachimhadi T. Anatomi Alat Reproduksi. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono

Praworohardjo 2009. h 115-29

4. Joewono T H. His dan Tenaga Lain Dalam Persalinan. Dalam: Ilmu Kebidanan

Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono

Praworohardjo 2009. h 288-95.

5. Prawirohardjo S, Perdarahan Post Partum Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. hal : 523-528.

6. Cunningham F G, leveno K J, bloom S L et al. William Obstetrics. 23rd Edition.

Oxford: Mc Graw Hill Medical; 2010

7. Mose J C, Pribadi A. Asuhan Persalinan Normal. Dalam: Ilmu Kebidanan

Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono

Praworohardjo 2009. h 334-47

8. Boyle, Maureen. 2007. Kedaruratan dalam Persalinan. Jakarta : EGC.


Top Related