docfoc.com-laporan kasus madya difteri sc

36
LAPORAN KASUS MADYA INFEKSI DAN PEDIATRI TROPIS SEORANG ANAK PEREMPUAN 11 TAHUN 8 BULAN DENGAN TONSILOFARINGITIS DIFTERI DAN GIZI KURANG PERAWAKAN NORMAL Oleh : Saad Pembimbing : dr. MMDEAH. Hapsari,Sp.A(K) dr. Nahwa Arkhaesi, Msi.Med, Sp.A dr. Tri Kartika,Msi.Med, Sp.A 1

Upload: rully-febri-anggoro

Post on 07-Jul-2016

251 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

difteri

TRANSCRIPT

Page 1: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

LAPORAN KASUS MADYA INFEKSI DAN PEDIATRI TROPIS

SEORANG ANAK PEREMPUAN 11 TAHUN 8 BULAN

DENGAN TONSILOFARINGITIS DIFTERI DAN GIZI KURANG

PERAWAKAN NORMAL

Oleh :

Saad

Pembimbing :

dr. MMDEAH. Hapsari,Sp.A(K)

dr. Nahwa Arkhaesi, Msi.Med, Sp.A

dr. Tri Kartika,Msi.Med, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP

SMF KESEHATAN ANAK RSUP Dr. KARIADI

SEMARANG

1

Page 2: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

2013

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama penderita : An. AK

Umur / tanggal lahir : 11 Tahun 8 bulan / 1 Januari 2002

Jenis kelamin : Perempuan

Suku, bangsa : Jawa, Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Temurejo,Karangayu RT 3 RW 4 Grobogan

No RM/Reg : C439163 / 7403795

Masuk RSDK : 12 September 2013

Tanggal pemeriksaan : 23 September 2013

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dari ibu dan catatan medik penderita, dilakukan di ruang isolasi

C1L2

a. Keluhan Utama : nyeri telan (rujukan RS Kudus dengan tonsilitis membranosa curiga difteri)

b. Riwayat Penyakit Sekarang

- ± 1 minggu sebelum masuk RS anak mengeluh nyeri telan, terus menerus, nyeri

bertambah saat makan dan minum, anak masih mau makan dan minum, demam (+),

demam tidak tinggi,hilang timbul, nyeri pada gigi (+), gigi geraham belakang kanan dan

kiri, bengkak pada gusi (-), kejang (-), menggigil (-), batuk (-), pilek (-), keluar cairan

dari telinga (-),sesak nafas (-), mual (-), muntah (-), muncul bintik-bintik merah seperti

digigit nyamuk (-), bintik putih pada mulut dan lidah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-),

nyeri saat BAK (-), mencret (-). Anak dibawa ke dokter, diberi obat, demam turun.

- ± 5 hari sebelum masuk RS anak mengeluh nyeri telan bertambah, terus menerus, nyeri

bertambah saat makan dan minum, anak masih mau makan dan minum sedikit-sedikit,

demam (+), demam tidak tinggi,hilang timbul, timbul bercak putih di lidah (+), makin

lama semakin membesar, nyeri (+), berdarah (-), demam (+) nglemeng dibawa ke dokter

umum dikatakan sariawan diberi obat albothyl namun tidak ada perbaikan

2

Page 3: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

- ± 3 hari sebelum masuk RS anak masih dengan keluhan yang sama nyeri telan (+),

demam (+) bercak putih di lidah (+) anak nyeri saat membuka mulut, anak hanya bisa

membuka mulut ± 2 jari . Anak kembali dibawa ke dokter, diberi obat namun tidak ada

perbaikan.

- ± 2 hari sebelum masuk RS anak masih dengan keluhan yang sama anak dibawa ke RS

Purwodadi, dirawat inap selama 2 hari di ruang rawat biasa. Dilakukan pemeriksaan dan

ditemukan terdapat bercak putih di mulut dan tenggorokan kemudian dilakukan

pengambilan sampel dari bercak dan dilakukan pengecatan didapatkan hasil kuman

bentuk batang bergranula. Anak mendapat obat inj Amoxycillin iv, inj ranitidine, inj

paracetamol syrup, nystatin drop, lalu dirujuk ke RSDK dengan suspek difteri.

- Di IGD anak masuk ke IGD Anak , dilakukan swab tenggorok dengan hasil

Corynebacterium diphteriae (-) , rawat bersama dengan bagian THT dan Mikrobiologi,

kemudian dirawat di ruang isolasi anak C1L2.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Anak tinggal di pesantren. Riwayat teman-teman pesantren nyeri telan (+), batuk (+)

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Morbili : belum pernah Diare : (+)

Pertusis : belum pernah Disentri basiler : belum pernah

Varisela : belum pernah Disentri amuba : belum pernah

Difteri : belum pernah Demam tifoid : belum pernah

Malaria : belum pernah Kecacingan : belum pernah

Tetanus : belum pernah Operasi : belum pernah

Fraktur : belum pernah Faringitis/tonsilitis : belum pernah

Pneumonia : belum pernah Tuberkulosis : belum pernah

Bronkitis : belum pernah Alergi obat/makanan : belum pernah

Kejang : belum pernah Hepatitis : belum pernah

Batuk dan pilek : (+) Demam berdarah : belum pernah

3

Page 4: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

d. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

e. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Riwayat kehamilan Ibu

Lahir dari ibu G3P2A0, 32 tahun, hamil 9 bulan. Saat hamil periksa ke bidan > 4 kali,

diberi vitamin dan tablet tambah darah serta suntikan TT 2 kali. Tidak pernah sakit saat

hamil, tidak pernah mengalami perdarahan, tidak pernah demam saat hamil atau menjelang

persalinan, tidak pernah minum jamu atau obat-obatan di luar yang diberikan bidan.

Riwayat kelahiran

Anak lahir ditolong bidan, usia kehamilan 9 bulan, secara spontan, air ketuban pecah

sesaat sebelum lahir, warna jernih, langsung menangis, biru-biru (-), berat lahir 3000 gram,

panjang lahir lupa.

Riwayat pasca lahir

Setelah lahir anak diperiksakan ke bidan, keadaan anak baik, tidak ada riwayat

kuning, kejang, biru-biru, ataupun sesak napas.

NoRiwayat Persalinan

(berat/keadaan lahir/penolong)Umur

Keadaan saat ini(sehat/sakit/meninggal)

1. ♀, Aterm, spontan, lahir ditolong bidan, langsung menangis, berat lahir 2800 gram, panjang lahir lupa.

19 tahun Sehat

2. ♀, Aterm, spontan, lahir ditolong bidan, langsung menangis, berat lahir 3000 gram, panjang lahir lupa

15 tahun Sehat

3 ♀, Aterm, spontan, lahir ditolong bidan, langsung menangis, berat lahir 3000 gram, panjang lahir lupa

11 tahun Sakit

4. ♀, Aterm, spontan, lahir ditolong bidan, langsung menangis, berat lahir 3200 gram, panjang lahir lupa

8 tahun Sehat

4

Page 5: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

f. Riwayat Nutrisi

- ASI diberikan sejak lahir semau anak.

- Susu formula diberikan sejak usia 3 bulan : 3 x 90 cc SGM (@ 6 sendok), habis

- Bubur susu diberikan umur 4 bulan, 2 x 4-5 sdm, (@ 1 mangkuk kecil. Kadang diberikan

pisang lumat atau pepaya lumat 1x @ 6 sendok, habis.

- Nasi tim diberikan sejak umur 5 - 9 bulan, 3 x @ 1 mangkuk kecil, 3 kali sehari.

- Nasi lunak diberikan umur 9 – 13 bulan, ditambah kuah sayur + lauk tahu, tempe,

daging/ikan. Sering habis : @ 1 piring kecil.

- Nasi biasa diberikan umur 14 bulan – sekarang, 3 x nasi, lauk kadang telur/ayam/ikan.

Sering habis : @ 1 piring kecil

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup, ASI tidak eksklusif.

g. Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan :

- Berat lahir 3300 gram, panjang lahir lupa.

- Berat badan sekarang: 39 kg, berat badan bulan lalu 39 kg.

- Panjang badan saat ini 148 cm.

- Kesan : normal growth

Perkembangan :

- Anak bisa senyum usia 2 bulan, miring 3 bulan, tengkurap 4 bulan, duduk 6 bulan, gigi

keluar 6 bulan, merangkak 8 bulan, berdiri 10 bulan, berjalan 13 bulan.

- Kesan : Perkembangan sesuai umur.

h. Riwayat Imunisasi (ibu tidak dapat menunjukkan KMS)

- BCG : (+), scar (+).

- DPT : 3 kali, umur lupa.

- Polio : 4 kali, umur lupa.

- Hepatitis B : 4 kali, lupa

- Campak : 1x, umur 9 bulan

- Kesan : Imunisasi dasar lengkap.

5

Page 6: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

- Kelas 1 SD anak mendapatkan imunisasi ulang, kelas 6 SD tidak mendapat imunisasi

ulang

i. Riwayat Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi :

Ayah bekerja sebagai karyawan bengkel, dengan penghasilan ± Rp

1.000.000,-/bulan. Ibu tidak bekerja. Menanggung 2 orang anak belum mandiri. Biaya

pengobatan ditanggung Jamkesda.

Kesan sosial ekonomi : Kurang

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pada tanggal 4 Februari 2013 pukul 15.00 WIB di ruang isolasi PINERE

Anak perempuan, umur 13 tahun 8 bulan, berat badan 39 kg, panjang badan 148 cm.

Keadaan umum : sadar, kurang aktif, stridor (-), retraksi (-)

Tanda Vital

HR : 98 x/menit, reguler RR : 28 kali/menit, reguler

Nadi : reguler, isi dan tegangan cukup T : 36,7 oC

TD : 100/65 mmHg SpO2 : 95-97%

Kepala : Mesosefal

Mata : conjunctiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)

Telinga : discharge (-)/(-),

Hidung : nafas cuping (-), discharge (-)/(-)

Mulut : sianosis (-)

Tenggorok : Tonsil T2-2, hiperemis (+), pseudomembran di uvula tonsil (+)

Leher : bullneck (-), eritema (-), nyeri tekan (+)

Dada :

Paru

Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-).

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri.

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.

Auskultasi : suara dasar vesikuler +N/+N, kanan=kiri

6

Page 7: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

suara tambahan : hantaran (-), wheezing (-), ronki (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tak tampak, pectus ekskavatum/carinatum (-)

Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga IV 1 cm lateral garis medioklavicularis

kiri, iktus kordis tidak kuat angkat, tidak melebar, tidak ada thrill

Perkusi : Batas kiri : sela iga IV 1 cm lateral garis medioklavikularis kiri

Batas kanan : sela iga IV, garis parasternal kanan

Batas atas : sela iga II, garis parasternal kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama reguler, tidak ada gallop, tidak

ada bising.

Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (-).

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : turgor kembali cepat, supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-),

massa (-).

Hati : tak teraba.

Limpa : S0

Anggota gerak : superior inferiordekstra / sinistra dekstra / sinistra

Pucat : -/- -/-

Sianosis : -/- -/-

Edema : -/- -/-

Akral dingin : -/- -/-

Capillary refill : <2” <2”

Pemeriksaan Khusus

Anthropometri

♀, 13 tahun 8 bulan, BB 39 kg, PB 148 cm.

WHO Anthro:

HAZ = -1,61 SD.

7

Page 8: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

BMI = -0,67 SD

Kesan : gizi baik, perawakan normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN NILAI NORMAL 31/1/2013 2/2/2013Hb 12-15 gr% 10,5 12,7

Hematokrit 35-47% 35,2 41,2Eritrosit 3,9-5,6 juta/mmk 3,97 4,65MCH 27-32 pg 26,3 27,4MCV 76-96 fL 88,8 88,6

MCHC 29-36 g/dl 29,7 30,9Lekosit 4-11 ribu/mmk 20,2 27,6

Hitung jenisEosinofilBasofilBatangSegmenLimfositMonosit

1-50

2-525-7030-404-8

00077165

Trombosit 150-400 rb/mmk 119 97,4CKMB 7-25 U/l 35 27Ureum 15-39 mg/dl 45

Kreatinin 0,6-1,3 mg/dl 0,36SGOT 15-37 U/l 46SGPT 30-65 U/l 72

Troponin I <0,01 ug/l <0,01

ELEKTROKARDIOGRAFI

Kesan : sinus aritmia

X-FOTO THORAX

Kesan : Cor tidak membesar

Pulmo : corakan bronkovaskuler normal

Konsul gizi klinik

Anak diberikan diit via NGT

8

Page 9: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Saran : kebutuhan kalori 1900 kkal/hari

Karbohidrat 285gram , protein 60gram dan lemak 58 gram

Diberikan 6 x 300 cc diit cair I

Konsul kardiologi anak

Kesan : sinus aritmia, belum ada tanda-tanda miokarditis

Saran : cek CKMB dan troponin T

V. DAFTAR PERMASALAHAN

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Inaktif Tanggal

1.

2.

Tonsilofaringitis Difteri

Derajat sedang

Gizi Baik perawakan

normal

4-2-2013

4-2-2013

1. Sosial Ekonomi kurang 4-2-13

VI. DIAGNOSA SEMENTARA

1. Tonsilofaringistis Difteri derajat sedang

2. Gizi Baik Perawakan Normal

VII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

9

Page 10: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

11 Tonsilofaringitis difteri derajat sedang

IPDx : Subjektif : -

Objektif : -

IPTx : - O2 nasal 2 L per menit

- Infus 2A½ N 1440/60/15 tpm

- Inj. Penisilin prokain 2 juta unit (boka-boki)

- DAT 80.000 Unit

- inj. Ketorolac 3x30 mg

- inj flukonazol 2x100 mg iv

P.o : Paracetamol 4-6 x 500 mg (T ≥ 38°C)

Prednison 40mg/hari 3-3-2 tab

Diet : 6x300 cc diit cair I

IPMx : Keadaan umum, tanda vital, distress respirasi

Swab dan kultur tenggorok 3 kali berturut-turut, jika hasil negatif boleh pindah

ruang

EKG serial untuk deteksi miokarditis

Ex :

- Menjelaskan kepada ibu mengenai keadaan anak, bahwa saat ini anak menderita sakit

difteri, sehingga memerlukan istirahat total, dirawat di ruang isolasi untuk mencegah

penularan

- Menjelaskan bahwa anak akan mendapat suntikan antibiotik selama 10 hari dan anti

toksin

- Menjelaskan bahwa anak akan dilakukan pengambilan usapan tenggorok setiap hari

untuk melihat pertumbuhan kuman difteri, jika sudah tidak ada maka anak boleh

pindah ruangan

- Menjelaskan tentang komplikasi yang bisa terjadi pada difteri

2. Gizi Baik Perawakan Normal

IPDx : Subjektif : -

Objektif : -

IPTx : Diet : - 6x300 cc diit cair I

10

Page 11: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

IPMx : Pemantauan akseptabilitas diet

IPEx : - menjelaskan kepada orang tua bahwa anak termasuk gizi baik, namun selama

sakit anak mendapatkan diit cair per sonde karena penyakitnya

PROGNOSIS

1. Quo ad vitam : ad bonam

2. Quo ad sanam : ad bonam

3. Quo ad fungsionam : ad bonam

II. Perjalanan Penyakit

Tgl/Hari Pemeriksaan Fisik dan

Laboratorium

Asessment Terapi/Program

5/2/13

HP 7

HS : 14

BB : 38kg

Kel : Demam (-), nyeri tenggorok

(+),sesak nafas (+)

KU : Sadar, ill appearance

TV : HR : 90 x/menit

RR : 30 x/menit

T : 37,2°C

N : Reguler, isi/teg, cukup

Kepala : mesosefal

Mata : anemis -/-

Hidung : napas cuping (-), sekret (-)

Mulut : T2-T2 hiperemis (+),

pseudomembran (+) di

uvula, perbaikan

Leher : pembesaran nnll (-), bullneck

(-), nyeri tekan (+)

Tonsilofaringitis

difteri

- O2 nasal 2 L per menit

- Infus 2A½ N 1440/60/15 tpm

- Inj. Penisilin prokain 2 juta unit

(boka-boki)

- DAT 80.000 Unit

- inj. Ketorolac 3x30 mg

- inj flukonazol 2x100 mg iv

P.o : - Paracetamol 4-6 x 500 mg (T

≥ 38°C)

-Prednison 40mg/hari 3-3-2

tab

Program :

Evaluasi KU, TV,distress respirasi

11

Page 12: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I-II normal, bising (-),

gallop (-)

Pulmo : SD vesikuler +/+ +/+

ST hantaran -/- -/-

wheezing -/- -/-

Ronkhi -/- -/-

Abd : datar, supel, Bu (+) normal

H /L tidak teraba

Ekatremitas :

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capp refill -/- -/-

Hasil swab tenggorok : tidak

didapatka kuman difteri

Hasil kultur : tidak didapatkan

pertumbuhan kuman difteri

Inj PP sampai 10 hari

Swab dan kultur tiap hari

dilanjutkan sampai 3 kali negatif

7/2/13

HP 8

HS : 15

BB : 39kg

Kel : nyeri telan (+) berkurang, sesak

nafas (-)

KU : Sadar, kurang aktif, retraksi (-)

TV : HR : 116 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 37°C

N : Reguler, isi/teg, cukup

SpO2: 98%

Kepala : mesosefal

Mata : anemis -/-

Hidung : napas cuping (-), sekret (-)

Mulut : T2-T2 hiperemis

(+),pseudomembran (-)

Leher : pembesaran nnll (-), nyeri

tekan (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I-II normal, bising (-),

gallop (-)

Tonsilofaringistis

difteri

Terapi tetap

Program :

Aff NGT coba diit per oral

bertahap

THT konsul apakah sudah boleh

pindah ruangan

Advis supervisor infeksi tropis

anak:

Boleh pindah ruangan setelah hasil

kultur kedua negatif

12

Page 13: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Pulmo : SD vesikuler +/+ +/+

ST hantaran -/- -/-

wheezing -/- -/-

Ronkhi -/- -/-

Abd : datar, supel, Bu (+) normal

H /L tidak teraba

Ektremitas :

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capp refill -/- -/-

Hasil swab tenggorok : tidak

didapatkan kuman difteri

Hasil kultur : tidak didapatkan

pertumbuhan kuman

8/2/13

HP 9

HS : 16

BB : 39kg

Kel : nyeri telan (+) berkurang, sesak

nafas (-), makan (+)

KU : Sadar, kurang aktif, retraksi (-)

TV : HR : 112 x/menit

RR : 22x/menit

T : 36,7°C

N : Reguler, isi/teg, cukup

SpO2: 99%

Kepala : mesosefal

Mata : anemis -/-

Hidung : napas cuping (-), sekret (-)

Mulut : T2-T2 hiperemis

(+),pseudomembran (-)

Leher : pembesaran nnll (-), nyeri

tekan (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I-II normal, bising (-),

gallop (-)

Pulmo : SD vesikuler +/+ +/+

ST hantaran -/- -/-

wheezing -/- -/-

Ronkhi -/- -/-

-Demam tifoid

-Miliaria

-Susp. ISK

Terapi tetap

Diet : cair II

Program :

- Evaluasi KU, TV

-Tunggu hasil swab dan kultur

13

Page 14: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Abd : datar, supel, Bu (+) normal

H /L tidak teraba

Ektremitas :

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capp refill -/- -/-

Hasil swab tenggorok : tidak

ditemukan kuman difteri

Hasil kultur : tidak didapatkan

pertumbuhan kuman difteri

9/2/13

HP 10

HS : 17

BB : 39kg

Kel : nyeri telan (+)berkurang, sesak

(-)

KU : Sadar, well appearance

TV : HR : 110 x/menit

RR : 28 x/menit

T : 36°C

N : Reguler, isi/teg, cukup

Kepala : mesosefal

Mata : anemis -/-, Ikhterik -/-

Hidung : napas cuping (-), sekret (-)

Mulut : T2-T2 hiperemis (+)

berkurang, pseudomembran

(-)

Leher : pembesaran nnll (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I-II normal, bising (-),

gallop (-)

Pulmo : SD vesikuler +/+ +/+

ST hantaran -/- -/-

wheezing -/- -/-

Ronkhi -/- -/-

Abd : datar, supel, Bu (+) normal

H/L tidak teraba

Ekatremitas :

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Tonsilofaringitis

difteri (perbaikan)

Stop injeksi PP

Program :

- Evaluasi KU, TV

-pindah ruangan C1L2 ruang rawat

biasa

14

Page 15: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Capp refill -/- -/-

PEMBAHASAN

DIFTERI

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh

Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau

mukosa.1. Corynebacterium diphtheriae merupakan kuman bentuk batang gram positif, tidak

bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada pemanasan 600C, dan tahan

terhadap beku dan kering. Delapan puluh persen kasus difteri terjadi pada anak dibawah 15 tahun

selain itu juga dipengaruhi oleh status imunitas pasien, faktor sosial ekonomi, pemukiman yang

padat , virulensi kuman dan nutrisi yang jelek.2 Difteri ditularkan melalui kontak dengan pasien

atau karier melalui droplet ketika batuk, bersin atau berbicara.

Manifestasi klinik dari difteri bervariasi dari tanpa gejala hingga sampai keadaan fatal.

Masa inkubasi difteri sekitar 2-6 hari. Gejala umum yaitu demam (subfebril) diikuti gejala lain

tergantung pada tempat infeksi yaitu3

15

Page 16: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Difteri nasal

Terdapat discharge mukopurulen yang dapat disertai perdarahan dan timbulnya

pseudomembran di septum nasalis

Difteri faring dan tonsil

Merupakan bentuk difteri yang paling sering terjadi. Gejala antara lain demam subfebril,

malaise, nyeri tenggorokan, anoreksia, yang dalam beberapa hari akan muncul selaput

(pseudomembran) berwarna putih keabuan disalah satu tonsil atau kedua tonsil yang

dapat menyebar hingga uvula, palatum molle, faring dan nasofaring. Pseudomembran

tersebut apabila dilepas akan menimbulkan perdarahan. Pada kasus difteri yang berat

akan menyebabkan edema pada anterior leher disebut Bullneck appearance.

Difteri laring

Gejala khas berupa demam, batuk menggonggong, suara serak dan stridor yang progresif.

Terbentuknya pseudomembran pada laring merupakan penyebab obstruksi jalan nafas

yang berakibat fatal

Difteri kulit

Bentuk yang tidak lazim dari difteri. Bias diakibatkan oleh strain toksigenik maupun

nontoksigenik. Menifestasi klinis berupa tukak pada kulit, tepi jelas dan terdapat

membrane pada dasarnya. Jarang menimbulkan komplikasi fatal.

Diagnosis difteri harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis karena keterlambatan

pengobatan akan membahayakan nyawa pasien. Selain dari klinis, diagnosis difteri juga didapat

dari isolasi kuman Corynebacterium diphtheriae. Klasifikasi kasus difteri :3,4

1. Probable

Adanya keluhan traktus respiratorius ditambah

o Terbentuknya membrane pada hidung, faring, tonsil atau laring

o Belum ada konfirmasi laboratorium

2. Confirmed

Adanya keluhan traktus respiratorius dengan terdapat membran pada hidung, faring,

tonsil atau laring ditambah

o Isolasi kuman difteri dari hidung atau tenggorokan

o Diagnosis histopatologis

16

Page 17: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Isolasi kuman dengan pengecatan gram akan didapatkan kuman berbentuk palisade, huruf

L seperti huruf cina. Pembiakan kuman dengan media blood agar tidak spesifik, digunakan untuk

mendeteksi adanya kuman streptokokus, dan apabila terdeteksi kuman difteri harus dilakukan tes

produksi toxin. Media terbaik untuk pertumbuhan kuman difteri yaitu tellurite atau loeffler. Yang

tersedia di RSDK adalah tellurite.5

Manifestasi klinis difteri dibagi menjadi :

Difteri ringan

Difteri pada lidah, mulut dan tonsil tanpa bullneck

Difteri sedang

Difteri pada faring dan laring tanpa bullneck

Difteri berat

Difteri pada laring atau faring dan tonsil disertai bullneck atau sudah ada miokarditis

Pada kasus ini, diagnosis difteri ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan anak demam tidak tinggi, nyeri telan, suara serak.

Pemeriksaan fisik berupa ditemukannya pseudomembran warna putih keabuan pada tonsil kanan

dan kiri serta uvula. Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan berupa isolasi kuman difteri

kemudian dilakukan pengecatan gram dengan hasil Corynebacterium diphtheriae. Pada

pembiakan kuman dengan blood agar tampak kolonisasi kuman berwarna putih, sedangkan pada

media tellurite tampak kolonisasi kuman berwarna kehitaman. Sehingga penderita merupakan

confirmed difteri.4,5

Gambar1.Hasil pengecatan gram kuman difteri

17

Page 18: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Gambar 2. Hasil pembiakan kuman difteri

Blood agar Tellurite

Pada kasus pseudomembran ditemukan pada tonsil, faring sehingga termasuk kedalam

tonsilofaringitis difteri. Manifestasi klinik tidak ditemukan bullneck sehingga termasuk ke dalam

difteri derajat sedang.

Tatalaksana

C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang biak pada mukosa saluran

nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling kemudian

menyebar ke seluruh tubuh melalui limfe dan pembuluh darah. Sehingga tujuan dari tatalaksana

adalah menginakstivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar

penyulit yang terjadi minimal dan mengeliminasi kuman difteri tersebut.1,6

Tatalaksana umum6

Pasien dirawat di ruang isolasi hingga 2 kali kultur menunjukkan hasil negatif. Kultur

ulang harus dilakukan 2 minggu setelah terapi antibiotika selesai.

Tirah baring untuk mencegah komplikasi-komplikasi seperti miokarditis

18

Page 19: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Pemberian cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi, dapat diberikan dengan makanan

cair

Pada kasus, pasien telah dirawat di ruang isolasi untuk mencegah penularan. Pasien tirah baring

total, diberikan diit melalui NGT sesuai kebutuhan kalori pasien. Tiap hari dilakukan

pengambilan swab dan dikultur hingga 3 kali berturut-turut negatif pasien pindah ke ruang rawat

biasa tanggal 9 Februari 2013

Tatalaksana khusus6,7

1. Pemberian ADS (Anti Difteria Serum)

Anti toksin harus segera diberikan setelah diagnosis difteri ditegakkan. Dosis ADS

ditentukan bukan berdasarkan berat badan tetapi berdasarkan berat dan lama sakit. Dosis

ADS dapat dilihat dalam table berikut :

Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau mata terlebih dahulu karena dapat

terjadi reaksi anafilaktik. Ujikulit dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml ADS

dalam larutan NaCl 0,9% 1;1000 secara intrakutan pada volar lengan bawah dan 0,1 ml

NaCl 0,9% pada sisi berlawanan. Dikatakan hasil positif jika terdapat indurasi >10 mm

pada tempat ADS atau lebih dari 3 mm dibandingkan kontrol1,6. Uji mata dilakukan

dengan meneteskan 1 tetes larutan 1:10 ADS dengan NaCl 0,9%. Mata yang berlawanan

diberikan 1 tetes garam fisiologis. Hasil positif apabila dalam 20 menit ada hiperemi

konjungtiva dan lakrimasi.6,7

19

Page 20: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Apabila pasien alergi maka pemberian ADS dengan cara bedreska. Apabila tidak ada

alergi, maka diberikan secara intravena dalam waktu 1-2 jam

Pasien telah diberikan ADS dengan dosis 80.000 unit secara intravena mengingat pasien

terdiagnosis dalam kurun waktu lebih dari 3 hari sejak sakit dan mengenai kombinasi tonsil,

faring. Pemberian intravena ditujukan mengingat efektivitas terapi lebih baik dibandingkan

intramuskuler. Pada pasien tidak didapatkan hipersensitivitas terhadap ADS sehingga tidak

perlu bedreska melainkan intravena dengan menggunakan syringe pump.

2. Antibiotika

Penggunaan antibiotika bertujuan untuk eradikasi kuman penyebab sehingga produksi

toksin berhenti. Antibiotika yang digunakan adalah penisilin prokain dengan dosis

50.000-100.000 IU/kgBB/hari secara intramuskuler selama 10 hari. Apabila alergi

penisilin dapat diberikan eritromisin 40 mg/kgBB/hari.6,7

20

Page 21: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Penderita telah diberikan antibiotic berupa penisilin prokain dengan dosis 2 juta IU secara

intramuscular. Antibiotic tersebut diberikan selama 10 hari. Salah satu jurnal

menyebutkan pemberian dapat sampai 14 hari dengan 10 hari secara intramuscular dan 4

hari diberikan per oral. 2 minggu setelah injeksi antibiotic selesai hendaknya penderita

kembali diperiksa swab dan kultur tenggorok.3,6

3. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid pada difterin sampai saat ini belum jelas. Kortikosteroid

diberikan pada keadaan : 1,2

Obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai bullneck atau tidak)

Apabila terdapat penyulit miokarditis

Dosis yang diberikan 2mg/kgBB/hari kemudian tapering off

Penderita diberikan kortikosteroid yaitu prednison ditujukan untuk mengurangi reaksi

inflamasi yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas. Pemberian prednison untuk

mencegah miokarditis tidak dianjurkan.

Komplikasi

Komplikasi difteri terjadi akibat inflamasi lokal dan eksotoksin yang beredar. Komplikasi

tersebut diantaranya :2,5

1. Obstruksi jalan nafas

Terjadi karena edema pada tonsil, faring maupun karena pseudomembran

Kriteria Jackson

Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa

sianosis.

Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi supra

dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.

Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,

epigastrium, dan sianosis lebih jelas.

Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak tegang, dan

terkadang gagal napas

2. Miokarditis7

21

Page 22: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Miokarditis dapat terjadi akibat hambatan system sintesis protein dalam miokardium.

Biasanya terjadi pada minggu kedua. Manifestasi klinis dari miokarditis adalah takikardi,

bradiaritmia, suara jantung melemah, terdengar bising jantung atau terjadi aritmia. Pada

pemeriksaan EKG didapatkan elevasi segmen S-T, pemanjangan interval P-R dan heart

block. Pada pemeriksaan laboratorium ditemuakn peningkatan kadar SGOT, SGPT,

CPK7,8

Gambaran EKG abnormal pada kasus difteri dari yang terbanyak8

Abnormalitas enzim yang bias dideteksi8

Neuritis

Terjadi lambat, bilateral. Kelumpuhan dapat terjadi pada palatum mole, paralisis otot

mata, paralisis ekstremitas bilateral bahkan paralisis diafragma

Pada kasus tidak didapatkan komplikasi-komplikasi tersebut. Namun serial elektrokardiografi

tetap dilakukan sebagai deteksi terjadinya miokarditis. Penderita masuk kedalam kriteria Jackson

I yang tidak membutuhkan trakeostomi.

Prognosis 2

Angka kematian difteri saluran pernafasan sekitar 10-15%. Prognosis tergantung dari tingkat

virulensi kuman, status imunitas pasien, umur, lokasi difteri, komplikasi yang terjadi dan

22

Page 23: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

kecepatan pemberian ADS. Pada pasien tidak terjadi komplikasi yang serius dan ADS telah

diberikan sehingga prognosis quo ad vitam, quo ad sanam dan quo ad fungsionam adalah ad

bonam

Pencegahan dan penanganan kontak

Imunisasi 7,8

Imunisasi merupaka cara terbaik dalam pencegahan difteri. Proteksi vaksinasi sebesar 95%.8 9CDC)

Namun, level anti toksin dalam darah tersebut akan menurun seiring waktu sehingga booster

tetap harus diberikan setiap 10 tahun. Jadwal imunisasi adalah sebagai berikut :

Pada kasus ini, orang tua mengaku bahwa anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap berikut

booster saat kelas 1 SD, namun anak tidak mendapatkan imunisasi saat kelas 6 SD sehingga

dimungkinkan telah terjadi penurunan kadar antibodi dalam darah sehingga penderita dapat

terinfeksi difteri. Pasien ini seharusnya diberikan imunisasi ulang setelah penyakit teratasi.

Penanganan kontak 6

Setiap orang kontak erat dengan penderita difteri yaitu mereka yang terpapar sekresi

pernafasan.

Orang yang kontak erat dengan penderita difteri, yang menunjukkan gejala difteri harus

segera dirujuk ke pelayanan kesehatan untuk evaluasi lanjut

Orang yang terpapar tersebut harus dilakukan kultur dari hidung atau tenggorok tanpa

memperhatikan status imunisasi

Setelah kultur diperoleh, orang yang kontak erat tersebut harus mendapatkan injeksi

benzatil penisilin intramuscular single dose atau eritromisin selama 7-10 hari tanpa

memandang status imunisasi

23

Page 24: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

Berikan dosis booster difteri toksoid apabila imunisasi terakhir sudah lebih dari 5 tahun

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo S.S.P, Garna H, Hadinegoro S.R.S, Satari H.I, Difteria, Dalam : Buku Ajar

Infeksi & Pediatri Tropis, Badan Penerbit IDAI, Jakarta. 2010 : 312-321

2. Demirci CS, Pediatric Diphtheria. 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview. Diunduh tanggal 8 Februari 2013

3. Washington State Departement of Health. Diphtheria. 2011. Diunduh dari

http://www.doh. wa .gov/Portals/1/.../420-052-Guideline- Diphtheria .pdf Diunduh tanggal

7 Februari 2013

24

Page 25: Docfoc.com-Laporan Kasus Madya Difteri Sc

4. Kansas Disease Investigation Guidelines. 2009. Diunduh dari

http://www . kdheks.gov/epi/.../ Diphtheria _Investigation_Guideline.pdf .Diunduh tanggal

9 Februari 2013

5. Diphtheria, Disease and the Vaccine that Prevent Them. 2012. Diunduh dari

http://www.cdc.gov/vaccine/pubs/pinkbook/index.html. Diunduh tanggal 8 Februari 2013

6. Alberta Health and Wellness. Public Health Notifiable Disease Management Guidelines.

Diphtheria. 2011. Diunduh dari http://www.health. alberta .ca/documents/ Guidelines -

Diphtheria -2011.pdf . Diunduh tanggal 8 Februari 2013

7. Purwodibroto S, Penyakit Jantung Didapat Non Reumatik, Dalam : Buku Ajar Kardiologi

Anak, Badan Penerbit IDAI, Jakarta. 2000: 360-63

8. Kole AK, Roy R, Kar SS. Cardiac involvement in diphtheria: Study from a tertiary

referral infectious disease hospital. Ann Trop Med Public Health 2012;5:302-6

25