contoh preskas dhf

39
PRESENTASI KASUS DEMAM DENGUE Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang Boyolali Diajukan kepada : Dr. Noor Fadhilah, Sp.A Disusun Oleh : Dessy Puteri Hariyanti G99141086 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Upload: stefanny-christiana-nugroho

Post on 25-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DHF

TRANSCRIPT

Page 1: contoh preskas dhf

PRESENTASI KASUS

DEMAM DENGUE

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Kepaniteraan Klinik Bagian

Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang Boyolali

Diajukan kepada :

Dr. Noor Fadhilah, Sp.A

Disusun Oleh :

Dessy Puteri Hariyanti

G99141086

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Pandan Arang Boyolali

2014

Page 2: contoh preskas dhf

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan presentasi kasus dengan judul

DEMAM DENGUE

Hari/Tanggal : Oktober 2014

Menyetujui

Dokter pembimbing/Penguji :

Dr. Noor Fadhilah, Sp.A

Page 3: contoh preskas dhf

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

berkah dan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulisan presentasi kasus dengan judul “Demam

Dengue” dapat diselesaikan.

Penulisan resentasi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti program

kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan prsentasi kasus ini berkat bimbingan, dorongan

dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Hj.

Dwi Ambarwati, Sp. A selaku dosen pembimbing penulisan presentasi kasus di bagian Ilmu

Kesehatan Anak BPRSUD Salatiga.

Boyolali, Oktober 2014

Penulis

Page 4: contoh preskas dhf

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………….……………………... i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………... ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…. iii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iv

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN................................................................................... 1II. ANAMNESIS................................................................................................ 1III. PEMERIKSAAN FISIK................................................................................2IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................4V. DIAGNOSIS BANDING..............................................................................5VI. DIAGNOSIS KERJA.................................................................................... 5VII. PENATALAKSANAAN.............................................................................. 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 6

I. DEFINISI....................................................................................................... 6II. ETIOLOGI..................................................................................................... 6III. PATOGENESIS............................................................................................. 7IV. MANIFESTASI KLINIK...............................................................................9V. DIAGNOSIS.................................................................................................. 12VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG...................................................................14VII. PENATALAKSANAAN……………….......................................................15

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 23

Page 5: contoh preskas dhf

BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Z

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Boyolali

Masuk Rumah Sakit : Oktober 2014

No.RM :

II. ANAMNESIS

Keluhan utama:

Demam

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Pandan Arang Boyolali dengan keluhan demam sejak 5 hari

yang lalu. Demam pada awalnya timbul perlahan-lahan kemudian meningkat. 4 hari SMRS

pasien diperiksakan ke puskesmas dan diberi obat penurun panas. Demam mereda setelah

minum obat penurun panas, tapi kemudian panas lagi setelah obat habis. Pasien juga

mengeluh pusing (+) dan nyeri kepala (+). Mimisan (-), gusi berdarah (-), ruam di

ekstrimitas dan badan (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), batuk kering (+),

pilek (-), nyeri telan (-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), kembung (-), riwayat

bepergian ke daerah endemis malaria (-), telinga merah (-), nyeri telinga (-), tidak ada

Page 6: contoh preskas dhf

cairan yang keluar dari telinga, nafsu makan turun (+), BAK normal, warna kuning. BAB

normal, konsistensi padat, diare (-).

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien pernah opname 3 tahun yang lalu di RSUD Salatiga dengan gejala tifoid.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat kehamilan ibu:

ANC rutin dilakukan > 4 kali di bidan, keluhan selama kehamilan (-), kelainan (-).

Riwayat persalinan ibu:

Lahir spontan di bidan, presentasi kepala, cukup bulan, sesuai masa kehamilan, BBLC

3200gr.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan baik dan sesuai umur.

Riwayat makanan

ASI eksklusif sampai usia 5 bulan, dilanjutkan dengan ASI dan PASI sampai umur 22

bulan.

Riwayat imunisasi

Lengkap sesuai jadwal, dilakukan di puskesmas, ibu pasien menyatakan lupa tanggal

dilakukan imunisasi.

III. PEMERIKSAAN FISIK (18-01-2011)

Keadaan Umum : Sedang, tampak lemah

Kesadaran : Compos mentis

Page 7: contoh preskas dhf

Vital Sign :

- HR : 110 x/menit (kuat, regular)

- Suhu : 36,7 ºC, saat datang 40 ºC

- RR : 20 x/menit (regular)

Data antropometri :

- Berat badan : 19 kg

- Status gizi : antara -2SD s/d +2SD (gizi baik)

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala :

Normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, edem pada

muka (-/-).

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)

Hidung : sekret -/-, konka hiperemis (-)

Telinga : sekret -/-, nanah (-), ruam belakang telinga (-), nyeri tekan (-)

Mulut : mukosa mulut basah (+), lidah kotor (-), tremor (-), stomatitis (-)

Gigi geligi : karies (+), tidak nyeri, perdarahan gusi (-)

Tenggorok :faring hiperemis (+), tonsil membesar (-), hiperemis (-), uvula

simetris ditengah

2. Pemeriksaan Leher :

Pembesaran kelenjar limfonodi (-), JVP tidak meningkat.

3. Pemeriksaan Thorak :

Inspeksi :

Dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-), iktus kordis tidak tampak.

Palpasi :

Ketinggalan gerak (-), fokal fremitus kanan=kiri, tidak teraba massa.

Perkusi :

seluruh lapangan paru sonor dx=sn

Auskultasi :

paru: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor: S1S2 regular, bising (-)

Page 8: contoh preskas dhf

4. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi :

Simetris, tidak tampak ada massa, sikatrik (-), flat, distensi (-)

Auskultasi :

Bising usus (+) normal

Palpasi :

Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi :

timpani (+), distensi (-)

5. Pemeriksaan Ekstrimitas :

Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2”, petechie spontan (-), RL tes (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Px. Darah 14-01-2011 15-01-2011 16-01-2011 17-01-2011 18-01-2011

Leukosit (103 /uL) 1,5 2,4 2,7 3,7 2,3

Eritrosit (106/uL) 4,99 6,03 5,6 5,34 5,3

Hemoglobin (g/dL) 10,1 12,2 11,5 11 11,3

Hematokrit (%) 31,5 37,2 35,2 32 34,1

MCV (FL) 63,1 78,3 62,9 60,2 64,1

MCH (Pg) 20,2 20,2 20,5 20,6 21,2

MCHC (g/dL) 32,1 25,8 32,7 34,2 33,1

Trombosit (103 /uL) 129 87 79 79 116

Tes Widal

- S. typhi O : (-)

- S. paratyphi A-O : 1/160

- S. paratyphi B-O : 1/80

- S. paratyphi C-O : 1/80

Page 9: contoh preskas dhf

- S. typhi H : (-)

- S. paratyphi A-H : (-)

- S. paratyphi B-H : (-)

- S. paratyphi C-H : (-)

Tes Serologi

- Dengue IgG : negatif

- Dengue IgM : positif

V. DIAGNOSIS BANDING

- DF

- DHF

- Malaria

- Campak

- OMA

- Tifoid Fever

VI. DIAGNOSIS KERJA

Dengue Fever

VII. PENATALAKSANAAN

- Tirah baring

- Infus Kaen 3B

- Inj. Taxegram 2 x 475mg

- Metil Prednisolon 3 x 0,6 ml

- Radin 3 x 1/3ampul

- PO : Ibuprofen Syrup 3x1

Page 10: contoh preskas dhf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM DENGUE

I. DEFINISI

Demam Dengue (dengue fever, selanjutnya disingkat DF) adalah penyakit yang

terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda klinis demam,

nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan

limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata,

rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan

(petekie) spontan (Mansjoer, 2005).

Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever, selanjutnya disingkat DHF),

ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot

dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif

dengan tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti petekie spontan

yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena, trombositopenia,

masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan

maturasi megakariosit (Mansjoer, 2005).

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome, selanjutnya disingkat DSS) ialah

penyakit DHF yang disertai renjatan (Mansjoer, 2005).

II. ETIOLOGI

Demam Berdarah Dengue ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DEN).

Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal yang terdiri atas 4 serotipe yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Struktur antigen empat serotipe sangat mirip satu dengan yang

lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan

perlindungan silang. Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus (famili Flaviviridae).

Page 11: contoh preskas dhf

Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Mansjoer,

2005).

III. PATOGENESIS

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sebagai

vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Apabila orang itu mendapat

infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang

berbeda. DBD dapat terjadi, bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali,

mendapat infeksi berulang dari virus dengue dengan serotipe lainnya. Virus akan bereplikasi

di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem

retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen (Mansjoer, 2000).

Sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat menjelaskan secara tuntas patogenesis

demam berdarah Dengue (Mansjoer, 2000). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang

kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue.

Suhendro dkk (2006) menyebutkan bahwa respon imun yang diketahui berperan

dalam patogenesis DBD adalah:

1. respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam netralisasi

virus. Antibodi tersebut berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit

atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).

2. limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue.

3. monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody.

Namun proses ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh

makrofag yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah.

4. Aktivasi komplemen oleh kopleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Akibat aktivasi C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler.

Page 12: contoh preskas dhf

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah

hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune

enhancement (Chen, dkk. 2009).

Gambar 2.1 Hipotesis infeksi sekunder

Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat

infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer

tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan

tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks

virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan

ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium

dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa (Suhendro, 2006).

Page 13: contoh preskas dhf

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung

bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang

lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali

virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc

reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan

terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suhendro, 2006).

IV. MANIFESTASI KLINIS

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis

yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue

fever, dengue haemorrhagic fever dan dengue shock syndrome; yang terakhir dengan

mortalitas tinggi yang disebabkan renjatan dan perdarahan hebat (Nimmanitya dkk., 1969;

Pongpanich dkk., 1973) Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat disamakan

dengan sebuah gunung es.. DHF dan DSS sebagai kasus-kasus yang dirawat di rumah sakit

merupakan puncak gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus-kasus

dengue ringan (dengue klasik atau demam dengue, selanjutnya disebut.demam dengue dan

silent dengue infection; merupakan dasar gunung es. Diperkirakan untuk setiap kasus

renjatan yang dijumpai di rumah sakit telah terjadi 150 sampai 200 kasus silent dengue

infection (WHO, 1980).

Demam Dengue

Masa tunas berkisar antara 3-15 hari, pada umumnya 5-8 hari. Pcrmulaan penyakit

biasanya mendadak. Gejala prodromal meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh,

anoreksia, menggigil dan malaise. Pada umumnya ditemukan sindrom trias, yaitu demam

tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam. Ruam biasanya timbul 5 - 12 jam

sebelum naiknya suhu pertama kali, yaitu pada hari ketiga sampai hari kelima dan biasanya

berlangsung selama 3 - 4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan.

Ruam mula-mula dilihat di dada, tubuh serta abdomen dan menyebar ke anggota gerak dan

muka (Soedarmo, 2008).

Page 14: contoh preskas dhf

Pada lebih dari separuh penderita gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai

kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung, otot dan sendi

disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat kurve yang menyerupai pelana

kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurve ini tidak ditemukan pada

semua penderita sehingga tidak dapat dianggap patognomonik (Soedarmo, 2008).

Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan; di samping itu perasaan tidak nyaman di

daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium

dini penyakit sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain yang sering

terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis dan disuria.

Demam menghilang secara lisis, disertai keluamya banyak keringat. Lama demam berkisar

di antara 3,9 dan 4,8 hari. Kelenjar getah bening servikal dilaporkan membesar pada

penderita; beberapa sarjana menyebutnya sebagai tanda Castelani, sangat patognomonik dan

merupakan patokan berguna untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi perdarahan

tidak sering dijumpai (Soedarmo, 2008).

Demam berdarah dengue

Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan empat manifestasi klinis yaitu

demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran

darah (Soedarmo, 2008).

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit dan membedakan

demam berdarah dengue dari demam dengue adalah meningginya permeabilitas kapiler

pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi, trombositopenia, dan diatesis

hemoragik. Halstead mengemukakan gejala yang harus dipertimbangkan dalam diferensiasi

demam berdarah dengue dengan demam dengue, adalah:

1. DHF biasanya disertai dengan pembesaran hati.

2. leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue yang

pada umumnya disertai dengan leukopenia berat.

3. manifestasi perdarahan seperti petekhie, echimosis, uji tornikuet positif dan

trombositopenia lebih menonjol pada DHF.

Page 15: contoh preskas dhf

4. limfadenopati, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF.

Dengue shock syndrome

Disfungsi sirkulasi pada DBD, dengue shock syndrom, biasanya terjadi sesudah hari

2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi plasma leakage,

efusi cairan ke rongga interstisial sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi

organ. Gangguan perfusi ginjal ditandai oleh oliguria atau anuria dan gangguan perfusi

susunan saraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran.

Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari

hipovolemia oleh sistem hemostatis dalam bentuk; takikardia, vasokonstriksi, penguatan

kontraktilitas miokard, takipnea, hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer

mengurangi perfusi perfusi non-esensial di kulit dan mneyebabkan sianosis, penurunan suhu

permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler(>5 detik). Perbedaan suhu kulit

dan suhu tubuh yang >20C menunjukkan mekanisme hemostatis masih utuh. Paad tahap

SSD kompensasi curah jantung dan tekanan darah “normal” kembali.

Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat SSD, berarti sistem

hemostatis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah terjadi

dekompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun, < 20 mmHg misalnya 100/90, karena tekanan

sistolik turun sesuai dengan penurunan venous return dan volume sekuncup, dan tekanan

diastolik meninggi sesuai dengan peningkatan tonus vaskuler.SSD berlanjut dengan

kegagalan mekanisme hemostatis, terjadi iskemia jaringan yang irreversibel dan pasien akan

meninggal dalam 12-24 jam.

V. DIAGNOSIS

Infeksi keempat serotipe virus dengue (DEN 1, 2, 3 and 4) dapat asimptomatik,

menuju ke dengue fever (DF), atau dengue haemorrhagic fever (DHF) dengan plasma

leakage yang dapat menimbulkan syok hipovolemik, dengue shock syndrome (DSS) (WHO,

1999).

Page 16: contoh preskas dhf

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini

terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji rumpele leed positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

(Suhendro, 2006).

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD menurut WHO 1997, yaitu:

1. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji torniquet.

2. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

3. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

4. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

(Suhendro, 2006).

Page 17: contoh preskas dhf

Tabel pembagian derajat DBD menurut WHO (1997) :

DD/

DBD

Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih

tanda: sakit kepala, nyeri

retro orbital, mialgia dan

atralgia.

Leukopenia,

trombositopenia,

tidak ditemukan

bukti kebocoran

plasma

Serologi

dengue

positif

DBD I Gejala diatas ditambah uji

bendung positif

Trombositopeni

(<100.000/ul)

ditemukan bukti

kebocoran plasmaDBD II Gejala diatas ditambah

perdarahan spontan

DBD III Gejala diatas ditambah

kegagalan sirkulasi ditandai

dengan kulit dingin dan

lembab serta gelisah.

DBD IV Syok berat disertai dengan

nadi tak teraba dan tekanan

darah tak terukur

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran

limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8

sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan

Page 18: contoh preskas dhf

koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau

FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/

kreatinin (Suhendro, 2006).

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis

uji etiologi, yang dianggap sebagai gold standart adalah metode isolasi virus. Namun,

metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2

minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih

adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan

reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR

memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus,

tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat

menyebabkan timbulnya hasil positif semu (Suhendro, 2006).

Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu

dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai

hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi

primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat

terdeteksi mulai hari ke 2 (Suhendro, 2006).

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan

antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1

diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan

dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah.

Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam

kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau

sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode

ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%).

Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen

NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer (Suhendro, 2006).

Page 19: contoh preskas dhf

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat

dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada

keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan

efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG (Suhendro, 2006).

VII. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan

ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan

terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal

terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris

(Suhendro, 2006).

Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi

antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma

akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan

pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah

pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya

kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu

diwaspadai (Suhendro, 2006).

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia

yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak

mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis,

dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi

keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya

dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas

(lambung/duodenum) (Suhendro, 2006).

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa

mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,

sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Page 20: contoh preskas dhf

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat, yaitu dengan melakukan pemeriksaan

hemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :

- Hb, hmt, dan trombosit normal antara 100.000-150.000 pasien dapat dipulangkan

dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam

berikutnya.

- Hb, hmt normal, tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

- Hb, hmt meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk rawat

inap.

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (Gambar 2.2.)

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (Gambar 2.3.)

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa (Gambar 2.4.)

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 2.5.)

(Suhendro, 2006).

Gambar 2.2. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Page 21: contoh preskas dhf

Gambar 2.3. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Gambar 2.4. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Page 22: contoh preskas dhf

Gambar 2.5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Page 23: contoh preskas dhf

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah

jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk

mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer

laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi

kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,

kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya

dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,

aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki

efek alergi yang minimal (Suhendro, 2006).

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.

Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,

asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu

bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20

ml/kgBB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang

singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan

perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang

tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. Namun

demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara

lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi

plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi

anafilaktik (Suhendro, 2006).

Page 24: contoh preskas dhf

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu:

pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular)

yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan

kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan

hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan

penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun

beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah

(contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom syok

dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam

pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah

penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita

dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses

publikasi (Suhendro, 2006).

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma

yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD

derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk

mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien

dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan

pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000

ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang

stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit

perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah

jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain

Page 25: contoh preskas dhf

yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis.

Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan

secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik

stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat

protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara

adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal

(Suhendro, 2006).

Page 26: contoh preskas dhf

BAB III

PEMBAHASAN

Dari anamnesis diperoleh, pasien mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu. Demam

pada awalnya timbul perlahan-lahan kemudian meningkat. 4 hari SMRS pasien diperiksakan

ke puskesmas dan diberi obat penurun panas. Demam mereda setelah minum obat penurun

panas, tapi kemudian panas lagi setelah obat habis. Pasien juga mengeluh pusing (+) dan

nyeri kepala (+). Mimisan (-), gusi berdarah (-), ruam di ekstrimitas dan badan (-), menggigil

(-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), batuk kering (+), pilek (-), nyeri telan (-), nyeri ulu hati (-),

mual (-), muntah (-), kembung (-), riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-), telinga

merah (-), nyeri telinga (-), tidak ada cairan yang keluar dari telinga, nafsu makan turun (+),

BAK normal, warna kuning. BAB normal, konsistensi padat, diare (-). Dari pemeriksaan fisik

menunjukkan keadaan umum pasien tampak lemah, sedangkan dari pemeriksaan

laboratorium menunjukkan leucopenia dan trombositopenia tetapi belum menimbulkan

manifestasi perdarahan dan dari pemeriksaan serologi menunjukkan antibodi IgM positif

terhadap virus dengue, sehingga pasien dapat didiagnosis Demam Dengue.

Page 27: contoh preskas dhf

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. 2005. Demam Berdarah Dengue dalam Kapita Selekta Kedokteran Eds.III. Media Aesculapius Fakultas Kedkteran UI. Jakarta.

Pusponegoro. Dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Eds.I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Soedarmo, S. dkk. 2008. Infeksi Virus Dengue dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Eds.II. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Suhendro. Dkk. 2006. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Eds.IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

WHO. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.