contoh isi skripsi

Upload: garry-cristofel

Post on 17-Jul-2015

390 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang PenelitianJalur pedestrian merupakan salah satu elemen penting dalam perancangan perkotaan. Jalur pedestrian memiliki fungsi sebagai jalur pejalan kaki. Dengan berjalan kaki, para pejalan kaki dapat mencapai semua sudut kota yang tidak dapat tersentuh dengan kendaraan bermotor. Berjalan kaki merupakan bagian dari sistem transportasi atau sistem penghubung kota (linkage system).1

Kevin Lynch dalam The Image of the City yang membahas tentang 5 elemen pembentuk kota mengkategorikan jalur pedestrian ke dalam path2. Path memiliki definisi jalur atau lorong di mana manusia bergerak. Manusia mengobservasi kota saat berjalan melalui path tersebut. Sepanjang path inilah terhubung dan tersusun elemen-elemen lingkungan lainnya.

Jalur pedestrian dalam fungsinya sebagai sistem penghubung kota berkaitan erat dengan ruang-ruang terbuka dalam sebuah kota. Ruang terbuka kota berfungsi sebagai ruang transisi untuk bergerak dari satu bangunan ke bangunan lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain. Ruang terbuka kota juga berfungsi sebagai ruang interaksi sosial antar masyarakat kota.

Selain berkaitan erat dengan ruang-ruang terbuka dalam sebuah kota, jalur pedestrian juga sangat erat kaitannya dengan fungsi-fungsi bangunan di sepanjang jalan di mana jalur pedestrian tersebut direncanakan. Fungsi-fungsi bangunan sepanjang jalan ini menjadi salah satu penentu apakah jalur pedestrian tersebut menjadi hidup dengan interaksi sosial yang terjadi di dalamnya.

Namun dalam kenyataannya, seringkali jalur pedestrian tidak berfungsi secara maksimal, atau bahkan tidak difungsikan sama sekali sebagaimana fungsi awalnya1 2

Lynch, Kevin, Image of The City, 1960 Lynch, Kevin, Image of The City, 1960

1

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

sebagai jalur pejalan kaki. Terdapat beberapa penyebab berfungsi atau tidaknya jalur pedestrian di suatu kawasan. Salah satu penyebabnya adalah kontinuitas dari fungsi bangunan sepanjang jalan tersebut. Apakah keberadaan fungsi bangunan sepanjang jalan tersebut mampu menstimulasi pejalan kaki untuk melakukan atau melanjutkan aktivitas berjalan kakinya. Studi kasus pada Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan didasari dari adanya fenomena serupa, yaitu jalur pedestrian yang mengalami disfungsi.

Keterkaitan antara fungsi bangunan sepanjang jalan, ruang-ruang yang terbentuk, dan pengaruhnya terhadap fungsi jalur pedestrian pada kawasan ini menjadi pembahasan yang menarik untuk dianalisis dalam pengamatan dan penelitian ini.

1.2 Perumusan MasalahMasalah utama pada jalur pedestrian adalah apakah jalur pedestrian tersebut memiliki fungsi sebagaimana mestinya serta dapat mengakomodasi kebutuhan dan kenyamanan pejalan kaki. Pada beberapa jalur pedestrian yang bila diamati sudah memiliki fungsi yang tepat serta dapat memberikan kenyamanan pada pejalan kaki, namun tetap saja dirasakan sepi dari pejalan kaki. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan untuk masalah tersebut. Bagaimanakah keterkaitan antara keberadaan fungsi bangunan di sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen. D.I. Panjaitan dengan disfungsi jalur pedestrian di sepanjang jalan tersebut? Bagaimanakah keterkaitan antara kontinuitas dan diskontinuitas fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian dengan fungsi jalur pedestrian di sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan?

1.3 Tujuan dan ManfaatTujuan Penelitian 1. Memperoleh informasi tentang keterkaitan antara keberadaan fungsi bangunan sekitar dengan berfungsi atau tidaknya jalur pedestrian di kawasan tersebut.

2

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

2. Memperoleh informasi tentang keterkaitan diskontinu fungsi bangunan dan fisik jalur pedestrian dengan disfungsi jalur pedestrian di kawasan tersebut. Manfaat Penelitian Untuk perancang kota : 1. Sebagai referensi sistem perancangan jalur pedestrian dan sistem penghubung kota dalam urban design. 2. Sebagai referensi sistem perancangan urban design yang mampu menstimulasi aktivitas pejalan kaki. Untuk masyarakat umum : 1. Sebagai pengetahuan mengenai sistem jalur pedestrian dan apa saja yang terkait di dalamnya. 2. Sebagai wawasan umum ilmu perancangan perkotaan.

1.4 Objek StudiObjek studi yang akan dipilih adalah Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen DI Panjaitan yang terletak di Semarang. Kedua jalan ini dipilih sebagai objek studi karena dianggap dapat mewakili dan mewadahi masalah yang ada, yaitu :

1. Merupakan jalan penghubung antara 2 jalan protokol yang cukup padat dengan arus lalu lintas. 2. Memiliki suasana yang teduh dan nyaman untuk pejalan kaki. 3. Terdapat berbagai macam fungsi bangunan di sepanjang jalan tersebut. 4. Memiliki jalur pedestrian yang cukup lebar yang seharusnya nyaman dilalui pejalan kaki, tapi justru intensitasnya tidak padat dan tidak merata

3

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Gambar 1.1 Tampak satelit Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan Semarang. Sumber : googleearth Semarang.

4

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

1.5 Kerangka Penelitian

Gambar 2.2 Kerangka pemikiran. Sumber : dok. pribadi

5

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

1.6 Metoda PenelitianMetode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ada beberapa macam, yaitu:

Pengumpulan Data Dalam proses mengumpulkan data, peneliti melakukan 3 cara yaitu dengan observasi objek secara langsung studi literatur mengenai pengertian pedestrian, pengertian jalur pedestrian dan persyaratan jalur pedestrian yang baik wawancara dengan pihak yang mengerti sejarah perkembangan kawasan tersebut dan tatanan kawasan tersebut

Analisa Data Menganalisa data yang sudah terkumpul dengan cara membandingkan teori dengan fakta di lapangan, lalu melakukan analisa pada beberapa segmen pada ruas jalan tersebut yang akan menghasilkan matriks hubungan antara beberapa kondisi pembahasan.

Penarikan Kesimpulan Didapat kesimpulan mengenai keterkaitan antara kontinuitas dan diskontinuitas fungsi bangunan terhadap fungsi jalur pedestrian di Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan Semarang

1.7 Kerangka Penyajian Bab I Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang pemilihan topik, perumusan masalah, tujuan dari penelitian, kerangka pemikiran, dan metoda-metoda yang digunakan dalam penelitian.

6

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Bab II

Pedestrian dan Jalur Pedestrian

Berisi teori tentang pejalan kaki, kualitas jalan yang baik, persyaratan jalan yang baik, dan kontribusi kualitas jalan yang baik.

Bab III

Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan Semarang

Berisi tentang sejarah dan deskripsi kawasan Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. D.I. Panjaitan Semarang. Fungsi-fungsi bangunan yang ada dan keterkaitannya dengan kondisi fisik jalur pedestrian yang terdapat di depan masing-masing fungsi bangunan.

Bab IV

Keterkaitan Fungsi Bangunan dengan Kontinuitas Jalur

PedestrianBerisi tentang analisa mengenai kontinuitas fungsi bangunan dan kontinuitas jalur pedestrian serta pengaruhnya terhadap fungsi jalur pedestrian pada simpul pertemuan jalan dan beberapa segmen yang menunjukkan jalur pedestrian yang berfungsi karena kontinuitas yang baik antara fungsi bangunan dengan jalur pedestriannya dan jalur pedestrian yang tidak berfungsi karena diskontinuitas yang terjadi antara fungsi bangunan dengan jalur pedestriannya.

Bab V

Kesimpulan

Berisi tentang kesimpulan mengenai keterkaitan antara fungsi bangunan dengan kontinuitas jalur pedestrian yang mengakibatkan berfungsi atau tidaknya jalur pedestrian.

Daftar pustaka

7

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

BAB II PEDESTRIAN DAN JALUR PEDESTRIAN

Lingkup landasan teori ini meliputi dari disiplin ilmu arsitektur dan desain kota yang akan dipergunakan untuk memahami pembentukan jalur pedestrian pada Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan ditinjau dari aspek standar pedestrian dan fungsi bangunan sepanjang jalan tersebut.

2.1 Pejalan KakiIstilah pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Latin pedesterpedestris yaitu orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki. Pedestrian juga berasal dari kata pedos bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki.3

Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki.4

Jalur pedestrian merupakan sebuah jalur sepanjang pinggir jalan. Jalur pedestrian dapat terbentuk dari perbedaan ketinggian dan biasanya terpisah dengan bagian kendaraan, terdapat vegetasi, rumput, maupun semak atau pepohonan atau kombinasi dari ketiganya yang terletak di antara bagian pejalan kaki dan bagian kendaraan. Di sebagian tempat, kosakata yang sama juga dipergunakan untuk jalan berpaving, jalan kecil, atau jalan setapak yang tidak terletak di pinggir jalan, misalnya jalan setapak di taman.

Jalur pedestrian merupakan daerah yang menarik untuk kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual, misalnya untuk bernostalgia, pertemuan mendadak, berekreasi, bertegur sapa dan sebagainya. Jadi jalur pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi orang berjalan kaki.3 4

en.wikipedia.org, September 2010 Rubenstein, 1992

8

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Jalur pedestrian pada saat sekarang dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk, pathway, plaza dan mall. Jalur pedestrian yang baik harus dapat menampung setiap kegiatan pejalan kaki dengan lancar dan aman. Persyaratan ini perlu dipertimbangkan di dalam perancangan jalur pedestrian. Agar dapat menyediakan jalur pedestrian yang dapat menampung kebutuhan kegiatan-kegiatan tersebut maka perancang perlu mengetahui kategori perjalanan para pejalan kaki dan jenisjenis titik simpul yang ada dan menarik bagi pejalan kaki.

Menurut Murtomo dan Aniaty (1991) jalur pedestrian di kota-kota besar mempunyai fungsi terhadap perkembangan kehidupan kota, antara lain adalah:

1. Pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan kriminalitas. 2. Pedestrianisasi dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang kawasan bisnis yang menarik. 3. Pedestrianisasi sangat menguntungkan sebagai ajang kegiatan promosi, pameran, periklanan, kampanye dan lain sebagainya. 4. Pedestrianisasi dapat menarik bagi kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual. 5. Pedestrianisasi mampu menghadirkan suasana dan lingkungan yang spesifik, unik dan dinamis di lingkungan pusat kota. 6. Pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan tingkat pencemaran udara dan suara karena berkurangnya kendaraan bermotor yang lewat.

Fungsi jalur pedestrian yang disesuaikan dengan perkembangan kota adalah sebagai fasilitas pejalan kaki, sebagai unsur keindahan kota, sebagai media interaksi sosial, sebagai sarana konservasi kota, dan sebagai tempat bersantai serta bermain.

9

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Jalan dipergunakan juga dalam kata kerja berjalan, selain itu diartikan sebagai road5, yaitu suatu media di atas bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan berjalan. Jalan dapat diklarifikasikan dengan membedakan jalur-jalur jalan menjadi jalur cepat dan jalur lambat.

Pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang/manusia yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup atau alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis.

Pejalan kaki adalah orang yang melakukan perjalanan dari satu tempat asal (origin) tanpa kendaraan untuk mencapai tujuan atau tempat (destination) atau dengan maksud lain. Kemudian dari pengertian tersebut pejalan kaki dalam penelitian ini adalah orang yang melakukan perjalanan atau aktivitas di ruang terbuka publik tanpa mengguankan kendaraan.

Jalur pejalan kaki harus dipertimbangkan sebagai salah satu perancangan kota. Jalur pejalan kaki adalah bagian dari kota dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya di sepanjang sisi jalan6. Fungsi jalur pejalan kaki adalah untuk keamanan pejalan kaki pada waktu bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain.

Terkait dengan sirkulasi pejalan kaki adalah dimensi jalan dan jalur pedestrian, tempat asal sirkulasi dan tempat tujuan sirkulasi pejalan kaki, maksud perjalanan, waktu hari dan volume pejalan kaki.

Pola penataan sirkulasi dapat mempengaruhi atau mengkondisikan pejalan kaki untuk melakukan pergerakan atau aktifitas di suatu tempat7. Peletakan pakir akan berpengaruh pada fasilitas parkir adalah kapasitas, akses dan layout.

Perjalanan pejalan kaki biasanya relatif dekat, karena kebanyakan pejalan kaki berjalan dari tempat parkir atau dari pemberhentian umum yang tidak terlalu jauh5 6

en.wikipedia.org, September 2010 Shirvani, Hamid, Urban Design Process, 1985 7 Rubenstein, 1992

10

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

pula. Jika maksud perjalanan (purpose trip) dan tipe perjalanan pejalan kaki dipahami maka suatu fasilitas pejalan kaki yang lebih baik dapat dikembangkan atau dibangun.

Maksud pejalan kaki terkait dengan tipe pengguna lahan yang dikaitkan dengan asal dan tujuan perjalanan. Sejumlah perjalanan ditarik oleh aktifitas berdasarkan tipe dan skala. Pertokoan eceran biasanya menarik lebih banyak pejalan kaki. Faktor - faktor yang mempengaruhi jarak tempuh berjalan kaki adalah :

Waktu Kenikmatan Kemudahan berkendara Pola penggunaan lahan

Jarak tempuh pejalan kaki terkait dengan waktu berlangsungnya aktifitas pejalan kaki. Jarak tempuh juga terkait dengan kenikmatan berjalan antara lain dengan penyediaan area berjalan kaki yang berkualitas. Juga terkait dengan cuaca. Cuaca semakin buruk memperpendek jarak tempuh. Orang enggan berjalan pada ruang terbuka, terkait waktu siang atau malam hari juga berpengaruh.

2.2 Kualitas Jalur Pedestrian yang BerfungsiDalam buku Great Streets karangan Allan B. Jacobs, terdapat pembahasan mengenai jalan-jalan baik (great streets) yang ada di dunia8. Dimana bertujuan sebagai informasi mengenai kualitas lingkungan fisik (rencana, potongan jalan, dimensi, detail, pola dan konteks urban) dari jalan-jalan yang baik tersebut, sehingga dapat dijadikan acuan bagi para perancang kota dan pengambil keputusan.

8

Jacobs, Allan B., Great Streets, 1995

11

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Peran jalan dalam kehidupan perkotaan Jalan tidak sekedar merupakan utilitas publik seperti saluran air dan limbah, saluran kabel listrik dan bukan sekedar ruang fisik dimana orang dan jalan melewatinya. Jalan merupakan tempat untuk berkomunikasi dan bersosialisasi antar individu. Masyarakat kota mengerti bahwa jalan memiliki symbol, makna dan aturan sosial dan politik bukan sekedar sebagai jalur akses dan pergerakan. Jalan merupakan ruang milik publik. Jika kita membahas hal publik maka jalan tersebut memiliki ukuran dampak yang besar. Jika kita berhasil mengembangkan dan merancang jalan tersebut dengan baik, mengagumkan, dan menarik sebagai ruang publik bagi seluruh masyarakat kota dan sekitarnya, maka secara langsung kita telah berhasil merancang sepertiga kota tersebut dan akan berpengaruh besar pada dua pertiga sisanya. 2.2.1 Persyaratan jalan yg baik Jalan yang baik harus fokus pada hal fisik dan kualitas desain. Jalan harus ditata dan dirancang, perancang harus memperhatikan hal fisik seperti halnya pengembangan sosial ekonomi. Masyarakat menyukai suatu jalan, dalam hal fisik dimana aktifitas dan ketenangan dapat ditemukan di sana. Kriteria jalan yang baik dapat dijabarkan ke dalam beberapa hal, yaitu : Dapat menciptakan sebuah komunitas: memfasilitasi tindakan manusia dalam bersosialisasi Aman dan nyaman: membuat masyarakat betah dan tidak merasa takut Mendorong partisipasi: menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab pada lingkungan jalan, termasuk ikut serta untuk merawatnya Dapat diingat: memberikan kesan dan kenangan Representatif: dapat menjadi contoh tipe yang baik, untuk itu kriteria diatas harus mampu dipadukan dan juga memiliki nilai seni Semua jalan memiliki seting dalam pola dan blok jalan, skala, bangunan dan ruang (space). Mungkin perbedaan jalan dengan lingkungannya, ukuran dan bentuk, 12

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

lingkungan alami dan ukuran dan bangunannya yang membuat jalan tersebut menjadi special. Mungkin saja lokasi yang unik merupakan hal penting untuk menjadi jalan yang bagus. Menurut Allan B. Jacobs9, terdapat beberapa persyaratan dalam mendesain jalan yang baik. Diperlukan kualitas fisik tertentu untuk dapat menjadi great street, antara lain : Tempat yang nyaman untuk orang berjalan (place for people to walk with some leisure) Orang dapat berjalan dengan mudah dan aman, jelas dan mudah dalam pencapaian. Kenyamanan fisik (physical comfort) Jalan yang baik adalah jalan memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap iklim Definisi (definition) Mampu berkomunikasi dan memberikan definisi terhadap jalan tersebut. Jalan didefinisikan menjadi 2: vertikal (ketinggian bangunan, tembok dan pepohonan), horisontal (lebar jalan, jarak, dan lantai). Jalan yang baik mampu memadukan unsur vertikal (tinggi) dan horisontal (lebar) dalam sebuah proporsi yang harmonis, skala manusia (human scale), ruang antar bangunan (spacing of buildings). Kualitas yang melibatkan pandangan mata (qualities that engage the eyes) Mata akan tertarik pada suatu yang bergerak dan mengalami perubahan. Jalan yang baik mampu menarik pandangan mata seperti adanya bayangan dari perbedaan permukaan bangunan, bayangan, bayangan dan

9

Jacobs, Allan B., Great Streets, 1995

13

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

pertumbuhan

pohon,

pergerakan

dan

pengguna

jalan,

warna

dan

pemanfaatan cahaya, dan detail bangunan. Transparansi (transparency) Dimana sisi publik dan semi publik yang ada pada jalan dapat bertemu dengan sisi privat dari bangunan. Orang dapat melihat, merasakan dan mengetahui apa yang ada dibaliknya. Kualitas konstruksi dan desain (quality of construction and design) Adanya kualitas yang baik dalam material, keahlian pembuatan, dan disain. Disamping hal tersebut kualitas juga akan dipengaruhi oleh uang/ biaya yang ada. 2.2.2 Kontribusi Kualitas (qualities that contribute) Kualitas memberikan kontribusi dalam menghadirkan pengalaman ruang dan penilaian orang-orang yang berjalan terhadap ruang-ruang jalan yang mereka lalui. Kualitas tersebut mempengaruhi apakah jalan tersebut terdesain dengan baik atau tidak. Beberapa kualitas yang mempengaruhi jalan : Pepohonan (trees) Selain menghasilkan oksigen dan peneduh untuk memberikan kenyaman pohon juga dapat sebagai pembatas dan pengaman (safety barrier). Jarak antar pohon yang baik adalah 15 kaki sampai 25 kaki, pada tikungan (corner) berjarak 40 atau 50 kaki. Awal dan akhir (beginnings and ending) Sangat diperlukan penataan awal dan akhir dari jalan. Kesan yang kuat akan terasa pada awal dan akhir jalan.

14

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Keanekaragaman bangunan (many building rather than few; diversity) Bangunan akan membentuk garis vertikal jalan, ukuran dan skala. Banyaknya bangunan akan memberikan keberagaman fasade dan keberagaman aktifitas (mix uses).

Detail: fitur desain khusus (special design feature: detail) Kulitas detail: gerbang (gates), air mancur (fountains), tempat duduk (benches), kios, paving, petanda (signs), kanopi, lampu jalan (street light) akan memberikan pengaruh pada kualitas jalan.

Tempat (place) Jalan memiliki persimpangan (intersection), plaza kecil (small plazas), taman (park), pelebaran (widening), dan ruang terbuka (open space) yang sangat penting untuk menikung/berbelok dan memutar arah, menyediakan tempat untuk berhenti sejenak dan memberikan titik acuan pada jalan.

Aksesibilitas (accessibility) Tujuan utama adalah sebagai akses dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jalan yang baik memiliki akses yang mudah dan aman dan nyaman bagi perjalan kaki, kendaraan dan handicapped people.

Kepadatan (density) Dalam mendisain dan membangun kita harus memperhatikan kepadatan yang terbentuk dan peruntukan lahan yang ada. Kepadatan yang dimaksud disini adalah kepadatan aktifitas orang, yang membentuk komunitas.

Keberagaman (diversity) Jalan yang baik memiliki keberagaman aktifitas, adanya keberagaman fungsi bangunan dan peruntukan di dalamnya.

15

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Panjang (length) Terdapat special focal point seperti patung/tugu/monumen, dan special buildings

Landai (slope) Memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat, orang tua, ibu dan anak kecil.

Parkir (parking) Jalan yang baik tidak diperuntukan untuk parkir kendaraan dalam jumlah banyak.

Kontras (contrast) Kontras pada disain akan akan memberikan perbedaan bentuk dan ukuran dimana hal tersebut dapat menarik perhatian dan menjadikannya spesial.

Waktu (time) Mampu menghadapi perubahan waktu dan jaman, dengan berbagai keragaman (diversity) dan terus berkembang (continue to change) serta memiliki nilai sejarah (sense of change).

Tempat untuk berjalan, kenyamanan fisik, definisi, kualitas yang melibatkan pandangan mata, komplementaritas, perawatan, dan kualitas konstruksi dan desain merupakan karakteristik fisik yang diperlukan untuk menjadi jalan yang baik. Disamping hal tersebut diatas juga diperlukan suatu keajaiban, dimana melibatkan daya pikat dan pesona, imajinasi aspirasi. Jalan merupakan wilayah publik. Jalan adalah milik publik atau berada langsung di bawah kontrol publik, sehingga dalam perancangannya harus memperhatikan tujuan publik, termasuk menciptakan komunitas itu sendiri.

16

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Semua teori tersebut merupakan ideal dari sebuah jalur pedestrian yang baik. Semuanya merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam mendesain sebuah jalur pedestrian yang baik. Dalam pembahasan dan pengamatan ini, jalur pedestrian akan dilihat dari salah satu sudut pandang saja, yaitu mengenai hubungannya dengan fungsi bangunan sepanjang jalan yang menjadi point of interest untuk merangsang orang melakukan kegiatan berjalan kaki serta kaitannya terhadap disfungsi jalur pedestrian yang dialami oleh objek studi.

17

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

BAB III JL. MAYJEN SUTOYO DAN JL. BRIGJEN D.I. PANJAITAN SEMARANG3.1 Perkembangan Kawasan Menurut wawancara dengan Dr. Ir. Krisprantono, MSA. selaku dosen sejarah arsitektur di Universitas Katolik Soegijapranata, pada jaman penjajahan Belanda, Thomas Karsten sebagai arsitek kota Semarang mendesain kawasan ini sebagai jalan dengan boulevard10. Pada masa itu, kawasan sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan merupakan kawasan rumah-rumah Belanda yang dapat terlihat dari adanya beberapa peninggalan rumah-rumah Belanda yang sampai sekarang masih berdiri. Dalam perkembangannya sekarang, kawasan ini berubah fungsi menjadi kawasan yang didominasi dengan fungsi-fungsi komersil. Perubahan fungsi ini disebabkan karena kedua ruas jalan ini mulai ramai akibat adanya 2 sekolah menengah yang berdiri di kedua ruas jalan tersebut. Sekitar tahun 80-an Pemerintah Kota Semarang mengadakan peraturan baru untuk pengadaan taman di depan bangunan, sehingga jalur pedestrian yang ada di sisi kiri jalan berubah menjadi taman kecil. Pada perkembangannya, taman kecil ini hanya terdapat di depan fungsi bangunan rumah tinggal. 3.2 Kondisi Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan Kawasan Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan merupakan salah satu jalan penghubung antara Jl. MT. Haryono dan Jalan Gajahmada. Ruas jalan ini merupakan open space yang dibatasi oleh : Sisi Utara adalah kawasan komersil dan rumah tinggal serta terdapat SMP 3 Sisi Timur adalah Jl. MT. Haryono

10

en.wikipedia.org; jalan lebar, berjalur banyak, dipisahkan oleh median di tengahnya, memiliki jalur lambat pada tiap sisi jalan, dan biasanya didesain dengan lansekap yang baik.

18

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Sisi Selatan adalah kawasan komersil dan rumah tinggal serta terdapat SMU Theresiana Sisi Barat adalah Jl. Gajahmada

Jl. Mayjen Sutoyo merupakan jalan 1 arah yang mempunyai akses dari Jl. MT. Haryono ke Jl. Gajahmada. Sedangkan Jl. D.I. Panjaitan merupakan jalan 1 arah yang mempunyai akses dari Jl. Gajahmada ke Jl. MT. Haryono. Dilihat dari kepadatan arus lalu lintas dan pejalan kaki, kawasan ini memiliki beberapa zona yang dapat menimbulkan titik keramaian. Zona-zona tersebut adalah : Zona 1, pertemuan antara Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan dengan Jl. MT. Haryono dan Jl. Kartini Zona 2, pertemuan antara Jl. Mayjen Sutoyo dengan Jl. Ki Mangun Sarkoro dan Jl. K.H. Ahmad Dahlan Zona 3, pertemuan antara Jl. Brigjen D.I. Panjaitan dengan Jl. Ki Mangun Sarkoro Zona 4, Jl. Mayjen Sutoyo Zona 5, Jl. D.I. Panjaitan Zona 6, pertemuan antara Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan dengan Jalan Gajahmada dan Jl. Pekunden Barat

19

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

6

5

4

2 3

1Gambar 3.1 Zona keramaian pada Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan. Sumber : dok. pribadi

20

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

3.3 Fungsi-fungsi Bangunan dan Kondisi Jalur Pedestrian Sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan Beberapa fungsi bangunan yang terdapat di sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan beserta kondisi jalur pedestriannya. Fungsi Rumah Tinggal Fungsi rumah tinggal ini memiliki pagar pada GSB 0 sehingga tidak memberikan ruang publik bagi pejalan kaki. Pedestrian yang terdapat di depan fungsi rumah tinggal ini cenderung dipergunakan sebagai taman kecil atau sebagai tempat tumbuh pohon.

Gambar 5.2 Rumah tinggal. Sumber : dok. pribadi

Gambar 4.3 Taman kecil depan rumah. Sumber : dok. pribadi

Gambar 6.4 Potongan jalan dan jalur pedestrian depan rumah tinggal. Sumber : dok. pribadi

21

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Fungsi Komersil (Toko, Ruko) Fungsi komersil tidak memiliki jalur pedestrian di depannya. Jalur pedestrian dirubah fungsi menjadi lahan tempat parkir kendaraan.

Gambar 8.5 Tempat parkir mobil. Sumber : dok. pribadi

Gambar 7.6 Fungsi komersil. Sumber : dok. pribadi

Gambar 9.7 Potongan jalan dan jalur pedestrian depan fungsi komersil. Sumber : dok. pribadi

Fungsi Pendidikan Fungsi pendidikan berupa dua sekolah menengah, yaitu SMU Theresiana dan SMP 3. Terdapat ruang publik yang cukup lebar, namun lebih sering dipergunakan untuk parkir mobil. Tidak terdapat perbedaan ketinggian jalur pedestrian, pemisah

22

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

dengan jalan hanya berupa pemakaian material yang berbeda dengan material jalan.

Gambar 11.8 SMU Theresiana. Sumber : dok. pribadi

Gambar 10.9 SMPN 3 Semarang. Sumber : dok. pribadi

Gambar 12.10 Potongan jalan dan jalur pedestrian depan fungsi sekolah. Sumber : dok. pribadi

Ruang Publik Berupa Taman Terdapat taman publik yang terletak di pertemuan Jl. Mayjen Sutoyo dengan Jl. Ki Mangun Sarkoro dan Jl. KH. Ahmad Dahlan. Jalur pedestrian berupa perbedaan ketinggian yang memisahkan jalur pedestrian dengan jalan. Selain itu juga memakai material berupa paving blok.

23

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Gambar 14.11 Ruang publik berupa taman. Sumber : dok. pribadi

Gambar 13.12 Ruang publik berupa taman. Sumber : dok. pribadi

Gambar 15.13 Potongan jalan dan jalur pedestrian di depan taman. Sumber : dok. pribadi

3.4 Titik Keramaian Titik keramaian pada ruas jalan ini dilihat dari 2 sisi, yaitu titik keramaian kendaraan bermotor dan titik keramaian aktivitas pejalan kaki. Namun yang dibahas dalam penelitian ini adalah titik keramaian pejalan kaki.

24

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Titik Keramaian Pejalan Kaki Aktivitas publik yang melibatkan pejalan kaki relatif minim pada kedua ruas jalan ini. Titik keramaian pejalan kaki tertinggi hanya terjadi saat jam istirahat siang sekolah dan kantor yaitu sekitar pukul 11.00-13.00 serta pada saat kedua sekolah mengakhiri aktivitas belajar mengajarnya yaitu sekitar pukul 14.00-15.00. Selain 2 zona waktu tersebut, jalur pedestrian relatif sepi dan tidak difungsikan. Aktivitas publik terbesar dan menjadi titik keramaian pejalan kaki tertinggi ini terletak di sekitar SMU Theresiana dan SMP 3.

Gambar 16.14 Titik keramaian tertinggi pejalan kaki. Sumber : dok. pribadi

25

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Dari analisis mengenai fungsi-fungsi bangunan yang terdapat di sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan, diperoleh gambar skematik mengenai zona fungsi-fungsi bangunan di sepanjang jalan tersebut.

Gambar 17.15 Zona fungsi bangunan sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan Semarang. Sumber : dok. pribadi

KETERANGAN : : Fungsi sekolah : Fungsi taman : Fungsi komersil : Fungsi rumah tinggal

26

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

BAB IV KETERKAITAN FUNGSI BANGUNAN DENGAN KONTINUITAS JALUR PEDESTRIAN4.1 Kontinuitas Fungsi Jalur Pedestrian Pada Simpul Persilangan Jalur pedestrian yang terdapat antar simpul merupakan bagian jalur pedestrian yang terdapat di median antara Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan. Bagian jalur pedestrian ini memiliki lebar kurang lebih 2-3 meter dengan bagian tengahnya terdapat sungai yang memisahkan kedua jalan. Jalur pedestrian ini memiliki perbedaan tinggi terhadap jalan dan terdapat pepohonan rindang. Analisa kontinuitas yang mempengaruhi berfungsi atau tidaknya jalur pedestrian pada zona ini dapat dilihat dari 2 hal, yaitu kontinuitas fungsi bangunan pada persimpangan jalan dan kontinuitas fisik jalur pedestrian pada ruas Jl. Kartini dan ruas Jl. Pekunden Barat.

Gambar 18.1 Skema keterkaitan fungsi bangunan sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan.Sumber : dok. pribadi

4.1.1 Kontinuitas Fungsi Bangunan Antar Simpul Kontinuitas fungsi bangunan berpengaruh terhadap kontinuitas jalur pejalan kaki dan aktivitas pejalan kaki yang ada di dalamnya. Kontinuitas fungsi bangunan berfungsi sebagai point of interest bagi pejalan kaki untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

27

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Gambar 19.2 Skema kontinuitas fungsi bangunan pada persimpangan Jl. Mataram dan Jl. Gajahmada.Sumber : dok. pribadi

Dari gambar skema di atas dapat terlihat bahwa pada persimpangan jalan terdapat fungsi bangunan yang kontinu, yaitu fungsi komersial, sehingga secara kontinuitas fungsi bangunan jalur pedestrian ini mampu untuk memfasilitasi pejalan kaki untuk berjalan kaki secara kontinu dari ruas Jl. Kartini melewati ruas Jl. Mayjen Sutoyo hingga ke ruas Jl. Pekunden Barat, begitu juga sebaliknya. 4.1.2 Kontinuitas Fisik Jalur Pedestrian Antar Simpul Kontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian berpengaruh terhadap kontinuitas fungsinya. Apabila secara fisik jalur pedestrian terputus maka jalur pedestrian tersebut dianggap tidak dapat memfasilitasi pejalan kaki untuk melanjutkan aktivitas berjalan kakinya dari satu tempat ke tempat lainnya dan dari satu ruas jalan ke ruas jalan lainnya.

Gambar 20.3 Kondisi perbedaan lebar jalur pedestrian yang ada di Jl. Kartini dengan Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan. Sumber : dok. pribadi

28

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa jalur pedestrian pada ruas Jl. Kartini tidak selebar jalur pedestrian yang terdapat pada median Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan. Sehingga secara fisik, kontinuitas jalur pedestrian dari ruas Jl. Kartini ke ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan terputus. Namun sebaliknya, jalur pedestrian pada ruas Jl. Pekunden Barat memiliki lebar yang sama dengan jalur pedestrian yang terdapat pada median Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan sehingga secara fisik, kontinuitas jalur pedestrian pada ruas Jl. Pekunden Barat ke ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan tetap ada.

Gambar 21.4 Skema kontinuitas fisik jalur pedestrian pada ruas Jl. Kartini dan Jl. Pekunden Barat. Sumber :dok. pribadi

Dari skema di atas dapat terlihat bahwa secara fisik, jalur pedestrian pada zona antar persimpangan tidak memiliki kontinuitas dengan jalur pedestrian pada salah satu ruas jalan, sehingga menghambat pergerakan pejalan kaki untuk melanjutkan aktivitas berjalan kaki ke ruas jalan selanjutnya. Dari analisa berdasarkan kontinuitas fungsi bangunan dan kontinuitas fisik jalur pedestrian yang terdapat pada zona antar persimpangan ini, maka dapat dibuat matriks yang menggambarkan hubungan antara keduanya yang memberikan kontribusi terhadap keadaan fungsional jalur pedestrian di sepanjang zona antar persimpangan.

29

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Gambar 22.5 Matriks hubungan fungsi bangunan dan fisik jalur pedestrian pada simpul persimpangan. Sumber : dok. pribadi

D ilihat dari kontinuitas pada fungsi bangunan dan kontinuitas pada fisik jalur pedestrian, kondisi jalur pedestrian yang terdapat pada zona antar persimpangan ini masuk ke dalam kondisi 2, yaitu pada kondisi fisik jalur pedestrian diskontinu dan fungsi bangunan kontinu. Keadaan ini mengakibatkan disfungsi jalur pedestrian karena salah satu persyaratan tidak terpenuhi. Salah satu syarat jalur pedestrian yang baik adalah jalur pedestrian memiliki kontinuitas fungsi dan kontinuitas fisik jalur pedestrian baik, sehingga mampu mengakomodasi dan menstimulasi aktivitas masyarakat untuk melakukan aktivitas berjalan kaki dalam proses berpindah tempat. 4.2 Kontinuitas Fungsi Jalur Pedestrian Pada Segmen Kontinuitas fungsi jalur pedestrian sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan dapat terlihat pada salah satu segmen/bagian dari jalan tersebut. Segmen ini merupakan bagian dari ruas Jl, Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan yang jalur pedestriannya berfungsi dengan cukup baik. 30

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

KETERANGAN : 1. 2. 3. 4. 5. SMPN 3 Semarang Ruko SMU Theresiana Taman Kantor : Fungsi sekolah : Fungsi taman : Fungsi komersil

Gambar 23.6 Skema segmen kontinu pada ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I Panjaitan. Sumber : dok.pribadi

Gambar 24.7 Potongan perspektif jalan dan jalur pedestrian depan SMPN 3. Sumber : dok. pribadi

Tampak pada gambar skematis bahwa pada segmen ini terdapat beberapa fungsi serupa yang berjajar dalam beberapa kavling. Analisa apa yang menyebabkan kontinuitas dari jalur pedestrian yang terdapat di segmen ini dapat dilihat dari

31

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

kontinuitas fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian yang terdapat pada segmen ini. 4.2.1 Kontinuitas Fungsi Bangunan Pada Segmen Pada segmen ini fungsi bangunan memang beragam. Mulai dari fungsi komersil, fungsi taman, hingga fungsi sekolah terdapat pada segmen ini. Namun seperti yang dapat dilihat pada gambar skematis berikut, fungsi bangunan yang memberikan kontribusi terhadap kontinuitas fungsi jalur pedestrian merupakan bangunan yang memiliki fungsi komersil atau fungsi sekolah.

KETERANGAN : : Fungsi sekolah : Fungsi taman : Fungsi komersilGambar 25.8 Skema kontinuitas fungsi bangunan pada segmen. Sumber : dok. pribadi

Fungsi rumah tinggal yang terdapat pada segmen ini tidak memiliki kontinuitas fungsi jalur pedestriannya karena jalur pedestrian yang terdapat di depan fungsi rumah tinggal cenderung berubah fungsi menjadi taman kecil sehingga tidak memungkinkan terjadinya aktivitas pejalan kaki pada taman kecil tersebut. Sedangkan pada fungsi taman, jalur pedestrian memiliki fungsi yang baik dengan kontinuitas fungsi jalur pedestrian yang tidak terpengaruh oleh fungsi bangunan. 4.2.2 Kontinuitas Kondisi Fisik Jalur Pedestrian Pada Segmen Kontinuitas fungsi bangunan yang terdapat pada segmen membentuk keterkaitan terhadap kontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian itu sendiri. Hubungan antara kontinuitas fungsi bangunan dengan kontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian akhirnya memberikan kontribusi terhadap fungsional jalur pedestrian itu sendiri.

32

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Untuk lebih memahami hubungan antara kontinuitas fungsi bangunan dan kontinuitas kondisi fisik pedestrian dengan kontinuitas fungsi jalur pedestrian, dapat dilihat pada matriks berikut.

Gambar 26.9 Matriks hubungan fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian pada segmen kontinu. Sumber : dok. pribadi

Dilihat dari kontinuitas fungsi bangunan dan kontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian, kondisi jalur pedestrian yang terdapat pada segmen ini masuk ke dalam kondisi 1, yaitu pada kondisi fisik jalur pedestrian dan fungsi bangunan kontinu. Fungsi bangunan yang kontinu membuat kondisi fisik jalur pedestrian juga kontinu, sehingga jalur pedestrian dapat berfungsi dengan baik. Ruang yang terbentuk dari fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian yang kontinu mampu memberikan rangsangan terhadap masyarakat untuk melakukan aktivitas berjalan kaki.

33

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

4.3

Diskontinuitas Fungsi Jalur Pedestrian Pada Segmen Selain kontinuitas fungsi jalur pedestrian yang telah dijelaskan, fungsi jalur pedestrian pada ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan didominasi oleh diskontinuitas fungsi jalur pedestriannya. Diskontinuitas jalur pedestrian sepanjang Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan ini dapat terlihat pada beberapa segmen/bagian dari jalan tersebut. Segmen jalan ini merupakan bagian dari ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl,. Brigjen D.I. Panjaitan yang jalur pedestriannya tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

Gambar 27.10 Skema segmen diskontinu pada ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I Panjaitan.Sumber : dok. pribadi

KETERANGAN : : Fungsi rumah tinggal : Fungsi tempat ibadah : Fungsi komersil

Gambar 28.11 Potongan perspektif jalan dan jalur pedestrian depan fungsi rumah tinggal.Sumber : dok. pribadi

34

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Tampak pada gambar skematis bahwa pada segmen ini terdapat berbagai macam fungsi yang letaknya acak, namun ada juga fungsi rumah tinggal yang berjajar dalam beberapa kavling. Penyebab diskontinu jalur pedestrian yang terdapat di segmen ini dapat dilihat dari diskontinu fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian yang terdapat pada segmen ini. 4.3.1 Diskontinuitas Fungsi Bangunan Pada Segmen Pada segmen ini, fungsi bangunan sangat beragam, yaitu kombinasi fungsi rumah tinggal dan fungsi komersil. Namun seperti yang dapat dilihat pada gambar skematis berikut, fungsi yang terlihat kontinu adalah fungsi rumah tinggal yang jalur pedestriannya difungsikan sebagai taman kecil. Sedangkan fungsi komersil terletak berselang-seling dengan fungsi rumah tinggal sehingga fungsi bangunan pada segmen ini mengalami diskontinuitas. Adapun fungsi tempat ibadah tidak diskontinu dikarenakan fungsi bangunan ini sudah jarang dipergunakan.

1

2

KETERANGAN : : Fungsi rumah tinggal : Fungsi tempat ibadah : Fungsi komersilGambar 29.12 Skema segmen diskontinu pada ruas Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I Panjaitan.Sumber : dok. pribadi

4.3.2 Diskontinuitas Kondisi Fisik Jalur Pedestrian Pada Segmen Diskontinuitas fungsi bangunan yang terdapat pada segmen membentuk keterkaitan terhadap diskontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian itu sendiri. Diskontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian menyebabkan aksesibilitas pejalan kaki dari satu fungsi bangunan ke fungsi lainnya menjadi terhambat sehingga 35

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

tidak mendorong dan merangsang masyarakat untuk melakukan kegiatan berjalan kaki pada segmen ini. Hubungan antara diskontinuitas fungsi bangunan dengan diskontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian akhirnya memberikan kontribusi terhadap fungsional jalur pedestrian itu sendiri.

KETERANGAN : : Fungsi rumah tinggal : Fungsi tempat ibadah : Fungsi komersil : Jalur pedestrian yang tidak berfungsiGambar 31.13 Perbesaran segmen 1. Sumber : dok. pribadi

Behrem di depan fungsi rumah tinggal. Jalur pedestrian tidak berfungsi karena tidak adanya jalur pedestrian.

Jalur pedestrian tidak berfungsi maksimal karena tidak ada fungsi bangunan di sepanjang jalur pedestrian sebagai kelanjutan dari fungsi bangunan yang terletak pada simpul persimpangan.

Behrem di depan fungsi rumah tinggal. Jalur pedestrian tidak berfungsi karena tidak adanya jalur pedestrian.

Gambar 30.14 Potongan pada segmen 1. Sumber : dok. pribadi

36

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

KETERANGAN : : Fungsi rumah tinggal : Fungsi tempat ibadah : Fungsi komersil : Jalur pedestrian yang tidak berfungsiGambar 33.15 Perbesaran segmen 2. Sumber : dok. pribadi

Behrem di depan fungsi rumah tinggal. Jalur pedestrian tidak berfungsi karena tidak adanya jalur pedestrian.

Jalur pedestrian tidak berfungsi maksimal karena tidak ada fungsi bangunan di sepanjang jalur pedestrian sebagai kelanjutan dari fungsi bangunan yang terletak pada simpul persimpangan.

Jalur pedestrian berubah fungsi sebagai tempat parkir kendaraan. Masih dapat dilewati pejalan kaki. Menjadi tidak berfungsi apabila fungsi bangunan tidak kontinu.

Gambar 32.16 Potongan pada segmen 2. Sumber : dok. pribadi

37

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

Untuk lebih memahami hubungan antara diskontinuitas fungsi bangunan dan diskontinuitas kondisi fisik pedestrian dengan diskontinuitas fungsi jalur pedestrian, dapat dilihat pada matriks berikut.

Gambar 34.17 Matriks hubungan fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian pada segmen diskontinu. Sumber : dok. pribadi

Dilihat dari diskontinuitas fungsi bangunan dan diskontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian, kondisi jalur pedestrian yang terdapat pada segmen ini masuk ke dalam kondisi 4, yaitu pada kondisi fisik jalur pedestrian dan fungsi bangunan diskontinu. Keadaan ini mengakibatkan disfungsi jalur pedestrian karena kedua persyaratan tidak terpenuhi. Kontinuitas fisik jalur pedestrian akan mempengaruhi

kenyamanan para pejalan kaki dalam melakukan aktivitas berjalan kakinya. Jika secara fisik jalur pedestrian tersebut diskontinu, maka tidak mampu

mengakomodasi dan menstimulasi aktivitas masyarakat untuk melakukan kegiatan berjalan kaki dalam proses berpindah tempat. Kondisi tersebut diperkuat

38

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

dengan adanya fungsi bangunan yang acak sehingga membuat ruang-ruang depan bangunan menjadi tidak terdefinisi dengan baik.

KETERANGAN : : Jalur pedestrian yang dapat digunakan : Jalur pedestrian yang tidak dapat digunakanGambar 35.18 Potongan memanjang. Sumber : dok. pribadi

Dari gambar potongan memanjang tersebut dapat terlihat gambaran bagaimana kontinuitas jalur pedestrian yang terjadi akibat perbedaan fungsi bangunan dan kondisi fisik jalur pedestrian yang berbeda-beda di depan tiap fungsi bangunan.

39

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

BAB V KESIMPULAN

Kontinuitas fungsi bangunan mempengaruhi kontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian yang pada akhirnya membentuk keterkaitan dengan disfungsi jalur pedestrian di Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan.

Fungsi bangunan berupa fungsi komersil dan fungsi publik seperti sekolah dan taman memiliki kontribusi yang baik untuk merangsang kegiatan berjalan kaki sebagai sarana berpindah tempat.

Kontinuitas fungsi bangunan dan kontinuitas kondisi fisik jalur pedestrian saling berkaitan dalam berfungsi atau tidaknya sebuah jalur pedestrian. Fungsi bangunan yang menerus bila tidak disertai dengan kondisi fisik jalur pedestrian yang juga menerus akan menyebabkan tidak adanya jalur pedestrian yang dapat dipergunakan untuk mengakomodasi kegiatan berjalan kaki. Sedangkan kondisi fisik jalur pedestrian yang menerus bila tidak disertai dengan fungsi bangunan yang menerus akan menyebabkan tidak adanya point of interest untuk berjalan kaki.

Jalur pedestrian yang menghubungkan antar simpul pertemuan jalan menjadi tidak tepat guna karena hanya menghubungkan fungsi-fungsi komersil yang terdapat pada simpul pertemuan Jl. Mayjen Sutoyo dan Jl. Brigjen D.I. Panjaitan dengan Jl. MT. Haryono dan Jl. Gajahmada.

40

Yonatan Gayus W. 2006420081 l SKRIPSI 29Keterkaitan Antara Disfungsi dan Diskontinu Jalur Pedestrian dengan Keberadaan Fungsi Bangunan

DAFTAR PUSTAKAGoogle earth satellite imagery, Oktober 2010, Semarang, www.googleearth.com/intl/id/Semarang.html Jacobs, Allan. (1995). Great Streets. Cambridge, England: The MIT Press. Listianto, Indra Pawaka. (2006). Hubungan Fungsi dan Kenyamanan Jalur Pedestrian: Studi Kasus Jl. Pahlawan Semarang. Semarang. Indonesia: Thesis Universitas Diponegoro. Lynch, Kevin. (1960). The Image of the City. Cambridge, England: The MIT Press. Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York, USA: Van Nostran Reinhold Company. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta, Indonesia: Balai Pustaka. Wikipedia free encyclopedia, September 2010, Pedestrian, en.wikipedia.org/wiki/Pedestrian Wikipedia free encyclopedia, November 2010, Boulevard, en.wikipedia.org/wiki/Boulevard Zahnd, Markus. (2006). Seri Strategi Arsitektur 2: Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta, Indonesia: Soegijapranata University Press.

41