chitosan article

12
PERBANDINGAN AKTIVITAS PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI KITOSAN KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon) DAN CANGKANG KEONG MAS (Pomacea canaliculata) SECARA IN VITRO Artikel Andi Tri Hari Astanto 1040812005 PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG 2012

Upload: andi-tri-hari-astanto

Post on 06-Aug-2015

202 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

all about chitosan here

TRANSCRIPT

Page 1: chitosan article

PERBANDINGAN AKTIVITAS PENURUNAN KADAR ASAM URAT

DARI KITOSAN KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon) DAN

CANGKANG KEONG MAS (Pomacea canaliculata) SECARA IN VITRO

Artikel

Andi Tri Hari Astanto

1040812005

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI

SEMARANG

2012

Page 2: chitosan article

Artikel

PERBANDINGAN AKTIVITAS PENURUNAN KADAR ASAM URAT

DARI KITOSAN KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon) DAN

CANGKANG KEONG MAS (Pomacea canaliculata) SECARA IN VITRO

Andi Tri Hari Astanto

1040812005

Telah disetujui oleh :

Pembimbing 1

Drs. Agus Suprijono, M.Kes., Apt. Tanggal…………………….

Pembimbing II

Lia Kusmita S.Si., M.Si. Tanggal…………………….

Page 3: chitosan article

1

PERBANDINGAN AKTIVITAS PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI

KITOSAN KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon) DAN CANGKANG

KEONG MAS (Pomacea canaliculata) SECARA IN VITRO

THE COMPARISON OF ACTIVITY DECREASING OF URIC ACID LEVELS FROM

WINDU SHRIMP’S (Penaeus monodon) SKIN CHITOSAN AND GOLDEN SNAIL’S

(Pomacea canaliculata) SHELL CHITOSAN BY IN-VITRO

Andi Tri Hari Astanto, Agus Suprijono, Lia Kusmita.

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang

ABSTRAK

Hiperurisemia adalah suatu kondisi tingginya kadar asam urat dalam darah

yang terjadi karena penumpukan asam urat dalam tubuh manusia secara

berlebihan. Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal yang merupakan hasil

akhir dari metabolisme purin penyebab utama penyakit gout atau orang awam

menyebutnya penyakit asam urat. Beberapa zat baik sintetis maupun alami diduga

mampu menurunkan kadar asam urat salah satunya adalah kitosan. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas penurunan kadar asam urat dari

kitosan dan membandingkan aktivitasnya antara kitosan udang dan kitosan keong.

Kitosan merupakan bipolimer alami turunan dari kitin melalui 3 tahap yaitu

deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Hasil akhir berupa kitosan dianalisis

metode FT-IR untuk menentukan derajat deasetilasinya. Dibuat Larutan asam urat

konsentrasi 10 ppm, dan kitosan dibuat 7 seri konsentrasi antara lain 50 ppm, 100

ppm, 200 ppm, 400 ppm, 500 ppm, 600 pm, 800 ppm kemudian diukur perbedaan

absorbansi larutan asam urat setelah dan sebelum penambahan kitosan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kitosan memiliki aktivitas penurunan kadar asam

urat, pada konsentrasi tertinggi 800 ppm pada kitosan udang dan keong berturut-

turut sebesar 52.11% dan 50.81% terhadap hasil aktivitas penurunan kadar asam

urat, namun berdasarkan uji statistika tidak terdapat perbedaan signifikan.

Kata Kunci : Kitosan, udang windu, keong mas, hiperurisemia, asam urat

ABSTRACT

Hiperurisemia is a condition of high uric acid levels in the blood which

occur due to the excessive buildup of uric acid in the human body. Uric acid is

acid shaped crystalline which is the end result of the metabolism of purine as the

main causes of gout or layman called it uric acid disease. Several synthetic or

natural substances allegedly capable of decrease the levels of uric acid one of

them is chitosan. The aim of this research is to find out the decreasing activity

uric acid levels of chitosan and compares its activities between shrimp and shell

Page 4: chitosan article

2

chitosan. Chitosan is a natural derivative of chitin biopolimer through 3 stages,

i.e. deproteinization, demineralization, and deacetylation. The final result is

kitosan then analyzed using FT-IR method to determine the degree of

deacetylation values. A solution of uric acid is made concentration of 10 ppm, and

chitosan are made in 7 series concentration of 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400

ppm, 500 ppm, 600 am, 800 ppm then measured the difference absorbance of uric

acid solution after and before the addition of chitosan. The result showed that

chitosan having activity of decreasing levels of uric acid, in the highest

concentration 800 ppm of shrimp chitosan and shell chitosan in a row are

52.11% and 81% against result of decreasing activity of uric acid levels, but

according to statistical tests there was no significant difference.

Keywords : Chitosan, Windu Shrimp, Golden snail, hyperucemia, uric acid

PENDAHULUAN

Hiperurisemia adalah suatu keadaan tingginya kadar asam urat dalam darah

karena penumpukan asam urat dalam tubuh yang berlebih, produksi asam urat

yang meningkat, dan menurunnya proses pembuangan asam urat melalui ginjal

atau akibat peningkatan asupan makanan kaya purin (Vitahealth, 2005 : 11).

Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal yang merupakan hasil akhir

dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu

komponen asam nukleat pada inti tubuh. Kadar asam urat meningkat atau

abnormal jika ekskresi atau pembuangannya terganggu, yaitu ketika ginjal tidak

sanggup mengeluarkannya melalui kemih. Penyebab lain adalah produksi asam

urat berlebih akibat meningkatnya pembentukan purin dalam tubuh (Utami dan

Lentera, 2005 : 36).

Limbah kulit udang dan cangkang keong yang tidak terpakai pada daerah

tertentu jumlahnya sangat banyak. Padahal kandungan yang ada di dalamnya

memiliki potensi yang sangat besar yaitu mengandung 25% kitin sedangkan

derivat utama kitin adalah kitosan (Prihatman, K. 2000 : 3). Kitosan sendiri

merupakan turunan kitin yang merupakan bahan organik utama terdapat pada

kelompok hewan crustaceae, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda. Kitin yang

diderivat melalui proses deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi akan

menghasilkan kitosan. Kitosan dinyatakan dapat membantu mengontrol tingkat

Page 5: chitosan article

3

asam urat dalam darah sehingga terhindar dari penyakit encok dan batu ginjal

(Rismana, 2003).

METODE PENELITIAN

Bahan uji yang digunakan adalah kulit udang windu (Penaeus monodon),

cangkang keong mas (Pomacea canaliculata), kristal asam urat, natrium

hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam asetat glasial (CH3COOH), etanol

(C2H5OH), dan serbuk kalium bromida (KBr).

Alat-alat yang digunakan antara lain labu takar, pipet volume, corong kaca,

pipet tetes, gelas piala, tabung reaksi, perangkat refluks, spektrofotometer UV

Shimadzu 1240, Spektrofotometer IR PerkinElmer 100 dan pencetak keping KBr.

Deproteinasi. Sebanyak 100 g serbuk kulit udang dan serbuk cangkang

ditambah 1000 ml NaOH 3,5% (b/v) (perbandingan serbuk dan NaOH 1:10).

Dilakukan pemanasan suhu 60oC disertai pengadukan 50 rpm selama 60 menit.

Setelah dingin kemudian disaring. Hasil saringan dicuci dengan akuadest hingga

pH netral lalu dioven suhu 60oC hingga kering.

Demineralisasi. Hasil deproteinasi ditimbang kemudian ditambah larutan

HCl 1 N dengan perbandingan 1:7. Dilakukan pemanasan pada suhu 60oC disertai

pengadukan 50 rpm selama 60 menit. Setelah dingin kemudian disaring. Hasil

saringan dicuci dengan akuadest hingga pH netral lalu dioven suhu 60oC hingga

kering.

Deasetilasi. Hasil demineralisasi yang diperoleh direfluks dengan NaOH

50% dengan perbandingan 1:10 pada suhu 140oC

selama 60 menit. Residu dicuci

dengan akuadest hingga pH netral lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC

hingga kering.

Pembuatan Larutan Asam Urat 10 ppm

Ditimbang seksama + 50,0 mg kristal asam urat, dilarutkan dalam NaOH 1

M 2,0 mL sampai larut kemudian ditambahkan dengan etanol 50% hingga 50,0

mL (1000 ppm), kemudian diencerkan 100 kali hingga didapat konsentrasi 10

ppm.

Page 6: chitosan article

4

Pembuatan deret uji kitosan

Dilarutkan 100 mg kitosan dalam 5 ml larutan asam asetat 2%, disaring

dan dibuang bagian yang tidak larut kemudian ditambahkan etanol 50% hingga

100 mL untuk diperoleh larutan kitosan dengan konsentrasi 1000 ppm. Dari

konsentrasi 1000 ppm dibuat deret konsentrasi antara lain 50 ppm, 100 ppm, 200

ppm, 400 ppm, 500 ppm, 600 ppm, 800 ppm untuk dilakukan pengujian.

Cara pengukuran kadar asam urat

Pengujian menggunakan 5 deret konsentrasi dari masing masing kitosan

antara lain 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 500 ppm, 600 ppm, 800 ppm.

Pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan terlebih dahulu dipipet sejumlah

6,0 mL asam urat ditempatkan di dalam 7 tabung kemudian diukur absorbansi tiap

larutan asam urat tersebut, dicatat hasil dari pengukuran absorbansi awal lalu

ditambahkan dengan 3,0 mL masing-masing konsentrasi kitosan. Percobaan

dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Dilakukan juga perlakuan yang sama untuk

kontrol negatif (-) berupa penambahan 3,0 mL pelarut kitosan pada 6,0 mL asam

urat yang terlebih dahulu sudah diukur absorbansinya. Diukur lagi absorbansinya

dengan spektrofotometer UV setelah penambahan kitosan.

Analisis Data

Persen (%) penurunan = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100%

HASIL PENELITIAN

Tahap pertama adalah proses deproteinasi yang bertujuan untuk

menghilangkan protein dari serbuk kulit udang dan cangkang keong, digunakan

pereaksi berupa larutan NaOH 3,5% (b/v). NaOH berfungsi untuk memutus ikatan

protein pada serbuk sehingga protein dapat dihilangkan. Protein yang terdiri dari

asam-asam amina akan bereaksi dengan NaOH menghasilkan Na-Proteinat yaitu

garam dari protein yang akan ikut terbuang dalam proses pencucian. Reaksi kimia

pada proses deproteinasi disajikan pada gambar 1

Page 7: chitosan article

5

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Kimia Deproteinasi

Tahap kedua adalah demineralisasi, yaitu proses penghilangan mineral atau

senyawa anorganik dengan kandungan utama CaCO3 dan Ca3(PO4) dengan pereaksi

HCl 1 N. proses ini senyawa mineral akan bereaksi dengan HCl yang kemudian

larut air. Dari proses ini akan didapatkan senyawa kitin yang tidak berikatan dengan

protein dan mineral. Reaksi kimia pada proses demineralisasi dapat dilihat pada

gambar 2

Gambar 2. Reaksi mineral dengan HCl proses demineralisasi

Tahap ketiga adalah proses deasetilasi menggunakan basa kuat konsentrasi

tinggi yaitu NaOH 50% (b/v) pada suhu 140oC. Menurut No dan Meyer (1997),

rasio 1:10 menghasilkan peningkatan laju deasetilasi lebih cepat. Proses

deasetilasi merupakan titik kritis pembuatan kitosan dengan proses pengubahan

gugus asetil (-COCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2) (Kusumaningsih

dkk, 2004). Larutan NaOH konsentrasi tinggi digunakan untuk memutuskan

ikatan antar gugus karboksi dengan atom nitrogen dari kitin. Mekanisme reaksi

deasetialsi kitin menjadi kitosan dapat dilihat pada gambar 3

Gambar 3. Mekanisme Reaksi Deasetilasi Kitin

Page 8: chitosan article

6

Tujuan dari penghilangan gugus asetil adalah untuk mengurangi halangan

ruang (sterik) sehingga dihasilkan produk yang molekulnya lebih sederhana, Oleh

karena itu, kitosan lebih reaktif dibandingkan kitin serta memudahkan kelarutan

kitosan karena bentuk kitosan yang masih memiliki banyak gugus asetil (-

COCH3) tidak larut dalam sebagian besar pelarut kimiawi. Namun, dengan proses

deasetilasi akan meningkatkan gugus amina (-NH2) yang terdapat di dalamnya

sehingga lebih mudah larut dalam pelarut asam encer. Kereaktifan kitosan

dipengaruhi oleh gugus amina (-NH2) kitosan yang berpengaruh terhadap derajat

deasetilasinya. Derajat deasetilasi adalah suatu parameter mutu kitosan yang

menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen

kitin maupun kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka gugus

asetil kitosan semakin rendah sehingga interaksi antar ion dan ikatan

hidrogennya akan semakin kuat (Knoor, 1982 : 36).

Parameter yang digunakan untuk mengetahui terbentuknya kitin menjadi

kitosan yaitu menggunakan perbedaan derajat deasetilasi. Dengan adanya derajat

deasetilasi dapat diketahui jumlah penghilangan gugus asetil dari kitin sehingga

dihasilkan kitosan. Derajat deasetilasi dari kitin ≤10% sedangkan kitosan ≥60%.

Pengukuran derajat deasetilasi menggunakan metode FT-IR dengan metode base

line. Metode base line adalah metode untuk menyeleksi pita absorbsi yang

dianalisis yang tidak jatuh kembali pada pita komponen yang dianalisis. Pada

perhitungan derajat deasetilasi kitosan dilakukan perbandingan presentase

absorbansi antara gugus N-H dengan gugus C=O dari amida. Karena absorbansi

merupakan logaritma negatif dari transmitan, maka absorbansi dapat dinyatakan

sebagai berikut : A= - log 𝐼

𝐼𝑜 = log

𝐼𝑜

𝐼. Kemudian ditarik garis AB dan AC dengan

AB sebagai transmitan akhir dan AC sebagai transmitan awal gugus C=O begitu

pula pada dengan DE dan DF pada gugus N-H, lalu dihitung absorbansinya.

Gambar penarikan garis metode baseline dapat dilihat pada gambar 4

Page 9: chitosan article

7

Gambar 4. Spektra IR Kitosan Buatan dengan Penarikan Garis Metode

Baseline

Derajat deasetilasi rata-rata yang dihasilkan dari kitosan udang sebesar

80,29% dan rata- rata kitosan keong sebesar 72,88%. Hal ini menunjukkan bahwa

kitin telah dapat berubah menjadi kitosan dilihat dari persen derajat

deasetilasinya.

Penurunan kadar asam urat diduga karena adanya ikatan antara kitosan dan

asam urat. Asam urat bersifat asam lemah, pada pH normal akan terionisasi

menjadi ion urat yang dengan kation akan berikatan membentuk garam urat.

Kitosan yang dalam keadaan asam akan bersifat polikationik. Dalam larutan

asam, gugus amina bebas sangat cocok sebagai polikationik untuk mengkelat

logam atau membentuk dispersi. Karena dalam larutan asam kitosan akan

menjadi polimer dengan struktur lurus sehingga sangat berguna untuk

flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi enzim (Ornum, 1992 : 92). Hal tersebut

didukung oleh Sandford (1989) dalam suasana asam, gugus amina bebas dari

kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amina kationik (NH3+). Gambar

Reaksi kitosan dalam keadaan asam dapat dilihat pada gambar 5

Page 10: chitosan article

8

Kitosan Kitosan terpotonasi

Gambar 5. Reaksi kitosan dalam keadaan asam

Kation dalam kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan

membentuk kompleks. Reaksi yang diduga terjadi dapat dilihat pada gambar 6

Gambar 6. Reaksi kitosan terprotonasi dengan asam urat

Reaktifitas kitosan dalam penurunan kadar asam urat dilihat dari derajat

deasetilasinya. Semakin tinggi derajat deasetilasi, semakin banyak gugus yang

mampu terprotonasi membentuk gugus amina kationik untuk berikatan dengan

asam urat yang merupakan suatu anion yang bersifat elektronegatif sehingga

diharapkan reaktivitas asam urat akan berkurang.

Analisis data penelitian secara statistik dengan menggunakan SPSS

(Statistical Package For Social Scince) dengan tingkat kepercayaan 95%.

didahului dengan uji normalitas, dan uji homogenitas. Hasil pengujian dilakukan

dengan uji Anava 2 jalan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui

adanya perbedaan nilai persen penurunan asam urat antara kelompok konsentrasi.

Dari hasil perhitungan menunjukkan ada perbedaan antar konsentrasi sampel

ditunjukkan dengan signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari nilai 0,005.

Perhitungan juga menunjukkan perbedaan pada jenis sampel antara kitosan udang

dan keong yang menunjukkan signifikansi 0,010, lebih kecil dari 0,05. Uji

Page 11: chitosan article

9

statistik selanjutnya adalah uji t atau uji beda yang bertujuan untuk mengetahui

perbedaan penurunan asam urat dari kitosan udang dan kitosan keong. Dari hasil

uji t didapatkan signifikansi sebesar 0,680 lebih besar dari standar signifikansi uji

t sebesar 0,025. Dengan hasil signifikansi yang lebih besar dari 0,025 diambil

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kitosan udang dan

kitosan keong dalam menurunkan kadar asam urat.

KESIMPULAN

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh dan perbedaan pemberian kitosan udang dan kitosan keong

terhadap penurunan kadar asam urat secara in vitro dilihat dari uji statistika.

2. Dari uji statistika tidak ada perbedaan siginifikan terhadap pemberian kitosan

udang dan keong terhadap penurunan kadar asam urat.

3. Pada konsentrasi rata-rata tertinggi kitosan udang sebesar 800 ppm

memberikan penurunan sebesar 52,11% sedangkan pada kitosan keong

memberikan penurunan sebesar 50,81 %.

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut ke hewan uji untuk mengetahui

perbedaan pemberian kitosan udang dan keong terhadap penurunan kadar

asam urat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi optimum

hingga penurunan kadar asam urat konstan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Drs. Agus Suprijono, M.Kes.,

Apt. dan Lia Kusmita, S.Si., M.Si. yang telah membimbing penulis dalam

penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

Achmad Wildan, S.T., M.T. dan A.Ariani Hesti Wulan S., S.Si., Apt yang telah

memberikan masukan-masukan kepada penulis.

Page 12: chitosan article

10

DAFTAR PUSTAKA

Knorr , D. 1982. Function properties of chitin and chitosan. J.Food.Sci. (47) : 36

Kusumaningsih, Triana, Abu Masykur dan Usman Arief. 2004. Pembuatan

Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fulica). Skripsi. Surakarta

: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret.

Ornum J.V. 1992. Shrimp waste must it be wasted? Infofish (6):92

Prihatman, K. 2000. Tentang Budidaya Pertanian: Kedelai. Jakarta : Deputi

Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi

Rismana. 2003. Serat Kitosan Mengikat Lemak. http://www.kompas.com (27

Januari 2009)

Utami, P. dan Lentera. 2005. Tanaman Obat Untuk Mengobati Rematik dan Asam

Urat. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Vitahealth.2005. Asam Urat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.