cerpen (oh bunda)

41
OH, BUNDA! oleh: Alief Murobby Rintik-rintik hujan akhirnya mulai turun, membasahi kota Jogja. Mendung yang sedari tadi menggelayut, kini mulai memuntahkan isinya. Beberapa pengendara motor mulai menepikan kuda besi mereka untuk sekedar berteduh ataupun memakai jas hujan. Dinginnya air hujan rupanya tak mampu mendinginkan panasnya hati Ava. Tanpa memedulikan tangannya yang mulai kebas akibat sengatan hawa dingin dan bajunya yang basah kuyup, Ava terus menggeber Astrea Grand-nya menuju kearah barat daya, tepatnya menuju kearah alun-alun utara keraton. Ditebasnya jalanan dengan sangat lincah, tak peduli dengan orang-orang yang mengumpat saat terkena cipratan air dari motornya. Pikirannya sangat kalut. Lalu tanpa diinginkannya, Ava kembali mengingat peristiwa yang membuat hatinya sangat marah itu. *** “ Bun, uang buat bayar kuliah semester ini mana?” tanya Ava pada ibunya yang sedang menghitung uang hasil penjualan nasi pecel yang dijualnya tiap fajar di stasiun Lempuyangan. Raut muka ibunya langsung berubah. Gelisah. “ Bunda cuma dapet segini, Le,” ucap Bunda seraya menyerahkan seluruh uang yang tadi dihitungnya. Ava agak kaget begitu menghitungnya kembali. Cuma dua ratus ribu lebih sedikit. “ Bunda ini gimana sih? Kan aku udah minta sejak seminggu yang lalu, masak cuma segini? Kalau cuma segini, jelas nggak akan cukup.” Nada suara Ava mulai meninggi. Warna wajahnya pun mulai memerah, pertanda emosinya mulai tersulut. Bunda tahu persis hal itu. Insting seorang ibu, mungkin. “ Tapi Bunda hanya punya uang segini, Le. Nanti kalau dagangan Bunda laris, uangnya buat kamu semua. Bu Nugroho, tetangga kita yang kaya itu, juga bersedia meminjami ibumu ini uang. Ndak usah kuatir,” ucap Bunda dengan logat khas Jogja, sembari mengelus kepala anak laki-lakinya itu, berusaha meredam emosinya. Dengan

Upload: arrief-rahman

Post on 22-Jun-2015

155 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cerpen (Oh Bunda)

OH, BUNDA!oleh: Alief Murobby

Rintik-rintik hujan akhirnya mulai turun, membasahi kota Jogja. Mendung yang sedari tadi menggelayut, kini mulai memuntahkan isinya. Beberapa pengendara motor mulai menepikan kuda besi mereka untuk sekedar berteduh ataupun memakai jas hujan. Dinginnya air hujan rupanya tak mampu mendinginkan panasnya hati Ava. Tanpa memedulikan tangannya yang mulai kebas akibat sengatan hawa dingin dan bajunya yang basah kuyup, Ava terus menggeber Astrea Grand-nya menuju kearah barat daya, tepatnya menuju kearah alun-alun utara keraton. Ditebasnya jalanan dengan sangat lincah, tak peduli dengan orang-orang yang mengumpat saat terkena cipratan air dari motornya. Pikirannya sangat kalut. Lalu tanpa diinginkannya, Ava kembali mengingat peristiwa yang membuat hatinya sangat marah itu.

***

“ Bun, uang buat bayar kuliah semester ini mana?” tanya Ava pada ibunya yang sedang menghitung uang hasil penjualan nasi pecel yang dijualnya tiap fajar di stasiun Lempuyangan. Raut muka ibunya langsung berubah. Gelisah.

“ Bunda cuma dapet segini, Le,” ucap Bunda seraya menyerahkan seluruh uang yang tadi dihitungnya. Ava agak kaget begitu menghitungnya kembali. Cuma dua ratus ribu lebih sedikit.

“ Bunda ini gimana sih? Kan aku udah minta sejak seminggu yang lalu, masak cuma segini? Kalau cuma segini, jelas nggak akan cukup.” Nada suara Ava mulai meninggi. Warna wajahnya pun mulai memerah, pertanda emosinya mulai tersulut. Bunda tahu persis hal itu. Insting seorang ibu, mungkin.

“ Tapi Bunda hanya punya uang segini, Le. Nanti kalau dagangan Bunda laris, uangnya buat kamu semua. Bu Nugroho, tetangga kita yang kaya itu, juga bersedia meminjami ibumu ini uang. Ndak usah kuatir,” ucap Bunda dengan logat khas Jogja, sembari mengelus kepala anak laki-lakinya itu, berusaha meredam emosinya. Dengan kasar, Ava menyentakkan tangan ibunya, lalu berteriak marah.

“ Bunda yang cuma tamat SMP tau apa?! Kalo besok aku nggak bayar biaya kuliah semester ini, aku bisa di-DO tau!” bentak Ava keras. Saking kerasnya, Nina adiknya, sampai keluar dari kamarnya.

“ Kakak apa-apaan sih?” tanya Nina.

Ava menjawabnya dengan ketus,” Diem kamu, anak kecil!”

“ Kakak tuh yang diem!” Emosi Nina ikut tersulut. “ Bicara sama orangtua tuh yang sopan. Malah dibentak-bentak. Dasar durhaka!”

Plak! Sebuah tamparan melayang ke pipi Nina.

Page 2: Cerpen (Oh Bunda)

“ Jaga mulutmu!” teriak Ava.

“ Kakak tuh yang jaga mulut!” Nina langsung membalas sambil memegangi pipi kirinya yang memerah akibat tamparan Ava. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sang Bunda langsung memeluk anak perempuannya. Dia juga mulai menangis.

“ Udah, udah. Jangan berantem,” kata Bunda lirih. Ava langsung beranjak pergi meninggalkan kedua perempuan itu. Sang Bunda hanya berucap pelan, berulang-ulang.

“ Astaghfirullah.”

Tak terasa, Ava telah sampai di alun-alun utara. Suasana sore itu tak terlalu ramai, hanya ada beberapa lapak pedagang yang buka. Ava memilih duduk di salah satu bangku yang kosong, tepat dibawah pohon mahoni untuk mengeringkan pakaiannya yang basah dan menghilangkan sisa-sisa kejengkelan yang masih mengndap di dasar hatinya. Beberapa pengamen jalanan memainkan alat musik mereka. Ada gitar, harmonika, kendang, dan biola. Sederhana namun tetap nikmat untuk didengar. Tiba-tiba seorang violin jalanan duduk disampingnya. Kulitnya hitam, tapi raut wajahnya jenaka.

“ Mau request lagu, Mas? Cuma seribu per lagu,” tawar si violin. Ava merogoh sakunya dan menemukan uang dua ribu rupiah. Disodorkannya uang itu pada si violin.

“ Maen lagu apa aja, yang penting enak di telinga. Kembaliannya ambil aja.”

Si violin langsung bersiap mengambil nada awal. Saat biola mulai digesek, Ava kaget. Dia tahu persis lagu itu. Tak disangka, violin itu memainkan lagu bunda karya Melly Goeslaw. Tanpa sadar, Ava ikut bernyanyi mengiringi alunan lagu.

Kata mereka diriku slalu dimanjaKata mereka diriku slalu ditimang

Air mata Ava keluar tanpa mampu ditahannya. Ia terus menangis hingga si violin selesai membawakan lagunya.

“ Kenapa, Mas? Terharu, ya? Lha wong keturunan Mozart, je! Hehehe,” canda si violin.

“ Mas sih enak masih punya motor,” lanjutnya. “ Punya rumah, punya keluarga. Pasti enak. Nggak kayak saya. Hidup pindah-pindah. Rumah nggak punya. Orangtua nggak tau dimana.”

Violin itu terdiam sejenak. “ Tapi walaupun gitu, saya tetap bersyukur kok. Syukur masih bisa makan. Syukur masih bisa maen biola. Syukur masih bisa hidup.”

Perkataan pengamen itu membuat Ava tersadar. Apa yang telah kulakukakan? batin Ava. Padahal Bunda telah bersusah payah menghidupiku, tapi aku malah membentaknya. Aku bahkan tega menampar adikku sendiri! Dasar bodoh! Ava merutuki kebodohannya. Dia menyesal, sangat menyesal telah mengasari ibunya dan menampar adik satu-satunya.

Page 3: Cerpen (Oh Bunda)

Violin itu berkata lagi,” Saya pernah didawuhi seorang Kyai. Beliau berkata,’ Untuk urusan dunia, jangan lihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah. Lihatlah orang yang hidupnya lebih susah dari kita, supaya kita bersyukur sudah diberi nikmat lebih daripada orang lain.’ Gitu, Mas. Lho, lho, Mas. Mau kemana? Pulang?” tanyanya begitu melihat Ava bergegas menyalakan motornya. Ava ingin segera pulang ke rumah. Ke pelukan bunda.

Si violin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kebingungan. “ Apa aku salah bicara, ya?”

Saat Ava telah sampai dirumahnya yang berada di kawasan Danurejan, dilihatnya sang Bunda sedang duduk di beranda. Nina duduk disamping ibunya dengan muka ketus. Begitu melihat ank laki-lakinya pulang, wanita itu segera beranjak mendekatinya. Senyum terpatri di wajah keibuannya.

“ Alhamdulillah Le, kamu sudah pulang. Udah Bunda bilang, soal biaya kuliah, kamu nggak usah kuatir.” Sambil bicara, Bunda merogoh kantong bajunya lalu menarik sebuah kalung emas. Bunda tersenyum lagi.

“ Nanti kalung ini akan Bunda gadaikan. Uangnya buat kamu semua.”

Mendengarnya, Ava semakin merasa dirinya adalah anak yang sangat durhaka. Kalung itu adalah mas kawin yang diberikan ayahnya saat menikahi ibunya dulu. Kalung yang sangat disayangi ibunya. Ia sering melihat ibunya menangis sambil memeluk kalung itu, mungkin karena teringat pada ayah yang telah lama meninggal.

“ Bunda, pokoknya jangan pernah menjual kalung ini. Soal biaya kuliah, biar nanti Ava cari sendiri.” Ava berkata sambil menahan air matanya. Bunda menatapnya dengan bingung.

“ Lho kok…” Tanpa memberi kesempatan pada Bunda untuk bertanya, Ava memeluknya dengan sangat erat.

“ Maafin Ava, Bunda,” ucap Ava lirih, lalu ia menangis dalam pelukan ibunya. Bunda hanya tersenyum kecil, lalu berujar sambil mengelus kepala Ava.

“ Ndak papa, ndak papa. Kamu ndak pernah punya salah sama Bunda. Yang penting, minta maaf dulu sama adekmu. Tadi dia nangis terus.” Ava melepaskan diri dari sang bunda, lalu berjalan menuju Nina yang terus menatapnya. Ava berlutut di depan adiknya.

“ Maafin kakak, ya?” Nina memandang kedua bola mata Ava dengan lekat, lalu tersenyum.

“ Apologies accepted,” jawab Nina, memaafkan kakaknya. Ava lalu meraih Nina ke dalam pelukannya. Sang Bunda lalu memeluk kedua anaknya dengan sayang. Saat itu Ava bersumpah, dia takkan pernah lagi membiarkan ibu dan adiknya menangis. Dia akan membahagiakan mereka, apapun yang terjadi. Tak ada yang dapat menghentikannya. Tak ada!

*****

Page 4: Cerpen (Oh Bunda)

Move on ... “Hallo, bisa bicara dengan Jenny?”

... “Hallo, ini Bobby, bisa bicara dengan Jenny?”

... Klekkk! Tuttt tutt tuttt

Pagi itu mendadak muka Jenny masam semasam-masamnya yang dia bisa. Dina aja sampe bingung ada apa gerangan.

“Kenapa loe Jen?“

“Ga kenapa – kenapa“

“Yakin loe? Loe mandi kan pagi ini ?”

“Apa – apaan sih loe Din? Ya iyalah gue mandi!“

“Ups sorry, abisnya muka loe kusut banget. Kenapa sih?“

"Daripada loe ngurusin urusan gue mending loe urusin deh PR dari Pak Burhan.“

“Hah?? Emang ada PR ya?“

“Ada, halaman 204 bagian C dan D, essay semua tuh, 15 menit lagi masuk.“

Jenny berjalan melenggang melewati Dina, sementara Dina langsung ngacir menuju kelas.Teetttt tettt tettttttt, bel masuk. Jenny yang pagi – pagi udah galau aja di kantin langsung menuju kelas. Di kelas dilihatnya muka Dina menekuk kesel.

“Jen loe usil banget sih. Tega – teganya loe ngerjain gue. Dengan susah payah gue ngerjain tuh soal, untung si Budi bilang nggak ada PR, jahat loe!“

“Lagian loe suka banget ngabisin waktu loe buat urusin urusan orang lain.“

“Yaaa sorry, abisnya gue kesel aja liat muka loe. Pagi – pagi udah kusut banget persis orang seminggu ga mandi.“

“Gue lagi galau.“

“What?? Masih labil ya loe.“ Dina cengengesan.

“Hellooo Din, wajar dong gue labil. Umur gue aja belom 20 tahun. Sepupu gue noh, udah 21 masih aja suka galau and labil. Loe jangan mojokin gue dong. Kayak loe ga pernah galau aja.“

“Iya iya, sorry. Sensitiv banget sih loe. Galau kenapa loe? Bobby lagi?”

Page 5: Cerpen (Oh Bunda)

“Iya. Tadi pagi dia nelpon gue. Sulit Din buat lupain dia, meskipun dia udah ga satu tempat lagi sama gue, tetep aja gue masih sakit hati nginget dia. Denger suaranya aja bikin nyeri uloe hati gue Din.“

“Hmmm, kayaknya loe perloe ke psikolog deh Jen, masa loe masih beloem bisa loepain orang yang udah nyakitin loe, udah ninggalin loe, udah ga mikirin loe lagi, dan yang pastinya udah jauh banget dari loe. Ayolah Jen, itu udah setahun yang lalu, masa sih loe ga bisa lupain dia.“

“Din, loe ga ngerti karna loe ga di posisi gue. Coba kalo loe di posisi gue. Susah Din.“

“Hmmm, bukannya gue sok ngajarin sih Jen, tapi loe cantik, dan banyak yang suka sama loe, masa sih loe mau dan masih menyia – nyiakan waktu yang loe punya cuman buat orang yang hanya sepintas di hisup loe. Jen, dengerin gue ya, semua orang pasti pernah sakit hati, semua orang pasti pernah galau, tapi ga semua orang bisa mengatasinya Jen. Masa depan ...”

“Udah ah Din, gue ngomong sama loe juga kayanya percuma.“

“Ok Jen, maybe loe cuman butuh waktu.“ Dina balik lagi fokus ke bukunya, dan menghentikan bisik – bisik dengan Jenny. Sementara Jenny pura – pura dengerin Pak Burhan yang sejak jam pertama tadi sebenernya Jenny ga ngerti membahas tentang apa. Beruntung hari ini Dina dan Jenny duduk di kursi paling belakang, jadi kecil kemungkinan ketahuan Pak Burhan kalo mereka lagi ngobrol bisik – bisik.

Kalo dipikir – pikir Dina bener banget ya. Masa gue mau galau terus. Tapi sulit banget buat ngelupain Bobby. Hmmm, ntar istirahat gue tanya Igha deh, kayaknya dia lebih tau.

“Jen!!!!“

“Dina! Loe bisa nggak sih klo ga usah teriak – teriak gitu?“

“hehe, loe gue panggil daritadi ga nyahut“

“loh? Pak Burhan mana Din?“

“Bel istirahat udah daritadi nonaaaa, yok kantin yok, gue laper nih“

“ehhhmm, loe duluan aja deh, gue mau ke kelasnya Igha dulu“

“yakin loe? sekalian cuci tuh muka, kusut banget...“

“Iya iya! ngeselin banget loe“

Dina melenggang, sementara Jenny langsung menuju ke kelasnya Igha.

“Dina bener banget Jen, loe harusnya mulai ngebuka hati loe. Gue bingung, kerjaan loe setahun

Page 6: Cerpen (Oh Bunda)

ini galau mulu, kapan loe move on nya? Ingat Jen bentar lagi kita ujian, lulus, kuliah, trus misah deh. Masa loe mau terus – terusan jomblo en galau, sementara banyak cowok cakep yang ngantri mau jadi pacar loe. Contoh tuh kak Andre udah cakep, pinter, lulusan terbaik lagi. Udah gitu pacaran sama cewek terpintar di angkatannya. Ayo dong Jen move on. Lagian elo ga bisa juga kan balikin Bobby buat jadi milik loe lagi. Gue saranin deh, buka kembali otak loe tuh, buang jauh – jauh Bobby. Lama – lama gue juga kesel denger tentang tuh cowok“ Igha bernasihat panjang lebar.

Jenny terdiam. Sampai pelajaran berakhir, entah ada angin apa, kali ini dia udah ngerasa terbuka otaknya. Dina bener, dia ga mungkin terus – terusan menyesali dan menginginkan waktu kembali lagi. Begitu banyak, bahkan ribuan menit dan detik ia habiskan utnuk memikirkan Bobby yang bahkan Jenny pun ga pernah tau kabarnya lagi. Jenny juga udah bosan dengan semua kegalauannya. Jenny udah bosan bertahan dengan semua sakit hatinya. Lama – lama bisa tua dari umur gue kalo sedih terus. Igha dan Dina bener. Hidup gue masih panjang. Mungkin Bobby salah satu orang yang dititipkan sebentar untuk memberi warna di hidup gue. Gue harus berhenti.

Malamnya Jenny membuang semua yang berhubungan dengan Bobby. Semua kontak dan barang – barang yang ingetin dia sama Bobby. Semua foto – foto dia sama Bobby, dia hapus permanent dari semua gadgetnya. Tak terkecuali semua foto print out yang tertempel di dinding kamarnya. SEMUA. Semua kenangan liburan di Bali, foto – foto pas ulang tahun Jenny Bobby kasih surprise, dan yang paling nyakitin, foto – foto Bobby bersama Jenny, Kak Andre, pacarnya kak Andre, Mamah, dan Papah. Semakin Jenny ngeliatin foto – foto itu semakin nyeri di hati Jenny. Dia sangat menyadari, bahkan sesadar – sadarnya. Bobby tetap tersimpan dihatinya, entah sampai kapan. Tapi semakin yakin juga Jenny bahwa semuanya ga akan kembali, seperti kata Dina, Jenny harus bisa mengatasi sakit hatinya.

Setelah semua barang – barang itu terkunci rapat di peti, Jenny memasukkan peti tiu ke gudang. Jenny membuka laptopnya lagi, membuka semua catatannya selama setahun. Jenny membuka document baru, disana ia mengetik.

“Jika aku menyayangimu, itu bukan sepenuhnya salahmu. Tapi itu salahku yang tak pernah mengerti bahwa waktu bisa merubah segalanya. Jika aku tetap menyayangimu, itu juga bukan sepenuhnya salahmu, itu hanya salahku yang tak bisa mengerti keadaan. Hanya saja, ternyata waktu kemudia mampu membuatku mengerti keadaan. Beribu waktu, menit, jam, bahkan tak terhitung hari kuhahabiskan pikiran dan sedihku untuk mencintaimu. Aku tak pernah berhenti, hanya saja aku beristirahat , mencoba lebih memahami waktu.“

Even you are not be the part of me anymore, I am the lucky one that had have you in my life. I have to move on even my heart stil doesn’t understand what my mind’s sugestion. You are the colors of my life that gave me a pain part and beautiful part. Thats why I have to move on. 

Jenny turn off laptopnya, mencoba memejamkan mata. Berharap besok akan ada waktu untuknya menebus kembali waktu yang terbuang.

*****

Page 7: Cerpen (Oh Bunda)

HEMOFILIACerpen Sisca Ainun Nissa

Tau nggak apa itu HEMOFILIA? Hemofilia adalah salah satu jenis penyakit yang menyerang darah. Khususnya eritrosit atau sel darah merah. Hemofilia merupakan penyakit menurun yang menyebabkan darah sukar untuk membeku jika terjadi luka. Ada beberapa usaha untuk dapat mengatasi penyakit Hemofilia, antara lain yaitu mengkonsumsi makanan atau minuman yang sehat, menjaga berat tubuh jangan berlebihan, karena jika berat badan berlebihan dapat mengakibatkan pendarahan pada sendi-sendi di bagian kaki, dan berhati-hatilah dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkecil resiko terluka.

Itu sekilas info tentng Hemofilia. Alena, sahabatku sengaja memberikannya padaku. Ia ingin agar aku lekas sembuh dari penyakit yang kuderita. Ya, aku selama ini menderita Hemofilia. Penyakit itu menurun dari Mamaku. Dan sekarang Mamaku sudah tiada gara-gara ganasnya penyakit itu. Mamaku meninggal gara-gara pendarahan hebat setelah mengalami kecelakaan yang dahsyat semasa aku umur 9 tahun.

Oh, ya. Sampai lupa, kenalin aku Zeffana Asenna Putri. Aku biasa dipanggil Senna. Saat ini aku duduk di kelas dua SMP, tepatnya di kelas VIII F. Aku terlahir di antara keluarga yang bisa dibilang mampu, bahkan cukup mampu. Papaku bekerja sebagai direktur sebuah perusahaan yang ternama di kotaku. Sehingga Papa sibuk sekali dengan kariernya. Malah, setelah kepergian Mama aku sering di rumah hanya bersama kakakku, Kak Gabriel dan pembantu di rumahku, Bi Husnah.

Kak Gabriel adalah kakak yang sempurna bagiku. Perhatiannya seakan-akan lebih besar daripada perhatian papa. Aku mau kemana di anterin, mau begini di turutin. Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini sifat over protective Kak Gabriel membuatku risih. Kadang-kadang juga aku berpikir, sebenarnya Kak Gabriel itu kakakku apa bodyguardku sih?

Ya, sifat Kak Gabriel seperti itu gara-gara mandat papa. Papa takut kalau aku akan dapat nasib seperti mama, nasib yang buruk gara-gara Hemofilia. Tapi inilah hidupku, aku tak akan mampu menolak atau membelokkan takdir hidupku. Seperti apa yang tersurat dalam rukun iman di dalam Islam. Rukun iman yang keenam, yaitu iman pada takdir baik dan takdir buruk. Aku percaya Tuhan menggariskan yang terbaik dalam perjalanan hidupku.****

Kubuka mataku untuk menyambut indahnya Minggu pagi. Kutatap jendela yang menghadap ke arah mentari. Sinarnya menembus celah ventilasi. Bahkan mampu merambat lurus menerjang kaca jendela. Berat rasanya ku meninggalkan tempat tidurku yang berantakan itu. Tapi Kak Gabriel sudah mengetuk pintu kamarku berulang ulang. Terpaksa aku meninggalkan kamarku dengan langkah yang berat.

“Kak, aku masih ngantuk.” Ucapku dengan mengusap sepasang mataku.“Cepetan mandi! Lalu sarapan. Udah di tunggu sama Alena.” Ucap Kak Gabriel.“Asstafirullahal’adzim. Aku lupa kalau aku ada janji mau nglukis bareng sama Alena.”“Makannya, cepetan gi sana mandi!”

Page 8: Cerpen (Oh Bunda)

“Kak...”“Apaan lagi, Senna?”“Papa mana?”“Udah berangkat dari tadi setelah Subuh. Kamu belum bangun kan?”“Papa sibuk terus ya kak? Udah pulangnya malam, berangkatnya pagi-pagi. Huft.”“Udah. Kamu mandi aja! Kasian Alena nunggunya kelamaan.”“Sip.”“Hati-hati, jangan sampai jatuh.”“Baik, Kak Gabriel sayang.”

Setelah aku persiapkan pakaian aku bergegas menuju kamar mandi. Bagian yang ini aku SENSOR ya? Nggak usah di ceritain.

Badanku udah wangi dan bersih. Aku menemui Alena yang sejak tadi menungguku di ruang tamu. Wajahnya yang cantik menyambutku dengan senyum. Meski aku tahu, tersirat perasaan jengkel di dalam hatinya kerena ketelatanku.

“Len, sorry. I’m over sleep.” Ucapku dengan guratan senyum malu.“Ah, kamu. Kaya’ lagu wajib aja, di abadikan terus.”“Kamu Len, bisa aja. Aku yakin kamu belum sarapan kan? Ayo sarapan bareng!”“Tebakan kamu meleset jauh. Aku udah kenyang, malah yang bantu persiapan sarapan itu aku sendiri.”“Masa’ sih? Nggak yakin aku kalau seorang Alena bisa masak.”“Emang nggak bisa. Kan aku bantu nyicipin doank!”“Ah, yaudah aku sarapan dulu. Ikut nggak?”“Nggak usah. Aku tunggu di sini aja!”“Ukay.”

Aku berlalu meninggalkan Alena. Kak Gabriel sudah duduk manis di kursi ruang makan menungguku. Aku tersenyum ramah, dan kemudian makan makanan sehat yang di buat Bi Husnah. Nasi dengan lauk ikan laut dan sayur sayuran segar.

Setelah semua selesai, aku pergi naik sepeda kesayanganku menuju tanah lapang. Itu target pertama dan satu-satunya sebagai objek lukisanku nanti. Semua perlengkapan melukis sudah siap. Inspirasi sudah melekat di pikiranku sejak tadi malam. Dan kini saatnya aku menuangkan inspirasiku di atas kanvas.“Len, aku boleh nggak minta pendapatmu?”“Tentu donk, Sen. Apasih yang nggak untuk seorang sahabat? Nungguin mandi sama sarapan aja oke.”“Kamu nyindir ah, Len?”“Sorry bos. Emang mau minta pendapat tentang apa?”“Gimana kalau aku ikut extrakulikuler bulutangkis di sekolah? Biar aku bisa mewakili sekolah kaya’ kamu dan Kak Gabriel dulu.”“Kamu yakin, Sen? Lantas, bagaimana dengan...”“Hemofilia yang aku derita? Aku akan menjaga diri dengan baik deh, Len. Aku janji.”“Sen, menurutku sebaiknya jangan. Aku berkata ini karena aku sayang sama kamu. Aku tak mau

Page 9: Cerpen (Oh Bunda)

sahabat sebaik kamu kenapa-napa.”“Len, tapi tanpa olahraga berat badanku tak akan terkontrol. Dan bila aku over weight itu juga akan membahayakanku, akan menyebabkan pendarahan pada sendi-sendi di bagian kaki. Aku tahu itu dari dari artikel yang kamu bawa kemarin.”“Ya, aku tahu. Tapi nggak harus ikut bulutangkis kan? Itu nggak mudah Sen. Dan resiko untuk terjatuh sangat besar.”“Yah, andai...”“Ingat janjimu, Sen!”“Aku ingat. Aku berjaji aku tak akan mengeluh. Baiklah.”“Udah sampai. Let’s go!”****

Keinginanku untuk ikut extrakulikuler bulutangkis seakan-akan tak terbendung. Tak bisa di elakkan lagi. Aku sudah tertarik dari dulu, tapi aku baru berani mengutarakannya. Karena aku sadar Hemofilia seakan-akan merenggut cita dan masa depanku. Bagaimana reaksi Kak Gabriel jika dia tahu kalau aku ingin seperti dirinya? Akankah dia bangga ataukah dia takut seperti apa yang terjadi pada Alena? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Pagi yang indah di sekolah. Angin semilir pagi benar-benar membuat bulu romaku merinding. Terpaan angin sepoi-sepoi yang menghantam ranting-ranting kering, membuatnya satu demi satu jatuh ke tanah. Hal itu mengiringi kedatangan Alena. Senyumnya yang khas menyapaku seperti biasanya.

Tapi entah mengapa, kehadiran Alena pagi ini membuat diriku aneh. Akankah pendapat Alena kemaren yang mebuatku jadi seperti ini? Oh, aku harap jangan. Aku tak ingin membenci sahabatku hanya gara gara egoku sendiri. Tapi, setan masih berbisik padaku, memberikan sugesti-sugesti jahat yang membuat aku benci Alena.

“Eh,Senna. Kok sendiri sih? Mana Alena?” ucap Revita, salah satu anak ternama di sekolahku.“Hm, ada di kelas. Kenapa Rev?”“Sorry ya. Kemaren aku nggak sengaja buntutin kamu dan Alena waktu kamu mau ke tanah lapang. Dan aku dengar semua perbincanganmu dengan Alena. Maaf ya?”“Tak apa Rev, namanya juga nggak sengaja.”“Menurut pendapatku apa yang kamu lakukan itu sudah benar. Seharusanya kalau Alena sahabat yang baik, ia mendukung apa yang kamu lakukan. Bukan malah mengekangnya.”“Tapi, aku rasa yang dikatakan Alena kemarin demi kebaikanku, Rev.”“Aku rasa tak seprti itu. Ia tak ingin kamu ikut, karena ia tak ingin kamu jadi saingannya kelak.”“Tapi, aku kan nggak sepintar Alena. Jadi mana mungkin Alena berpikir seperti itu.”“Apasih yang nggak mungkin di dunia ini, Sen?” ucap Revita dengan ulasan senyum. “Ayo ikut aku sekarang, Sen!”“Kemana?”“Ayo ikut saja.”

Aku turuti saja apa permintaan Revita. Revita terkenal karena kekayaan orangtuanya, keelokan parasnya, dan kepintarannya dalam bergaul. Pantas aja banyak anak cowok yang jatuh hati pada Revita. Sungguh, sebuah ciptaan yang hampir sempurna.

Page 10: Cerpen (Oh Bunda)

Dibawa kemana aku? Ya Tuhan. Ternyata Revita mendaftarkanku untut ikut extrakulikuler bulutangkis. Aku nggak nyangka Revita akan sebaik ini padaku. Tapi, gimana dengan Kak Gabriel? Ah, cuek aja. Penting aku happy. Makasih Revita.****

Sejak kejadian itu, aku jadi lebih akrab dengan Revita. Dan tak jarang aku bertengkar dengan Alena serta Kak Gabriel. Mereka masih saja menentang keras kemauanku.

“Sen, kakak sayang sama kamu. Kakak nggak ingin kamu kenapa-napa.” Ucap Kak Gabriel dengan nada sungguh-sungguh.“Kak, Senna bukan anak kecil lagi yang harus selalu nurut dengan kemauan kakak. Kak, aku punya cita dan impian. Kakak, seharusnya bangga punya adik yang punya tekad kuat untuk meraih cita-citanya. Tapi apa dengan kakak? Aku ingin seperti kakak. Waktu SMP dulu, kakak pernah sampai ke tingkat provinsi kan? Aku juga ingin.”“Tapi, kondisi tubuhmu tidak memungkinkan, Senna.”“Ah, persetan apa itu Hemofilia. Aku tak perduli.”“Senn...”

Aku pergi tanpa menghiraukan panggilan Kak Gabriel, sialnya di saat aku berlari menghindar dari Kak Gabriel, aku menabrak Alena. Lepas dari mulut buaya di makan harimau. Sial sial...

“Sen.” Sapa Alena dengan senyum.“Tak usah kau sapa dan tebar senyummu. Karena kau bukan sahabatku lagi.”

Setelah mengucap kata-kata tersebut aku pergi meninggalkan Alena. Benar-benar membuatku jengkel. Minggu pagi yang biasanya menyenangkan kini malah menjengkelkan. Kenapa juga Alena main kerumahku. Ah, bajingan.****

Moment yang aku tunggu kini tiba juga. Aku sekarang lagi bertanding dengan anak SMP lain. Oh, perasaan di hatiku bercampur aduk. Perasaan senang dan gelisah. Anak SMP Nusa Harapan yang menjadi musuh bebuyutan sekolahku kini ada di hadapanku. Oh, aku semakin khawatir.

Aku tengok keadaan sekeliling. Ternyata Alena dan Kak Gabriel juga ada di sini. Mau apa mereka? Pasti mereka aku menghinaku kalau aku kalah. Tak peduli, inilah aku yang maju dengan segala kelebihanku.

Aku mulai mengayunkan raket yang aku pegang erat di tangan kanan. Cock yang membumbung tinggi ku tangkis dengan sekuat tenaga. Dan akhirnya jatuh di area lawan. Hore! Satu point untukku. Hal itu berulang berkali-kali hingga selisih scors mencapai 7 point.

Ketika aku akan mendaratkan smashku untuk yang kesekian kalinya, ternyata tangkisanku meleset. Dan cocknya jatuh tepat di depan kakiku. Aku tak mengetahuinya, sehingga aku tersandung kok tersebut. Lututku jatuh ke lapangan. “Aduh.” Aku menjerit sekali. Tapi, luka kecil di lututku menyebabkan pendarahan hebat. Banyak orang datang mengerumiku.

Page 11: Cerpen (Oh Bunda)

Aku melihat Alena dan Kak Gabriel, mereka terlihat buram, buram dan akhirnya gelap gulita. Aku tak sadarkan diri.****

Aku membuka mata perlahan. Oh, suasananya putih semua. “Dimana aku?” ucapku dalam hati. “Jangan, aku belum pengen mati.” Ucapku lantang. Tapi aku belum tahu aku ada dimana. Kulihat bayang-bayang remang berwarna hitam. “Malaikat?” pekikku tajam. “Jangan panggil aku, aku masih ingin di dunia.”

“Sen, sadar! Ini Kakak. Sen.” Ucap bayang-bayang hitam itu.

Aku membuka mataku lebih lebar lagi. Aku tatap tajam bayang-bayang hitam tersebut. Ternyata benar itu Kak Gabriel. Di sampingnya juga berdiri laki-laki separuh baya dengan kumis tipis. Setelah kucermati lagi itu papa.

“Aku ada dimana?”“Kamu di rumah sakit, Sen. Kamu baru sadar dari komamu yang sudah hampir seminggu.”

Aku sedikit lega. Ternyata aku masih hidup. Andaikan aku mati, gimana kelanjutannya ya? HANYA TUHAN YANG TAHU.

“Papa? Sena rindu papa.”“Iya, sayang. Papa temani kamu disini. Papa nggak akan kemana-mana. Papa janji, sayang.”“Terimakasih, Pa.” Kemudian aku teringat tentang pertandingan bulutangkis. “Revita mana? Aku mau minta maaf sama dia.”“Kamu salah apa, Sen?” tanya Kak Gabriel ingin tahu.“Senna nggak bisa memenangkan pertandingan bulutangkis.”“Sen, asal kamu tahu ya? Revita itu nggak benar-benar baik sama kamu. Ia hanya ingin mencelakakanmu.”“Apa buktinya kak?”“Selama kamu sakit, apa pernah Revita menjengukmu? Tak pernah, Sen. Dan kakak berharap kamu jangan terlalu dekat dengan Revita.”“Yang benar kak?”“Ya. Untuk apa kakak berbohong?”“Kak, begitu pula Alena. Dia tak menjengukku kan?”“Kamu jangan bilang seperti itu, Sen. Alena tak hanya menjengukmu, ia malah...” ucapan Kak Gabriel terhenti.“Malah apa?”“Tak penting.”****

Hangat mentari, panas membakar di siang yang terik di halaman sekolah. Tapi hatiku membeku kedinginan. Aku telah menjauh dari Alena, untuk berteman dengan Revita. Tapi setelah aku gagal, Revita malah menjauhiku. Aku merasa bersalah dengan Alena. Tapi rasa gengsi membuatku kalang kabut. Bahkan gara-gara aku jatuh kemarin, aku harus keluar dari

Page 12: Cerpen (Oh Bunda)

extrakulikuler bulutangkis. Benar-benar hancur bertubi-tubi hidupku. Semua gara-gara Hemofilia. Oh, andai penyakit itu tak aku derita.

“Hai, Sen. Kok sendirian? Bisa aku temani?” ucap Alena dengan nada ramah.“Tak usah. Pasti kamu senang kan? Hidupku sudah hancur? Tak ada lagi saingan untukmu. Sana pergi! Urus dirimu sendiri. Tak usah kau pedulikan aku lagi.”“Sen, apa maksudmu? Aku benar-benar nggak tahu.”“Ah, nggak usah sok suci kamu. Inikan yang kamu mau?”“Sen, aku hanya ingin kamu senang.”“You are not my best friend. Now and forever.” Ucapku sambil pergi meninggalkan Alena.

Jujur, sebenarnya aku merasa kasihan dengan Alena. Sahabat sebaik dia harus aku caci maki dengan kata-kata kotor seperti tadi. Kasalahan Alena tak sebanding dengan kabaikannya. Bagiku, Alena itu laksana malaikat. Tapi itu dulu.****

Aku terdiam sendiri di kamarku yang tak asing dengan kata berantakan. Tiba-tiba sepasang tangan mengetuk pintu kamarku yang terbuat dari kayu. Aku membukanya tanpa melontarkan sepatah katapun.

“Di cariin Alena tuh, Sen.” Ucap Kak Gabriel dengan menatap tajam mataku.“Ngapain tuh anak kesini. Mau cari masalah?”“Sen, Alena itu anak yang baik. Ia tulus berteman sama kamu.”“Cukup-cukup! Sebenarnya, adik kakak itu siapa sih? Aku apa Alena? Perasaan, kakak belain Alena terus.”“Sen, kakak belain yang benar.”“Terserah. Aku benci Alena. Dia merebut semuanya dariku. Sampai kakakku sendiri di rebut sama dia. Alena selalu benar dan aku selalu salah. Iya kan kak? Jujur aja!”“Sen!” nada bicara Kak Gabriel mulai meninggi. “Asal kamu tahu, sebagian darah yang ada di tubuh kamu itu milik Alena. Dan, bila tak ada Alena mungkin kamu sudah pergi dari dunia ini.”“Apa yang kakak bilang itu benar adanya?”“Ya.”

Aku berlari menemui Alena yang ternyata sudah duduk di sofa ruang tamu. Aku memeluknya dengan deraian air mata. Aku tak sanggup memperlihatkan wajahku yang hina. Yang brutal karena di telan rasa iri dan ego yang individualis.

“Len, maafkan aku. Aku memang sahabat yang tak tahu terimakasih. Sahabat yang buruk. Sahabat yang hina. Tapi kenapa kamu masih mau bersahabat denganku? Apa untungnya Len?”“Udah, Sen. Cukup! Jangan kau perlihatkan lagi air matamu di hadapanku. Tatap mataku! Lihat! Inilah persahabatan. Persahabatan yang baik tak memperdulikan untung rugi. Karena persahabatan itu di ikat dengan rasa kekeluargaan dan solidaritas.”“Seandainya aku bisa jadi sepertimu?”“Tak usah kau berpikir seperti itu. Karena aku suka kamu apa adanya. Senna yang ceria dan terus menggapai cita.”“Give applause!” ucap Kak Gabriel memecah suasana haru. “Len, sorry aku harus membeberkan

Page 13: Cerpen (Oh Bunda)

rahasia kita.”“Kak Gabriel. Jadi Senna sudah tahu tahu kalau yang mendonorkan darah untuknya itu aku?”“Ya. Sorry Len. Abisnya Senna keterlaluan banget.”“Tak apa Kak. Yang penting semua tertawa seperti semula.”“Ya terimakasih untuk Kak Gabriel, kakakku yang hampir sempurna. Dan Alena, adalah sahabat yang hampir sempurna juga.” Ucapku malu.“Lho, kok hampir sempurna semua?” bantah Alena.“Karena kesempurnaan milik Alloh semata.”

Hahahaha. Kami tertawa bersama. Emang hidup ini indah. Dan aku baru menyadarinya. Karena egoku sendiri semua jadi berantakan. Tak perlu kita jadi orang lain. Karena memang manusia diciptakan berbeda. Kenapa? Karena dengan perbedaan tersebut kita bisa saling memahami dan saling belajar.

Bener nggak? Pasti donk! Senna gitu lho!!!!!!!!!!****

KADO TERINDAHCerpen Mhey Viani

“loe gila ya Win? Gimana bisa loe nyomblangin gue sama mantan loe.” sergahku.“Firan sendiri yang minta,  ya gue kabulin.” Jawab Windi.

Sahabatku satu itu memang gila. Setelah kemaren aku dibuat bingung oleh sesosok penelfon misterius, dan ternyata dia adalah mantan Windi yang ternyata aku kenal. Dan kagetnya, dia sengaja meminta nomor handphoneku pada Windi. Setelah mengungkapkan identitas sebenarnya, Firan malah lebih sering lagi menghubungiku.“Key, kapan bisa jalan sama loe.”“kapan-kapan deh.”jawabku

Sebenarnya aku merasa gak nyaman sama Windi, tapi perhatian Firan membuatku luluh. Hingga suatu saat.“key, gue sayang sama loe. Loe mau jadi cewek gue?” ucapan Firan mengagetkanku.“Firan..loe mantan sahabat gue, gue gak mungkin jadian sama mantan sahabat gue sendiri. Gue takut dia tersakiti.”“udahlah Key, Windi gak papa kok. Dia ikhlasin gue, gue tuh cuma temenan aja sama dia sekarang.”

Tiba-tiba panggilan telepon pun tertahan,dan tiba-tiba ada suara Windi.“udahlah Key,santai aja. Kita udah gak ada apa-apa,lagian gue gak mungkin ngabulin permintaan dia buat minta comblangin sama loe kalau gue masih sayang sama dia.” Ucap Windi.“tapi  Win…”“udah denger sendiri kan,,Windi aja gak pa-pa.” Firan memotong kalimatku dan Windi pun mematikan teleponnya.

Page 14: Cerpen (Oh Bunda)

“jadi gimana?” Tanya Firan lagi.“sebenernya sih gue juga sayang sama loe…Cuma..”“makasih ya Key,gue seneng banget. Jadi lo mau jadi pacar gue.” Lagi-lagi Firan memotong kalimatku. Aku hanya bisa menganggukkan kepala.“iya Fir..”jawabku kemudian.***

Gak terasa udah seminggu aku jadian sama Firan. Memang indah,karena perhatian Firan mampu melunakkan hatiku. Namun lama kelamaan aku semakin merasa bersalah dengan Windi. Hingga suatu hari Firan terkejut dengan ucapanku.“Fir..kayaknya hubungan kita udah gak bisa dilanjutin lagi deh. Aku terus merasa bersalah sama Windi,aku tahu perasaan dia gimana ngeliat kita jalan berdua. Walaupun dia gak bilang, tapi aku tahu Fir..” ucapku.“Key,Windi gak kayak gitu. Dia ikut seneng kok ngeliat kita. Lagian gak ada apa-apa juga kan, gak ada yang berubah kan dari sikap Windi sejak kita jadian.” “iya Fir..tapi aku tahu perasaan dia sebenarnya. Lebih baik kita temenan aja dulu ya.” Aku tetap nekad pengen putus sama dia. Sesaat dia terdiam.“hmm…ya udah deh kalau memang itu mau kamu. Tapi kita tetep temenan kan,gak pa-pa kan kalo aku tetep sayang sama kamu.” Ucap Firan kemudian.

Aku hanya mengangguk lalu pergi dari hadapan Firan.Suatu hari Windi mendekatiku, ternyata dia heran melihat aku dan Firan sudah jarang kelihatan berdua.“Key..mana Firan. Gue gak pernah lagi liat dia sama loe jalan.”“mmm…gue udah gak sama Firan lagi Win. Gue gak enak sama loe,gimana perasaan loe liat kita jalan, loe kan mantannya dia.” Jawabku jujur.“ya ampun Key…gak gitu juga kali. Gue nyantai aja,gue gak ada rasa apa-apa lagi sama dia. Ngapain sih loe mutusin dia,,gue ikut seneng liat dia sama loe jadian. Gue tahu loe baik buat dia.” Jelas Windi. Aku hanya bisa terdiam dan mengangkat bahu.“ya gimana lagi,, udah putus juga,udah kejadian.”lanjutku kemudian.“gue yakin bentar lagi dia bakal minta loe buat  balikan lagi sama dia. Gue tahu Firan gimana.”

Sepulang sekolah, tanpa ganti baju lagi aku langsung merebahkan diri di kasur empukku. Saat baru akan memejamkan mata, dering handphone mengejutkanku dan tertera nama Firan di sana.“iya Fir..kenapa?”tanyaku“kamu lagi ngapain Key? Udah makan belom? Aku ganggu gak?” Tanya Firan bertubi-tubi.“gak lagi ngapa-ngapain. Gak kok gak ganggu.” Jawabku seadanya.“gimana kabar kamu, baik-baik aja kan?” Tanya Firan lagi“baik kok..kamu?”“baik juga. Ya udah ya Key,baik-baik ya. Aku cuma pengen denger suara kamu aja kok.” Ucap Firan kemudian dan dia langsung mematikan telepon. Mendengar ucapan terakhirnya, aku terdiam.***

Setelah hampir 1 bulan aku putus dengan Firan, muncul seorang yang ingin jadi pengganti Firan. Namun sama dengan Firan dulu, aku belum kenal lama dengan Gion. Tapi untuk sekedar

Page 15: Cerpen (Oh Bunda)

melupakan Firan bolehlah pikirku. Akhirnya setelah aku pikir-pikir,aku juga menerima Gion. Gak kerasa hubunganku dengan Gion bertahan lama hingga hampir 6 bulan, namun semakin lama aku semakin merasakan bahwa sifat Gion mulai berubah. Dia emosian dan mulai posesif serta temperamental. Aku mulai mencoba untuk lepas dari dia, namun ancaman-ancamannya terus membuatku takut. Hingga hampir satu bulan aku bertahan dalam keadaan penuh tekanan, hingga akhirnya tiba-tiba sosok Firan datang lagi.“hai Key, gimana kabar loe. Kok kelihatannya loe sakit yah? Pucat banget wajah loe” ujar Firan saat bertemu di sebuah kafe. Memang sejak bermasalah dengan gion, aku mulai berubah. Karena penuh tekanan, aku sering memikirkan masalah itu sehingga kesehatanku menurun. Aku hanya memendamnya sendiri karena aku takut menceritakannya kepada orangtuaku.“hmm..gak pa-pa kok. Loe ngapain disini?” tanyaku mencoba menghindar dari pertanyaan Firan.“gak usah bohong Key, gue tahu dari mata loe. Cerita sama gue, gue bakal bantu loe.” Ucap Firan terdengar khawatir.

Akhirnya setelah diyakinkan oleh Firan, aku pun menceritakan semua yang aku alami dengan Gion hingga tanpa sadar aku meneteskan airmata di hadapan Firan.“hmm..maaf ya Fir, gue jadi cengeng kayak gini.”“udahlah Key, keluarin aja semua kekesalan loe. Gue akan dengerin loe kok, tenang aja yah. Gue pasti ada buat loe.” Firan merebahkan kepalaku di bahunya. Saat itulah aku merasa tenang dan damai ketika berada di samping Firan.“Fir…maafin gue yah dulu gue mutusin loe tiba-tiba. Tanpa alasan yang jelas pula.” Aku tiba-tiba membahas masa-masa yang bagiku itu adalah hal bodoh yang telah kulakukan.“ya udahlah Key,,udah terjadi juga. Sekarang juga kalo loe mau, gue pengen ngajak loe balikan lagi.” Ucap Firan yang serta merta mengagetkanku.“Fir..loe serius. Loe kan tau gue masih sama Gion.”“iya Key, gue tau. Tapi gue juga tau kalo hati loe tuh gak sama Gion. Kita bisa kok backstreet dari dia, gue bakal nyimpan rahasia ini Cuma untuk kita berdua.” Jawab Firan meyakinkanku.“loe yakin Firan..gue belum bisa lepas dari dia. Loe yakin semuanya akan baik-baik aja?”“gue yakin semuanya akan baik-baik aja. Gue akan tanggungjawab kalo ada apa-apa.”“iya Fir…gue mau. Makasih ya Fir, loe janji akan nyimpan rahasia ini baik-baik. Gue juga akan usahain untuk secepatnya lepas dari Gion.” Yakinku.“gue janji buat loe.” Ucap Firan sambil mencium keningku.***

Udah 2 minggu aku backstreet sama Firan dari Gion. Aku kadang merasa bersalah sama Firan, gimana bisa aku mengiyakan permintaanya untuk jadi yang kedua. Sementara aku tahu, itu pasti akan menyakitkan. Suatu hari aku mendengar sebuah gosip tentang Firan.“Key, mantan loe si Firan tuh kemaren jalan sama Mita. Mereka jadian yah? Bukannya Mita pacarnya Dio.” Tanya kak Vina, sepupuku.“emangnya kenapa kak? Kamu  kenal sama Dio n Mita?” jawabku sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. Jelas saja, itu menyangkut Firan.“kenal lah, Dio kan sepupunya Riko. Makanya kakak Tanya sama kamu.”

Aku  baru ingat kalau Riko, pacarnya kak Vina sepupuan sama Dio dan rumahnya pun deketan.“oh iya kak. Trus kenapa kak? Kakak mau aku nanya sama Firan. Ih gak banget lah kak, nanti dia mikir aku pengen balikan sama dia, sibuk ngurusin dia.” Jawabku.

Page 16: Cerpen (Oh Bunda)

“iya ya. Ya udah deh,gak usah diurusin ,biar Dio tahu sendiri aja.” Jawab kak Vina kemudian.

Padahal  sebenarnya aku juga pasti akan bertanya sama Firan, secara Firan pacarku. Walaupun jadi yang kedua, tapi bagiku Firan tetep nomor satu. Dan mendengar dia jalan sama cewek lain, sontak aku merasa kaget.“Fir,loe kemaren jalan sama siapa?” aku mencoba buat tidak langsung menayakan tentang Mita.“aku kemaren gak jalan kok Key, aku dirumah aja.” Jawab Firan.“beneran?”“iya Key, beneran.” Yakin Firan.“oh, kayaknya Firan mulai nyoba boong sama gue. Apa maksudnya? Apa dia udah bosen sama hubungan ini. Tapi kenapa harus dengan cara kayak gini? Kalo udah gak kuat, kenapa gak bilang aja? Lagian kemaren gue juga gak minta, kan dia sendiri yang minta dijadiin yang kedua, lagian walaupun yang kedua, dia gak harus bebas jalan sama cewek lain juga dong.”  Batinku yang merasa kesal telah dibohongi Firan.“Key..kenapa diem?” Tanya Firan.“oh nggak, cuma pengen tahu aja. Oh iya Fir, gue cuma mau bilang. Kalo loe udah gak tahan dengan hubungan kita ini, kita cukup disini aja. Gue juga gak mau loe terus-terusan berada di posisi kayak gini. Loe bisa bebas juga kan mau jalan sama cewek lain, mau nyari cewek lain tanpa ada yang ngalangin.” Ucapku seketika.“loh kok? Gue seneng kok di posisi kayak gini, gue nikmatin.”“udahlah Fir, jangan boong. Kemaren loe jalan sama Mita kan. Kalo loe udah jenuh sama hubungan ini, loe bisa bilang sama gue, bukan dengan cara kayak gini. Gue tahu loe yang kedua buat gue, tapi bukan berarti loe bisa bebas jalan sama cewek lain.” Sergahku.“oh..jadi karena itu loe marah sama gue? Iya gue akuin kemaren gue jalan sama Mita, tapi…”“udahlah gak ada tapi-tapian. Sekarang gue bebasin loe buat jalan sama cewek lain. Udah cukup loe jadi yang kedua buat gue. Selamat bersenang-senang ya. Maafin gue udah jahat sama loe.” Aku memotong kalimat Firan dan langsung mematikan panggilan. Beberapa kali Firan mencoba menelpon balik, tapi tidak kuhiraukan.***

2 hari lagi ultahku yang ke-17 dan aku berniat untuk merayakannya. Namun hingga ultahku kali ini, sudah sekitar 1 bulan masalahku dengan Gion tak kunjung usai. Firan yang selalu membuatku tenang, juga telah hilang.

Saat  malam pesta ultahku, yang datang pertama kali adalah Gion dan dia langsung terus berada di sampingku dan ikut menyalami teman-temanku yang datang.“ih..ngapain sih nih Gion disini terus.Ya Allah..aku mohon jauhkanlah Gion dari kehidupanku untuk selama-lamanya.  Gue gak mau kenal dia lagi.” Gumamku dalam hati.“kak, risih nih sama Gion. Maunya sampingku melulu.oh iya, kak Riko mana?” Aku curhat sama kak Vina,satu-satunya orang yang tahu masalahku dengan Gion.“kamu pindah aja, jangan ditanggepin,anggap aja dia gak ada kalau dia terus deketin kamu. Kak Riko bentar lagi dateng kok, dia lagi nunggu mobilnya yang dipake Dio buat jalansama Mita.”“loh masih sama Mita? Kan kemaren kakak bilang Mita jalan sama Firan.”“iya sih, ternyata Firan sama Mita itu cuma temen deket. Mereka udah lama temenan dan memang sering jalan berdua,kemaren juga Mita minta Firan buat nemenin dia ke took buku soalnya Dio lagi ada kegiatan. Dio juga kenal kok sama Firan.” Jelas kak Vina. Aku kaget dan

Page 17: Cerpen (Oh Bunda)

terdiam mendengarnya, kemaren aku udah curiga sama Firan bahkan langsung mutusin dia. Dia gak sempat ngejelasin soalnya aku udah motong kalimatnya duluan. Aku pun merasa menyesal karena selama ini Firanlah yang selalu nenangin aku.

Satu persatu teman-temanku datang, dan pada saat acara tiup lilin akan dmulai. Teman-temanku yang berada di depan terdengar riuh, sempat terdengar teman perempuanku menjerit. Kamipun mencoba melihat apa yang terjadi. Hampir semua teman-temanku ikut berlarian ke depan rumahku. Saat aku berlari, aku melihat sebuah kendaraan terbaring di depan pagar rumahku dan aku tercengang melihatnya. Itu adalah motor Firan.“Firan..itu motor Firan. Aku yakin itu. Tapi kenapa Firan disini? Dari tadi aku juga gak ngeliat Firan, dan aku juga gak pernah ngasih tahu dia kalo aku ngerayain pesta.” Au mencoba menerka-nerka.“Key..Firan.” kak Vina langsung menghampiriku dan menarik tanganku kearah temen-temenku yang sedang mengerumuni sesuatu. Saat melihat apa yang ada di tengah-tengah mereka, seseorang yang terbujur kaku dengan kepala bersimbah darah. Aku terduduk di hadapannya dan sontak aku menjerit sambil meneteskan airmata.“Firan………bangun Firan. Kenapa bisa kayak gini. Bangun Firan..” aku menjerit memanggil nama Firan. Namun Firan tetap terbaring lemah, beberapa detik kemudian mata Firan perlahan terbuka, dia tersenyum dan dengan bersusah payah dia mencoba meraih pipiku. Aku meraih tangannya dan melekatkannya ke pipiku. Setelah itu dia kembali memejamkan mata dan perlahan tangannya terlepas dari genggamanku.“Firan……………..”aku menangis dan langsung memeluk firan. Tak kuhiraukan gaun pestaku telah dipenuhi oleh darah. Gion mendekatiku dan menarikku. Tak kuhiraukan panggilannya, aku malah menepis tangannya dari pundakku. Kemudian kak Vina mendekatiku.“Key, tadi kakak nemuin ini di dekat tubuh Firan.” Kak Vina memberikan sebuah kotak mungil yang lucu.“dengan meneteskan airmata, perlahan aku membuka kado tersebut. Isinya adalah sebuah kalung bertuliskan my angel dan sebuah kartu kecil.” Aku membaca tulisan di kartu tersebut.“Keyla my angel,happy birthday ya. walaupun kisah kita begitu singkat,tapi semuanya begitu indah. Makasih ya udah jadi my angel. Aku akan selalu sayang kamu.”

Setelah membaca tulisan itu, aku kembali menangis histeris memanggil nama Firan. Ternyata Firan ingin memberikan kado untukku. Aku menyesal karena beberapa hari yang lalu, aku marah-marah sama Firan dan bahkan sampai mutusin dia karena kecurigaanku yang ternyata salah. Ternyata Firan masih ingat dengan ultahku, dan dia memberikan sesuatu untukku, namun sekarang penyesalanku terlambat. Firan telah pergi dan aku hanya bisa mengungkapkan penyesalan itu pada pusaranya nanti. Tak lama ambulan datang membawa jasad Firan. Gion pun kembali mendekatiku dan mencoba menenangkanku.“udahlah Key, Firan udah gak ada, gak usah ditangisin.” Ucap Gion.“diem kamu. Ini semua gara-gara kamu. Aku tuh gak pernah ngarepin kamu ada di pestaku malem ini, udah cukup kamu bikin hidupku tersiksa, penuh tekanan. Bukan hanya sakit hati, tapi sakit jiwa raga. Kamu tuh manusia gak punya hati, aku nyesel kenal sama kamu. Pergi kamu dari hidup aku, sebelum aku berbuat nekad. Silahkan kamu bertobat sebelum kamu nyusul Firan dan kamu bakal tersiksa lebih dari rasa sakit aku yang udah kamu bikin tersiksa. Gue benci loe, jangan pernah anggap gue ada. Gue gak pernah dan gak akan pernah mau lagi denger nama loe dan liat wajah loe dhadapan gue.” Aku memaki-maki Gion di hadapan teman-temanku. Malam

Page 18: Cerpen (Oh Bunda)

itu semua kekesalan yang ku pendam selama ini seketika ku keluarkan.“Keyla…” Gion mencoba memegang tanganku dan aku langsung menepisnya.“pergi…..gue gak butuh loe. Loe cuma bikin hidup gue hancur.” Aku menunduk, enggan menatap wajah Gion.  Gion terdiam di hadapanku.“gue bilang pergi, jangan harepin gue lagi buat kenal sama orang gk punya hati kayak loe. Dosa terbesar gue kenal sama loe. Loe tau itu?” makiku sambil terus menunduk. Aku pergi meninggalkan Gion dan teman-temanku. Gion kembali menarik tanganku.“jangan coba sentuh gue.” Aku menepis tangan Gion dan berlalu pergi tanpa menghiraukan tatapan heran teman-temanku yang penuh tanda tanya karena makian-makian yang kulontarkan tadi. Aku menarik tangan kak Vina dan memintanya untuk membawaku ke rumah sakit dimana Firan dibawa. Dari kejauhan tak lama kulihat Gion juga berlalu pergi.“Firan…maafin gue. Maafin sikap gue ke loe, gue udah berpikiran buruk sama loe. Gue nyesel sempet marah-marah sama loe dan bahkan mutusin loe. Disaat gue ingin memperbaikinya, loe udah pergi Fir. Walaupun loe pernah jadi yang kedua buat gue, tapi bagi gue loe tetep yang pertama dan terbaik untuk gue. Gue akan selalu jadi angel buat loe Fir. Semoga loe tenang yah disana, do ague akan selalu ada buat loe.  Simpan cinta gue di tidur panjang loe ya. I love you.” Bisikku kemudian di telinga Firan saat aku telah berada di hadapan jasad Firan. Dihari ultahku ini, Firan memang telah pergi. Namun cintanya akan selalu hidup dihati aku, dan kado itu…adalah kado terakhir dan terindah dari Firan.

CINTA DI AKHIR NADAOleh : Willy Irmawan

     Matahari mulai memanas dan keringat mengucur di dahiku. Masih empat lagu yang belum kubawakan , tapi ku tak sanggup lagi tuk berdiri. Akhirnya kupaksakan raga ini tuk menghibur ribuan orang. Dan akhirnya acara ini pun selesai sudah.

    Sampai di rumah , aku langsung terkulai lemas menunggu saat ku menutup mata . Akhirnya ku tertidur . Kicauan burung membangunkanku di pagi itu . Kurasakan cacing perutku berdemo ingin di beri makanan . Lalu ku berjalan selangkah demi selangkah menuju meja makan .     Betapa terkejutnya aku melihat meja makan yang penuh dengan makanan . “Siapa yang memasaknya ?” tanyaku dalam hati . Tiba-tiba muncul sosok wanita berrambut panjang berbaju putih muncul di balik pintu dapur . Dan ternyata adalah kekasihku .     Dia adalah Angel , wanita yang sangat kucintai . Penyabar , jujur , perhatian dan setia adalah sifatnya . Banyak lagu yang kuciptakan karena terinspirasi darinya . Dari bidadari yang hinggap dihatiku dan menjelma sebagai kekasih dalam hidupku .

        “ Sejak kapan kau disini ? ”, tanyaku        “ Sejak kau masih tidur . ”, jawabnya dengan senyuman manis        “ Mengapa kau tak bangunkanku ? ”, tanyaku        “ Kulihat kau begitu lelah dan menikmati tidurmu . ”, jawabnya

    Karena cacing perutku meronta-ronta , ku lahap roti keju yang ada di hadapanku . Angel melirikku dengan senyuman .

Page 19: Cerpen (Oh Bunda)

        “Lapar ya ?”, tanya Angel dengan nada manja .        “Ho’oh”, jawabku dengan menganggukkan kepala .

    Sesaat kemudian , aku mendapat telepon dari produser untuk menghadiri meeting dengannya . Padahal di hari itu juga aku berjanji pada Angel untuk menemaninya pergi ke rumah orang tuanya di Bogor . Akhirnya rencana itu pun pupus sudah dan Angel tidak jadi pergi ke Bogor karena aku harus meeting dan menggarap project dengan produser . Aku pun berjanji pada Angel bahwa bulan depan aku akan menemaninya ke Bogor .     Setiap malam aku menciptakan lagu untuk mempersiapkan album baruku yang akan dirilis bulan depan . Sehingga waktu luangku habis hanya untuk membuat lagu dan waktu untuk Angel menjadi terbengkelai . Setiap kali Angel mengajakku bertemu  aku selalu mengelak dengan alasan pekerjaan .     Tak terasa sudah tiga minggu aku tidak berjumpa dengan Angel . Rasa rindu tumbuh subur dihatiku . Tetapi saat aku bertemu dengan Angel , sifatnya sedikit agak berubah . Dia tampak pendiam dan lebih pasif . Tidak seperti biasanya yang periang dan murah senyum . Mungkin dia agak marah karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku . Hal itu tak kutanggapi dengan serius .        Sehari sebelum launching album , produser mengadakan meeting dan diakhiri dengan check sound . Hari yang kutunggu akhirnya tiba . Aku berharap launching album ini berjalan seperti yang ku inginkan dan album yang ku garap meledak dipasaran .      Di awal acara aku mendapat telepon dari Angel yang menagih janji untuk menemaninya pergi ke Bogor . Akhirnya kuputuskan agar Angel berangkat sendiri dan aku akan menyusulnya besok pagi . Tanpa jawaban , Angel langsung memutus telepon . Hal itu tak kutanggapi dengan serius . Dan acara ini pun berjalan sukses .    Tiba-tiba ada kabar yang menyebutkan bahwa Angel telah mengalami kecelakaan lalu lintas . Aku pun langsung bergegas menuju rumah sakit . Tetapi kedatanganku sudah terlambat . Angel terlebih dahulu pergi sebelum aku datang .     Air mataku jatuh terurai saat ku melihat sosok yang kucinta telah terbujur kaku di hadapanku . Wajahnya seolah tersenyum menyambut kedatanganku . Menyambut kedatangan orang yang tak punya mata hati .     Kulihat secarik kertas di samping tubuh Angel yang ternyata adalah pesan terakhirnya . Dalam pesan itu Angel menulis tiga kata yang membuatku sangat menyesal . “ Kutunggu Kau Disana “ itulah pesan yang ditulis Angel sebelum ia pergi ke Bogor . Ternyata dia sudah merasakan apa yang akan dia alami .    Mungkin , batu nisan pisahkan dunia kita , namun dirimu akan selalu ada di hidupku . Menemani dalam setiap detak jantung hingga merasuk dalam palung jiwa . Penyesalan yang selalu datang takkan membuatmu kembali . Namun kuyakin kau telah bahagia di singgasana surga . Maafkan aku Angel .

*****

Page 20: Cerpen (Oh Bunda)

Surat Terakhir dari Kak RosaOleh:  Sevty Agustin

               Malam itu,aku memasuki rumah dengan perlahan lahan. Kuperhatikan satpam rumahku terlelap ditempatnya. “hahhh,amaan,”pikirku dalam hati. Tetapi baru selangkah memasuki ruang tamu,teriakan mama sudah terdengar ditelingaku. “Niaaaaaaaa…! Jam sepuluh kamu baru pulang. Kemana aja kamu?” teriak mamaku. “mmmm,anu.. Aku habis kerja kelompok dirumah temen ma,” jawabku berbohong. “Kamu ini..!Udah pinter bohong sekarang ya.. Nih apaan!?” kata mama sambil mengangkat kantung plastic belanjaanku. “Duh!Bego banget. Kenapa gak sadar ya aku megang kantung belanjaan nih”ujarku dalam hati. “Niaaaa.. Kamu ini udah pulangnya malem,terus udah berani bohong sama mama. Tiru tuh kakakmu,Rossa. Gak pernah bohong. Terus malam malam gak keluyuran kayak kamu. Malam malam dia belajar pelajaran buat besok pagi.” Kata mamaku panjang lebar. Huh!Lagi lagi kak Rosa. Selalu kak Rosa. Kak Rosa adalah kakakku satu satunya. Kak Rosa memang beda denganku. Kak Rossa pendiam dan pintar. Sedangkan aku cerewet dan gak ada pinter pinternya. Kadang aku berfikir aku bukanlah anak kandung mamaku yang seorang single parent.

               “Sekarang kamu masuk ke kamar. Mulai besok, pulang sekolah harus langsung pulang. Gak boleh keluyuran kemana mana lagi!” kata mama untuk sekian kalinya. Beliau sepertinya sangat marah denganku. Aku memasuki kamarku dengan langkah gontai. Akh..! Coba aja aku anak tunggal dan gak punya kakak seperti kak Rosa!

               Keesokan harinya aku pergi ke sekolah dengan buru buru. Cepat cepat aku turun ke bawah dan duduk di meja sarapan bersama mamaku. Tak kulihat kak Rosa disana. “Ma,kak Rosa mana?”tanyaku ingin tahu. “Kak Rosa udah berangkat duluan. Mangkanya,biasain kamu bangun pagi pagi seperti kak Rosa,jadinya gak telat kayak gini”ujar mamaku yang lagi lagi membandingkan aku dengan kak Rosa. Tak kugubris perkataan mamaku karena saat ini yang kupikirkan adalah cepat cepat ke sekolah supaya gak telat nyampenya.

               “Hh..hh.. Nyaris aja gue telat.” Kataku dengan napas tersengal sengal. “Woy, Nia my honey.. Telat mulu’ lo!” ujar Dista teman sebangkuku. “Udah deh,jangan bikin gue tambah kesel!” ujarku. “Kesel kenapa say?Gara gara kakak lo?”Tanya Dista. “Siapa lagi”, sahutku datar. Dista hanya geleng geleng kepala dan langsung mengeluarkan buku pelajaran Fisika karena pak Ahmad sudah ada didepan pintu. Pelajaran Fisika pun berlangsung dengan rasa kantuk mendengar ocehan dari pak Ahmad.

               “Cepetan Nia. Entar obral baju didepan stasiun udah keburu abis..”, teriak Dista. Buset deh suara tuh anak kenceng banget sampe kedengeran dari kantor guru. “Iya, iya. Lagian salah Bu Mianya nih, ngehukum nyuruh gue nulis 2 lembar rumus mtk”, kataku ngedumel. Kulihat reaksi Dista hanya diam. “Woi,lo kerasukan ya? Bengong aja,jadi pergi gak?”, kataku. “mmmm,kayaknya gak bisa deh Nia,tuh kakak lo udah jemput di gerbang sekolah”ujar Dista. What?! My sister ngejemput gue? Tumben banget. Paling dia Cuma nyari muka didepan mama sok sok mau ngejemputku. Kuhampiri kak Rosa yang berada didalam mobil bersama sopir keluarga kami. “Ngapain kakak ngejemput aku?Aku gak minta dijemput!” ujarku dingin. “Kakak sekali sekali pengen jemput adik kakak yang manis ini”, kata kak Rosa. “Udah deh,kakak gak

Page 21: Cerpen (Oh Bunda)

usah sok manis didepanku. Kakak Cuma nyari muka aja kan didepan mama dengan sok sok jemput aku!”, kataku dengan nada yang tidak enak didengar. “Nggak Nia,kakak sama sekali gak…” omongan kak Rosa langsung kupotong “udahlah! Aku gak butuh penjelasan kakak.” Kataku sambil berlari meninggalkan kak Rosa. Sekilas kulihat mata kak Rosa berkaca kaca. “Alah,paling cuma akting”, gumamku. Kini aku hanya berlari gak tau tujuanku mau kemana. Yang jelas ketempat yang lebih tenang.

               Aku baru pulang kerumah setelah jam menunjukkan pukul 20.12 malam. Kubuka pintu rumahku, dan terlihatlah mama sudah berdiri didepan pintu bersama kak Rosa. Aku sudah pasrah bakal dimarahin mama habis habisan. “Niaaa..Lagi lagi kamu bikin onar. Terus ngapain lagi tadi siang pake acara bentak bentak kakakmu?”, kata mama penuh emosi. “Oh,jadi dia ngadu ngadu ke mama? Terus dia bilang apa lagi tentang aku?”,kataku tak kalah emosi. “Nia,kakak gak bilang ke mama tentang kejadian tadi siang”,kata kak Rosa dengan mata berkaca kaca. “Udah deh,kakak gak usah sok nangis nangis segala. Kakak tu jahat! Kakak slalu ngerebut perhatian mama dariku!Mending kakak gak udah ada didunia ini. Aku benci sama kakak!,” teriakku dengan air mata yang sudah membanjiri pipiku. Kemudian Plakk! Mama menampar pipiku. “Nia,bukan kak Rosa yang bilang ke mama.Tapi pak Salman yang bicara langsung dengan mama. Kamu gak pantas ngomong begitu! Dia itu kakak kandung kamu sendiri! Kamu memang beda dengan kakakmu!”, kata mamaku yang sama sekali gak ngerasa bersalah setelah menamparku. “Udah ma,ini bukan salah Nia,”ujar kak Rosa. “Ya,aku memang beda dengan kak Rosa. Kak Rosa seribu kali lipat lebih baik disbanding aku. Atau jangan jangan aku bukan anak kandung mama dan adik kandung kak Rosa. Dia selalu aja menyita perhatian mama. Di mata mama aku slalu salah. Aku benci dengan kalian semua!” ujarku sambil berlari meninggalkan mereka. Hatiku pedih dan remuk. Mengingat mama menamparku,mengingat kak Rosa penyebab semua ini.Aku terus berlari sampai aku menangkap sebuah cahaya didepanku dan aku terdorong ke depan menabrak pohon besar didepanku. Bruuuk! Suara tabrakan yang keras,belum sempat melihat siapa yang tertabrak,aku sudah tak sadarkan diri.

               Mataku terasa berat sekali. Saat benar benar sadar aku sudah berada dirumah sakit dengan mama duduk sambil menangis disamping ranjang. “Ma,apa yang terjadi?” kataku pelan. “Kemarin ma…lam sa..at kejadian itu kakakmu me..ninggal tertab…rak mobil demi nye..lamatin ka..mu sayang,” kata mama sesegukan. Apa?! Kak Rosa meninggal? Itulah harapan yang kuinginkan sejak dulu. Hidup tanpa kehadiran kak Rosa. Entah harusnya aku senang atau sedih. Tapi jauh didalam hatiku aku merasakan pilu dan sedih yang luar biasa. Tanpa sadar aku menangis. Ya Allah,apakah aku begitu kejam membenci kakakku yang meninggal gara gara menyelamatkan aku? Apakah aku menyesal menyalahkan kakakku yang tak pernah menyalahkan aku? “Ma..mama bohong kan?kak Rosa gak meninggalkan kan?” kataku dengan air mata yang semakin deras. “Benar saying.. Kak Rosa udah meninggal karena luka yang terlalu parah.Besok hari pemakamannya.Ini ada surat dari kak Rosa sebelum dia meninggal.” Ujar mama sembari memberikan sepucuk surat kepadaku. Kubaca perlahan lahan baris tiap baris surat itu.

Dear Sania adik kakak yang kakak sayangi, Nia,kakak tau kamu marah sama kakak,kamu benci sama kakak. Kakak juga tau selama ini kamu sedih slalu dibanding banding dengan kakak. Tapi kakak gak bermaksud begitu terhadap kamu Nia. Kakak sangat sayang sama Nia dan maaf apabila kakak udah nyakitin hati kamu.Kakak juga minta maaf krn gak bisa jadi kakak yang terbaik buat kamu. Dan apabila ini surat terakhir kakak untukmu,tolong jangan pernah marah dengan kakak lagi. Kakak ingin kamu slalu tersenyum.

Page 22: Cerpen (Oh Bunda)

Dan jika kakak udah gak ada lagi,tolong jaga mama baik baik dan jangan kecewain mama. Sesungguhnya mama dan kakak sangat menyayangimu Nia.

Kak Rosa

               Hatiku miris membaca surat terakhir dari kak Rosa. Kakak yang selama ini kubenci, kakak yang selama ini aku hiraukan ternyata sama sekali tak pernah benci terhadap sikapku. Kulihat tulisan tangan yang dibuat kak Rosa berantakan. Pasti saat itu dia sedang menahan sakit menulis surat ini. Kemudian aku menangis dipelukan mama.

               Hatiku miris melihat kakakku dikubur didalam tanah. Tak bias kutahan air mata yang sejak tadi membendung dikelopak mataku. Mama menangis sejadi jadinya. Aku sangat menyesal telah membenci kakakku satu satunya. Sekarang tinggal aku sendiri di tempat peristirahatan terakhir kakak. Kurogoh sakuku dan kukeluarkan sepucuk surat yang kutulis,

Dear kak Rosa yang kusayangi,

Kak,Nia mau minta maaf sama kakak. Harusnya Nia minta maaf dari dulu, tapi Nia baru sadar bahwa kakak adalah kakak yang Nia sayangi satu satunya. Kakak gak perlu minta maaf ke Nia karena kakak gak salah. Nialah yang salah sejak awal. Nia selalu benci dengan kakak,padahal kakak gak pernah benci sama Nia. Nia gak tau kalo kakak menanggung beban seberat ini gara gara Nia slalu bentak bentak kakak. Kakak adalah kakak yang terbaik bagi Nia.Kakak gak pernah marah waktu Nia marah marah sama kakak Nia memang adik yang gak tau diri. Tapi Nia janji slalu ingat pesan kakak buat jagain mama. Semoga kakak mau maafin Nia dan kakak tenang disana..

Nia

               Kuletakan surat dariku untuk kak Rosa diatas tanah kuburan. Lalu kuhapus air mata yang membanjiri pipiku dan pergi meninggalkan pemakaman dengan hati yang begitu miris.

KADO TERINDAH TERAKHIR UNTUK KAKACerpen Tiara Arya Saputri  " auuu " rinti angel kesakitan " maaf " ucap seorang pria putih dan ganteng " ya gpp " jawab angel bisa " gpp gimana kaki kamu luka " ucap laki2 itu lagi " gpp ko " " oya knalin gw rangga " ucap laki2 itu " gw angel " ucap ku yg menyebarkan senyum manis " lo skolah di sma pertiwi ?" tanya rangga banall bnjgfuuhg" loh ko tau ?? " tanya ku penasaran " ya tau lah gw kan peramal " ucap rangga pamer " gaya loe " " hehehe becanda " ucap rangga sami memamerkan pipi bakso nya

Page 23: Cerpen (Oh Bunda)

sejak saat itu aq dan rangga berteman baik

@ sekolah " hay smua " sapa kidran dgn bahagia " lo knp ?? tanya ku " iya oe knp ki " tanya ifah yg tak kalah penasaran " gw mau tunangan " ucap kidran bahagia " what ??? " ucap ku dan ifah terkejut " kalian ga seneng ya " tanya kidran " kita seneng cuma ko mendadak agian lo kan masih sma " jls ifah " bner banget tu kata ifah " tambah ku " ange , ifah gw cuma baru tunangan bom nikah " jls kidran " emng sama siapa ? " tanya ku " nama nya rangga " ucap kidran yg membuat ku terkejut " rangga ?? apa dya rangga moela soekarta ? " batin ku " angel o knp ? " tanya kidra yg menyadarkan ku dr lamunan ku " gpp ko " ucap ku berbohong

@ kantin aq meihat ifah dgn bisma karisma si play boy cap kapak aq pun berjaan ke arah sana " woii " ucap ku " ehh angel " ucap ifah " ehh monyet lo ngapain sama sahabat gw " tanya ku ke bisma " idih angel lo jahat amat " ucap bisma " ehh nyet jahat mana gw sama loe ? " tanya ku lagi " loe " jawab bisma " maksud loe " tanya ku bisma pun berdiri kan berbisik ke aq " gw tau ko klo lo suka saama rangga dan rangga itu calon nya kidran kan " ucap nya " loe tau dr mana ? " tanya ku " angel gw ini adik rangga " ucap nya lagi " omg " ucap ku shock

karna sedih aq pun berjaan ke arah danau yg ada di dekat sekolah " knp sih nga lo harus jadi calon tunangan sahabat gw ?? " triak ku kesal " knp harus marah ko itu takdir ya mau gimana " ucap seseorang yg tak asing bagi ku dan dya adaah morgan kk kelas ku " ka morgan " ucap ku " klo km mau marah percuma karna takdir itu udah di atur sama yg di atas mungkin saat ini oorang yg kamu sayang udah upa sama km " jls morgan air mata ku terus mengair bagai banjir bandang berlahan aq bersandar ke morgan " aq pinjem kak " ucap ku " ia " ucap morgan

Page 24: Cerpen (Oh Bunda)

sejak saat itu pertemanan ku dgn kak morgan semakin dekat

percepat @ cafee " agel gw mau minta maaf " ucap bisma tiba2 " maksud loe ?? " tanya ku " gw sadar klo gw udah salah buat lo sama rangga pisah " ucap bisma lagi " pisah ?? gw sama rangga ga ada hubungan apapun jadi apa yg menyebabkan kita pisah " tanya ku " ya karna gw pernah benci sama loe waktu pertama kali lo bikin malu gw saat gw nembak o lo malah nolak gw dan pass gw pacaran sama ifah gw cuma pura2 ngel " " apa ?? bis lo tega ya gw nga marah klo lo benci sama gw tp gw nga suka klo lo pacaran sama ifah cuma mau balas dendam sama gw " ucap ku " tp angel itu smua dlu dan sekarang gw beneran suka sama ifah " jls bisma " ok  . tp gw mau o tebus kesalahan loe dgn serius sama sahabat gw " pinta ku " makasi angel " ucap bismamemeluk ku " angel " ucap ifah yg tiba2 ada di sana " ifah " ucap ku bisma serentak" kalian jahat ya " ucap nya yg langsung pergi" tp fah " ucap ku yg mengejar nya

ifah pun telah teranjur sakit hati

@ seminggu kemudianhari ini adalahg hari pertunanganan rangga dan  kidran

tik tok # suara ketukan pintu rumah ku aq pun membuka pintu tersebut " rangga " ucap ku terkejut " ia ini aq angel " ucap rangga " km ngapain , km kan mau tunanagan sama kidran " " tp aq nga cinta sama kidran " ucap rangga " km nga cinta sama kidran ?? km jahat nga knp km buat sahabat aq kecewa di saat pertunangann kalian " ucap ku memarahi nya " tp angel aq suka sama km " ucap rangga " klo km sayank sama aq km harus bisa buat sahabat aq bahagia . dan aq minta maaf aq udah punya pacar " jls ku yg menahan air mata " tp ... " " maaf nga "

aq pun langsung menutup pintu rumah ku

@ tempat acara orang yg tlah mencari ke beradaan rangga tp akhir nya rangga puang juga dan karna mendengar permintaan angel tadi rangga pun mencoba untuk melupakan angel dan hidup bersama kidran selama nya

Page 25: Cerpen (Oh Bunda)

dan bisma ia pun telah bisa menjelas kan smua nya kepada ifah .

dan salah paham ku bersama ifah pun berakhir

pertukaran cincin rangga memasangkan cincing di jari kidran dan begitu pun sebalik nya kidran memasangakn cincin di jari rangga

prokkk # suara tepuk tangan

" aq bahagia bia kalian bahagia " ucap ku yg menyaksikan acara tersebut ..

2 buan kemudian

" sayank " ucap ku dr koridor sekolah " ia " jawab pacar ku itu " km dr mana ?? " tanya ku " dr hati km " ucap nya

oya knalin ini pacar aq nama nya HANDI MORGAN WINATA .

ga kerasa walau pengorbanan itu pahit tp berakir indah

dan kini aq memilih sahabat ku bukan cinta ....

karna cinta ku adalah orang yg sedang di dekat ku saat ini ...bukan rangga atau pun bisma ...

MOTIVATOR HIDUP KIARACerpen Mita Putri Indrayanti

Hening.. Malam yang begitu sunyi... Rerumpun bunga pun kelihatannya enggan tuk berkata. Hanya semilir angin malamlah yang bersemangat tuk menghabiskan waktu. Seorang wanita manis berambut panjang duduk diantara rerumpunan bunga. seminggu yang lalu dia dinyatakan lulus dari SMA ternama di Indonesia dengan prestasi yang luar biasa. ia juga berhasil menyabet julukan "siswa terpandai di Sekolah. usai mendengar kabar baik tersebut, Faiz (sahabat karib gadis tersebut) langsung saja mendaftarkan gadis itu yang kerap kali dipanggil dengan nama kiara ikut seleksi beasiswa ke Paris. awalnya memang Kiara sangat pesimis. Namun dengan dorongan Faiz, akhirnya Kiara mau mengikuti seleksi tersebut.

Dari cuplikan diatas, pasti kalian menyimulkan betapa senangnya menjadi Kiara.. Sudah pinter, punya sahabat yang super baik lagi kayak Faiz, dan kemungkinan ia dapat lolos dalam seleksi beasiswa ke Paris! Namun ternyata tidak! Kini Kiara terduduk lemah bersandar bangku panjang dengan wajah sedih, air mata selalu mengalir di pipinya. Tatapan matanya kosong

Page 26: Cerpen (Oh Bunda)

menggambarkan betapa besar luka di hatinya.Mau tau apa yang menyebabkan Kiara bersedih? Ternyata, 3 hari yang lalu, ada peristiwa yang telah mengiris hatinya. jadi begini..

Sehari setelah pengumuman kelulusan, Kiara diterbangkan ke Bandung untuk mengikuti seleksi Beasiswa kuliah di Paris. Biaya pesawat dan seleksi semua ditanggung Faiz. Maklumlah Faiz adalah putra dari mantan presiden negara Republik Indonesia. meskiun demikian, Faiz tak pernah sedikitpun bersombong diri.

Kiara berangkat ke Bandung dengan perasaan campur aduk. Namun ia tetap optimis. Tanpa sepengetahuan Kiara, Faiz menderita penyakit yang dapat sewaktu waktu merenggut nyawanya. Kanker otak stadium tiga yang ia derita kadang membuatnya hilang kesadaran, lemas, dan tak dapat menggerakkan beberapa bagian tubuhnya. meskipun demikian, ia tak pernah mau mengatakn hal tersebut kepada sahabat karibnya sendiri, yaitu Kiara. Ia tak mau membuat Kiara cemas dan menjadi tak berkonsentrasi dalam tes beasiswanya.

Seusai kepergian Kiara, penyakit Faiz semakin memarah. Kini ia tak dapat menggerakkan kedua tangan dan kakinya. seluruh rambut di kepalanya pun kini lenyap terbawa penyakitnya. Suatu ketika, malaikat Izroil telah berada disisinya hendak mencabut nyawanya. Awalnya Faiz takut dan gelisah. Namun akhirnya ia pasrah atas kehendak yang Maha Kuasa. Sebelum meninggal, Faiz mengucap pesan terakhir untuk ibu yang biasanya Faiz memanggil beliau dengan sebutan MAMA.Faiz :"Ma, kini malaikat Izroil telah berada di sisi Faiz. ini artinya Faiz akan segera mati. Faiz punya pesan terakhir buat mama."Mama :"Sayang.. Faiz jangan bilang gitu.. Faiz adalah anugerah terindah mama.. Faiz jangan tinggalin mama..."Faiz :"Tolong ma.. Relakan Faiz pergi.. Tolong juga jangan katakan bahwa Faiz sudah tiada pada Kiara.. Faiz takut hal itu akan mengganggu tesnya. Dan satu lagi.. Tolong berikan surat yang ada di laci meja belajarku pada Kiara jika ia telah kembali kesini. Usai mengatakan hal tersebut,dengan halus malaikat Izroil mencabut nyawa Faiz. Kini alam dunia telah Faiz tinggalkan.."Faizzzz....", teriak Mama Faiz histeris. Beliau belum dapat menerima kepergian putra sematawayangnya. Wlau demikian, beliau tetap menjalankan apa yang Faiz inginkan.Kiara berada di Bandung selama 5 hari. Seleksinya benar benar menguras tenaga dan pikirannya. Seusai 5 hari, Kiara kembali ke kampung halamannya. Tempat yang pertama kali ia datangi adalah rumah mewah milik Faiz. Ia sudah tak sabar ingin menceritakan segala pengalamannya selama di Bandung. Kiara sudah yatim piatu. jadi bukanlah masalah baginya bila tempat yang pertama kali ia datangi adalah rumah sahabatnya, Faiz.#@ToookkTookkToookk@# pintu rumah Faiz pun Kiara ketuk. wajah cerianya menghiasi wajah cantik Kiara. "Lama amat nih Faiz mbukanya..". Kembali Kiara mengetuk pintu rumah Faiz. #@ToookkToookkkToookk@#.. "Assalamualaikum.....!!!",teriak Kiara memecah kesunyian.Beberapa menit kemuudian, seorang wanita aruh baya yang ternyata adalah mama Faiz membukakan pintu untuk Kiara. senyum tipis tergambar dari bibir tipis milik mama faiz."Tante, Faiznya ada?",tanya Kiara enuh semangat.

Page 27: Cerpen (Oh Bunda)

"Mari masuk dulu, Nak. Pasti lelah ya habis seleksi beasiswa kuliah di Paris?", ajak mama Faiz sambil mempersilahkan Kiara masuk dan duduk di kursi tamu. Kiara un mengikuti langkah mama Faiz kemudian duduk di seberang mama Faiz."Lumayan menguras tenaga tante. Tapi, walau demikian, Kiara tetap semangat.. heheheee"#Apakah kamu akan tetap semangat aabila tau kalau Faiizzzz......# pikir mama Faiz."Tante, Faiznya kemana ya? kok sepi banget?""Bacalah surat ini, nak, kamu pasti akan tau sendiri nanti, setelah membacanya.",Kiara menerima surat yang disodorkan untuknya. Dibukanya amlop biru muda yang menyamuli surat itu. Hatinya bergetar tak menentu.Dear Kiara.........Sebelumnya aku minta maaf..Aku belum menjadi sahabat yang terbaik untukmu...Tapi inilah yang terjadi.. Aku harus pergi meninggalkanmu...ke alam lain, yaitu alam keabadian...Sungguh aku minta maaf kepadamu...Kankerku lah yang telah merenggut segala kebahagiaan kita..Kini... Aku tak mungkin dapat bercanda denganmu lagi...Kiara... Lupakan Aku! Lupakan masa lalu kita!Carilah sahabat baru, yang mampu menggantikan aku...dan mamu membahagiakanmu...ttdFaiz_sahabat Kiara Selalu(Faiz Putra Atmaja)

Air mata membanjiri pipi Kiara.. Tak dapat ia pendam rasa sakit dalam hatinya ini. Mama Faiz memeluk Kiara erat, mencoba menghibur hati yang teriris itu.."Jadi Faiz........", suara Kiara bergetar"Ia nak.. Faiz sudah meninggal oleh kankernya. yang sabar ya nak..""Tante, saya permisi pulang dulu. Assalamualaikum.."Kiara berjalan tak tentu arah. ia tak tahu harus berbuat apa. Air mata terus mengalir di pipinya. hingga ia menemukan sebuah taman yang indah. ia duduk berjam jam disitu hingga malam. surat dari Faiz terus berada di genggamannya.Tiba tiba sayup terdengar suara lembut seorang pria. Suara yang sangat Kiara kenal.#Faiz...Mungkinkah itu suaramu?# pikir Kiara. Diusapnya air mata yang membasahi pipinya. ia mencari sumber suara itu. saat membalikkan badan, ia melihatt sosok Faiz dengan berpakaian serba putih. ingin rasanya kiara mengajaknya berbicara, menyentuh tangannya, namun semua terasa kaku. saraf-sarafnya seakan tak berfungsi. faiz mengatakan hal yang menenangkan hati Kiara. Ia berkata "Sobatku... Aku sudah bahagia di Surga. Tolong jangan rusak kebahagiaanku dengan air matamu. lanjutkan hidupmu tanpaku. Aku ngga mau kamu sedih terus karenaku." kemudian bayangan Faiz pun menghilang.

"Mungkin selama ini aku bukan sahabat yang baik. Buktinya, Faiz saja sampai ku rusak kebahagiaannya.Ok, mulai sekarang, aku ngga akan sedih lagi." pikir Kiara. Keesokan hari, ketika Kiara masih memejamkan mata, ponselnya berdering. Dengan malas ia mengangkat panggilan tersebut. saat mendengar yang telepon adalah penyelenggara beasiswa, ia langsung bangkit. Dan saat iaa mendengar kabar bahwa ia berhasil masuk ke universitas Paris, ia

Page 28: Cerpen (Oh Bunda)

langsung kegirangan. ia menutup telpon tersebut dengan kata "MERCI" yang artinya "TERIMA KASIH".Kiara pun bertekad ia tak akan bersedih lagi dan akan bersungguh sungguh kuliah di Paris. Ia akan tetap mengenang Faiz di hatinya ssebagai Motivator hidunya.