case hirschsprung

47
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon). Feses normalnya didorong menuju kolon oleh otot. Otot ini dikontrol oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sebagai sel-sel ganglion. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung lahir tanpa sel-sel ganglion pada bagian terakhir dari kolon (rectum). Pada kebanyakan kasus, hanya rectum yang terkena, tapi pada beberapa kasus lebih dari sekedar kolon, dan bahkan seluruh kolon, dapat pula terkena. Tanpa sel-sel ganglion ini, otot-otot pada bagian dari kolon itu tidak dapat mendorong feses keluar, yang akhirnya menumpuk. (1) Anak – anak dengan penyakit Hirschsprung dapat mengalami konstipasi ataupun memiliki masalah dalam penyerapan nutrisi dari makanan. Dalam kasus yang gawat pada penyakit Hischsprung, bayi yang baru lahir mengalami obstruksi kolon dan tidak memiliki pergerakan usus. Pada kasus ringan, dokter dapat saja tidak mendapatkan penyakit ini sampai kehidupan lanjut anak. (2) Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak

Upload: ananto6968

Post on 27-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

refrat

TRANSCRIPT

Page 1: Case Hirschsprung

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon).

Feses normalnya didorong menuju kolon oleh otot. Otot ini dikontrol oleh

sel-sel saraf khusus yang disebut sebagai sel-sel ganglion. Anak-anak

dengan penyakit Hirschsprung lahir tanpa sel-sel ganglion pada bagian

terakhir dari kolon (rectum). Pada kebanyakan kasus, hanya rectum yang

terkena, tapi pada beberapa kasus lebih dari sekedar kolon, dan bahkan

seluruh kolon, dapat pula terkena. Tanpa sel-sel ganglion ini, otot-otot

pada bagian dari kolon itu tidak dapat mendorong feses

keluar, yang akhirnya menumpuk. (1)

Anak – anak dengan penyakit Hirschsprung dapat mengalami

konstipasi ataupun memiliki masalah dalam penyerapan nutrisi dari

makanan. Dalam kasus yang gawat pada penyakit Hischsprung, bayi yang

baru lahir mengalami obstruksi kolon dan tidak memiliki pergerakan usus.

Pada kasus ringan, dokter dapat saja tidak mendapatkan penyakit ini

sampai kehidupan lanjut anak. (2)

Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis

pada masa neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika

seorang neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam

pertama setelah kelahiran. Walaupun barium enema berguna untuk

menegakkan diagnosis, biopsy rectum tetap menjadi gold standard

penegakkan diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi, penatalaksanaan

mendasar adalah untuk membuang jaringan usus yang aganglionik dan

untuk membuat anastomosis dengan menyambung rectum bagian distal

dengan bagian proksimal usus yang memiliki innervasi yang sehat. (3)

Page 2: Case Hirschsprung

BAB II

ILUSTRASI KASUS

II.1 Identitas Pasien

Nama : An. Rizik M.Kahfi

Tanggal lahir : Bogor, 02 Juli 2009 (11 bulan)

Jenis Kelamin : laki-laki

Alamat : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,

Bogor, Jawa Barat

Agama : Islam

Status pendidikan : -

No.RM : 00997881

Masuk RS : 16 Juni 2010

Identitas Orang Tua

AYAH

Nama : Toni

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Suku bangsa : Sunda

Alamat : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,

Bogor, Jawa Barat

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Buruh pabrik

IBU

Nama : Rosda

Umur : 19 tahun

Agama : Islam

Suku bangsa : Sunda

Alamat : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,

Bogor, Jawa Barat

2

Page 3: Case Hirschsprung

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Hubungan pasien dengan orang tua : anak kandung,anak pertama

II.2 Anamnesis

Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00

diruang perawatan teratai lantai 3 kamar 323.

1. Keluhan Utama

Tidak bisa BAB sejak 21 hari SMRS

2. Keluhan Tambahan

Kembung

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang dengan rujukan dari RSCM dengan diagnose

Hirschsprung dan gizi buruk. Os datang dengan keluhan perut kembung

sejak berumur 3 hari dan tidak bisa BAB sejak 21 hari SMRS. Semenjak

lahir os dilaporkan tidak mau menyusu,setiap kali menyusu selalu muntah

berwarna kuning dan tidak BAB selama 3 hari. Kemudian Os dibawa ke

RS Cibinong,disana Os dirontgen dan dikatakan bahwa menderita

penyakit Hirschsprung. Dokter menyarankan untuk operasi tetapi gizinya

harus diperbaiki. Setelah dirawat selama 5 hari Os pulang paksa karena

terlalu jauh dari tempat tinggal. Selama 1 bulan pasca pulang paksa dari

RS Cibinong, BAB Os sempat lancar 2x sehari konsistensi lunak dan

warna kuning. Setelah 1 bulan pasca dirawat BAB pasien mulai tidak

lancar kembali, terkadang bisa 3 hari sekali, BAB keras dan sedikit. Perut

pasien juga semakin kembung.

Dua puluh satu hari SMRS,pasien kembali dirawat di RS Cibinong

dengan keluhan tidak BAB dan perut kembung. Os dirawat selama 17 hari

kemudian minta pulang dan rujukan ke RS dekat rumah. Dokter kemudian

merujuk ke RSCM tetapi karena ruang perawatan penuh akhirnya Os

dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada

3

Page 4: Case Hirschsprung

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien menyangkal adanya penyakit keturunan tertentu dalam

riwayat keluarga pasien. Dalam lingkungan keluarga pasien juga tidak

ditemukan riwayat keluarga yang mengalami gejala penyakit serupa

dengan pasien.

6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Selama kehamilan kontrol ke bidan dan tidak ada masalah dengan

kehamilan. Lahir dari Ibu G1P0A0 aterm,normal dengan BB 3500gr dan

PB 49cm,langsung menangis.

7. Riwayat Makanan

Os diberikan ASI dan mulai diberikan bubur susu sejak usia 6

bulan.

8. Riwayat Penyakit yang pernah diderita

Tidak ada

9. Riwayat Imunisasi Dasar

BCG : Usia 1 bulan

Selain Pemberian BCG pada usia 1 bulan, pasien belum

mendapatkan imunisasi lain

10. Riwayat Keluarga

i. Corak Reproduksi

No.Tgl lahir

(Umur)

Jenis

KelaminHidup

Lahir

MatiAbortus Mati Keterangan Kesehatan

1. 11 Laki-laki V - - -Pasien

ii. Riwayat Pernikahan

  Ayah Ibu

Nama Tn. Toni Tn. Rosda

Perkawinan ke Pertama Pertama

Umur saat menikah 30 tahun 19 tahun

Pendidikan Terakhir SMA SD

4

Page 5: Case Hirschsprung

Agama Islam Islam

Suku bangsa Sunda Sunda

Keadaan Kesehatan Cukup Baik Cukup Baik

Penyakit - -

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Keadaan kesehatan orangtua pasien cukup

baik.

iii. Riwayat Keluarga Orang Tua Pasien

Tidak terdapat penyakit khusus pada keluarga orangtua pasien

II.3 Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00 WIB, dilakukan di

bangsal bedah anak RSUP Fatmawati kamar 3.23.

Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Tampak sakit berat, pucat, muka tampak

seperti orang tua

Kesadaran : Compos mentis

Data antropometri

Berat badan : 5,2 Kg

Panjang badan : 66 cm

Lingkar kepala : 41,5 cm

Status Gizi

1. BB/U : 5.2/10 x 100 % = 52 %

2. TB/U : 66/74 x 100 % = 89,2 %

3. BB/TB : 5.2/66 x 100% = 68,4 %

Kesan : gizi buruk

Tanda Vital

Nadi : Frekuensi 120 x/menit .Regular, Cukup, Equal.

Pernafasan : Frekuensi 42 x/menit. Regular.

Suhu Tubuh : 35,8 °C

5

Page 6: Case Hirschsprung

Kepala

Mikrocephali, Ubun – ubun teraba cekung dan wajah tampak

seperti orang tua

Rambut

Rambut kemerahan tipis dan tidak mudah dicabut

Mata

Konjugtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor diameter

3mm

Telinga

Normotia, liang telinga lapang.

Hidung

Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat adanya sekret, Nafas

cuping hidung (-)

Bibir

Warna tidak Pucat, tidak cyanosis, tak tampak lesi mukosa bibir.

Mulut

Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang

Gigi

Gigi tumbuh 4 buah

Lidah

Normoglossia, Bercak-bercak putih pada lidah (-)

Tonsil

tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan)

Faring

tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan)

Leher

tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening

Toraks

Iga terlihat jelas

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

6

Page 7: Case Hirschsprung

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : (pemeriksaan tidak dilakukan)

Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Paru

Inspeksi :pernafasan simetris, retraksi iga (-)

Palpasi : (pemeriksaan vocal fremitus tidak dilakukan)

Perkusi : (pemeriksaan tidak dilakukan)

Auskultasi : suara nafas vesicular tanpa ronkhi dan wheezing

Abdomen

Inspeksi : Distensi, kulit mengkilat

Palpasi : Tegang, (organ & nyeri tekan sulit ditentukan)

Perkusi : hipertimpani

Auskultasi : bising usus (+) meningkat

Genitalia

Laki-laki, tidak ada kelainan kongenital

Ekstremitas

Akral hangat, tidak terdapat oedem ekstremitas

KGB Tidak teraba membesar

Kulit Pucat, turgor menurun

7

Page 8: Case Hirschsprung

II.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab Darah

Tanggal 16/06/10 Nilai Normal Satuan

Hematologi

Hemoglobin 11.5 12 – 14 g/dl

Hematokrit 35 37 – 43 %

Trombosit 423 200 - 500 ribu/uL

Leukosit 10.3 4.200 -9.100 ribu/uL

Eritrosit 4.15 4 - 5 juta/uL

VER (MCV) 83.6 82 – 93 fL

HER (MCH) 27.7 27 – 31 Pq

KHER (MCHC) 33.1 32 – 36 g/dL

RDW 17.5 11.5 – 14.5 %

Masa Perdarahan - 1.0 – 3.0 menit

Masa Pembekuan - 2.0 – 6.0 menit

Hitung Jenis

Netrofil 12 30 – 50 %

Limfosit 82 20 – 40 %

Monosit 6 2 - 8 %

Kimia

GDS -  70 - 100 mg/dL

Fungsi Hati

Albumin 4.5 4 - 5,2 g/dL

SGOT / ASAT 128 10 – 31 u/L

SGPT / ALAT 75 9 – 36 u/L

Fungsi Ginjal

Ureum Darah 28 - mg/dL

Creatinin Darah 0.4 -

Elektrolit

Natrium -  135 - 147 mmol/L

Kalium - 3,5 – 5,0  mmol/L

8

Page 9: Case Hirschsprung

Cloride - 97 – 108  mmol/L

Pemeriksaan radiologi

Foto Polos Abdomen

Gambaran:

- tampak dilatasi usus

- udara usus meningkat

- edem dinding usus

II.5 Resume

Pasien datang dengan keluhan belum buang air besar sejak 21 hari

sebelum masuk Rumah Sakit. Menurut anamnesa, pasien mengalami

keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu baru setelah usia 3 hari.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen menyeluruh.

Pemeriksaan penunjang foto Roentgen dengan telah dilakukan, kesan

yang didapat adalah adanya penyempitan pada prosimal kolon sigmoid.

Barium enema tidak dilakukan.

II.6 Diagnosa Kerja

Morbus Hirschsprung

9

Page 10: Case Hirschsprung

II.7 Diagnosa Banding

Mikrokolon Kongenital

II.8 Penatalaksanaan

IVFD KaEN 3B

O2 2liter/menit

Cefotaxime 2 x 250 mg iv

Aminofuchsin ped 1 x 100 cc

OMZ 1x5mg iv

Ketorolac 1mg/kgBB/24 jam

Metronidazole 3x100mg

Asam folat 1x1 mg po

Pro kolostomi sigmoid

II.9 Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : bonam

ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai penderita Penyakit

Hirschsprung, dengan dasar:

1. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien mengalai kesulitan

defekasi sejak 21 hari yang lalu. Os mengalami kesulitan BAB

sejak lahir,keluhan datang hilang timbul dan sudah beberapa kali

masuk rumah sakit karena tidak bisa BAB dan perut kembung.

Setiap kali diberikan minum atau makanan os selalu muntah

2. Ada riwayat keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu

mekonium baru keluar saat usia pasien 3 hari. temuan klinis.

3. Pemeriksaan fisik terdapat distensi abdomen.

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen

menggambarkan kesan Hirschsprung Disease dengan ditemukan

dilatasi usus proksimal,udara usus meningkat dan edema dinding

usus.

10

Page 11: Case Hirschsprung

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi:

1. IVFD KaEN 3Bcc

Pada pasien ini diberikan KaEN 3B karena KaEN 3B memiliki

kandungan kalori yang dirasa cukup untuk penatalaksanaan

perbaikan gizi pada pasien ini. Kandungan Natriumnya juga tidak

setinggi KaEN 3A sehingga bahaya hipernatremia bisa dihindari.

Pada pemeriksaan laboratorium disimpulkan bahwa pasien belum

perlu diberi intake natrium tambahan.

2. Aminofusin

Aminofusin diberikan untuk mengatasi pasien dengan kasus

kebutuhan protein meningkat.

3. Cefotaxime 2 x 250 mg

Cefotaxime diberikan sebagai antimikroba untuk mencegah infeksi

sistemik, karena ditemukan leukositosis ringan (10.300 /uL) pada

pemeriksaan laboratorium (16 Juni 2010). Dosis 50 – 180

mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-4 dosis.

4. OMZ

OMZ diberikan untuk mengurangi mual dan muntah

5. Ketorolac

Untuk mengurangi rasa nyeri

6. Metronidazol

Mencegah infeksi jamur

7. Asam Folat

Untuk perkembangan sel saraf

Pada pasien ini dianjurkan dilakukan kolostomi, sampai keadaan gizi

pasien membaik, kemudian dilakukan reseksi segmen aganglionik dan

biopsi.

11

Page 12: Case Hirschsprung

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 ANATOMI ANOREKTAL

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana

bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior (4,5).

Gambar 1. Diagram rectum dan saluran anal

12

Page 13: Case Hirschsprung

Gambar 2. Spinkter Ani Eksternal Laki-laki

13

Page 14: Case Hirschsprung

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,

berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus,

dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang

mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari

3 sling : atas, medial dan depan

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan

medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita,

diganti oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior.

Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis

interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan

daerah anus (4,5).

Gambar 3. Perdarahan anorektal

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf

simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut

14

Page 15: Case Hirschsprung

syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus.

Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan

muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus

pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf

simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol

oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya

dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf

parasimpatis) (4,5,7).

Gambar 4. Inervasi daerah perineum(laki-laki)

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3

pleksus tersebut. (6,8)

Gambar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus

F

un

gs

i

Saluran Anal

Pubo-rectal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung

jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik

15

Page 16: Case Hirschsprung

yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk

menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka

diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar.

Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda

cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa

mengeluarkan yang lain(4,5,7).

Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait

erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol

pada wakru dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi

rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:

Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih

proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan

sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.

Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory

reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi

spinkter ani interna secara involunter.

Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara

involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan

relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.

Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal

secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut,

hingga defekasi dapat terjadi (8).

III.2 MORBUS HIRSCHSPRUNG

III.2.a Definisi

Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu

penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang

tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang

mengendalikan kontraksi ototnya.

III.2.b Epidemiologi

Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang

lahir dan ini berhubungan pada 1 sampai terjadi dengan 4 dari obstruksi

16

Page 17: Case Hirschsprung

usus pada bayi baru lahir ini 5 kali lebih sering pada laki-laki dan kadang-

kadang terjadi dengan kondisi congenital lainnya seperti Down Syndrome.

Pemidahan secara bedah dari bagian yang sakit dari kolon merupakan

satu-satunya pengobatan untuk penyakit Hischsprung.(2)

III.2.c Etiologi

Saat bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia)

mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang.

Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian

bawah (dubur). Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini

tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan

dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa

centimeter dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara

pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa mutasi gen. Ini juga

dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom

yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan

adrenal glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland

(terletak di bagian bawah leher). Dalam beberapa kasus, penyakit ini

mungkin warisan bahkan jika orang tua tidak memiliki penyakit.

Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan

Down syndrome.

III.2.d Patofisiologi

Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada

bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai

ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat

mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat

gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh

tinja yang tertimbun, membentuk megakolon.(10)

Pleksus mesenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal

(Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus

dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit

ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi sel

17

Page 18: Case Hirschsprung

neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di

usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada

minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung

adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya

menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi

dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase, atau

berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen

telah terjadi pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah

fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan factor

neurotrophic. (3)

Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon

anganglionik menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika

menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya

kelainan myogenik pada perkembangan penyakit Hirschsprung. Kelainan

pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara saraf enteric

dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang

berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus,

Ketiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal

(Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga

pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus,

termasuk absorbs, sekresi, motilitas, dan aliran darah. (3)

Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsic.

Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana

relaksasi mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi

ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan

adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat

adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit

Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga control intrinsic

menurun, menyebabkan peningkatan control persarafan ekstrinsik.

Innervasi dari system adrenergik diduga mendominasi system kolinergik,

mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya

18

Page 19: Case Hirschsprung

kendali saraf intrinsic, peningkatan tonus tidak diimbangi dan

mengakibatkan ketidak seimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic

yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional. (3)

Klasifikasi keadaan anganlianik dapat dibedakan menjadi segmen

sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan). Segmen pendek

(aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik

sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang nektum

ke sekan dan segmen universal bila aging lionik mencakup hampir seluruh

usus. (11)

III.2.e Gambaran klinik

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan

berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :

Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai,

yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi

abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam

pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Muntah hijau dan

distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat

dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman

komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang

dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4

minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya

berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai

demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang

dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski

telah dilakukan kolostomi (6,8,9).

19

Page 20: Case Hirschsprung

Gambar 6. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi

Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol

adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula

terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan

pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,

konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang

air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk

defekasi.

Gambar 7. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah

20

Page 21: Case Hirschsprung

tindakandefinitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.

III.2.f Diagnosa klinik

Anamnesis

1. Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada

keluarga.Keadaan ini semakin sering ditemukan pada pasien

dengan segmen aganglion yang lebih panjang.

2. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada anak yang

mengalami keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium atau pada

anak dengan riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran. Gejala lainnya

termasuk obstruksi usus dengan muntah empedu, distensi abdominal,

nafsu makan menurun,dan pertumbuhan terhambat.

3. Ultrasound prenatal yang menunjukkan gambaran adanya

obstruksi jarang ditemukan, kecuali pada kasus dengan

melibatkan seluruh bagian kolon.

4. Anak dengan usia yang lebih tua biasanya memiliki konstipasi

kronik sejak kelahiran. Mereka juga dapat menunjukkan adanya

penambahan berat badan yang buruk.

5. Sekitar 10% anak yang datang dengan diare yang disebabkan

oleh enterocolitis, dimana diperkirakan terkait dengan adanya

pertumbuhan bakteri akibat stasis. Keadaan ini dapat

berkembang menjadi perforasi kolon, yang menyebabkan

sepsis.

6. Pada penelitian yang melibatkan 259 pasien, Menezes et al

melaporkan 57% pasien datang dengan gejala obstruksi intestinal,

30%

dengan konstipasi, 11% dengan enterocolitis,

dan 2% dengan perforasi intestinal

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat

menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi

21

Page 22: Case Hirschsprung

abdomen dan/atau spasme anus.

2. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan

memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung.

Pemeriksaan fisik yang saksama dapat membedakan keduanya.

3. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan

adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan.

Differensial Diagnosis dari HD kita harus selalu membandingkan

konstipasi, Ileus, Iritable Bowel Syndrome, dan Gangguan Motilitas

Usus.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

1. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan

panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare

memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini

dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan

dan elektrolit.

2. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui

hematokrit dan platelet preoperatif

3. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan

tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi

sebelum operasi dilakukan.

Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Polos Abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang

distensi dengan adanya udara dalam rectum

2. Barium enema

a. Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema

sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan

mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.

b. Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan

balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko

terjadinya perforasi.

22

Page 23: Case Hirschsprung

c. Foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24

jam kemudian.

d. Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal

yang mengalami dilatasi merupakan gambara klasik penyakit

Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus

lebih sulit diinterpretasi dan sering kali gagal memperlihatkan

zona transisi.

e. Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit

Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam

setelah barium enema dilakukan.

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada

HD. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus

letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan

usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan

diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3

tanda khas :

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal

yang panjangnya bervariasi

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah

penyempitan ke arah daerah dilatasi. Daerah transisi merupakan

regio dimana ditandari dengan terjadinya perubahan kaliber

dimana kolon yang berdilatasi normal diatas dan kolon

aganglionik yang menyempit dibawah.

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD,

maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-

48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya

adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal

kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun

disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di

daerah rektum dan sigmoid.Terlihat gambar barium enema penderita

23

Page 24: Case Hirschsprung

Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi

sigmoid dan daerah transisi yang melebar.(6,8,9)

Gambar 8. Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar.

Salah satu tanda radiologis dari penyakit Hirschsprung adalah

adanya zona transisi pada barium enema. Meskipun barium enema

merupakan salah satu pemeriksaan yang paling akurat untuk penyakit

Hirschsprung tetapi tidak cukup spesifik untuk melihat zona transisi pada

neonatus dan bayi. Selain itu ada cara lain dengan menggunakan

preoperative endoscopic dan laparoscopy-assisted suction colonic biopsy

(SCBx) untuk mendeteksi zona transisi. Bagaimanapun pemeriksaan ini

tidak tersedia di beberapa negara berkembang. (12,13)

Foto polos abdomen yang rutin dilakukan untuk mengevaluasi

obstruksi usus termasuk hirschsprung cukup dapat memberikan banyak

informasi ketika barium enema tidak meyakinkan. False negative pada

pemeriksaan barium enema sekitar 24 % lebih disebabkan karena

masalah teknis seperti terlalu banyak kontras yang dimasukkan, kapasitas

isi perut neonatus, pengisian kontras sebelumnya ataupun segmen yang

24

Page 25: Case Hirschsprung

panjang. Kombinasi antara foto polos abdomen,barium enema dan biopsi

sangat menunjang penegakan diagnosis Hirschsprung. (13,14,15)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Komite etik ilmu

kesehatan Universitas Koirala Nepal pada bulan Maret 2004 sampai

dengan Februari 2006 didapatkan hasil penggunaan foto polos abdomen

cukup membantu untuk mendiagnosis zona transisi pada penyakit

Hirschsprung. (12)

Pemeriksaan lainnya

Manometri anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan

objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang

melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal

dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis

meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar :

transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter

mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (4,7).

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit

Hirschsprung adalah :

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen

usus aganglionik;

3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter

interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai

relaksasi spontan. (9)

Status fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting.

Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif

palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus. Karena keterbatasan ini dan

reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang digunakan di

Amerika Serikat. Karena malformasi kardiak (2-5%) dan trisomy 21 (5-

15%) juga terkait dengan aganglionosis kongenital, pemeriksaan

kardiologis dan genetik dianjurkan.

25

Page 26: Case Hirschsprung

Prosedur

Biopsi Rektal

Diagnosa definitif Hirschsprung adalah dengan biopsi rektal, yaitu

penemuan ketidakberaadan sel ganglion. Metode definitif untuk

mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsi rektal full-

thickness. Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas

garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat

tersebut. Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya

perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia

umum selama prosedur in dilakukan.

Simple suction rectal biopsy

Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai

teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan

submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus

memotong jaringan yang diinginkan. Keunggulan pemeriksaan ini adalah

dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien. Akan tetapi,

menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari

sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit

dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness

biopsy. Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan

pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf

yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada

jaringan.

Penemuan Histologis

Baik pleksus myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa

(Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat

saraf yang mengalami hypertrophy yang terlihat dengan pewarnaan

asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan

muscularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan

imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk

pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang

26

Page 27: Case Hirschsprung

telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat

dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.

III.2.g Diagnosa banding

1. Atresia ileum

Pada atresia ileum abdomen mengalami distensi mirip penyakit

Hirschsprung. Mekonium pada umumnya tidak keluar spontan, karena

mekonium terperangkap di dalam ileum di distal atresia dan di kolon. Bila

mekonium diusahakan keluar dengan irigasi, mekonium yang keluar

jumlahnya sedikit, kering, berbutir-butir dan berwarna hijau muda. Pada

pemeriksaan foto polos abdomen terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak

rendah, dan foto enema barium memperlihatkan gambaran kolon mikro. (9)

Gambar 9. Enema barium pada pasien atresia ileum.

2. Sumbatan Mekonium

Mekonium yang terlalu pekat atau lengket di daerah kolon distal dapat

mengakibatkan sindrom sumbatan mekonium (meconium plaque

syndrome). Sindrom ini diduga akibat kekurangan tripsin atau akibat

kelainan mobilitas kolon tanpa kelainan sel ganglion. (9)

Pada foto polos abdomen terlihat pelebaran seluruh usus tanpa

disertai bayangan kalsifikasi dan tanpa bayangan busa sabun dalam

lumen usus seperti pada ileus mekonium atau enterokolitris nekrotikans.(9)

27

Page 28: Case Hirschsprung

Gambar 10. Radiografi enema barium pasien dengan sindrom sumbatan

mekonium. Kaliber lumen kolon terlihat normal dengan

bayangan mekonium di dalamnya. (9)

3. Enterokolitis Nekrotikans Neonatal

Sepintas gejala dan tanda enterokolitis nekrotikans neonatal (ENN)

mirip dengan penyakit Hirschsprung. Pada neonatus prematur dengan

stres perinatal atau dengan faktor predisposisi lainnya perlu difikirkan

adanya ENN. Saluran gastrointestinal mengalami hipoksia, ulserasi dan

gangguan fungsi, sehingga neonatus mengalami gangguan pasase usus

menyeluruh. Pasien terlihat letargik dan septik. Mekonium atau feses

masih dapat keluar dan sering bercampur dengan darah. Abdomen lebih

cepat memperlihatkan peritonitis seperti kemerahan, edema di punggung

dan daerah genital. Pada pemeriksaan foto polos tampak gambaran

pneumointestinalis. (9)

28

Page 29: Case Hirschsprung

Gambar 11. Foto polos abdomen neonatus dengan enterokolitis

nekrotikans neonatal. Terlihat pneumointestinalis (tanda panah)

4. Atresia Rektal

Atresia di bagian kolon lebih sering dijumpai di rektum atau

sigmoid. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan colok dubur

bila letak atresia dekat dengan anus. Bila letaknya tinggi atresia teraba di

ujung jari pada pemeriksaan colok dubur, namun sebaiknya tetap

dilakukan pemeriksaan enema barium karena ujung jari tidak dapat

meraba lumen menuju sigmoid karena terlalu kecil. Untuk diagnosis pasti

dapat juga dilakukan pemeriksaan rektoskopi. (9)

5. Mikrocolon Kongenital.

- Gambaran mirip dengan Penyakit Hirschspurng dengan tipe

total aganglionik

- Dilakukan Biopsi Rektal untuk menyingkirkan kemungkinan

Mikrokolon Kongenital

III.2.h Penatalaksanaan

Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah

terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan

mengembalikan kontinuitas usus. Untuk mengobati gejala obstipasi dan

29

Page 30: Case Hirschsprung

mencegah enterokolitis dapat dilakukan bilasan kolon dengan cairan

garam fanli. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang pendek. (10)

Prosedur bedah pada penyakit Hirschsprung merupakan bedah

sementara dan tindakan bedah definitif.

1. Bedah Sementara

Dekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon berganglion

normal yang paling distal merupakan tindakan untuk menghilangkan

obstruksi usus serta mencegah enterokolitis yang dikenal sebagai

penyebab utama kematian. (9)

Kolostomi tidak dikerjakan bila dekompresi secara medik berhasil

dan direncanakan bedah definitif langsung. Kolostomi dikerjakan pada:

Pasien neonatus. Tindakan bedah definitif langsung tanpa

kolostomi menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian

dapat mencapai 28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini

disebabkan oleh kebocoran anastomosis dan abses dalam rongga

pelvis. (1)

Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok

pasien ini mempunyai koIon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar

untuk dianastomosiskan dengan rektum dalam bedah definitif. Dengan t

tindakan kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3

sampai 6 bulan pascabedah, sehingga anastomosis lebih mudah

dikerjakan dengan hasil yang lebih baik. (9)

Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang

buruk. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pascabedah;

dengan kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan

umum. (9)

2. Bedah Definitif

Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas

usus dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut

operasi definitif yang dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9

kg). Pada waktu itu megakolon dapat surut, mencapai kolon ukuran

30

Page 31: Case Hirschsprung

normal. Pada operasi defintif dapat dipakai cara Swenson, Duhamel,

Soave, atau modifikasi dan teknik ini. (10)

Tindak bedah menurut Swenson terdiri dan rekto-sigmoidektomi

seluas bagian rektosigmoid agangalionik dengan anastomosis koloanal.

Pada cara Duhamel dan Soave bagian distal rektum tidak dikeluarkan

sebab merupakan fase operasi yang sukar dikerjakan. Anastomosis

koloanal dibuat secara tarik terobos (pull through). (10)

III.2.i Prognosis

Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan masing-

masing jenis operasi. Dalam keseluruhan prosedur, hasil fungsional

mengalami perbaikan seiring dengan waktu, sehingga dalam 10 tahun

follow up 90% pasien akan memiliki perbaikan fungsional yang signifikan

BAB IV

KESIMPULAN

Penyakit Hirschprung ditandai dengan tidak adanya sel

ganglion di dalam pleksus mienterikus dan submukosa, sehingga

menyebabkan obstruksi fungsional. Panjang segmen aganglionik

bervariasi mulai dari segmen yang pendek yang hanya mengenai

daerah sfingter anal sampai daerah yang meliputi seluruh kolon

dan sebagian usus halus.

Kelainan ini ditimbulkan karena kegagalan migrasi kranio-

kaudal dari cikal bakal sel ganglion sepanjang usus pada minggu

ke lima sampai minggu ke dua belas., yang mengakibatkan

terdapatnya segmen aganglionik. Dalam segmen ini, peristalsis

propulsif yang terkoordinasi akan hilang dan sfingter anal internal

31

Page 32: Case Hirschsprung

gagal untuk mengendor pada saat distensi rektum. Hal ini

menimbulkan obstruksi, distensi abdomen dan konstipasi. Segmen

aganglionik distal tetap menyempit dan segmen ganglionik

proksimal mengalami dilatasi, yang disebabkan oleh

terperangkapnya feses dalam segmen ganglionik akibat

abnormalitas peristaltik usus.

Pada Periode Neonatal ada trias gejala klinis yang sering

dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah

berwarna hijau, dan distensi abdomen. Pada anak yang lebih

besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi

buruk, Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding

abdomen, riwayat BAB yang tak pernah normal, letargis, Demam

yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun, diarrhea, distensi

abdomen yang berat, serta feces berbau busuk.

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang

penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen

dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah. Pada

enema barium tampak zona transisi yang terlihat di proksimal

daerah penyepitan kearah daerah dilatasi. Tampak pula daerah

penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

bervariasi dan terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal

daerah transisi. Penatalaksanaannya berupa tindakan operatif

dengan teknik yang bervariasi. Beberapa Komplikasi yang

mungkin terjadi adalah kebocoran anastomose, stenosis, Ruptur

kolon, enterokolitis, dan gangguan fungsi spinkter. Belum ada

penelitian prospektif yang membandingkan prognosis setelah

pelaksanaan masing-masing jenis operasi, namun dengan follow

up dalam jangka waktu sekitar 10 tahun ditemukan adanya

perbaikan fungsional.

32

Page 33: Case Hirschsprung

33