cakul dermatological emergencies

26
Lesi berupa vesikel Berwarna pucat/putih karena udem Lesi aktif berwarna merah (eritematous) DERMATOLOGICAL EMERGENCIES Muh. Eko Irawanto Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNS/ RS dr Moewardi Surakarta SJS-TEN VS EM Teori2 dulu menganggap bahwa Stevens-Johnson syndrome (SJS) dan toxic epidermal necrolysis (TEN) merupakan bentuk paling parah dari erythema multiforme (EM) Sekarang, EM dan SJS-TEN dipisah. EM mayor dibedakan dengan SJS dan TEN berdasarkan kriteria klinisnya. EM, ditandai dengan: Lesi target tipikal

Upload: alifiana-jatiningrum

Post on 06-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Catetan kuliah

TRANSCRIPT

Page 1: Cakul Dermatological Emergencies

Lesi berupa vesikel

Berwarna pucat/putih karena udem

Lesi aktif berwarna merah (eritematous)

DERMATOLOGICAL EMERGENCIESMuh. Eko Irawanto

Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFK UNS/ RS dr Moewardi Surakarta

SJS-TEN VS EM• Teori2 dulu menganggap bahwa Stevens-Johnson

syndrome (SJS) dan toxic epidermal necrolysis (TEN) merupakan bentuk paling parah dari erythema multiforme (EM)

• Sekarang, EM dan SJS-TEN dipisah.• EM mayor dibedakan dengan SJS dan TEN

berdasarkan kriteria klinisnya.• EM, ditandai dengan:

• Lesi target tipikal

• Sering rekuren tapi morbiditasnya rendah• SJS/TEN ditandai dengan:

• Luka melepuh yang luas dan macula purpura (widespread blisters and purpuric macules)

Page 2: Cakul Dermatological Emergencies

• Biasanya merupakan drug-induced reaction yang parah

• Morbiditas tinggi, prognosis jelek • Dalam konsep ini, SJS dan TEN sama2 merupakan

drug-induced process yang berbeda tingkat keparahannya.

Pathogenesis of SJS-TEN• Patogenesis dari SJS-TEN hanya diketahui sebagian

saja. • It is viewed as :

Reaksi imun sitotoksik à destruksi keratinosit yang mengekspresikan gen asing (drug-related) à Fas dan FasL berikatan à sinyal apoptosis à epidermal injury (terbentuk bula atau terjadi nekrosis)

• Drug-specific activation of T cells à in vitro on peripheral blood mononuclear cells of patients with drug eruptions.

• The nature of the antigens that drive the cytotoxic cellular immune reaction is à not well understood.

• Obat atau metabolitnya:– Berperan sebagai hapten– Antigen keratinosit dengan berikatan pada

permukaan (keratinocytes antigenic by binding to their surfaces.)

• Cutaneous drug eruptions:– Defek pada sistem detoksifikasi hati dan kulit

yang menghasilkan toksisitas langsung atau

Page 3: Cakul Dermatological Emergencies

perubahan dari properti antigenik keratinosit.

• Sitokin yang diproduksi oleh activated mononuclear cells dan keratinocytes diduga berkontribusi pada terjadinya kematian sel lokal, demam, dan malaise.

Page 4: Cakul Dermatological Emergencies

Epidemiologi• Age of Onset

– Semua usia, paling sering pada dewasa > 40 tahun.

• Equal sex incidence. (Laki-laki=perempuan)• Overall Incidence

– TEN: 0.4 to 1.2 per million person-years. – SJS: 1.2 to 6 per million person-years.

Page 5: Cakul Dermatological Emergencies

Etiologi• Penyebab dari TEN sama seperti SJS tapi obat

merupakan penyebab yang paling sering.• Reaksi yang timbul tergantung dari dosis obat yang

diberikan • Obat2 yang sering menyebabkan TEN:

• antibiotics (40%)• anticonvulsants (11%)• analgesics (5% to 23%)

• Negara2 berkembang mempunyai insidensi lebih tinggi terhadap ‘reaksi’ obat antituberkulosis.

• TEN dan severe cutaneous adverse drug reactions lainnya, kemungkinan berhubungan dengan defek turunan pada proses detoksifikasi metabolit obat. (may be linked to an inherited defect in the detoxification of drug metabolites)

• Pada beberapa pasien yang memiliki faktor predisposisi, metabolit obat dapat berikatan dengan protein di epidermis à memicu respon imun à leading to immunoallergic cutaneous adverse drug reaction.

• Tiga derajat SJS-TEN:• Grade 1: SJS mucosal erosions and epidermal

detachment < 10%• Grade 2: Overlap SJS/TEN epidermal detachment

between 10% and 30%• Grade 3: TEN epidermal detachment > 30%

Page 6: Cakul Dermatological Emergencies

Daerah eritematous

Krusta hemoragik

Stevens-Johnson syndrome (SJS)• Penyakit vesikobulosa pada kulit, mulut, mata, dan

genital. • Bisa juga di mukosa orofaring à pasien mengeluh

sakit saat menelan• The cutaneous eruption à didahului dengan gejala

infeksi saluran pernapasan atas. • Mortalitas dapat mencapai 10% pada pasien dengan

penyakit yang parah.• Demam tinggi terjadi pada fase aktif (Tapi demam

lebih sering ditemukan pada kasus TEN daripada SJS)• Lesi oral bisa berlanjut sampai berbulan-bulan

SKIN LESIONS• Skin lesions in SJS:

– flat atypical targetsatipikal: lesi target yang terdiri dari krusta hemoragik (KHAS di SJS-TEN) di tengah dikelilingi daerah eritematous.

– makula purpura tersebar luas atau terdistribusi pada badan, telapak tangan, atau telapak kaki.

• Hal ini kontras dengan lesi pada EM:

Page 7: Cakul Dermatological Emergencies

– Lesi target tipikal atau papul edematous – Berlokasi di ekstremitas dan/ wajah.

MUCOSAL LESIONS• Bulla terjadi 1-14 hari setelah gejala prodromal:

– Timbul di konjungtiva, membran mukosa hidung, mulut, anorectal junction, regio vulvovaginal, dan urethral meatus.

• Stomatitis ulseratif dapat menjadi krusta hemoragik à the most characteristic feature. (KHAS)

OCULAR SYMPTOMS• Ulserasi kornea dapat menyebabkan kebutaan.

Etiologi• Obat2 yang paling sering menyebabkan SJS:

phenytoin, phenobarbital, sulfonamides, penicillins • Penyakit ini paling sering timbul pada pasien yang

diterapi untuk seizure disorders (kejang). • Penyakit lain yang terlibat: infeksi saluran

pernapasan atas, gangguan pada gastrointestinal, infeksi mycoplasma pneumonia, dan infeksi herpes simplex virus.

Diagnosis• Biopsi kulit sebaiknya dilakukan apabila lesi klasik

tidak muncul.

Page 8: Cakul Dermatological Emergencies

Treatment• Penggunaan kortikosteroid masih kontroversial. Studi

lain menyebutkan bahwa kortikosteroid dapat menguntungkan dan menyelamatkan nyawa pasien.

• Most often prednisone (20 to 30 mg twice a day) is given until new lesions no longer appear; it is then tapered rapidly.

• Gatal yang timbul dapat dikontrol dengan pemberian antihistamin.

• Cutaneous blisters are treated with cool, wet Burrow's compresses.

• Topical steroids should not be applied to eroded areas.

• Papules and plaques may respond to group II to V topical steroids.

• Sering berkumur menggunakan lidocaine hydrochloride (Xylocaine Viscous) dapat menyembuhkan simptom oral.

• Patients may tolerate only a liquid or soft diet. • Apabila gejala sudah mencapai mata, sebaiknya

dimonitor oleh ophthalmologist untuk meminimalisir conjunctival scarring.

• Antiseptic eye drops and separation on synechiae are required.

• Infeksi sekunder àoral antibiotics.

Page 9: Cakul Dermatological Emergencies

Toxic epidermal necrolysis (TEN)• Toxic epidermal necrolysis (TEN): awalnya terlihat

seperti SJS (initially seen with Stevens-Johnson–like mucous membrane disease)

• Kemudian terjadi pengelupasan epidermis yang difus dan menyeluruh melalui dermoepidermal junction. à mortalitas tinggi

• Kematian biasanya terjadi karena sepsis yang bersumber dari kulit yang mengelupas atau paru-paru.

• The mortality:1% to 5% for Stevens-Johnson syndrome 34% to 40% for TEN

• Mortality is not affected by the type of drug responsible.

Toxic epidermal necrolysis vs. Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)

• UKK hampir sama dengan SSSS• Diinduksi oleh staphylococcal toxin. • SSSS hanya terjadi di epidermis saja (di bawah

stratum korneum), TEN bisa lebih dalam (sampai ke lapisan dermal)

• Memungkinkan penyembuhan yang cepat pada epidermis tanpa menimbulkan bahaya infeksi.

• Diagnosis pada TEN atau SSSS dapat ditentukan dengan cepat menggunakan pemeriksaan biopsi kulit dengan frozen section technique.

Page 10: Cakul Dermatological Emergencies

Pathology• Histologically:

an early mild interface dermatitis that evolves into full-thickness necrosis of the epidermis.

• Keratinocytes pada pasien TEN à memicu apoptosis (ingat penjelasan di depan mengenai ikatan antara Fas dan FasL )

• There is subepidermal blister formation• keratinocyte necrosis is a sparse lymphohistiocytic

infiltrate around superficial dermal blood vessels. • Lymphopenia sering ditemukan• Cytotoxic T cells (CD8+ lymphocytes):

Diduga berkontribusi pada patogenesis terjadinya kulit yang melepuh (blister formation) melalui degenerasi dan nekrosis oleh drug-altered keratinocytes.

Prodromal Symptoms• Demam merupakan gejala prodromal yang paling

sering. • Symptoms suggestive of an upper respiratory tract

infection:– Sakit kepala– Nyeri tenggorokan à biasanya terjadi 1-2

minggu sebelum lesi muncul. – Stomatitis, conjunctivitis, dan pruritus à 1 to

2 days before the onset of the rash.

Page 11: Cakul Dermatological Emergencies

SKIN• Dimulai dari lesi eritem yang difus dan panas dengan

area yang luas, kemudian berubah menjadi lesi yang nyeri (painful) dalam waktu beberapa jam.

• Dengan tekanan ringan menggunakan jari, kulit akan jadi keriput, lalu mengelupas dengan mudah. à Nikolsky's sign à heralds the onset of a life-threatening event.

• Small blisters and large bullae may appear. • Nonerythematous skin usually remains intact, and

the scalp is spared.

MUCOUS MEMBRANES• Inflamasi, melepuh, dan erosi pada permukaan

mukosa, terutama orofaring (early and characteristic findings).

• Epitel vagina akan melepuh dan erosi (The vaginal tract epithelium frequently blisters and erodes.)

• Erosi mukosa oral yang nyeri.

EYES• Konjungtivitis purulen à bengkak, crusting, ulserasi

yang nyeri dan disertai fotofobia. • Komplikasi: conjunctival erosions with subsequent

revascularization, fibrous adhesions, and corneal ulceration and blindness.

• Photophobia, mucinous discharge, and decreased visual acuity may last for years.

Page 12: Cakul Dermatological Emergencies

RESPIRATORY TRACT• Keterlibatan epitel bronkial ditemukan pada 27%

kasus– Dicurigai bila terjadi dyspnea, bronchial

hypersecretion, normal chest radiograph, dan marked hypoxemia (terjadi pada stadium awal TEN)

• Bronchopneumonia terjadi pada 30% kasus dan beberapa di antaranya menyebabkan kematian.

• Dapat terjadi gagal napas à retensi mukus dan pengelupasan tracheobronchial mucosa.

INFECTION• Septikemia dan gram-negative pneumonia

merupakan penyebab kematian yang paling sering. • Paru-paru dan kulit yang terkelupas menjadi pintu

masuk kuman/bakteri yang menyebabkan sepsis.

FLUID AND ELECTROLYTE LOSS• Fluid loss in TEN is not as severe as it is in burn

patients but significant losses can occur if grafts are not applied.

OTHER COMPLICATIONS• Leukopenia of uncertain cause may occur. • Dalam suatu kasus, gangguan pada ginjal seperti

hematuria, proteinuria, dan peningkatan kreatin serum terjadi pada 50% pasien SJS.

Page 13: Cakul Dermatological Emergencies

TREATMENTSystemic steroids.

• Penggunaan sistemik steroid masih kontroversial, tapi sebagian besar penulis merekomendasikan untuk tidak menggunakan steroid.

• Steroids tidak dapat mencegah kejadian TEN walaupun diberikan dengan dosis tinggi.

• Pasien TEN yang diterapi tanpa menggunakan steroid menunjukkan peningkatan survival rates.

Cyclosporine. • Patients with TEN treated with cyclosporine A (3

mg/kg per day) without other immunosuppressive agents experienced rapid reepithelialization and a low mortality rate.

• Pengobatan ini lebih efektif daripada pasien sebelumnya yang diterapi menggunakan cyclophosphamide dan corticosteroids.

Cyclophosphamide. • In one study, cyclophosphamide (100 to 300 mg/day

intravenously for 5 days) stopped the blistering, pain, and erythema in a few days.

• Reepithelialisasi terjadi dengan cepat dalam waktu 4-5 hari.

• Cyclophosphamide menghambat cell-mediated cytotoxicity.

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)• SSSS disebut juga Ritter's disease atau staphylococcal

epidermolytic toxin syndrome.

Page 14: Cakul Dermatological Emergencies

• Imunitas yang kurang terhadap toksin dan ginjal yang belum matur pada bayi menimbulkan clearance toksin yang buruk

• Disebabkan oleh epidermolytic toxin dari S. aureus, phage group II (including types 55, 71, 3A, and 3B)

Epidermolytic toxin• Toksin ini bersifat antigenik dan ketika dikeluarkan

akan menimbulkan respon antibodi. • Two antigenically distinct forms: toxin A (ET A) and

toxin B (ET B) have been identified. • Diduga, toksin tersebut berperan pada komponen

epidermal yang memediasi adhesi sel.• Serangan toksin akan menyebabkan luka melepuh

(blister) di bawah stratum korneum saja.

Pathophysiology• Epidermolytic toxin difiltrasi melalui glomeruli dan

sebagian direabsorbsi pada tubulus proximal yang akan dikatabolisasi oleh sel2 tubulus proksimal.

• GFR (Glomerular filtration rate) pada bayi < 50% dari GFR orang dewasa (normalnya dicapai pada usia 2 tahun)

• Hal ini dapat menjelaskan, mengapa bayi, pasien dengan gagal ginjal kronis, dan hemodialisis merupakan faktor predisposisi SSSS.

Incidence• The childhood form of SSSS is most often seen in

otherwise healthy children.

Page 15: Cakul Dermatological Emergencies

• About 62% of children are younger than 2 years old; • 98% are 6 years or younger. • The rare, adult type of generalized SSSS is associated

with underlying diseases related to immunosuppression, abnormal immunity, and renal insufficiency.

Clinical manifestations• SSSS dimulai dengan infeksi S.aureus yang

terlokalisasi (sering tidak tampak) pada konjungtiva, tenggorok, hidung, atau umbilikus.

• A diffuse, tender erythema appears; • The skin has a sandpaper-like texture • The erythema is often accentuated in flexural and

periorificial areas. • Suhu badan naik• Dalam 1-2 hari, kulit akan keriput, membentuk bulla

transparan, mengelupas secara luas, meninggalkan permukaan yang merah, lembab, dan berkilau. (moist, red, glistening surface)

• Tekanan ringan menyebabkan pengelupasan kulit (Nikolsky's sign).

• Area yang terkena dapat terlokalisasi atau menyeluruh.

• Kehilangan cairan karena evaporasi dari area kulit yang mengelupas luas à dehidrasi

• Krusta kekuningan dan lapisan kulit yang mengelupas akan kering dan pecah2 (A yellow crust forms, and the denuded surface dries and cracks.)

Page 16: Cakul Dermatological Emergencies

• Penyembuhan terjadi dalam waktu 7-10 hari, diiringi dengan deskuamasi (seperti pada scarlet fever)

• Reepithelialization is rapid because of the high level of the split in the epidermis.

• Mucous Membranes• Uninvolved in SSSS.

• General Examination• Kemungkinan terjadi demam ringan• Anak2 à rewel (iritable), nyeri (pain)

Laboratory Examinations• Direct Microscopy

– Gram's Stain• Impetigo bullosa: pus di dalam

bullae, kelompokan gram-positive cocci di dalam PMN.

• SSSS: gram-positive cocci hanya ditemukan pada tempat kolonisasi, tidak pada area epidermolysis.

• Bacterial Culture– Impetigo bullosa: S. aureus isolated from

involved site. – SSSS: S. aureus only at site of infection (i.e.,

site of toxin production)—umbilical stump, ala nasi, nasopharynx, conjunctivae, external ear canal, stool.

– S. aureus is not recovered from sites of sloughing skin or bullae.

• Dermatopathology

Page 17: Cakul Dermatological Emergencies

– Pemisahan celah intraepidermal terjadi di bawah dan di dalam stratum granulosum (Intraepidermal cleavage with splitting occurring beneath and within stratum granulosum.)

Diagnosis• SSSS, biopsi menunjukkan:

– Pemisahan epidermis pada stratum granulosum dekat dengan permukaan kulit (splitting of the epidermis in the stratum granulosum near the skin surface)

– Sedikit inflamasi• Bulla yang beratap tipis lemah dan gampang ruptur

(Thin-roofed bullae are flaccid and rupture easily.)• Kultur spesimen sebaiknya diambil dari mata, hidung,

tenggorok, bulla, dan tempat2 lain yang jelas terinfeksi.

• Kultur kulit dan darah sering menghasilkan hasil negatif pada anak2 dan positif pada orang dewasa.

• SSSS harus dibedakan dengan TEN• Histologically:

– TEN à dermal-epidermal separation– SSSS à pemisahan stratum granulosum pada

epidermis• Frozen section dari kulit yang mengelupas

merupakan cara untuk menegakkan diagnosis dengan cepat.

Page 18: Cakul Dermatological Emergencies

Treatment• Kortikosteroid dikontraindikasikan karena dapat

mensupresi mekanisme pertahanan host.• Hospitalisasi dan terapi antibiotik intravena

digunakan pada kasus yang parah.• Most of the toxin-producing S. aureus produce

penicillinase. • Nafcillin 100 to 200 mg/kg daily is used in the

hospital. • Patients with limited disease may be managed at

home with oral antibiotics. • Dicloxacillin 25 mg/kg per day, or a cephalosporin is

prescribed for a minimum of 1 week.

Phemphigus vulgaris• Discuss on The Autoimun Blistering Disease