beda perkembangan

104
14 PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA PADA IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA PENILAIAN MENGGUNAKAN METODE DENVER II TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga OLEH : ADHI ARIYANTI S520908001 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: dikka

Post on 26-Dec-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal perkembangan anak

TRANSCRIPT

Page 1: Beda Perkembangan

14

PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA PADA

IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA

PENILAIAN MENGGUNAKAN METODE DENVER II

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Kedokteran Keluarga

OLEH :

ADHI ARIYANTI

S520908001

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: Beda Perkembangan

15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini jumlah wanita yang bekerja semakin meningkat, baik di

sektor formal maupun informal. Berdasar hasil Survei Angkatan Kerja Nasional/

Sakernas tahun 2006, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan adalah 48,63 %,

sedangkan berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional/Sakernas tahun 2007, tingkat

partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat menjadi 49,5 %. (Badan Pusat

Statistik Republik Indonesia,2009). Di satu sisi mereka dituntut bekerja di luar rumah

dan di sisi lain mereka juga dituntut untuk mengerjakan pekerjaan rutin rumah tangga.

Peran ganda ini merupakan fenomena baru yang terjadi bukan hanya terjadi di kota

tetapi juga banyak terjadi di pedesaan. Hal ini perlu dicermati karena akan

menimbulkan dampak sosialnya bagi pembinaan keluarga serta pada perubahan

proses adaptasi di lingkungan pekerjaan maupun di lingkungan keluarga.

Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka

terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat

diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai ”Masa Keemasan” (Golden Period),

”Jendela Kesempatan”(Window of Opportunity) dan ”Masa Kritis” (Critical Period)

(Depkes RI,2005), diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi

berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian. Perkembangan anak akan optimal

bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap

perkembangannya, bahkan sejak bayi masih didalam kandungan. Sedangkan

Page 3: Beda Perkembangan

16

lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak.

(Soetjiningsih,1995)

Bekerja atau tidak bekerja setelah melahirkan merupakan dilema yang umum

dihadapi para ibu bekerja. Zaman sekarang sebagian besar para ibu memilih kembali

bekerja setelah melahirkan, meski menyadari kembali bekerja berarti harus

mempekerjakan tenaga pengasuh untuk merawat anak selama ibu bekerja. Pendapat

Kiong M.(2008), alasan bekerja bagi wanita yang sudah berkeluarga antara lain

karena harus membantu suami meringankan beban ekonomi keluarga yang semakin

sulit, alasan lain karena merasa perlu mengantisipasi kondisi terjelek jika, misalnya

suami dikeluarkan dari perkerjaan sehingga harus menggantikan posisi sebagai

pencari nafkah, atau terpaksa harus menjadi orang tua tunggal akibat perceraian, dan

lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah ekonomi menempati posisi pertama

sebagai sumber masalah terbesar dalam kehidupan rumah tangga. Karena itu, kalau

seorang ibu rumah tangga tetap mempunyai andil dalam ekonomi keluarga, maka ibu

tersebut memiliki kesetaraan posisi dan peran sehingga istri lebih dihargai oleh suami.

Sebagai perbandingan dalam penelitian Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975),

dan Hoffman (1980) cit Atkinson,et.al.(1983) ditunjukkan bahwa memiliki seorang

ibu yang bekerja nampaknya lebih menguntungkan bagi anak perempuan daripada

bagi anak laki-laki dan anak perempuan yang mempunyai ibu yang bekerja cenderung

lebih dapat mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan, cenderung

berprestasi baik secara akademis serta bercita-cita mencapai suatu karier

dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki ibu yang tidak bekerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Brown (1970) dan Banducci (1967) cit

Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu yang

Page 4: Beda Perkembangan

17

bekerja juga lebih mandiri dan lebih dapat menyesuaikan diri daripada anak-anak

laki-laki yang memiliki ibu yang tidak bekerja, akan tetapi di sekolah dan dalam tes-

tes kemampuan kognitif mereka tidak begitu baik.

Cara penilaian perkembangan anak salah satunya menggunakan metode

Denver II, metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, perkembangan

anak disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar

yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi: Personal social (perilaku sosial),

Fine motor adaptive (gerakan motorik halus), Language (bahasa), Gross motor

(gerakan motorik kasar). (Soetjiningsih,1995)

Uraian di atas merujuk pada suatu kesimpulan bahwa ibu memiliki peranan

dalam perkembangan anak. Oleh karena itu peneliti bermaksud meneliti mengenai

perbedaan perkembangan anak balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dengan

menggunakan metode Denver II.

A. Rumusan masalah

Adakah perbedaan perkembangan anak balita menggunakan metode Denver II

pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja?

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui berberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

balita dengan menggunakan metode Denver II.

Page 5: Beda Perkembangan

18

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui perbedaan perkembangan anak balita menggunakan metode

Denver II pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bidang akademik

Membuktikan secara empiris bahwa terdapat perbedaan perkembangan anak

balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.

2. Manfaat bidang Pelayanan

Untuk pendampingan bagi ibu-ibu yang bekerja dalam merawat anak supaya

tumbuh kembang anak optimal.

Page 6: Beda Perkembangan

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perkembangan Anak Balita

1. Masa anak balita

Anak balita adalah anak dibawah lima tahun. Pada masa ini, kecepatan

pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik

(gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh

kembang anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada

masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.

(Depkes RI,2005)

Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan

perkembangan sel-sel otak masih berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut-

serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak

yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan

sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan,

mengenal huruf, hingga bersosialisasi. (Depkes RI,2005)

Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,

kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan

landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar

kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan atau

penyimpangan sekecil apapun, bila tidak dideteksi serta tidak ditangani dengan baik,

akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kemudian hari. (Depkes RI,2005)

Page 7: Beda Perkembangan

20

2. Definisi Perkembangan Anak

Menurut Soetjiningsih (1995), perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola

yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini

menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ

dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah

laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Pendapat Alva (2005), dalam istilah psikologi, perkembangan merupakan

serangkaian perubahan yang progresif akibat dari proses kematangan dan

pengalaman. Dengan kata lain tidak sekedar pertumbuhan fisik melainkan proses

yang kompleks dan terintegrasi.

Menurut Mussen,etal. (1984), perkembangan dapat didefinisikan sebagai

perubahan bentuk fisik, struktur saraf, perilaku dan sifat yang terbentuk secara teratur

dan berlangsung terus.

Kesimpulan dari definisi Perkembangan anak balita adalah perubahan yang

progresif dari bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks berupa perubahan bentuk fisik, struktur saraf, perilaku dan sifat dalam

pola yang teratur, berlangsung terus dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan dan pengalaman pada masa anak usia 0 – 59 bulan.

3. Aspek-aspek perkembangan anak balita

Sutji (1991) berpendapat, perkembangan anak balita pada tahun pertama yang

bisa kita amati adalah pertumbuhan fisik. Pertumbuhan fisik ini berupa pertumbuhan

Page 8: Beda Perkembangan

21

tulang, pertumbuhan otot, yang diikuti oleh perkembangan kemampuan bergerak yang

lebih luas. Pada masa ini faktor kematangan biologis sangat berperan, artinya tanpa

latihan-latihan yang berarti, bayi akan menguasai gerakan-gerakan tertentu (misal:

tengkurap, duduk, merangkak dan lain sebagainya). Dalam hal ini faktor gizi sangat

memegang peranan penting.

Pendapat Soetjiningsih (1995), perkembangan anak balita berdasarkan skala

yaumil-mimi sebagai berikut:

1) Dari lahir sampai 3 bulan,

- belajar mengangkat kepala

- belajar mengikuti obyek dengan matanya

- melihat ke muka orang dengan tersenyum

- bereaksi terhadap suara/bunyi

- mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak

- menahan barang yang dipegangnya

- mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

2) Dari 3 sampai 6 bulan,

- mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan bertopang tangan

- mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau di luar

jangkauannya

- menaruh benda-benda di mulutnya

- berusaha memperluas lapangan pandangan

- tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain

- mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang

3) Dari 6 sampai 9 bulan,

Page 9: Beda Perkembangan

22

- dapat duduk tanpa dibantu

- dapat tengkurap dan berbalik sendiri

- dapat merangkak meraih benda atau mendekati seseorang

- memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain

- memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk

- bergembira dengan melempar benda-benda

- mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti

- mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing/lain

- mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi-sembunyian

4) Dari 9 sampai 12 bulan,

- dapat berdiri sendiri tanpa dibantu

- dapat berjalan dengan dituntun

- menirukan suara

- mengulang bunyi yang didengarnya

- belajar menyatakan satu atau dua kata

- mengerti perintah sederhana atau larangan

- memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin

menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya

- berpartisipasi dalam permainan

5) Dari 12 sampai 18 bulan,

- berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah

- menyusun 2 atau 3 kotak

- dapat mengatakan 5 – 10 kata

- memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing

Page 10: Beda Perkembangan

23

6) Dari 18 sampai 24 bulan

- naik turun tangga

- menyusun 6 kotak

- menunjuk mata dan hidungnya

- menyusun dua kata

- belajar makan sendiri

- menggambar garis di kertas atau pasir

- mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil/kencing

- menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih besar

- memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka

7) Dari 2 sampai 3 tahun,

- belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki

- membuat jembatan dengan 3 kotak

- mampu menyusun kalimat

- mempergunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-kata yang ditujukan

kepadanya

- menggambar lingkaran

- bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di

luar keluarganya

8) Dari 3 sampai 4 tahun,

- berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga

- berjalan pada jari kaki

- belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri

- menggambar garis silang

Page 11: Beda Perkembangan

24

- menggambar orang hanya kepala dan badan

- mengenal 2 atau 3 warna

- bicara dengan baik

- menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya

- banyak bertanya

- bertanya bagaimana anak dilahirkan

- mengenal sisi atas, sisi bawah, sisi muka, sisi belakang

- mendengarkan cerita-cerita

- bermain dengan anak lain

- menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudararnya

- dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana

9) Dari 4 sampai 5 tahun,

- melompat dan menari

- menggambar orang terdiri dari kepala, lengan, badan

- menggambar segi empat dan segitiga

- pandai bicara

- dapat menghitung jari-jarinya

- dapat menyebut hari-hari dalam seminggu

- mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita

- minat kepada kata baru dan artinya

- memprotes bila dilarang apa yang diingininya

- mengenal 4 warna

- memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar dan kecil

- menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.

Page 12: Beda Perkembangan

25

Aspek-aspek perkembangan anak antara lain:

a. Perkembangan Motorik

Perkembangan Motorik. Pendapat Santrock (2007), menurut teori sistem

dinamik, perkembangan motorik bukanlah proses pasif di mana gen menentukan

penyempurnaan urutan keterampilan seiring berjalannya waktu, sebaliknya anak

secara aktif membangun keterampilan mencapai tujuan dalam batas yang ditentukan

oleh tubuh anak dan lingkungannya.

Perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak

seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi

yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.

Perkembangan motorik meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.

1) Perkembangan motorik kasar. Perkembangan bayi tahun pertama. Pendapat

Santrock (2007), bayi yang baru lahir tidak dapat dengan sengaja mengendalikan

posturnya. Meskipun demikian, dalam beberapa minggu, bayi dapat menegakkan

kepala dan segera setelahnya bayi dapat mengangkat kepala ketika sedang

menelungkup.

Duduk. Pada usia 2 bulan, bayi dapat duduk jika disangga di atas pangkuan

atau dalam kursi bayi, tetapi mereka tidak dapat duduk sendiri hingga usia 6 sampai 7

bulan.

Merangkak dan merayap. Mussen (1984) berpendapat, usia rata-rata untuk

dapat merangkak (bergerak dengan perut terletak pada lantai) kurang lebih 9 bulan,

merayap dengan tangan dan lutut terlihat sekitar usia 10 bulan.

Berdiri. Pendapat Santrock (2007), berdiri juga berkembang secara bertahap

selama tahun pertama kehidupan. Saat usianya 8 bulan, bayi biasanya belajar

Page 13: Beda Perkembangan

26

mengangkat dirinya sendiri ke atas dan berpegangan pada kursi dan banyak yang

sudah dapat berdiri sendiri sekitar usia 10 hingga 12 bulan.

Belajar Berjalan, menurut Santrock (2007), gerakan dan kendali postur tubuh

berhubungan dekat, terutama dalam berjalan lurus. Untuk berjalan lurus, bayi harus

mampu menyeimbangkan diri di atas satu kaki saat yang lain berayun ke depan dan

juga memindahkan berat badan dari satu kaki ke kaki yang lain. Bahkan bayi yang

masih kecil dapat membuat gerakan kaki yang berganti-ganti yang diperlukan ketika

berjalan. Jalan saraf yang mengendalikan pergantian kaki telah ada sejak usia yang

sangat dini, mungkin bahkan sejak lahir atau sebelumnya.

Pendapat Mussen (1984), rata-rata anak berdiri sendiri pada usia 11 bulan,

berjalan dengan dituntun satu tangan pada usia 1 tahun dan dapat berjalan sendiri,

walaupun dengan kesulitan pada usia 13 bulan. Hasan (2009) berpendapat, anak akan

belajar mundur pada usia 12 bulan 1 minggu sampai 16 bulan.

Menurut Mussen (1984), pada usia 18 bulan seorang anak dapat naik dan turun

tangga tanpa bantuan (dan biasanya tidak terjatuh) dan dapat menarik mainan

sepanjang lantai. Menurut Santrock (2007), bayi melakukan gerakan menendang

berganti-ganti yang cukup sering sepanjang enam bulan pertama kehidupan saat

mereka berbaring telentang. Juga ketika bayi berusia 1 atau 2 bulan dipegangi dengan

kaki menyentuh treadmill yang sedang bergerak, mereka menunjukkan langkah

berganti-ganti yang terkoordinasi dengan baik. Meskipun memiliki kemampuan dini

ini, kebanyakan bayi tidak belajar berjalan hingga sekitar ulang tahun pertama mereka

Perkembangan anak di tahun kedua. Santrock (2007) berpendapat, pencapaian

motorik pada tahun pertama menyebabkan meningkatnya kemandirian,

memungkinkan bayi untuk menjelajahi lingkungannya dengan lebih leluasa dan untuk

Page 14: Beda Perkembangan

27

memulai interaksi dengan orang lain dengan lebih siap. Pada tahun kedua kehidupan,

anak balita menjadi lebih terampil secara motorik dan lebih aktif. Mereka tidak lagi

diam di satu tempat tetapi ingin bergerak ke seluruh ruangan. Ahli perkembangan

anak percaya bahwa aktivitas motorik selama tahun kedua berperan penting bagi

perkembangan kompetensi anak dan bahwa hanya sedikit batasan, kecuali untuk

keamanan, yang perlu diberikan dalam petualangan mereka.

Saat berusia 13 hingga 18 bulan, anak dapat menarik sebuah mainan yang

melekat pada seutas tali dan menggunakan tangan dan kakinya untuk memanjat

sejumlah anak tangga. Saat berusia 18 hingga 24 bulan, anak dapat berjalan cepat atau

berlari dengan kaku dengan jarak pendek, seimbang di atas kaki dalam posisi jongkok

saat bermain dengan objek di lantai, berjalan mundur tanpa kehilangan keseimbangan,

berdiri dan menendang bola tanpa jatuh, berdiri dan melempar bola, serta melompat-

lompat di tempat.

Saat berusia 3 tahun, anak menikmati gerakan sederhana, seperti loncat-

loncatan, melompat, dan lari ke sana kemari hanya demi kesenangan murni

melakukan aktivitas tersebut. Mereka mendapatkan rasa bangga dalam menunjukkan

bagaimana mereka dapat berlari melintasi ruangan dan melompat sejauh 6 inci.

Aktivitas berlari melompat tersebut merupakan sumber kebanggaan.

Saat berusia 4 tahun, anak masih menikmati aktivitas yang sama, tetapi mereka

menjadi lebih suka berpetualang. Mereka memanjat dengan tangkas, meskipun

mereka sudah lama mampu memanjat tangga dengan satu kaki di setiap anak tangga,

mereka baru mulai mampu menuruni tangga dengan cara yang sama.

Di usia 5 tahun, anak semakin menyukai petualangan dibandingkan ketika

mereka berusia 4 tahun. Bukanlah hal yang luar biasa bagi anak usia 5 tahun yang

Page 15: Beda Perkembangan

28

percaya diri untuk melakukan adegan yang menakutkan seperti memanjat suatu objek.

Mereka berlari cepat dan menyenangi balapan satu sama lain dan dengan orang tua.

Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak

untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh

proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju

perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.

2) Perkembangan motorik halus. Perkembangan motorik halus merupakan

perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota

tubuh tertentu. Keterampilan motorik halus melibatkan gerakan yang diatur secara

halus. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar

dan berlatih. Menggenggam mainan, mengancingkan baju atau melakukan

keterampilan tangan menunjukkan keterampilan motorik halus.

Masa Bayi, Santrock (2007) berpendapat, bayi sangat sedikit memiliki kontrol

terhadap keterampilan motorik halus sewaktu lahir, tetapi mereka memiliki banyak

komponen hal yang akan menjadi gerakan lengan, tangan dan jari yang terkoordinasi.

Awal mula meraih dan menggenggam menandai prestasi yang penting dalam interaksi

bayi. Selama dua tahun pertama kehidupan, bayi memperhalus tindakan meraih dan

menggenggam mereka

Sistem menggenggam bayi sangat fleksibel. Bayi membedakan genggamannya

pada objek tergantung pada ukuran dan bentuk objek tersebut, juga ukuran tangan

mereka sendiri dibandingkan dengan ukuran objek. Bayi menggenggam objek yang

kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk mereka ( dan kadang jari tengah mereka juga ),

sedangkan objek yang besar dengan seluruh jari pada satu atau dua tangan.

Pengalaman memainkan peran penting dalam meraih dan menggenggam.

Page 16: Beda Perkembangan

29

Masa kanak-kanak. Pendapat Santrock (2007), pada usia 3 tahun, anak telah

memiliki kemampuan untuk mengambil objek terkecil di antara ibu jari dan telunjuk

untuk beberapa waktu, tetapi mereka masih canggung melakukannya. Anak umur 3

tahun dapat membangun menara balok yang tinggi secara mengejutkan, tiap balok

diletakkan dengan konsentrasi tinggi tetapi sering tidak sepenuhnya berada pada garis

lurus. Saat anak berumur 3 tahun bermain dengan gambar bongkar pasang sederhana,

mereka agak kasar dalam meletakkan kepingan-kepingannya. Saat mereka mencoba

meletakkan sebuah keping pada tempat yang kosong, mereka sering mencoba

memaksakan keping tersebut atau menekannya dengan kuat.

Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak lebih tepat. Kadang anak

berumur 4 tahun bermasalah dalam membangun menara tinggi dengan balok karena

keinginan mereka untuk meletakkan setiap balok dengan sempurna sehingga mereka

membongkar lagi balok yang sudah tersusun.

Saat berumur 5 tahun, koordinasi motorik halus anak semakin meningkat.

Tangan, lengan dan jari semua bergerak bersama di bawah perintah mata. Menara

sederhana tidak lagi menarik minat anak, sekarang anak ingin membangun sebuah

rumah atau gereja, lengkap dengan menaranya.

b. Perkembangan kognitif.

Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam

menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya.

Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan

maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.

Menurut Santrock (2007), Tahapan sensorimotor menurut Piget dibagi menjadi

enam sub tahapan yaitu:

Page 17: Beda Perkembangan

30

1) Refleks-refleks sederhana (sub tahapan sensorimotor pertama), terjadi pada

masa-masa bulan pertama setelah kelahiran. Pada sub tahap ini, sensasi dan tindakan

dikoordinasikan melalui perilaku refleks seperti gerakan refleks menyusu. Segera

setelah itu, bayi menunjukkan perilaku-perilaku menyerupai gerak-gerak refleks

tersebut tanpa memerlukan stimulus yang lazimnya harus ada untuk memunculkan

gerak-gerak refleks tersebut. Contohnya, seorang bayi akan menyusu dari puting susu

ibunya atau dari botol dot hanya ketika benda-benda tersebut dimasukkan ke dalam

mulut bayi atau disentuhkan ke bibirnya. Akan tetapi segera setelah itu, bayi mungkin

akan melakukan gerakan menyusu ketika botol atau puting susu berada di dekatnya.

Bayi tersebut sedang mempelajari sebuah tindakan dan secara aktif sedang menyusun

berbagai pengalaman pada bulan pertama hidupnya.

2) Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer (sub tahapan

sensorimotor kedua), berkembang pada usia 1 sampai 4 bulan. Dalam sub tahap ini,

bayi mengkoordinasi sensasi dengan dua tipe skema yaitu reaksi-reaksi sirkuler

primer dan kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan adalah skema yang didasarkan pada suatu

refleks yang seluruhnya terpisah dari stimulus yang mendatangkannya. Contohnya

bayi-bayi pada sub tahap 1 melakukan gerak menyusu ketika botol susu didekatkan

pada bibir mereka atau ketika mereka melihat botol. Bayi-bayi pada sub tahapan 2

mungkin melakukan gerak menyusu bahkan ketika tidak ada botol. Reaksi sirkuler

primer adalah sebuah skema yang didasarkan pada usaha menghasilkan kembali suatu

kejadian yang awalnya terjadi secara kebetulan. Contohnya seorang bayi tiba-tiba

menghisap jarinya ketika jari itu diletakkan dekat mulut. Selanjutnya ia mencari jari-

jarinya untuk dihisap lagi, tetapi jari-jari tersebut tidak dapat bekerja sama karena

bayi itu belum dapat mengkoordinasikan tindakan-tindakan manual dan visual.

Page 18: Beda Perkembangan

31

Reaksi-reaksi sirkuler dan kebiasaan dilakukan dengan duplikasi: bayi mengulangi

tindakan-tindakannya selalu dengan cara yang sama. Pada sub tahap ini tubuh bayi

sendiri merupakan perhatian sentral si bayi. Tidak ada ketertarikan terhadap kejadian-

kejadian di luar lingkungannya.

3) Reaksi sirkuler sekunder (sub tahap sensorimotor ketiga), berkembang antara usia

4 hingga 8 bulan. Pada sub tahap ini, bayi lebih berorientasi pada objek, berpindah

dari keasyikan pada dirinya sendiri. Secara kebetulan, seorang bayi mungkin

menggoyangkan mainannya hingga bergemerincing. Bayi akan mengulang tindakan

ini untuk kesenangannya. Bayi juga akan menirukan beberapa gerakan sederhana

seperti celoteh atau gumaman-gumaman orang dewasa dan gerakan-gerakan fisik

dengan meniru gerakan yang telah mampu dilakukannya. Saat bayi dihadapkan pada

objek-objek di lingkungannya, skema yang dibentuk oleh bayi tidaklah dibentuk

dengan sengaja.

4) Koordinasi reaksi-reaksi sirkuler sekunder (sub tahapan sensorimotor keempat),

berkembang antara usia 8 sampai 12 bulan. Untuk berkembang hingga sub tahap ini

bayi harus mengkoordinasikan pandangan dan sentuhan, tangan dan mata. Gerakan-

gerakan menjadi lebih terarah. Perubahan-perubahan penting selama sub tahap ini

meliputi koordinasi skema-skema dan kesengajaan. Contohnya bayi menggunakan

sebuah tongkat untuk mengambil mainan yang berada di luar jangkauannya atau

merubuhkan sebuah balok untuk mengambil dan memainkan mainan yang lain.

5) Reaksi-reaksi sirkuler tersier, kesenangan baru dan keingintahuan (sub tahapan

sensorimotor kelima), berkembang pada usia 12 hingga 18 bulan. Pada sub tahap ini

bayi tergugah minatnya dengan banyaknya objek di lingkungannya. Sebuah balok

dapat dijatuhkan, diputar, dipukulkan ke objek lain dan dilemparkan ke lantai. Sub

Page 19: Beda Perkembangan

32

tahap ini merupakan skema di mana bayi secara sadar mengeksplorasi berbagai

kemungkinan baru atas objek-objek di sekitarnya. Pada tahap ini menandai

dimulainya masa keingintahuan manusia dan minat terhadap kesenangan baru.

6) Skema Internalisasi (sub tahapan sensorimotor keenam dan terakhir),

berkembang antara usia 18 hingga 24 bulan. Pada sub tahap ini bayi mengembangkan

kemampuan menggunakan simbol-simbol primitif. Bagi Piaget simbol adalah sebuah

gambar sensorik yang diinternalkan atau kata yang mewakili sebuah kejadian.

Simbol-simbol primitif menjadikan bayi mampu memanipulasi dan mengubah

kejadian-kejadian yang ada dalam cara-cara yang sederhana. Contoh bayi melihat

kotak korek api dibuka dan ditutup. Ia menirukan kejadian tersebut dengan membuka

dan menutup mulutnya. Ini merupakan ekspresi yang jelas atas gambarannya terhadap

kejadian tersebut. Permanensi Objek, pada akhir periode sensorimotor, bayi-bayi

mulai memahami bahwa objek-objek terpisah dari dirinya dan bersifat permanen.

Permanensi objek adalah suatu pemahaman bahwa objek-objek akan tetap eksis

bahkan ketika objek-objek tersebut tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh.

Permanensi objek merupakan salah satu pencapaian terpenting bagi bayi. Contoh

ketika objek yang menarik minatnya hilang dari pandangannya, maka bayi akan

mencari objek tersebut, diasumsikan bahwa bayi tersebut yakin objek tadi masih ada.

c. Perkembangan Emosi.

Menurut Santrock (2007), terdapat pembagian emosi menjadi 2 klasifikasi

yaitu:

1) Emosi primer, yang sering muncul pada manusia dan juga binatang, yang

termasuk emosi primer adalah terkejut, tertarik, senang, marah, sedih, takut dan

jijik. Semua emosi ini muncul pada usia 6 bulan pertama.

Page 20: Beda Perkembangan

33

2) Emosi yang disadari, yang memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri. Yang

termasuk jenis emosi ini adalah empati, cemburu dan kebingungan yang muncul

pada 1½ tahun pertama (setelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga

bangga, malu dan rasa bersalah yang mulai muncul pada 2½ tahun pertama.

Masa Bayi. Pendapat Santrock (2007), tangisan dan senyuman merupakan

ekspresi emosional awal yang ditampilkan oleh bayi ketika mereka berinteraksi

dengan orang tua atau orang-orang di sekitarnya.

Tangisan adalah mekanisme penting yang dimiliki oleh anak yang baru lahir

untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Tangisan pertama bayi menunjukkan bahwa

paru-parunya sudah terisi udara. Tangisan juga memberikan informasi mengenai

sistem saraf pusat bayi. Ada tiga jenis tangisan bayi:

1) Tangisan biasa: pola ritmis yang biasanya terdiri dari tangisan, diikuti oleh

periode diam yang singkat, diikuti oleh desisan singkat lalu tangisan bernada

lebih tinggi dari tangisan awal, lalu istirahat sejenak sebelum diikuti dengan set

berikutnya. Rasa lapar merupakan salah satu kondisi yang menyebabkan tangisan

ini.

2) Tangisan marah: beberapa variasi tangisan biasa dengan lebih banyak udara

yang dipaksa melewati pita suara.

3) Tangisan kesakitan: tangisan tiba-tiba yang keras dan panjang, diikuti dengan

menahan nafas, tidak ada rengekan awal sebelum tangisan ini. Biasanya

disebabkan oleh stimulus dengan intensitas yang tinggi.

Senyuman, Santrock (2007) berpendapat, senyuman merupakan cara penting

dari seorang bayi untuk mengkomunikasikan emosi. Ada dua macam senyuman bayi:

Page 21: Beda Perkembangan

34

1) Senyuman refleksif: senyuman yang tidak disebabkan oleh stimulus internal dan

muncul pada masa 1 bulan awal sesudah kelahiran, biasanya pada saat tidur.

2) Senyuman sosial: senyuman yang muncul karena stimulus eksternal, biasanya

adalah wajah yang dilihat oleh bayi yang masih muda.

Ketakutan. Pendapat Santrock (2007), katakutan merupakan salah satu emosi

awal pada bayi, yang biasanya muncul pada usia 6 bulan dan mencapai puncaknya

pada usia 18 bulan, ekspresi ketakutan yang paling sering muncul biasanya berkaitan

dengan kecemasan terhadap orang asing, di mana seorang bayi menunjukkan

ketakutan dan kegelisahan terhadap orang asing. Hal ini biasanya timbul secara

bertahap. Pertama kali muncul sekitar usia 6 bulan dalam bentuk reaksi gelisah. Pada

usia 9 bulan, ketakutan terhadap orang asing ini sering kali menjadi lebih sering dan

terus meningkat sampai ulang tahun pertama bayi tersebut. Tidak semua bayi

menunjukkan kegelisahan ketika menghadapi orang asing. Bayi akan lebih berani

berhadapan dengan orang asing jika mereka berada di lingkungan yang familiar.

Ketika bayi merasa aman maka akan lebih tahan menghadapi kecemasan terhadap

orang asing.

Kemarahan, Hurlock (1980) berpendapat, perangsang yang lazim

membangkitkan kemarahan bayi adalah campur tangan terhadap gerakan-gerakan,

menghalangi keinginannya, tidak mengijinkannya mengerti sendiri dan tidak

memperkenankannya melakukan apa yang dia inginkan. Bentuk kemarahan bayi

berupa menjerit, meronta-ronta, menendangkan kaki, mengibaskan tangan dan

memukul atau menendang apa saja yang ada di dekatnya. Pada tahun kedua bayi

dapat juga melonjak-lonjak, berguling-guling, meronta-ronta dan menahan nafas.

Page 22: Beda Perkembangan

35

Rasa ingin tahu. pendapat Hurlock (1980), setiap mainan atau barang baru dan

tidak biasa adalah perangsang untuk keingintahuan, kecuali barang tersebut terlalu

tegas sehingga menimbulkan ketakutan. Bila rasa takut berkurang, maka akan

digantikan oleh rasa ingin tahu. Bayi mudah mengungkapkan rasa ingin tahunya

terutama melalui ekspresi wajah dengan menegangkan otot muka, membuka mulut

dan menjulurkan lidah. Kemudian bayi akan menangkap barang yang membangkitkan

rasa ingin tahunya tersebut, memegang, membolak-balik, melempar atau

memasukkannya ke dalam mulutnya.

Kegembiraan, menurut Hurlock (1980), kegembiraan dirangsang oleh

kesenangan fisik. Pada bulan kedua atau ketiga, bayi bereaksi pada orang yang

mengajaknya bercanda, menggelitik, mengamati dan memperhatikannya. Mereka

mengungkapkan rasa senang atau kegembiraan dengan tersenyum, tertawa dan

menggerakkan lengan serta kakinya. Bila rasa senang sangat besar, bayi berteriak

dengan gembira dan semua gerakan tubuh menjadi makin intensif.

Referensi sosial. Pendapat Santrock (2007), referensi sosial adalah cara

membaca petunjuk emosional dari orang lain sebagai referensi bagaimana berperilaku

dalam situasi tertentu. Bayi tidak hanya mengekspresikan emosi misalnya rasa takut

tetapi juga membaca tanda emosi dari orang lain. Misalnya ketika bayi berhadapan

dengan orang asing, apakah mereka harus merasa takut atau tidak terhadap orang

tersebut. Kemampuan melakukan referensi sosial ini akan berkembang dengan lebih

baik pada tahun kedua.

Afeksi (kasih sayang), Hurlock (1980) berpendapat, setiap orang yang

mengajak bayi bermain, mengurus kebutuhan jasmaninya atau memperlihatkan afeksi

akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka. Kemudian mainan dan hewan

Page 23: Beda Perkembangan

36

kesayangan keluarga mungkin juga menjadi objek cinta bagi mereka. Umumnya bayi

mengungkapkan afeksinya dengan memeluk, menepuk dan mencium barang atau

orang yang dicintai.

Pengaturan emosi dan coping. Santrock (2007) berpendapat, dalam kurun

waktu satu tahun pertama, bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menahan

atau mengurangi intensitas dan durasi reaksi emosional. Dari masa awal

kehidupannya bayi sudah bisa meletakkan ibu jari dalam mulut untuk menenangkan

dirinya. Meskipun begitu, biasanya bayi tetap tergantung kepada pengasuhnya untuk

menenangkan reaksi emosi yang dirasakannya, terutama di masa awal kehidupan,

seperti dengan mengayun-ayunkan bayi ketika menidurkan, menyanyikan lagu nina

bobo, membelai-belai, dan lain sebagainya. Pada usia dua tahun, seorang balita sudah

mampu menggunakan bahasa untuk menjelaskan keadaan emosi dan situasi yang

menggangu mereka. Misal seorang balita mungkin akan berkata ”Takut. Anjing

galak” Jenis komunikasi seperti ini akan membantu pengasuh dalam membantu anak

mengatur emosi mereka. Bayi akan sangat mudah terpengaruh oleh kelelahan, rasa

lapar, waktu, orang-orang yang ada di sekitar dan juga lingkungan di mana mereka

sedang berada. Bayi harus belajar untuk beradaptasi terhadap berbagai macam situasi

yang memerlukan pengaturan emosi, seiring dengan bertambahnya usia. Sebagai

contoh, jika bayi berusia 6 bulan tiba-tiba menjerit di tengah restoran maka orang

tuanya akan menganggap hal ini wajar, tetapi tidak wajar jika anak yang menjerit itu

sudah berusia 1½ tahun.

Masa Kanak-kanak awal (usia 2 sampai 5 tahun). Pendapat Santrock (2007)

bahwa emosi yang disadari adalah emosi yang membutuhkan kesadaran diri anak

bahwa mereka berbeda dengan orang lain. Misalnya bangga, malu, rasa bersalah,

Page 24: Beda Perkembangan

37

pertama kali muncul pada usia 2½ tahun. Rasa bangga muncul ketika anak merasakan

kesenangan setelah sukses melakukan perilaku tertentu. Rasa malu muncul ketika

anak menganggap dirinya tidak mampu memenuhi standar atau target tertentu. Anak

yang sedang malu sering kali berharap mereka bisa bersembunyi atau menghilang dari

situasi tersebut. Rasa bersalah biasanya muncul ketika anak menilai perilakunya

sebagai sebuah kegagalan. Ketika anak mengalami perasaan bersalah maka mereka

biasanya akan melakukan gerakan-gerakan tertentu seakan berusaha memperbaiki

kegagalan mereka.

Bahasa dan pemahaman emosi pada anak-anak. Santrock (2007) berpendapat,

pada rentang usia 2-4 tahun, terjadi penambahan jumlah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan emosi. Mereka juga mulai belajar mengenai penyebab dan

konsekuensi dari perasaan-perasaan yang dialami. Ketika menginjak usia 4-5 tahun,

anak-anak mulai menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merefleksi emosi.

Mereka juga mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat menimbulkan

perasaan yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Lebih dari itu mereka juga mulai

menunjukkan kesadaran bahwa mereka harus mengatur emosi mereka untuk

memenuhi standar sosial.

Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang tua dan

orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi

yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka

akan belajar untuk menyayangi.

d. Perkembangan sosial.

Hurlock (1978) berpendapat, perkembangan sosial berarti perolehan

kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang

Page 25: Beda Perkembangan

38

mampu bermasyarakat memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan

sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu

proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Tiga proses sosialisasi antara lain:

1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.

Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang

perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus

mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan

perilaku dengan patokan yang dapat diterima.

2) Memainkan peran sosial yang dapat diterima.

Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan

seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada

peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi guru dan

murid.

3) Perkembangan sikap sosial.

Untuk bermasyarakat/bergaul dengan baik anak-anak harus menyukai orang dan

aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya, mereka akan berhasil dalam

penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial

tempat mereka menggabungkan diri.

Perkembangan sosial pada masa bayi:

1) Meniru. Bayi menjadi bagian dari kelompok sosial dengan cara menirukan bayi

lain. Pertama-tama mereka menirukan ekspresi wajah, kemudian isyarat dan

gerakan, selanjutnya suara pembicaraan dan akhirnya pola keseluruhan perilaku.

2) Rasa malu. Pada usia tiga atau enam bulan bayi dapat membedakan antara wajah

yang sudah biasa dikenal dengan yang tidak dikenal. Sampai pada akhir tahun

Page 26: Beda Perkembangan

39

pertama mereka bereaksi terhadap orang yang tidak dikenal dengan cara

merengek, menangis, menyembunyikan kepala dan bergayut pada orang yang

membopong mereka.

3) Perilaku kelekatan. Tatkala bayi mampu membina hubungan yang hangat dan

penuh kasih sayang dengan ibu mereka atau pengganti ibu, kesenangan yang

mereka peroleh dari hubungan ini mendorong mereka untuk berusaha membina

hubungan yang bersahabat dengan orang/anak lain.

4) Ketergantungan. Semakin bayi diasuh oleh seseorang, semakin bergantung ia

kepada orang tersebut. Bayi memperlihatkan ketergantungan dengan bergayut

kepada orang yang mengasuhnya, menangis apabila ditinggalkan bersama orang

lain dan menuntut dilayani sekalipun ia mampu melakukannya sendiri.

5) Menerima otoritas. Bayi akan belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan orang

yang mempunyai otoritas atas diri mereka, hal itu bergantung pada pengaruh

orang yang mempunyai otoritas untuk memaksakan kehendaknya. Sikap yang

permisif ( memberi kebebasan ) mendorong bayi untuk menolak otoritas.

6) Persaingan. Persaingan berkembang dalam hubungan dengan bayi lain atau anak-

anak. Hal ini terlihat pada bayi yang berusaha merebut mainan atau benda dari

bayi lain bukan karena menghendakinya, tetapi mungkin karena hal itu

menimbulkan kesenangan untuk menyatakan keunggulannya.

7) Mencari perhatian. Pada tahun kedua, bayi berusaha memperoleh perhatian orang

dewasa melalui suara terutama menangis, dengan menarik baju atau memukul

mereka dan dengan melakukan hal-hal yang dilarang. Jika mereka berhasil,

mereka memperlihatkan kepuasan dengan tersenyum atau tertawa.

Page 27: Beda Perkembangan

40

8) Kerja sama sosial. Kerja sama dalam permainan antara bayi dengan orang dewasa

biasanya berhasil karena orang dewasa bersikap memberikan lebih banyak. Kerja

sama sosial dengan teman sebaya biasanya tidak berhasil karena teman sebaya

tidak mau mengalah.

9) Perilaku melawan. Pada pertengahan tahun kedua usia bayi, perilaku melawan

mulai timbul. Hal itu diekspresikan dengan menegangkan badan, menangis atau

menolak untuk patuh. Bila bayi tidak diberi kesempatan untuk bebas, perilaku

melawan biasanya menimbulkan sikap negatif.

Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak awal:

1) Kerja sama. Sejumlah kecil anak belajar bermain atau bekerja secara bersama

dengan anak lain sampai mereka berumur 4 tahun. Semakin banyak kesempatan

yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat

mereka belajar melakukannya dengan cara bekerja sama.

2) Persaingan. Jika persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha

sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu

diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, akan mengakibatkan

timbulnya sosialisasi yang buruk.

3) Kemurahan hati. Kemurahan hati, sebagaimana terlihat pada kesediaan untuk

berbagi sesuatu dengan anak lain, meningkat dan sikap mementingkan diri

sendiri semakin berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati

menghasilkan penerimaan sosial.

4) Hasrat akan penerimaan sosial. Jika hasrat untuk diterima kuat, hal itu

mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Hasrat untuk

Page 28: Beda Perkembangan

41

diterima oleh orang dewasa biasanya timbul lebih awal dibandingkan dengan

hasrat untuk diterima oleh teman sebaya.

5) Simpati. Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah

mengalami situasi yang mirip dengan duka cita. Mereka mengekspresikan

simpati dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang

bersedih.

6) Empati. Empati kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan

menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya berkembang jika anak

dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain.

7) Ketergantungan. Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,

perhatian dan kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang

diterima secara sosial. Anak berjiwa bebas kekurangan motivasi ini.

8) Sikap ramah. Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan

melakukan sesuatu untuk atau bersama anak/orang lain dan dengan

mengekspresikan kasih sayang kepada mereka.

9) Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Anak yang mempunyai kesempatan dan

mendapat dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki dan yang tidak terus-

menerus menjadi pusat perhatian keluarga, belajar memikirkan orang lain dan

berbuat untuk orang lain dan bukannya hanya memusatkan perhatian pada

kepentingan dan milik mereka sendiri.

10) Meniru. Dengan meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial,

anak-anak mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok

terhadap diri mereka.

Page 29: Beda Perkembangan

42

11) Perilaku kelekatan. Dari landasan yang diletakkan pada masa bayi, yaitu tatkala

bayi mengembangkan suatu kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih kepada

ibu atau pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku ini kepada

anak/orang lain dan belajar membina persahabatan dengan mereka.

Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pengasuh

bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek

tersebut berkembang secara seimbang. Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus

hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut

diberikan dengan tetap memperhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.

4. Ciri-ciri Perkembangan Anak

Moersintowarti, dkk. (2008) berpendapat, perkembangan terjadi secara

simultan (bersamaan) dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan hasil interksi

kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain

meliputi perkembangan sistem neuromuskuler, bicara, emosi dan sosial. Kesemua

fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Ciri-ciri

perkembangan:

a. Perkembangan melibatkan perubahan. Karena perkembangan terjadi bersamaan

dengan pertumbuhan, maka setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.

Perkembangan sistem reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ

kelamin, perkembangan inteligensia menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.

Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan

proporsi tubuh, berubahnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda

kematangan suatu organ tubuh tertentu.

Page 30: Beda Perkembangan

43

b. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya. Seseorang tidak akan

bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya.

Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri.

Perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan

perkembangan selanjutnya.

c. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh

terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:

1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah

kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal

2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar) lalu

berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan

dalam gerakan halus. Pola ini disebut pola proksimodistal.

d. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap ini dilalui seorang anak

mengikuti pola teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat

kotak, berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.

e. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Seperti halnya

pertumbuhan, perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki

dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang

lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.

f. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan

berlangsung cepat, perkembanganpun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan,

daya nalar, asosiasi dan lain-lain.

Page 31: Beda Perkembangan

44

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak

Papalia, dkk. (2008) berpendapat, perkembangan merupakan sesuatu yang

kompleks dan terdapat berbagai faktor yang dibutuhkan seseorang untuk dapat

berkembang secara normal antara lain :

a. Keturunan

Kualitas genetik yang diwarisi dari orang tua biologis saat pembuahan.

b. Lingkungan

Pengaruh lain banyak berasal dari lingkungan, dimulai dari dalam kandungan,

dan pembelajaran yang didapat dari pengalaman.

c. Kematangan tubuh dan otak

Perbedaan individu akan semakin besar seiring dengan bertambahnya umur

seseorang, banyak perubahan mendasar dalam masa bayi dan anak-awal yang

tampaknya berhubungan langsung dengan kematangan tubuh dan otak, yaitu

terbukanya tahapan alamiah perubahan fisik dan pola perilaku, termasuk

didalamnya kesiapan untuk menguasai satu kemampuan baru seperti berbicara

dan berjalan. Seiring tumbuhnya seorang anak menjadi remaja kemudian dewasa.

Soetjiningsih (1995) berpendapat, faktor penentu kualitas tumbuh kembang

anak adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dibagi menjadi:

a. faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin

mulai dari konsepsi sampai lahir termasuk gizi ibu pada waktu hamil, faktor mekanis

(trauma dan cairan ketuban kurang, serta posisi janin dalam uterus) dapat

menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan, faktor toksin / zat kimia

sebagai zat teratogenik yang dapat menyebabkan kelainan bawaan, bayi berat badan

lahir rendah, lahir mati, cacat, atau retardasi mental, faktor endokrin seperti hormon

Page 32: Beda Perkembangan

45

plasenta dapat mempengaruhi fungsi nutrisi plasenta, hormon tiroid dapat

mengakibatkan retardasi mental, faktor radiasi dapat menyebabkan cacat bawaan,

faktor infeksi juga dapat mengakibatkan cacat bawaan, faktor stres dapat

menyebabkan cacat bawaan dan kelainan jiwa, faktor imunitas sering menyebabkan

abortus dan lahir mati, faktor anoksia embrio menyebabkan bayi berat badan lahir

rendah.

b. faktor lingkungan post-natal, yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara

umum dapat digolongkan menjadi:

1) Lingkungan biologis,

a) Ras / suku bangsa

Bangsa kulit putih / ras Eropa mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi

daripada bangsa Asia.

b) Jenis kelamin

Anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi belum

diketahui secara pasti mengapa demikian.

c) Umur

Umur paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak

mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita

merupakan dasar pembentukan kepribadian anak, sehingga diperlukan

perhatian khusus.

d) Gizi

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana

kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak

dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan

Page 33: Beda Perkembangan

46

makanan keluarga yang mencakup pada ketersediaan makanan dan

pembagian yang adil makanan dalam keluarga, dimana seringkali kepentingan

budaya bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-anggota keluarga.

Satu aspek yang penting yang perlu ditambahkan adalah keamanan pangan

yang mencakup pembebasan makanan dari berbagai racun fisika, kimia dan

biologis, yang dapat mengancam kesehatan manusia.

e) Perawatan kesehatan

Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi

pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan

menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas

pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang

mencakup aspek-aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.

f) Kepekaan terhadap penyakit

Dengan memberikan imunisasi, maka diharapkan anak terhindar dari

penyakit-penyakit yang sering menyebabkan cacat atau kematian. Dianjurkan

sebelum anak berumur satu tahun sudah mendapat imunisasi BCG, Polio 3

kali, DPT 3 kali, Hepatitis B 3 kali dan campak.

g) Penyakit kronis

Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya

dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stres yang

berkepanjangan akibat dari penyakitnya.

h) Fungsi metabolisme

Page 34: Beda Perkembangan

47

Khusus pada anak, karena perbedaan yang mendasar dalam proses

metabolisme pada berbagai umur, maka kebutuhan akan berbagai nutrien

harus didasarkan atas perhitungan yang tepat atau setidak-tidaknya memadai.

i) Hormon

Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang antara lain

adalah: Somatotropin atau hormon pertumbuhan, hormon tiroid,

gukokortikoid, hormon-hormon seks dan insulin like growth factor (IGFs).

2). Faktor fisik antara lain cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi

lingkungan, keadaan rumah, radiasi.

3) Faktor psikososial

a) Stimulasi

Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak

yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat

berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang / tidak mendapat

stimulasi.

b) Motivasi belajar

Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan

lingkungan yang kondusif untuk belajar, misalnya adanya sekolah yang tidak

terlalu jauh, buku-buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya.

c) Ganjaran atau hukuman yang wajar

Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi pujian, ciuman, belaian,

tepuk tangan dan sebagainya. Kalau anak berbuat salah dapat diberikan

hukuman yang diberikan secara obyektif, disertai pengertian dan maksud dari

hukuman tersebut, bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan

Page 35: Beda Perkembangan

48

kejengkelan terhadap anak. Sehingga anak tahu mana yang baik dan yang

tidak baik, akibatnya akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang

penting untuk perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari.

d) Kelompok sebaya

Untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya, anak memerlukan teman

sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau

dengan siapa anak tersebut bergaul. Khususnya bagi remaja, aspek

lingkungan teman sebaya menjadi sangat penting dengan makin

meningkatnya kasus-kasus penyalahgunaan obat-obat atau narkotika.

e) Stres

Stres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya

anak akan menarik diri, rendah diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun

dan sebagainya.

f) Sekolah

Dengan adanya wajib belajar 9 tahun sekarang ini, diharapkan setiap anak

mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah minimal 9 tahun. Yang

menjadi masalah sosial saat ini adalah masih banyaknya anak-anak yang

terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena harus membantu mencari

nafkah untuk keluarganya.

g) Cinta dan kasih sayang

Salah satu hak anak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih

sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya. Agar kelak kemudian hari

menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan kasih sayang pula

kepada sesamanya. Sebaliknya kasih sayang yang diberikan secara berlebihan

Page 36: Beda Perkembangan

49

yang menjurus kearah memanjakan, akan menghambat bahkan mematikan

perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang

mandiri, pemboros, sombong dan kurang bisa menerima kenyataan.

h) Kualitas interaksi anak-orang tua.

Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan

keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orang tuanya sehingga

komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama

karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak.

Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih

ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap

kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan

tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.

4) Faktor keluarga dan adat istiadat

a) Pekerjaan / pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,

karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer

maupun yang sekunder. Kesimpulan dari ahli sosiologis di negara Swedia

bahwa fakta yang terjadi pada anak dan bayi dengan ibu yang bekerja diluar

rumah serta tidak sepenuhnya konsentrasi sebagai ibu rumah tangga dapat

mempengaruhi perkembangan kognitif, kesehatan fisik serta perkembangan

sosial emosional anak.

b) Pendidikan ayah / ibu

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam

tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua

Page 37: Beda Perkembangan

50

dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan

anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan

sebagainya.

c) Jumlah saudara.

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya

cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang

diterima anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu dekat. Sedangkan pada

keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang

banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian

pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan

pun tidak terpenuhi. Oleh karena itu Keluarga Berencana tetap diperlukan.

d) Jenis kelamin dalam keluarga.

Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah

dibandingkan laki-laki, sehingga angka kematian bayi dan malnutrisi masih

tinggi pada wanita. Demikian pula dengan pendidikan, masih banyak

ditemukan wanita yang buta huruf.

e) Stabilitas rumah tangga.

Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh kembang

anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang harmonis,

dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis.

f) Kepribadian ayah / ibu.

Kepribadian ayah dan ibu yang terbuka tentu pengaruhnya berbeda terhadap

tumbuh kembang anak, bila dibandingkan dengan mereka yang

kepribadiannya tertutup.

Page 38: Beda Perkembangan

51

g) Adat-istiadat, norma-norma.

Adat-istiadat yang berlaku di tiap daerah akan berpengaruh terhadap tumbuh

kembang anak. Misalnya di Bali karena seringnya upacara agama diadakan

oleh suatu keluarga, dimana harus disediakan berbagai makanan dan buah-

buahan, maka sangat jarang terdapat anak yang gizi buruk karena makanan

maupun buah-buahan, maka sangat jarang terdapat anak yang gizi buruk

karena makanan maupun buah-buahan tersebut akan dimakan bersama setelah

selesai upacara. Demikian pula dengan norma-norma maupun tabu-tabu yang

berlaku di masyarakat, berpengaruh pula terhadap tumbuh kembang anak.

h) Agama.

Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak-anak sedini mungkin,

karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya untuk berbuat

kebaikan dan kebajikan.

i) Urbanisasi.

Salah satu dampak dari urbanisasi adalah kemiskinan dengan segala

permasalahannya.

j) Kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas

kepentingan anak, anggaran, dan lain-lain .

Hurlock (1978) berpendapat, lingkungan tempat anak hidup selama tahun-

tahun pembentukan awal hidupnya mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan

bawaan mereka. Terdapat enam faktor lingkungan yang sangat penting, diantaranya:

a. Hubungan antar pribadi yang menyenangkan.

Hubungan dengan masyarakat yang menyenangkan, terutama dengan anggota

keluarga, akan mendorong anak mengembangkan kecenderungan menjadi

Page 39: Beda Perkembangan

52

terbuka dan menjadi lebih berorientasi kepada orang lain, karakteristik yang

mengarah ke penyesuaian pribadi dan sosial yang baik.

b. Keadaan Emosi.

Ketiadaan hubungan emosional akibat penolakan anggota keluarga atau

perpisahan dengan orang tua, seringkali menimbulkan gangguan kepribadian.

Sebaliknya pemuasan emosional mendorong perkembangan kepribadian.

c. Metode Melatih Anak.

Anak-anak yang dibesarkan orang tua yang permisif ketika besar cenderung

kehilangan rasa tanggung jawab, mempunyai kendali emosional yang buruk, dan

sering berprestasi rendah dalam melakukan sesuatu. Mereka yang dibebaskan

oleh orang tua yang demokratik atau sedikit otoriter penyesuaian pribadi dan

sosialnya lebih baik.

d. Peran yang dini.

Anak pertama yang seringkali diharapkan bertanggung jawab di rumah dan

menjaga anak yang lebih kecil, dapat mempunyai kepercayaan diri yang lebih

besar daripada saudaranya yang lahir sesudahnya tetapi mungkin juga

mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan kebiasaan memerintah

sepanjang hidupnya.

e. Struktur keluarga di masa kanak-kanak.

Seorang anak yang berasal dari sebuah keluarga yang besar, sikap dan

perilakunya cenderung otoriter, sedangkan yang berasal dari keluarga yang

bercerai atau berpisah menjadi anak yang cemas, tidak mudah percaya, dan

sedikit kaku.

f. Rangsangan Lingkungan.

Page 40: Beda Perkembangan

53

Lingkungan yang merangsang merupakan salah satu pendorong perkembangan

kemampuan anak yang diturunkan. Bercakap-cakap dengan bayi atau

menunjukkan gambar cerita pada seorang anak pra sekolah mendorong minat

dalam belajar berbicara dan keinginan untuk membaca. Lingkungan yang

merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan

lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan perkembangan anak di bawah

kemampuannya.

Pendapat Hurlock (1978), terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi laju

perkembangan motorik, antara lain:

a. Sifat dasar genetik, termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai pengaruh

yang menonjol terhadap laju perkembangan motorik.

b. Seandainya dalam awal kehidupan pasca lahir tidak ada hambatan kondisi

lingkungan yang tidak menguntungkan, semakin aktif janin semakin cepat

perkembangan motorik anak.

c. Kondisi pra lahir yang menyenangkan, khususnya gizi makanan sang ibu, lebih

mendorong perkembangan motorik yang lebih cepat pada masa pasca lahir.

d. Kelahiran yang sukar, khususnya apabila ada kerusakan pada otak akan

memperlambat perkembangan motorik.

e. Seandainya tidak ada gangguan lingkungan, maka kesehatan dan gizi yang baik

selama awal kehidupan pasca lahir akan mempercepat perkembangan motorik.

f. Anak yang IQ-nya tinggi menunjukkan perkembangan yang lebih cepat

daripada anak yang IQ-nya normal atau di bawah normal.

g. Adanya rangsangan, dorongan dan kesempatan untuk menggerakkan semua

bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik.

Page 41: Beda Perkembangan

54

h. Perlindungan yang berlebihan akan melumpuhkan kesiapan berkembangnya

kemampuan motorik.

i. Karena rangsangan dan dorongan yang lebih banyak dari orang tua, maka

perkembangan motorik anak yang pertama cenderung lebih baik daripada

perkembangan motorik anak yang lahir kemudian.

j. Kelahiran sebelum waktunya biasanya memperlambat perkembangan motorik

karena tingkat perkembangan motorik pada waktu lahir berada di bawah tingkat

perkembangan bayi yang lahir tepat waktunya.

k. Cacat fisik, seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan motorik.

l. Dalam perkembangan motorik, perbedaan jenis kelamin, warna kulit dan sosial

ekonomi lebih banyak disebabkan oleh perbedaan motivasi dan metode pelatihan

anak daripada karena perbedaan bawaan.

Hurlock (1978) berpendapat, terdapat kondisi yang menimbulkan perbedaan

dalam belajar berbicara, antara lain:

a. Kesehatan

Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara daripada anak yang tidak sehat,

karena motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan

berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.

b. Kecerdasan

Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, belajar berbicara lebih cepat dan

memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul daripada anak yang

tingkat kecerdasannya rendah.

c. Keadaan sosial ekonomi

Page 42: Beda Perkembangan

55

Anak dari kelompok dengan keadaan sosial ekonominya tinggi lebih mudah

belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak bicara

daripada anak dari kelompok dengan keadaan sosial ekonominya lebih rendah.

Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih

banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing melakukannya.

d. Jenis kelamin

Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki tertinggal dalam belajar

berbicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak laki-laki lebih pendek dan

kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkan lebih sedikit dan

pengucapannya kurang tepat daripada anak perempuan.

e. Keinginan berkomunikasi

Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain semakin kuat

motivasi anak untuk belajar berbicara dan semakin bersedia menyisihkan waktu

dan usaha yang diperlukan untuk belajar.

f. Dorongan

Semakin banyak anak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya bicara dan

didorong menanggapinya, akan semakin awal mereka belajar berbicara dan

semakin baik kualitas bicaranya.

g. Ukuran keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan

lebih baik daripada anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan

waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.

h. Urutan kelahiran

Page 43: Beda Perkembangan

56

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul daripada anak yang lahir

kemudian. Ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak

untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar berbicara

daripada untuk anak yang lahir kemudian.

i. Metode pelatihan anak

Anak-anak dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa ”anak harus dilihat

dan bukan didengar” merupakan hambatan belajar, sedangkan pelatihan yang

memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar.

j. Kelahiran kembar

Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya

terutama karena mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan

hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Ini melemahkan motivasi

mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami mereka.

k. Hubungan dengan teman sebaya

Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar

keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan

semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara.

l. Kepribadian

Anak yang dapat meyesuaikan diri dengan baik cenderung kemampuan bicaranya

lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, daripada anak yang

penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya, bicara seringkali dipandang sebagai

salah satu petunjuk anak yang sehat mental.

Pendapat Hurlock (1978), terdapat kondisi yang ikut mempengaruhi emosi

dominan, antara lain:

Page 44: Beda Perkembangan

57

a. Kondisi kesehatan

Kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan menjadi dominan,

sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan emosi yang tidak menyenangkan

menjadi dominan.

b. Suasana rumah

Jika anak-anak tumbuh dalam lingkungan rumah yang lebih banyak berisi

kebahagiaan dan apabila pertengkaran, kecemburuan, dendam dan perasaan lain

yang tidak menyenangkan diusahakan sesedikit mungkin, maka anak akan lebih

banyak mempunyai kesempatan untuk menjadi anak yang bahagia.

c. Cara mendidik anak

Mendidik anak secara otoriter, yang menggunakan metode hukuman untuk

memperkuat kepatuhan secara ketat, akan mendorong emosi yang tidak

menyenangkan menjadi dominan. Cara mendidik anak yang bersifat demokratis

dan permisif akan menimbulkan suasana rumah yang lebih santai yang akan

menunjang bagi ekspresi emosi yang menyenangkan.

d. Hubungan dengan para anggota keluarga

Hubungan yang tidak rukun dengan orang tua atau saudara akan lebih banyak

menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi ini akan cenderung

menguasai kehidupan anak di rumah.

e. Hubungan dengan teman sebaya

Jika anak diterima dengan baik oleh kelompok teman sebaya maka emosi yang

menyenangkan akan menjadi dominan padanya, sedangkan jika anak ditolak atau

diabaikan oleh kelompok teman sebaya maka emosi yang tidak menyenangkan

akan menjadi dominan padanya.

Page 45: Beda Perkembangan

58

f. Perlindungan yang berlebih-lebihan

Orang tua yang melindungi anak secara berlebihan, yang hidup dalam prasangka

bahaya terhadap segala sesuatu, akan menimbulkan rasa takut pada anak menjadi

dominan.

g. Aspirasi orang tua

Jika orang tua mempunyai aspirasi tinggi yang tidak realistis bagi anak-anaknya,

anak akan menjadi malu, canggung dan merasa bersalah bila mereka menyadari

kritik orang tua bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan tersebut.

Pengalaman semacam ini yang terjadi berulang kali dengan segera akan

menyebabkan emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan dalam

kehidupan anak.

h. Bimbingan

Bimbingan dengan titik berat pada penanaman pengertian bahwa mengalami

frustasi diperlukan sekali-kali dapat mencegah kemarahan, kebencian menjadi

emosi yang dominan. Tanpa bimbingan semacam ini, emosi tersebut akan

menjadi dominan terutama apabila frustasi yang dialami dirasakan tidak adil bagi

seorang anak.

Hurlock E.B.(1978) berpendapat, faktor yang ikut mempengaruhi perbedaan

pengaruh kelompok sosial, antara lain:

a. Kemampuan untuk dapat diterima kelompok

Anak-anak yang populer dan melihat kemungkinan memperoleh penerimaan

kelompok lebih dipengaruhi kelompok dan kurang dipengaruhi keluarga

dibandingkan dengan anak-anak yang pergaulannya dengan kelompok tidak

begitu akrab. Anak-anak yang hanya melihat adanya kesempatan kecil untuk

Page 46: Beda Perkembangan

59

dapat diterima kelompok mempunyai motivasi yang kecil pula untuk

menyesuaikan diri dengan standar kelompok.

b. Keamanan karena status dalam kelompok

Anak-anak yang merasa aman di dalam kelompok akan merasa bebas

mengekspresikan ketidakcocokan mereka dengan pendapat anggota lainnya.

Sebaliknya mereka yang merasa tidak aman akan menyesuaikan diri sebaik

mungkin dan akan mengikuti anggota lainnya.

c. Tipe kelompok

Pengaruh kelompok berasal dari jarak sosial yaitu derajat hubungan kasih sayang

di antara para anggota kelompok. Pada kelompok primer (antara lain keluarga

atau kelompok teman sebaya) ikatan hubungan dalam kelompok lebih kuat

dibandingkan dengan pada kelompok sekunder (antara lain kelompok bermain

yang diorganisasikan atau perkumpulan sosial) atau pada kelompok tersier

(antara lain orang-orang yang berhubungan dengan anak di dalam bus, kereta api

dan sebagainya). Akibatnya kelompok primer mempunyai pengaruh terkuat

terhadap anak-anak.

d. Perbedaan keanggotaan dalam kelompok

Dalam sebuh kelompok, pengaruh terbesar biasanya timbul dari pemimpin

kelompok dan pengaruh yang terkecil berasal dari anggota yang paling tidak

populer.

e. Kepribadian

Anak-anak yang merasa tidak mampu atau rendah diri lebih banyak dipengaruhi

oleh kelompok dibandingkan dengan mereka yang memiliki kepercayaan pada

diri sendiri yang besar dan yang lebih menerima diri sendiri. Anak dengan pola

Page 47: Beda Perkembangan

60

kepribadian otoriter paling dipengaruhi kelompok karena mereka selalu merasa

takut kalau-kalau tidak disukai teman sebaya.

f. Motif menggabungkan diri

Semakin kuat motif anak-anak untuk menggabungkan diri yaitu keinginan untuk

diterima, semakin rentan mereka terhadap pengaruh anggota lainnya, terutama

pengaruh dari mereka yang mempunyai status tinggi dalam kelompok. Semakin

menarik kelompok itu bagi anak-anak, semakin ingin mereka diterima dan

bersedia dipengaruhi oleh kelompok tersebut.

6. Kebutuhan Dasar Anak

Moersintowarti, dkk. (2008) berpendapat, kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar:

a. Kebutuhan fisik-biomedis ( ASUH )

1) Nutrisi yang adekuat dan seimbang. Merupakan kebutuhan akan “asuh” yang

terpenting. Nutrisi adalah termasuk pembangun tubuh yang mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada tahun-

tahun pertama kehidupan diamana anak sedang mengalami pertumbuhan yang

sangat pesat terutama pertumbuhan otak. Keberhasilan perkembangan anak

ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan otak. Jadi dapat

dikatakan bahwa nutrisi, selain mempengaruhi pertumbuhan, juga

mempengaruhi perkembangan otak.

2) Perawatan Kesehatan Dasar

Page 48: Beda Perkembangan

61

a) Pemberian imunisasi pada anak adalah penting untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah

dengan imunisasi.

b) Pengobatan bila anak sakit. Anak yang sehat pada umumnya akan tumbuh

dengan baik.

3) Pakaian

Pakaian yang layak, bersih dan aman (tidak mudah terbakar, tanpa pernik-

pernik yang mudah menyebabkan anak kemasukan benda asing)

4) Perumahan.

Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak

membahayakan penghuninya, akan menjamin keselamatan dan kesehatan

penghuninya. Misalnya ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak penuh

sesak, cukup leluasa untuk anak bermain, bebas polusi, maka akan menjamin

tumbuh kembang anak.

5) Higiene diri dan sanitasi lingkungan.

Kebersihan, baik kebersihan diri maupun lingkungan memegang peranan

penting pada tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang

akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan

seperti diare, cacing, dll. Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya

dengan penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit

akibat nyamuk.

6) Kesegaran jasmani : olah raga, rekreasi.

b. Kebutuhan emosi / kasih sayang (ASIH)

1) Kasih sayang orang tua.

Page 49: Beda Perkembangan

62

Kasih sayang orang tua yang hidup rukun berbahagia dan sejahtera yang

memberi bimbingan, perlindungan, perasaan aman kepada anak merupakan

salah satu kebutuhann yang diperluan anak untuk tumbuh dan berkembang

seoptimal mungkin. Bayi yang normal biasanya akan mulai menampakkan

rasa cemas bila ditinggalkan ibunya pada umur antar 7 sampai 9 bulan.

Hubungan antar ibu dan anak pada dua tahun pertama dalam kehidupan si

anak harus cukup memberikan kepercayaan pada si anak, akan tetapi bila

berlebihan dapat menyebabkan anak menjadi manja. Bila seorang ibu oleh

karena bekerja harus meninggalkan anaknya, maka hal ini tidak akan

mengakibatkan kelainan pada anak asal si ibu setiap hari masih dapat bertemu

dan bergaul dengan si anak dalam waktu-waktu tertentu. Bila si ibu harus

berpisah dalam waktu yang lama, diperlukan seorang pengasuh / substitusi

ibu yang tetap.

2) Rasa Aman

Seorang anak akan merasa diterima oleh orang tuanya bila ia merasa bahwa

kepentingannya diperhatikan serta merasa ada hubungan yang erat antara ia

dan keluarganya.

3) Harga Diri

Setiap anak ingin merasa bahwa ia mempunyai tempat dalam keluarga,

keinginannya diperhatikan, apa yang dikatakannya ingin didengar orang tua,

tidak diacuhkan.

4) Kebutuhan akan sukses

Setiap anak ingin merasa bahwa apa yang diharapkan daripadanya dapat

dilakukannya, dan ia merasa sukses mencapai sesuatu yang diinginkan orang

Page 50: Beda Perkembangan

63

tua. Janganlah anak dipaksa melakukan sesuatu diluar kemampuannya. Oleh

karena besar kemungkinan ia gagal. Jika kegagalan terjadi berulang-ulang, ia

akan merasa kecewa dan akhirnya merasa kehilangan kepercayaan dirinya. Ia

akan merasa rendah diri dari pergaulan dengan teman-temannya.

5) Mandiri

Kemandirian pada anak hendaknya selalu didasarkan pada perkembangan

anak. Apabila orang tua masih menuntut anaknya mandiri melampaui

kemampuannya, maka anak dapat menjadi tertekan. Anak masih perlu

bantuan untuk belajar mandiri, belajar untuk memahami persoalan,

memahami apa yang harus diperhatikan dan kesemuanya itu memerlukan

waktu.

6) Dorongan

Anak membutuhkan dorongan dari orang-orang sekelilingnya apabila tidak

mampu menghadapi situasi/masalah. Tentu saja dorongan yang diberikan

bukan merupakann bantuan yang seutuhnya sehingga anak tinggal menerima

jadi, tetapi dapat berupa langkah-langkah yang dapat diambil memberi

semangat bahwa dia dahulu dapat mengatasi dengan baik, dan sebagainya.

Dengan demikian anak merasa dapat dorongan dan mempunyai semangat

untuk menghadapi situasi-situasi atau masalah.

7) Kebutuhan mendapatkan kesempatan dan pengalaman

Anak-anak membutuhkan dorongan orang tua dan orang-orang

disekelilingnya dengan diberikan kesempatan dan pengalaman dapat

mengembangkan sifat-sifat bawaannya. Apabila anak menerima hasil tanpa

Page 51: Beda Perkembangan

64

usaha, anak justru tidak senang. Dia ingin diberi kesempatan menunjukkan

kemampuan dan ingin mempunyai pengalaman.

8) Rasa memiliki

Kebutuhan anak akan rasa memiliki sesuatu (betapapun kecilnya) harus

diperhatikan. Semua benda-benda miliknya yang dianggap berharga harus

dapat dia miliki sendiri (bagi orang tua barang-barang tersebut tidak berharga

sama sekali). Orang tua harus dapat memberikan rasa memiliki pada anak.

Penghargaan orang tua pada benda milik anak sangat diperlukan anak.

Ikatan ibu-anak yang erat, mesra, selaras, seawal dan sepermanen

mungkin sangatlah penting karena:

1) Turut menentukan perilaku anak di kemudian hari

2) Merangsang perkembangan otak anak

3) Merangsang perhatian anak kepada dunia luar.

Pemenuhan kebutuhan emosi (asih) ini dapat dilakukan sedini-seawal

mungkin yaitu dengan mendekapkan bayi pada ibunya sesegera mungkin setelah

lahir. Keadaan ini akan menimbulkan kontak fisis (kontak kulit) dan psikis

(kontak mata) sedini mungkin. Bahkan dimasa pranatal pun kebutuhan emosi

anak (janin) seharusnya sudah harus dipenuhi yaitu dengan mengupayakan agar

kehamilannya merupakan kehamilan yang diinginkan, sewaktu hamil ibu

berbicara dengan bayi yang dikandungnya.

c. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)

Merupakan cikal bakal proses pembelajaran anak : pendidikan dan

pelatihan. Yang dimaksud dengan stimulasi di sini adalah perangsangan yang

datang dari lingkungan luar anak antara lain berupa latihan atau bermain.

Page 52: Beda Perkembangan

65

Stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak.

Anak yang banyak mendapat stimulasi yang terarah akan cepat berkembang

dibandingkan dengan anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi.

Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi

perkembangan anak. Stimulasi harus dilaksanakan dengan penuh perhatian dan

kasih sayang. Bermain, mengajak anak berbicara (komunikasi verbal) dengan

penuh kasih sayang adalah hal yang penting bagi perkembangan anak, seperti

halnya kebutuhan makanan untuk pertumbuhan badan. Bermain bagi anak tidak

hanya sekedar mengisi waktu luang anak saja, tetapi melalui bermain anak bisa

belajar mengendalikan dan mengkoordinasikan otot-ototnya melibatkan perasaan,

emosi dan pikiran.

Dengan demikian melalui bermain anak mendapat berbagai pengalaman

hidup. Manfaat lain dari bermain apabila dilakukan bersama orang tuanya adalah

hubungan orang tua dan anak menjadi semakin akrab dan juga orang tua akan

mengetahui sejak dini kalau anaknya mengalami gangguan perkembangan. Agar

dapat bermain, diperlukan pula tersedianya alat permainan edukatif dan kreatif

yang layak sesuai dengan kematangan mental anak. Stimulasi mental ini

diperlukan seawal dan sedini mungkin, terutama sampai 4 – 5 tahun pertama

setelah lahir. Bahkan sewaktu dalam kandungan, asah ini sudah diperlukan. Hal

ini dapat dilakukan dengan berbicara pada anak dalam kandungan serta

memperdengarkan jenis-jenis musik klasik yang untuk merangsang hemisfer

(belahan) otak kanan. Setelah lahir stimulasi mental sudah dapat diberikan

dengan sedini mungkin (setelah bayi dibersihkan) menetekkan bayi pada ibunya.

Tindakan ini pada bayi akan asah yang akan menyempurnakan refleks

Page 53: Beda Perkembangan

66

menghisap, refleks menelan dan refleks menemukan puting susu. Karena asah ini

diperlukan sedini mungkin (sampai 4 – 5 tahun setelah lahir) maka periode ini

sering disebut sebagai tahun-tahun keemasan (golden years). Stimulasi mental

akan menunjang perkembangan mental-psikososial antara lain: sifat agamis,

moral, etika, budi luhur, kepribadian mantap, kecerdasan (kognitif, emosi-sosial,

spiritual dan sebagainya), kemandirian, kreativitas, ketrampilan, produktivitas

dan sebagainya.

7. Cara Penilaian Perkembangan Anak Balita

Soetjiningsih (1995) berpendapat, cara penilaian perkembangan anak balita,

antara lain :

a. Tes Intelegensia Stanford-Binet (The Stanford-Binet Test). Test ini merupakan tes

yang tertua dan digunakan secara luas di hampir semua tempat. Test ini digunakan

mulai umur 2 tahun sampai dewasa. Walaupun sebagian besar terdiri dari unsur-unsur

verbal, maka tes ini tidak bermanfaat untuk anak dengan gangguan bahasa dan bicara,

serta tidak dapat menjelaskan anak yang mengalami kesulitan belajar. Nilai yang

didapat dati test ini adalah IQ dan umur mental. Pada test ini juga terdapat beberapa

skema yang secara mandiri digunakan untuk menganalisis kekuatan dan keterbatasan

seorang anak, tetapi karena distribusi berbagai jenis soal tidak merata, maka

mengakibatkan pemeriksaaan jawaban menjadi sulit. Untuk anak yang buta digunakan

modifikasi tes Binet, yaitu tes Hayes-Binet dan tes Perkins-Binet.

b. Skala Intelegensi Wechsler untuk anak prasekolah dan sekolah. The Wechsler

Intelligence Scale for children (WPPSI), dipakai setelah Davit Wechsler

menggunakan tes ini secara luas pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa,

Page 54: Beda Perkembangan

67

kemudian mengembangkan untuk anak-anak prasekolah (umur 4-6½ tahun). WPPSI

mempunyai 11 sub-tes dibagi menjadi skala verbal dan performance, dengan nilai IQ

yang menggambarkan keseluruhan penilaian hasil tes. Walaupun memerlukan waktu

yang cukup lama untuk melaksanakan tes ini, tes ini memberikan informasi diagnostik

yang berguna untuk penilaian anak yang mengalami kesulitan belajar dan retardasi

mental.

c. Skala Perkembangan menurut Gesel (Gesell Infant Scale). Skala perkembangan

metode Arnold Gesell bertujuan untuk menentukan tahap kematangan dan

kelengkapan kegiatan suatu sistem yang sedang berkembang. Skala Gesell

berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun terhadap anak normal, agak normal

dan anak dengan masalah. Skala Gesell menggambarkan taraf kematangan dari

bidang-bidang terpenting dari perilaku seorang anak. Gesell tidak hanya meninjau

dari aspek diagnostik, tetapi juga aspek prognosis dan kemungkinan pengobatannya.

Skala ini di terbitkan pertama kali pada tahun 1925 dan dapat digunakan dari umur 4

minggu sampai 6 tahun. Dalam tahun pertama pembagian tahapan perkembangan

anak tiap 4 minggu, tahun kedua tiap 3 bulan dan selanjutnya tiap 6 bulan. Karena

perkembangan bayi pada satu tahun pertama jauh lebih pesat dibandingkan dengan

perkembangan anak yang lebih besar.

Dalam skala Gesell dibagi menurut 4 pengelompokan yang dianggap sebagai

perilaku utama, yaitu:

1) Perilaku motorik (motorik behavior), termasuk motorik halus dan kasar.

2) Perilaku adaptif (adaptive behavior), adalah penyesuaian terhadap objek dengan

alat sensorimotorik, maupun penyesuaian terhadap masalah-masalah biasa.

Page 55: Beda Perkembangan

68

3) Perilaku bahasa (language behavior), tidak saja menyangkut bahasa yang

diucapkan, tetapi juga ekspresi wajah dan sikap-sikap yang berkaitan.

4) Perilaku sosial (personal social behavior), adalah reaksi pribadi anak terhadap

lingkungan sosial di mana anak itu hidup.

Pada pelaksanaan pemeriksaan dengan metode Gesell dipakai alat yang dikenal

dengan kotak Gesell. Keuntungan pemakaian skala Gesell adalah ciri-ciri perilaku

yang dipakai telah dikembangkan dalam rangka pemeriksaan diagnostik

perkembangan, di mana ciri-ciri perilaku tersebut bersifat menyeluruh dan

mempergunakan kriteria somatik dan fisiologis. Dalam diagnostik perkembangan

Gesell, bentuk perilaku anak berdasarkan derajat maturitas dan hasilnya dinyatakan

sebagai koefisien perkembangan, yaitu:

Koefisien perkembangan (KP) = Umur maturitas x 100

Umur kronologis

d. Skala Bayley (Bayley Infant Scale of Development). Skala ini dibuat untuk anak

umur 8 minggu sampai 30 bulan (2½ tahun). Tujuan dari program diagnostik

perkembangan ini adalah untuk menentukan kemampuan perkembangan mental dan

motorik seorang anak dan mencari penyimpangan dari perkembangan yang normal.

Skala Bayley dibagi dalam 3 bagian yang saling melengkapi, yaitu:

1) Skala perkembangan mental (Mental Scale)

2) Skala perkembangan motorik (Motoric scale)

3) Rekaman perilaku anak (Infant behavior record)

Untuk perkembangan skala mental, dihitung indeks perkembangan mental

(Mental development index). Untuk perkembangan motorik, dihitung indeks

perkembangan psikomotorik (Psychomotor Development Index). Sedangkan untuk

Page 56: Beda Perkembangan

69

perilaku anak, dipakai sebuah tabel yang menunjukkan persentase angka-angka dari

tiap penggolongan perilaku anak. Persentase ini diperoleh dari hasil uji coba pada

anak-anak. Dengan cara ini dapat diketahui apakah seorang anak menunjukkan

perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan suatu standar. Hasil penggunaan skala

Bayley hanya memberi petunjuk, apakah bayi atau anak yang diperiksa itu

perkembangannya lebih atau kurang dari normal. Hasil tersebut tidak memberikan

pegangan yang nyata untuk dimulainya suatu terapi menurut bidang fungsi tertentu.

e. Diagnostik perkembangan fungsi Munchen tahun pertama. Aspek perkembangan

yang dinilai adalah:

1) Umur merangkak : sebagai ukuran perkembangan merangkak dan

merayap.

2) Umur duduk : sebagai ukuran perkembangan duduk

3) Umur berjalan : sebagai ukuran perkembangan berdiri dan

berjalan.

4) Umur memegang : sebagai ukuran perkembangan memegang.

5) Umur berbicara : sebagai ukuran perkembangan ungkapan vokal

dan fungsi bicara.

6) Umur pengertian bahasa : sebagai ukuran perkembangan pengertian

bahasa

7) Umur sosialisasi : sebagai ukuran perkembangan perilaku sosial

Umur bayi prematur adalah umur post natal kronologis yang sudah terkoreksi.

Misalnya umur kronologis bayi 6 bulan, tetapi bayi tersebut lahir pada kehamilan 8

bulan, berarti 1 bulan lebih cepat, maka pada pencatatan bayi tersebut disesuaikan

Page 57: Beda Perkembangan

70

dengan bayi 6 bulan – 1 bulan = 5 bulan. Persyaratan untuk diagnostik perkembangan

fungsi Munchen tahun pertama:

1) Bayi (bangun, tidak mengantuk, lelah, disertai ibunya/pengasuh yang sudah akrab

dengan bayi tersebut).

2) Ruangan tenang, suhu dan cahaya cukup.

3) Pemeriksa (tidak tergesa-gesa, tenang).

Alat-alat yang digunakan untuk Diagnostik perkembangan fungsi Munchen

tahun pertama:

1) Sebuah lonceng

2) Sebuah kericikan merah

3) Sebuah gelang untuk dipegang dengan garis tengah 12 cm

4) Beberapa kubus kayu berwarna polos dengan sisi 3 cm

5) Kepingan plastik bulat berwarna dengan garis tengah 26 mm di dalam kotak

bundar yang bagian dalamnya bergaris tengah 4,6 cm

6) Sebuah boneka.

7) Sebuah kubus terbuka dengan sisi 7,5 cm

8) Selembar popok bayi

9) Mobil kayu disertai tali penarik sepanjang 14 cm

10) Selembar kertas lemas

Penafsiran hasil tes diagnostik perkembangan fungsi Munchen tahun pertama,

Dengan menggunakan dua catatan, yaitu:

1) Formulir penilaian hasil pemeriksaan.

2) Formulir pencatatan grafik perkembangan

Page 58: Beda Perkembangan

71

f. Tes bentuk geometrik. Tes ini merupakan suatu prosedur yang sederhana untuk

mengetahui kemampuan anak-anak umur 2½ tahun sampai 7 tahun dengan cara

meniru bentuk geometrik yang sederhana. Anak diberi pensil dan kertas dan

diperintahkan untuk meniru 7 bentuk geometrik yang berbeda pada waktu yang

bersamaan pada setiap kertas putih yang berukuran 3 x 6 inchi. Gambaran garis

vertikal biasanya dapat dibuat oleh anak umur 2½ tahun sampai 3 tahun, lingkaran

oleh anak umur 3 tahun, garis menyilang oleh anak umur 3½ tahun, bentuk “V” oleh

anak umur 4 tahun, bentuk segi empat oleh anak umur 5 tahun dan bentuk permata

oleh kebanyakan anak umur 7 tahun. Tes ini dapat sebagai indikator perkembangan

intelegensia dan perkembangan motorik halus.

g. Tes motor visual Bender Gestalt. Tes ini untuk menilai dan skrining anak-anak

yang mengalami kesulitan persepsi motorik yang dimulai pada umur 5 tahun dan yang

lebih tua. Seperti pada tes bentuk geometrik, anak diberikan pensil dan kertas dan

diperintahkan untuk meniru 9 bentuk yang diberikan pada waktu yang bersamaan.

Disain ini digambar pada kertas putih ukuran 3 x 6 inchi dan terdiri dari bentuk-

bentuk yang berbeda seperti lingkaran, titik-titik, garis bergelombang yang

berpotongan, bentuk permata, segi empat yang berdekatan dan lebih rumit. Kartu

yang sama ini dapat digunakan sebagai tes memori dengan cara meminta anak untuk

mengulang/mengingat seberapa banyak yang dia bisa.

h. Tes menggambar orang (Draw A Man Test). Tes ini relatif sederhana. Pada anak

berumur 3 tahun 3 bulan diberikan pensil dan kertas dan diperintahkan untuk

menggambar seorang laki-laki. Menurut sistem skoring Good enough yang normal,

apabila seorang anak dapat menggambar kepala maka dia telah mencapai usia mental

minimal 3 tahun 3 bulan. Sesuai dengan sistem skoring, kredit umur 3 bulan

Page 59: Beda Perkembangan

72

ditambahkan setiap bagian tubuh yang sesuai, juga untuk pakaian dan asesoris

ditambahkan nilai yang sama seperti bagian tubuh lainnya. Jadi makin cerdas seorang

anak ia akan membuat gambar yang lebih baik yang mencerminkan kapasitas

intelektual yang lebih tinggi yang sudah ada secara intrinsik di dalam dirinya.

i. Tes perkembangan adaptasi sosial. Adaptasi adalah suatu proses yang kontinu

(berkelanjutan), yang dimulai sejak anak dilahirkan. Kematangan sosial merupakan

suatu evolusi perkembangan perilaku, di mana nantinya seorang anak dapat

mengekspresikan pengalamannya secara utuh dan dia belajar secara bertahap untuk

meningkatkan kemampuannya untuk mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan

bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Suatu skala pengukuran yang baik untuk

perkembangan sosial adalah skala maturitas sosial dari Vineland (Vineland Social

Maturity Scale). Pada tes ini diperlukan jawaban/informasi yang dapat dipercaya dari

orang tua anak, mengenai perkembangan anaknya mulai dari tahun-tahun pertama

sampai pada saat tes dilakukan. Alat tes ini mengkategorikan kemampuan motorik

dan perkembangan sosial anak dari lahir sampai dewasa. Kualitas hasil pemeriksaan

tergantung pada kemampuan si penguji dan ayah/ibu yang memberi jawaban.

Kegunaan skala ini adalah tes psikologi anak-anak yang mengalami deviasi

perkembangannya. Skala maturitas sosial dari Vineland ini dibagi menjadi 8 kategori

(Lampiran 2) sebagai berikut:

1) Self-help general (SHG): eating and dressing oneself. (Mampu menolong dirinya

sendiri: makan dan berpakaian sendiri)

2) Self-help eating (SHE): the child can feed himself. (Mampu makan sendiri)

3) Self-help dressing (SHD): the child can dress himself. (Mampu berpakaian

sendiri)

Page 60: Beda Perkembangan

73

4) Self-direction (SD): the chid can spend money and assume responsibilities.

(Mampu memimpin dirinya sendiri: misalnya mengatur keuangannya dan

memikul tanggung jawab sendiri)

5) Occupation (O): the child does things for himself, cuts things, uses a pencil and

transfers objects. (Mampu melakukan pekerjaan untuk dirinya, menggunting,

menggunakan pensil, memindahkan benda-benda)

6) Communication (C): the child talks, laughs and reads. (Mampu berkomunikasi

seperti berbicara, tertawa dan membaca)

7) Locomotion (L): the child can move about where he wants to go. (Gerakan

motorik: anak mampu bergerak ke mana pun ia inginkan)

8) Socialization (S): the child seeks the company of others, engages in play and

competes. (Mampu bersosialisasi: berteman, terlibat dalam permainan dan

berkompetisi)

Dari 8 kategori tersebut, kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi sangat

penting bila anak diharapkan mempunyai kemampuan perkembangan sosial yang

normal.

Sebagai contoh pada tes adaptasi sosial menurut Vineland yang dimulai pada

umur satu bulan dan dilanjutkan sampai 12 bulan, terdapat 17 item dari 8 kategori

tersebut di atas. Dari 17 item tersebut terdapat 12 kemampuan bersosialisasi (2S) dan

3 kemampuan berkomunikasi (3C). Kemampuan bersosialisasi pada satu tahun

pertama tersebut adalah: mendekati orang-orang yang dikenal dan minta diperhatikan.

Sedangkan kemampuan berkomunikasi adalah: mendekat/tertawa, bicara/meniru

suara-suara dan mengikuti petunjuk/perintah yang sederhana.

Page 61: Beda Perkembangan

74

Sesudah umur 2 tahun, terlihat perkembangan sosial anak sangat pesat, antara

lain:

1) Sejak usia 2-3 tahun anak dapat menceritakan pengalamannya dan

berkomunikasi.

2) Sejak usia 3-4 tahun anak mulai bermain bersama dengan teman-temannya pada

taraf taman kanak-kanak dan dapat melakukan sesuatu untuk teman-teman

lainnya.

3) Sejak usia 4-5 tahun anak terlibat dalam permainan yang bersifat kompetitif.

4) Sejak usia 5-6 tahun menulis kata-kata sederhana dan ikut permainan meja

(seperti halma, kuartet dan lain-lain) serta komunikasi dan sosialisasi yang

meningkat.

5) Sejak usia 6-7 tahun dapat menggunakan pensil untuk menulis dan

berkomunikasi.

6) Sejak usia 7-8 tahun, norma-norma sosial lebih meningkat lagi, dapat membaca

atas inisiatifnya sendiri, berpartisipasi pada permainan anak pra remaja.

j. Tes skrining perkembangan menurut Denver (Denver Developmental Screening

Test/DDST). DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan

perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. Frankenburg et

al.(1990) berpendapat, untuk menilai perkembangan anak balita digunakan Denver II

yang merupakan revisi dan restandarisasi dari DDST (Denver Developmentalm

Screening Test). Aspek perkembangan yang dinilai terdiri dari 125 tugas

perkembangan, dimana semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan

perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor

perkembangan, yang meliputi:

Page 62: Beda Perkembangan

75

1) Personal social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya

2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan

dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan kooordinasi yang cermat. Misalnya

kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda, dan lain-lain.

3) Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan

berbicara spontan.

4) Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh

Setiap tugas (kemampuan) digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang

horisontal yang berurutan menurut umur, dalam lembar Denver II. Pada umumnya

pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa pada setiap kali skrining hanya berkisar

antara 25-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama hanya sekitar 15-20

menit saja, alat yang digunakan:

1) Alat peraga: benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-

kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas dan

pensil.

2) Lembar formulir Denver II

3) Manual Denver sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan

cara penilaiannya.

Page 63: Beda Perkembangan

76

Penilaian metode Denver II. Manual Denver dari Soetjiningsih (1995) dan

Frankenburg, et al. (1990) terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan

penilaian apakah lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak dapat

kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = N.O.). Kemudian ditarik garis

berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan

pada formulir Denver II. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang

P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam:

1) Normal: semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut dibawah.

2) Meragukan: bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih atau bila

pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama

tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

3) Tidak Normal: bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau

lebih, atau bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan

ditambah 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama

tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal

usia.

Dalam pelaksanaan skrining dengan Denver II ini, umur anak perlu ditetapkan

terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan

untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke

bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan keatas. Perhitungan umur

adalah sebagai berikuta: Misalnya Budi lahir pada tanggal 23 Mei 1992 dari

kehamilan yang cukup bulan dan tes dilakukan pada tanggal 5 Oktober 1994, maka

umur Budi 2 tahun 4 bulan 12 hari, karena 12 hari adalah lebih kecil dari 15 hari,

maka dibulatkan kebawah, sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan. Kemudian

Page 64: Beda Perkembangan

77

garis umur ditarik vertikal pada formulir Denver II yang memotong kotak-kotak tugas

perkembangan pada ke-4 sektor. Tugas-tugas yang terletak di sebelah kiri garis itu,

pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anak-anak seusia Budi ( 2 tahun 4 bulan ).

Apabila Budi gagal mengerjakan beberapa tugas-tugas tersebut ( F ), maka berarti

suatu keterlambatan pada tugas tersebut. Bila tugas-tugas yang gagal dikerjakan

berada pada kotak yang terpotong oleh garis vertikal umur, maka ini bukan suatu

keterlambatan , karena pada kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat

perkembangan lagi. Begitu pula pada kotak-kotak di sebelah kanan garis umur. Pada

ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor. Kalau terdapat kode R

maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya, sedangkan bila

terdapat kode nomor maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk dibaliknya

formulir.

B. Ibu bekerja dan tidak bekerja.

Pendapat Sam. (2009), Ibu bekerja artinya kegiatan yang dilakukan oleh

seorang ibu rumah tangga baik secara langsung atau secara tidak langsung untuk

mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang atau barang, mengeluarkan energi dan

mempunyai nilai waktu. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-

anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat

berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Menurut dinas tenaga kerja dan transmigrasi bahwa bekerja adalah mereka

yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

Page 65: Beda Perkembangan

78

penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam secara terus menerus

dalam seminggu. (termasuk pekerjaan keluarga tanpa upah yang membantu dalam

suatu usaha/kegiatan ekonomi). Menurut Marsha Sinetar cit Rich (2006) bahwa

bekerja sebenarnya menjual waktu, tenaga, mental, spiritual untuk mendapatkan uang.

Menurut UU Ketenagakerjaan (2003), waktu kerja adalah 7 jam sehari selama

6 hari atau 40 jam seminggu atau 8 jam sehari selama 5 hari atau 40 jam seminggu.

Kesimpulan dari definisi ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh

seorang ibu rumah tangga baik secara langsung atau secara tidak langsung, dengan

mengeluarkan tenaga atau energi dan mempunyai nilai waktu untuk mendapatkan

penghasilan dalam bentuk uang / barang atau keuntungan dengan waktu kerja adalah

7 jam sehari selama 6 hari atau 40 jam seminggu atau 8 jam sehari selama 5 hari atau

40 jam seminggu.

Ibu yang tidak bekerja adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktifitas

yang secara langsung menghasilkan uang atau barang yang dapat menyumbang

penghasilan keluarga.

C. Hubungan perkembangan anak balita dan pekerjaan ibu

Pengaruh signifikan terhadap atmosfir di rumah adalah Bekerjanya salah satu

atau kedua orang tua untuk mencari nafkah. Pekerjaan orang tua menentukan lebih

banyak dari sekedar sumber keuangan keluarga. Banyak waktu, tenaga, dan

keterlibatan emosional orang dewasa dicurahkan kepada pekerjaan mereka. Pekerjaan

orang tua dan pengaturan pengasuhan anak mereka dapat mempengaruhi seorang

anak.

Page 66: Beda Perkembangan

79

Ibu-ibu yang bekerja menyediakan berbagai persiapan untuk perawatan anak-

anak mereka. Sebagian besar meninggalkan anak-anak mereka yang berusia

prasekolah di rumah di bawah pengawasan seorang pengasuh atau seorang saudara

selama mereka bekerja. Ibu-ibu lainnya menyerahkan anak-anak mereka ke pusat

penitipan anak sepanjang hari. Jelaslah bahwa pengaruh bekerjanya ibu terhadap

perkembangan anak sebagian besar tergantung pada kualitas perawatan pengganti.

Hasil penelitian Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975), dan Hoffman (1980) cit

Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa memiliki seorang ibu yang bekerja

nampaknya lebih menguntungkan bagi anak perempuan daripada bagi anak laki-laki.

Anak-anak perempuan yang mempunyai ibu yang bekerja cenderung lebih dapat

mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan, cenderung berprestasi baik

secara akademis serta bercita-cita mencapai suatu karier dibandingkan dengan anak

perempuan yang memiliki ibu yang tidak bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh

Brown (1970) dan Banducci (1967) cit Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa

anak laki-laki yang memiliki ibu yang bekerja juga lebih mandiri dan lebih dapat

menyesuaikan diri daripada anak-anak laki-laki yang memiliki ibu yang tidak bekerja,

akan tetapi di sekolah dan dalam tes-tes kemampuan kognitif mereka tidak begitu

baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Goldberg (1978) cit Atkinson,et.al.(1983)

mendukung pernyataan bahwa prestasi di sekolah dari anak laki-laki yang mempunyai

ibu yang bekerja tidak sebaik anak dari ibu yang tidak bekerja adalah benar bagi anak-

anak yang berasal dari keluarga kelas menengah, anak laki-laki yang berasal dari

keluarga berpenghasilan sangat rendah, yang ibunya bekerja, sebaliknya mencapai

skor lebih tinggi dalam tes-tes kemampuan kognitif. Sejumlah faktor ikut berpengaruh

Page 67: Beda Perkembangan

80

terhadap berbagai perbedaan yang diakibatkan oleh bekerjanya ibu, tetapi suatu faktor

penting ialah peran ibu sebagai seorang guru. Para ibu kelas menengah lebih

berpendidikan dibandingkan dengan ibu-ibu kelas rendah; mereka merupakan guru

yang lebih efektif dan merupakan suatu sumber stimulasi intelektual yang lebih luas

bagi anak-anak mereka. Jadi bekerjanya ibu mungkin lebih banyak merugikan anak

dari kelas menengah daripada anak dari kelas rendah. Jika anak dari kelas rendah

diberi suatu lingkungan yang memberi stimulasi yang lebih intelektual pada waktu

ibunya tidak ada (misalnya dititipkan pada suatu yayasan penitipan anak yang baik

dengan guru-guru yang terlatih), dengan harapan terjadi perbaikan dalam ketrampilan

akademis.

Di beberapa negara seperti Cina, Rusia, Israel, para ibu dapat menitipkan bayi-

bayi mereka pada tempat penitipan anak di tempat mereka bekerja begitu bayi mereka

menginjak usia dua bulan. Para ibu mendatangi tempat penitipan anak pada waktu

istirahat untuk menyusui bayi mereka. Menginjak usia 2 atau 3 tahun, sebagian besar

bayi itu diantarkan ke yayasan penitipan anak dekat rumah pada pagi hari dan

dijemput oleh orang tua mereka setelah selesai bekerja pada waktu petang hari. Di

Israel, anak-anak dirawat sejak bayi oleh perawat profesional dalam rumah-rumah

yang terpisah dari orang tua mereka. Selama satu tahun pertama, ibu menyediakan

sebagian besar makanan dan perawatan anaknya, meskipun bayinya ditempatkan

dalam tempat perawatan komunal. Setelah tahun pertama, ibu bekerja penuh dan

orang tua bertemu dengan anak mereka terutama pada petang hari dan setiap hari

Sabtu. Penelitian yang dilakukan oleh Kohen-Raz (1968) cit Papalia, et al. (2008)

menunjukkan bahwa kemampuan fisik dan mental anak-anak dari tempat perawatan

komunal sama dengan anak-anak Israel yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga

Page 68: Beda Perkembangan

81

sendiri, dan kedua kelompok lebih unggul jika dibandingkan dengan anak-anak yang

dirawat di yayasan yatim piatu. Pada studi-studi sebelumnya telah menunjukkan

bahwa anak-anak yang dibesarkan di rumah yatim piatu menjadi terbelakang dalam

perkembangan sosial dan intelektualnya, mereka yang bertanggung jawab terhadap

pendirian yayasan penitipan anak dalam tempat perawatan komunal terutama

mementingkan penyediaan hubungan hangat dengan pengganti ibu serta stimulasi

intelektual yang cukup. Akibatnya, para perawat memperoleh pendidikan khusus

dalam bidang perkembangan anak.

National Longitudinal Survey of Youth (NLSY) adalah survei tahunan terhadap

sekitar 12.600 wanita, diikuti dengan penilaian terhadap anak mereka. Sebuah analisis

data NLSY tahun 1994 (Papalia, et al., 2008), menemukan sedikit pengaruh atau

bahkan tidak ada pengaruh dari ibu yang bekerja pada masa awal perkembangan bayi

terhadap kepatuhan anak, masalah perilaku, kepercayaan diri, perkembangan kognitif,

atau prestasi akademik. Bahkan dalam sejumlah studi lain, ibu yang bekerja pada

masa awal anak tampaknya memberikan manfaat kepada anak yang berada dalam

keluarga berpenghasilan rendah dengan meningkatkan sumber keuangan keluarga.

Santrock (2002) berpendapat, anak-anak bertumbuh dalam keluarga yang

berbeda-beda. Sebagian anak tinggal dalam keluarga yang belum pernah mengalami

perceraian, sebagian anak yang lain sepanjang masa-masa awal anak-anak benar-

benar tinggal dalam keluarga orang tua tunggal, dan sebagian anak tinggal dalam

keluarga tiri. Beberapa anak hidup di dalam kemiskinan, anak-anak lain hidup dalam

keluarga yang beruntung secara ekonomis. Sebagian ibu bekerja penuh waktu dan

menitipkan anak-anaknya di panti rawat siang, sementara ibu-ibu lain tinggal di

rumah bersama anak-anaknya. Beberapa anak bertumbuh dalam kebudayaan Anglo-

Page 69: Beda Perkembangan

82

Amerika, anak-anak lain bertumbuh di dalam kebudayaan minoritas etnis. Sebagian

anak memiliki saudara kandung, yang lain tidak memiliki. Beberapa orang tua

memperlakukan anak-anak dengan kasar dan menyiksa mereka, sementara anak-anak

lain memiliki orang tua yang mengasuh dan mendukung mereka.

Berdasarkan penelitian dari NICHD Early Child Care Reaserch Network

(1997b) cit Papalia, et al. (2008), efek dari penitipan anak di masa awal tergantung

kepada tipe, jumlah, kualitas keseluruhan, dan stabilitas pengasuhan, serta usia saat si

anak menerima pengasuhan tersebut. Dalam penyusunan rumah, tempat yang paling

disukai si anak, kualitas dari pengasuh berkaitan dengan pemasukan keluarga. Dengan

kata lain, semakin tinggi pemasukan, semakin baik pengasuhan yang akan diterima si

anak. Hal ini tidak sepenuhnya benar dalam pusat penitipan anak, yang biasanya

digunakan bagi anak-anak masa pra-sekolah, di tempat itu anak-anak keluarga miskin

yang mendapatkan tunjangan subsidi federal akan menerima pengasuhan yang lebih

baik dibanding dengan anak-anak yang berasal dari keluarga kelas menengah. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Bergen, et al. (2000) dan NICHD Early Child Care

Reaserch Network (1998c) cit Papalia, et al. (2008), sebagian besar pusat penitipan

anak tidak memenuhi seluruh rekomendasi panduan tentang rasio anak-staf pengasuh,

besar kelompok, pelatihan guru, dan pendidikan guru. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Burchinal, et al. (1996) dan Howes, et al. (1994) cit Papalia, et al. (2008), elemen

paling krusial dalam pusat penitipan anak adalah kualitas pengasuh. Sebab,

merangsang interaksi dengan orang dewasa yang responsif amat penting bagi

perkembangan awal kognitif, bahasa, dan psikososial si anak. Rendahnya tingkat

keluar-masuk staf pengasuhan juga merupakan hal penting, karena bayi membutuhkan

Page 70: Beda Perkembangan

83

pengasuhan yang konsisten untuk mengembangkan rasa percaya dan keterikatan yang

aman.

Penelitian yang dilakukan oleh Peth-Pierce (1998) cit Papalia, et al. (2008),

untuk mengukur kontribusi yang dibuat oleh tempat penitipan anak terhadap

perkembangan, terlepas dari pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik si anak,

dan pengasuhan yang diterima oleh sang anak di rumah. Melalui observasi,

wawancara, kuesioner, dan tes, periset mengukur perkembangan fisik, emosional, dan

kognitif anak dalam interval tertentu dari 1 bulan sampai kira-kira berusia 7 tahun.

Kuantitas dan kualitas pengasuhan yang diterima si anak, juga tipe dan stabilitas

pengasuhan, mempengaruhi aspek perkembangan tertentu. Penelitian yang dilakukan

oleh NICHD Early Child Care Reaserch Network (1998a) cit Papalia, et al. (2008),

terdapat berbagai faktor yang terkait dengan pengasuhan anak tampaknya kurang

berpengaruh dibandingkan dengan karakteristik keluarga, seperti pemasukan

keluarga. Karakteristik-karakteristik ini dapat dengan kuat memprediksi hasil

perkembangan, terlepas dari seberapa banyak waktu yang dihabiskan anak di tempat

penitipan anak.

Penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care Reaserch Network,

(1997a;2001b) cit Papalia, et al. (2008), Sensitivitas maternal juga merupakan alat

prediksi keterikatan yang paling kuat. Penitipan anak tidak memiliki efek langsung

kepada keterikatan (sebagaimana bayi-bayi berusia antara 15 sampai 30 bulan yang

diukur dengan menggunakan strange situation), terlepas seberapa dini usia anak

ketika memasuki pengasuhan anak dan berapa jam yang dihabiskannya di dalam

tempat itu. Masalah kualitas dan stabilitas juga tidak menimbulkan pengaruh dalam

diri atau mempengaruhi mereka. Akan tetapi jika ketidakstabilan, buruknya kualitas

Page 71: Beda Perkembangan

84

pengasuhan, atau jumlah jam pengasuhan yang melebihi batas minimal ( 10 jam atau

lebih ) ditambahkan dengan pengaruh ibu yang kurang sensitif dan tidak responsif,

maka keterikatan yang tidak aman cenderung terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care Reaserch Network

(2002); Peisner-Feinberg, etal.(2001) cit Papalia, et al. (2008), kualitas pusat

penitipan anak memang memberikan kontribusi terhadap perkembangan kognitif dan

psikososial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care

Reaserch Network (1999a;2000;2002) cit Papalia, et al. (2008) menyimpulkan bahwa

anak yang berada dalam tempat penitipan anak dengan rasio staf-anak yang lebih

kecil, jumlah kelompok yang lebih kecil, dan pengasuh terlatih, sensitif, dan

responsif, yang memberikan interaksi positif dan stimulasi bahasa, kognisi, dan

kesiapan untuk bersekolah; serta lebih sedikit masalah dalam laporan ibu-ibu mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care Reaserch Network (2002)

cit Papalia, et al. (2008), pemasukan keluarga, kosakata sang ibu, lingkungan rumah,

dan jumlah stimulus mental yang diberikan oleh sang ibu memiliki pengaruh jauh

lebih besar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NICHD Early Child Care

Reaserch Network (2001a) cit Papalia, et al. (2008), bukanlah hal yang mengejutkan

apabila apa yang di permukaan tampak sebagai efek dari penitipan anak sebenarnya

merupakan efek dari karakteristik keluarga. Lagi pula, keluarga yang stabil dengan

penghasilan besar dan latar belakang pendidikan yang tinggi serta lingkungan rumah

yang nyaman lebih mampu, dan karena itu, lebih cenderung memberikan pengasuhan

berkualitas tinggi kepada anaknya. Satu bidang yang tampaknya terpengaruh secara

langsung oleh pengasuhan anak, terlepas dari karakteristik keluarga dan anak adalah

Page 72: Beda Perkembangan

85

interaksi dengan teman sebaya. Anak berusia antara 2 sampai 3 tahun yang memiliki

pengasuh yang sensitif dan responsif cenderung menjadi lebih positif dan kompeten

dalam cara mereka bermain bersama anak lain dibandingkan sebelum mereka diasuh.

Sebagian besar keluarga dapat dikatakan sebagai keluarga inti. Keluarga inti

didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum

menikah. Jika dalam keluarga terjadi kesenjangan hubungan, perlu diimbangi dengan

peningkatan kualitas dan intensitas hubungan sehingga ketidakberadaan ayah dan ibu

dan kebersamaan keluarga di rumah tetap dirasakan kehadirannya dan dihayati secara

psikologis. Ini diperlukan agar pengaruh, arahan, bimbingan, dan sistem nilai yang

direalisasikan orang tua senantiasa tetap dihormati, mewarnai sikap dan pola perilaku

anak-anaknya.

Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan

tumbuh kembang anak. Suatu contoh klasik terjadi di Rusia tentang anak-anak yang

berasal dari keluarga miskin yang ditampung di Panti Asuhan. Setiap petugas

mengasuh rata-rata 20 anak yang berumur di bawah 3 tahun. Karena sangat sibuknya

pengasuh, anak-anak jarang mendapat kasih sayang. Anak-anak jarang diajak

berkomunikasi, dan harus diam. Anak yang diam adalah anak yang manis. Akhirnya

anak menjadi anak yang pendiam, terlambat kemampuan berbahasa, terlambat

perkembangan sosial dan motoriknya, dam mengalami gangguan pertumbuhan. Anak-

anak tersebut kemudian diadopsi oleh keluarga-keluarga Kanada dan dibawa ke

negerinya. Setelah satu tahun menetap di Kanada, pertambahan baik perkembangan

anak tampak sangat nyata. Pertambahan baik ini tergantung kepada lamanya anak

diasuh di Panti Asuhan sebelum diadopsi. Makin lama anak diasuh di panti makin

persisten dan lambat perkembangannya, serta memerlukan waktu lebih lama untuk

Page 73: Beda Perkembangan

86

mengejar keterlambatan dalam hal sosialisasi dan berbahasa dibandingkan dengan

anak yang tumbuh normal. Dari hasil pengamatan ini tampak bahwa pengasuhan,

kesehatan, dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat krusial untuk

perkembangan anak.

Pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku yang dipraktekkan oleh

pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam memberikan makanan,

pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli serta dukungan emosional yang

dibutuhkan anak untuk tumbuh-kembang. Juga termasuk di dalamnya tentang kasih

sayang dan tanggung-jawab orang-tua.

Pendapat Najmulhayah (2010), pengasuhan yang baik sangat penting untuk

dapat menjamin tumbuh-kembang anak yang optimal. Misalnya pada keluarga

miskin, yang ketersediaan pangan di rumah tangga belum tentu mencukupi, namun

ibu yang tahu bagaimana mengasuh anaknya, dapat memanfaatkan sumber-sumber

yang terbatas untuk dapat menjamin tumbuh-kembang anak yang optimal. Sebagai

contoh, menyusui anak adalah praktik memberikan makanan, kesehatan, dan

pengasuhan yang terjadi bersamaan. Perilaku ibu seperti cara memelihara kebersihan

rumah, higiene makanan, kebersihan perorangan, dan praktik psikososial adalah

faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap proses tumbuh-kembang anak.

Demikian pula faktor lingkungan seperti ketersediaan air bersih di dalam rumah,

bahan pangan yang tersedia untuk makanan sehari-hari, dan pengetahuan ibu atau

pengasuh lainnya. Latar belakang pendidikan ibu, serta keadaan kesehatan fisik dan

mental, dan kemampuan ibu mempraktikan pengetahuan yang dipunyainya dalam

kehidupan sehari-hari, serta hubungan emosional anggota keluarga lainnya, tetangga

Page 74: Beda Perkembangan

87

dan masyarakat, semuanya berakumulasi dalam membentuk kualitas tumbuh

kembang anak.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Halpern,et al. (2008), terjadi

penurunan prevalensi perkembangan anak terlambat 37,1% pada 1993 menjadi 21,4%

pada 2004. Penurunan prevalensi keterlambatan perkembangan mencerminkan

adanya faktor antara lain; peningkatan perawatan neonatal, peningkatan cakupan

pemantauan perkembangan pada tahun pertama kehidupan, dan durasi menyusui

lama.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Schirmer, et al. (2006), anak-

anak yang lahir preterm (kurang bulan) dengan berat badan lahir rendah memiliki

resiko keterlambatan bahasa, dan juga menurunkan nilai kognitif dan perilaku anak.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Amel Yanis, dkk. (2008),

dengan jumlah anak yang lebih banyak maka perhatian dan stimulasi yang diberikan

ibu akan berkurang baik jumlah maupun kualitasnya, hal ini akan berpengaruh

terhadap tumbuh kembang anak, dengan kata lain bahwa hubungan ibu dan anak

mempunyai peran besar untuk terjadinya gagal tumbuh.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Gunanti, dkk (2005), tingkat

pengetahuan dan keterampilan pembantu rumah tangga (PRT) tentang pengasuhan

anak tergolong rendah. Sikap PRT tentang pengasuhan anak tergolong tinggi. Status

gizi sebagian besar anak yang diasuh adalah normal, namun masih ditemukan adanya

anak dengan status gizi lebih, sedang dan kurang. Perkembangan sebagian besar anak

yang diasuh adalah normal tetapi masih djumpai adanya keterlambatan perkembangan

pada sebagian anak yang diasuh.

Page 75: Beda Perkembangan

88

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Youngblut, et al. (2009),

terdapat berbagai efek negatif dari ibu bekerja terhadap anak mempunyai alasan

karena berbagai hal antara lain karena berpenghasilan rendah serta kondisi orang tua

tunggal.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Rhum (2008), ibu yang

bekerja keras di luar rumah diperkirakan lebih memiliki efek yang tidak begitu baik

terhadap perkembangan kognitif anak sampai masa remaja dikarenakan kurangnya

waktu berinteraksi dengan anak.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Daniel, et al. (2009), ibu yang

kembali bekerja dengan pengaturan jadwal pada anak yang berusia 6 bulan

mempunyai waktu rata-rata 35 jam per minggu selama 6 bulan sampai 3 tahun pada

anak usia 2 tahun dan 3 tahun, ibu bekerja yang mempunyai anak-anak mempunyai

jadwal non standar dapat mempengaruhi perilaku internal dan eksternal anak, dimana

anak dengan ibu bekerja lebih reaktif temperamental.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Brooks-Gunn, et al. (2002),

dengan subjek 900 anak Eropa-Amerika usia 15 bulan sampai 3 tahun dengan ibu

yang bekerja selama 30 jam atau lebih pada tahun pertama menunjukkan bahwa

kualitas perawatan anak, pengaruh lingkungan rumah dan sensitivitas ibu menjadi

alasan terjadinya efek negatif terhadap perkembangan kognitif.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Harvey (1999), orang tua yang

bekerja ditemukan sedikit pengaruh pada anak. Ibu yang bekerja keras yang tidak

konsisten terhadap perkembangan anak dapat menimbulkan berbagai masalah

perilaku. Ibu bekerja yang dapat membagi waktu dapat mengetahui tingkat

perkembangan anak walaupun menjadi orang tua tunggal dan berpenghasilan rendah.

Page 76: Beda Perkembangan

89

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Hill, et al. (2005), ibu yang

setelah melahirkan dan bekerja penuh waktu setelah anak berusia 3 tahun mempunyai

perkembangan kognitif yang lebih baik daripada ibu bekerja penuh waktu setelah

anak berusia 1 tahun.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Han (2005), pengaturan

jadwal ibu bekerja pada 1 tahun pertama berpengaruh terhadap perkembangan

kognitif anak yang berusia 2 tahun dan kemampuan berbahasa anak pada usia 3 tahun.

Pengaruh negatif terjadi karena kurangnya perawatan anak.

Kesimpukan dari penelitian yang dilakukan oleh Yoshikawa (1999), tingkat

kesejahteraan sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif anak, disamping

pengaruh gender, dimana perkembangan kognitif anak laki-laki lebih rendah daripada

anak perempuan walaupun orang tua bekerja di luar rumah tetapi apabila tingkat

kesejahteraannya tinggi maka tidak akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak

karena peranan baby siter dan terpenuhinya fasilitas anak terpenuhi dibandingkan

dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.

Page 77: Beda Perkembangan

90

D. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan perkembangan anak balita dengan menggunakan metode

Denver II pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.

PEKERJAAN IBU

PERKEMBANGAN ANAK BALITA: - Perlaku Sosial - Motorik Halus - Bahasa - Motorik Kasar

ALOKASI WAKTU

KUALITAS INTERAKSI IBU-ANAK

Faktor lingkungan pranatal

Asuh

Asih

Asah

Genetik lingkungan biologis

Faktor fisik

Faktor psikososial

Faktor keluarga dan adat istiadat

Page 78: Beda Perkembangan

91

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan

cross sectional untuk mengamati subjek hanya satu kali saja tetapi tidak harus tepat

pada satu waktu bersamaan kemudian hasilnya dianalisa. (Saryono, 2008)

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Rukun Warga (RW) VI, Kelurahan Semanggi,

Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta.

C. Populasi Penelitian, Subjek Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak - anak balita yang ibunya bekerja

dan ibunya tidak bekerja di RW VI, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon,

Surakarta. Pengambilan subyek penelitian dengan mengambil dari populasi yang

diperoleh dari data anak balita di RW VI, Surakarta, kemudian dipilih subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (Purposive) hingga terpenuhinya jumlah

(Quota) yang telah ditentukan. Besar sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi hingga terpenuhinya jumlah sebanyak 30 sampel untuk anak balita dengan

ibu bekerja dan 30 sampel untuk anak balita dengan ibu tidak bekerja sehingga

peneliti menggunakan teknik Puposive Quota Non Random Sampling. (Notoatmodjo

S., 2005; Saryono, 2008 Ibnu F., dkk, 2009).

Page 79: Beda Perkembangan

92

Adapun Kriteria inklusi dan ekslusi adalah:

1. Untuk Anak:

a. Kriteria inklusi adalah anak balita mendapat izin dari orang tua atau wali

untuk ikut dalam penelitian.

b. Kriteria ekskusi adalah anak balita yang menderita penyakit-penyakit sistemik,

gangguan metabolik.

2. Untuk Ibu:

a. Ibu bekerja

1) Kriteria Inklusi adalah:

a) Pendidikan formal ibu minimal SMP (Sekolah Menengah Pertama)

b) Bekerja di luar rumah dan bekerja penuh waktu (7 jam sehari selama 6

hari atau 40 jam atau 8 jam sehari selama 5 hari atau 40 jam )

c) Tinggal serumah dengan anaknya yang masih balita

2) Kriteria Eksklusi adalah: Ibu tidak bekerja.

b. Ibu tidak bekerja

1) Kriteria Inklusi adalah:

a) Pendidikan formal ibu minimal SMP (Sekolah Menengah Pertama)

b) Tinggal serumah dengan anaknya yang masih balita

2) Kriteria Eksklusi adalah: Bekerja di dalam rumah atau di luar rumah.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi:

1. Variabel terikat (dependent): status perkembangan anak balita.

2. Varibel bebas (independent): ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.

Page 80: Beda Perkembangan

93

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional dari penelitian ini adalah:

1. Perkembangan anak balita

Definisi Perkembangan anak balita adalah perubahan yang progresif dari

bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks berupa perubahan bentuk fisik, struktur saraf, perilaku dan sifat dalam

pola yang teratur, berlangsung terus dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari

proses pematangan dan pengalaman pada masa anak usia 0 – 59 bulan.

Alat Ukur : Metode Denver II

Skala pengukuran : Nominal

Kategori : 1 = Normal, 2 = Meragukan, 3 = Tidak Normal.

2. Ibu bekerja

Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga baik

secara langsung atau secara tidak langsung, dengan mengeluarkan tenaga atau

energi dan mempunyai nilai waktu untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk

uang / barang atau keuntungan dengan waktu kerja adalah 7 jam sehari selama 6

hari atau 40 jam seminggu atau 8 jam sehari selama 5 hari atau 40 jam seminggu.

Alat Ukur : Kuesioner

Skala pengukuran : Nominal

3. Ibu tidak bekerja

Ibu yang tidak bekerja adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktifitas

yang secara langsung menghasilkan uang atau barang yang dapat menyumbang

penghasilan keluarga.

Alat Ukur : Kuesioner

Page 81: Beda Perkembangan

94

Skala pengukuran : Nominal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner

Kuesioner Penelitian merupakan lembar isian untuk memperoleh identitas masing-

masing subyek penelitian, meliputi nama anak balita, umur, anak ke berapa,

riwayat sakit anak balita, nama ibu, nama ayah, alamat, pendidikan terakhir ibu,

ibu bekerja atau tidak, ayah bekerja atau tidak, bila ibu/ayah bekerja, status

pekerjaan , waktu kerja, gaji, status pengasuh anak balita.

2. Observasi (Pengamatan)

Peneliti melakukan pengamatan dengan dasar lembar formulir Denver II pada

subjek penelitian yang dapat dilihat pada kuesioner penelitian yang telah diisi

sebelumnya oleh peneliti. Awalnya peneliti menentukan umur anak balita

kemudian pada lembar formulir Denver II ditarik garis vertikal yang memotong

umur tersebut sehingga memotong 4 sektor perkembangan (perilaku sosial,

gerakan motorik halus, bahasa, gerakan motorik kasar). Kemudian dilakukan

pengamatan pada masing-masing sektor perkembangan, dimana tiap sektor

perkembangan terdapat tugas (kemampuan) perkembangan yang digambarkan

dalam bentuk kotak persegi panjang horisontal yang berurutan menurut umur.

Pengamatan dilakukan mulai dari awal 0 bulan menuju ke umur selanjutnya

kemudian apabila anak balita dapat mengerjakan tugas perkembangan maka diberi

tanda P (Passed = lulus) dan bila tidak dapat mengerjakan tugas perkembangan

maka diberi tanda F (Fail = gagal). Bila anak balita sudah melakukan 3 kali F

Page 82: Beda Perkembangan

95

maka pengamatan dihentikan dan dilihat P sebelum F yang pertama ditarik garis

vertikal sampai memotong umur dan semua tugas perkembangan. Hasilnya dilihat

apabila anak dapat melewati semua pada tiap sektor dikategorikan normal, apabila

terlambatnya perkembangan pada tiap sektor perkembangan lebih dari 6 bulan

dikategorikan tidak normal, kurang dari 6 bulan dikategorikan meragukan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara:

1. Peneliti mendata subjek penelitian di RW VI yang terdiri dari RT I, RT II, RT III,

RT IV,RT V melalui kuesioner.

2. Peneliti memilih data kuesioner yang sesuai kriteria inklusi kemudian dilakukan

pengamatan (observasi) dengan metode Denver II.

H. Kerangka Penelitian

Anak Balita dengan ibu bekerja dan Ibu tidak bekerja (N)

Anak balita Anak balita dengan ibu bekerja (n1) dengan ibu tidak bekerja (n2)

Perkembangan anak balita Perkembangan anak balita ( Denver II ) ( Denver II ) - Perilaku Sosial - Perilaku Sosial - Gerakan Motorik Halus - Gerakan Motorik Halus - Bahasa - Bahasa - Gerakan Motorik Kasar - Gerakan Motorik Kasar

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

OpenEpi versi 2.2 dengan Tabel 2 x 2

Page 83: Beda Perkembangan

96

I. Metode Analisa Data

Metode analisis data penelitian menggunakan uji chi kuadrat bantuan OpenEpi

versi 2.2 dengan Tabel 2 x 2 untuk menguji secara statistik antara perkembangan anak

balita dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, baik dalam aspek perilaku sosial,

motorik halus, bahasa maupun motorik kasar.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak balita yang mempunyai ibu

bekerja dan ibu tidak bekerja di RW VI, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar

Kliwon, Surakarta. Jumlah subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

sebanyak 60 orang, yang dibagi menjadi kelompok anak balita dengan ibu bekerja

sebanyak 30 orang dan kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja sebanyak

30 orang.

a. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Distribusi jenis kelamin pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja

lebih banyak laki-laki, sedangkan pada kelompok anak balita dengan ibu tidak

bekerja lebih banyak perempuan. Sebaran jenis kelamin secara lebih jelas

dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Page 84: Beda Perkembangan

97

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Jenis

Kelamin

Balita dengan Ibu

Bekerja

Balita dengan Ibu Tak

Bekerja

n % n %

Laki-

laki

16 53,3 11 36,7

Peremp

uan

14 46,7 19 63,3

Total 30 100 30 100

b. Usia Subjek Penelitian

Usia subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja

rata-rata 28,2 bulan dengan rentang usia antara 3 sampai 56 bulan, sedangkan

pada kelompok balita dengan ibu tidak bekerja rata-rata 24,97 bulan dengan

rentang usia antara 4 sampai 36 bulan. Perbandingan tersebut secara lebih jelas

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rerata dan Simpangan Baku Usia (bulan) Subjek Penelitian

Statistik

Kelompok

Balita dengan Ibu

Bekerja

Balita dengan Ibu

Tak Bekerja

Rerata 28,2 24,9

Simpanga 14,0 13,5

Page 85: Beda Perkembangan

98

n Baku

c. Posisi Subjek Penelitian dalam Keluarga

Subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja

sebagian besar adalah anak pertama. Demikian pula pada kelompok anak

balita dengan ibu tidak bekerja.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Urutan Anak Subjek Penelitian

An

ak Ke-

Balita dengan Ibu

Bekerja

Balita dengan Ibu Tak

Bekerja

n % n %

Per

tama

14 43,

3

14 46,7

Ke

dua

Ket

iga

Ke

empat

Kel

ima

7

4

4

2

23,

3

13,

3

13,

3

6,8

11

4

1

0

36,7

13,3

3,3

0

Tot

al

30 10

0

30 100

d. Jumlah Saudara

Page 86: Beda Perkembangan

99

Subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja

sebagian besar memiliki 1 saudara kandung. Demikian pula pada kelompok

anak balita dengan ibu tidak bekerja. Sebaran jumlah saudara kandung

tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Saudara Kandung Subjek Penelitian

Ju

mlah

Saudara

Balita dengan Ibu

Bekerja

Balita dengan Ibu Tak

Bekerja

n % n %

Sat

u

12 40 12 40

Du

a

Tig

a

Em

pat

Li

ma

Ena

m

7

5

4

1

1

23,

3

16,

7

13,

3

3,3

3,3

11

6

1

0

0

36,7

20

3,3

0

0

Page 87: Beda Perkembangan

100

Tot

al

30 10

0

30 100

e. Pendidikan Ibu

Ibu pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja sebagian besar

berpendidikan SLTA. Demikian pula pada kelompok anak balita dengan ibu

tidak bekerja. Sebarannya secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Urutan Anak Subjek Penelitian

Pendi

dikan Ibu

Balita dengan Ibu

Bekerja

Balita dengan Ibu Tak

Bekerja

n % n %

S2 1 3,3 0 0

S1

D3

D2

D1

SLT

A

SLT

P

1

3

0

0

14

11

3,3

10

0

0

46,

6

36,

7

1

0

1

2

17

9

3,3

0

3,3

6,7

56,7

30

Total 30 10

0

30 100

f. Penghasilan Orang Tua

Page 88: Beda Perkembangan

101

Penghasilan orang tua pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja

rata-rata Rp 1.653.333, sedangkan pada kelompok balita dengan ibu tidak

bekerja rata-rata Rp 1.250.000.

2. Perkembangan Subjek PenelitianPengukuran perkembangan anak balita dengan

metode Denver II meliputi 4 aspek, yaitu kemampuan perilaku sosial, motorik

halus, bahasa dan kemampuan motorik kasar.

a. Perkembangan Perilaku Sosial

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar

subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja memiliki

perkembangan perilaku sosial yang normal, hanya 2 subjek yang mengalami

perkembangan tidak normal. Demikian pula pada kelompok anak balita

dengan ibu tidak bekerja, dimana hanya 1 subjek penelitian yang mengalami

perkembangan tidak normal. Perbedaan perkembangan perilaku sosial pada

kedua kelompok secara statistik tidak bermakna ( p = 0,277 ). Selengkapnya

tersaji dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Perkembangan Perilaku Sosial Anak Balita

Katego

ri

Balita (Ibu

Bekerja)

Balita (Ibu Tak

Bekerja)

2 n %

n %

Normal 2

8

9

3,3

29 96,

7 ,35 ,277

Page 89: Beda Perkembangan

102

Tidak

Normal

2 6

,7

1 3,3

Total 3

0

1

00

30 10

0

b. Perkembangan Motorik Halus Subjek Penelitian

Sebagian besar subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan

ibu bekerja memiliki perkembangan motorik halus yang normal, hanya 1

subjek yang mengalami perkembangan tidak normal. Demikian pula pada

kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja. Perbedaan perkembangan

motorik halus pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna ( p =

0,754 ). Selengkapnya tersaji dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus Anak Balita

Kategori

Balita (Ibu

Bekerja)

Balita (Ibu Tak

Bekerja)

2 n %

n %

Normal 2

9

9

6,7

29 96,

7 ,754

Tidak

Normal

1 3

,3

1 3,3

Total 3

0

1

00

30 10

0

Page 90: Beda Perkembangan

103

c. Perkembangan Bahasa Subjek Penelitian

Perkembangan bahasa subjek penelitian pada kelompok anak balita

dengan ibu bekerja sebagian besar normal, hanya 2 orang yang mengalami

perkembangan tidak normal. Demikian pula pada kelompok anak balita

dengan ibu tidak bekerja, dimana hanya 1 orang yang mengalami

perkembangan tidak normal. Perbedaan perkembangan bahasa pada kedua

kelompok secara statistik tidak bermakna ( p = 0,277 ). Selengkapnya tersaji

dalam Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Perkembangan Bahasa Anak Balita

Katego

ri

Balita (Ibu

Bekerja)

Balita (Ibu Tak

Bekerja)

2 n %

n %

Normal 28 9

3,3

29 96,

7 ,35 ,277

Tidak

Normal

2 6

,7

1 3,3

Total 30 1

00

30 10

0

d. Perkembangan Motorik Kasar Subjek Penelitian

Sebagian besar subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan

ibu bekerja memiliki perkembangan motorik kasar yang normal, hanya 2

Page 91: Beda Perkembangan

104

subjek yang mengalami perkembangan tidak normal. Demikian pula pada

kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja, dimana hanya 1 subjek

penelitian yang mengalami perkembangan tidak normal. Perbedaan

perkembangan motorik kasar pada kedua kelompok secara statistik tidak

bermakna ( p = 0,277 ). Selengkapnya tersaji dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Anak Balita

Katego

ri

Balita (Ibu

Bekerja)

Balita (Ibu Tak

Bekerja)

2 n %

n

Normal 28 9

3,3

29

6,7 ,35 ,277

Tidak

Normal

2 6

,7

1

,3

Total 30 1

00

30

00

B. Pembahasan

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini adalah studi analitik, dimana penarikan kesimpulan tentang

hubungan atau pengaruh variabel dilakukan dengan metode perbandingan

kelompok-kelompok yang berbeda. Syarat perbandingan yang valid adalah bahwa

kelompok-kelompok studi yang dibandingkan itu harus sebanding (comparable)

Page 92: Beda Perkembangan

105

dalam faktor-faktor tertentu, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan

variabel dependen dan variabel independen utama yang diteliti (Murti, 2006).

Oleh karena itu, disamping data utama berupa hasil pengukuran perkembangan

anak balita menggunakan metode Denver II, digali juga data tentang karakteristik

subjek penelitian, untuk mengetahui sejauh mana tingkat perbandingan antara

kelompok balita dengan ibu bekerja dan kelompok balita dengan ibu tidak bekerja.

Berdasarkan analisis data tentang karakteristik subjek penelitian diketahui

bahwa jenis kelamin subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu

bekerja lebih banyak laki-laki, sedangkan pada kelompok anak balita dengan ibu

tidak bekerja lebih banyak perempuan, dapat disimpulkan bahwa data jenis

kelamin subjek penelitian pada kedua kelompok tidak homogen. Variabel jenis

kelamin mempengaruhi tumbuh kembang anak balita. Hal ini didasari oleh

pendapat Rusmil (2008) dan Soetjiningsih (1995), bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak adalah jenis kelamin.

Sedangkan usia subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu

bekerja rata-rata 28,2 bulan dan pada kelompok balita dengan ibu tidak bekerja

rata-rata 24,97 bulan, dapat disimpulkan bahwa data usia subjek penelitian pada

kedua kelompok tidak homogen. Variabel usia mempengaruhi tumbuh kembang

anak balita, sesuai konsep Soetjiningsih (1995) dan Rusmil (2008), dimana salah

satu faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak adalah umur.

Karakteristik lain dari subjek penelitian urutan atau posisi anak dalam

keluarga, apakah anak pertama, kedua dan seterusnya serta jumlah saudara

kandung. Urutan dan jumlah saudara kandung ini penting diperhatikan karena

terkait erat dengan faktor cinta dan kasih sayang yang diberikan orang tua

Page 93: Beda Perkembangan

106

terhadap anak balita serta faktor kualitas interaksi anak dengan orang tua, sejalan

dengan konsep Soetjiningsih (1995). Pengalaman empiris membuktikan bahwa

cinta, kasih sayang dan kualitas interaksi orang tua terhadap anak pertama akan

berbeda dengan anak kedua dan seterusnya. Demikian pula pada jumlah saudara

kandung, jika anak lebih dari satu tentu perhatian yang diberikan orang tua tentu

saja berbeda.

Sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1995) bahwa pendidikan orang tua

merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena

dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi

dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga

kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya. Sejalan juga dengan pendapat

Rusmil (2008), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh

kembang anak adalah ketidaktahuan yang erat kaitannya dengan tingkat

pendidikan ibu atau pengasuh anak.

Karakteristik subjek penelitian yang terakhir dikaji pengaruhnya adalah

penghasilan atau pendapatan keluarga atau orang tua. Hal ini sesuai dengan

konsep Rusmil (2008) dan Revina (2010) yang menyatakan bahwa kualitas

tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi keluarga,

kemiskinan selalu berkaitan erat dengan kekurangan makanan, lingkungan yang

jelek dan ketidaktahuan, yang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan

anak. Juga sejalan dengan pendapat Soetjiningsih (1995), pendapatan keluarga

yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder.

2. Perkembangan Subjek Penelitian

Page 94: Beda Perkembangan

107

Perkembangan subjek penelitian diukur menggunakan metode Denver II.

Aspek perkembangan yang dinilai terdiri dari 125 tugas perkembangan, dimana

semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan

diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi:

1) Personal social (perilaku sosial), yaitu aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus), yaitu aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang

melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil,

tetapi memerlukan kooordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk

menggambar, memegang sesuatu benda, dan lain-lain.

3) Language (bahasa), yaitu kemampuan untuk memberikan respon terhadap

suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

4) Gross motor (gerakan motorik kasar), yaitu aspek yang berhubungan dengan

pergerakan dan sikap tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa terdapat 2 subjek

penelitian yang mengalami perkembangan perilaku sosial tidak normal pada

kelompok anak balita dengan ibu bekerja. Sedangkan pada kelompok anak balita

dengan ibu tidak bekerja, terdapat 1 subjek penelitian yang mengalami

perkembangan perilaku sosial tidak normal. Sedangkan hasil pengukuran aspek

motorik halus didapati 1 subjek yang mengalami perkembangan tidak normal,

baik pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja maupun pada kelompok anak

balita dengan ibu tidak bekerja. Hasil pengukuran perkembangan bahasa subjek

penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja dijumpai 2 orang yang

Page 95: Beda Perkembangan

108

mengalami perkembangan tidak normal, dan pada kelompok anak balita dengan

ibu tidak bekerja dijumpai 1 orang yang mengalami perkembangan tidak normal.

Demikian pula hasil pengukuran aspek motorik kasar pada kelompok anak balita

dengan ibu bekerja, diketahui ada 2 subjek yang mengalami perkembangan tidak

normal dan pada kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja, terdapat 1 subjek

penelitian yang mengalami perkembangan tidak normal.

Berdasarkan analisis data penelitian menggunakan uji OpenEpi versi 2.2

dengan Tabel 2 x 2, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara

perkembangan anak balita dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, baik dalam

aspek perilaku sosial, motorik halus, bahasa maupun motorik kasar. Hal ini

disebabkan oleh adanya varibel luar yang tidak dapat dikendalikan seperti faktor

genetik, perbedaan kuantitas dan intensitas perhatian, kasih sayang, interaksi

anak-ibu, stimulasi dini dan faktor-faktor psikososial lain yang diterima oleh anak

balita. Faktor-faktor perancu tersebut mungkin berbeda pada kelompok anak balita

dengan ibu bekerja dan pada kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja,

sehingga menutupi perbedaan perkembangan yang sesungguhnya.

Faktor psikososial dapat dikatakan tidak mempengaruhi perkembangan

anak balita, sehingga sesuai dengan pendapat Rusmil (2008) dan Soetjiningsih

(1995) bahwa perkembangan anak balita sangat dipengaruhi oleh faktor

psikososial seperti stimulasi, cinta dan kasih sayang, serta kualitas interaksi anak

dengan orang tua. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan

lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat

stimulasi. Anak juga memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang

tuanya, agar kelak kemudian hari menjadi anak yang tidak sombong dan bisa

Page 96: Beda Perkembangan

109

memberikan kasih sayang pula kepada sesamanya. Interaksi timbal balik antara

anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan

terbuka kepada orang tuanya sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala

permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan

kepercayaan antara orang tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa

lama kita bersama anak. Tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi

tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal

untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.

Hasil penelitian Brooks-Gunn, Han, & Waldfogel (2002) menunjukkan

bahwa terdapat efek negatif terhadap perkembangan kognitif pada usia 15 bulan

sampai 3 tahun dari bayi berusia sembilan bulan dengan ibu yang bekerja lebih

dari 30 jam seminggu. Hal tersebut disebabkan sensitivitas maternal, kualitas

lingkungan rumah, dan kualitas pengasuhan anak membuat perbedaan yang

berarti. Ibu yang bekerja memiliki kuantitas interaksi dengan anak yang lebih

sedikit jika dibanding ibu yang tidak berkerja.

Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi pengasuh pengganti ibu

selama ibu bekerja, dimana dari 30 subjek penelitian, 22 orang diasuh oleh

neneknya, 5 orang oleh bapaknya, 2 orang diasuh oleh pembantu dan 1 orang

diasuh oleh saudara ibu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

pengasuhan yang diterima anak balita ketika ibu bekerja tidak mempengaruhi

kualitas perkembangan anak balita. Meskipun asuhan yang diberikan langsung

oleh ibu tentu sangat berbeda dengan asuhan yang diberikan orang lain.

Menurut Najmulhayah (2010), pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku

yang dipraktekkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam

Page 97: Beda Perkembangan

110

memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli serta dukungan

emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh-kembang. Juga termasuk di dalamnya

tentang kasih sayang dan tanggung-jawab orang-tua. Pengasuhan yang baik sangat

penting untuk dapat menjamin tumbuh-kembang anak yang optimal. Perilaku ibu

seperti cara memelihara kebersihan rumah, higiene makanan, kebersihan perorangan,

dan praktik psikososial adalah faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap

proses tumbuh-kembang anak tidak dapat tergantikan oleh pengasuh lainnya

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan

adanya perbedaan perkembangan anak balita, dalam aspek perilaku sosial, motorik

halus, bahasa dan motorik kasar, baik pada anak balita yang ibunya bekerja maupun

tidak bekerja. Kesimpulan ini tidak bersifat definitif, karena sejumlah faktor perancu

seperti faktor genetik, kuantitas dan intensitas perhatian, kasih sayang, interaksi anak

dan ibu, stimulasi dini, dan faktor-faktor psikososial lainnya, mungkin menutupi

Page 98: Beda Perkembangan

111

perbedaan perkembangan yang sesungguhnya terjadi pada anak balita dari kedua

kelompok tersebut.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan bahwa:

1. Bagi akademik

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh lamanya

perkerjaan ibu di luar rumah terhadap perkembangan anak balita dengan

mengontrol faktor perancu seperti faktor genetik, kuntitas dan intensitas perhatian,

kasih sayang, interaksi anak dan ibu, stimulasi dini, dan faktor-faktor psikososial

lainnya, disarankan untuk menggunakan metode multivariat untuk mengontrol

aneka faktor perancu tersebut.

2. Bagi Ibu-ibu yang mempunyai anak balita

Supaya perkembangan anak balita baik, jangan terfokus pada lamanya

asuhan tetapi juga perlu memperhatikan kualitas asuhannya

3. Bagi para dokter keluarga

Para doter keluarga disarankan untuk memperhatikan tidak hanya faktor-

faktor yang ada di dalam keluarga tetapi juga faktor-faktor lain di luar rumah misal,

faktor lain di tempat kerja yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi

perkembangan anak balita.

Page 99: Beda Perkembangan

112

DAFTAR PUSTAKA

Alva N., 2005, Seminar dan Diskusi dengan tema Perkembangan Balita Yang Ideal, Suatu Tinjauan Psikologis, diselenggarakan oleh LSM Kharisma Women and Education.

Amel Yanis, Edith Pleyte W., Ika Widyawati, Kusdinar A. 2008, Peranan Hubungan

Ibu-Anak pada Gagal Tumbuh Anak 0-36 bulan, Cermin Dunia Kedokteran, 162vol. 35 no. 3, Jakarta: Kalbe Farma.

Atkinson R.L..Atkinson, R.C., Hilgard, E.R,. 1983, Introduction to Psychology,

Jakarta: Penerbit Erlangga. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia ( BPS RI ), 2009,

http://www.bps.go.id/aboutus.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06 Brooks-Gunn J., Han WJ., Waldfogel J., 2002, Maternal employment and child

cognitive outcomes in the first three years of life: the NICHD Study of Early Child Care. National Institute of Child Health and Human Development, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12146733 ( 13 Januari 2010 )

Daniel S.S.,Grzywacz J., Leerkes E., Tucker J., Han W.J., 2009, Nonstandard

maternal work schedules during infancy: Implications for children's early behavior problems, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2659722/pdf/nihms-98750.pdf

( 12 Januari 2010 ) Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Jakarta. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

http://dinasnakertrans.jakarta.go.id/website/pages/konsep-dan-definisi.php Frankenburg W.K., Dodds J., Archer P., Bresnick B., Maschka P., Edelman N.,

Shapiro H., 1990, Denver II ( Technical Manual ), Denver: Denver Development Materials, Incorporated.

Page 100: Beda Perkembangan

113

Gunanti, Inong Retno, 2005, Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan Pembantu Rumah Tangga ( PRT ) dalam Pengasuhan Anak serta Hubungannya dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak usia 2 – 5 tahun.

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2005-gunantiino-1593&node=242&start=226&PHPSESSID=696b204be303b286f6d82cc4b6cb92eb

Hadi H, 2005, Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan

Pembangunan Kesehatan Nasional, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, http://www.gizi.net/download/Beban%20ganda%20masalah%20gizi.pdf

Halpern R., Barros A.J.D., Matijasevich A., Santos I.S., Victora C.G., Barros F.C.,

2008, Developmental status at age 12 months according to birth weight and family income: a comparison of two Brazilian birth cohorts, http://www.scielosp.org/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0102-311X2008001500010&lng=en&nrm=iso&tlng=en ( 10 Nopember 2009 )

Han WJ., 2005, Maternal nonstandard work schedules and child cognitive outcomes., http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15693763?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_SingleItemSupl.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=3&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed ( 17 Januari 2010 )

Harvey E., 1999, Short-term and long-term effects of early parental employment on children of the National Longitudinal Survey of Youth, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10082015?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_SingleItemSupl.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=2&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed ( 14 Januari 2010 )

Hill JL, Waldfogel J, Brooks-Gunn J, Han WJ., 2005, Maternal employment and child

development: a fresh look using newer methods, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16351331 ( 16 Januari 2010 )

Hasan M, 2009, PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ), cetakan pertama, Jogjakarta:

DIVA Press. Hurlock E.B., 1978, Perkembangan Anak, jilid 1, Jakarta: Erlangga. ___________, 1980, Psikologi Perkembangan ( Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan ), Jakarta: Erlangga. Ibnu F., Isnaeni DTN, Astutik P., Isman A., Rudy S.B., Anom A., Sugeng I., 2009,

Statistik untuk Praktisi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 101: Beda Perkembangan

114

Youngblut J.M., Brooten D., Singer L.T., Standing T., Lee H., Rodgers W.L., 2009, Effects of Maternal Employment and Prematurity on Child Outcomes in Single Parent Families, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11725936 ( 10 Januari 2010 )

Kiong M.,2008, Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik,

Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Moersintowarti B. Narendra, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, Hariyono Suyitno, Gde

Ranuh, Sambas Wiradisuria, 2008, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta: CV. Sagung Seto.

Murti B., 2006, Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mussen P.H., Conger J.J., Kagan J., Huston A.C.,1984, Perkembangan Anak dan

Kepribadian Anak, jilid 1, Jakarta: Erlangga. Najmulhayah, 2010, Optimalisasi Proses Perkembangan Anak Guna Membangun

Sumber Daya Manusia Yang Lebih Baik, http://najmulhayah.wordpress.com/2010/02/09/optimalisasi-proses-perkembangan-anak-guna-membangun-sumber-daya-manusia-yg-lebih-baik/

Notoatmodjo S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Papalia D.E., Old S.W., Feldman R.D.,2008, Human Development ( Psikologi

Perkembangan ), Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Revina P., 2010, Faktor Perkembangan Anak, http://bidanku.com/index.php?/Faktor-

Perkembangan-Anak Rich A.,2006, Bekerja dengan Cinta, cetakan pertama, Yogyakarta: Cakrawala. Ruhm C.J., 2008, Maternal Employment and Adolescent Development, Labour Econ;

15(5): 958–983. doi:10.1016/j.labeco.2007.07.008. ( 11 Januari 2010 ) Rusmil K., 2008, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, http://www.

aqilaputri.rachdian.com/index2.php Sam A., 2009, Pengertian keluarga, http://sobatbaru.blogspot.com/2009/01/pengertian-

keluarga.html Santrock J.W.,2002, Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup, Jilid 1,

Jakarta: Erlangga. ____________,2007, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. ____________,2007, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas, Jilid 2, Jakarta: Erlangga.

Page 102: Beda Perkembangan

115

Saryono, 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan (Penuntun Praktis Bagi Pemula),

Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Schirmer C.R., Portuguez M.W., Nunes M.L., 2006, Clinical assessment of language

development in children at age 3 years that were born preterm http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0004-282X2006000600007&lng=en&nrm=iso&tlng=en ( 11 Nopember 2009 )

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: Buku kedokteran ECG. Sutji M.W., 1991, Mengenali Perkembangan Balita (sebagai dasar bagi usaha

pengembangan bangsa yang berkualitas), Pelatihan Deteksi Dini dan Stimulasi Tumbuh Kembang Balita, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/mengenali_perkembangan_balita.pdf

Undang-Undang Ketenagakerjaan, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

13 Tahun 2003, Jakarta: Cemerlang. Yacub N,2003, Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Bayi Usia 4 – 12 bulan di

Desa Lero Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Tahun 2003, Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 1 No 1 2005. http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/02/perkembangan-anak-usia pra-sekolah.pdf

Yoshikawa H., 1999, Welfare Dynamics, Support Services, Mothers' Earnings, and

Child Cognitive Development: Implications for Contemporary Welfare Reform, http://www3.interscience.wiley.com/journal/119058810/abstract ( 26 Januari 2010 )

Page 103: Beda Perkembangan

116

Page 104: Beda Perkembangan

117