bab iv strategi ren-ren menghadapi dominasi mel...

43
110 BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL-MEL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Mencermati deskripsi pada BAB III khususnya tentang kehadiran imigran dari Watlaar dan Haar di Ohoiwait, serta fenomena perpindahan kekuasaan (kepemimpinan adat) dari penduduk asli kepada para pendatang yang telah mengakibatkan keluarnya penduduk asli dari Ohoiwait sampai pada tindakan pencarian dan membawa kembali penduduk asli ke Ohoi, menimbulkan sebuah pertanyaan menggelitik “apakah ini kisah Tom&Jerry yang walapun sering berkonflik namun saling merindukan?” Tom&Jerry yang dalam lakonnya, mendemonstrasikan ketegangan sandiwara kehidupan manusia antara “benci tapi rindu serta rindu tapi benci” memang mirip dengan pergulatan antara penduduk asli dan pendatang di desa ini. Untuk itu pada bab ini, saya memilih tiga topik utama untuk dikaji lebih mendalam, yakni: 1) Upaya atau strategi Ren-ren dalam mempengaruhi dominasi mel-mel; 2) Faktor-faktor yang mendorong strategi ren-ren; dan 3) Kemampuan mereproduksi wacana: menuju lebenswelt baru;. Ketiga topik tersebut, lebih lanjut diuraikan di bawah ini. 4.1. Strategi Ren-Ren dalam Mempengaruhi Dominasi Mel-Mel Dalam struktur asli masyarakat Kei, fungsi adat yang selalu melekat dan menjadi hak golongan ren-ren adalah tuan tan dan mituduan (imam) atau yang bisanya juga disebut dengan penjaga Luw Sukat. Walaupun demikian, sebelum

Upload: truongkien

Post on 01-Apr-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

110

BAB IV

STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL-MEL DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Mencermati deskripsi pada BAB III khususnya tentang kehadiran imigran dari

Watlaar dan Haar di Ohoiwait, serta fenomena perpindahan kekuasaan

(kepemimpinan adat) dari penduduk asli kepada para pendatang yang telah

mengakibatkan keluarnya penduduk asli dari Ohoiwait sampai pada tindakan

pencarian dan membawa kembali penduduk asli ke Ohoi, menimbulkan sebuah

pertanyaan menggelitik “apakah ini kisah Tom&Jerry yang walapun sering

berkonflik namun saling merindukan?” Tom&Jerry yang dalam lakonnya,

mendemonstrasikan ketegangan sandiwara kehidupan manusia antara “benci tapi

rindu serta rindu tapi benci” memang mirip dengan pergulatan antara penduduk asli

dan pendatang di desa ini.

Untuk itu pada bab ini, saya memilih tiga topik utama untuk dikaji lebih

mendalam, yakni: 1) Upaya atau strategi Ren-ren dalam mempengaruhi dominasi

mel-mel; 2) Faktor-faktor yang mendorong strategi ren-ren; dan 3) Kemampuan

mereproduksi wacana: menuju lebenswelt baru;. Ketiga topik tersebut, lebih lanjut

diuraikan di bawah ini.

4.1. Strategi Ren-Ren dalam Mempengaruhi Dominasi Mel-Mel

Dalam struktur asli masyarakat Kei, fungsi adat yang selalu melekat dan

menjadi hak golongan ren-ren adalah tuan tan dan mituduan (imam) atau yang

bisanya juga disebut dengan penjaga Luw Sukat. Walaupun demikian, sebelum

Page 2: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

111

struktur asli masyarakat Kei mencapai bentuk akhir dengan dibentuknya hukum adat

Larvul Ngabal sekitar abad ke-16, semua fungsi dan peran adat di desa Ohoiwait

yang didistribusikan kepada marga-marga1 yang ada saat ini, merupakan hak dari

penduduk asli yang selalu dikategorikan sebagai ren-ren.

Kehadiran para imigran yang berasal dari Watlaar dan Haar di Ohoiwait dan

dalam kehidupan bersama penduduk asli, telah menimbulkan fenomena baru yakni,

berpindahnya fungsi dan peran adat kepada pendatang. Mula-mula fungsi

(kekuasaan) adat pertama yang diambil alih adalah “kepala Ohoi” kemudian

merambah pada fungsi-fungsi adat yang lain. Pengambil-alihan fungsi dan peran adat

ini berimplikasi pada tidak diakuinya hak-hak kelompok ren-ren, bahkan

diwacanakan kelompok ini telah punah. Dalam konteks seperti ini, maka dapat

dikatakan bahwa praktek kepemimpinan dan dominasi berjalan seiring, atau dengan

kata lain mel-mel menjalankan hegemoninya terhadap ren. Pertanyaannya adalah apa

yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh kelompok ren-ren untuk setidaknya

mengembalikan hak-hak mereka?

Menurut Bourdieu, dalam setiap perjuangan aktor membutuhkan strategi.

Strategi perjuangan diperlukan aktor untuk memperebutkan modal-modal di dalam

ranah (field). Bagi Bourdieu, nilai yang diberikan modal (-modal) dihubungkan

dengan berbagai karakteristik sosial dan kultural habitus. Karena itu, ranah selalu

dikitari oleh relasi kekuasaan objektif yang memiliki basis material. Dengan

demikian, strategi perjuangan tanpa modal, mungkin tidak akan berhasil.

1 lihat fungsi dan peran adat yang diemban oleh masing-masing marga dalam bab III halaman

78-79

Page 3: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

112

Menurut Soerjono Soekanto,2 dalam hubungan sosial jika sarana perjuangan

tidak mencakup kekerasan fisik aktual, maka proses tersebut disebut perjuangan

damai. Model perjuangan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan

yang juga diperjuangkan oleh pihak-pihak lain. Karena itu, perjuangan yang tidak

didasarkan atas konflik kepentingan, untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan

pribadi disebutnya sebagai seleksi sosial. Sedangkan yang menyangkut pelbagai

kemungkinan bertahannya ciri-cri secara turun-temurun, disebutnya seleksi biologis.

Dalam perspektif Bourdieu, perjuangan damai ini dapat dimaknai sebagai

kemampuan mereproduksi wacana untuk menjadi dominan terhadap pihak lain,

selama wacana yang diproduksi itu tidak berimplikasi pada konflik dengan

kekerasan.

Pierre Bourdieu membedakan lima jenis strategi, yakni investasi biologis,

suksesif, edukatif, investasi ekonomi, dan investasi simbolik. Namun jika mencermati

pengertian yang diberikan pada masing-masing strategi itu, maka dapat juga

dikategorikan menjadi dua jenis strategi, yakni: strategi investasi ekonomi dan

strategi investasi simbolik. Untuk itu beberapa sub topik perlu dianalisa secara

terpisah demi mendapatkan gambaran yang lebih jelas jentang “strategi ren-ren

menghadapi dominasi mel-mel. Beberapa sub topik tersebut, adalah:

a. Pewarisan Marga: Sebuah Dilema

Bagi Bourdieu pewarisan nama keluarga (marga?) juga merupakan bentuk

habitus yang dapat menggerakan tindakan individu maupun sosisl untuk berjuang

2 Soerjono Sukanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2002: 48-51

Page 4: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

113

memperebutkan modal-modal dalam ranah. Namun bagi saya, jika yang dimaksudkan

dengan ‘pewarisan nama keluarga” itu adalah marga, maka ada masalah khususnya

dengan kelompok ren-ren. Berdasarkan hasil penelitian, tidak semua bentuk

“pewarisan nama keluarga” dapat memberikan keuntungan bagi yang mewarisinya,

terutama pewarisan marga Yahaubun, Kudubun, Notanubun, Ingratubun oleh

kelompok ren-ren telah menempatkan mereka pada posisi yang dilematis.

Dalam tesisnya, Martinus Ngabalin (2006) memang tidak memberikan

argumentasi yang dapat memperkuat pernyataannya bahwa “keturunan penduduk asli

telah punah” demikian juga sejarah yang dituturkan oleh Eliazer Rahajaan dan ditulis

oleh Melky, tidak memberikan argumentasi tentang punahnya keturunan Reyaur.

Sebab itu, sejak awalnya memang sudah saya kritik. Berdasarkan hasil wawancara,

satu-satunya alasan yang saya temukan tentang wacana punahnya keturunan

penduduk asli itu, diakibatkan oleh pola “pewarisan marga”3 karena itu saya

menyebutnya sebuah dilema.

Setelah keturunan penduduk asli yang “melarikan diri” dari kampung

kemudian kembali lagi dengan perjanjian bahwa mereka boleh mengatur dirinya

sendiri, maka ada “harga” yang perlu dibayar kepada mereka yang telah memanggil

itu.4 “Harga” itu tampak dalam kerelaan mereka untuk mengikuti marga dari orang

yang membujuk mereka untuk kembali. Kerelaan itu merupakan sikap hidup orang

Kei yang tahu berterimakasih (tet ya dalam bahasa Kei). Tet ya bermakna “karena

3 Karena itu, argumentasi yang dibangun oleh Melky berdasarkan cerita Eliazer Rahajaan

tentu tidak benar, sebab pola pewarisan marga baru terjadi setelah Towowod Rahawarin menikah dan

menghasilkan keturunan. Pola pewarisan marga yang saya kemukakan, di satu sisi memberikan catatan

tambahan bagi tesis Martinus Ngabalin, namun di sisi lain juga bertujuan meolak tesis Ngbalin itu. 4 Lihat uraian bab III khususnya pada bagian “marga sebagai bentuk asimilasi”

Page 5: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

114

kebaikanmu engkau kutempatkan dalam lubuk hatiku untuk lebih dekat denganku.”

Disinilah makna mendalam tentang “kakak – beradik” muncul.

Masalahnya adalah ren-ren tidak hanya mewarisi satu marga diantara

keempat marga (Yahaubun, Kudubun, Notanubun, dan Ingratubun), mereka terbagi,

atau mengikuti semua marga itu. Di satu sisi pewarisan marga ini adalah positif untuk

menjaga persatuan dan kesatuan Ohoi Nuhu, sebab merasa satu dan tidak lagi ada

perbedaan penduduk “asli” dan “pendatang”, namun di sisi lain menjadi salah

dimengerti oleh para pendatang yang akhirnya menciptakan dominasi. Dominasi

terjadi sebab kepala marga harus berasal dari keturunan asli Yahau, Kud, Notan, dan

Ingrat itu. Posisi kepala marga untuk orang Kei dan secara khusus di desa Ohoiwait

adalah cukup kuat, sebab “dia” dianggap sebagai representasi adat untuk marganya.

Bentuk representasi seperti ini tampak dan diatur dalam pasal 1 hukum adat Larvul

Ngabal yang memang sangat ditaati oleh masyarakat Kei.

Dalam konteks pewarisan marga (yang tidak satu), tentu akan memunculkan

habitus baru. Sejarah asli (awal) terpecah atau terbagi, bahkan terasimilasi dengan

habitus lain yang mengakibatkan munculnya habitus baru itu. Walupun habitus baru

ini tidak menghilangkan habitus awal, namun produksi dan reproduksi sejarah asli

terbagi dalam versi-versi yang berbeda, kecil dan tidak lagi sekuat sejarah awal.

Diskursus argumentatif menurut Habermas, atau komunikasi “bebas penguasa”

tidak/belum berlaku disini. Untuk sampai pada tingkat diskursus argumentatif itu

diperlukan faktor pendukung lain, yakni pendidikan, bukan saja pendidikan formal,

namun juga pendidikan nonformal yakni sosialisasi nilai-nilai adat kepada generasi

Page 6: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

115

yang siap beradu argumen untuk memimpin. Masalahnya wadah atau situasi yang

memungkinkan untuk saling beradu argumen demi memperebutkan modal-modal

(atau posisi) belum tercipta dengan baik.

Dengan demikian, reproduksi wacana oleh kelompok ren-ren untuk kembali

kepada sejarah asli tentu tidak mudah, sebab sejarah asli telah terbagi dalam versi-

versi akibat pembauran penduduk asli dan pendatang yang menjadi satu marga itu.

Kelompok ren-ren khususnya yang bermarga Rahaningmas dan Notanubun mungkin

mampu mereproduksi sejarah asli (tom tad), namun belum tentu diikuti atau diterima

oleh semua kelompok ren-ren, sebab penghargaan, pengakuan, relasi dalam

kehidupan bersama, serta identitas marga tentu turut mempengaruhi.

Pola komunikasi yang intensif antara kepala marga dengan anggota-anggota

marga tentu anak mempererat tali persaudaraan anggota marga. Sebab segala urusan

yang “dilakukan” anggota marga, entah itu perkawinan, kematian, pembangunan

rumah, pencurian, dan pembunuhan adalah menjadi tanggungjawab magra, semua

anggota marga akan bermusyawarah (rasdov) untuk memutuskan sesuatu hal, dan

kewenangan pengambilan keputusan itu adalah kepala marga. Karena itu, dalam

beberapa hal solidaritas marga sangat kuat, sehingga reproduksi wacana tentang

sejarah asli (ren-ren) menjadi dinomor sepatu-kan, bahkan oleh kelompok ren-ren

sendiri. Walupun mereka sadar bahwa hak-haknya sebagai penduduk asli terabaikan.

Kedekatan dan pola komunikasi yang baik memegang peranan penting dalam

pembentukan habitus ini.

Page 7: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

116

Robert Notanubun dan Daud Rahaningmas mengatakan “perjuangan itu masih

butuh waktu dan memang sulit, sebab kita yang di Ohoi Un ini juga kurang bersatu.

Namun perlu terus dilakukan terutama dengan cara mewariskan cerita-cerita dari

orang tua (leluhur) kepada anak-anak, selain itu anak-anak perlu juga disekolahkan

untuk bisa berpikir cerdas.” Kesulitan itu menurut keduanya disebabkan oleh adanya

individu-individu tertentu yang mereka sebut dengan istilah Fen (penyu atau

teteruga), fen adalah hewan yang bisa hidup di “dua dunia” (air dan darat). Konsep

ini digunakan untuk menggambarkan perilaku individu-individu yang selalu “cari

aman” artinya bisa diterima dua kelompok (ren dan mel) sekaligus. Selain konsep fen

ada juga sebutan naus (gula) bagi orang-orang yang rela “menjual” informasi hanya

untuk sekedar bisa minum segelas kopi atau teh.5 Individu-individu seperti inilah

yang merusak solidaritas kelompok, atau dapat juga disebut provokator.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa kelompok ren-ren adala

mereka yang bertempat tinggal di bagian desa yang disebut Ohoi Un, kadang-kadang

untuk menyebut orang atau kelompok orang yang tinggal di tiga bagian kampung

(Ohoi Un, Ohoi Ren, dan Ohoi Tanan) dalam interaksi sehari hari, digunakan istilah

koko; watwat; dan kotkot6”, seperti: koko Ohoi Un, koko Ohoi Tanan, koko Ohoi Ren,

begitu juga ketika kata “koko” diganti dengan “watwat” dan “kotkot” semuanya

bermakna “sekelompok orang.” Pemaknaan ini kemudian termanivestasi dalam

perilaku, misalnya seorang anak yang tinggal di Ohoi Un ketika berkelahi dengan

seorang anak di Ohoi Ren, maka orang akan berkata “kokot Ohoi Un hir bangil”

5 Wawancara dengan Daud Rahaningmas dan Robert Notanubun tanggal 29 Januari 2011

6 Koko bermakan “laki-laki - dalam jumlah yang banyak”; watwat bermakna “perempuan-

perempuan”; dan kotkot bermakna “anak-anak”

Page 8: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

117

(anak-anak Ohoi Un yang memukulnya) atau sebaliknya “kokot Ohoi Ren hir bangil”

jadi tindakan satu orang selalu dikaitkan dengan kelompoknya. Begitupun dengan

marga, tindakan seseorang (individu) selalu dikaitkan dengan “apa marganya”,

karena itu solidaritas kelompok di Kei khususnya di Ohoiwait memang sangat kuat.

Dengan demikian, dibutuhkan isu bersama pula yang dapat mengembalikan

kesadaran kelompok ren-ren ini. Beberapa isu bersama yang dapat mengembalikan

solidaritas kelompok ren-ren ini adalah: a) wacana tentang punahnya keturunan

penduduk asli; b) pewarisan nama leluhur dan marga; c) tidak adanya golongan ren-

ren Ohoiwait yang menjadi PNS di Maluku Tenggara; dan d) wacana tentang

dikategorikannya kelompok ini sebagai Iri-iri. Beberapa isu ini tentu membutuhkan

strategi yang tepat untuk mengubah distribusi modal, aturan main dan posisi-

posisinya sehingga terjadi kenaikan jenjang sosial. Sebab itu faktor pendidikan,

terutama pendidikan formal perlu menjadi strategi utama yang dipilih untuk

mempersiapkan generasi berikutnya.

Pewarisan nama leluhur memang telah dengan sadar dilakukan, misalnya

nama-nama seperti: Kanar El, Viktor, Tanaef.7 Sedangkan alasan menggunakan

marga “Rahaningmas” sebenarnya juga merupakan bentuk resistensi kepada

“Yahaubun” namun sayangnya perubahan marga dari Yahaubun ke Rahaningmas

juga diikuti oleh mereka yang mel-mel. Walaupun demikian, mel-mel yang bermarga

Rahaningmas ini memang sangat mengerti tentang sejarah asli, mereka mengakui

7 Viktor dan Tanaef adalah nama leluhur penduduk asli, keduanya masuk dalam kategori

“Baran Fit”. Viktor adalah nama dari salah satu cucunya Anton Notanubun, sedangkan Tanaef adalah

anak Manasye Rahaningmas. Keduanya masih anak-anak, dan Kanar El adalah nama dari salah satu

informan. Menurut Anton Notanubun, nama-nama itu tidak pernah digunakan oleh mereka yang

dikategorikan sebagai mel-mel itu.

Page 9: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

118

bahwa Frans Rahaningmas, Gerson Rahaningmas, dan Anton Notanubun adalah

penduduk asli desa Ohoiwait.8 Bentuk resistensi lain mengenai marga ini adalah yang

dilakukan oleh Ganti Notanubun (tinggal di Jayapura, Papua), yang ketika anak

pertamanya lahir dan dalam pengurusan akte kelahiran dia mencantumkan marga

Rahangiar sebagai marga anaknya dan bukan Notanubun. Rahangiar adalah marga

yang masih digunakan di dusun Wetuar.

Dengan demikian, jika strategi pewarisan nama keluarga ini terus dilakukan,

minimal seperti yang telah dilakukan oleh Ganti Notanubun akan berdampak positif

suatu saat nanti. Selain itu, perubahan marga dari Yahaubun ke Rahaningmas juga

merupakan hal yang baik, namun belum disertai dengan penjeasan makna dan alasan

perubahan itu kepada generasi muda (anak-anak ren-ren) sehingga belum berdampak

dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

b. Strategi Investasi Ekonomi

Pierre Bourdieu mengemukakan bahwa dalam setiap ranah terdapat modal-

modal yang siap diperebutkan, jika dikaitkan dengan pemikiran Habermas, maka

dapat dirumuskan bahwa modal-modal tersebar dalam setiap lebenswelt sebab itu

dibutuhkan strategi argumentasi yang dibedakan dalam bentuk diskursus dan kritik

yang bertujuan mempersoalkan klaim kebenaran dan ketepatan demi mendapatkan

pengakuan setiap ruang kehidupan sosial. Walaupun demikian, dalam perebututan

modal-modal itu, perlu mempersiapkan generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan

8 Jumlah Kepala Kekuarga (KK) marga ini di desa Ohoiwait sangat sedikit. Tidak lebih dari

lima kepala Keluarga, yakni: Daud Rahaningmas, Nimrot Rahaningmas, Kanar El Rahaningmas,

Adam Rahaningmas, dan satu keluarga dari mel-mel adalah Hopni Rahaningmas. Sebagian dari

mereka tinggal di Tual, Maluku Tenggara dan berprofesi sebagai PNS maupun swasta, termasuk

Manasye Rahaningmas yang bekerja di Suita Hotel.

Page 10: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

119

(direction) untuk menggerakkan individu maupun kelompok, ketika berjuang di

dalam ranah (field), karena itu saya membutuhkan pemikiran Gramsci tentang

hegemoni.

Strategi investasi ekonomi menurut Bourdieu merupakan upaya

mempertahankan atau meningkatkan berbagai jenis modal. Investasi ekonomi

sebenarnya merupakan akumulasi modal ekonomi dan modal sosial. Berdasarkan

hasil penelitian, diketahui bahwa modal sosial yang dimiliki kelompok ren-ren yakni

hubungan-hubungan sosialnya dengan kelompok mel-mel terutama melalui

pertukaran uang, pekerjaan, dan perkawinan9 telah menempatkan mereka (ren-ren)

pada posisi yang terdominasi. Hubungan sosial yang berkaitan dengan “pekerjaan”10

yang saling membantu atau hamaren. Artinya pekerjaan atau hajatan yang dilakukan

oleh salah satu mel-mel, maka anggota marganya (terutama yang ren-ren) wajib hadir

untuk membantu atau bekerja atau sekedar memberikan yelim (bantuan berupa bahan

pokok–makanan). Karena itu, strategi investasi ekonomi ini juga berhubungan erat

dengan pola pewarisan marga, artinya hajatan salah satu anggota marga, akan

menjadi tanggungkawab bersama.

Kaitan antara stratgi investasi ekonomi dan pola pewarisan marga–selain

hubungan-hubungan sosial yang terbangun–misalnya tampak dalam marga Kudubun.

Marga ini memiliki beberapa dusun atau petuanan sagu (Er –dalam bahasa Kei ) yang

biasa disebut “Er Kudubun” petuanan sagu dimiliki dan “dimakan” bersama. Secara

9Kedua kelompok ini memang dilarang menikah. Karena itu yang dimaksudkan dengan

hubungan sosial perkawinan itu adalah konsep tentang koi maduan yang telah diuraikan dalam bab III 10

Yang saya maksudkan dengan pekerjaan di sini bukanlah pekerjaan yang mendatangkan

“gaji tetap” setiap bulannya.

Page 11: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

120

adat, ada mekanisme pengaturan yang disepakati, yakni siapa yang pertama

memperikan tanda pada salah satu pohon sagu11

maka dialah yang berhak memanen.

Selain itu, marga Kudubun (ren-ren) juga memiliki harta warisan (emas) yang

disimpan oleh salah satu “pembesarnya” (mel-mel) yang bernama AdK (alm)12

yang

sering disebut dengan “Turan Sosial”

Namun harta Kudubun ini telah hilang.13

Menurut Christian Kudubun harta

itu telah dijual di Bali oleh kakaknya “turan sosial” itu, yang bernama AbK untuk

menyekolahkan anak-anaknya. Christian mengemukakan bahwa “AbK mengakui hal

ini dihadapan dirinya dan Welhelmus Kudubun, yang didengar langsung oleh anak-

anaknya, ketika istri AbK meninggal dunia di Tual tahun 2007”14

dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa para leluhur Kudubun sudah dengan sadar memperhitungkan

strategi investasi ekonomi untuk anak cucu mereka, namun sayangnya harta warisan

ini dicuri oleh orang lain untuk kepentingan anak-anaknya tanpa memberitahukan

kepada “pemilik barang.”

11

Tanda ini biasanya berupa inisial nama. Contah, “MK” itu artinya pohon sagu tersebut

sudah menjadi milik salah seorang berinisial “MK” itu. ‘M’ merujuk pada nama orang dan ‘K’

merujuk pada marga. 12

Selanjutnya nama-nama yang tidak termasuk dalam informan kunci akan digunakan inisial.

Nama sebenarnya ada pada peneliti. 13

Harta ini memang dinyatakan telah hilang, sebab menurut informasi dari Christian,

Welhelmus, dan Matius sewaktu “turan sosial” sakit-sakitan mereka dipanggil untuk penyerahan

kembali harta tersebut. namun waktu tas (kopor) tempat emas tersebut diambil ternyata gembok

(kuncinya) telah rusak dan tidak ada apa-apa di dalamnya. Christian mengatakan, dia baru mengetahui

kalau harta tersebut “diambil” turan AbK pada waktu istrinya meninggal itu. 14

Waktu itu saya juga sempat mengikuti upacara pemakaman tersebut. Christian Kudubun

mengatakan setelah pemakaman, malam harinya AbK menyuruh anaknya memanggil dirinya,

Welhelmus Kudubun, dan Matius Kudubun (namun Matius Kudubun tidak datang di Tual waktu itu),

kemudian mereka duduk diruang tamu dan AbK mengatakan kepada anak-anaknya “im lilik tuang

yamab hir tel I, hor hirir yanar ubur, tal harta Kudubun ila ya fed mo nan lehar im maskol e” (kalian

harus memperhatikan–membantu ketiga orang tua kalian ini (Christian, Welhelmus, dan Matius) serta

anak cucu mereka sebab saya sudah jual harta Kudubun itu untuk membiayai sekolah kalian).

Page 12: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

121

Mengenai harta Kudubun yang telah dicuri ini, Laurens Kudubun mengatakan

bahwa “nanti pada saat acara 100 tahun Injil masuk Ohoiwait (tahun 2013), dia akan

memanggil akan-anaknya AbK untuk meminta pertanggungjawaban supaya mereka

membayar kembali harta yang telah dijual oleh bapak mereka.”15

Oleh karena harta

tersebut telah diambil orang, maka perspektif Bourdieu tantang “modal ekonomi”

(harta) milik marga Kudubun ini dapat dikategorikan sebagai “modal simbolis” yang

dapat mengangkat prestise maupun status sosial dari Kudubun ren-ren bahwa mereka

memililiki “sesuatu” yang didak dimiliki oleh Kudubun mel-mel. Pengakuan akan

adanya modal simbolik inilah yang kemungkinan akan diperjuangkan oleh Laurens

Kudubun.

Sedangkan menyangkut petuanan (kepemilihan lahan/tanah) di Desa

Ohoiwait, hasil wawancara dan pengamatan selama penelitian berlangsung

membukatikan bahwa kelompok ren-ren khusunya keluarga Anton Notanubun, dan

tiga orang kakak-beradik, yakni Frans Rahaningmas, Gerson Rahaningmas, dan

Reinhard Rahaningmas) adalah yang paling besar petuanannya di Ohoiwait. Namun

Anton Notanubun telah membagi harta warisan (tanah) miliknya kepada semua anak

anaknya.16

Sedangkan ketiga kakak-beradik ini tidak membagi warisan kepada anak-

anaknya, mereka sepakat untuk makan bersama tanpa ada pembagian. Sebab saat ini,

hanya empat orang anak laki-laki dari ketiga bersaudara ini yang tinggal di kampung,

15

Wawancara dengan Laurens Kudubun di Surabaya, tanggal 28 Maret 2011. 16

Anton memiliki 5 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Masing-masing dari

anak laki-laki mendapatkan tiga bidang tanah. Sedangkan anak perempuannya tidak mendapatkan apa-

apa sebab menikah dengan laki-laki dari kampung tetangga. Belum ada sistem pengukuran tanah di

desa ini, sehingga tidak diketahui luas dari masing-masing bidang tanah itu. namun berdasarkan hasil

observasi dapat diperkirakan bahwa ukuran masing-masing bidang tanah kurang lebih 1 hektar.

Page 13: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

122

yakni: Kanar El Rahaningmas, Daud Rahaningmas, Nimrot Rahaningmas, dan Adam

Rahaningmas. Menurut Edward Kudubun (anaknya Matius Kudubun) “jika tanah

milik FR, GR, dan RR ini dibagi lagi kepada anak-anak mereka, maka kepemilikan

tanah paling besar/bayak di Ohoiwait adalah bakapnya.17

Itu artinya, Matius Kudubun

berada pada urutan ketiga kepemilikan tanah di Ohoiwait.

Selain itu, kelompok ren-ren juga memiliki modal budaya yakni pemilikan

benda-benda budaya yang bernilai. Salah satu benda budaya yang dimiliki kelompok

ini adalah Kasber (meriam) yang tersimpan di gunung Elyaur. Meriam ini memiliki

sejarah panjang dengan desa Ohoitel Watraan di Kei Kecil, Meriam ini sebagai tanda

bukti (tom tad) yang mengikat kedua desa ini dalam relasi Teabel.18

Gunung ini

adalah tempat bersejarah bagi kelompok ren-ren. Pada tahun 2006 Nimrot

Rahaningmas dengan rombongan sempat melakukan penggalian di gunung tersebut

guna mencari kerangka (tengkorak) leluhur mereka, dan menemukan tiga tengkorak.

Tindakan tersebut diketahui oleh Kepala Desa (Librek Ingratubun) dan

memanggil Nimrot untuk menghadap. Kemudian Nimrot Rahaningmas, Daud

Rahaningmas dan Mathias Rahaningmas19

memenuhi panggilan Kepala Desa

tersebut. Kepala Desa lalu mempertanyakan tindakan itu, mengapa mereka tidak

melapor sebelum menggali, sebab di gunung itu ada benda pusaka. Nimrot,

menguraikan jawabannya kepada kelapa Desa, yakni:

17

Matius Kudubun memiliki 6 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan, dari

kesembilan bersaudara ini hanya 2 orang yang tinggal di kampung, yakni, Edward Kudubun dan

Tineke Kudubun. Matius Kudubun mengatakan kepada peneliti bahwa “dia tidak akan membagi

warisan (tanah) miliknya, sebab kebanyakan dari anaknya tinggal di luar pulau Kei, dan anak-anaknya

juga tidak mengingingkan jika warisan itu dibagi. 18

Maknanya sama dengan konsep Pela di Maluku Tengah. 19

Mathias Rahaningmas adalah lulusan Fakultas Hukum, salah satu Universitas di Surabaya,

dan saat ini tinggal serta bekerja di Surabaya.

Page 14: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

123

“ya her tabe hormat naa o de, ni am ail mem tanat Elyaur raai am ot sa

umat rir afa waaidi. Elyaur how kasber raai am mem afa. O laai kapal

wel te mu kwas ra nharang Elyaur raai waaidi ” (sebagai kepala desa saya

menghormati anda, tapi Elyaur, termasuk Meriam itu adalah milik pusaka

kami dan kami sedang menggali tanah/gunung kami dan tidak menggali

tanah orang lain. Anda kepala desa, tetapi anda tidak memiliki kekuasaan

sampai ke gunung itu, termasuk segala sesuatu yang ada gunung itu).

Jawaban yang merupakan pukulan telak bagi kepala Desa tersebut tentu

didasari oleh habitus yang mereka miliki, apalagi ketika Mathias Rahaningmas

meminta kepala Desa untuk menjelaskan tentang “apakah tindakan mereka telah

melanggar Undang-undang, dan kalaupun tindakan itu dikatakan melanggar UU,

maka UU Nomor berapa yang dilanggar”?. Tentu pertanyaan itu didaarkan pula atas

sebuah skema intelektual sebagai perwujudan dari habitus yang dia miliki. Menurut

Nimrot, kepala Desa tidak mampu memberikan penjelasan tentang hal-hal yang

mereka kemukakan itu, dan pertemuan itupun berakhir tanpa keputusan.

Sebab itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan dalam memberikan pernyataan

yang keras kepada Kepala Desa, didasari oleh habitus yang tampak dalam modal

budaya dan modal simbolik yang mereka miliki. Dengan demikian, diskursus

komunikatif tetap masih bisa digunakan sebagai strategi mempengaruhi dominasi

mel-mel dengan syarat perlu kepemilikan dan pemahaman akan habitus masing-

masing dan penguasaan modal-modal dalam ranah menjadi mutlak. Karena itu,

maka dapat dikatakan bahwa modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, atau

suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah, yang telah dengan sadar

“dimainkan” oleh Daud Rahaningmas dan adik-adiknya.

Page 15: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

124

Sedangkan strategi investasi biologis yang menitik-beratkan pada masalah

kesuburan dan pencegahan dalam penelitian yang saya lakukan terdapat perbedaan

dengan apa yang dikemukakan Bouerdieu. Kesuburan berkaitan dengan pembatasan

jumlah anak untuk menjamin transmisi modal. Hasil penelitian membuktikan bahwa

kelompok ren-ren secara umum tidak membatasi jumlah anak.20

Mereka yang telah

menikah rata-rata memiliki lebih dari empat orang anak, selain itu jumlah kelompok

ren-ren yang menempati Ohoi Un cukup banyak sehingga tahuan 2009 “pengurus

gereja” membagi Ohoi Un menjadi dua unit yakni unit Maria dan unit Elim. Awalnya

hanya satu unit, yakni unit Maria.

Fakta ini sebenarnya bertentangan dengan logika Pierre Bourdieu. Namun

saya sadar bahwa kelompok ini memiliki logikanya sendiri, konsep yang mereka

gunakan adalah melraw’ar (tumbuh semakin banyak). Artinya dengan semakin

banyak anak mereka berharap akan menguasai kampung, walaupun demikin, tidak

hanya soal kuantitas yang mereka pertimbangkan tetapi juga kualitas. Dalam hal

kualitas (anak harus sekolah), mereka memanfaatkan modal sosial yang terbangun

dengan sesama mereka di luar Tual dan Maluku Tenggara, hubungan ini

dimaksudkan agar saudaranya yang berdomisi di luar Kei dapat menampung akan-

anak mereka ketika menempu pendidikan. Mereka berpendapat bahwa golongan mel-

mel yang semakin berkurang di kampung itu sebagai bagian dari “teguran” akibat

menjalankan adat dengan tidak tepat.

20

Argumentasi ini didasarkan atas hasil observasi sebab tidak ada data lengkap tentang

jumlah penduduk berdasarkan tingkat umur dan jumlah/tingkat kelahiran per tahun di kantor Desa.

Mungkin juga akibat desa ini tidak memiliki kantor desa. Alasan lain yang mendasari argumentasi ini

adalah pembagian Ohoi Un menjadi dua unit tahun 2009 oleh gereja.

Page 16: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

125

Logika yang berbeda dengan Bourdieu itu, didasari oleh pemahaman bahwa

dengan banyaknya jumlah anak yang dimiliki, maka pewarisan nama keluarga akan

tetap “hidup” dan berimplikasi pada pembentukan habitus berdasarkan sejarah asli

(tom tad). Sebab ada banyak individu (anak-anak–khususnya anak laki-laki) yang

akan terus mewarisi tom tad dan akan ikut bersaing memperebutkan modal-modal

(baik modal ekonomi, budaya, sosial maupun simbolik) dalam field. Karena itu,

mereka (kelompok ren-ren) beranggapan bahwa kuantitas orang juga turut

mempengaruhi dan mendukung perjuangan untuk mendapatkan modal-modal itu.

Walaupun perjuangan dalam ranah adat demi memperebutkan modal-modal tidak

menggunakan sistem voting, namun dukungan moral dari kelompok tentu

dibutuhkan.

Memang ada masalah, jika strategi investasi biologis dalam hal membatasi

jumlah anak diperhadapakan dengan strategi suksesif. Bagi Bourdieu strategi ini

bertujuan menjamin pemeliharaan harta warisan antar generasi dengan menekan

pemborosan. Strategi ini tampak nyata dalam hal kepemilikan tanah di atas.

Keputusan Anton Notanubun untuk membagi warisan (tanah) kepada anak-anaknya

tentu akan berdampak negatif dikemudian hari. Sedangkan keputusan atau

kesepakatan dari FR, GR, dan RR untuk tidak membagi harta warisan (tanah) mereka

dengan pertimbangan bahwa keturunannya akan terus bertambah, dan jika tanah itu

dibagi tentu keturunan kesekian anak melarat (miskin). Selain itu, pertimbangan lain

yang turut mempengaruhi keputusan itu adalah karena sebagain besar anak-anak

mereka memilih untuk tinggal dan menetap di luar Ohoiwait.

Page 17: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

126

Berdasarkan penjelasan di atas, saya bersepakat dengan Bourdieu yang

mangatakan bahwa “modal berperan sebagai sebuah relasi sosial yang terdapat di

dalam suatu sistem pertukaran, segala bentuk barang–baik material maupun simbol,

tanpa perbedaan–yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan

layak untuk dicari dalam sebuah formasi sosial tertentu.” sebab itu, keterkaitan antara

ranah, habitus dan modal bersifat langsung. Dalam konteks seperti ini, maka dalam

menjalankan strategi investasi biologis ala kelompok ren-ren perlu juga

mempertimbangkan strategi suksesif agar tidak salah kaprah dalam mengambil

keputusan seperti yang dilakukan Anton Notanubun. Kemampuan dalam

menjalankan strategi investasi biologis dan strategi suksesif akan membuka jalan

pada akumulasi modal ekonomi maupun sosial dan budaya.

c. Strategi Investasi Simbolik

Dengan memahami pemikiran mendasar Pierre Bourdieu, maka dapat

dikatkan bahwa “di dalam ranah, pertarungan sosial selalu terjadi.” Pertanyaannya

mengapa kelompok ren-ren tidak mendapatkan hak-hak mereka layaknya penduduk

asli jika ada pertrungan dalam ranah?. Untuk memberikan jawaban pada pertanyaan

itu, saya merujuk pada salah satu konsep penting Bourdieu, yakni kekerasan simbolik

(symbolic violence) yang dimainkan oleh kelompok mel-mel. Konsep ini merujuk

pada bentuk kekerasan yang sangat halus, kekerasan yang dikenakan pada agen-agen

sosial tanpa mengundang resistensi, sebaliknya malah mengundang konformitas

sebab sudah mendapat legitimasi sosial.

Page 18: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

127

Kekerasan simbolik ini tampak dalam bahasa, makna, dan sistem simbol para

pemilik kekuasaan yang dalam prakteknya ditanamkan dalam benak individu-

individu lewat suatu mekanisme yang tersembunyi dari kesadaran. Pola seperti ini

tampak dalam permainan bahasa yang mereproduksi mel-mel sebagai bangsawan,

kaya, dan pintar/pandai yang diperhadapkan dengan ren-ren yang diwacanakan

sebagai golongan rendah, tidak pintar/bodoh, miskin, karena itu tidak bisa memimpin

apalagi memimpin mel-mel, serta tidak boleh menikah dengan mel-mel.

Tentu reproduksi wacana dalam bentuk oposisi biner ini tidak selalu benar.

Larangan perkawinan, hasil kesepakatan kedua kelompok ini tidak didasarkan oleh

oposisi biner seperti itu. Pada awalnya larangan itu dibuat untuk mengikat tali

persaudaraan sebagai kakak dan adik yang tidak boleh menikah. Namun dalam

prakteknya, demi mempertahankan status quo kesepakatakan itu “dibunyikan” sesuai

kebutuhan yang memimpin. Konsensus seperti ini (sebagai kakak dan adik) terjadi

dalam masyarakat Kei mula-mula. Sedangkan di Ohoiwait, pada awalnya

kesepakatan itu tidak demikian, leluhur El Umel membuat tomtoma (larangan)

perkawinan itu dikarenakan “belum diketahui dengan pasti siapakah para pendatang

itu.” Namun seiring dengan berjalannya waktu, tomtoma itu juga “dibunyikan” sesuai

selera penguasa yang telah mengambil-alih kepemimpinan Ohoi pasca dibunuhnya

Bun Liisa. Kelompok baru yang memimpin itu lalu mengidentifikasi diri sebagai

“bangsawan, kaya, dan pintar/pandai” Dengan demikian, terjadi pergeresan makna

dari “orang yang tidak diketahui asal-usulnya” menjadi memiliki habitus baru sebagai

bangsawan, orang pandai dan kaya.

Page 19: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

128

Selain itu, fenomena tentang “kembalinya kelompok ren-ren ke kampung”

juga menunjukan bentuk kekerasan simbolik ini. Bujukan dan rayuan yang dilakukan

kelompok mel-mel sebagai upaya membawa kembali ren-ren dengan janji ‘otonomi

khusus’ tidak terbukti seluruhnya. “Otonomi khusus” itu direspon oleh ren-ren

dengan kerelaan mengikuti marga hasil keturunan Towowod Rahawarin telah

membawa mereka pada situasi yang dilematis, sebab mel-mel telah mereproduksi

habitus baru yakni mengidentifikasikan diri sebagai bangsawan, orang pandai, dan

kaya. Karena itu, ketika ren-ren memutuskan untuk mengkuti marga yang telah ada,

mereka terjebak pada posisi yang harus dinomor–duakan, atau menjadi “warga kelas

dua, bahkan kelas tiga” dibawah mel-mel. Sampai dengan penelitian ini dilakukan

belum ada satupun kepala marga yang berasal dari kalangan ren-ren.

Mencermati penjelasan di atas, muncul pertanyaan “apa yang harus dilakukan

ren-ren untuk melawan bentuk kekerasan simbolik itu?” Antonio Gramsci

menawarkan konsep hegemoni. Ren-ren memang sudah terhegemoni, namun perlu

melakukan upaya-upaya untuk menghegemoni, upaya yang perlu dilakukan adalah

meningkatkan kepemimpinan (derection) untuk dapat men-dominasi (doninance).

Kelompok ren-ren yang dalam terminologi Gramsci dapat dikategorikan sebagai

subaltern ini perlu menciptakan dan meningkatkan kesadaran diri mereka untuk

berjuang, tentu dibutuhkan faktor lain, yakni: pendidikan dan pemahaman adat harus

juga diasah, demi menciptakan pemimpin minimal bagi kelompok mereka.

Pierre Bourdieu menawarkan resep reproduksi habitus, strategi edukatif, dan

investasi simbolik untuk keluar dari kondisi ketidak-berdayaan itu. Habitus yang

Page 20: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

129

merupakan produk sejarah perlu harus diupayakan lewat reproduksi wacana dalam

ranah edukatif untuk menginvestasikan modal–modal baik yang telah ada maupun

yang sedang diupayakan. Sedangkan Habermas menawarkan upaya komunikatif

lewat diskursus argumentatif yang mempersoalkan klaim kebenaran dan klaim

ketepatan, serta kritik terhadap norma-norma sosial yang objektif (kritik estetisi) dan

penyingkapan penipuan dari masing–masing pihak yang berkomunikasi (kritik

terapeutis).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dalam beberapa hal upaya-

upaya yang ditawarkan oleh ketiga tokoh di atas telah dilakukan, walupun dengan

gaya dan bahasa yang berbeda. Sekalipun demikian, hasilnya belum sampai pada

mengembalikan kedudukan mereka pada posisi tuan tan dan luw sukat/mituduan itu.

Bourdieu mengungkapkan bahwa stratgi investasi simbolik bertujuan melestarikan

dan meningkatkan pengakuan sosial, legitimasi dan kehormatan melalui reproduksi

skema-skema persepsi dan apersepsi yang paling cocok dengan property mereka, dan

menghasilkan tindakan-tindakan yang peka untuk diapresiasi sesuai dengan kategori

masing-masing. Karena itu, saya mengkategorikan strategi edukatif ke dalam strategi

investasi simbolik.

Kasus pertama yang menunjukan bahwa pengakuan sosial terhadap

kedudukan ren-ren itu terjadi, walau tidak diketahui oleh mel-mel secara umum

adalah, ketika Pembangunan Gedung Gereja Elim di Ohoiwait. Hal ini berkaitan

Page 21: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

130

dengan praktek adat, yakni “Huan Yaan21

” (yang menggali tanah pertama), ini

merupakan salah satu fungsi adat yang harus dipegang oleh tuan tan (tuan tanah).

Tuan tan saat itu adalah mereka yang bermarga Rahajaan. Menurut cerita yang

dikemukakan oleh Mathias Rahaningmas (waktu itu dia masih SD) dan Nimrot

Rahaningmas, bahwa mel-mel yang bermarga Rahajaan (tuan tanah), pada suatu pagi

datang menemui Gerson Rahaningmas dan memintanya untuk “memegang Huan

Yaan” itu. Namun, awalnya Gerson Rahaningmas menolak dengan alasan “im nai im

Ohoi duan ikbo im mabran imail waidi?” (katakanya kalian tuan tanah kok tidak

berani menggali?).

Mathias mengatakan bahwa, ketika mendengar jawaban sekaligus pertanyaan

dari bapaknya, kedua orang Rahajaan22

itu menjawab “am kai ramub, afa i omu, am

batang wat” (kami tahu diri, ‘barang’ ini kau punya, kamu hanya menjaga saja).

Akibat ungkapan itulah Gerson Rahaningmas menyanggupi untuk memegang “Huan

Yaan.” Meky Kudubun,23

mengatakan bahwa dirinya memang melihat langsung hal

itu, bahwa setelah doa, GR langsung menancapkan linggis ketanah dan kemudian

mengangkatnya sebagai tanda penggalian fondasi Gereja dimulai. Bahkan Meky

mengatakan bahwa dirinya yang kemudian mengambil linggis ditangan GR dan ikut

menggali setelah GR menggali.

21

Secara harfian Huan berarti “Linggis” dan Yaan berarti “Kakak atau Yang Pertama”

maknanya adalah “siapa yang berhak memegang linggis dan menggali tanah pertama sebagai simbol

dimulainya sebuah pekerjaan – khususnya dalam membangun rumah atau gedung” 22

Mathias mencoba mengingat-ingat wajah dan nama kedua orang itu dan mengatakan,

mereka adalah Obetnego Rahajaan dan Eliazer Rahajaan, kedua orang inilah yang datang ke rumahnya

pagi itu. 23

Dia adalah satu-satunya ren-ren Ohoiwait yang lolos sebagai PNS (tenaga kesehatan-

mantri) yang bertugas di Puskesmas Elat Kei Besar. Ketika peneliti masih sekolah SMA di Elat

peneliti tinggal bersama dengannya di rumah dinas Puskesman. Wawancara di Elat tanggal 29 Januari

2011.

Page 22: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

131

Hal ini membuktikan bahwa ada pengakuan dan legitimasi tentang hak-hak

ren-ren sebagai tuan tanah. Masalahnya adalah apakah tindakan kedua orang

Rahajaan itu disosialisasikan kepada mel-mel secara umum dan lebih khusus anak-

anak mereka? Jika melihat tuturan sejarah yang dilakukan Eliazer Rahajaan kepada

Melky (yang disebar-luaskan dalam jejaring sosial facebook) maka jawabannya jelas

bahwa Eliazer Rahajaan telah memutar-balikan cerita sejarah. Karena itu, jelas juga

bahwa dia (mereka) tidak pernah mengisahkan “suasana” pertemuan di rumah Gerson

Rahaningmas itu kepada mel-mel yang lain, apalagi kepada ren-ren.

Hal kedua yang menunjukan adanya pengakuan sosial dan legitimasi

kedudukan ren-ren sebagai tuan tanah sekaligus keturunan penduduk asli adalah,

kedatangan Kepala Desa Sathean (salah satu Desa di Kei Kecil) tahun 200424

ke

Ohoiwait dalam menapaki sejarah asli. Kepala Desa Sathean, Anton Renyaan adalah

keturunan Bun Viktor25

yang berasal dari Ohoiwait dan pergi menetap di Sathean.

Ketika melakukan napak tilas sejarah itu, rombongan dari Sathean diantar oleh

Kepala Marga Rahajaan (Nehemya Rahajaan) untuk melihat Kasber (meriam) di

gunung Elyaur. Anehnya hampir tiga jam mengitari gunung itu mereka tidak

menemukan tumpukan batu dimana meriam itu diletakan. Akhirnya mereka

memutuskan untuk turun gunung atau pulang saja.

24

Data ini sebenarnya didapat tahun 2007 ketika pengurusan perkawinan Manasye

Rahaningmas dengan Margareta Retobjaan. Waktu ini peneliti masih mengajar di salah satu Sekolah

Tinggi di Tual, dan bersama rombongan pergi ke Sathean untuk meminta bantuan Anton Renyaan

(kepala desa) dalam pengurusan perkawinan itu. dan Anton menceritakan kisah ini. Kemudian pada

saat penelitian ini dilakukan, saya mengkonfirmasi kembali hal ini kepada Anton Notanubun 25

Bun Viktor adalah salah satu dari ketujuh orang yang disebut Baran Fit.

Page 23: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

132

Ketika sedang dalam perjalanan turun gunung itu mereka bertemu dengan

Anton Notanubun yang lagi berada di Hoar Laai (kali/sungai besar), dia lagi

berkebun disitu. Kepala marga Rahajaan kemudian bertanya “turan, yau how hir tal

Sathean ya am rat mliik afa naa Elyaur ret, am ba ken waaid. Mtuung om how am rat

neke” (Opa, saya mengantar orang dari Sathean untuk melihat ‘barang’ di Elyaur tapi

kami tidak menemukannya. Tolong antar kami ke atas dulu). Mendengar itu, Anton

Notanubun menjawab “im bir afa ret mo, mhuak mhov umat lian rat hir liliki?”26

(apakah ‘barang’ itu punya kalian sehingga kalian mengantar orang lain untuk

melihatnya?). Walaupun AN berkata begitu, namun dia tetap memutuskan untuk

mengantar mereka, dan akhirnya mereka sampai ke gunung serta menemukan meriam

itu. Ketika hal ini dikonfirmasikan (pada saat penelitian) kepada Anton Notanubun,

dia menjawab “ya how fo umat tal Sathean wuk hir kai yaau i ohoi duan naa Ohoi i”

(saya antar supaya orang dari Sathean itu tahu bahwa saya adalah tuan tanah asli di

kampung ini).

Mencermati sikap dan perilaku yang tampak dilakukan oleh Gerson

Rahaningmas dan Anton Notanubun dalam dua kasus di atas, menunjukan masih ada

pengakuan akan keberadaan kelompok ren-ren di Ohoiwait itu. Secara sosiologis,

dapat dikatakan bahwa perilaku itu ditujukan pada perubahan hubungan-hubungan

sosial tertentu secara sadar atau pencegahan terjadinya maupun kelangsungannya

26

Kepala Desa Sathean mengisahkan kata-kata itu di tahun 2007, dan ketika saya tanyakan

mengapa dia masih mengingat kata-kata itu, katanya “sebab moment itu adalah sesuatu yang sangat

penting, dan juga menunjukan bahwa tuan tanah asli di Ohoiwait adalah opa itu dan bukan orang yang

dari awal mengantar kami.” Setelah mereka kembali ke kampung (Ohoiwait) kepala desa Sathean

mengutarakan keinginannya untuk mengunjungi rumah Anton Notanubun, dan kepala marga

Rahayaan mempersilakan tanpa bersedia untuk mengantar.

Page 24: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

133

secara abadi. Ini artinya tindakan yang dilakukan oleh Gerson Rahaningmas, Anton

Notanubun, maupun Daud dan adik-adiknya bertujuan memperlihatkan kepada publik

(masyarakat Ohoiwait) bahwa mereka adalah tuan tanah asli dan bukan Rahajaan.

Sebab itu, tindakan tersebut perlu dipahami dalam kerangkan menumbuhkan

hubungan-hubungan sosial tertentu dalam kondisi-kondisi tertentu dengan mel-mel

yang dapat membuka ruang bagi adanya pengakuan sosial dan legitimasi terhadap

keberadaan berikut hak-hak mereka (ren-ren).

Kasus lain yang dapat mendemonstrasikan strategi investasi sismbolik adalah

ketika tahun 2007 (pasca meninggalnya kepala desa Librek Ingratubun), sekretaris

desa sekaligus Pelaksan Tugas (Plt) kepala desa Reveldus Kudubun mengangkat

Daud Rahaningmas sebagai Sekretaris Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa

(LKMD), inilah pertamakalinya seorang ren-ren di desa Ohoiwait memegang jabatan

di pemerintahan desa. Pengangkatan itu sebenarnya didasarkan atas pengalaman

Reveldus Kudubun bersama Daud Rahaningmas. menurut sekretaris desa ini, Daud

diangkat sebagai sekretaris LKMD sebab memang telah terbukti kemampuannya, dia

(sekdes) sering meminta bantuan kepada Daud untuk menyusun dan mengerjakan

beberapa program desa, dan ternyata berhasil. Atas dasar itu, sekretaris pernah

mengusulkan kepada kepala desa agar saudara Daud diangkat, namun kepala desa

masih keberatan tanpa alasan yang jelas. Akhirnya ketika kepala desa meninggal

barulah keinginan sekretaris itu terwujud. Daud Rahaningmas dan Reveldus Kudubun

(sekdes) dalam kehidupan sehari-hari mereka berteman dekat.

Page 25: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

134

Daud Rahaningmas adalah lulusan SMA Negeri I Tual, yang diakui oleh

kelompok ren-ren maupun mel-mel sebagai yang juga memiliki wawasan luas. Saat

ini dia menjabat sebagai Penatua di gereja Elim Ohoiwait. Trajektori kehidupan yang

disertai dengan modal-modal yang dimilikinya, baik ekonomi, budaya, sosial maupun

simbolik telah membawa dirinya pada kelas yang sedikit berbeda dari ren-ren lainnya

dan menjadi individu yang memiliki pengaruh bagi mel-mel atau khususnya bagi

sekretaris desa saat ini. Dalam konteks seperti ini, maka habitus perlu terus

diwujudkan, habitus memang selalu berubah-ubah tergantung situasi (waktu) dan

kepemilikan modal-modal, sebab kondisi lingkungan sosial objektif bagi setiap

generasi tentu tidak sama.

Dalam hubungannya (pertemanan) dengan sekretaris desa itu, saling pengaruh

serta proses adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan baru (mel-mel) terjadi dan

membentuk habitus baru yang dimiliki dan diakui orang lain. Pengakuan terhadap

pembawaannya (Daud) itu turut merembes pada pengakuan akan keberadaan istrinya

yang kemudian diangkat sebagai Guru Taman Kanak-kanak (TK) di Ohoiwait.

“Kelas baru” berdasarkan trajektori kehidupan muncul dan diakui atas diri dan

keluarga Daud Rahaningmas. Disinilah tampak nyata bagaimana perilaku individu

ditujukan bagi pembentukan hubungan-hubungan sosial baru yang berimplikasi pada

legitimasi kelas (status).

Selain itu, strategi edukatif yang bertujuan mengakumulasikan modal

simbolik termasuk investasi simbolik, juga dilakukan dengan cukup baik oleh

kelompok ren-ren ini, khususnya yang dilakukan oleh keturunan Laurens

Page 26: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

135

(Rahaningmas) yang telah digambarkan dalam bab III.27

Tingkat pendidikan menjadi

ciri penting sekaligus pembeda dan pembentuk habitus kelas baru. Berdasarkan

tingkat pendidikan yang dimiki telah menciptakan habitus baru, dan menghasilakan

perbedaan gaya hidup dan praktik-praktik kehidupan mereka.

Habitus baru berdasarkan strategi edukatif ini telah mengkonfirmasikan

kepemilikan modal ekonomi, budaya, sosial, maupun simbolik. Modal ekonomi yang

dimiliki tentu muncul tidak hanya berdasarkan kepemilikan tanah di kampung

halaman, namun juga berupa uang dan benda-benda berharga lain sebab mereka

memilih untuk tinggal dan bekerja di luar Pulau Kei. Sebagian dari modal ekonomi

yang mereka miliki digunakan untuk membantu saudara-saudara mereka di kampung.

Dalam perspektif Bourdieu hal ini akan turut memperkuat modal simbolik mereka

yang tinggal dikampung karena akan muncul pengakuan terhadap prestise maupun

status bahwa keluarganya adalah “orang berada”.

Selain itu, modal budaya yang merupakan keseluruhan kualifikasi intelektual

juga muncul dan dimiliki kelompok ini. Masyarakat Ohoiwait tahu bahwa Reinhard

Rahaningmas adalah dosen Universitas Arilangga Surabaya (UNAIR), dan Laurens

Kudubun adalah Pengacara/Advokat yang memiliki kantor sendiri di Surabaya, selain

itu semua gelar keserjanaan yang mereka miliki adalah juga didapatkan di Jawa.

Tentu kualifikasi intelektual ini menimbulkan prestise, status, dan kehormatan

tersendiri bagi diri dan kelompoknya, fakta ini akan membuat masyarakat untuk

27

Lihat uraian Bab III tentang silsilah keturunan, khususnya keturunan Frans, Gerson,

Hanggarget, Priskila, dan Reinhard. Dalam silsilah itu, setiap nama telah disertai dengan gelar yang

menunjukan tingkat pendidikan. Mereka yang tidak diberi gelar berdasarkan data hasil wawancara,

rata-rata memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Page 27: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

136

mengingat bahwa keturunan dari Laurens Rahaningmas itu berhasil dan juga

pintar/pandai.

Salah satu tradisi orang Ohoiwait (dan ini pasti merupakan kebiasaan setiap

orang), adalah kebiasaan untuk “menempelkan” foto-foto keluarga (yang berada di

rantau) didinding runag tamu rumahnya, dan kadang-kadang kelihatan narsis sebab

yang ditempelkan adalah foto-foto dalam moment-moment tertentu, seperti foto

wisudah, seminar, termasuk foto perkawinan, selain itu di atas meja atau lemari di

ruang tamu selalu ada album foto yang terkadang menarik perhatian tamu untuk

sekedar membukanya. Hal ini tentu berjutuan untuk selalu ingat kepada keluarganya

yang berada dirantau, namun juga memiliki efek lain, yakni orang lain yang bertamu

ke rumahnya akan terkagum-kagum bahwa keluarganya adalah orang-orang yang

berhasil “di luar sana”.

Pola seperti ini tentu harus dimaknai sebagai bagian dari strategi untuk

mendapatkan pengakuan, prestise dan kehormatan dari orang lain (terutama mel-mel)

yang berkunjung ke rumahnya. Pola interaksi antara ren-ren dan mel-mel memang

tidak terjadi secara intens, namun mekanisme Gereja tentang ibadah yang dilakukan

di rumah-rumah anggota jemaat secara bergilir tentu akan mempertemukan kedua

kelompok ini dalam rumah-rumah mereka. Walaupun mekanisme ibadah itu tidak

dimaksudkan untuk saling melihat foto atau saling menuji orang, tetapi perbincangan

atau pembicaraan sebelum dan setelah ibadah dirumah yang bersangkutan (baik ren

maupun mel) pasti memiliki keterkaitan dengan kondisi rumah itu, termasuk keadaan

Page 28: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

137

keluarga-keluarganya. Di sinilah saling transfer pengetahuan tentang kondisi masing-

masing orang dan keluarga terjadi.

Berdasarkan uraian di atas, dan ketika diperhadapkan dengan konteks

reproduksi wacana di desa Ohoiwait tentang mel-mel sebagai bangsawan,

pintar/pandai, dan kaya, dan ren-ren sebagai orang kelas dua, tidak pandai/bodoh,

dan miskin, membawa saya pada sebuah pertanyaan menggelitik “apakah ren-ren itu

identik dengan orang-orang yang bodoh dan miskin?” Jawabannya tentu tidak benar.

Nimrot Rahanigmas yang menjawab kepala desa menunjukan bahwa itu

jawaban orang pandai; Daud Rahaningmas yang diangkat menjadi sekretaris LKMD

di Ohoiwait menunjukan bahwa dia tidak bodok; beberapa anak Frans Rahaningmas

yang menjadi PNS dan polisi di Papua menunjukan bahwa mereka orang-orang

pandai, dan tidak miskin; beberapa anak Louis Notanubun yang menjadi PNS di

Papua juga menunjukan bahwa mereka tidak bodoh dan tidak miskin; tidak ada

orang bodok yang diangkat sebagai dosen pada universitas sekaliber UNAIR; dan

ketika Laurens Kudubun bisa menjadi Pengacara/Advokat dan mampu mendirikan

kantornya sendiri di Surabaya, apakah masih bisa dikatakan sebagai orang bodok dan

miskin?.

Kalaupun jawabannya adalah benar bahawa ren-ren identik dengan bodoh dan

miskin, maka saya dapat merumuskan pernyataan bahwa “hanya orang bodok yang

mau mengangkat Daud Rahaningmas menjadi sekretaris LKMD di Ohoiwait;

pemerintah negeri ini terlalu bodok untuk mengangkat beberapa orang dari anak-anak

Frans Rahaningmas serta Louis Notanubun untuk menjadi abdi negara; hanya orang

Page 29: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

138

bodok yang mau mengangkat Reinhard Rahaningmas sebagai dosen; dan hanya orang

bodoh yang mau menyerahkan kasusnya untuk ditangani oleh Laurens Kudubun.

Apakah demikian?.

Karena itu, wacana mel dan ren atau kasta di desa Ohoiwait dan lebih umum

lagi di Kei perlu didekati dan direproduksi ulang secara lebih cerdas, bahwa masalah

pintar/pandai, kaya dan miskin adalah dinamis, dan semua orang, siapapun dia bisa

mengalami hal itu. Bahwa di dunia ini tidak ada seorangpun atau sekelompok orang

yang telah ditakdirkan untuk selamanya menjadi bodoh dan miskin, atau pintar dan

kaya. Selain itu, saya berkeyakinan bahwa tidak ada bangsawan (dalam pengertian

Bangsawan seperti di Jawa) di Kei, yang ada adalah sekelompok orang mengklaim

diri sebagai penduduk asli, dan sekelompok lain sebagai pendatang, apakah mereka

bangsawan? Tentu tidak.

d. Mengharapkan Keajaiban: Sebuah Strategi Bertahan

Penjelasa di atas memberikan gambaran bahwa perjuangan ren-ren dalam

memperebutkan modal-modal dalam ranah serta mempengaruhi dominasi yang

dilakukan mel-mel terhadap mereka, dilakukan dalam suasan tanpa kekerasan.

Bahkan dalam beberapa kasus pengakuan tentang kedudukannya sebagai tuan tan

atau penduduk asli datang dengan sendiriya. Hal ini sekali lagi memperkuat

argumentasi bahwa tesis Martinus Ngabalin (2006) tentang “keturunan penduduk asli

Ohoiwait telah punah” adalah tidak tepat, termasuk sejarah tutur yang dikemukakan

Eliazer Rahajaan yang mengatakan bahwa keturunan Elyaur telah punah adalah tidak

benar.

Page 30: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

139

Mengharapkan keajaiban, pemahaman seperti inilah yang dimiliki oleh

kelompok ren-ren. Hasil penelitian membuktikan bahwa mereka (ren-ren)

sebenarnya sangat sadar adanya pelanggaran terhadap hak-hak mereka sebagai tuan

tanah dan penduduk asli, namun secara kasat mata mereka tidak juga melawan.

Abstraksi terhadap realitas hidup kelompok ini, sampai pada satu titik terbentur pada

konsep ‘pasrah” dan “berharap” datangnya keajaiban. Fenomena ini mirip dengan

realitas sebagian (mungkin keseluruhan) masyarakat bangsa Indonesia yang terus

mengharapkan kedatangan sang Ratu Adil.

Perjuangan dengan kekerasan sejak awalnya memang bukan merupakan

“jiwa” dari kelompok ren-ren ini. Mereka lebih mengutamakan harmoni tatanan

sosial kehidupan bersama. Sebab itu, sejak awalnya ketika terjadi perpindahan

kekuasaan adat dengan terbunuhnya Bun Liisa, berlanjut pada masa “kegelapan” atau

foar faraha, dan munculnya wacana bahwa mereka telah punah bahkan juga

diwacanakan sebagai iri-iri (dalam pengerian budak), mereka pun tetap tidak

melakukan perlawanan dalam bentuk fisik dan kekerasan. Maka pertanyaannya apa

yang melatarbelakangi sikap seperti itu?

Makna Ohoiwait diyakini mempengaruhi pemahaman mereka untuk tidak

melakukan perbuatan yang menimbulkan “keributan” dan merusak tatanan adat.

Mereka memahami makna Ohoiwait secara lebih mendalam, tidak sekedar sebagai

sebuah ‘kampung baru’ yang berubah nama dari nama awal El Umel28

menjadi

Ohoiwait. “Wait” dalam bahasa Kei memiliki dua arti, yakni “baru” dan “hidup”

28

El Umel saat ini hanya digunakan sebagai nama Woma (pusat kampung). El Umel

bermakna “di atas (tanah) dataran itu saya tumbuh atau hidup”

Page 31: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

140

sebab itu, secara umum masyarakat memankaninya sebagai “hidup di kampung baru”

hanya berdasarkan perubahan dari nama kampung itu.

Namun oleh kelompok ren-ren tidak hanya sekedar ‘hidup di kampung baru’,

mereka mengatakan bahwa kampung itu (Ohoiwait) adalah “kampung yang hidup”,

bukan saja orang-orang yang hidup mendiami kampung itu, namun “kampung itu

sendiri juga hidup.” Karena itu muncul konsep seperti “Ohoi Nliik” yang bermakna

“oleh karena kampung ini hidup maka ‘dia’ bisa melihat perilaku orang-orang hidup

yang juga hidup di dalamnya.” Itu artinya orang-orang yang hidup di kampung ini

harus berlaku adil dan jujur terhadap sejarah Ohoi Nuhu, tanpa itu mereka akan

“ditolak” oleh kampung ini–“Ohoi Ntuak.”

Pemahaman seperti itu mengindikasikan bentuk kepercayaan kepada leluhur

yang telah mati (meninggal) namun diyakini masih ‘hidup” dan menjaga kampung.

Kepercayaan ini tampak dalam konsep “Nit Teten hir bail Ohoi Nuhu” (lelulur yang

telah meninggal menjaga kampung halaman), prakteknya disebut “flurut nit atau tai

taryoman” yang masih ada sampai sekarang. Misalnya ada anggota keluarga yang

pulang kampung, atau hendak pergi meninggalkan kampung untuk merantau,

termasuk kegiatan membangun atau membongkar rumah, dan lain-lain, tai taryoman

ini selalu dilakukan. Tujuannya adalah memberitahukan segala kegiatan yang akan

dilakukan kepada leluhur yang telah mati. Caranya adalah menyiapkan siri, pinang,

tembakau, dan uang, dimasukan ke dalam piring kemudian meletakankan di atas

pintu atau jendela rumah.29

29

Waktu yang tepat adalah pada pagi dan sore hari, dan biasanya setelah 1-2 jam sudah boleh

diturunkan, namun ada juga yang dibiarkan samapi malam atau pagi hari berikutnya. Biasanya uang

Page 32: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

141

Kepercayaan dan praktek inilah yang melatarbelakangi tindakan kelompok

ren-ren untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat melanggar adat, atau keributan-

keributan (konflik dengan kekerasan) di Ohoiwait. Sebab mereka sangat yakin bahwa

leluhur mereka akan marah. “Kemarahan Leluhur” yang telah mati itu dipahami

sebagai tampak dalam sakit-penyakit, lama/tidak menikah, lama/tidak punya anak,

dan lain sebagainya.

Pemahaman itulah yang membuat kelompok ren-ren selalu mengharapkan

datangnya “keajaiban” dan bagi saya (peneliti) “keajaiban” itu tampak dalam rentetan

peristiwa yang terjadi, seperti yang telah dijelaskan dalam berbagai strategi

memperebutkan modal-modal di atas. “Keajaiban” lain yang terjadi adalah bahwa

kelompok ren-ren (dan juga mel-mel) tidak pernah mengerti mengapa sekitar tahun

1960-an (tepatnya tahun 1967) Reinhard Rahaningmas sudah berkuliah di Surabaya,

yang selanjutnya diikuti oleh anak-anak dari saudara/saudarinya, termasuk cucu-

cucunya. Dengan demikian, falsafah “adat in ot rat naa dunyai” (terhormat atau

tidaknya seseorang tergantung dari perilaku dan tutur katanya), tampak dalam

pemahaman ren-ren itu.

4.2. Faktor-Faktor Yang Pendorong Strategi Ren-Ren

Berdasarkan penelitian ditemukan beberapa faktor yang mendorong strategi

ren-ren menghadapi dominasi mel-mel, diantaranya faktor budaya, sosial, pendidikan

dan politik. Harapannya dengan menjelaskan faktor-faktor ini, akan memberikan

kontribusi bagi ruang gerak kelompok ren-ren dalam upaya mempengaruhi dominasi

yang digunakan adalah uang logam. Uang ini kemudian harus dibawa ke gereja pada hari minggu

sebagai persembahan kepada Duad.

Page 33: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

142

mel-mel. Faktor-faktor ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor pendukung atau

pendorong berbagai upaya (strategi) yang dilakukan ren-ren untuk keluar atau

setidaknya meminimalisasi dominasi mel-mel atas mereka, walaupun terkadang

faktor-faktor ini bisa juga menjadi penghambat. Atau dengan kata lain, pendorong

dan penghambat tergantung dari bagaimana mengkonstruksikannya. Beberapa faktor

tersebut, adalah :

a. Faktor Budaya

Dalam hidup manusia, kebudayaan secara umum dapat dipahami sebagai

arena dimana setiap orang dapat berupaya dengan kemampuannya mengolah realitas

demi memperoleh kemajuan serta peningkatan mutu kehidupannya. Karena itu, C.A.

van Peursen, mengemukakan bahwa, manusia dalam menghadapi realitas imanennya

itu tidak bertopang dagu, tetapi menerobos cengkraman fakta-fakta dengan

mengadakan penilaian dan mengangkatnya ke dalam keputusan dan kebijakan

(transenden).30

Berdasarkan penjelasan van Peursen di atas, maka faktor budaya yang

maksudkan sebagai pendorong upaya ren-ren untuk keluar dari dominasi itu adalah

soal interpretasi mereka terhadap hukum adat Larvul Ngabal dalam perspektif tom

tad (tuturan sejarah asli). Dalam hukum adat Larvul Ngabal yang memuat tujuh

pasal, dan merupakan hukum adat kebanggaan orang Kei, tidak ditemukan satu

pasalpun yang menjelaskan tentang kedudukan mel-mel, ren-ren, dan iri-iri. Karena

itu, ketika praktek pemerintahan adat yang dasarnya adalah hukum adat ini, kemudian

30

C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1976), 10-17

Page 34: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

143

harus direcoki dengan sistem kasta yang ketat maka, orang harus bertanya tentang

legalitas sistem kasta itu di dalam hukum adat.

Ketiadaan legalitas hukum yang mendasari praktek kasta di Ohoiwait,

maupun kepulauan Kei secara umum, menjadi motivasi tersendiri bagi kelompok ren-

ren bahkan iri-iri untuk bangkit dan mempertanyakan model praktek kasta yang

berimplikasi pada terdominasi, terdiskriminasi, bahkan tereliminasinya kelompok

ren-ren khususnya di Ohoiwait dari hak-hak mereka.

Pembacaan yang lebih cerdas terhadap hukum adat Larvul Ngabal, khususnya

pasal 7 yakni, hira ni intub fo ni, it did intub fo it did yang menghendaki atau

menuntut sikap jujur dan bermartabat telah mendorong ren-ren Ohoiwait untuk

“bergerak” dalam mereproduksi wacana-wacana tandingan bahwa mereka adalah

orang atau keturunan pendududk asli yang terabaikan hak-haknya akibat tipu-daya

yang dilakukan mel-mel.

b. Faktor Sosial

Sedangkan faktor sosial yang ditemukan sebagai faktor pendorong strategi

ren-ren dalam mempengaruhi dominasi mel-mel, muncul dalam beberapa tipe, yakni:

Pertama, modal sosial yang terbangun sejak awanya bahwa mereka adalah keturunan

rat Buyai (Kanar El) menciptakan solidaritas kelompok ren-ren sebab memiliki

identitas bersama sebagai penduduk asli. Modal sosial ini terutama tampak dalam

keputusan yang diambil oleh Anton Notanubun, dan Louis Notanubun dan anak-anak

anak-anak untuk tidak berada dibawah penguasaan siapapun, walaupun mereka

mengikuti marga Notanubun. Begitu pula dengan yang dilakukan oleh Frans

Page 35: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

144

Rahaningmas, Gerson Rahaningmas, yang tidak juga berada dibawah penguasaan

mel-mel walaupun hak-hak mereka sebagai penduduk asli (tuan tanah) juga tidak bisa

dijalankan karena telah diambil alih oleh mel-mel.

Tipe kedua, bahwa hubungan-hubungan sosial dengan keluarga-keluarga yang

berhasil dan hidup menetap dirantau telah memberikan semangat dan kekuatan, sebab

hubungan yang terbangun itu secara langsung juga menambah modal-modal seperi

ekonomi, budaya, maupun simbolik bagi mereka (ren-ren) yang tinggal di kampung

(Ohoiwait). Dengan adanya modal-modal itu, mereka memiliki kekuatan untuk

bertarung memperebutkan modal-modal lain dalam ranah-ranah di kampung.

Tipe ketiga, adalah ren-ren sebagai identitas di Kei. Dalam masyarakat Kei,

ketika orang mengatakan ren-ren, maka ingatan si penutur dan pendengar sedang

tertuju pada komunitas pembentuk woma, mereka sebenarnya adalah pusat

kehidupan. Artinya, secara kultural (adat) kelompok ren-ren memegang peranan Luw

Sukat atau Mituduan sebab mereka adalah tuan tan yang bertugas mendoakan atau

memohon keselamatan Ohoi Nuhu (tanah air dan segala isinya) kepada Duan Duad

atau kepada Tuhan dan para Leluhur yang telah meninggal dunia.

Walupun dalam setiap Ohoi pengakuan hak-hak kelompok ren-ren ini tidak

sama, namun masyarakat Kei memahami bahwa yang disebut ren-ren selalu

berfungsi sebagai Mituduan yang memegang peranan untuk menghubungkan “dua

dunia yang berbeda” lewat doa. Ren sebagai identitas maka ada pengakuan terhadap

kedudukannya itu. Pada saat penelitian, saya sempat mengunjungi desa Ohoirenan,

Sather, Ohoiel, Waur, dan Ngufit dan secara acak mengajukan pertanyaan “tahukah

Page 36: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

145

anda siapa tuan tanah Ohoiwait? 31

kepada orang-orang yang saya temui, jawabanya

seragam yakni ren-ren Ohoiwait, dan yang mereka maksudkan dengan ren-ren

Ohoiwait adalah mereka yang tinggal di Ohoi Un (ini adalah bagian kampung yang

ditempati oleh keturunan rat Kanar El).

Pengakuan desa lain terhadap eksistensi kelompok ren-ren sebagai penduduk

asli yang tinggal di Ohoi Un itu, bukan hanya baru muncul/tampak ketika penelitian

ini dilakukan. Pengakuan itu sudah terjadi sejak lama bahwa yang tinggal di Ohoi Un

itu adalah ren-ren dan mereka adalah penduduk asli. Ketiga tipe inilah yang membuat

saya untuk menyimpulkan bahwa faktor sosial atau solidaritas bersama ren-ren di Kei

mendorong upaya-upaya mereka dalam mempertanyakan hak-haknya.

c. Faktor Pendidikan

Perjuangan dalam mempengaruhi atau meminimalisir dominasi yang

dilakukan oleh mel-mel memang tidak hanya dilakukan oleh generasi muda, sejak

awanya upaya-upaya menuju kesetaraan hak itu sudah ada, namun belum terlalu

nampak. Upaya-upaya itu mulai muncul kepermukaan atau nampak jelas seiring

dengan munculnya kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.

Itulah sebabnya, mengapa tahun 1967 Reinhard Rahanigmas harus keluar dari

Ohoiwait, bahkan Maluku untuk kuliah di Jawa (Surabaya), dan dalam waktu-waktu

berikutnya, sekitar tahun 1980–an diikuti oleh Laurens Kudubun dan akhirnya “jalan

ini” terbuka lebar bagi anak cucu Renhard Rahaningmas untuk menempuh di

31

Kelima desa ini adalah desa-desa yang terletak disebelah Utara dan Selatan desa Ohoiwait

yang dapat ditempuh dengan menggunakan Ojek atau speed dengan waktu antara 10-30 menit.

Walaupun secara metodologis, pertanyaan “lepas dan lewat’ seperti itu dapat diperdebatkan keakuratan

jawaban dari setiap orang, namun karena jawabannya seragam maka saya berkeyakinan bahwa

jawaban itu benar adanya.

Page 37: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

146

Surabaya (Jawa). Hasil dari kesadaran akan pentingnya faktor pendidikan sebagai

dasar menggerakan komunitas agar mempengaruhi dominasi mel-mel ini mulai

nampak sekitar tahun 2000-an, ketika Reinhard dan juga Laurens untuk pertama

kalinya pulang ke kampung.

Kehadiran untuk pertama kalinya kedua tokoh sentral kelompok ren-ren di

Ohoiwait memberi semangat, kekuatan, dan harapan bagi mereka yang tinggal di

kampung bahwa ren-ren bukan orang bodoh dan miskin yang hanya bisa tinggal diam

dan menerima nasib buruk sebagai kelompok yang dinomor–duakan apalagi

dikatakan sebagai iri-iri. Semangat baru kelompok ren-ren muncul untuk berupaya

menyekolahkan anak-anak mereka, hasilnya sebagian dari mereka telah menjadi

Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Papua, dan beberapa orang lainnya di Ambon, Maluku

Tengah.

d. Faktor Politik

Secara khusus saya melihat bahwa ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda)

Kabupaten Maluku Tenggara, Nomor 03 Tahun 2009 tentang Ratshap dan Ohoi,

memunculkan asumsi bahwa perjuangan kelompok ren-ren khususnya di Ohoiwait

dalam mengembalikan hak-hak mereka yang selama ini tidak dimilikinya menjadi

lebih memiliki dasar pijakan secara politik.

Memang ada masalah dengan Perda ini, ketika hendak mengembalikan

tatanan pemerintahan adat diperhadapkan dengan fakta pemekaran Kecamatan di Kei

Besar dan Kei Kecil yang secara administratif wilayah adat menjadi tidak jelas.

Namun saya tidak bermaksud atau berkepentingan untuk mengkaji masalah itu lebih

Page 38: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

147

jauh dalam penelitian ini. Kepentingan saya adalah bahwa dengan munculnya Perda

tentang Ratshap dan Ohoi membuka ruang gerak bagi kelompok ren-ren. Hal ini

berkaitan dengan oposisi biner mel dan ren yang sudah dijelaskan pada bagian-bagian

sebelumnya.

Hal menarik dalam Perda ini adalah pada Bagian Ketiga, Syarat dan Cara

Pencalonan Orang Kai.32

Isi dari bagian ketiga ini hanya satu pasal, yakni pasal 7

yang terdiri dari 4 ayat. Untuk lebih jelas, maka 4 ayat dari pasal 7 itu adalah:

(1) Orong kai ditetapkan melalui pengangkatan atau pemilihan.

(2) Untuk dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai Orong kai, harus

memenuhi persyaratan :

a. Warga negara Indonesia;

b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 dan kepada Negara Kesatuan

Republik Indonesia serta Pemerintah;

d. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama dan/atau sederajat;

e. Berusia paling rendah 25 (dua) puluh lima tahun dan setinggi-

tingginya 60 tahun;

f. Bersedia dicalonkan menjadi kepala pemerintah Orong kai;

g. Penduduk Ohoi/Ohoi Rat setempat;

h. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan

dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun;

i. Tidak dicabut hak pilihnya sesuai dengan keputusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap;

j. Memenuhi syarat lain yang ditetapkan untuk itu.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf j

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah

(4) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus

memperhatikan dengan sungguh-sungguh hak, asal-usul, adat istiadat dan

budaya setempat;

Berdasarkan keempat ayat di atas, tidak ada ayat yang secara tegas dan jelas

mengatakan bahwa Orang kai harus berasal dari kelompok tertentu khusunya mel-

32

Orang Kai adalah sebutan bagi kepala Ohoi, setelah berubah statusnya dari Desa ke Ohoi

akibat ditetapkannya Perda ini. Sehingga sebutan Kepala Desa diganti dengan Orang Kai, yang

mungkin lebih bermakna kultural dalam pandangan para anggota legislatif yang menyusun Perda ini.

Page 39: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

148

mel. Karena itu, klaim mel-mel bahwa merekalah yang berhak untuk memimpin suatu

Ohoi runtuh dengan sendirinya jika mengacu pada Perda ini. Selain itu, ada ketidak

jelasan pada ayat (3) yang mengharuskan ketentuan lanjutan dari ayat (1) dan (2)

huruf j diatur dalam Peraturan Daerah (mungkin yang dimaksud adalah Peraturan

Pelaksana dari Bupati).

Sedangkan pada ayat (4) dikatakan bahwa Peraturan Daerah itu “harus

memperhatikan dengan sungguh-sungguh hak, asal-usul, adat istiadat dan budaya

setempat.” Ayat (4) ini menurut saya masih memberikan peluang yang cukup terbuka

bagi kelompok ren-ren khususnya mereka yang hak-haknya terabaikan atau tidak

diakui untuk berjuang demi mendapatkan kembali hak-haknya itu. Dalam hal ini,

maka tuntutan untuk mereproduksi wacana berdasarkan tom tad asli menjadi penting

sekaligus mendesak bagi ren-ren Ohoiwait.

4.3. Kemampuan Mereproduksi Wacana: Menuju Lebenswelt Baru

Menuju lebenswelt (dunia kehidupan) atau field baru tidak dimaksudkan

bahwa kelompok ren-ren harus bangkit melawan, mendominasi dan mengeliminir

kelompok mel-mel (atau yang menyebut diri mel-mel) dari semua tatanan sosial dan

tatanan pemerintahan adat. Yang saya maksudkan dengan menuju lebenswelt baru

adalah sebuah tatanan kehidupan yang masyarakatnya saling bertoleran, saling

menghormati, saling menghargai keberadaan yang lain, dan saling mengakui hak dan

tanggungjawab individu maupun kelompok dalam kehidupan bersama. Dunia

kehidupan seperti ini memang baru bisa diharapkan atau diandaikan, sebab dalam

realitas hidup manusia selalu berwatak ingin menguasai.

Page 40: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

149

Mengharapkan tatanan kehidupan atau sebuah dunia dengan orang-orang yang

mampu hidup seperti yang diutarakan di atas sama saja dengan apa yang diharapkan

oleh Habermas tentang “komunikasi bebas penguasa”. Keduanya sama-sama sulit

terwujut namun perlu diandaikan. Apabila mencermati pemikiran Bourdieu, Gramsci,

dan Habermas, benang merah yang ditawarkan ketiganya adalah mirip atau hampir

sama, ketiganya berupaya memberikan sebuah jalan keluar kepada mereka yang

terdominasi dan terdiskriminasi, walau dengan gaya yang berbeda. Selain itu,

tuntutan yang diisyaratkan oleh ketiganya juga sama yakni pendidikan bagi generasi,

walau Bourdieu cukup tegas dalam mengkritik praktek pendidikan sekolah yang

menurutnya berkontribusi dalam melanggengkan dominasi kelas penguasa.

Namun bagi ketiganya, pendidikan tetap menjadi fator penting untuk

mempersiapkan generasi yang mampu berargumentasi, sekaligus mampu

menjalankan strategi-strategi perjuangan demi memperebutkan modal-modal dalam

ranah. Pendidikanlah yang mampu mengangkat harkat dan martabat kelompok

subaltern untuk mempertanyakan dan mereproduksi kembali wacana kasta di India.

Sebab itu demi menuju lebenswelt yang baru di Kei khususnya di Ohoiwait, maka

dibutuhkan generasi muda yang cerdas dan mampu berpikir kritis dalam mengkritisi

praktek kasta yang tampak dalam pembagian seperti mel-mel, ren-ren, dan iri-iri

dengan segala embel-embelnya, yang seolah-olah terberi dan alami sehingga harus

diterima begitu saja.

Hanya dengan generasi muda yang kritis namun tetap mengapresiasi nilai-

nilai adat sebagai pengetahuan lokal yang mendasari tindakan mereka, maka

Page 41: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

150

lebenswelt yang baru secara perlahan akan nampak. Falsafah hidup masyarakat Kei

seperti: ain ni ain; vuut ain mehe ni ngifun manut ain mehe ni tilur; dan adat in ot rat

naa dunyai, serta yang lainnya semuanya mengerucut pada premis “mangajarkan

orang Kei untuk hidup damai dan toleran terhadap yang lain, demi terwujudnya

persatuan dan kesatuan orang Kei.” Sebab itu, nilai-nilai adat (budaya) seperti ini

jangan sampai “dirusak” oleh reproduksi wacana mel, ren, dan iri yang salah kaprah

tersebut. Karena itu, bagi saya jika orang Kei khususnya di Ohoiwait masih

mempertahankan wacana kasta seperti itu, maka mereka telah mengalami

kemunduran atau degradasi pemikiran dari leluhur mereka yang masih dikategorikan

sebagai tradisional dan primitif, atau memang lebih primif dari pada leluhur mereka.

Menuju lebenswelt baru yang dasarnya adalah solidaritas, mensyaratkan

bentuk komunikasi yang bebas tekanan, bebas penguasa atau dengan kata lain

dibutuhkan komunikasi yang setara. Pola komunikasi yang setara ini memang sulit

terwujud jika dilakukan oleh “generasi tua”, sebab mereka masih mempertahankan

serta mewarisi nilai-nilai lama, yakni wacana kasta yang saya sebut salah kaprah di

atas. Pamahaman tentang kasta yang salah kaprah itu hanya bertujuan

melanggengkan status quo, karena itu diperlukan pembacaan baru yang lebih kritis

terhadap praktek kasta itu.

Reproduksi wacana tentang kasta yang perlu dikemukakan adalah soal

konsensus persaudaraan sebagai kakak dan adik pada pertemuan mula-mula dua

komunitas itu. Selain itu, perlu dikembangkan pemahaman bahwa ‘tidak ada individu

atau kelompok yang hadir di dunia ini dengan kodrat sebagai orang bodoh dan

Page 42: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

151

miskin; dan yang lain hadir dengan kodrat sebagai pandai dan kaya.” Bahwa bodoh

dan pandai, miskin dan kaya adalah konsep-konsep yang dinamis dan tidak

terwariskan atau secara alami telah menjadi kodrat ketika seseorang dilahirkan.

Diskursus argumentatif dan kritik ala Habermas perlu dimulai lewat “pintu masuk”

seperti itu.

Klaim kebenaran dan klaim ketepatan perlu selalu didiskursuskan, namun

bukan dengan tujuan menciptakan kelompok penguasa baru yang mendominasi dan

mengeliminir yang lain. Tetapi tindakan komunikatif itu diupayakan dalam

kerangkan mengembalikan tatanan sosial asli masyarakat Kei yang hidup sebagai

saudara, yang mengakui hak-hak kelompok lain, yang tidak mengeliminir kelompok

lain demi mempertahankan kekuasaan.

Dengan berdasar pada falsafah yang telah dikemukakan di atas, dan

munculnya generasi muda Kei khususnya di Ohoiwait yang kritis, maka jalan menuju

komunikasi yang setara itu terbuka. Minimal hal ini telah dilakukan oleh Daud

Rahaningmas dan sekretaris desa Reveldus Kudubun yang telah membuahkan hasil,

keduanya tidak saling berkonflik atau membunuh atas nama perbedaan kelas, mereka

menjalin pertemanan sejati dalam kehidupan yang damai.

Kemampuan mereproduksi wacana kasta untuk menuju lebenswelt yang baru,

akan membuka ruang bagi perebutan modal-modal sosial dalam ranah dengan lebih

“tertib” dan lebih bermartabat. Dengan demikian akan muncul model-model habitus

baru yang tidak lagi berwatak sangar untuk meniadakan yang lain, namun lebih

toleren, bermartabat, dan mengakui keberadaan orang lain. Untuk itu, diskursus

Page 43: BAB IV STRATEGI REN-REN MENGHADAPI DOMINASI MEL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2475/5/T2_752009029_BAB IV.pdf · Strategi. Ren-Ren dalam Mempengaruhi ... terpisah demi

152

komunikatif harus dilakukan dengan bentuk kesadaran yang tinggi serta kebulatan

tekad untuk berani mengatakan serta mengaplikasikan pasal 7 hukum adat Larvul

Ngabal, “hira ni intub fo ni, it did intub fo it did” (mengakui kepunyaan orang lain

dan kepunyaan sendiri). Aplikasi pasal ini memang memerlukan kebulatan tekad dan

kejujuran. Jujur untuk mengakui bahwa “sesuatu” itu adalah milik orang lain, atau

bukan miliknya, sebaliknya “sesuatu” itu miliknya dan bukan milik orang lain.

Kejujuran memang menjadi kunci untuk segala sesuatu, dan dalam praktek

kasta di Ohoiwait, kejujuran itu seakan hilang atau menjauh dari orang-orang

Ohoiwait khususnya mel-mel, seoalah-olah tidak ada Hukum Laevul Ngabal. Atau

dengan sedikit bernada keagamaan, bagi mereka yang beragama Kristen seolah-olah

(atau memang telah) lupa bahwa Yesus pernah berkata “katakan ya di atas ya, dan

tidak di atas tidak”. Sebab itu, ketika kejujuran terhadap diri serta orang lain dan

komitmen terhadap tatanan sosial budaya yang asli maupun yang sedang berkembang

menjadi dasar mereproduksi wacana kasta di Ohoiwait, serta diskursus komunikatif

dapat terbangan antar generasi muda yang memiliki wawasan kritis, maka jalan

menuju kehidupan sosial (lebenswelt) yang baru terbuka lebar. Di sinilah falsafah

adat in ot rat naa dunyai, diuji.