bab ii tinjauan pustaka - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-bab ii -...

22
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Proses mendengar diawali dengan gelombang suara yang ditangkap oleh daun telinga yang kemudian melalui udara atau hantaran tulang mencapai membran tympani hingga bergetar dan diteruskan ke koklea. Selanjutnya getaran diteruskan melalui membran Reissner mendorong endolimfe yang menyebabkan membrane basilaris dan membrane tektoria bergerak relatif dan menimbulkan defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga membuka kanal ion dan terjadi pemasukan ion bermuatan listrik. Membran basilaris yang terletak di dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Getaran yang bernada tinggi pada perilymph scala vestibule akan melintasi membran vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Nada rendah akan menggetarkan bagian membran basilaris di daerah apex. Kemudian terjadi proses depolarisasi sel rambut yang melepas neurotransmitter ke dalam sinapsis dan akhirnya terjadi potensial aksi pada saraf auditorius dilanjutkan ke nucleus auditorius. Impuls dijalarkan melalui saraf otak yakni statoacustikus atau nervus ke VIII setelah proses sensori atau sensasi auditif kemudian menuju ke medulla oblongata lalu ke colliculus persepsi auditif, inferior otak tengah, thalamus hingga mencapai kortek pendengaran di lobus temporalis pada area 39-40 untuk diinterpretasikan (Astari, 2014).

Upload: lykhuong

Post on 20-May-2018

242 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia

Proses mendengar diawali dengan gelombang suara yang ditangkap oleh daun

telinga yang kemudian melalui udara atau hantaran tulang mencapai membran tympani

hingga bergetar dan diteruskan ke koklea. Selanjutnya getaran diteruskan melalui

membran Reissner mendorong endolimfe yang menyebabkan membrane basilaris dan

membrane tektoria bergerak relatif dan menimbulkan defleksi stereosilia sel-sel rambut

sehingga membuka kanal ion dan terjadi pemasukan ion bermuatan listrik. Membran

basilaris yang terletak di dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku akan bergetar bila

ada getaran dengan nada rendah. Getaran yang bernada tinggi pada perilymph scala

vestibule akan melintasi membran vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Nada

rendah akan menggetarkan bagian membran basilaris di daerah apex. Kemudian terjadi

proses depolarisasi sel rambut yang melepas neurotransmitter ke dalam sinapsis dan

akhirnya terjadi potensial aksi pada saraf auditorius dilanjutkan ke nucleus auditorius.

Impuls dijalarkan melalui saraf otak yakni statoacustikus atau nervus ke VIII setelah

proses sensori atau sensasi auditif kemudian menuju ke medulla oblongata lalu ke

colliculus persepsi auditif, inferior otak tengah, thalamus hingga mencapai kortek

pendengaran di lobus temporalis pada area 39-40 untuk diinterpretasikan (Astari, 2014).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

9

2.2 Gangguan Pendengaran

2.2.1 Definisi Gangguan Pendengaran

Idealnya, telinga manusia dalam hanya mampu menangkap suara dengan intensitas

85 dBA dan dengan frekuensi 20-20.000 Hz. Seseorang termasuk kategori pendengaran

normal bila mampu mendengar suara dengan intensitas ≤25 dBA. Kebisingan sangat

identik sebagai pemicu utama gangguan pendengaran. Perubahan pada tingkat

pendengaran berakibat pada kesulitan melakukan aktivitas secara normal, terutama dalam

hal memahami percakapan. Hal ini terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas

nilai normal (0-25 dBA) pada salah satu telinga atau keduanya. Peningkatan ambang

dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan, tuli

sedang, tuli sedang berat, tuli berat dan tuli sangat berat (Buchari, 2007).

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Peningkatan Ambang Pendengaran

Klasifikasi Ambang Pendengaran

Normal 0-25 dBA

Tuli ringan 26-40 dBA

Tuli sedang 41-55 dBA

Tuli sedang berat 56-70 dBA

Tuli berat 71-90 dBA

Tuli sangat berat Lebih dari 90 dBA

2.2.2 Jenis-jenis Gangguan Pendengaran

Gangguan yang ditimbulkan akibat bising menyebabkan hilangnya pendengaran

atau ketulian yang bersifat progresif atau yang awalnya sementara dapat berubah secara

bertahap menjadi tuli menetap bila pekerja sering terpajan bising. Menurut Hernomo

(1998) dalam buku seri kebisingan karya Marji (2013) mengkategorikan tiga jenis utama

gangguan pendengaran, antara lain gangguan pendengaran konduksi, sensorineural

(perseptif) dan gangguan pendengaran campuran (Marji, 2013).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

10

1. Conductive Hearing Loss

Tipe gangguan pendengaran ini terjadi akibat lesi di bagian hantaran mulai dari

meatus akustikus sampai ke basis stapes. Kondisi ini dikaitkan dengan permasalahan

secara mekanikal pada telinga luar atau telinga tengah. Adapun penyebab

kemungkinan masalah tersebut diantaranya cairan telinga yang masuk ke dalam

metus akustikus eksternus sehingga secret ototitis eksterna, pus dan furuncel pecah.

Adanya serumen atau benda asing yang mengeras atau menyumbat, munculnya polip

dan granulasi, terjadi stenose (penyempitan) atresia, kerusakan membran timpani

karena suara ledakan maupun benturan. Tuba eustachius yang tertutup akibat

discharge karena telinga tengah menyesuaikan diri dengan tekanan atmosfir. Selain

itu, tulang-tulang pendengaran mengalami dislokasi akibat ledakan atau pukulan di

kepala yang menyebabkan terbatasnya pergerakan tulang-tulang tersebut.

2. Sensorineural Hearing Loss

Gangguan pendengaran terjadi akibat lesi di bagian penerimaan mulai dari koklea

sampai ke otak. Jenis ketulian ini terjadi karena disfungsi dari sistem telinga dalam

yang ditandai dengan kerusakan pada cilia (rambut) organ korti koklea yang

berfungsi menghantarkan suara ke sistem saraf. Penyebab tuli sensorineural

diantaranya toksin dari obat amminoglikosida (streptomisin, kanamycin), salisilat,

kininr, sitostatika serta dari penyakit ginjal dan hepar, penyakit sistemik berupa

diabetes mellitus, hipoteriodiea, multiple sclerosis, penyakit infeksi berupa virus

(mobile, rubella, parotitis, meningitis. Degenerasi-akustik neurinoma, penyakit darah

seperti anemia, leukemia, hipertensi dan akustik neurinoma.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

11

3. Mixed Hearing Loss

Ketulian ini berupa gabungan dari conductive hearing loss dan sensorineural hearing

loss yang ditandai dengan kondisi penderita yang mengalami permasalahan di bagian

telinga luar atau tengah seperti infeksius dan rambut pengantar suara ke saraf yang

bermasalah akibat pajanan bising yang berlebihan (Akbar, 2012).

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Dengar

Seseorang yang terpajan kebisingan tingkat tinggi dalam jangka waktu yang cukup

lama dapat memicu penurunan pendengaran atau ketulian. Banyak faktor risiko yang

berpengaruh terhadap derajat atau tingkat keparahan penurunan pendengaran atau

ketulian, antara lain intensitas kebisingan, lama pajanan bising, masa kerja, kepekaan

individu yang meliputi umur, konsumsi obat-obatan ototoksik dan kepatuhan penggunaan

alat pelindung telinga.

1. Intensitas Kebisingan

Tingkat intensitas kebisingan yang melebihi nilai ambang batas akan menyebabkan

gangguan pendengaran yang serius dan bersifat akumulatif sehingga bila terpapar

kebisingan dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pendengaran

permanen. Telinga manusia mempunyai ambang dengar terendah 0,00002 N/m2 dan

tertinggi adalah 200 N/m2. Untuk mempermudah penggunaannya maka digunakan

skala logaritma yang disebut decibel (dB), sehingga peningkatan tiga decibel pada

tingkat suara sudah merupakan penggandaan dari intensitas kebisingan. Sedangkan

untuk memperhitungkan sensitifitas telinga manusia yang berbeda untuk frekuensi

yang berbeda, maka kekuatan atau intensitas kebisingan diukur dalam satuan dBA

(Work n.d. 2008). Di lingkungan industri, umumnya kebisingan dapat berasal dari

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

12

lebih satu sumber suara. Mengingat perhitungan intensitas bunyi dalam bentuk desibel

logaritmik, maka bunyi secara kumulatif bukan penjumlahan aljabar. Efek kebisingan

gabungan dapat dihitung dengan berpedoman pada tabel berikut ini (Pusat

Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes, 2006).

Tabel 2.32 Intensitas Kebisingan Gabungan

Perbedaan Intensitas Bunyi dalam

dB

Penambahan pada Intensitas yang

Lebih Tinggi

0 atau 1 3

2 atau 3 2

4 sampai 9 1

10 atau lebih 0

Catatan: Jika 2 sumber bunyi 90 dan 93 dB maka kebisingan kumulatif adalah 93+2 =

95 dB.

2. Lama Pajanan Bising

Untuk mengetahui tingkat bahaya suatu kebisingan selain memperhatikan faktor

intensitas kebisingan, indikator lain yang juga berperan penting terhadap penentuan

bahaya kebisingan adalah durasi pajanan bising. Time-weighted Average (TWA)

dalam hal ini digunakan pada waktu kerja 8 jam. Dasar pertimbangan dari TWA ini

untuk menilai efek kebisingan yang diterima sebanding dengan lama pekerja terpajan

bising (Work n.d. 2008). Besaran pajanan bising yang diterima diukur dengan

perhitungan L equivalent yaitu jumlah rata-rata pajanan bising yang diterima pekerja

selama waktu kerja tertentu dalam satuan dBA. Perhitungan dilakukan dengan

menggunakan rumus (Akbar, 2012):

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

13

Keterangan:

T = Total waktu

t1,2,n = waktu pada tingkat kebisingan tertentu

L1,2,n = Tingkat kebisingan selama periode waktu tertentu

Sedangkan untuk mengetahui persentase tingkat bising yang diterima pekerja selama

bekerja dengan mengurangi daya reduksi alat pelindung telinga yakni NRR (Noise

Reduction Rate) dapat merujuk pada data spec product dan menggunakan rumus

(Akbar, 2012):

Leq – NRR

Kemudian besar dosis pajanan efektif dalam decibel ini dikonversikan ke dalam

bentuk persentase (%) dengan menggunakan rumus berikut ini yang selanjutkan

dikalikan 100% untuk melihat persentase dosis pajanan bising yang diterima pekerja

(Akbar, 2012).

D = 85 + 10 log(f)

3. Umur Pekerja

Faktor umur menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya gangguan

pendengaran yang harus diperhatikan walau sebagai faktor perancu (confounding).

Pertambahan usia memberi kontribusi terhadap perubahan fisiologi pendengaran. Hal

ini dikarenakan membran yang ada di telinga bagian tengah, termasuk gendang telinga

menjadi kurang fleksibel, kekakuan pada tulang-tulang kecil di telinga bagian tengah

dan kerusakan sel-sel rambut pada telinga bagian dalam dan koklea. Penurunan

persepsi terhadap bunyi frekuensi tinggi dan penurunan kemampuan membedakan

bunyi disebut Presbycusis. Kondisi ini diasumsikan dapat menyebabkan kenaikan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

14

ambang dengar 0,5 dB setiap tahun yang dimulai dari usia 40 tahun. Kondisi ini

menggambarkan bahwa pertambahan usia menyebabkan terjadinya penurunan

sensitivitas pendengaran (Akbar, 2012).

4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan

di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Marji, 2013). Pekerja

dengan tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi pengetahuan pekerja dalam

melakukan upaya pencegahan bahaya bising di tempat kerja (Akbar, 2012).

5. Masa Kerja

Pekerja yang terpajan bising dengan masa kerja 5 tahun atau lebih berisiko mengalami

penurunan pendengaran, namun tidak menutup kemungkinan hal ini juga dapat terjadi

bila pekerja terpajan bising dengan intensitas sangat tinggi dengan waktu pajanan

melebihi standar yang diperbolehkan per harinya (Primadona, 2012).

6. Penggunaan Obat-obatan Ototoksik

Menurut Soetirto (1997) dalam penelitian Primadona (2012) menyatakan bahwa

pengobatan yang bersifat racun pada telinga (ototoksik) dan dikonsumsi lebih dari 14

hari yang pada umumnya adalah jenis antibiotik aminoglikosid seperti neomisin,

streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, asetosal dan obat sejenis lainnya secara tidak

langsung mempengaruhi penurunan pendengaran pada pekerja. Hal ini dikarenakan

akumulasi zat kimia yang dikonsumsi dapat berpengaruh terhadap komponen akustik

dan melemahkan saraf pendengaran di organ korti (Primadona, 2012).

7. Riwayat Penyakit Telinga

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

15

Kerentanan individu terhadap penurunan fungsi pendengaran tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor eksternal, tetapi juga faktor internal seperti infeksi telinga yang diderita

sebelum bekerja di area kerja yang bising. Penyakit telinga yang dimaksud adalah

Otitis Media yaitu peradangan telinga bagian tengah akibat infeksi bakteri

Streptococcus pneumoniae, Haemopilus influence, atau Staphylococcus aerus.

Menurut Corwin (2000) dalam Akbar (2012), infeksi telinga terjadi karena adanya

penimbunan sekresi yang tercemar dialirkan dari tuba eustakhius ke telinga tengah

dapat menyebabkan infeksi telinga tengah dan bila terjadi berulang-ulang dapat

membentuk jaringan parut di gendang telinga dan terjadi gangguan pendengaran

secara permanen. Selain kasus di atas, suara berdenging yang dirasakan pekerja atau

dikenal dengan istilah tinnitus dapat timbul karena penimbunan kotoran telinga,

presbiakusis, kelebihan aspirin dan infeksi telinga.

8. Merokok

Merokok dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya kejadian

penurunan pendengaran karena efek nikotin dan karbonmonoksida yang dapat

meningkatkan viskositas darah dan oksigenasi. Nikotin dapat merusak sel saraf karena

bersifat ototoksik dan karbonmonoksida dapat menyebabkan iskemia yang dapat

mengganggu suplai oksigen ke organ korti sehingga merusak peredaran darah pada

koklea. Hal ini menunjukkan bahwa pajanan rokok dapat menjadi faktor etiologis luka

pada koklea (Mohammadi, 2010).

9. Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT)

Faktor lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi penurunan pendengaran

akibat pajanan bising adalah pemakaian APT. Pekerja yang memakai APT di area

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

16

kerja yang bising dapat mengurangi pajanan yang diterima dan mencegah terjadinya

penurunan pendengaran akibat bising dengan asumsi pekerja secara disiplin memakai

APT dengan benar. Efektivitas suatu alat pelindung telinga dapat dilihat dari Noise

Reduction Rate (NRR). Untuk earplug NRR produknya adalah 22 dBA. Sedangkan

untuk earmuff, NRR produknya adalah 26 dBA. Berikut ini adalah perhitungan

dengan rumus NRR (Akbar, 2012).

NRR = 50% (NRR produk – 7)

Adapun jenis-jenis alat pelindung telinga yang umumnya digunakan di perusahaan

antara lain sebagai berikut.

a. Sumbat telinga (earplugs/insert/device/aural insert protector)

Cara penggunaan sumbat telinga ini yaitu dengan memasukkannya ke dalam

liang telinga sampai tertutup rapat sehingga menghalangi suara mencapai

membran timpani dan alat ini mampu mengurangi bising sampai dengan 30

dB. Berdasarkan cara pemakaiannya, earplugs dibedakan menjadi jenis

sumbat telinga yang hanya menyumbat ke dalam telinga luar (semi insert

type) dan sumbat telinga yang menutupi seluruh telinga luar (insert type).

Sedangkan menurut cara penggunaannya, sumbat telinga memiliki beberapa

tipe, diantaranya disposable (formable type) yaitu sumbat telinga sekali pakai

yang terbuat dari kapas dan malam serta non-disposable ear plug yaitu

sumbat telinga yang terbuat dari karet atau plastik yang dicetak untuk

digunakan pada jangka waktu yang lama (Akbar 2012).

b. Tutup telinga (earmuff/insert device/aural insert protector)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

17

Jenis APT ini dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan mampu meredam

bising sebesar 40-50 dB.

c. Helmet (enclosure)

Jenis APT ini berbentuk penutup kepala secara keseluruhan sekaligus sebagai

pelindung telinga. APT ini digunakan untuk mengurangi bising maksimal 35

dBA pada frekuensi 250 Hz dan 50 dBA pada frekuensi yang lebih tinggi

(Pujiriani, 2008).

Tabel 2.3 Pedoman dalam Pemilihan dan Pemakaian APT

Tingkat Bising (dBA) Pemakaian APT Pemilihan APT

<85 Tidak Wajib Bebas memilih

85-89 Optional Bebas memilih

90-94 Wajib Bebas memilih

95-99 Wajib Pilihan terbatas

>100 Wajib Pilihan sangat terbatas

Sumber: (Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik

Indonesia 2006)

Sumber: (AFE Group General Industry and Safety 2010)

2.4 Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan pendengaran diklasifikasikan menjadi tes kualitatif, semikuantitatif

dan kuantitatif. Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing jenis tes

pendengaran.

Gambar 2.1 Jenis-jenis Alat Pelindung Telinga

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

18

a. Tes Kualitatif

Pemeriksaan secara kualitatif menggunakan tes penala (garpu tala) yang terdiri

dari lima set dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz.

Berikut ini adalah jenis-jenis dari tes penala.

Rinne yaitu jenis tes yang membandingkan hantaran melalui udara dan

hantaran tulang pada satu telinga. Hasil tes diberi tanda positif (+) dan

negative (-).

Weber yaitu jenis tes yang membandingkan hantaran telinga kanan dan

telinga kiri. Hasil tes ditunjukkan dengan laterisasi.

Schwabach yaitu jenis tes yang membandingkan hantaran tulang orang

yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Tes Bing (Tes Oklusi) merupakan tes pendengaran untuk pemeriksaan tuli

saraf.

Tes Stenger, digunakan untuk pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau

pura-pura tuli).

b. Tes Semikuantitatif

Pemeriksaan yang bersifat semikuantitatif ini dinamakan tes berbisik yang

digunakan untuk menentukan derajat ketulian secara kasar. Adapun syarat yang

harus diperhatikan yaitu ruangan cukup tenang, tidak terjadi gema dengan panjang

minimal 6 meter.

c. Tes Kuantitatif

Pengukuran daya pendengaran manusia secara kuantitatif dapat dilakukan dengan

menggunakan audiometer. Pengukuran dengan menggunakan teknik audiometer

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

19

mengacu pada nilai ambang pendengaran dan bila ada perbedaan ambang

pendengaran > 10 dB, maka perbedaan ini disebut gap. Pada umumnya, program

pemeliharaan pendengaran di perusahaan dilakukan dengan audiometer

(audiometric screening). Tes audiometri harus dilakukan setiap setahun sekali

yang memiliki tujuan sebagai berikut.

- Mengetahui keadaan pendengaran calon pekerja.

- Mengetahui secara dini gangguan pendengaran (hearing loss) yang diderita

oleh pekerja dan untuk mencegah agar gangguan pendengaran tidak menjadi

lebih parah.

- Menunjukkan kepada pimpinan perusahaan dan pekerja tentang pentingnya

penggunaan alat pelindung telinga.

- Mengidentifikasi pekerja yang sensitif terhadap efek kebisingan.

Tes audiometri idealnya berupa nada murni (pure tone), air conduction,

pemeriksaan ambang pendengaran (hearing threshold examination) dan minimum

tes ini dilakukan pada frekuensi-frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000 dan 6000

Hz. Adapun persyaratan yang diperlukan untuk pemeriksaan audiometri yaitu:

- Tempat pemeriksaan harus sunyi (sound treated/sound proof room). Untuk

memperoleh a pure-tone-air-conduction audiogram dengan menggunakan

sebuah manual audiometer.

- Audiometer yang digunakan terlebih dahulu harus dikalibrasi (sensitive

audiometer) dan dipelihara dengan baik.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

20

- Pemeriksaan harus dilakukan oleh seorang yang telah memperoleh sertifikat

(certified operator) atau yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman

yang memadai tentang teknik pemeriksaan audiometri.

Sebelum melakukan tes audiometri, ada beberapa informasi yang harus

dikumpulkan dari calon pasien yang akan diperiksa. Proses pengumpulan

informasi ini disebut aural history, yakni meliputi riwayat kesehatan pendengaran

individu dan keluarga, kondisi kebisingan yang memapari, kondisi pengendalian

bising yang telah dilakukan dan data diri. Tujuannya adalah untuk membantu

dalam tahap analisis hasil pemeriksaan (Akbar, 2012).

Berikut ini adalah penjelasan mengenai derajat pendengaran atau ambang

pendengaran manusia menurut ISO (Akbar 2012).

- 0-25 dB = normal

- 26-40 dB = tuli ringan

- 41-60 dB = tuli sedang

- 61-90 dB = tuli berat

- >91 dB = tuli sangat berat

Pengukuran ambang dengar menggunakan alat yang disebut dengan audiogram.

Paparan kebisingan mempengaruhi kedua telinga dan biasanya menyebabkan

penurunan pendengaran pada 3000, 4000 dan 6000 Hz, tetapi tidak berpengaruh

pada frekuensi rendah. Pada formulir audiogram, untuk mendeteksi kejadian

NIHL dapat dilihat dari hasil tes audiometri pada frekuensi 3000 sampai dengan

6000 Hz. Terjadinya penurunan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz secara

signifikan dan membentuk sudut lancip karena perbedaan daya dengar dengan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

21

frekuensi lain, sehingga kondisi ini disebut dengan NIHL. Kategori normal

pendengaran bila berada pada titik 20 dB. Sedangkan jika ambang dengar

seseorang berada di antara 41 sampai dengan 60 dB, maka seseorang tersebut

dapat dikatakan mengalami gangguan pendengaran sedang (Alberta, 2014).

Sumber: (United State Department of Labor 2002)

2.5 Bising

2.5.1 Definisi Bising

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Hal ini

menunjukkan bahwa pengertian bising sangat subyektif yang tergantung pada persepsi

individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Secara audiologi, bising adalah campuran

bunyi nada murni dan berbagai frekuensi. Menurut World Health Organization (WHO),

kebisingan umumnya didefinisikan sebagai suara tanpa kualitas music yang

Gambar 2.4.2 Sensorineural Hearing Loss

Audiogram

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

22

menyenangkan atau sebagai suara yang tidak diinginkan. Sementara itu, Kepmenkes 1405

Tahun 2002 menyatakan bahwa kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak

dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Sedangkan Permenaker No. 13 Tahun 2011

mengartikan kebisingan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari

alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.

2.5.2 Jenis-jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur dalam buku Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja

(HIPERKES), kebisingan berdasarkan sifatnya dikategorikan menjadi beberapa jenis,

yaitu sebagai berikut (Suma’mur, 2009).

1. Kebisingan menetap berkelanjutan (kontinyu) tanpa putus-putus dengan

spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya bising

mesin, kipas angin dan dapur pijar.

2. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi sempit (steady

state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler dan katup gas.

3. Kebisingan terputus-putus (intermittent noise), misalnya bising lalu lintas

suara pesawat di bandara.

4. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu,

tembakan meriam dan ledakan.

5. Kebisingan impulsif berulang, seperti bising mesin tempa di perusaan atau

tempaan tiang pancang bangunan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

23

Dari beberapa jenis kebisingan tersebut, bising yang dianggap lebih sering

menyebabkan kerusakan pada pendengaran adalah kebisingan yang bersifat

kontinyu, terutama yang memiliki spektrum frekuensi luas dan intensitas yang

tinggi.

2.5.3 Pengukuran Kebisingan

1. Sound Level Meter

Sound Level Meter (SLM) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

tingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan

beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan dari

frekuensi 20-20.000 Hz yang dibuat berdasarkan American National Standard

Institute (ANSI) tahun 1997 dan dilengkapi dengan alat pengukur tiga macam

frekuensi yaitu A, B dan C. Jaringan frekuensi A mendekati frekuensi

karakteristik respon telinga untuk suara rendah yaitu di bawah 55 dB. Jaringan

frekuensi B dimaksudkan mendekati reaksi telinga dengan batas kisaran 55

sampai 85 dB. Sedangkan jaringan frekuensi C digunakan untuk reaksi telingan

dengan batas di atas 85 dB. Terdapat tiga jenis sound level meter yaitu type 0

untuk standar laboratorium, type 1 untuk presisi dan type 2 untuk tujuan umum.

2. Noise Dosimeter

Alat ini digunakan menilai tingkat pajanan pekerja pada tiap shiftnya karena

umumnya pekerja tidak menetap pada satu shift, maka alat ini dapat mengkur

shift 8, 10, 12 atau berapa pun lama jam kerja. Prinsip kerja noise dosimeter

adalah untuk mengukur dan menyimpan level kebisingan selama waktu pajanan

dan menghitung dosis kumulatif sebagai persentase dosis pada personal dengan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

24

memperhatikan exchenge rate (misalnya 3, 4 dan 5), criterion level 8 jam (80,85

dan 90 dBA) dan jarak pengukuran kebisingan (80 sampai 130 dBA). Aplikasi

dari dosimeter ini yaitu dengan dipasang pada sabuk pinggang dan sebuah

microphone kecil dipasang dekat telinga. Skala logaritma digunakan untuk

mengukur decibel dengan asumsi setiap penambahan 3 desibel berarti intensitas

suara berlipat dua. Sebagai contoh, peningkatan dari 90 dB ke 93 dB berarti

suaranya akan dua kali lebih keras daripada 90 dB. Hal ini mengindikasikan

bahwa peningkatan kecil pada desibel berarti terjadi peningkatan besar pada

kerasnya suara dan berdampak pada semakin parahnya kerusakan telinga.

3. Octave Band Analyzer

Alat ini merupakan tipe SLM yang secara khusus digunakan untuk mengukur

level kebisingan yang ditemukan dalam frekuensi band, yaitu frekuensi

menengah dari 31.5, 63, 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 16000, 31500

Hz. Informasi frekuensi analyser yang diperoleh setelah dilakukan pengukuran

akan digunakan dalam mengestimasi tingkat kebisingan dan menentukan kapan

harus menggunakan alat proteksi bising.

2.5.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Suatu hal yang penting untuk menetapkan suatu standar atau NAB pada level

tertentu mengingat kebisingan dapat menimbulkan respon yang berbeda individu yang

satu dengan yang lain. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 Tentang Nilai

Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di tempat kerja sebesar 85 dBA untuk pajanan 8

jam per hari atau 40 jam per minggu. Berikut ini adalah tabel NAB pajanan kebisingan di

tempat kerja. Berikut ini adalah tabel NAB pajanan kebisingan di tempat kerja yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

25

diizinkan berdasarkan Permenaker No. 13 Tahun 2011 (Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia, 2011).

Tabel 2.5 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Satuan Waktu Waktu Pajanan per Hari Intensitas Kebisingan

(dBA)

Jam

24 80

16 82

8 85

4 88

2 91

1 94

Menit

30 97

15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

Detik

28,12 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Catatan: Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A) walau sesaat.

2.6 Pengaruh Kebisingan Pada Kesehatan Manusia

1. Gangguan Auditori

Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising dapat sembuh setelah

istirahat selama 1-2 jam. Bila terpapar bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang

cukup lama sekitar 10-15 tahun akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti

sampai terjadi destruksi total organ Corti. Terjadinya proses ini belum dapat dipastikan,

tetapi diduga karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam kurun waktu yang lama

sehingga mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

26

degenartif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Gambaran kondisi ini umumnya

ditandai dengan penurunan frekuensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas

antara 3000-6000 Hz dan kerusakan Corti untuk reseptor bunyi yan terberat terjadi pada

frekuensi 4000 Hz (4 K notch). Proses ini terbilang lambat dan tersembunyi sehingga

tahap awal kerap tidak disadari oleh para pekerja. Kondisi ini dapat dideteksi dengan

pemeriksaan audiometri. Bising dengan intensitas tinggi bila berlangsung dalam waktu

yang cukup lama dapat menyebabkan penurunan pendengaran hingga ke frekuensi

percakapan yakni 500-2000 Hz. Pada kondisi ini pekerja mulai merasakan ketulian karena

tidak dapat mendengar pembicaaran di sekitarnya (Bashiruddin, 2009). Ketulian bersifat

progresif karena pekerja yang ditempatkan pada area kerja yang terpapar kebisingan

secara terus-menerus, maka daya dengar yang awalnya mengalami penurunan sementara

berangsur-angsur dapat mengalami kehilangan pendengaran secara menetap.

a. Trauma Akustik

Tipe gangguan pendengaran ini terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh

kebisingan yang sangat ekstrem dan dalam jangka waktu pendek. Diagnosis

trauma akustik terbilang mudah karenan penderita dapat mendeskripsikan

langsung penyebab gangguan pendengaran yang dirasakan. Gangguan

pendengaran ini bersifat akut dan dapat sembuh dengan cepat secara parsial

atau sempurna (Roestam, 2004).

b. Gangguan Pendengaran Sementara (Temporary Threshold Shift)

Kebisingan dapat menyebabkan kenaikan nilai ambang pendengaran yang

bersifat reversibel. Gangguan ini disebabkan oleh paparan bising dalam waktu

singkat namun dengan intensitas sangat tinggi, misalnya karena mendengar

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

27

suara tembakan dan telinga terasa berdenging (tinnitus). Kenaikan ambang

pendengaran sementara secara perlahan-lahan akan kembali seperti semula.

Mula-mula kenaikan ini terjadi pada frekuensi 4000 Hz dan pada gambaran

audiogram tampak acoustic notch, tetapi bila paparan berlangsung lama maka

kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekuensi

sekitarnya. Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama karena

sensivitas dari masing-masing individu tidak sama. Pendengaran biasanya

akan kembali normal bila beristirahat di luar lingkungan bising.

c. Gangguan Pendengaran Permanen (Permanent Threshold Shift)

Jenis kehilangan pendengaran permanen tidak dapat disembuhkan

(irreversible). Kerusakan telinga ini disebabkan oleh pajanan bising dalam

jangka waktu lama yang biasa terjadi pada frekuensi 4000 Hz. atau dapat juga

disebabkan oleh pajanan bising tingkat tinggi dalam waktu singkat. Kenaikan

ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah rentang waktu 3,5

sampai 20 tahun sejak terjadi pemaparan. Penderita biasanya baru menyadari

bahwa pendengarannya mengalami penurunan setelah dilakukan pemeriksaan

audiogram.

2. Gangguan Non Auditori

a. Gangguan Fisiologis

Bising yang ditimbulkan di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan

kesehatan pekerja salah satunya gangguan fisiologi berupa telinga berdengung

(tinnitus), peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan

metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

28

serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi disebabkan oleh peningkatan

rangsangan saraf otonom, yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh

terhadap keadaan bahaya secara spontan.

b. Gangguan Psikologis

Selain itu, kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan psikologi berupa

stress tambahan bila mendengar bunyi yang tidak diinginkan atau yang

mengganggu sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak menyenangkan,

sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi serta gangguan konsentrasi yang

dapat berkontribusi membahayakan keselamatan pekerja dan dalam jangka

waktu panjang dapat menimbulkan penyakit psikosomatik.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan pendengaran juga dapat mempengaruhi komunikasi karena

pembicaraan dilakukan dengan cara berteriak sehingga dapat mengganggu

proses kerja dan berpotensi menimbulkan kesalahan (Wibowo, 2012).

2.7 Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

NIHL merupakan salah satu penyakit akibat kerja tertinggi di sektor industri. Gejala

muncul setelah bekerja pada area kerja dengan pajanan kebisingan yang cukup tinggi

dalam beberapa tahun. Karakteristik NIHL menurut The American College of

Occupational and Environmental Medicine (ACOEM) antara lain sebagai berikut

(Kirchner et al. 2012).

a. NIHL termasuk dalam gangguan pendengaran sensorineural, yang mempengaruhi sel

rambut koklea pada telinga bagian tengah.

b. Gangguan pendengaran umumnya bersifat ireversibel dan hampir selalu bilateral

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18828/3/1220025026-3-BAB II - cutted.pdf · dengar dikategorikan ke dalam derajat ketulian yang dibagi menjadi tuli ringan,

29

c. Kondisi ini jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss).

Derajat ketulian berkisar antara 40 sampai dengan 75 dB

d. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz.

e. NIHL ini muncul secara bertahap dengan pemaparan yang sering dan berkelanjutan.

Kejadian NIHL tidak bisa diketahui secara kasat mata karena penurunan pendengaran

terjadi pada frekuensi tinggi yang biasanya terjadi pada frekuensi 4000 Hz, sehingga

tidak telihat adanya gangguan dalam berkomunikasi. Dengan paparan bising yang

konstan, ketulian pada frekeuensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat

maksimal dalam waktu 10 sampai 15 tahun. Ahli Telinga, Hidung dan Tenggorokan

(THT) dalam melakukan penegakkan diagnosis NIHL terlebih dahulu harus

melakukan anamnesis dengan teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik.