bab ii kajian teori 2.1 kebudayaan 2.1.1 pengertian...

30
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kebudayaan 2.1.1 Pengertian Kebudayaan Dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari kata bahasa sansekerta yaitu buddayah yang berarti bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau pekerti. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa kebudayaan berasala dari kata budi yang artinya akal dari unsur rokhani kebudayaan dan daya yang artinya pikiran dari unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil ikhtisar manusia. Adapun pengertian kebudayaan menurut bahasa Belanda diterjemahkan dengan cultuur, sedangkan dalam bahasa Inggris yakni culture. Dari kedua bahasa tersebut berasal dari bahasa latin yakni colore yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan. Pada masyarakat Indonesia, kebudayaan diartikan bermacam-macam. Dimana oleh masyarakat umum, kebudayaan diartkan sebagai kesenian atau berbagai hal yang berkaitan dengan kesenian. Sedangkan dikalangan akademisi, kebudayaan diartikan sesuai dengan defenisi kebudayaan yang dipergunakan.

Upload: lyphuc

Post on 02-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kebudayaan

2.1.1 Pengertian Kebudayaan

Dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari

kata bahasa sansekerta yaitu buddayah yang berarti bentuk jamak dari buddhi

yang berarti budi atau pekerti. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa

kebudayaan berasala dari kata budi yang artinya akal dari unsur rokhani

kebudayaan dan daya yang artinya pikiran dari unsur jasmani, sehingga

kebudayaan diartikan sebagai hasil ikhtisar manusia.

Adapun pengertian kebudayaan menurut bahasa Belanda diterjemahkan

dengan cultuur, sedangkan dalam bahasa Inggris yakni culture. Dari kedua

bahasa tersebut berasal dari bahasa latin yakni colore yang artinya mengolah,

mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan.

Pada masyarakat Indonesia, kebudayaan diartikan bermacam-macam.

Dimana oleh masyarakat umum, kebudayaan diartkan sebagai kesenian atau

berbagai hal yang berkaitan dengan kesenian. Sedangkan dikalangan

akademisi, kebudayaan diartikan sesuai dengan defenisi kebudayaan yang

dipergunakan.

Melihat hal tersebut diatas, bahwa pengertian kebudayaan yang tepat

amat sulit. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang yang membuat defenisi

tentang kebudayaan, sementara versi yang dgunakannyapun berbeda-beda.

Sarjanah antropologi A.L Kroeber dan C. Kluckhon (Dalam Sumarsono dan

Siti Dloyana Kusuma. 2007 : 6 ) pernah mengidentifikasi defenisi

kebudayaan, dan mereka mendapatkan sekitar 160 defenisi kebudayaan yang

pernah dibuat dan kemudian di analisis dan dicari intinya serta selanjutnya

diklasifikasikan dalam berbagai golongan yang kemudian hasil analisis tersbut

di terbitkan kedalam sebuah buku yang berjudul “ Culture, A critical Review

of Concept and Definitions:1952”.

E.B. Taylor (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana Kusuma. 2007 : 4 )

bahwa kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan kompleksitas yang

didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lai, serta kebiasaan yang didapat

oleh manusia sebagai anggota

R. Linton dalam bukunya (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana Kusuma.

2007 : 4 ) dikatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku

yang dipelajari, yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan

oleh anggota masyarakat.

C. Ckluckhon dan W.H. Kelly (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana

Kusuma. 2007 : 4 ) mengatakan bahwa kebudayaan merupakan pola untuk

untuk hidup yang tercipta dalam sejarah, eksplisit, implisit, rasional, irrasional

yang terdapat disetiap waktu sebagai pedoman-pedoman yang potensial bagi

tingkah laku manusia.

Kroeber dan Kluckhon (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana Kusuma.

2007 : 6 ), mendefiisikan kebudayaan merupakan pola, baik eksplisit maupun

implisit tentang dan untuk perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui

simbol-simbol yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk

perwujudannya dalam benda-benda budaya.

Menurut Sultan Takdir Alisyahbana, (Dalam Sumarsono dan Siti

Dloyana Kusuma. 2007 : 4 ), bahwa kebudayaan adalah manifestasi bangsa

sebuah bangsa. Sedangkan menurut Dr. Moh. Hatta mendefinisikan

kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.

Adapun pengertian kebudayaan menurut Mangunsarkoro (Dalam

Sumarsono dan Siti Dloyana Kusuma. 2007 : 4 ), adalah segala yang bersifat

hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya.

Parsudi Suplan (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana Kusuma. 2007 : 6

mengatakan bahwa kebudayan adalah :

”Keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai

makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model

pengetahuan yang secara selektif dapat dipergunakan untuk memahami

dan mengiterpretasikan lingkungan yang dihadapinya, serta untuk

mendorog dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan”.

Kebudayaan menurut Geetz (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana

Kusuma. 2007 : 6 ), diartikan sebagai jaringan makna yang diciptakan oleh

manusia, analisis dari makna ini bukanlah merupakan ilmu yang

eksperimental, melainkan sebuah ilmu interpretatif untuk mencari makna.

Haji Agus Salim (Dalam Sumarsono dan Siti Dloyana Kusuma. 2007 :

4 ), mendefinisikan kebuayaan sebagai persatuan istilah budi dan daya

menjadi makna sejiwa dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Sedangkan menurut

Ki Hajar Dewantara pengertian kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan

karya manusia.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,

sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh

manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda

yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk

membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.1.2 Unsur-Unsur Kebudayaan Universal

Kebudayan manusia di muka bumi ini mengandung 7 (tujuh) unsur

kebudayaan universal. Yang dimaksud unsur dalam hal ini adalah bahwa

kebudayaan mangandung makna totalitas dari setiap unsur yang dimiliknya.

Karena itu dikenal apa yang disebut dengan kebudayaan universal atau culture

universal seperti yang dkemukakan oleh C. Kluckhon (Dalam Sumarsono dan

Siti Dloyana Kusuma. 2007 : 8 ), yang selanjutnya dikutip oleh Prof. Dr.

Koentjaraningrat dan dikenalkan dengan konsep 7 (tujuh) unsur kebuayaan

universal, yang terdiri atas :

a. Bahasa

Bahasa merupakan unsur budaya yang penting dalam kebudayaan

manusia, karena melalui bahasa itulah stiap individu dapat

mengekspresikan berbagai keingian getaran jiwanya kepada orang lain,

sehingga orang lain mengetahui apa yang dikehendaki oleh lwan bicaranya.

b. Sistem pengetahuan

Pengetahuan didapat manusia melalui hasil adaptasinya dengan

lingkungan dimana mereka berada. Dalah hal ini, pengetahuan digunakan

manusia sebagai pedoman hidup dan perilakunya. Banyak sekali

pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, namun dari keseluruhan

pengetahuan yang dimilikinya itu dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam),

yakni :

1) Pengetahuan tentang lingkungan alam;

2) Pengetahuan tentang flora dan fauna;

3) Pengetahuan tentang zat-zat bahan mentah;

4) Pengetahuan tentang tubuh manusia;

5) Pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia; dan

6) Pengetahuan tentang ruang, waktu, dan bilangan.

c. Sistem teknologi

Manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak selamanya

mengandalkan alat-alat tubuhnya. Banyak kebutuhan yang harus dipenuhi

memerlukan alat bantu (peralatan dan perlengkapan hidup) untuk

mendapatkan dan memenuhinya. Alat bantu itulah yang dikenal dengan

teknologi.

d. Sistem organisasi sosial

Kehidupan masyarakat diatur oleh adat-istiadat atau aturan-aturan

mengenai berbagai macam kesatuan dimana ia hidup dan bergaul dari hari

kehari. Kesatuan yang paling dekat dan paling terkecil adalah

kekerabatannya yaitu keluarga inti, dan kaum kerabat yang lain yang.

Kemudian kesatuan-kesatuan diluar kerabat, tetapi masih didalam

lingungan komunitas. Secara kontinun lingkungan sosial masyarakt

meningkat lebih luas seperti kerabat, lingkungan desa, masyarakat kota,

masyarakat negara, dan seterusnya.

e. Sistem mata pencaharian hidup

Guna memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia mengembangkan

sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi. Dari mulai bentuknya yang

sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Perkembangan mata

pencaharian hidup manusia tersebut antara lain adalah : 1). Berburu dan

meramu.2) berternak 3) bercocok tanaman ladang 4) menangkap ikan 5)

bercocok tanam menetap dengan irigasi 6) industri; dan 7) jasa

f. Sistem religi

Siste religi adalah suatu aktifitas manusia yang didasari oleh suatu getaran

jiwa yang bisa disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion).

Emosi ini biasa dialami oleh hampir semua manusia, walaupun kadangkala

hadir hanya dalam beberapa saat saat saja untuk kemudian menghilang

kembali. Emosi keagamaan menyebabkan suatu benda, keadaan, atau

gagasan mendapat nilai keramat (sacred value), dan kemudian dianggap

keramat. Para pendukung sistem religi biasanya berusaha memelihara

emosi keagamaanya bersama tiga unsur yang lain, yang juga termasuk

kedalam sistem religi tersebut, yaitu sistem keyakinan, sistem upacara

keagamaan, dan umat yang menganut sistem religi tersebut.

g. Kesenian

Kesenian adalah ungkapan atau ekspresi manusia terhadap

keindahan. Dipandang dari cara mengungkap rasa keindahan itu, kesenian

dapat dibagi kedalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu:

1) Seni rupa, yaitu kesenian yang dinikmati oleh manusia melalui matanya;

dan

2) Seni suara, yaitu kesenian yang dinikmati manusia melalui telinga.

Perkembangan berkesenian masyarakat saat ini telah berkembang

dengan pesat. Kontak budaya dengan bangsa lain mempercepat corak dan

bentuk kesenian yang dimilikinya.

2.2 Perubahan Budaya

Perubahan budaya terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni

perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari

nilai-nilai yang bersifat homogeny menjadi pluralism nilai dan norma social

merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan

teknologi telah berubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana

transportasi telah menghilang batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan

setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban

dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus

dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, maka globalisasi

itu sudah sedemikian tersa.

Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat.

Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki

kebutuhan yang tidak terbatas. Kita akan dapat melihat perubahan itu setelah

membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang.

Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan

perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian,

sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.

Kingsley Davis (Dalam Soerjono Soekanto,1990 : 308). Perubahan sosial

merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan

mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi

organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih

luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di

lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk

dipisahkan.

Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial.

Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan.

Menurut Kingsley Devis (Dalam Soerjono Soekanto,1990 : 309). Masyarakat

adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan

hubungan antar sel-sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan

bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti

menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena

keturunan.

Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor (dalam Soekanto

1990 : 309), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta

kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan

dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut.

Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu

kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada

generasi selanjutnya. Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan karena

memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan

tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup

masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan

baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal.

Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa

sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu

negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai

dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai

mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.

Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas

bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian

maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Walaupun

demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai

dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input

dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negranya.

Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai

menghilang sedikit demi sedikit. Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan

masuknya budaya-budaya ke dalam budaya kita.Sebagai contoh budaya dalam

tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya kita sangatlah mementingkan tata

cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi akaibat masuknya budaya

luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang berpakaian yang menbuka

aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat erat didalam

masyarakat kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis makanan yang kita konsumsi juga

mulai terpengaruh budaya luar.Masyarakat sekarang lebih memilih makanan-

makanan yang berasal dari luar seperti KFC, steak, burger,dan lain-

lain.Masyarakat menganggap makanan-makanan tersebut higinis,modern,dan

praktis.Tanpa kita sadari makanan-makanan tersebut juga telah menjadi menu

keseharian dalam kehidupan kita. Hal ini mengakibatkan makin langkanya

berbagai jenis makanan tradisional.Bila hai ini terus terjadi maka tak dapat

dihindarkan bahwa anak cucu kita kelak tidak tahu akan jenis-jenis makanan

tradisional yang berasal dari daerah asal mereka.

Sekarang ini setiap hari kita bias menyimak tanyangan film di tv yang

bermuara dari Negara-negara maju seperti Ameriak Serikat, jepang korea, dll

melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran televise internasional yang

bias di tanngkap melalui parabola yang kini makin banyak dimilki masyarakat

Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian popular lain yang tersaji melalui

kaset. Vcd, dan dvd yang berasal dari manca Negara pun makin marak

kehadirannya ditegah-tengah kita. Fakta yang demikian member bukti tentang

betapa Negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang

kendali dalam globalisasi budaya khususnya di Negara ke tiga. Peristiwa

transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan

kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah

kebudayaan nasional yang perlu di jaga kelestariannya.

Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi akibat adanya

ketidak sesuaian diantara unsure-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga

terjadi keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.

teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguh

ioleh banyak alternative tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang

mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan budaya tradisional kita.

Dengan parabola masyarakat bias menyaksikan berbagai berbagai tayangan

hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi.

Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya

budaya tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat

akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk

ekspresi budaya etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu

berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datingnya

perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan system

ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka budaya kita pun mulai bergeser

kearah kesenian yang berdimensi komersial.

Budaya-budaya yang bersifat ritual mulai trsingkir dan kehilangan

fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua budaya tradisional kita

lenyap begitu saja. Ada berbagai budaya yang masih menunjukan eksistensiny,

bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi.

Pesatnya laju teknologi informasi dan teknologi komunikasi telah menjai sarana

difusi budaya yang ampuh, sekaligus juaga alternatif pilihan hiburan yang lebih

beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi

menikmati berbagai budaya tradisional yang sebelumnya akrab dengan

kehidupan mereka.

Era Globalisasi menjadi tantangan untuk semua aspek kehidupan juga

yang terkait dengan kebudayaan. Budaya tradisional yang mencerminkan etos

kerja yang kurang baik tidak akan mampu bertahan dalam era global. Era global

menurut kesiapan kita untuk siap berubah menyesuakan perubahan zaman dan

mampu mengambil setiap kesempatan. Budaya tradisional di indonesia

sebenarnya lebih kreatif dan tidak bersifat meniru, yang menjadi masalah adalah

mempertahan jati diri bangsa. Sebagi contoh sederhana, budaya gotong royong di

indonesia saat ini hampir terkikis habis, individual dan tidak mau tahu dengan

orang lain adalah cerminan yang tanpak saat ini. Perlu dipikirkan agar

kebudayaan kita tetap dapat mencerminkan kepribadian bangsa. Kebudayaan

tradisional adalah sebuah warisan luhur.

Perkembangan globalisasi, kebudayaan tradisional mulai mengalami

erosi. Orang, anak mudah utamanya lebih senang menghabiskan waktunya

mengakses internet dari pada mempelajari tarian dari kebudayaan senidri.

Orang akan merasa bangga ketika dapat meniru gaya berpakaian oarang barat

dan menganggap budayanya kuno dan ketinggalan. Globalisasi akan selalu

memberikan perubahan. Kita lah yang harus meneliti apakah budaya-budaya

tersebut bersifat positif ataupun bersifat negatif.

2.3 Kebudayaan Osuleng

2.3.1 Pengertian Osuleng

Istilah Osuleng berasal dari bahasa daerah banggai yang pada dasarnya

terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu “osu” yang berarti amanat atau pesan dan

“uleng” yang berarti bicara atau bertutur kata. Jadi dapat disimpulkan bahwa

“osuleng” berarti menyampaikan pesan yang sifatnya lisan kepada orang lain.

Upacara budaya osuleng adalah salah satu upacara budaya masyarakat

desa oluno kecamatan bulagi Kabupaten Banggai kepualauan

yang mempunyai nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat desa oluno,

Inti Upacara budaya ouleng adalah Ritual Tolak Bala (musibah) agar

terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh budaya osuleng.

2.3.2 Karakteristik dan Fungsi Budaya Osuleng

a. Antar generasi

Sebagai bagian dari budaya yang ada di Desa Oluno Kecamatan

Bulagi Kabupaten Banggai, budaya osuleng memilik keterkaitan memiliki

keterkaitan antar satu generasi dengan generasi berkutnya, denga kata lain

pendukung budaya osuleng adalah antar generasi. Sejak lama masyarakat

desa oluno telah menggunakan budaya osuleng disaat pelaksanaan adat

perkawinan.

Dari hal tersebut diatas, sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu

masyarakat banggai selalu menggunakan budaya osuleng pada saat

pelaksanaan adat pernikahan, namun dengan perubahan lingkungan dan

perkembangan zaman budaya seperti ini sudah mengalami pergeseran,

namun tetap saja budaya tersebut masi diakui keberadaannya.

Namun berbeda halnya dengan yang terjadi di desa oluno, dimana

budaya osuleng sampai sekarang ini masih tetap dilaksanakan bahkan

dijadikan sebagai suatu yang sifatnya sakral.

b. Pembentuk identitas dan jati diri

Nilai budaya osuleng sebagai nilai yang terus berada pada

masyarakat banggai mempunyai arti yang cukup penting dalam menjaga

identitas dan jati diri masyarakt banggai.

c. Pembangun solidaritas masyarakat

Sebagai pembangun identitas dan jati diri masyarakat banggai, maka

nilai tradisonal budaya osuleng sering dapat berfungsi sebagai pembentuk

solidaritas antar masyarakat. Hal ini sangat terasa bila ada suatu kegiatan

adat perkawinan, masyarakat akan rindu terhadap budaya osuleng yang

mengandung nilai seni khususnya tariannya.

d. Sistem kepercayaan dan adat-istiadat

Nilai tradisional budaya osuleng sangat lekat dengan sistem

kepercayaan dan adat-istiadat. Karena berkaitan dengan hal yang dipercaya

kebenarannya, maka budaya osuleng merupakan wujud kebudayaan yang

sulit berubah.

2.4 Sistem Sosial Budaya

Suatu sistem sosial pada dasarnya tiada lain adalah suatu sistem dari

pada tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi diantara

berbagai individu yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan,

melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum yang

disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Adapun standar penilaian

umum tersebut adalah ada yang dikenal sebagai norma-norma sosial. Norma-

norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial.

Tujuan analisis membedakan atau dapat dibedakan antara sistem sosial

dengan sistem budaya dan kepribadian. Sistem Kepribadian dimaksudkan

aspek-aspek kepribadian manusia yang memiliki kesan terhadap tingkah laku

para individu. Sistem Budaya itu meliputi kepercayaan, sistem nilai-nilai dan

norma, ekspresi keindahan, dan cara berkomunikasi. Sistem Sosia lmerupakan

konsep untuk menelaah asumsi-asumsi dasar dalam kehidupan masyarakat.

Kita telaah sebuah kendaraan bus ini sedang melaju mempunyai roda,

mesin, lampu, rem, sopir, dan penumpang. Bila menghendaki bus tersebut

berfungsi secara lancar maka komponen-komponen di atas harus ada. satu

komponen saja dapat menyebabkan bus itu tidak berfungsi secara baik.

Komponen-komponen bus itu dapat diibaratkan dengan komponen-komponen

masyarakat sebagai sistem sosial.

Sebagai contoh, roda diibaratkan sebagai sumber perekonomian.

Mesin diibaratkan sebagai pemerintah yang menjadi dinamisator atau

penggerak masyarakat. Lampu diibaratkan sebagai pendidikan yang berfungsi

sebagai alat penerangan, sebagai sumber pengetahuan yang memberi jawaban

tentang hal-hal yang tidak jelas, dan untuk membuka tabir kegelapan dalam

masyarakat. Kemudi dan rem dapat diibaratkan sebagai agama atau norma-

norma yang akan berfungsi menentukan arah dan gerak pembangunan, serta

mencegah gerak tersebut terlalu cepat atau menyimpang. Penumpang dapat

diibaratkan sebagai keluarga-keluarga dalam masyarakat dimana terdapat

kelas-kelas, baik ditinjau dari penguasaan sumber daya, tingkat sosial dan

kekayaan dan lain-lain. Selanjutnya, sopir atau pimpinan masyarakat tersebut

yang mengendalikan geraknya. Suatu sistem sosial yang menjadi pusat

perhatian berbagai ilmu sosial pada dasarnya wadah dari proses-proses pola

interaksi sosial.

Banyak orang mengartikan konsep sistem kebudayaan itu dalam arti

yang terbatas sebagai sebuah pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang

memenuhi hasratnya akan keindahan dan dengan singkat, sistem kebudayaan

adalah kesenian.

Dalam arti seperti itu konsep sistem kebudayaan memang terlalu

sempit. Sebaliknya para ahli sosial mengartikan konsep sistem kebudayaan

tersebut dalam arti amat luas, yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil

karya manusia yang berakar kepada nalurinya dan karena itu, hanya bisa

dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar

Unsur-unsur terbesar dari kebudayaan yang universal yang pasti bisa

ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat

pedesaan yang terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan

kompleks.

Unsur-unsur yang universal itu merupakan isi dari kebudayaan yang

ada di dunia ini adalah :

1. Sistem religi dan upacara keagamaan,

2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan,

3. Sistem pengetahuan,

4. Bahasa,

5. Kesenian,

6. Sistem mata pencaharian hidup,

7. Teknologi dan peralatan.

Ketujuh unsur kebudayaan universal itu mencakup seluruh

kebudayaan makhluk manusia dimanapun juga di dunia dan menunjukkan

ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya. Adapun

perbedaannya terletak pada kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna

daripada kebudayaan masyarakat lain di dalam perkembangannya untuk

memenuhi segala keperluan masyarakat.

Dalam hubungan ini, maka biasanya diberi nama “peradaban”

(civilization). Dalam taraf perkembangan teknologi yang lebih tinggi sering

pula istilah peradaban dipergunakan untuk menyebut suatu kebudayaan yang

mempunyai sistim teknologi seni bangunan, seni rupa, sistim kenegaraan, dan

ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.

Definisi sistim sosial budaya banyak diterima karena kenyataannya

suatu sistem terdiri atas beberapa sub sistem atau bagian. Contoh sistem sosial

atau (sistim kemasyarakatan sebagai wadah kehidupan bersama manusia yang

berproses) dapat terdiri atas beberapa sub sistem yaitu sub sistem politik,

ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lain sebagainya. Komponen-komponen

atau sub sistem itu saling berinteraksi dan saling berhubungan membentuk

suatu kesatuan sehingga tujuan atau sasaran sistem tersebut dapat tercapai.

Pengertian sosial budaya mengandung makna sosial dan budaya.

Sosial dalam arti masyarakat atau kemasyarakatan berarti segala sesuatu yang

bertalian dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang

atau kelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur, organisasi,

nilai-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya

2.5 Individu, Keluarga, Masyarakat, dan Kebudayaan

a. Konsep individu dan konsep keluarga

Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh

tiga aspek yaitu aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial.

Dalam perkembangannya menjadi 'manusia'

Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam

keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media

transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada

anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga di

mana dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang

maksud dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukanlah merupakan

fenomena yang tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di

dalam pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh

sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga ini.

Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang terjadi, pranata

keluarga ini akan tetap survive.

b. Konsep masyarakat dan konsep kebudayaan

Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan

kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan.

Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan

kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut

meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan

bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi,

pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok.

Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa yang dinamakan

masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu dan

peternak, holtikultura, petani, dan industri.

Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur

persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial.

Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara

yang pada dasarnya bertujuan untuk mengontrol tingkah laku warga

masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati

bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati

bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh

masyarakat selalu berubah di mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun

makro.

Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah

kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di

dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang

dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem

sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan

untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau

kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses

internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

2.6 Perkawinan

2.6.1 Pengertian Perkawinan

Manusia sebagai mahluk berbudaya mengenal adat perkawinan yang

dipatuhi untuk memperoleh pengakuan secara sah dari masyarakat atas pemen

uhan kebutuhan dan rohani bersama manusia lawan jenisnya. Pada hakekatnya

perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi pria dan wanita dalam

lintasan hidupnya. Melalui perkawinan seorang mengalami perubahan status

sosial, yaitu dari status bujangan menjadi status perkawinan atau berkeluarga,

dan diperlukan sebagian anggota penuh oleh masyarakat.

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1997, bahwa

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa

(http.hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm)

Berdasarkan hal tersebut diatas, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara suami istri yang bertujuan

untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, atau bisa di katakan bahwa

perkawinan adalah hubungan langsung seorang pria dengan seorang wanita

yang memiliki janji untuk dipertanggung jawabkan.

2.6.2 Bentuk - Bentuk Perkawinan

a. Perkawinan eksogami

Secara umum pada bangsa-bangsa di dunia ini dikenal adanya

larangan mengadakan hubungan perkawinan diantara keluarga yang dekat

pertalian darahnya, larangan ini terutama berlaku didalam keluarga sendiri,

misalnya ayah dan anaknya perempuan, kakak dan adik dan sebagainya.

Pada dasarnya bahwa dimana saja keluarga sama harus eksogami

yaitu perkawinan yang terjadi diluar lingkungan keluarga sendiri.

Pandangan terhadap keharusan ini disebut incost, atau kejahatan darah.

Dan menurut kepercayaan umum hal ini akan mendatangkan malapetaka

dan bencana alam yang besar. Bencana ini hanya dapat ditolak dengan

menjatuhi hukuman yang berat kepada mereka yang melakukan incost.

Eksogami mengandung arti bebas artinya orang dari suatu clen

bebas memilih jodohnya yang berasal dari luar clennya sendiri. Selain itu

pula eksogami terbatas yang berarti dari clen mana jodohnya itu harus

dipilih, sudah ditentukan sebelumnya.

b. Perkawinan endogami

Endogami mengandung arti seorang laki-laki diperbolehkan kawin

dengan golongan atau suku sendiri. Sistem ini sering dikenal dengan suatu

keharusan dan sering pula hanya merupakan suatu keutamaan. Pelanggaran

terhadap hal ini memang sering menimbulkan rasa kecewa akan tetapi

bukan merupakan suatu kejahatan. Meskipun dalam suku itu endogami,

namun larangan dengan anggota keluargapun tetap ada.

Adapun maksud dari perkawinan endogami adalah untuk menjaga

laki-laki sebagai suami tetap diam (bertempat tinggal) di desanya. Mungkin

juga supaya warisan masih tetap dipegang dalam lingkungannya sendiri.

Atau juga menjaga kemurnian darah dari golongan itu sendiri.

2.7 Konsep Masyarakat

Pada dasarnya masyarakat bukan sekedar sekumpulan manusia semata

tanpa ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu dengan yang

lainnya. Setiap individu mempunyai kesadaran akan keberadaan di tengah-tengah

individu yang lainnya. Sistem pergaulan didasarkan atas kebiasaan dalam

kehidupan sehari-hari dapat terjalin dengan baik.

Menurut Ralp Linton, (dalam Abu Ahmadi, 1986;56) mengemukakan

masyarakat adalah “setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan

bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir

tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”.

Dalam kehidupan masyarakat, manusia dituntut untuk mengedepankan

kelompok dari pada kepentingan pribadinya sendiri. Dalam tatanan

implementasi, setiap individu harus menyadari bahwa dia merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari unsur kemasyarakatan sehingga setiap tingkah laku

perbuatannya harus melalui berbagai pertimbangan sehingga tidak mengabaikan

statusnya sebagai salah satu unsur dalam masyarakat.

J. L. Gillin dan J.P. Gillin (dalam Abu Ahmadi, 1986;56), mengatakan

bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai

kebiasaan, tradisi, sikap dan persaan persatuan yang sama.

Terbentuknya masyarakat dapat pula didorong oleh faktor sosial, yaitu

toleransi dan tolong menolong. Manusia dilahirkan sudah mempunyai dua hasrat

pokok yaitu; (1) hasrat uuntuk hidup bersama dengan manusia lain, (2) hasrat

untuk bersatu dengan suasana alam sekitarnya.

Ada tiga alternatif corak dan arah hubungan individu dengan masyarakat,

yaitu:

a. Individu memiliki status yang relatif dominan terhadap masyarakat;

b. Masyarakat memiliki status yang relatif dominan teerhadap individu; dan

c. Individu dan masyarakat saling tergantung.

Masyarakat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:(a) masyarakat

dapat dilihat sebagai penduduk yang menghuni suatu daerah tertentu, (b)

masyarakat dapat dilihat sebagai kesatuan dari beberapa orang, (c) masyarakat

dapat dilihat sebagai corak-corak perhubungan yang terjadi antar warganya

(masyarakat), dan (d) dari corak hubungan yang terjadi terdapat nilai-nilai

budaya dan norma-norma aturan kaidah yang berfungsi mengatur hubungan antar

warga masyarakat tersebut.

A. Masyarakat Multikultural

Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas beragam

suku bangsa dan budaya. Masyarakat indonesia tergolong masyarakat

multikultural, karena masyarakatnya sangat majemuk dalam suku bangsa, ras,

klan, agama, mata pencaharian, adat-istiadat, golongan politik, dan

sebagainya. Walaupun masyarakat Indonesia sangat majemuk, tetapi hidup

bersatu secara damai dan berdampingan dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Masyarakat multicultural Indonesia ini oleh Mpu

Tantular diungkapkan dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika, yang berbeda-

beda tetapi tetap satu.

Multikultural merupakan suatu tantangan yang mengedepankan

majemuknya nilai-nilai, kelompok sosial, dan struktur sosial. Dalam

kesadaran pluralisme, manusia dihadapkan pada proses pembelajaran yang

terus-menerus bergulir sepanjang hidupnya terhadap sesuatu di luar pribadi

dan identitas monokulturnya. Dalam kedua konteks itu (manusia dan

multikultur), banyak perbenturan yang bisa terjadi. Tetapi, itu adalah impact

yang tidak bisa dihindari karena yang mau dicirikan manusia sebagai realitas-

realitas human being, manusia sebagai yang berakal budi. Konsep

multikultural saat ini menjadi kerinduan sosiologis ketika globalisme begitu

deras mendera semua bangsa dan negara, menjadi harapan ketika banyak

bangsa mengalami krisis identitas dan perpecahan, menjadi alternative di

tengah chaos dan ketidakpastian hidup. Kita merupakan dari situasi yang

mencoba merekatkan krisis identitas itu. Ketika multikultur menjadi bagian

dari isu global, maka sebagai manusia yang merindukan tatanan nilai harmoni,

miltikultur manjadi harapan baru dalam membangun reidentifikasi

keindonesiaan kita.

Apa yang disebut sebagai multikultur sesunguhnya merupakan bagian

dari fakta sejarah manusia. Kondisi geografis, agraris, dan maritim

menemukan sinkretismenya dalam perilaku budaya profetis, moral, dan

perilaku pergaulan dalam persatuan nusantara. Fakta sejarah membuktikan

bahwa kebersamaan dan keberagaman itu telah lama terjalin dalam bingkai

semangat kemanusiaan sebagai bagian yang utuh dari hidup penuh nilai dan

keberbedaa. Dalam lingkup yang paling kecil, kenyataan historis itu dapat

dilihat di Kubu tambahan, Buleleng, bali tempat situs-situs yang

mencerminkan kehidupan multikultur tertandai dari abad ke 13.

Ketika isu multikultur merebak sebagai alternativ untuk

membenangmerahi kesadaran hidup dalam keberagaman etnis dan budaya,

maka sesunguhnya itu bukanlah hal baru bagi bangsa Indonesia. Multikultur

tidak hanya menempatkan keberagaman dalam konteks sinkretisme fisik,

melainkan telah tertanam dalam relasi-relasi rohani. Multikultur bagi mereka

adalah kesadaran yang memahami satu sama lain sebagai bagian utuh dari

rasa kemanusiaan, bagian utuh dari tatanan yang meletakkan satu dengan

yang lain saling memperkaya bangunan kebudayaan secara menyeluruh.

Dalam hubungan konteks kekinian, multikultur bukanlah suatu nilai dan

tatanan baru di negeri ini, karena ia adalah realitas sejarah bangsa Indonesia.

Dalam ikhtiar membangun rasa keindonesiaan ini, kita semua sangat

membutuhkan kesadaran sejarah itu, bahwa di tengah krisis identitas, chaos di

segala lini kehidupan, multikultur sangat perlu dikembalikan saat ini guna

mendapat keharmonisan tatanan kehidupan di tengah keberagaman.

Apabila kita mempersoalkan tentang dimana saat tertuju pada proses

pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh

masyarakat Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat memberikan

manfaat dari hasil pelajaran yang dilaksanakan. Para ahli banyak

mengemukakan pendapatnya tentang kelompok sosial dari sudut pandang

yang berbeda namun mempunyai tujuan yang sama

Menurt Sherif, (http.kuliahtantan.wordpress.com.sosial-3.nurisannisa)

kelompok sosial adalah suatu kesatuan yang terdiri atas dua individu atau

lebih yang mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur,

sehingga di antara mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-

norma yang khas bagi kesatuan sosial tersebut.

Dewasa ini kita semua menerima pendapat bahwa dalam kehidupan

sehari-hari manusia tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ia

selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga kepribadian

individu, kecakapan-kecakapannya, cirri-ciri kegiatannya baru menjadi

kepribadian individu yang sebenar-benarnya apabila keseluruhan system

psycho-physik tersebut berhubungan dengan lingkungannya.

B. Komunitas

Kehidupan masyarakat dalam pengertian komunitas terdapat ikatan

solidaritas antara individu. Ikatan solidaritas ini biasanya ditentukan oleh

kesamaan-kesamaan tertentu, seperti asal daerah yang mencakup kesamaan

dalam hal perasaan, adat, istiadat, bahasa,norma-norma sosial, dan cara-cara

hidup bersama pada umumnya. Komunitas dapat juga disebut sebagai

kelompok primer, yaitu kehidupan masyarakat atau kelompok sosial, dimana

hubungan antara anggotanya bersifat langsung (face to face) dan sangat dekat,

erat dan intim. Komunitas mempunyai ciri khusus yang merupakan garis

tengah antara sudut pandang statis dan sudut pandang dinamis. Meskipun

pada sudut pandang yang dinamis dapat disebut sebagi masyarakat

kepentingan, akan tetapi ia bukan merupakan terjemahan letter lux daripada

pengertian sentiment, melainkan ia juga dibatasi oleh unsur waktu dan lokasi

(tempat).

Hasan Sadilly (http:///2009/05/pengertian-komunitas) menyatakan

bahwa syarat yang masih bisa dipertahankan sebagai ciri community adalah

“ketentuan kebutuhan hidupnya, dimana anggota-angotanya hanya mencari

kepuasan tertentu saja berdasarkan adat kebiasaan dan sentiment (faktor

primer), kemudian diikuti atau diperkuat pula oleh faktor lokalitas (faktor

sekunder). Sesuai dengan konsep sosiologi yang menyatakan bahwa manusia

itu tidak hidup sendri, maka syarat mutlak bagi manusia dalam hidupnya

adalah sebagai mahluk sosial.

Manusia baru bisa berarti dalam hidupnya kalau ia bukan sekedar

oknum atau sebagai human being belaka, yaitu bukan sekadar dalam arti

biologis, tetapi dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu hidup

bermasyarakat dan berkebudayaan. Manusia dalam hidupnya sangat

tergantung pada keberadaan orang lain, dengan harapan dapat memperkat

langkah perjuangan hidupnya antara sesama anggota yang memiliki nasib

yang relatif sama. Cara berfikir komunitas semacam ini pada umumnya

cenderung bertindak secara suka rela, dan pasrah pada kenyataan yang hadir

dalam kehidupan bersama mereka.

C. Kelompok Sosial Masyarakat

Sejak lahirnya manusia sudah di lukiskan dalam suatu kelompok yang

intim yaitu keluarga. Selanjutnya kemudian ia mulai bergaul dengan

kelompok yang diluar keluarganya sesuai dengan perkembangan usianya.

Pada kelompok inilah seseorang manusia pertama-tama mengenal apa yang

disebut sosialisasi yang akan menentukan perkembangan pribadi dalam

kelompok.

Kelompok sosial adalah hubungan dua orang yang ada hubungan

psikologis yang menyolok. Berarti terbentuknya kelompok karena adanya

kontak dan komunikasi yang baik antara individu dengan individu lain. Jadi

kelompok-kelompok yang mengadakan kontak ini tidak hanya menunjukan

adanya kriteria dan tanda identifikas, tetapi juga dapat membentuk struktur

interaksi.

Ikatan positif yang menjalin hubungan antara beberapa kelompok

kedalam suatu sistem sosial yang luas sangat trgantung pada sifat budanya

yang saling melengkapi. Hubungan antara kelompok dapat menimbulkan

saling ketergantungan atau kondisi simbiosis. Jadi kelompok adalah kumpulan

dua orang atau lebih yang membentuk suatu organisasi untuk tujuan bersama.

Dan terbentuknya kelompok sosial dalam masyarakat karena adanya interaksi

antara individu satu dengan individu lain.