bab ii kajian teori 2.1 efektivitas kerja 2.1.1...

25
7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Efektivitas Kerja 2.1.1 Pengertian efektivitas kerja Efektivitas kerja merupakan suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian efektivitas menurut para ahli diantaranya sebagai berikut. menurut Siagian (2007:24) efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya. Apabila dicermati bahwa efektivitas kerja pada suatu organisasi baik swasta maupun pemerintah maka sasarannya tertuju pada proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh para pegawai itu sendiri. kegiatan yang dimaksud adalah usaha yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi organisasi tersebut. Istilah efektif (effektive) dan (efficien) merupakan istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Pada prinsipnya efektivitas individu para anggotanya didalam melaksanakan tugas sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi tersebut.

Upload: vokhue

Post on 15-Dec-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Efektivitas Kerja

2.1.1 Pengertian efektivitas kerja

Efektivitas kerja merupakan suatu keadaan tercapainya tujuan yang

diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian efektivitas menurut para ahli

diantaranya sebagai berikut. menurut Siagian (2007:24) efektivitas adalah

pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang

secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas

jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi

tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin

mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya. Apabila dicermati bahwa

efektivitas kerja pada suatu organisasi baik swasta maupun pemerintah maka

sasarannya tertuju pada proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan

yang dilakukan oleh para pegawai itu sendiri. kegiatan yang dimaksud adalah

usaha yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi organisasi

tersebut. Istilah efektif (effektive) dan (efficien) merupakan istilah yang saling

berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Pada prinsipnya efektivitas individu para anggotanya didalam melaksanakan tugas

sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi

tersebut.

8

Sehubungan dengan hal tersebut para ahli mengemukakan definisi tentang

efektivitas sebagai berikut, menurut Umar (2003:121) efektivitas merupakan

harapan yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.

Sedangkan menurut Hadyaningrat (1989:38) efektivitas adalah kemampuan

seseorang atau sekelompok orang yang sedang melaksanakan aktivitas untuk

mendapatkan atau melahirkan hasil dari kegiatan itu. Disamping itu Schermerhon

(1998:5), mengatakan bahwa efektivitas kerja merupakan suatu ukuran tentang

pencapaian suatu tugas dan tujuan.

Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan

dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, dan efisien apabila pekerjaan tersebut

dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, maka jelas

bahwa sesungguhnya efektivitas kerja tidak lain adalah seorang atau beberapa

orang khususnya pegawai dalam satu unit organisasi atau perusahaan untuk dapat

melaksanakan tujuan yang dicapai dalam suatu sistem yang ditentukan dengan

suatu pandangan untuk memenuhi kebutuhan sistem itu sendiri. Berdasarkan

pendapat-pendapat diatas juga, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah

kemampuan seseorang atau beberapa orang yang terdapat dalam suatu kelompok

ataupun organisasi untuk dapat melahirkan suatu kegunaan atau manfaat dari apa

yang dikerjakan. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka efektivitas yang

dimaksud adalah kemampuan pemimpin dan pegawai pada kantor Camat Telaga

Biru Kabupaten Gorontalo dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan

dengan menggunakan manfaat sumber daya dan potensi yang tersedia di kantor.

9

Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic assumption

tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata kerja dapat diidentifikasi berbagai

pernyataan sebagai berikut:

1. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau system kontraktual,

kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang;

2. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja sebagai sumber

nafkah merupakan anggapan dasar masyarakat umumnya;

3. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan hobi atau

sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure, sampai pada SDM yang

workaholic;

4. Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi berkaitan dengan status

sosial dan jabatan. Jabatan seseorang struktural misalnya, jauh lebih

diidamkan ketimbang jabatan fungsional;

5. Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan peran, cita-cita

atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut anggapan dasar ini, lebih baik

jadi kepala ayam ketimbang ekor sapi;

6. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan bakat. Dan

sini tumbuh profesionalisme dan pengabdian kepada kerja;

7. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan tulus, tanpa

pamrih;

8. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan dengan kerja;

9. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan

di dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan

10

nama Tuhan dan bukan kepada manusia. Oleh karena itu orang bekerja

penuh antusias;

10. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan

perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan. (Gering

supriadi,dkk., 2006: 6)

Pengertian atau definisi dari kerja adalah semua aktivitas yang secara

sengaja dan berguna dilakukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya,

baik sebagai individu maupun sebagai umat keseluruhan. Studi ergonomi

berkaitan dengan kerja manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengevaluasi dan

merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan agar dapat

memberikan peningkatan efektifitas dan efesiensi. Selain juga kenyamanan

ataupun keamanan bagi pekerjanya dalam melakukan suatu pekerjaan.

2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas kerja

Sutarto dalam Tangkilisan (2002:60), mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi efektivitas adalah faktor internal dan eksternal dapat

digambarkan pada skema teori berikut:

(Gambar 2.1, Sutarto dalam Tangkilisan, 2002:60)

Faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas

Faktor Internal Faktor Ekternal

11

1. Faktor internal.

Faktor internal ini meliputi sebagai keseluruhan faktor yang ada dan

berkaitan dengan organisasi itu sendiri terdapat sekelompok orang yang

melakukan aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, faktor-faktor itu

saling mempengaruhi lebih jauh diuraikan pula bahwa terdapat azas-azas penting

dalam faktor internal sebagai berikut: (a) Departemenisasi, kegiatan menyusun

satuan-satuan organisasi, (b) Fleksibilitas, keadaan dimana struktur organisasi

mudah diubah untuk disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan yang datangnya

dari lingkungan organisasi, (c) Rentangan kontrol, terbanyak satuan bawahan

langsung yang dapat dipimpin dengan baik oleh atasan, (d) Berkelangsungan,

kondisi organisasi untuk memberikan dukungan dengan berbagai sumber daya

yang dimilki agar aktivitas organisasi berjalan terus, (e) kepemimpinan, (leading)

yaitu proses pemerintah dan mempengaruhi agar kegiatan atau pekerjaan yang

saling terkait dapat diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi, (f)

keseimbangan, satuan-satuan organisasi ditempatkan pada struktur organisasi

sesuai dengan perannya.

2. Faktor eksternal.

Faktor eksternal mencakup suatu jaringan hubungan-hubungan pertukaran

dengan sejumlah organisasi dan melibatkan diri dengan transaksi-transaksi dengan

tujuan untuk memperoleh dukungan, mengatasi hambatan, melakukan pertukaran

sumber daya, menata lingkungan organisasi yang konduktif dan proses

transformasi nilai inovasi maupun norma sosial yang ada.

12

Jones (dalam Tangkilisan, 2002:64), mengemukakan tiga faktor yang

mempengaruhi efektivitas organisasi maupun norma-norma sosial yang ada yaitu:

(a) lingkungan organisasi, dimana organisasi beroperasi selalu berhadapan

dengan sistem yang tidak menentu bagi yang meliputi dukungan pelanggan,

pemasok bahan-bahan maupun tantangan dari pelaku yang lain, (b) lingkungan

teknologi, dimana organisasi dapat bertahan jika mampu memberikan pelayanan

dan produk yang sebaik-baiknya dan untuk mencapai hal itu maka dibutuhkan

penyesuaian yang tepat guna, (c) proses organisasi, dimana organisasi akan

mampu berkembang bila menerapkan strategi yang tepat untuk keluar dari suatu

krisis yang dialaminya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa faktor internal yang

terdiri dari indikator kepemimpinan (Leader) berpengaruh terhadap efektivitas

kerja. Adapun empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, seperti yang

dikemukakan oleh Steers (1985:8), sebagai berikut:

1. Karakteristik Organisasi, adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti

susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur

merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan

sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari

suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan

tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah

lingkungan eksteren yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi dan

sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan

13

dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan interen yaitu yang

dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan

dalam organisasi.

3. Karakteristik Pekerja, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

efektivitas. Didalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan,

akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya

mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan

keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu

dan tujuan organisasi. Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi

yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun tehnologi

yang digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya

struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada

gunanya.

4. Karakteristik Manajemen, adalah strategi dan mekanisme kerja yang

dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang didalam organisasi sehingga

efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan

manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.

Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategi, pencarian dan

pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses

komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi

terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

Dengan makin rumitnya proses teknologi dan perkembangannya

lingkungan maka peranan manajemen dalam hal ini kepemimpinan dalam

14

mengkoordinasi orang sangatlah perlu guna meningkatkan efektivitas kerja

organisasi.

2.2 Kepemimpinan

2.2.1 Pengertian Kepemimpinan.

Konsep pemimpin berasal dari kata asing “leader” dan kepemimpinan

“leadership”. Hasibuan (2006:43) mengatakan bahwa pemimpin adalah seorang

dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk

mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuannya. Sedangkan

menurut davis and Filley (dalam Hasibuan 2006:43) pemimpin adalah seseoarang

yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu

pekerjaan memimpin. Menurut Hasibuan (2006:43) “Kepemimpinan adalah cara

seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan

bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi”. Secara

sempit pengertian kepemimpinan menurut Kartono (2005:5) mengandung arti

pemerintah, memegang kekuasaan, seorang pemimpin yang dapat mengatur atau

mengatur segala sesuatu yang berhubungan organisasi atau instansi yang

dipimpinnya demi tercapainya suatu tujuan tertentu. Kemudian Freeman dan

Taylor (dalam Sutarto 1998:13) memberikan pengertian kepemimpinan yakni

“leadership is the ability to create group action toward and organizational

objective with maximum effectiveness and cooperation from each individual”

(kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok

mencapai tujuan organisasi dengan efektivitas maksimum dan kerja sama dari

tiap-tiap individu).

15

Berdasarkan beberapa defenisi di atas menurut Rivai (2010:7), maka ada

empat teori pendekatan yang tercakup di dalam kepemimpinan (Leadership) :

1. Pendekatan berdasarkan sifat-sifat kepribadian, sosial, fisik atau intelektual

yang membedakan pemimpin atau bukan pemimpin. Kepemimpinan itu

dibawa sejak lahir atau merupakan bakat bawaan. Misalnya ditemukan enam

macam sifat yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin yaitu

ambisi dan energi, keinginan untuk memimpin, kejujuran dan integritas, rasa

percaya diri, intelegensi, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.

2. Kepemimpinan berdasarkan pendekatan tingkah laku yaitu tertentu yang

membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Maka yang melahirkan

pemimpin bisa dengan mendesain sebuah program khusus.

3. Kepemimpinan berdasarkan pendekatan kemungkinan atau situasional bukan

berdasarkan pada sifat atau tingkah laku seorang pemimpin akan tetapi

efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh situasi tertentu, demikian pula

pada situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain pula,

4. Kepemimpinan pendekatan kembali kepada sifat atau ciri dari suatu

perspektif yang berbeda yaitu melainkan didasarkan pada kemampuan

seorang pemimpin dibandingkan dengan orang lain.

Selanjutnya, menurut Kartono (2005:7) agar terjadi ketertiban dalam

kegiatan organisasi, maka perlu ada pengaturan mengenai pembagian tugas, cara

kerja dan hubungan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain, serta

pribadi satu dengan yang lain. Maka kegiatan pengaturan dalam organisasi itulah

16

yang disebut administrasi, yang perlu dikendalikan atau dipimpin oleh seorang

administrator atau pemimpin.

Dari berbagai defenisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan antara pemimpin dan pimpinan. Adapun perbedaan keduanya adalah

pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan mempengaruhi orang lain

dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan pimpinan adalah orang yang

menduduki jabatan dalam suatu organisasi atau birokrasi. Kemudian peneliti dapat

menyimpulkan bahwa pada intinya kepemimpinan ialah suatu proses

mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.2.2 Fungsi Kepemimpinan.

Fungsi seorang pemimpin tidak hanya terbatas pada koordinasi tetapi

mencakup segala bidang atau aspek yang ada didalam satu wadah. Apabila

pemimpin ini dapat menjalankan tanggung jawab yang besar dan motivasi para

bawahan, maka pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin yang berhasil dalam

menghimpun suatu wadah. Adapun peran pemimpin tersebut yaitu seorang

pemimpin bisa menjadi komunikator, mediator, dan integrator dalam organisasi

yang dipimpinnya. Gambaran umum yang dihubungkan dengan fungsi pemimpin

sebagai komunikator yakni suatu proses pemeliharaan hubungan yang baik

kedalam maupun keluar oleh seorang pemimpin melalui komunikasi baik lisan

maupun tulisan. Dikemukakan oleh Rivai (2010:34), fungsi kepemimpinan selalu

berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau

organisasi dengan interaksi antar individu didalam aktifitasnya masing-masing

oleh seorang pimpinan.

17

Siagian (2007:47) mengemukakan lima fungsi kepemimpinan yaitu :

1. Pemimpin sebagai penentu arah, yaitu sebagai penentu arah yang hendak

ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya sedemikian rupa sehingga

mengoptimalkan pemanfaatan segala sarana dan prasarana yang tersedia.

2. Pemimpin sebagai wakil atau juru bicara, yaitu pemimpin merupakan puncak

organisasi menjadi wakil dan juru bicara resmi organisasi dalam hubungan

dengan berbagai pihak di luar organisasi.

3. Pemimpin sebagai komunikator yang efektif, yaitu suatu proses pemeliharaan

hubungan yang baik ke dalam maupun keluar oleh seorang pimpinan melalui

komunikasi baik lisan maupun tertulis.

4. Pemimpin sebagai mediator yang handal, yaitu seorang pimpinan yang

berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan situasi konflik yang

mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi pentingnya situasi

konflik dalam hubungan keluar yang dihadapi dan diatasi.

5. Pemimpin sebagai integrator yang aktif, yaitu kepemimpinan berfungsi

sebagai penyatu dari berbagai individu dan kelompok yang berbeda pola pikir

dan cara bertindak yang berkotak-kotak menuju pada tujuan bersama.

Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai

dengan fungsinya, adapun fungsi kepemimpinan menurut Nawawi (2006:75) ini

adalah :

1. Fungsi Instruktif adalah fungsi yang bersifat komunikasi satu arah. Dengan

fungsi ini seorang pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan dan

memberikan perintah kepada bawahannya.

18

2. Fungsi konsultatif, dalam fungsi seorang pimpinan diharapkan mampu

mengarahkan dan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk

menyampaikan saran dan pendapat agar apa yang diperintahkan dapat

dijalankan dengan baik.

3. Fungsi Partisipasi, dalam fungsi seorang pimpinan dapat memberikan

motivasi atau semangat kerja bagi para bawahannya.

4. Fungsi Delegasi adalah seorang pemimpin hendaknya dapat memberikan

pelimpahan wewenang/memberikan kepercayaan kepada bawahannya yang

dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, agar dapat

berjalan secara efektif dan efisien.

5. Fungsi Pengendalian adalah seorang pemimpin yang mampu mengatur

aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif.

Sedangkan Rivai (2010:96), memberikan beberapa contoh tentang fungsi

kepemimpinan, yaitu:

1. Menciptakan visi dan rasa komunitas

2. Membantu mengembangkan komitmen dari pada sekedar memenuhinya

3. Menginspirasi kepercayaan, mengintegrasikan pandangan berlainan

4. Membantu pembicaraan yang cakap melalui dialog

5. Membantu menggunakan pengaruh mereka

6. Memfasilitasi

7. Memberi semangat pada yang lain

8. Menopang tim dan,

9. Bertindak sebagai model

19

Pada hakekatnya seorang pemimpin harus terlibat dalam pembuatan

keputusan-keputusan karena pada dasarnya sikap pegawai mempunyai pendapat

yang berbeda-beda dan karakter yang berbeda pula. Pembuatan keputusan ini

menjadikan keputusan-keputusan organisasi yang dibuat secara signifikan dan

berhubungan yang dipergunakan secara penuh untuk memikirkan sistem

pembuatan strategi organisasinya. Seorang pemimpin sebagai pengelola dapat

mengarahkan, membina, mempengaruhi, dan dapat bekerja sama, antar sesama

agar tujuan organisasi dapat terwujud.

Suatu organisasi tentunya memiliki seorang pemimpin dan pegawai yang

bertugas mengelola pekerjaan dalam organisasi tersebut secara bersama untuk

mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama.

Menurut Ghijeli dan Stokdil (Dalam Sutarto 1998:39) dapat dikatakan berprestasi

kepemimpinannya apabila memiliki sifat-sifat Intelegence (kecerdasan),

Supervisory ability (Kemampuan mengawasi), Inisiative (inisiatif), Self assurance

(Perlindungan diri atau ketegangan) dan individuality (Kepribadian).

Salah satu faktor penentu keberhasilan pemimpin tergantung pada faktor

pendekatan terhadap karyawan yang dipimpinnya. Dalam hal ini, Klekamp dan

Geding (dalam Sutarto 1998:26) berpendapat bahwa pendekatan kepemimpinan

dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

1. Teori kepemimpinan awal yang mencakup teori pendekatan turun-temurun,

pendekatan sifat fisik dan pendekatan latihan.

2. Teori kepemimpinan sifat.

3. Teori kepemimpinan situasional.

20

4. Teori kepemimpinan kontingensi, dan

5. Teori kepemimpinan Path-Goal.

Sedangkan Bernard (dalam Siswanto 2006:154) berpendapat bahwa

kepemimpinan memiliki dua aspek yang penting yaitu: (pertama) adalah

kelebihan individual tehnik kepemimpinan. Seseorang yang memiliki kondisi

fisik yang baik, memiliki keterampilan yang tinggi, menguasai teknologi,

memiliki ikatan yang baik serta imajinasi yang baik, serta imajinasi yang

meyakinkan akan mampu memimpin bawahan. (kedua) adalah keunggulan

pribadi dalam hal ketegasan, keuletan, kesadaran, dan keberhasilan.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti dapat memberikan kesimpulan

bahwa fungsi kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian mengikuti secara

sistematis dengan tingkah laku bawahan dengan pimpinannya yaitu kegiatan

penggerakan, membimbing secara perorangan maupun bersama-sama. Seluruh

kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran

dan tingkah laku orang lain kearah pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu,

fungsi kepemimpinan juga merupakan proses interaksi komunikasi dengan

petunjuk yang jelas antar seorang (pemimpin) dengan kelompok orang lain yang

menyebabkan seseorang itu dapat berbuat sesuatu dengan kehendak pemimpin.

2.2.3 Tipe-tipe Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif dan efesien akan terwujud apabila dijalankan

berdasarkan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin harus

berusaha menjadi bagian dari situasi kelompok atau organisasi yang dipimpinnya.

Dalam mewujudkan tujuan dan fungsi kepemimpinan secara internal maka akan

21

berlangsung suatu aktifitas kepemimpinan dan aktifitas tersebut akan dipilah-pilah

maka akan terlihat secara jelas kepemimpinan dengan pola masing-masing.

Pemimpin sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai karakter yang berbeda-beda

dapat menentukan jalannya sendiri. Organisasi yang dipimpinnya dapat

digolongkan dalam berbagai tipe atau bentuk yang dikemukakan oleh beberapa

pendapat dari para ahli sebagai berikut :

a. Tipe Otoritas (Autocrat)

Menurut Siagian (2007:159) otokrat berasal dari perkataan 0utus (sendiri)

dan kratos (kekuasaan) jadi otokrat berarti penguasaan obsolut. Kepemimpinan

otoritas berdasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus

dipatuhi. Dimana setiap perintah dan kebijakan yang ditetapkan tanpa

berkonsultasi dengan bawahannya harus dilakukan.

Seorang pemimpin yang autokratik adalah seorang yang sangat egois,

egoisme yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikan kenyataan yang

sebenarnya sehingga sesuai dengan keinginannya apa yang secara subjektif

diinterprestasikan sebagai kenyataan. Seorang pemimpin yang autikritis akan

menerjemahkan disiplin yang tinggi yang di tunjukan oleh para bawahannya

sebagai perwujudan kesetiaan para bawahannya. Egoisnya yang sangat besar

dapat menimbulkan persepsi bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan

pribadinya, dan oleh karena itu, organisasi diperlukannya sebagai alat untuk

mencapai tujuan pribadinya.

Menurut Terry (dalam Siswanto 2006:158) pemimpin yang bertipe otoriter

biasanya bekerja secara sungguh-sungguh, teliti dan cermat. Dimana pemimpin

22

bekerja menurut peraturan kebijakan yang berlaku, meskipun sedikit kaku dan

segala intrusinya harus dipatuhi oleh para bawahan. Para bawahan tidak berhak

untuk mengomentari apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin karena

pemimpin menganggap bahwa dialah yang bertindak sebagai pengemudi yang

akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi.

Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan

menujukan berbagai sikap yang menonjolkan “kekuasaan” antara lain:

1. Kencenderungan dalam memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat

lain dalam organisasi atau instansi lain.

2. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa

mengkaitkan pelaksana tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para

bawahan.

3. Pengabaian peran bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Efektivitas kepemimpinan yang otokritis dengan kekuasaan untuk

mengambil tindakan yang funitif. Biasanya, kekuasaan mengambil tindakan yang

funitif tidak lagi dimiliki oleh pemimpin yang otokratis, maka ketaatan para

bawahan segera mengendor dan kerja disiplin kerjapun segera merosot.

b. Tipe Peternalistik

Persepsi seorang pemimpin yang peternalistik tentang peranannya dalam

kehidupan organisasi dapat diwarnai oleh harapan para pengikutnya. Harapan itu

pada umumnya terwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan

sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layaknya dijadikan sebagai tempat

bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.

23

Ditinjau dari segi nilai organisasi yang dianut biasanya seorang pemimpin

yang peternalistik mengutamakan nilai kebersamaan, dalam organisasi yang

dipimpin oleh seorang pemimpin yang peternalistik kepentingan bersama dan

perlakuan terlihat sangat menonjol. Artinya seorang pemimpin yang bersangkutan

berusaha untuk memperlakukan semua orang yang terdapat dalam organisasi

seadil dan serata mungkin.

c. Tipe Kharismatik

Menurut Kartono (2005:155) tipe pemimpin kharismatik ini memiliki

kekuatan energi daya tarik yang bisa untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga ia

mempunyai pengikut yang besar jumlahnya.

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang di

kagumi oleh orang banyak pengikut tersebut tidak selalu menjelaskan secara

kongkrit mengapa tipe pemimpin yang kharismatik sangat dikagumi. Orang

cenderung mengatakan bahwa orang-orang tertentu yang memiliki “kekuatan

ajaib” dan menjadikan orang-orang tertentu di pandang sebagai pemimpin

kharismatik. Dalam anggota organisasi atau instansi yang di pimpin oleh orang

kharismatik, tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap perilaku dan gaya

yang digunakan oleh pemimpin yang kharismatik mengunakan otokratik para

bawahan tetap mengikuti dan tetap setia pada seorang pemimpin yang

kharismatik.

d. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis

24

menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan sugesti

bawahan. Seorang pemimpin yang berdemokratis dihormati dan disegani bukan

ditakuti karena perilaku pemimpin demokratis dalam kehidupan organisasional

mendorong pada bawahannya menumbuh kembangkan daya inovasi dan

kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh pemimpin demokratis mendengarkan

pendapat, saran bahkan kritik dari orang lain, terutama dari bawahannya.

Tipe kepemimpinan demokratis merupakan faktor manusia sebagai faktor

utama yang terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Tipe demokrasi ini

lebih menunjukan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat serta

perilaku menunjukan dan mengembangkan organisasi atau kelompok. Seorang

pemimpin mengikut sertakan seluruh anggota kelompok dalam mengambil

keputusan. Pemimpin perusahaan yang bersifat demikian akan selalu menghargai

pendapat atau kreasi bawahannya. Pemimpin memberikan sebagian para

bawahannya turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program yang akan

dicapai.

e. Tipe Militeristis

Dalam Kartono (2005:155) banyak mengunakan sistem perintah, sistem

komando dari atasan ke bawahan yang sifatnya keras, sangat otoriter dan

menghendaki bawahan agar selalu patuh. Tipe ini sifatnya kemiliteran, hanya

gaya warnanya yang mencontoh gaya kemiliteran tetapi dilihat lebih seksama tipe

ini mirip dengan tipe otoriter.

25

2.3 Perilaku Pemimpin

Dalam hubungannya perilaku pemimpin ini hal yang biasanya dilakukan

olehnya terhadap bawahannya atau pengikutnya yakni perilaku mengarahkan dan

perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh

mana seoarang pemimpin melibatkan komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan

dalam satu komunikasi satu ini antara lain menetapkan peranan yang seharusnya

dilakukan pengikut memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya

dikerjakan dimana melakukan hal tersebut.

Perilaku mendukung adalah sejauh mana seoarang pemimpin melibatkan

diri dalam komunikasi dua arah misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan

dorongan memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikut dalam

pengambilan keputusan. Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua

proses yang terpisah dan berbeda.

Adapun perilaku pemimpin menurut Nawawi (2006:103) ialah:

1. Pengambilan keputusan (Decision making)

Perilaku kepemimpinan ini menunjukan ciri sebagai berikut:

a. Merencanakan, memecakan masalah

b. Berkonsultasi dan mendelegasikan

2. Mempengaruhi orang lain

a. Memberi imbalan

b. Memotivasi dan memberikan inspirasi

3. Membangun hubungan

a. Membentuk jaringan, membangun tim

26

b. Membangun dan membimbing

4. Memberi dan mencari informasi

a. Menginformasikan

b. Menjelaskan memonitor

Kemudian Hersey dan Blanchard (dalam Thoha, 2005:66-68)

mengemukakan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam pengambilan

keputusan, antara lain:

1. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk

sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah.

Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka

tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas.

Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan

oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan

pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.

2. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk

sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih

banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan

keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah

dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut

tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka.

Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian atas pengambilan keputusan

tetap pada pemimpin.

27

3. Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk

sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan

pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan ini, pemimpin

dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan

pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan

pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan

masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut.

Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk

melaksanakan tugas.

4. Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk

sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama

dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah

yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan

kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk

memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin

memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan melaksanakan pertunjukan

mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk

memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan

Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan

menurut Stoner dalam (Djatmiko, 2002:54) sebagai berikut:

28

1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal

ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan

mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.

2. Harapan dan perilaku atasan.

3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa

gaya kepemimpinan.

4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya

pemimpin.

5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.

6. Harapan dan perilaku rekan.

Faktor–faktor yang mempengaruhi kepemimpinan camat yaitu :

1. Kemampuan adalah kemampuan pribadi dari pemimpin serta mampu

melakukan terobosan yang bersifat kreatif dan inovatif

2. Motivasi dalam bekerja adalah dorongan atau daya perangsang untuk

melakukan sesuatu atau tindakan dalam bekerja untuk mencapai tujuan dalam

hubungan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada pemimpin.

3. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar organisasi yang

mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

4. Pengalaman kerja adalah keterampilan yang diperoleh melalui kegiatan kerja

yang diukur dari lamanya seseorang bekerja pada suatu bidang tertentu.

(Repository.unhas. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi”.Html).

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan

pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat

29

menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan. oleh sebab itu, suatu tujuan

akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi

yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar

belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi,

kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan

manusiawi.

2.5 Alat Ukur Efektifitas Kerja

Menurut Yazid (2009:49), dalam melihat efektivitas kerja seseorang

pimpinan perlu memperhatikan:

1. Kualitas kerja yang meliputi ketelitian, ketepatan, keterampilan dan

kebersihan.

2. Kuantitas kerja yang meliputi jumlah output, baik output rutin maupun

output ekstra.

3. Ketepatan waktu, apakah dalam pekerjaan itu telah sesuai dengan waktu

standart yang telah ditentukan lebih cepat atau malah lebih lambat.

4. Sasaran, bahwa apa yang telah dikerjakan telah sesuai dengan sasaran.

Teori yang dikemukan oleh yazid tersebut dapat dibuatkan kerangka piker

dalam bentuk skema berikut:

(Gambar, 2.2 Alat Ukur Efektifitas Kerja, Yazid 2009:49)

Efektivitas Kerja

Kualitas kerja Kuantitas kerja Ketepatan waktu Sasaran

30

Adapun menurut Steers (1985:192) meliputi unsur kemampuan

menyesuaikan diri prestasi kerja dan kepuasan kerja :

1. Kemampuan menyesuaikan diri

Kemampuan manusia terbatas dalam sagala hal, sehingga dengan

keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan

kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat

Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah

kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam

organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja

didalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika

kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi

dapat tercapai.

2. Prestasi kerja

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2006:94). Dari

pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman,

kesungguhan waktu yang dimiliki oleh pegawai maka tugas yang diberikan dapat

dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

3. Kepuasan kerja.

Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau

pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka

31

mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan

dan organisasi tempat mereka berada.

Keragaman pendapat di atas dikemukakan berdasarkan cara pandang dan

latarbelakang penelitian masing-masing ahli. Namun pada prinsipnya

menunjukkan bahwa dalam melakukan aktifitasnya, manusia sebenarnya

digerakkan atau didorong oleh sesuatu motif atau kepentingan yang bersumber

dari adanya kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Dengan adanya

kebutuhan itu, menimbulkan niat untuk memenuhinya, sehingga mendorong

seseorang untuk beraktifitas yang pada gilirannya menimbulkan keinginan serta

semangat yang kuat untuk bekerja dan berusaha dalam proses pemenuhannya.

Jika aktifitasnya dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia akan berperilaku atau

bersikap mendukung secara ikhlas dan berupaya untuk merealisasikannya.

Sebaliknya, jika sesuatu keinginan tersebut berlawanan atau dipandang tidak

menyentuh keinginan seseorang, maka akan berperilaku acuh atau masa bodoh,

meninggalkan bahkan berupaya menghalanginya.