bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam BAB II ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian tindakan kelas ini. Teori yang dikemukakan antara lain teori tentang
belajar, hasil belajar, sikap, teori IPA, serta teori tentang pembelajaran Quantum
Tipe VAK.
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Belajar
Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak dapat terlepas
dari kegiatan belajar. Tanpa disadari, sesungguhnya sebagian aktivitas manusia
dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian,
belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan siapa saja dan dimana
saja, karena perubahan dinamis yang menuntut terjadinya aktivitas belajar juga
tidak pernah berhenti.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan
tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya
reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
Belajar adalah proses yang aktif, proses bereaksi pada semua situasi yang ada di
sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses
berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati,
memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita berbicara
tentang mengubah tingkah laku seseorang (Sudjana, 2000).
Para ahli telah merumuskan banyak konsep tentang pengertian belajar yang
berhubungan dengan teori belajar. Yang pertama adalah teori belajar
behaviorisme (tingkah laku) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar susuatu apabila ia
mampu menunjukkan tingkah laku. Menurut teori ini, yang penting adalah
7
masukan/ input yang berupa stimulus dan keluaran/ output yang berupa respon.
Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori belajar yang kedua adalah
teori kognitivisme yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan
pandangan (Uno, dkk., 2008).
Burton dalam Usman (2000) mengungkapkan hal senada dengan teori
behaviorisme dimana belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada
diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu
dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Kemudian Witherington (dalam Usman, 2000) menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Selanjutnya Gagne (dalam Slameto,
2010) memberikan dua definisi belajar, yakni:
a. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
b. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
diperoleh dari instruksi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dipahami bahwa pada
dasarnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang berlangsung
dalam jangka waktu tertentu melalui pengetahuan, latihan, maupun pengalaman.
Belajar dengan pengalaman akan membawa pada perubahan diri dan cara
merespon lingkungan.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan
pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar
yang dilakukan secara sistematis, mengarah kepada perubahan yang positif yang
kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah
perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam
himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari
8
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Guru akan mengahiri suatu
proses belajar dengan kegiatan evaluasi hasil belajar, sedangkan siswa hasil
belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Menurut
Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar.
Hasil belajar mempunyai suatu hubungan dengan taksonomi Bloom yang
dikelompokkan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif atau kemampuan berpikir,
ranah afektif atau sikap, dan ranah psikomotor atau keterampilan. Gagne (dalam
Sudjana, 2010) mengembangkan hasil belajar menjadi lima macam, yakni :
a. Hasil belajar intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting dari
sistem lingsikolastik.
b. Strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berpikir seseorang
dalam arti seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah.
c. Sikap dan nilai yang berhubungan dengan aran intensitas emosional
yang dimiliki seseorang seperti disimpulkan dari kecenderungan
bertingkah laku terhadap orang dan kejadian.
d. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
e. Keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan
hidup dan memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang, dapat dilakukan dengan tes dan
pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang
disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk
(2010), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar yaitu tes dan non tes.
Selanjutnya Hamalik (2006) memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang
diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar
dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak dari terjadinya perubahan tingkah
laku dari diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan
keterampilan.perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan
dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, hasil belajar dapat diartikan sebagai
perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa daru suatu
9
interaksi tindak belajar dan mengajar, yang berupa hasil belajar intelektual,
strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik.
Perubahan tersebut tampak dari peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
daripada sebelumnya.
2.1.3 Sikap
2.1.3.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003). Newcomb dalam Notoatmodjo
(2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap adalah suatu
bentuk evaluasi atau reaksi terhadap suatu obyek, memihak atau tidak memihak
yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi) dan predisposisi tindakaan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya (Saifudin, 2005).
2.1.3.2 Komponen Sikap
Menurut Azwar (2005) dalam buku yang berjudul Sikap Manusia, ada tiga
komponen sikap yakni :
a. Kognitif
Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang
selanjutnya diproses untuk menghasilkan suatu keputusan atau tindakan.
b. Afektif
Menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek,
secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap suatu obyek.
c. Konatif
Menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang
dihadapinya.
10
2.1.3.3 Tingkatan Sikap
Notoadmodjo (2003) membagi sikap menjadi berbagai tingkatan, yaitu :
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan sesuatu dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.1.3.4 Macam Sikap
Berikut ini adalah macam sikap oleh Purwanto (2005) :
a. Sikap positif, kecenderungan tindakan seperti mendekati, menyenangi
dan mengharapkan obyek tertentu.
b. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci dan tidak menyukai obyek tertentu.
2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.4.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.
Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”.
Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti
“pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural
science yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam
(IPA).
11
IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA
didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam
yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan
dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.
Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan
yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun
dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan
aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam.
Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang
gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji
kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan
yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun
dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan
aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam.
Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang
gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji
kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen.
Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran
manusia atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat
memberikan sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu
percobaan, tanpa membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi (Wasih,
2012).
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
alami. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga
oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan
ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman dalam Lestari (2002) adalah
sebagai berikut:
12
a. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
b. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat
memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
c. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA
bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan.
Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai
peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
d. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah
yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan
kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu
kebernaran.
e. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA, dimana
konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan
metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil
(produk).
2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Mata pelajaran IPA di SD/MI mempunyai tujuan untuk membentuk peserta
didik yang memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkaasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
13
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berprestasi dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.4.3 Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau
unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,
2000).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti (Usman, 2000).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab
moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam
kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar
mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
eduaktif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar (Usman, 2000).
14
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar
IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
2.1.5 Pembelajaran Quantum
2.1.5.1 Pengertian Quantum Learning
Pembelajaran quantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu
Quantum Learning. Quantum Learning merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi,
dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat,
serta membuat belajar sebagauatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat
(DePorter & Hernacki, 2003).
Dengan demikian, pembelajaran quantum dapat dikatakan sebagai model
pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan
juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa.
2.1.5.2 Tujuan Quantum Learning
Menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2003), tujuan dari pembelajaran
Quantum adalah sebagai berikut :
a. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
b. Untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan.
c. Untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan
otak.
d. Untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir.
e. Untuk mempercepat dalam pembelajaran.
Tujuan di atas mengindikasikan bahwa pembelajaran quantum
mengharapkan perubahan dari berbagai bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu
kelas, materi pembelajaran yang menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan
otak kiri dan kanan, serta mengefisienkan waktu pembelajaran.
15
2.1.6 Model Quantum Tipe VAK
2.1.6.1 Pengertian Model VAK
Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah model
pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat indra
yang dimiliki siswa. Menurut Nurhasanah (2010) pembelajaran dengan model
pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah suatu pembelajaran yang
memanfaatkan gaya belajar setiap individu dengan tujuan agar semua kebiasaan
belajar siswa akan terpenuhi. Jadi dapat disimpulkan Model pembelajaran Visual
Auditori Kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang mengkombinasikan
ketiga gaya belajar (melihat, mendengar, dan bergerak) setiap individu dengan
cara memanfaatkan potensi yang telah dimiliki dengan melatih dan
mengembangkannya, agar semua kebiasaan belajar siswa terpenuhi (Sugiyanto,
2008).
VAK (Visual, Auditori, Kinestetik) merupakan tiga modalitas yang dimiliki
oleh setiap manusia. Ketiga modalitas tersebut kemudian dikenal sebagai gaya
belajar. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang dapat
menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (DePorter &
Hernacki, 2003).
Model pembelajaran VAK adalah model pembelajaran yang
mengoptimalkan ketiga modalitas belajar tersebut untuk menjadikan si belajar
merasa nyaman. Model pembelajaran VAK ini merupakan anak dari model
pembelajaran quantum yang berprinsip untuk menjadikan situasi belajar menjadi
lebih nyaman dan menjanjikan kesuksesan bagi pebelajarnya di masa depan.
Pembelajaran dengan model ini mementingkan pengalaman belajar secara
langsung dan menyenangkan bagi siswa. Pengalaman belajar secara langsung
dengan cara belajar dengan mengingat (Visual), belajar dengan mendengar
(Auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (Kinestethic) (DePorter &
Hernacki, 2003). Selanjutnya menurut Herdian, model pembelajaran VAK
merupakan suatu model pembelajaran yang menganggap pembelajaran akan
efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut (Visual, Auditory, Kinestethic),
dan dapat diartikan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan memanfaatkan
16
potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar langsung dengan bebas menggunakan modalitas yang
dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif.
Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini
harus memperhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Bagi siswa visual, akan
mudah belajar dengan bantuan media dua dimensi seperti menggunakan grafik,
gambar, chart, model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih mudah belajar
melalui pendengaran atau sesuatu yang diucapkan atau dengan media audio.
Sedangkan siswa dengan tipe kinestethic, akan mudah belajar sambil melakukan
kegiatan tertentu, misalnya eksperimen, bongkar pasang, membuat model,
memanipulasi benda, dan sebagainya yang berhubungan dengan sistem gerak.
2.1.6.2 Prinsip Model VAK
Menurut Rose dan Nicholl (2002), prinsip model pembelajaran VAK
berdasar pada gaya belajar tiap orang yang berbeda-beda. Macam-macam gaya
belajar adalah sebagai berikut:
1.) Gaya Visual
Belajar harus menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar,
mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Seorang
siswa lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan atau
menyaksikan video. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang
peranan penting adalah mata/penglihatan (visual). Dalam hal ini metode
pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak dititik beratkan pada
peragaan/media, ajak siswa ke objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran
tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis.
Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual misalnya
lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan cepat. Anak yang
mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka
gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Siswa cenderung untuk duduk di depan
17
agar dapat melihat dengan jelas. Siswa berpikir menggunakan gambar-gambar di
otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual,
seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak visual
lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
2.) Gaya Auditori
Belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
mengemukakan pendapat, gagasan, menanggapi dan beragumentasi. Seorang
siswa lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan
instruksi (perintah) verbal. Alat rekam sangat membantu pembelajaran pelajar tipe
auditori. Dr. Wenger (dalam Rose Colin dan Nicholl, 2002) merekomendasikan
setelah membaca sesuatu yang baru, deskripsikan dan ucapkan apa yang sudah
dibaca tadi sambil menutup mata dengan suara lantang. Alasannya setelah dibaca,
divisualisasikan (ketika mengingat dengan mata tertutup) dan dideskripsikan
dengan lantang, maka secara otomatis telah belajar dan menyimpannya dalam
multi-sensori.
Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar auditori misalnya
lirikan mata ke arah kiri/kanan, mendatar bila berbicara dan sedang-sedang saja.
Untuk itu, guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat
pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar cepat
dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan.
Anak auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone, suara, pitch
(tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi
tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori. Anak-anak
seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan
keras dan mendengarkan kaset.
3.) Gaya Kinestetik
Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Seorang siswa
lebih suka menangani, bergerak, menyentuh dan merasakan/mengalami sendiri,
gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik). Bagi siswa kinestetik belajar itu
haruslah mengalami dan melakukan. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki
gaya belajar kinestetik misalnya lirikan mata ke bawah bila berbicara dan
18
berbicara lebih lambat. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam
karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa
yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Modalitas visual merupakan gaya belajar bagi siswa yang suka menghafal,
gaya belajar auditory merupakan gaya belajar siswa dengan mendengar,
sementara gaya belajar kinestethic adalah gaya belajar siswa dengan melakukan
sesuatu hal atau praktikkum. DePorter menyebutkan banyak ciri perilaku lain
yang dapat dilihat untuk mengenali modalitas belajar siswa.
Dengan mengenali ciri-ciri ketiga modalitas di atas maka guru akan dapat
memperhatikan situasi belajar yang perlu diciptakan untuk menjadikan siswa
dengan modalitas yang berbeda merasa nyaman. Setelah kenyamanan terwujud
akan dapat menjadikan siswa mudah dalam menerima materi pelajaran dan
pembelajaran yang efektif akan dapat tercapai. Ketiga modalitas tersebut pasti
dimiliki oleh setiap manusia, hanya saja ada yang berkembang dengan satu
modalitas dan ada pula yang berkembang dengan ketiganya dalam porsi yang
hampir sama. Pembelajaran dengan model VAK ini membantu para guru untuk
memudahkan dalam penyampaian materi dan memberikan kenyamanan bagi
siswa dalam belajar di kelas.
2.1.6.3 Kelebihan Model VAK
Kelebihan model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah
sebagai berikut :
1.) Pembelajaran akan lebih efektif, karena mengkombinasikan ketiga
gaya belajar.
2.) Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki
oleh pribadi masing-masing.
3.) Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif
4.) Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
19
5.) Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan
memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik seperti demonstrasi,
percobaan, observasi, dan diskusi aktif.
6.) Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa.
2.1.6.4 Kekurangan Model VAK
Kelemahan dari model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK)
yaitu tidak banyak orang mampu mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut.
Sehingga orang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan
mampu menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan
kepada salah satu gaya belajar yang didominasi.
2.1.6.5 Sintaks Model VAK
Sintaks atau langkah-langkah dalam pembelajaran VAK dapat disajikan
sebagai berikut:
a. Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan motivasi untuk
membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa, dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih
siap dalam menerima pelajaran.
b. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi)
Pada kegiatan inti guru mengarahkan siswa untuk menemukan materi
pelajaran yang baru secara mandiri, menyenangkan, relevan, melibatkan
pancaindera, yang sesuai dengan gaya belajar VAK. Tahap ini biasa disebut
eksplorasi.
c. Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi)
Pada tahap pelatihan guru membantu siswa untuk mengintegrasi dan
menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang
disesuaikan dengan gaya belajar VAK.
d. Tahap penampilan hasil (kegiatan inti pada konfirmasi)
20
Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu
siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan
baru yang mereka dapatkan, pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar
mengalami peningkatan (Ngalimun, 2012).
Media-media yang dapat digunakan adalah segala jenis media yang dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran VAK. Hal yang perlu diperhatikan adalah
media yang digunakan harus dapat memenuhi ketiga modalitas belajar. Siswa
dengan modalitas belajar visual dapat dibantu dengan media gambar, poster,
grafik, dsb. Siswa dengan modalitas belajar auditory dibantu dengan media suara
atau musik-musik yang dapat merangsang minat belajar atau memberikan kesan
menyenangkan, rileks, dan nyaman bagi siswa, sementara bagi siswa kinaesthetic
diperlukan media-media pembelajaran yang dapat mengoptimalkan fungsi gerak
siswa. Namun pembelajaran juga dapat dikemas dengan mengintegrasikan
ketigamodalitas dengan menggunakan media audio visual yang dimodifikasi
dengan kegiatan game atau kuis yang membebrikan kesempatan bagi siswa
kinestetik (Meier dan Dave, 2005).
2.2 Penelitian yang Relevan
Sehubungan dengan penelitian ini, telah ada penelitian-penelitian lain yang
menggunakan model pembelajaran Quantum Tipe VAK. Seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Ni Putu Emilia Pebriani, I Made Tegeh, dan Ketut Pudjawan
yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Quantum tipe VAK Berbantuan
Media Magic Box terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD. Penelitian ini
dilakukan di SDN 1 Banyubening Kecamatan Buleleng tahun ajaran 2012/2013.
Selain itu, Retno Kartikasari juga melakukan penelitian yang berjudul Upaya
Peningkatan Pembelajaran IPA kelas V melalui penerapan model VAK di SDN
Merjosari 1 Malang. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011. Dari kedua
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa model pembelajaran Quantum tipe
VAK memberikan pengaruh positif pada peningkatan nilai IPA kelas V di SD
tersebut.
21
2.3 Kerangka Pikir
Wiriaatmaja (2009) mengatakan bahwa peneliti sebaiknya menyusun
kerangka pemikiran setelah fokus permasalahan terbentuk. Berikut adalah bagan
kerangka pikir penelitian ini :
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pikir PTK
Rencana tindakan dalam penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus.
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model spiral dengan siklus yang
berisi tahapan-tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi model
Tripp (dalam Subiantoro, 2010). Tahapan-tahapan dalam siklus tersebut adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.2
Tahapan-tahapan PTK
Perencanaan
SIKLUS I Tindakan Refleksi
Observasi
Perencanaan
SIKLUS I Tindakan Refleksi
Observasi
Kondisi Awal :
Pembelajaran IPA
menggunakan
metode yang
kurang inovatif dan
hasil belajar siswa
masih rendah.
Tindakan:
Penggunaan Model
Quantum Tipe VAK dalam
pembelajaran IPA yang
menekankan kesenangan
siswa dan memenuhi ketiga
modalitas utama yang
dimiliki seseorang yaitu
Visual Auditori dan
Kinestetik sehingga
membuat pembelajaran
lebih bermakna bagi seluruh
siswa.
Kondisi Akhir:
Hasil belajar
siswa meningkat.
22
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran
Quantum Tipe VAK yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan
memperbaiki sikap siswa kelas V SDN Kutowinangun 12 Salatiga semester II
tahun ajar 2013/2014 .