bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. pengertian...

21
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian belajar Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi belajar. Menurut Asmani (2010:63) mengatakan belajar adalah proses membangun makna atau pemahaman oleh pembelajar terhadap pengalaman dan informasi yang disaring dengan pandangan, pikiran pengetahuan yang dimiliki dan perasaan. Menurut Bahri (2010: 10-11) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Dengan demikian, siswa harus aktif untuk mencari informasi, pengalaman, maupun keterampilan tersebut dalam rangka membangun sebuah makna dari hasil proses belajar. Menurut Yamin (2007: 7) mengemukakan belajar adalah proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Sejalan dengan pendapat Slameto (2010: 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamalannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Abdillah (Aunurrahman, 2009: 35) mengatakan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek aspek kognitif, psikomotorik,afektif untuk memperoleh tujuan tertentu. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipergunakan untuk diri sendiri maupun

Upload: lykhuong

Post on 24-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pengertian belajar

Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi belajar. Menurut

Asmani (2010:63) mengatakan belajar adalah proses membangun makna atau

pemahaman oleh pembelajar terhadap pengalaman dan informasi yang disaring

dengan pandangan, pikiran pengetahuan yang dimiliki dan perasaan.

Menurut Bahri (2010: 10-11) menyatakan bahwa belajar adalah proses

perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan

adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan

maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Dengan

demikian, siswa harus aktif untuk mencari informasi, pengalaman, maupun

keterampilan tersebut dalam rangka membangun sebuah makna dari hasil proses

belajar.

Menurut Yamin (2007: 7) mengemukakan belajar adalah proses

perubahan perilaku yang diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Sejalan

dengan pendapat Slameto (2010: 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengamalannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Menurut Abdillah (Aunurrahman, 2009: 35) mengatakan bahwa belajar

adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah

laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek aspek kognitif,

psikomotorik,afektif untuk memperoleh tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar

merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk menambah

pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipergunakan untuk diri sendiri maupun

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

7

lingkungannya. Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu yang belajar

dengan lingkungannya. Lingkungan tersebut bisa berupa lingkungan formal dan

nonformal. Sebagai contoh lingkungan formal adalah sekolah. Sedangkan

lingkungan nonformal bisa berupa lingkungan sekitar dan interaksi dengan orang

lain. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan peningkatan

pengetahuan, keterampilan serta perubahan perilaku, maka sebenarnya belum

mengalami proses belajar. Faktor yang dapat mempengaruhi belajar yaitu faktor

intern dan ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, psikologis dan

kelelahan. Sedangkan faktor ekstern meliputi faktor keluarga, sekolah dan

masyarakat.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Uno (2008: 213) menyatakan bahwa hasil belajar adalah

perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari

interaksi seseorang dengan lingkungannya.

Menurut Dimyati dan Mudjiyono (2006: 3) mengatakan bahwa hasil

belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru.

Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih

baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru adalah

bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa

menerimanya.

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Suprijono(2009: 6) secara

garis besar membagi menjadi 3 ranah psikomotoris, yaitu:

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak.

Dari beberapa pengertian hasil belajar yang telah disampaikan oleh

beberapa ahli, dapat dilihat bahwa pengertian hasil belajar yang disampaikan

semuanya merujuk pada pencapaian hasil belajar yang diukur dengan suatu alat

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

8

evaluasi yaitu dengan tes. Indikator hasil belajar adalah peningkatan kemampuan

atau pemahaman siswa terhadap sesuatu atau materi pelajaran tertentu.

Dari kesimpulan tersebut maka penulis mencoba membuat pengertian

bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah

mengikuti pembelajaran dan pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui

setelah adanya pengukuran oleh guru melalui tes evaluasi.

2.1.3 Hakekat Matematika

Matematika, menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007: 1) mengatakan

bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima

pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang

terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang

didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Menurut Soedjadi dalam Heruman (2007: 1) yaitu memiliki objek tujuan

abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sejalan dengan

pendapat Johnson dan Myklebust dalam Abdurrahman (2003) matematika adalah

bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-

hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk

memudahkan berpikir.

Menurut Paling dalam Abdurrahman (2003) yang mengatakan bahwa

matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang

dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan

tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan

yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam

melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa

perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori

siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Maka

diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya

sekadar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal tersebut akan mudah

dilupakan oleh siswa.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

9

2.1.4 Pembelajaran Matematika

Dalam pembelajaran matematika ditingkat SD, diharapkan terjadi

penemuan kembali (reinvention). Penemuan kembali adalah penemuan suatu cara

penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan

tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang mengetahui sebelumnya,

namun bagi siswa SD hal tersebut merupakan sesuatu hal yang baru.

Menurut Bruner dalam Heruman (2008:4) mengatakan bahwa dalam

belajar matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang

diperlukannya “menemukan” terutama adalah “menemukan lagi” atau (discovery)

dapat juga menemukan sesuatu hal yang baru (invention). Oleh karena itu, materi

yang disampaikan kepada siswa bukan dalam bentuk akhir dan tidak

diberitahukan cara menyelesaikannya. Dalam hal tersebut, guru berperan sebagai

pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.

Siswa harus dapat menghubungkan apa yang dimiliki dalam stuktur

berpikirnya yang berupa konsep matematika, dengan permasalahan yang dihadapi.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suparno dalam Heruman(2008: 5) tentang

belajar bermakna yaitu “…kegiatan siswa menghubungkan atau mengaitkan

informasi itu pada pengetahuan berupa konsep-konsep yang telah dimilikinya”.

Akan tetapi, siswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafal informasi baru

tersebut tanpa menghubungkan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur

kognitifnya, hal tesebut terjadi belajar hafalan.

Ruseffendi dalam Heruman (2008:5) membedakan antara belajar

menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa dapat belajar

dengan menghafalkan apa yang sudah diperolehnya, sedangkan belajar bermakna

adalah belajar memahami apa yang diperoleh dan dikaitkan dengan keadaan lain

sehingga apa yang dipelajari akan lebih dimengerti.

Adapun menurut Suparno dalam Heruman (2008:5) mengatakan bahwa

belajar bermakna terjadi apabila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru

ke dalam struktur pengetahuan mereka dalam setiap penyelesaian masalah.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

10

2.1.5 Pembelajaran Matematika di SD

Siswa Sekolah Dasar (SD) umumnnya berkisar antara 6 atau 7tahun,

sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget dalam Heruman (2008: 1) bahwa mereka

berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini

adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah

logika, meskipun masih terikat dalam obyek yang bersifat konkret.

Menurut Dali S.naga dalam Abdurrahman (2003) bidang studi matematika

yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar dan

geometri. Aritmatika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan

dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan

mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian dan

pembagian. Secara singkat aritmatika atau berhitung adalah pengetahuan tentang

bilangan.

Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek

konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika

yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang

dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat

dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat

melalui tahapan konkret, semi konkret, dan selanjutnya abstrak.

Konsep-konsep pada kurikulum SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok

yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep dan

pembinaan keetrampilan. Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu

siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam

kehidupan sehari-hari. Akan tetapi untuk menuju tahap keterampilan tersebut

harus memulai langkah-langkah benar sesuai dengan kemampuan dan lingkungan

siswa. Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga

kelompok besar yaitu:

1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep) yaitu pembelajaran suatu

konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep

tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan

dengan kata “Mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

11

jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang

konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan

pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat

digunakan untuk membantu pola pikir siswa.

2) Pemahaman Konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep,

yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.

Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan

kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan.

Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada

pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari pemahaman konsep

pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

3) Pembinaan Keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep

dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan bertujuan agar siswa lebih

terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya

pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua

pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman

konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran keterampilan

dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari

penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah pada pertemuan

sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan materi berdasarkan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar berikut ini:

Standar Kompetensi : 6 Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar : 6.4 Mengurangkan pecahan.

2.1.6 Metode Konvensional

Menurut Sumarno (2011) model pembelajaran konvensional didalamnya

meliputi berbagai metode yang berpusat pada guru. Metode-metode tersebut

meliputi ceramah, Tanya jawab, dan diskusi.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

12

2.1.6.1 Metode Ceramah

Menurut Sabri (2007: 50) metode ceramah adalah metode yang dilakukan

guru dalam menyampaikan bahan pelajaran di dalam kelas secara lisan. Dalam

metode ceramah yang mempunyai peran utama adalah guru. Sedangkan menurut

zaini dkk (2007: 92) pengajar atau guru adalah satu-satunya orang yang

bertanggung jawab terhadap penyampaian materi kepada siswa, sehingga arah

komunikasi cenderung hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa.

Kelebihan metode ceramah antara lain:

1) Praktis dari sisi persiapan dan media yang digunakan.

2) Efisien dari sisi waktu dan biaya.

3) Dapat menyampaikan materi yang banyak.

4) Mendorong dosen menguasai materi.

5) Lebih mudah mengontrol kelas.

6) Siswa tidak perlu persiapan.

7) Siswa dapat langsung menerima ilmu pengetahuan.

Kelemahan metode ceramah antara lain:

1) Membosankan.

2) Siswa tidak aktif.

3) Informasi hanya satu arah.

4) Feed back relatif rendah.

5) Menggurui dan melelahkan.

6) Monoton.

7) Tidak mengembangkan kreativitas siswa.

8) Menjadikan siswa hanya sebagai obyek didik.

Metode ceramah adalah cara pengajaran yang tradisional yaitu dengan cara

menularkan pengetahuannya pada siswa secara lisan. Cara ini terkadang sangat

membosankan, kurang perhatian siswa.

2.1.6.2 Metode Tanya Jawab

Menurut Sabri (2007: 52) metode tanya jawabadalah metode mengajar

yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way

traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa.Menurut

Roestiyah (2008: 129) Teknik tanya jawab ialah suatu teknik untuk memberikan

motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya, selama

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

13

mendengarkan pelajaran, atau guru yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu,

dan siswa menjawab.

Kelebihan metode Tanya jawab antar lain:

1) Untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh siswa.

2) Untuk merangsang siswa berpikir.

3) Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang

belum dipahami.

Guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam

komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru

dan siswa. Dengan adanya kegiatan tersebut siswa dapat mengerti dan mengingat-

ingat tentang fakta yang dipelajari, didengar ataupun dibaca, sehingga mereka

memiliki pengertian yang mendalam tentang fakta itu

2.1.6.3 Metode Diskusi

Menurut sabri (2007: 54) metode diskusi adalah suatu kegiatan kelompok

untuk memecahkan suatu masalah dengan maksud untuk mendapatkan pengertian

bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk

merampungkan keputusan bersama. Menurut Zaini dkk (2007: 120) strategi

diskusi dapat digunakan dalam semua kelas baik besar maupun kecil. Diskusi di

kelas kecil dapat lebih efektif ketimbang kelas besar, tetapi kelas besar tidak jadi

penghalang bagi kemampuan guru untuk mendorong partisipasi serta berfikir

siswa.

Kelebihan metode diskusi antara lain:

1) Dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam

memberikan gagasan dan ide-ide.

2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi

setiap permasalahan.

3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan

secara verbal di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk

menghargai pendapat orang lain.

Kelemahan metode diskusi antara lain:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

14

1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang

siswa yang memiliki keterampilan berbicara.

2) Terkadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan

menjadi kabur.

3) Memerlukan waktu yang cukup panjang yang terkadang tidak sesuai

dengan yang direncanakan.

4) Sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak

terkontrol.

Dalam diskusi, tiap orang diharapkan memberikan sumbangan sehingga

seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang sama dalam suatu keputusan

atau kesimpulan. Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih

individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan

masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar

saja.

2.1.7 Model Pembelajaran

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru

dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya

bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil

belajar dan prestasi yang optimal.

Menurut Suprijono (2009:46) mengatakan bahwa model pembelajaran

merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi

pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap

implementasi kurikulum dan implementasinya pada tingkat operasional di kelas.

Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan

informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

15

Menurut Trianto (2007:5) model pembelajaran adalah pola dalam

merencanakan pembelajaran di kelas atau tutorial dan untuk menentukan

perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film,

komputer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya setiap model pembelajaran

mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta

didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Aunurrahman (2009:146) yang

menyatakan bahwa model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual

atau perangkat rencana yang digunakan untuk merancang bahan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pembelajaran di kelas atau di tempat lain yang

melaksanakan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan

perancang pembelajaran dalam aktivitas pembelajaran.

Menurut pendapat Arends dalam Trianto(2010:54) bahwa memilih model

pembelajaran berdasarkan dua alasan penting yaitu pertama istilah model

mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur.

Kedua model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah

yang dibicarakan tentang mengajar dikelas, atau praktik mengawasi anak-anak.

Model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran,

sintaknya, dan sifat lingkungan belajarnya.

Dari beberapa pengertian model pembelajaran yang telah disampaikan

oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola atau

kerangka konseptual yang digunakan oleh perancang pengajaran dan para guru

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas

belajar mengajar secara sistematis di kelas. Model pembelajaran sangat berkaitan

dengan gaya belajar peserta didik dan guru mengajar.

2.1.8 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya. Hal tersebut juga disampaikan oleh Isjoni (2009:

14) bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

16

berdasarkan kontruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar

dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua

jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau

diarahkan oleh guru (Suprijono, 2009:54). Merujuk pendapat Anita lie (2004:29)

mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar

belajar dalam kelompok, ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan.

Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan

memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Trianto (2007: 42-44) pembelajaran

kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan

siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran

kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap

keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan

ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa

yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantungan satu

sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan

kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Kemp,at.al dalam syafaruddin & Irwan nasution ( 2005: 200) mengatakan

bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu jenis khusus dari aktivitas kelompok

yang berusaha untuk memajukan pembelajaran dan keterampilan sosial dengan

kerjasama tiga konsep ke dalam pengajaran yaitu: penghargaan kelompok,

pertanggungjawaban pribadi, dan peluang yang sama untuk berhasil.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa yang sederajat tetapi heterogen,

kemampuan, jenis kelamin, ras/suku, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

17

dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada

semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan

belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman

sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa

berani mengemukakan pendapatnya (sharing ideas). Selain itu dalam belajar

biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal pemecahan masalah. Oleh sebab

itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat

bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.

Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu

siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk

menumbuhkan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam

pembelajaraan kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga

memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang

berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.8.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Syafaruddin dan Irwan Nasution (2005: 207) mengatakan

tujuan pembelajaran kooperatif ada dua jenis yang dibuat secara khusus sebelum

dimulai pembelajaran yaitu:

1) Tujuan khusus pelajaran pada level yang benar bagi para pelajar dan sesuai

dengan tingkatan yang benar dalam pengajaran.

2) Tujuan keterampilan kerjasama, dengan merinci keterampilan interpersonal

apa dan keterampilan kelompok kecil yang akan ditekankan selama proses

pembelajaran. Kemungkinan kesalahan yang dibuat guru adalah hanya

membuat tujuan khusus akademik dan mengabaikan tujuan keterampilan

kerjasama yang diperlukan untuk melatih para pelajar bekerjasama antara satu

dengan yang lain

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

18

2.1.8.2 Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Syafaruddin dan Irwan nasution (2005: 205-206) dalam situasi

pembelajaran kooperatif keberadaan guru adalah sebagai ahli pengajaran dan

sekaligus sebagai manajer kelas untuk memajukan efektivitas fungsi kelompok.

guru membangun kelompok pembelajaran, mengajarkan konsep pelajaran, prinsip

dan strategi yang para pelajar menguasai dan menggunakannya, dan mengawasi

fungsi kelompok pembelajaran dan memperlakukan hal-hal yaitu:

a) mengajarkan keterampilan kerjasama,

b) memberikan bantuan dalam pembelajaran mata pelajaran ketika diperlukan.

Para pelajar mempelajari mata pelajaran dengan teman sejawatnya untuk

memberikan bantuan, umpan balik, penguatan, dan dukungan. Para pelajar

diharapkan untuk berinteraksi dengan yang lain, membagi gagasan dan material

pelajaran, mendukung dan mendorong prestasi pelajar, menjelaskan secara lisan

dan mengelaborasi konsep dan strategi pembelajaran, dan memberikan tanggung

jawab kepada setiap pelajar. Kemudian evaluasi mengacu kepada kriteria juga

digunakan.

2.1.8.3 Keunggulan dan kelemahan Pembelajaran Kooperatif

1) Keunggulan pembelajaran kooperatif

Menurut Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2009) mengatakan bahwa

keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah:

a. Saling ketergantungan yang positif.

b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

d. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.

f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang

menyenangkan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

19

2) Kelemahan pembelajaran kooperatif

Menurut Isjoni (2009) kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada

dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor

dari dalam yaitu:

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

b. Agar proses pembelajaran berjalan lancar maka dibutuhkan dukungan

fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

c. Selama kegiatan diskusi berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan

yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu

yang ditentukan.

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan

siswa yang lain menjadi pasif.

Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran kooperatif adalah dengan:

a. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru harus memperhatikan waktu.

b. Fasilitas dalam proses pembelajaran harus mendukung, contohnya ruang

dalam kegiatan pembelajaran, disesuaikan dengan jumlah siswa.

c. Dalam kegiatan diskusi, guru membimbing jalannya diskusi kelompok, guru

menegur siswa yang tidak aktif dalam kegiatan diskusi kelompok.

d. Pada saat kegiatan diskusi, guru harus bisa menciptakan suasana diskusi kelas

yang aktif.

2.1.9 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan

penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi

dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Heads Together) pertama kali

dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melipatkan lebih banyak

siswa dalam menelaah materi yang tercangkup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

NHT (Numbered Heads Together) memberi kesempatan kepada siswa

untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

20

tepat dan dapat meningkatkan semangat kerjasama mereka (Isjoni, 2009: 68).

Miftahul Huda (2011: 138) bahwa NHT (Numbered Heads Together) dapat

meningkatkan semangat kerja sama siswa dan juga dapat digunakan untuk semua

mata pelajaran dan tingkatan kelas.

NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada

dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT

(Numbered Heads Together) adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk

seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut,

guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok.

Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya

yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi

kelompok.

Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator.

Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus

membimbing jalannya diskusi agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) lebih

mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan

melaporkan informasi dari berbagai sumber yang pada akhirnya dipresentasikan di

depan kelas. Keterlibatan siswa secara kolaboratif dalam kelompok untuk

mencapai tujuan bersama ini memungkinkan NHT (Numbered Heads Together)

dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dalam pemecahan

masalah matematika.

Dalam model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together), dalam

pembagian kelompok juga harus mempertimbangkan kriteria heterogenitas

seperti: jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan, intelektual dan

sebagainya. Pembagian siswa dalam kelompok-kelompok perlu diseimbangkan

sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang tingkat prestasinya seimbang.

Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) ini secara tidak

langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

21

dalam pembelajaran. Tahapan dalam pembelajaran NHT (Numbered Heads

Together) menurut Trianto (2007: 62):

a. Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT (Numbered Heads

Together), dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa

nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,

sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

a. Pengajuan pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan

pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang

memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat

bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat

kesukaran yang bervariasi.

b. Berpikir bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama

untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam

timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing

pertanyaan.

c. Pemberian jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari

tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan

jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih

kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang

nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri

untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi

jawaban tersebut.

Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut, bisa dibuat langkah-langkah

pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) pada pembelajaran matematika

materi pengurangan pecahan pada kelompok eksperimen adalah :

1. Pendahuluan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

22

a. Guru melakukan apersepsi

b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan

realitas kehidupan.

c. Guru memberikan motivasi.

2. Kegiatan inti

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)

a. Tahap pertama

- Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 3 –

5 orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1 – 5.

- Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing.

b. Tahap kedua

- Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk

mengerjakan soal-soal dalam kartu soal.

c. Tahap ketiga

- Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya

terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan menyakinkan tiap anggota dalam

timnya mengetahui jawaban tersebut.

d. Tahap keempat

- Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa

yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk

menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan

bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

- Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan

memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik.

3. Penutup

- Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.

- Guru memberikan soal latihan secara individu untuk mengukur kepahaman

siswa.

- Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah

diajarkan dan materi selanjutnya.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

23

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

a) Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together), telah dilakukan penelitian lain. Penelitian tersebut berbentuk PTK,

yang dilakukan oleh Wahyu Nugroho Sandi Ananta (2011) yang berjudul

“Penerapan Model Numbered Heads Together (NHT) Dalam Pembelajaran

Matematika Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

UntukMeningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pitrosari

Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung.

Hasil penelitian menunjukkan menggunakan model Numbered Heads

Together (NHT)ternyata dapat meningkatkan hasil belajar matimatika siswa

kelas IV SD Negeri Pitrosari Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung

tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan pada semester II tahun

2010/2011. Hal tersebut dibuktikan dengan rata-rata nilai sebelum tindakan

adalah 70,34 kemudian pada siklus II meningkat menjadi 75,55.

b) Penelitian lain dilakukan oleh Intan Putri Utami (2011) yang berjudul

“Keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together) terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas V SD.

Hasil penelitian tersebut dapat diambil keputusan bahwa ada perbedaan hasil

belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT

(Numbered Heads Together) dengan siswa yang diajar menggunakan

pembelajaran konvensional, hasil belajar matematika siswa kelas V SD yang

diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT (Numbered Heads

Together) lebih baik dibandingkan siswa yang diajar menggunakan

pembelajaran konvensional, dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

(Numbered Heads Together) efektif terhadap hasil belajar Matematika siswa

kelas V SD. Rata-rata untuk kelompok eksperimen yaitu 78,59 dan rata-rata

untuk kelompok control yaitu sebesar 67,63 berarti rata-rata hasil belajar

antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe NHT (Numbered Heads Together) lebih tinnggi daripada hasil belajar

siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

24

Hasil penelitian terdahulu tersebut relevan dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti karana sama-sama meneliti tentang Keefektifan model

pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).

c) Penelian yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari (2011) yang berjudul

“ Upaya peningkatan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT mata pelajaran IPA pokok bahasan Perubahan

Lingkungan kelas IV SDN Tegalrejo 05 kecamatan Argomulyoh Kota Salatiga

Semester II Tahun ajaran 2010/2011. Penelitian yang dilakukan berbentuk

PTK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan ketuntasan belajar,

yakni dari 65,6% sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus 1 dan

100% pada siklus 2. Tewrjadi peningkatan rata-rata kelas dari 66,25 sebelum

tindakan, meningkat menjadi 70,31 pada siklus 1 dan menjadi 82,18 pada

siklus 2. Peningkatan skor minimal dari 40 pada sebelum siklus, menjasi 50

pada siklus 1, dan menjadi 70 pada siklus 2.Peningkatan skor maksimal dari

90 pada sebelum tindakan, tetapi pada siklus 2 sebesar 100. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPA pokok bahasan perubahan

lingkungan bagi siswa kelas IV SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo

Kota Salatiga tahun ajaran 2010/2011 dapat meningkatkan hasil belajar siswa

kelas IV.

d) Penelitian yang dilakukan oleh Alvera Dwi Wijayanti (2011) yang berjudul “

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik NHT (Numbered

Heads Tohether) terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPS kelas V SDN

Gladagsari tahun pelajaran 2010/2011. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode eksperimen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian hipotesis menggunakan uji t

diperoleh sig 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Rata-rata nilai

untuk kelompok eksperimen yaitu sebesar 80,59 dan rata-rata nilai kelompok

control yaitu sebesar 74,63 berarti rata-rata hasil belajar antara siswa yang

diajar menggunakan metode pembnelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

25

Heads Together) dengan siswa yabg diajar menggunakan model pembelajaran

konvensional. Jadi penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik NHT

(Numbered Heads Together) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional.

2.3. Kerangka Pikir

Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk

dimengerti. Dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan dan

mencapai KKM yang ditetapkan oleh sekolah. Pembelajaran yang biasa

diterapkan selama ini yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa pasif,

dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami

kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan tumbuh

dan terpelihara apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi,

baik melalui variasi model maupun media pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)

adalah salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternative bagi guru

dalam mengajar siswa, yang merupakan sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri

khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya

tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya

yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi

kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan

berdampak positif terdahap hasil belajar siswa. Siswa kelompok bawah akan

mentrasfer pengetahuan dari siswa kelompok atas yang merupakan teman

sebayanya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara

kelompok kontrol yaitu siswa kelas IV SD Negeri Traji II dan kelompok

eksperimen yaitu siswa kelas IV SD Negeri Traji I. Dalam hal ini kelompok

kontrol dalam kegiatan pembelajaran menggunakan metode konvensional yang

sudah biasa digunakan dalam kelas, sedangkan kelompok eksperimen

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1015/3/T1_292008516_BAB II.pdf · Dalam belajar membutuhkan interaksi dari individu

26

Pada awal kegiatan penelitian, peneliti menguji tingkat homogenitas kedua

kelompok terlebih dahulu, dengan membuat tes yang akan diberikan kepada kedua

kelompok tersebut. Hal tersebut adalah salah satu cara penelitiuntuk mengetahui

seberapa besar tingkat efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT

(Numbered Heads Together) dalam meningkatkan hasil belajar matematika kelas

IV. Jika siswa yang diajar dengan menggunakan modelpembelajaran kooperatif

tipe NHT (Numbered Heads Together) pada mata pelajaran matematika pokok

bahasan pengurangan pecahan semua siswa memperoleh nilai mencapai nilai

KKM, berarti model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together) efektif dalam kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi, jika hasil belajar

siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT (Numbered Heads

Together) tidak menunjukkan peningkatan hasil belajar, berarti model

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) kurang efektif

digunakan pada mata pelajaran matematika pokok bahasan pengurangan pecahan.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pikir, peneliti mengemukakan hipotesis

penelitian yaitu terdapat perbedaan pada hasil belajar matematika kelas IV yang

signifikan antara pembelajaran yang menggunakanmodel pembelajaran kooperatif

tipe NHT (Numbered Heads Together) dan metode konvensional

- Membagi kelompok

- Memberikan kartu

soal

- Siswa berdiskusi

bersama

- Menjawab pertanyaan

kartu soal

Hasil

belajar

Menggunakan model

pembealajaran

kooperatif tipe NHT

(Numbered Heads

Together)

- Menyampaikan materi

dengan ceramah

- Memberikan kesempatan

untuk bertanya

- Menyimpulkan materi

- Memberikan evaluasi

KBM

kelas IV

Menggunakan

metode

konvensional

Hasil

belajar

dibandingkan