bab 2 tinjauan pustaka 2.1 retardasi mental 2.1.1 pengertian

29
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian Retardasi Mental Keterbelakangan mental (mental retardation, MR) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptif), yang mulai tampak pada awal kelahiran. Pada mereka yang mengalami mental retardation memiliki keterbelakangan dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan adaptasi sosial. Diperkirakan ada sekitar tiga persen dari total penduduk dunia mengalami keterbelakangan mental (Pieter, dkk, 2011). Mark Durand (2007 dalam Pieter, Janiwarti dan Saragih, 2011) mengatakan bahwa mental retardation adalah bentuk keterbelakangan fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata yang disertai oleh defisit fungsi adaptasi, seperti kegagalan dalam mengurus diri sendiri dan timbulnya perilaku menentang (okupasional). Menurut DSM-IV-TR (2004) mental retardation merupakan gangguan fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata dengan skor IQ-70 ataupun kurang. Mental retardation ditandai dengan defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif, seperti bidang komunikasi, mengurus dirinya sendiri, home living, keterampilan sosial, interpersonal, dan keterampilan akademik. 2.1.2 Ciri-ciri Klinis Retardasi Mental Menurut DSM-IV-TR (2004) ciri-ciri klinis mental retardation: 1. Orang yang memiliki fungsi intelektual yang secara signifikan berada di tingkat subaverage (IQ < 70). Universitas Sumatera Utara

Upload: dinhdang

Post on 30-Jan-2017

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retardasi Mental

2.1.1 Pengertian Retardasi Mental

Keterbelakangan mental (mental retardation, MR) adalah suatu keadaan yang

ditandai dengan fungsi kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai dengan

kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptif), yang mulai tampak pada

awal kelahiran. Pada mereka yang mengalami mental retardation memiliki keterbelakangan

dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan adaptasi sosial. Diperkirakan ada sekitar

tiga persen dari total penduduk dunia mengalami keterbelakangan mental (Pieter, dkk,

2011).

Mark Durand (2007 dalam Pieter, Janiwarti dan Saragih, 2011) mengatakan bahwa

mental retardation adalah bentuk keterbelakangan fungsi intelektual yang secara signifikan

berada di bawah rata-rata yang disertai oleh defisit fungsi adaptasi, seperti kegagalan dalam

mengurus diri sendiri dan timbulnya perilaku menentang (okupasional).

Menurut DSM-IV-TR (2004) mental retardation merupakan gangguan fungsi

intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata dengan skor IQ-70 ataupun

kurang. Mental retardation ditandai dengan defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif,

seperti bidang komunikasi, mengurus dirinya sendiri, home living, keterampilan sosial,

interpersonal, dan keterampilan akademik.

2.1.2 Ciri-ciri Klinis Retardasi Mental

Menurut DSM-IV-TR (2004) ciri-ciri klinis mental retardation:

1. Orang yang memiliki fungsi intelektual yang secara signifikan berada di tingkat

subaverage (IQ < 70).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

8

2. Orang yang memiliki defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang timbul secara

bervariasi. Tanda-tanda umum dari mental retardation adalah kesulitan dalam

berkomunikasi, kesulitan dalam mengurus diri sendiri atau rumah, kesulitan dalam

membina relasi sosial atau personal, rendahnya kemampuan akademis, kesehatan dan

keselamatan.

3. Umur onset, yakni timbulnya mental retardation pada usia 18 tahun. Batasan ini

ditetapkan sebagai identifikasi gangguan pada fase-fase perkembangan berikutnya.

Selanjutnya menurut DSM-IV-TR, ciri-ciri klinis mental retardation diselaraskan

dengan tingkatan kemampuannya, yakni:

a. Retardasi Mental Katagori Ringan

Retardasi mental kategori ringan disebut juga dengan mental retardation kategori mild

(ringan) dengan tingkat IQ=50-70, memiliki fungsi intelegensi yang secara signifikan

berada pada subaverage ke bawah. Penderitanya membutuhkan bantuan yang cukup

terbatas dan tak membutuhkan bantuan total. Dia masih bisa mandiri dengan tingkat

pengawasan yang minimal dan masih memiliki prestasi yang memadai. Akan tetapi mereka

masih sangat tergantung pada pendidikan, pelatihan, dan dukungan masyarakat.

Anak dengan retardasi mental ringan masih dapat membaca hingga kelas empat

sampai enam sekolah dasar. Meskipun dia memiliki kesulitan membaca, tetapi dia masih

mampu mempelajari pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Mereka membutuhkan pengawasan, bimbingan, dan pelatihan khusus. Penderita retardasi

mental tidak memiliki kelainan fisik yang signifikan, tetapi mereka kerap kali menderita

epilepsi.

b. Retardasi Mental Kategori Sedang

Retardasi mental kategori sedang disebut juga dengan mental retardation kategori

moderate (sedang), memiliki tingkat IQ=35-40 atau IQ=50-55. Penderitanya membutuhkan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

9

bantuan yang cukup terbatas, tidak membutuhkan bantuan total, masih mampu mandiri

dengan tingkat pengawasan yang cukup minimal, masih memiliki prestasi yang memadai

dan tergantung pola pendidikan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan masyarakat.

Anak yang memiliki retardation mental IQ=36-51 jelas sekali memiliki keterbatasan

dan keterlambatan dalam belajar bicara dan keterlambatan dalam perkembangan lainnya,

seperti duduk. Dengan melalui pelatihan dan dukungan masyarakat (lingkungan), penderita

retardasi mental masih dapat hidup mandiri untuk taraf keterampilan dan kebutuhan

tertentu.

c. Retardasi Mental Kategori Berat

Retardasi mental kategori berat disebut juga dengan mental retardation kategori

severe (berat) dengan tingkat skor IQ=20-25 dan IQ=30-45, memiliki keterampilan

komunikasi formal yang sangat terbatas, sehingga tidak pernah bicara lisan dan jika adapun

bicaranya hanya sebatas satu atau dua kata. Penderitanya membutuhkan bantuan khusus dan

total, seperti mandi, berpakaian, dan makan. Penderitanya total membutuhkan bantuan

living home, tidak memiliki keselamatan, kesehatan apalagi keterampilan akademik.

d. Retardasi Mental Kategori Sangat Berat

Retardasi mental kategori sangat berat disebut juga mental retardation kategori

profound (sangat berat) dengan tingkat skor IQ=20-25, tidak memiliki keterampilan

komunikasi formal, sehingga tidak pernah bicara lisan sama sekali, tak pernah belajar

menggunakan bicara sebagai media komunikasi, dan tidak mampu menggunakan alternatif

bahasa isyarat atau alat komunikasi lainnya. Dia sangat sulit belajar akibat disfungsi

kognitif dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi sehingga aktivitas sehari-harinya

sangat total membutuhkan bantuan living home, keselamatan, kesehatan dan keterampilan

akademiknya sama sekali tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

10

Anak-anak mental retardation dalam kategori sangat berat (IQ ≤ 19) biasanya tidak

dapat berjalan, berbicara, ataupun memahami orang lain. Angka harapan hidup anak-anak

yang memiliki keterbelakangan mental relatif pendek dan tergantung pada faktor

penyebabnya. Biasanya semakin berat mental retardation, maka semakin kecil angka

harapan hidupnya.

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Retardasi Mental

Adapun 5 faktor penyebab retardasi mental menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011)

yaitu :

a. Trauma (Sebelum dan Sesudah Lahir)

Faktor perkembangan dan kelahiran yang dimaksudkan ialah faktor-faktor yang berkaitan

dengan perkembangan selama pranatal, perinatal, dan postnatal. Faktor pranatal, yakni

akibat penyakit, keracunan dari bahan-bahan kimia, obat-obatan yang tidak terkendali dalam

penggunaanya, penggunaan alkohol (fetal alcohol sindrom), drugs, rokok, dan malanutrisi

selama kandungan. Faktor perinata, yakni pengaruh dari kesulitan melahirkan atau kelahiran

yang kurang oksigen (hipoksia). Faktor postnatal, yakni akibat infeksi atau virus, luka atau

pencederaan pada otak atau cacat pada kepala.

b. Infeksi (Bawaan dan Sesudah Lahir) dan Kelainan Kromosom

Infeksi bawaan sesudah lahir yang menyebabkan mental retardation yaitu: rubela

kongenitalis, meningitis, sitomegalo, ensefalitis, toksoplasmosis kongenitalis, listeriosis, dan

HIV.Sementara kelainan kromosom yang menyebabkan mental retardation adalah kesalahan

pada jumlah kromosom (sindrom Down), defek pada kromosom (sindrom X yang rapuh,

sindrom Aangelman, sindrom Prader-Willi), translokasi, dan sindrom cri du chat.

c. Kelainan Genetik dan Kelainan Metabolik yang Diturunkan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

11

Kelainan genetik yang menyebabkan retardasi mental adalah galaktosemia, penyakit Tay-

Sachs, leukodistrofi metakromatik adrenoleukodistrof, sindrom Lesch-Nyhan, sindrom rett,

dan sklerosis tuberosa. Sementara faktor-faktor metabolik yang dapat menyebabkan retardasi

mentaladalah sindrom Reye, dehidrasi hipernatremik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia,

dan diabetes melitus.

d. Akibat Keracunan

Pemakaian alkohol, kokain, amfetamina, dan obat lainnya pada ibu hamil. Serta keracunan

metil merkuri (timah hitam) juga dianggap memberikan konstribusi besar sebagai penyebab

retardasi mental.

e. Gizi dan Lingkungan

Faktor-faktor penyebab retardasi mental yang berkaitan dengan aspek gizi yaitu kwasiorkor,

maramus dan malnutrisi.Sementara faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam

pembentukan retardasi mental adalah kemiskinan, deprivasi sosial, lingkungan rumah dengan

sikap tidak memperdulikan anak atau adanya penelantaran anak, budaya (culture familial

retardation), atau lingkungan yang menghasilkan bahan-bahan kimia beracun dan berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

12

2.1.4 Klasifikasi Tingkatan Retardasi Mental

Tabel 2.1 Klasifikasi menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) sebagai berikut:

TINGKAT

KISARAN

IQ

KEMAMPUAN PRASEKOLAH

(SEJAK LAHIR-5 TAHUN)

KEMAMPUAN

USIA SEKOLAH (6-

20 TAHUN)

KEMAMPUAN

MASA DEWASA (21

TAHUN KEATAS)

Ringan 52-68 Dapat membangun kemampuan sosial & komunikasi koordinasi otot sedikit terganggu dan sering kali tidak terdiagnosis.

Dapat mempelajari pelajaran kelas enam pada akhir usia belasan tahun. Dapat dibimbing ke arah pergaulan sosial dan dapat dididik.

Biasanya dapat mencapai kemampuan kerja & bersosialisasi yang cukup, tetapi ketika mengalami stres sosial ataupun ekonomi, memerlukan bantuan.

Moderat 36-51 Dapat berbicara & belajar berkomunikasi kesadaraan sosial kurang dan koordinasi otot cukup.

Dapat mempelajari beberapa kemampuan sosial & pekerjaan. Dapat belajar berpergian sendiri di tempat-tempat yang dikenalnya dengan baik.

Dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan melakukan pekerjaan yang tidak terlatih atau semi terlatih di bawah pengawasan. Memerlukan pengawasan & bimbingan ketika mengalami stres sosial maupun ekonomi yang ringan.

Berat 20-35 Dapat mengucapkan beberapa kata. Mampu mempelajari kemampuan untuk menolong diri sendiri. Tidak memiliki kemampuan

Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi. Dapat mempelajari kebiasaan hidup sehat sederhana.

Dapat memelihara diri sendiri di bawah pengawasan. Dapat melakukan beberapa kemampuan perlindungan diri dalam lingkungan yang terkendali.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

13

2.1.5 Bentuk-Bentuk Retardasi Mental

a. Alcohol syndrom,Yaitu mental retardation yang diakibatkan bahan kimia dan obat-obatan,

seperti penylalanin. (Hellekson, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011).

a. Lesch-Nyhan syndromadalah mental retardation yang diakibatkan gangguan cerebral palsy

(spastisitas, pengencangan otot). Ciri-ciri Lesch-Nyhan syndrome ditandai dengan perilaku

mencederai diri sendiri, seperti menggigit-gigit jari atau bibir. Gangguan ini hanya dideritai

oleh anak laki-laki, karena yang bertanggung jawab adalah gen resesif, yakni ketika gen

berada di kromosom X pada laki-laki tidak memiliki gen normal untuk menyeimbangi dan

karena laki-laki tidak memiliki kromosom X yang kedua.

b. Down syndromeadalah bentuk mental retardation akibat adanya abnormalitas kromosom 21

yang memberikan penampilan fisik yang khas, seperti wajah mongoloid (Scherenberger,

dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih 2011). Ciri-ciri khas down syndrome adalah mata sipit

dan mengarah keatas, hidung rata, mulut kecil dengan langit-langit datar sehingga lidah

menjulur keluar, ada malformasi jantung bawaan, mengarah demensia Alzheimer (≥ 40

tahun). Gangguan otak pada Down syndrome menyebabkan hendaya ingatan dan gangguan

kognitif lainnya. Selain akibat penyimpangan kromosom, faktor pendukung lain yang dapat

menyebabkan Down syndrome adalah akibat usia ibu yang terlalu tua atau terlalu muda

untuk mengandung.

ekspresif atau hanya sedikit. Koordinasi otot jelek.

Sangat berat

19 atau kurang

Sangat terbelakang. Koordinasi ototnya sedikit sekali. Mungkin memerlukan perawatan khusus.

Memiliki beberapa koordinasi otot, kemungkinan tidak dapat berjalan atau berbicara.

Memiliki beberapa koordinasi otot & berbicara. Dapat merawat diri tetapi sangat terbatas. Memerlukan perawatan khusus.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

14

c. Fragile X syndromemenurut Dykens (1998 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011)

adalah bentuk mental retardation ini akibat penyimpangan atau cacat pada kromosom X

yang berkaitan dengan masalah-masalah belajar, hiperaktif, menghindar tatapan mata,

perseverative speech dan ciri-ciri fisik yang tidak lazim, seperti telinga, buah zakar,

lingkaran kepala yang besar. Estimasi gangguan ini diperkirakan 1 di antara 2.000 laki-laki.

d. Cultural familial retardation, yaitu bentuk mental retardation yang ringan dan disebabkan

oleh pengaruh lingkungan dan kombinasi pengaruh biologis dengan psikososial, seperti

akibat penganiayaan fisik, penelantaran dan deprivasi sosial. Ciri-ciri orang yang cultur

familial retardation adalah memiliki skor IQ= 50-70, memiliki keterampilan adaptif yang

cukup baik, namun tidak berpotensi untuk mengembangkan keterampilannya, memiliki

keterlambatan dalam perkembangan.

2.1.6 Cara Penanganan Retardasi Mental

Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) cara penanganan mental retardation secara

biologis untuk saat ini bukan pilihan utama. Secara umum, penanganan pada mental

retardation harus paralel, yakni dengan mengajarkan berbagai keterampilan yang

dibutuhkan agar mereka dapat produktif dan mandiri. Perlu kita ketahui bahwa para

penderita mental retardation yang sangat mereka butuhkan ialah agar mereka dapat

berpartisipasi dengan cara-cara tertentu dalam masyarakat, bersekolah bahkan memiliki

harapan untuk dapat bekerja dan memperoleh kesempatan menjalin hubungan sosial yang

lebih berarti. Dengan kemajuan teknologi dan pendidikan memberikan peluang yang lebih

baik dan realitis dalam kehidupan bagi para penderita mental retardation.

Mark Durand dan David H. Barlow (2007) mengatakan, bahwa hingga saat ini belum

ada obat medis khusus yang bisa menyembuhkan gangguan mental retardation. Akan tetapi,

usaha pencegahan dan penanganannya lebih menunjukkan pada perubahan keterampilan

yang lebih berarti dalam kehidupan mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

15

a. Penanganan Behavioral

Penanganan gangguan mental retardation pertama kali diintroduksikan pada tahun 1960

yang menekankan pada pengajaran keterampilan melalui inovasi perilaku (behavior),

seperti dengan mengajarkan mereka keterampilan untuk mandi, berpakaian dan buang

air. (Wilson, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Keterampilan perilaku seperti

ini dipecahkan menjadi bagian-bagian lebih kecil (task analysis) dan mereka diajarkan

dengan memberikan pujian-pujian atau penguatan (reinforce). Keberhasilan

mengajarkan keterampilan dapat diukur dari tingkat kemandirian yang dicapai dengan

memanfaatkan keterampilan yang telah diajarkan.

b. Latihan Komunikasi

Latihan komunikasi sangat penting bagi penderita mental retardation. Langkah awal

yang perlu diketahui yaitu bagaimana membuat kebutuhan yang dapat memberikan rasa

puas dalam berbagai aktivitasnya. Tujuan latihan ini berbeda bagi setiap penderita,

tergantung pada tingkat keterampil yang dimilikinya. Bagi penderita mental

retardationringan, tujuannya pada aspek artikulasi dan pengorganisasian bicara.

(Abbeduto, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Sementara penderita mental

retardation dengan disabilitas paling berat, tipe latihan komunikasi dapat memberikan

tantangan baru karena penderitanya memiliki keragaman defisit fisik dan kognitif yang

membuat komunikasi lisan sangat sulit atau bahkan mustahil dilakukan. (warren, dalam

Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Menurut Reichle (1992 dalam Pieter, Janiwarti,

dan Saragih, 2011) Namun bagi para terapis yang ahli dan kreatif tentu memiliki

alternatif yang lebih mudah, misal menggunakan bahasa isyarat yang lazim digunakan

penderita disabilitas pendengaran dan menggunakan argumentatif strategi komunikasi

melalui buku-buku bergambar yang menandakan permintaan atau menunjukkan

terhadap suatu objek tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

16

c. Support Employment

Bellamy (1988 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) mengatakan salah satu

metode yang mengajarkan penderita mental retardation agar dapat berpartisipasi dalam

dunia pekerjaan secara memuaskan dan berkompetisi. (Bellamy, Rhodes, Mank, dan

Albin, 1988). Terlepas dari besarnya biaya yang terkait, maka dengan metode ini bukan

hanya menempatkan penderitanya dalam satu pekerjaan yang bermakna, tetapi yang

terpenting adalah membuat mereka untuk dapat menjadi orang yang produktif, mandiri,

dan berguna bagi masyarakat.

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang

dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang

secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain (Tarwoto

dan Wartonah, 2010).

Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain

dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta

keinginannya. Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan

lingkungannya (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Sedangkan menurut Kozier dan Snyder (2010) konsep diri merupakan citra mental individu.

Konsep diri positif penting untuk kesehatan mental dan fisik individu. Individu yang memiliki

konsep diri positif lebih mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal,

dan juga lebih mampu menerima atau beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi

sepanjang hidupnya

Menurut Potter (2005) konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi

manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Ketidaksesuaian antara

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

17

aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi sumber stress atau konflik. Konsep

diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai

keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsentrasi.

2.2.2 Komponen-komponen Konsep Diri

a. Gambaran Diri (Body image)

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap

ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh

saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap

individu (Tarwoto & Wartonah, 2010)

Menurut Potter & Perry (2009) gambaran atau citra tubuh (body image) meliputi perilaku

yang berkaitan dengan tubuh, termasuk penampilan, struktur, atau fungsi fisik. Rasa terhadap citra

tubuh termasuk semua yang berkaitan dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas,

berpenampilan muda, kesehatan dan kekuatan.

Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima reaksi dari tubuhnya,

menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar

dirinya terpisah dari lingkungan. Gambaran diri (Body image) berhubungan erat dengan

kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek

psikologisnya, pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan menyukai bagian tubuh

akan memberi rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).

b. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku

berdasarkan standart perilaku serta mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi (Tarwoto &

Wartonah, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

18

Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi,

cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi

berdasarkan norma sosial (keluarga Budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan (Salbiah, 2003).

c. Harga Diri

Harga diri (Self-esteem) adalah perasaan individu secara keseluruhan tentang harga diri atau

pernyataan emosional dari konsep diri. Hal ini merupakan dasar dari evaluasi diri karena mewakili

keseluruhan pendapat tentang penghargaan atau nilai personal. Harga diri bersifat positif saat

seseorang merasa mampu, berguna, dan kompeten (Potter & Perry, 2009).

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana

perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi

dan jika mengalami gagal cenderung harga dirinya menjadi rendah. Harga diri diperoleh dari

sendiri dan orang lain (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang

tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri

sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain

(Keliat, 1992).

Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset

ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Gangguan harga diri

dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri

dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self

evaluasi yang telah berlangsung lama). Dan dapat diekspresikan secara langsung atau tidak

langsung (nyata atau tidak nyata) (Salbiah, 2003).

d. Peran

Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan

posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

19

sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi

dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Menurut Stuart & Sundeen, (1998) penyesuaian individu terhadap perannya dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu: (a) kejelasan perilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang

spesifik tentang peran yang diharapkan; (b) Kosistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan

perannya; (c) Kejelasan budaya dan harapannya terhadap perilaku perannya; dan (d) Pemisahan

situasi yang dapat menciptakan ketidakselarasan.

Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok

dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur

sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat,

1992).

e. Identitas

Identitas meliputi perasaan internal akan individualitas, menyeluruh, dan konsistensi

seseorang pada waktu dan situasi yang berbeda. Identitas menunjukkan batasan dan pemisahan diri

yang lainnya. Menjadi “diri sendiri” atau hidup dalam kehidupan nyata merupakan dasar dari

identitas yang benar (Potter & Perry, 2009).

Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang

merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Tarwoto

& Wartonah, 2010).

Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya

berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek mandiri),

kemampuan dan penyesuaian diri (Keliat, 1992).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep diri

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Tarwonto & Wartonah,

(2010) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

20

a) Tingkat perkembangan dan kematangan yakni, perkembangan anak seperti dukungan

mental, perlakuan dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.

b) Budaya yakni, pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,

kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak

lebih dekat pada lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan

fisik dan lingkungan psikososial. Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat

menunjang perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan psikososial adalah segala

lingkungan yang dapat menunjang kenyamanan dan perbaikan psikologis yang dapat

mempengaruhi perkembangan konsep diri.

c) Sumber eksternal dan internal yaitu, kekuatan dan perkembangan pada individu sangat

berpengaruh terhadap konsep diri. Sumber internal misalnya, orang yang humoris koping

individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya, dukungan dari masyarakat, dan

ekonomi yang kuat.

d) Pengalaman sukses dan gagal yakni, ada kecendrungan bahwa riwayat sukses akan

meningkatkan konsep diri demikian juga sebaliknya.

e) Stresor dapat mempengaruhi kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian, dan

ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik

diri, dan kecemasan.

f) Usia tua, keadaan sakit, dan trauma akan mempengaruhi persepsi dirinya.

2.2.4 Kriteria Kepribadian sehat

Kriteria kepribadian yang sehat menurut Tarwoto & Wartonah, (2010) yakni:

a. Citra tubuh yang positif dan akurat yaitu, kesadaran akan diri berdasarkan atas observasi

mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa

lalu.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

21

b. Ideal dan realitas yaitu individu yang mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai

tujuan hidup yang dapat dicapai.

c. Konsep diri yang positif merupakan konsep diri yang menunjukkan bahwa individu akan

sesuai dalam hidupnya.

d. Harga diri tinggi yakni, seseorang yang memiliki harga diri tinggi akan memandang dirinya

sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa

yang dia inginkan.

e. Kepuasan penampilan peran merupakan individu yang mempunyai kepribadian sehat akan

dapat berhubungan dengan orang lain, secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat

mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen.

f. Identitas jelas yakni, individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan

dalam mencapai tujuan.

2.2.5 Karakteristik Konsep Diri Rendah

Menurut (Carpenito, 1995 dalam Taylor) yang dikutip oleh Tarwoto & Wartonah, (2010) ada

beberapa karakteristik konsep diri yang rendah yaitu: menghindari sentuhan atau melihat bagian

tubuh tertentu; Tidak mau berkaca, menghindari diskusi tentang topik dirinya, menolak usaha

rehabilitas, melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat, mengingkari perubahan pada dirinya, tanda

dari keresahan seperti marah, keputusasaan, dan menangis, menolak berpartisipasi dalam perawatan

dirinya, tingkah laku yang merusak seperti gangguan obat-obatan dan alkohol, menghindari kontak

sosial; dan kurang bertanggung jawab.

2.2.6 Konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental

Menurut Muttaqin (2008), yang menyatakan bahwa keluarga merupakan tempat tumbuh

kembang seorang anak, maka keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari anak

yang terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan perilaku setiap hari. Harga

diri orang tua dengan anak retardasi mental dipengaruhi cara penerimaan dan penilaian pribadi

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

22

terhadap hasil yang dicapai dalam kehidupan dengan mempunyai anak retardasi mental (Suliswati,

2005)

Berdasarkan hasil penelitian Kuantitatif yang dilakukan oleh Widiyanto dan Afif, (2013)

terhadap keluarga yang memiliki anak retardasi mental, menunjukkan bahwa subjek keluarga yang

memiliki anak retardasi mental memiliki gambaran konsep diri negatif. Keluarga yang memiliki

anak retardasi mental secara negatif beranggapan bahwa masyarakat sekitar menilai keluarga yang

memiliki anak retardasi mental merupakan orang tua atau keluarga dengan gen yang tidak baik

sehingga menghasilkan keturunan yang tidak baik (retardasi mental). Akibatnya keluarga yang

memiliki anak retardasi mental akan menampilkan kesan yang negatif seperi rasa malu, dan rendah

diri terhadap orang lain. Dapat juga mempengaruhi kurangnya kepercayaan diri orang tua atau

keluarga karena memiliki anak retardasi mental, hal ini disebabkan adanya tuntutan dan harapan

dari orang-orang yang dianggap penting seperti orang tua, saudara dan kerabat terhadap suatu

kesuksesan kehidupan seseorang. Anak retardasi mental seringkali menjadi beban dan dapat

membuat jenuh orang tua atau keluarganya karena tidak dapat memenuhi standar yang sesuai

dengan tuntutan dan harapan keluarga.

2.3 Kecemasan

2.3.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak disadari mengenai

keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri, penyakit yang

dipersepsikan sebagai ancaman kehidupan atau kebutuhan untuk bertahan yang tidak terpenuhi

(Pieter dan Lubis, 2010).

Ermawati (2009 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) mengatakan bahwa kecemasan

(ansietas) merupakan istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yakni

menggambarkan keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak menentu, atau reaksi ketakutan dan

tidak tenteram yang terkadang disertai dengan keluhan fisik. Kecemasan merupakan respon

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

23

emosional dan penilaian individu yang subjektif yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan

belum diketahui secara khusus faktor penyebabnya.

Gangguan kecemasan sering juga dianggap sebagai suatu gangguan yang berkaitan dengan

perasaan khawatir tidak nyata, tidak masuk akal, tidak cocok yang berlangsung terus (intens) atas

prinsip yang terjadi (manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan. Orang yang mengalami gangguan

kecemasan selalu diikuti rasa ketakutan yang difuse, tidak jelas, tidak menyenangkan dan

timbulnya rasa kewaspadaan yang tidak jelas (Pieter, Janiwarti, dan saragih, 2011).

2.3.2 Tanda-Tanda Umum Kecemasan

Tanda-tanda kecemasan (ansietas) adalah memiliki ketakutan yang tidak realistis, irrasional,

dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas (Sutardjo dan Wiramihardja,

2007). Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh

seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang dirasakan oleh individu

tersebut, salah satunya keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh Pieter dan lubis (2010) ada 2

gejala, yaitu gejala fisik dan gejala psikologis. Gejala fisik meliputi; ketegangan motorik seperti

gemetar, gugup, nyeri otot dan mudah lelah, nafas pendek atau perasaan mudah tercekik, tangan

dingin dan berkeringat, mulut kering dan pusing, mual, diare atau tidak nyaman abdomen, sering

berkemih, tiba-tiba panas dan menggigil, tekanan darah meningkat. Gejala psikologis meliputi ;

kegelisahan yang berlebihan, waspada yang berlebihan, sulit berkonsentrasi, respon kaget

berlebihan, sulit tidur, mudah tersinggung dan hipersensitif.

2.3.3 Tingkat Kecemasan

Empat tingkat kecemasan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan efek pada tiap

individu yang dikemukakan oleh Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) dan Tarwoto (2010), yaitu:

a. Cemas Ringan

Adanya berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan sehari-hari. Lapangan

persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

24

cemas ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respon-respon fisiologis

orang yang mengalami cemas ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya

tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung.

Respon kognitif orang yang mengalami cemas ringan adalah lapang persepsi melebar,

dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat

menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respon perilaku dan emosi dari orang yang

mengalami cemas adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-

kadang meninggi.

b. Cemas Sedang

Pada cemas sedang tingkat lapangan persepsi pada lingkungan menurun dan

memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal-hal lain.

Respon fisiologis dari orang yang mengalami cemas sedang adalah sering napas pendek,

nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, dan gelisah.

Respon kognitif orang yang mengalami cemas sedang adalah lapangan persepsi yang

menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus terhadap apa yang menjadi perhatian.

Adapun respon perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak, meremas tangan,

sulit tidur, dan perasaan tidak aman.

c. Cemas Berat

Cemas berat lapangan persepsinya menjadi sangat sempit, individu cenderung

memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berpikir

realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain.

Respon-respon fisiologis cemas berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

25

Respon kognitif orang mengalami cemas berat adalah lapangan persepsi yang sangat

sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Adapun respon perilaku dan

emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking.

2.3.4 Faktor-Faktor Penyebab Cemas

Menurut Pieter dan Lubis (2010) ada faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang

merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya

(faktor ekstrnal). Namun demikian pencetus cemas (ansietas) dapat dikelompokkan ke

dalam dua kategorik yaitu :

1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

2. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam terhadap

identitas diri, harga diri, kehilangan status / peran diri, dan hubungan interpersonal.

Menurut Pieter, Janiwarti, dan saragih (2011) berdasarkan teori psikoanalisis cemas

merupakan konflik emosional antara dua elemen kepribadian, yakni Id, Ego, dan Superego.

Id mencerminkan dorongan instingtif dan impuls-impuls primitif. Ego melambangkan

mediatir antara Id dan Superego. Sedangkan Superego mencerminkan hati nurani seseorang

yang dikendali oleh norma-norma lingkungan, agama dan budaya. Kaitannya pada cemas

adalah peringatan terhadap pertahanan ego.

Adapun pada teori interpersonal mengatakan bahwa cemas terjadi akibat ketakutan

atas penolakan interpersonal dan disertai dengan trauma masa perkembangan seperti

kehilangan atau perpisahan orang tua. Demikian juga dengan kehilangan harga diri, di mana

biasanya orang yang mengalami hilangnya harga diri bisa berakibat timbulnya cemas berat.

Sementara menurut pandangan teori perilaku, cemas dianggap sebagai produk

frustrasi, yakni segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang mencapai tujuan

yang dia inginkan. Semakin tinggi frustrasi yang dialami, maka akan semakin besar tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

26

cemasnya. Sumber-sumber frustrasi adalah pada usaha pemenuhan kebutuhan, kondisi fisik

individu dan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab

cemas adalah adanya perasaan takut tidak diterima dalam lingkungan tertentu, adanya

pengalaman traumatis, seperti trauma perpisahan, kehilangan atau bencana alam, adanya

frustrasi akibat kegagalan mencapai tujuan, adanya ancaman pada integritas diri, yakni

meliputi kegagalan memenuhi kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) dan adanya ancaman

pada konsep diri.

2.3.5 Cara Mengatasi Cemas

Menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) ada 4 komponen cara mengatasi

cemas antara lain yaitu:

a. Terapi Individual

Terapi individual adalah dengan mengajak klien mengeksplorasi rangsangan yang

menimbulkan cemas, mengajari klien untuk menghambat respon cemas melalui

penyelesaian dan analisis logis. Membantu klien memahami bagaimana pikiran, perasaan

dan situasi yang dapat mencetuskan respons yang terantisipasi. Tingkatkan pengenalan pada

keterbatasan diri dalam serangan cemas sehingga klien dapat memulai membentuk kontrol

pada semua aspek keterbatasannya. Mendorong klien untuk mengatasi kecemasan, seperti

mengatakan kamu dapat melewati segala masalahmu. Ajarkan klien tentang relaksasi untuk

mengurangi segala ketegangan fisik. Mengkaji dan monitor gejala kecemasan, apakah ada

keinginan untuk bunuh diri.

b. Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah dengan mengajari klien strategi koping untuk mengatasi

kejadian hidup yang penuh stres. Beri kesempatan klien untuk membuat dan mencoba cara-

cara baru dalam bersikap dan berpikir. Dorong klien untuk menggunakan teman kelompok

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

27

dalam menenteramkan suasana hatinya. Bantu klien mengidentifikasi kapan cemas

meningkat dan mereduksi proses cemasnya.

c. Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah dengan mengajarkan kepada keluarga klien tentang cemas

yang terjadi pada klien. Mengajarkan keluarga klien untuk mengembangkan keterampilan

komunikasi yang efektif, mereduksi konflik keluarga dan mengajarkan tentang makna

kejujuran, empati, dan keterbukaan.

d. Terapi Obat-obatan

Menggunakan obat cemas (terutama benzodiazepin), anti depresan (seperti selective

sorotonin reuptake inhibitor), inhibitor oksidae moenoamin (obat untuk panik berat).

2.3.6 Tindakan Keperawatan Mengatasi Kecemasan Kepada Individu

Menurut Purba, Wahyuni, Daulay, dan Nasution (2012) tindakan keperawatan yang

dapat dipilih dengan kondisi pasien atau individu sebagai berikut:

1. Kecemasan

Tindakan keperawatan untuk individu

Tujuan:

a) Klien mampu mengenal kecemasan (ansietas)

b) Klien mampu mengatasi kecemasan melalui teknik relaksasi

c) Klien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi

kecemasan

Tindakan keperawatan:

a) Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa

aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam membina

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

28

hubungan saling percaya adalah: (a) Mengucapkan salam terapeutik; (b) Berjabat

tangan; (c) menjelaskan tujuan interaksi; dan (d) Membuat kontrak topik, waktu dan

tempat setiap kali bertemu pasien

b) Bantu pasien mengenal kecemasan:

Adapun tahapan perawat untuk membantu pasien mengenal kecemasan yang dihadapi

yakni : (a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya; (b)

Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan kecemasan; (c) Bantu pasien

mengenal penyebab kecemasan; dan (d) Bantu pasien menyadari perilaku akibat

kecemasan (ansietas)

c) Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri: (a)

Pengalihan situasi; (b) Tarik nafas dalam dan mengerutkan serta mengendurkan otot-

otot; dan (c) Menggunakan teknik 5 jari

d) Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali rasa cemas itu muncul

2.3.7 Kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental

Menurut Norhidayah, Wasilah, dan Husein (2013) kecemasan yang terjadi pada

keluarga penderita retardasi mental disebabkan oleh permasalahan yang ditimbulkan karena

memiliki anak retardasi mental itu lebih kompleks dibandingkan dengan keluarga yang

memiliki anak normal. Berdasarkan teori, kecemasan yang dialami keluarga yang memiliki

anak abnormal merupakan jenis kecemasan realitas. Hal yang juga menyebabkan sebagian

besar keluarga penderita retardasi mental mengalami kecemasan adalah kemungkinan

adanya konflik dalam menghadapi anak retardasi mental. Seringkali orang tua tidak

memahami mengenai retardasi mental sehingga orang tua merasa bimbang terhadap kondisi

anaknya yang mengalami konflik dalam diri. Konflik juga berpotensi terjadi karena adanya

perbedaan penanganan terhadap anak retardasi mental dengan anak normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

29

Pada penelitian Hastuti pada tahun 2004 menunjukkan bahwa permasalahan yang

banyak dialami keluarga penderita retardasi mental mengacu pada tingkah laku dan emosi

anak retardasi mental, masa depan anak, kesempatan anak retardasi mental untuk

melanjutkan pendidikan dan pengasuhan anak retardasi mental setelah ketidakhadiran

keluarga. Hal ini dikarenakan anak retardasi mental membutuhkan pengawasan yang

berbeda-beda dari anak-anak lainnya. Permasalahn yang juga muncul pada keluarga

penderita retardasi mental adalah kecemburuan terhadap orang tua lain yang tidak memilki

anak retardasi mental.

2.4 Keluarga

2.4.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul serta tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam

keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, 2008).

Menurut Friedman, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, (2008) Keluarga merupakan

kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi

dan tinggal dalam satu rumah.

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lainnya, dan di dalamnya terdapat peranan dari masing-masing

anggota, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan yang telah ada (Salvicion G

Baillon dan Aracelis Maglaya dalam Sujono Riyadin, 2009).

2.4.2 Struktur Keluarga

Menurut Friedman dalam Satun Setiawati (2008) menyebutkan elemen struktur keluarga

terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

30

1) Struktur peran keluarga

a. Struktur peran keluarga; menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik

didalam keluarganya sendiri maupun peran dilingkungan masyarakat.

b. Nilai atau norma keluarga; menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini

dalam keluarga.

c. Pola komunikasi keluarga; menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi diantara

orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga besar.

d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk

mengendalikan atau mempengaruhi orang lain dalam perubahan prilaku ke arah positif.

2) Ciri-ciri struktur keluarga

Menurut Satun Setiawati (2008) ciri-ciri struktur keluarga yaitu :

a. Teroganisasi

Keluarga adalah cerminan organisasi, dimana masing-masing anggota keluarga memiliki

peran dan fungsi masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat tercapai.

b. Keterbatasan

Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya

masing-masing sehingga dalam berinteraksi setiap anggota keluarga tidak bisa semena-

semena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab, masing-

masing anggota keluarga.

c. Perbedaan dan kekhususan

Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota

keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan hak seperti halnya peran ayah

sebagai pencari nafkah utama, peran ibu yang merawat anak-anakn.

3) Dominasi struktur keluarga

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

31

Menurut Satun Setiawati (2008), dominasi struktur keluarga terbagi menjadi tiga bagian

yaitu :

1. Dominasi jalur hubungan darah

a) Patrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ayah.

b) Matrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ibu

2. Dominasi keberadaan tempat tinggal

a) Patrilokal : Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga

dari pihak suami.

b) Matrilokal : Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga

sedarah dari pihak istri.

3. Dominasi pengambilan keputusan

a) Patriakal : Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami

b) Matriakal : Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak istri.

2.4.3 Tipe-tipe Keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan.

Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga juga berkembang mengikutinya. Berikut

adalah berbagai tipe keluarga menurut Sri Setyowati (2008):

1. Tipe keluarga tradisional

a. Keluarga inti : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung

atau angkat).

b. Keluarga besar : yaitu keluarga inti yang ditambah dengan keluarga lain yang

mempunyai hubungan darah.

c. Keluarga Dyad : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

32

d. Single Parent : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ ibu)

dengan anak (kandung/ angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau

kematian.

e. Single Adult : yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya,

seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).

2. Tipe keluarga non tradisional

a. The unmarriedteenege mather : keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)

dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

b. The stepparent family : keluarga dengan orang tua tiri. Beberapa keluarga yang tidak ada

hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,

pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau

membesarkan anak bersama.

c. The non marital heterosexual cohibitang family : keluarga yang hidup bersama dan

berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

d. Gay dan lesbian family : seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama

sebagaimana pasangan suami istri.

e. Cohabiting couple : orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena

beberapa alasan tertentu.

f. Group marriage family : beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga

bersama yang sudah saling menikah, berbagai sesuatu termasuk sexual dan

membesarkan anaknya.

g. Group network family : keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup

bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang

rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

33

h. Foster family : keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau

saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan

bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

i. Homeless family : Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan ekonomi dan atau problem

kesehatan mental.

j. Gang : Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari

ikatan emosional dan yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan

dan kriminal dalam kehidupannya.

2.4.4 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman, 1998 dalam Satun S & Agus Citra D, (2008)

sebagai berikut :

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga.

Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling

menghargai antar anggota keluarga.

b. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam

keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu

untuk belajar bersosialisasi.

c. Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

34

d. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh

anggota keluarganya yaitu : makan, pakaian, dan tempat tinggal.

e. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya

masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah

kesehatan.

2.4.5 Peran Keluarga

Peran keluarga menurut Setyowati & Muwarni (2008), yaitu :

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan

individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,

kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga

adalah sebagai berikut :

1. Peranan Ayah : Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung/ pengayon, pemberi rasa aman bagi setiap

anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial

tertentu.

2. Peranan Ibu : Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-

anak, pelindung keluarga dan pencari nafkah tambahan keluarga dan juga

sebagai anggota masyarakat sosial tertentu.

3. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan

tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2.4.6 Peran Keluarga dibidang Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Pengertian

35

Peran Keluarga dibidang Kesehatan menurut Setyowati & Muwarni (2008) :

Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melakukan praktek asuhan kesehatan, yaitu

untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.

Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan memengaruhi status kesehatan

keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dan tugas

kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti

sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : (a) Mengenal masalah kesehatan; (b)

Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat; (c) Memberi perawatan pada anggota keluarga

yang sakit; (d) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat; (e) Mempertahankan

hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara