bab 2 tinjauan pustaka 2.1. motivasi kerja 2.1.1. pengertian

51
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan individu pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston, 2010). Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna memuaskan kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga memiliki rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004). Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi, motivasi merupakan proses psikologis yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk perilaku guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai konsep utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih efisien, efektif, dan produktif (Huber, 2006). Memimpin dan mengolah kelompok profesional, diperlukan kreatifitas, perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional tersebut merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya. Mengingat motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus memiliki Universitas Sumatera Utara

Upload: hoangduong

Post on 29-Dec-2016

228 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Kerja

2.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan individu

pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan

proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela

yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston, 2010).

Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna memuaskan

kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga memiliki

rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004).

Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari dalam

individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi, motivasi

merupakan proses psikologis yang memunculkan, mengarahkan, dan

mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk perilaku guna

memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai konsep

utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam

layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih efisien, efektif,

dan produktif (Huber, 2006).

Memimpin dan mengolah kelompok profesional, diperlukan kreatifitas,

perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional tersebut

merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya. Mengingat

motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

kemampuan untuk menumbuhkan motivasi melalui sistem pengarahan dengan

menciptakan iklim motivasi (Huber, 2006).

Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui kegiatan manajemen

pengarahan yaitu: (1) Memberikan harapan yang jelas kepada staf dan

menyampaikan harapan tersebut secara efektif, (2) Bersikap adil dan konsisten

terhadap semua staf, (3) Membuat keputusan yang bijaksana, (4)

Mengembangkan konsep kerja kelompok, (5) Mengintegrasikan kebutuhan dan

keinginan staf ke dalam kebutuhan dan tujuan organisasi, (6) Mengenal staf secara

pribadi dan tunjukkan kepada mereka bahwa pemimpin mengetahui keunikan

dirinya, (7) Menghilangkan blok tradisional antara staf dan pekerjaan yang telah

dikerjakan, (8) Memberi tantangan kerja sebagai kesempatan untuk

mengembangkan diri, (9) Melibatkan staf dalam mengambil semua keputusan,

(10) Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di balik semua keputusan dan

tindakan yang diambil, (11) Memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat

penilaian sesering mungkin, (12) Membangun hubungan saling percaya dan saling

tolong bersama staf, (13) Memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan

kerjanya, (14) Menjadi model peran bagi staf, dan (15) Memberikan

reinforcement sering mungkin (Marquis & Houston, 2010).

2.1.2. Motivasi Internal dan Eksternal

Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya

terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Motivasi bawaan dan (b) Motivasi yang dipelajari.

Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga

disebut sebagai motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus

dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi karena adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia

(Gibson,1996).

Jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi atas: (a) Motivasi

intrinsik dan (b) Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang

berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu

dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang

berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu (Hicks & Gullet,

2002).

a. Motivasi Internal

1. Motivasi Internal (Intrinsik)

Berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam

pribadi seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini

mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang

menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal menurut Hicks &

Gullet (2002) yaitu:

a. Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan

menginginkan adalah merupakan hal yang unik bagi.

b. Kepentingan, keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena

semuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadian,

penampilan, biologis, psiologis dan psikologis.

b. Motivasi eksternal (ekstrinsik)

Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar diri

individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manager juga meliputi hal-hal

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

yang berkaitan dengan pekerjaan seperti komitmen pemimpin,

gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung

penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab (Hicks & Gullet, 2002).

2.1.3. Teori Motivasi

2.13.1. Teori Motivasi Herzberg

Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan

manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori motivasi dua

faktor dikemukakan oleh Herzberg, seorang psikolog pada tahun 1966 yang

merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori

Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam

memotivasi karyawan.

Untuk memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan teori

motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan

peneliti adalah: 1) Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu

untuk karyawan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow

misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, dan 2) Teori

Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya

mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan

seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri

masing–masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari

luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Menurut Hasibuan (2000), ada 3 hal penting yang harus diperhatikan

dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

1. Hal–hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang

menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung

jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan

adanya pengakuan atas semuanya.

2. Hal–hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor

yang bersifat embel–embel saja pada pekerjaan, peraturan

pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji,

tunjangan, dan lain–lain.

3. Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas.

Berikut teori motivasi dua faktor menurut Herzberg yang dapat dapat

dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi adalah sebagai berikut:

Faktor Ekstrinsik; 1) Kebijaksanaan dan administrasi, 2) Supervisi, 3) Gaji/upah,

dan 4) Hubungan antar pribadi dan 5) Kondisi kerja. Faktor Intrinsik; 1)

Keberhasilan, 2) Pengakuan/penghargaan, 3) Pekerjaan itu sendiri, 4) Tanggung

jawab, dan 5) Pengembangan.

Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan

motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan

faktor-faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong secara

intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas

dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan Dalam hal ini tidak

dikaitkan dengan perolehan hal–hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang

terdorong oleh faktor–faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang

diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada

perolehan hal–hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

ekstrinsik tidak akan mendorong para karyawan untuk berforma baik, akan tetapi

jika faktor–faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji

tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi

sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila

pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan

adalah faktor–faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan

faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik.

a. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu:

1. Keberhasilan

Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan

pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada

bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat

kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang

dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal

tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan

menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan

pekerjaan yang penuh tantangan.

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan.

Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan

menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat

penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau

promosi.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

3. Pekerjaan itu sendiri

Pimpinan membuat usaha–usaha yang nyata dan meyakinkan

sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang

dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan

yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan

sesuai dengan bidangnya.

4. Tanggung Jawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap

bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat,

dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri

sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi.

Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan

dan pelaksanaan pekerjaan.

5. Pengembangan

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi

bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu

pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda

tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan,

pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan

mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh

kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

b. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu:

1. Kebijaksanaan dan Administrasi

Pimpinan didalam menjalankan proses kegiatan

kepemimpinannya dalam organisasi menetapkan kebijaksanaan

dalam membuat keputusan dan seluruh kegiatan administrasi

pimpinan berhak mengetahuinya, menetapkan kebijakan sebagai

pimpinan juga dilakukan supaya lebih terorganisir dalam bekerja

agar dipatuhi/dilaksanakan karyawan terhadap kegiatan

administrasi tersebut, kebijaksanaan tersebut juga wajib dimiliki

pemimpin dalam mengorganisir karyawan.

2. Hubungan Antar Pribadi

Pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam

menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, mengajak

bawahan berkomunikasi dalam menyelesaikan tugas atau

pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu pekerjaan

sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika ada

karyawan baru, tim yang telah ada wajib membantu dalam

beradaptasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercapai.

Apabila ada anggota karyawan mengalami kemalangan/musibah

sesama karyawan harus saling menolong.

3. Kondisi Kerja

Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi

kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di

ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja. Jika adanya

hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan

terjadi saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam

bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu

kegiatan organisasi dalam bekerja ini mendukung dalam

terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga didukung

harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam

melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.

2.2 Supervisi

2.2.1 Pengertian Supervisi

Supervisi adalah intervensi yang diberikan oleh karyawan senior kepada

karyawan junior yang memiliki kesamaan profesi. Hubungannya bersifat

evaluatif, sepanjang waktu, mencapai tujuan yang berkelanjutan dalam

meningkatkan kemampuan juniornya, pemantauan kualitas layanan profesional

pada pasien (Bernard & Goodyear, 2004).

Supervisi bersifat normatif, yaitu mengendalikan mutu layanan dengan

menyusun, menetapkan kebijakan prosedur, mengembangkan standar,

melaksanakan audit, dan suportif, yaitu meningkatkan kemampuan pengendalian

emosional dan formatif, yaitu menjaga, meningkatkan, menfasilitasi kompetensi,

kemampuan, efektivitas suprvisee serta mengembangkan kemampuan dan praktik

keperawatan berbasis bukti. Jadi, tujuan supervisi adalah untuk memberikan

dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

dengan tidak membuat perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan

pekerjaan secara benar (Sloan & Watson, 2002).

2.2.2 Fungsi supervisi

Fungsi Supervisi mempunyai lima fungsi dalam upaya untuk

mencapai tujuan organisasi.

Fungsi tersebut adalah:

1. Perencanaan, menunjuk perawat serta tugasnya masing-masing, mengikuti

serah terima pasien pada shift sebelumnya, mengidentifikasi tingkat

ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi tingkat

ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi jumlah perawat yang

dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu

oleh perawat, dan merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.

2. Pengorganisasian, merumuskan metode penugasan yang digunakan,

merumuskan tujuan metode penugasan, membuat rincian tugas perawat

secara jelas, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat

proses dinas, membuat rencana kendali, membawahi perawat dan mengatur

tenaga yang ada setiap hari.

3. Membimbing dan Mengarahkan, memberi pengarahan tentang penugasan

kepada perawat, memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas

dengan baik, memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan

dan sikap perawat, membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam

melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan kolaborasi sesama tim kerja.

4. Pengawasan dan Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan dan

membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

melalui komunikasi, mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat

mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien, melakukan audit

keperawatan, melalui supervisi pengawasan langsung melalui inspeksi,

mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan

memperbaiki/mengawasi, pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar

hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang

dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilakukan

(didokumentasikan), dan mendengar laporan dari perawat.

5. Pencatatan dan Pelaporan, mencatat evaluasi tindakan keperawatan sesuai

batas kemampuan perawat, mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya

melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai

batas kemampuannya dan melaporkannya pada pimpinan di atasnya, berperan

serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya

meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit dan mencatatnya

untuk sebagai bahan pembelajaran bersama, mengikuti pertemuan berkala

yang diadakan oleh pimpinan di rumah sakit dan pelaporan dari ruangan yang

di bawah kepemimpinan kepala ruangan, melaksanakan sistem pencatatan

dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai standar

asuhan keperawatan (Sitorus & Panjaitan ,2011).

Depkes RI (1999) dalam Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan &

Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI (2007)

Menyatakan bahwa peran supervisi yang dilakukan kepala ruangan yaitu:

1. Perencanaan; a) Menunjuk perawat yang bertugas di kamar masing-masing,

b) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya, c)

Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien, d) Mengidentifikasi

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan

pasien, e) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf, f)

Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan, g) Merencanakan

kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan kelolaan, dan h) Melakukan

pelaporan dan pendokumentasian

2. Pengorganisasian dan ketenagaan; a) Merumuskan metode penugasan

keperawatan, b) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan,

c) Merumuskan rincian tugas perawat secara jelas. d) Membuat rentang

kendali di ruang rawat, e) Mengatur dan mengendalikan tenaga

keperawatan, misalnya membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada

setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien, f) Mengatur dan

mengendalikan pelaksanaan asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi,

bimbingan dan penyampaian informasi, g) Mengatur dan mengendalikan

logistik dan fasilitas ruangan, h) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan

praktek, i) Mendelegasikan tugas kepada perawat, j) Melakukan koordinasi

dengan tim kesehatan lain, dan k) Melakukan pelaporan dan

pendokumentasian.

3. Pengarahan; a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, b)

Memberikan pengarahan kepada perawat tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen, c) Menginformasikan hal-hal

yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan

pasien, dan d) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

2.2.3 Karakteristik Supervisi

Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karakteristik:

a. Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya

b. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada

c. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala

d. Dilaksanakan oleh atasan langsung (kepala unit/kepala ruangan atau

penanggung jawab yang ditunjuk).

e. Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan

keperawatan.

2.2.4. Manfaat Supervisi

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak

manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar,

2010):

1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini

erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan

bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih

harmonis antara atasan dan bawahan.

2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja

ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan

bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang

sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan

telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah

menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah

ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan.

2.2.5 . Frekuensi Pelaksanaan Supervisi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang

dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena

organisasi/ lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu

dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai

penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui

peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan.

Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus

dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya

bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat

penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat

penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan (Suarli &

Bachtiar, 2010).

2.2.6. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang

kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan

jumlah sumber. Sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas.

Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok

supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar,

2010):

1. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan

untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila

ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk

mengatasinya.

2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif

dan suportif, bukan otoriter.

3. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya

dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.

4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja

sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses

penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan.

5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan

kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan

tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan

supervisi yang baik.

6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan

perkembangan.

2.2.7. Pelaksana Supervisi

Menurut Suarli dan Bachtiar (2010), yang bertanggung jawab dalam

melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi.

Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga

pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip

pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada

beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi

(supervisor).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

Karakteristik yang dimaksud adalah:

1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang

disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus

dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.

2. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang

cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.

3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi

artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.

4. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan

otoriter.

5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu

berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan

yang disupervisi.

2.2.8. Teknik Supervisi

Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian

masalah. Bedanya pada supervisi teknik pengumpulan data untuk menyelesaikan

masalah dan penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung oleh

pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar.

Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi,

bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Dengan

perbedaan seperti ini, bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada

dua hal yang perlu diperhatikan menurut Bachtiar dan Suarli (2010) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

1. Pengamatan langsung

Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam

melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari

supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan

perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan.

Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung.

Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar

pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah.

Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah:

a. Pengarahan harus lengkap.

b. Mudah dipahami.

c. Menggunakan kata-kata yang tepat.

d. Berbicara dengan jelas dan lambat.

e. Berikan arahan yang logis.

f. Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat.

g. Pastikan bahwa arahan dipahami.

h. Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut.

Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk

itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.

a. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat

menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap

pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini,

maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective

supervision).

b. Objektivitas pengamatan, pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi

dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini,

maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang

telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan

secara lengkap dan apa adanya.

c. Pendekatan pengamatan, pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai

dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan

menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan

langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau

kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan

tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan

kekuasaan atau otoritas.

2. Pengamatan Tidak langsung

Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan.

Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga mungkin

terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

3. Kerja sama

Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana

supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah,

sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah,

penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

secara bersama-sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut

dilaksanakan secara bersama-sama pula.

2.2.9. Supervisi Keperawatan

Bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas,

yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat

yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam

mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan

dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan

keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008).

Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian

asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan,

observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiap-

tiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar

merupakan variabel yang harus disupervisi (Wiyana, 2008).

1. Pelaksana Supervisi Keperawatan

Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari

masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan

kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan

dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertangguung jawab antara lain

(Suyanto, 2008):

1. Kepala ruangan

Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan

keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang

dipimpinnya. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kepala ruangan mengawasi

perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara

langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan

yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang

perawatan yang menerapkan metode tim, maka kepala ruangan dapat

melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masing-

masing (Suarli & Bahtiar, 2010).

2. Pengawas perawatan (supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit

pelaksana fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung

jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. Bertanggung jawab

dalam melakukan supervisi pelayanan pada kepala ruangan yang ada

di instalasinya.

1. Kepala seksi, beberapa instansi digabung di bawah satu

pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas

keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan

seluruh perawat secara tidak langsung.

2. Kepala bidang keperawatan, sebagai top manager dalam

keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang

keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik

secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas

keperawatan.

2. Sasaran Supervisi Keperawatan.

Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

a. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola

b. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana

c. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara kontinue/sistematis

d. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis

e. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang

f. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational

g. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan

keuangan.

Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati

berdasarkan struktur dan hirarki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan

pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan,

maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang

melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah

untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli &

Bachtiar, 2010).

Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain:

pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis,

sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang,

penyimpangan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008).

3. Kompetensi Supervisor Keperawatan

Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik

mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerjanya. Para supervisor

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan,

membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003).

Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus

memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008):

a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti

oleh staf dan pelaksana keperawatan.

b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan

keperawatan.

c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan

pelaksanan keperawatan.

d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok).

e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana

keperawatan.

f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.

4. Langkah-langkah Supervisi

1. Pra supervisi

Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada pra supervisi adalah:

a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.

b. Supervisor menetapkan tujuan.

2. Supervisi

Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi adalah:

a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen

yang telah disiapkan.

b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

c. Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associste untuk

mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.

d. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.

e. Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat primer dan perawat

associate.

f. Supervisor memberikan masukan dan solusi pada perawat primer dan

perawat associate.

g. Supervisor memberikan reinforcement pada perawat primer dan perawat

associate.

5. Peran supervisor dan fungsi supervisi keperawatan dalam manajemen

keperawatan

Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan

keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia

(Marquis & Huston, 2010).

1. Manajemen pelayanan keperawatan.

Tanggung jawab supervisor adalah:

a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek keperawatan.

b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan.

c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan

keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.

2. Manajemen anggaran

Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu perencanaan,

dan pengembangan. Supervisor berperan dalam:

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana tahunan

yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat dicapai sesuai

tujuan rumah sakit.

b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk perencanaan anggaran

keperawatan.

c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.

Supervisi yang berhasil dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu saja,

tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar dapat dijalankan dengan

tepat. Kegagalan supervisi dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan

keperawatan.

1. Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok, yaitu:

a. Mengacu pada standar asuhan keperawatan.

b. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk

menetapkan pencapaian.

c. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas

asuhan.

2. Area Supervisi keperawatan yaitu:

a. Pengetahuan dan pengertian tentang klien.

b. Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar.

c. Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran, empati dan

gagasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.

6. Teknik Supervisi keperawatan

Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber

yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer

keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis

secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan

efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan

keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan

diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006).

Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung.

1. Teknik Supervisi Secara Langsung.

Supervisi yang dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang

dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan

agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah

(Wiyana, 2008).

Cara memberikan supervisi efektif adalah: (1) Pengarahan harus lengkap

dan mudah dipahami; (2) Menggunakan kata-kata yang tepat; (3) Berbicara

dengan jelas dan lambat; (4) Berikan arahan yang logis; (5) Hindari banyak

memberikan arahan pada satu waktu; (7) Pastikan arahan yang diberikan dapat

dipahami; dan (8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu

tindak lanjut. Supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang

melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi

dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam

pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian

sampai dengan evaluasi (Wiyana, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana,

2008):

a. Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa

pendokumentasiannya akan disupervisi.

b. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan

pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara

langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan.

c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan

keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes.

d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang

disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang

sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai

form A dari Depkes.

e. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi.

2. Secara Tidak Langsung

Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan

baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang

terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan

balik dapat diberikan secara tertulis (Wiyana, 2008).

Langkah-langkah Supervisi tidak langsung yaitu:

a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi

pada buku rekam medik perawat.

b. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

c. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi

asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari

Depkes.

d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi dengan

memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis

pada perawat yang mendokumentasikan.

e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau

sesuai standar.

7. Prinsip Supervisi Keperawatan

Seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi

secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip

tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional

dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat

edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu

membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi

dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu

memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif,

fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang

yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri

disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja

bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Arwani,

2006).

Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan

antara lain; (1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, (2)

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan

antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan

kepemimpinan, (3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan

dinyatakan melalui petunjuk, peraturan uraian tugas dan standard, (4) Supervisi

merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat

pelaksana. (5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang

spesifik, (6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi

efektif, kreatifitas dan motivasi, dan (7) Supervisi mempunyai tujuan yang

berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan

klien, perawat dan manajer.

8. Supervisi Kepala Ruangan

1. Kegiatan Rutin Supervisor

Mengkoordinasikan sistem kerja secara efektif, para supervisor harus

melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi.

Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan

lansung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang

mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor yang efektif

menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003).

Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008):

a. Persiapan

Kegiatan kepala ruangan meliputi: (a) Menyusun jadwal supervisi, (b)

Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pen

dokumentasian), dan (c) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada

perawat pelaksana.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

9. Pelaksanaan supervisi

Kegiatan kepala ruangan pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi :

1. Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi.

2. Membuat kontrakwaktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan.

3. Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk

masing-masing tahap.

4. Mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam

pedokumentasian asuhan keperawatan.

5. Mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing

tahap.

6. Memberikan bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan.

7. Mencatat hasil supervisi.

2.2.10. Evaluasi

Kegiatan kepala ruangan pada tahap evaluasi meliputi: (1) Menilai respon

perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan, (2) Memberikan

reinforcement pada perawat, dan (3) Menyampaikan rencana tindak lanjut

supervisi.

1. Model-model Supervisi Keperawatan

Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat

diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Depkes, 1999):

a. Model konvensional

Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan

masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi

dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari

pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit

terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah

dilakukan.

b. Model ilmiah

Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan

sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu

supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karakteristik sebagai berikut

yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrumen

dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat

diberikan umpan balik dan bimbingan.

c. Model klinis

Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana

dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya

dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara

sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh

seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

d. Model artistic

Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk

menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat

pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling

percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan terbuka dam

mempermudah proses supervisi.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

1.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian kinerja

Defenisi kinerja yang dikemukakan para ahli terdapat beberapa defenisi,

yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan

presepsi peranan. Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan

melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh

atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan

usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam

situasi tertentu (Depkes, 2004).

Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam

melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut

biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan.

Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam

tingkatan kinerja tertentu. Tenaga keperawatan Rumah Sakit merupakan sumber

daya manusia berjumlah terbesar dan paling banyak berinteraksi dengan klien

untuk memberikan asuhan ke perawatan yang komprehensif dan professional,

sehingga kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak (Depkes, 2004).

Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan. Kinerja adalah suatu proses dan hasil yang dicapai oleh seseorang

menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Kinerja

perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu

organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

melanggar hukum, aturan serta sesuai dengan moral dan etika, dimana kinerja

yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Potter & Perry,

2005).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh

manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas.

Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan

prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan

volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja

untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir,

serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Potter & Perry,

2005).

Sedangkan menurut Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah

penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja

dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi

merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu

dalam organisasi.

Penekanannya akan lebih banyak kepada sasaran dalam bentuk target yang

terukur daripada kompetensi. Kinerja mereka akan diukur berdasarkan apa yang

telah dilakukan untuk mencapai hasil sehingga mereka melakukannya akan

menjadi kurang penting. Kinerja manajer, ketua tim, dan staf profesional

umumnya juga akan diukur dengan mengacu kepada defenisi akuntabilitas

utamanya. Pencapaian target secara kuantitatif masih penting bagi aspek-aspek

tertentu dari pekerjaan tersebut yang mungkin tidak dapat diukur dan

dipergunakan. Pada pekerjaan administratif dan pendukung, ukuran kinerja akan

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

dihubungkan dengan defenisi dari tugas-tugas utama atau aktifitas kunci terhadap

standar kinerja yang berkesinambungan akan disertakan untuk mengukur kinerja.

Persyaratan atribut dan kompetensi yang sesuai dengan tingkat pekerjaan akan

tetap penting. Pada beberapa pekerjaan, kinerja akan diukur dengan mengacu

kepada standar output ataupun lama waktu yang dipakai (Ilyas, 2002).

Menurut Ilyas (2002) model teori kinerja adalah analisis terhadap

sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel

individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar

belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan

faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis

mempunyai efek tidak langsung pada prilaku dan kinerja individu. Variabel

psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan

motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,

pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis

seperti ini adalah hal yang kompleks dan sulit diukur. Variabel organisasi berefek

tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi

digolongkan dalam subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur,

dan desain pekerjaan (Ilyas, 2002).

Prilaku individu dilihat dari respon terhadap stimulus dibagi menjadi dua

bagian yaitu prilaku tertutup dan perilaku terbuka dalam bentuk praktek atau

tindakan yang diamati. Jadi kinerja dalam keperawatan merupakan hasil karya

dari perawat dalam bentuk tindakan atau praktek yang diamati atau dinilai.

Kinerja perawat mencerminkan kemampuan perawat untuk mengimplementasikan

proses asuhan keperawatan. Praktek keperawatan merupakan tindakan mandiri

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

atau kolaborasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

(Gillies, 1999).

2.3.2. Jenis-jenis Kriteria Kinerja

Sedangkan menurut Robbins (2002) mengatakan hampir semua cara

pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran

kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan

kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran

kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu

seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran

kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

Ketiga jenis kriteria di atas dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja.

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan

efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut Robbins (2002).

1) Efektivitas dan Efisiensi

Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh

mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat

yang tidak dicari, kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang

dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak

penting maka kegiatan tersebut efisien.

2) Otoritas (wewenang)

Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam

organisasi formal yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi kepada

anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan

kontribusinya. Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan

dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.

3) Disiplin

Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati

perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja.

4) Inisiatif

Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk

merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi,

inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk

mempengaruhi kinerja organisasi.

2.3.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2004) di Calgary, Kanada mengenai

hubungan motivasi dan kinerja yang dihubungkan dengan hygiene teory of

Herzberg, bahwa motivasi karyawan dalam bekerja dipengaruhi oleh Hygiene

factor, adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan

dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor yang termasuk

adalah; (1) Working condition (kondisi kerja), (2) Interpersonal relation

(hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration (kebijaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik pengawasan),

(5) Job security (perasaan aman dalam bekerja). Jika dalam situasi kerja faktor--

faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat

kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan

melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga

berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat

memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2009) di salah satu rumah sakit di

Arab Saudi, menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dan kinerja perawat

yang bekerja yang ditambah dengan fasilitas-fasilitas yang mempengaruhi

motivasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Russell (2008) di salah satu rumah sakit di

Amerika Utara, bahwa ada hubungan teori motivasi menurut Hezberg terhadap

kinerja perawat transplantasi di rumah sakit di Amerika Utara dibuktikan dengan

kenyamanan dan kepuasan kerja perawat dengan baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2007), pengaruh motivasi

instrinsik terhdap kinerja perawat pelaksana di instalasi ruang rawat inap di RSU

dr. Pirngadi Medan, terdapat pengaruh signifikan antara motivasi intrinsik

bersadasarkan tanggung jawab terhadap kinerja perawar pelaksana.

Penelitian yang dilakukan oleh Donna (1990) di salah satu rumah sakit di

Colorado di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa adanya hubungan motivasi

atasan terhadap kinerja perawat yang dihubungkan dengan teori Hezberg, dengan

turn over perawat di rumah sakit tersebut akan meningkat jika tidak dipenuhi oleh

pihak rumah sakit dari sisi motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

Hasil yang sama juga ditemukan oleh Ba’diah (2008) penelitian yang

dilakukan di salah satu rumah sakit di Cerebon, yang menyatakan bahwa supervisi

berhubungan dengan kinerja perawat. Hal ini menggambarkan bahwa, apabila

kepala ruangan melakukan supervisi dengan baik maka perawat pelaksana juga

akan menghasilkan kinerja yang baik, begitu pula sebaliknya dengan pengawasan

yang terstandar.

Penelitian yang dilakukan oleh Qalbia (2013) di RS Universitas

Hasanuddin di Sulawesi Selatan tentang hubungan motivasi dan supervisi

terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di rumah

sakit menunjukkan bahwa adanya hubungan motivasi dan supervisi terhadap

kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety dapat diketahui bahwa

dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan

pelaksanaan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan

patient safety di RS universitas Hasanuddin.

2.3.5. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasanakan

Asuhan Keperawatan Kepada Klien (Potter & Perry, 2005)

1. Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Rasional

pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan

bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang

digunakan dalam merumuskan masalah klien dan rencana tindakan.

Kriteria struktur pengkajian keperawatan yaitu; (1) Metode pengumpulan data

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

yang digunakan dapat menjamin, (2) Pengumpulan data yang sistematis dan

lengkap, (3) Diperbaharui data dalam pencatatan yang ada, (4) Kemudahan

memperolah data, (5) Terjaganya kerahasiaan, (6) Tatanan praktek

mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang merupakan bagian

integral dari suatu sistem pencatatan pengumpulan data klien, (7) Sistem

pencatatan berdasarkan proses keperawatan, singkat, menyeluruh, akurat dan

berkesinambungan, (8) Praktek mempunyai sistem pengumpulan data

keperawatan yang menjadi bagian dari sistem pencatatan kesehatan klien, (9)

Ditatanan praktek tersedia sistem pengumpulan data yang dapat

memungkinkan diperoleh kembali bila diperlukan, dan (10) Tersedianya

sarana dan lingkungan yang mendukung.

Kriteria proses yaitu; (1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara

wawancara, observasi, dan mempelajari data penunjang, serta mempelajari

data lain, (2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, serta catatan lain, (3) Klien berpartisipasi dalam

proses pengumpulan data, dan (4) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk

mengidentifikasi status kesehatan klien saat ini, status kesehatan klien masa

lalu, status biologis (fisiologis), status psikologis (pola koping), status

spiritual, status sosial kultural, respon terhadap terapi, harapan tentang tingkat

kesehatan optimal, resiko masalah potensial.

Kriteria hasil adalah data dicatat dan dianalisis sesuai standar dan

format yang ada, data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan sesuai

kebutuhan klien.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

2. Standar II: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa

keperawatan. Rasional diagnosa keperawatan sebagai dasar pengembangan

rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan,

pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.

Kriteria struktur yaitu; (1) Tatanan praktek memberi kesempatan

kepada teman sejawat, klien untuk melakukan validasi diagnosa keperawatan,

(2) Adanya mekanisme pertukaran informasi tentang hasil penelitian dalam

menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, dan (3) Untuk mengakses

sumber-sumber dan program pengembangan prfesional yang terkait.

Kriteria proses meliputi; (1) Proses diagnosis terdiri dari analisis,

interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa

keperawatan, (2) Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P),

penyebab (E), gejala/ tanda (S) atau terdiri dari masalah dari penyebab (PE),

(3) Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan lain

untuk menvalidasi diagnosa keperawatan, dan (4) Melakukan kaji ulang dan

revisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

Kriteria hasil meliputi; (1) Diagnosa keperawatan divalidasi oleh klien

bila memungkinkan, (2) Diagnosis keperawatan yang dibuat diterima oleh

teman sejawat sebagai diagnosisi yang relevan dan signifikan, dan (3)

Diagnosis didokumentasikan untuk mempermudah perencanaan,

implementasi, evaluasi, dan penelitian.

3. Standar III: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Rasionalnya

perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.

Kriteria stuktur yaitu; (1) Tatanan praktek menyediakan sarana yang

dibutuhkan untuk mengembangkan perencanaan, dan (2) Adanya mekanisme

pencatatan, sehingga dapat dikomunikasikan.

Kriteria proses yaitu; (1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas

masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan, (2) Bekerja sama dengan

klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, (3) Perencanaan

bersifat individual sesuai kondisi dan kebutuhan klien, dan (4)

mendokumentasikan rencana keperawatan.

Kriteria hasil meliputi; (1) Tersusun suatu rencana asuhan

keperawatan klien, (2) Perencanaan mencerminkan penyelesaian terhadap

diagnosis keperawatan, (3) Perencanaan tertulis dengan format yang singkat

dan mudah didapat, (4) Perencanaan menunjukkan bukti adanya revisi

pencapaian tujuan.

4. Standar IV: Pelaksanaan Tindakan (Implementasi)

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi

dalam rencana asuhan keperawatan. Rasional perawat mengimplementasikan

rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan

partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang

diharapkan.

Kriteria struktur meliputi; tatanan praktek menyediakan (1) Sumber

daya untuk pelaksanaan kegiatan, (2) Pola ketenagaan yang sesuai dengan

kebutuhan, (3) Ada mekanisme untuk mengkaji dan merevisi pola ketenagaan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

secara periodik, (4) Pembinaan dan peningkatan keterampilan klinis

keperawatan, dan (5) Sistem konsultasi keperawatan.

Kriteria proses meliputi; (1) Bekerja sama dengan klien dalam

pelaksanaan tindakan keperawatan, (2) Kolaborasi dengan profesi lain untuk

meningkatkan status kesehatan klien, (3) Melakukan tindakan keperawatan

untuk mengatasi masalah kesehatan klien, (4) Melakukan supervisi terhadap

tenaga pelaksana keperawatan di bawah tanggung jawabnya, (5) Menjadi

koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk mencapai tujuan

kesehatan, dan (6) Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan

dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada, memberikan pendidikan kepada

klien dan keluarga mengenai konsep dan keterampilan asuhan diri serta

membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakannya, mengkaji

ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon

klien.

Kriteria hasil meliputi; (1) Terdokumentasi tindakan keperawatan dan

respon klien secara sistematik dan dengan mudah diperoleh kembali, (2)

Tindakan keperawatan dapat diterima klien, dan (3) Ada bukti-bukti terukur

tentang pencapaian tujuan.

5. Standar V: Evaluasi keperawatan

Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap

tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan

merevisi data dasar dan perencanaan. Rasional: praktek keperawatan

merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan data

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

diagnosa, atau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Efektifitas asuhan

keperawatan tergantung pada pengkajian yang berulang-ulang.

Kriteria struktur meliputi; (1) Tatanan praktek menyediakan sarana

dan lingkungan yang mendukung terlaksananya proses evaluasi, (2) Adanya

akses informasi yang dapat digunakan perawat dalam penyempurnaan

perencanaan, dan (3) Adanya supervisi dan konsultasi untuk membantu

perawat dalam evaluasi secara efektif dan mengembangkan alternatif

perencanaan yang tepat.

Kriteria proses yaitu; (1) Menyusun rencana evaluasi hasil tindakan

secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus, (2) Menggunakan data

dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian

tujuan, (3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan

klien, (4) Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan, (5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan

memodifikasi perencanaan, dan (6) Melakukan supervisi dan konsultasi.

Kriteria hasil dinilai dengan; (1) Adanya hasil revisi data, diagnosis,

rencana tindakan berdasarkan evaluasi, (2) Klien berpartisipasi dalam proses

evaluasi dan revisi rencana tindakan, (3) Hasil evaluasi digunakan untuk

mengambil keputusan, dan (4) Evaluasi tindakan terdokumentasi sedemikian

rupa yang menunjukkan kontribusi terhadap efektifitas tindakan keperawatan

dan penelitian.

2.3.6. Masalah Dalam Penilaian Pelaksanaan Kinerja Perawat

Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai

permasalahan antara lain (Gillies, 1999):

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

1) Pengaruh haloeffect

Pengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kinerja

bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai

yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan

sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai

dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah.

2) Pengaruh horn

Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih

rendah dari pelaksanaan kinerja yang sebenarnya karena alasan-alasan

tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kinerja diatas tingkat rata-rata

sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian

pelaksanaan kinerja tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap

perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian

lebih rendah daripada sebelumnya.

2.3.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Pada organisasi pelayanan kesehatan, sangat penting untuk memiliki

instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi

kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk

meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2001).

Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku

kerja atau kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel

psikologis. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada

akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Prilaku yang berhubungan dengan

kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas (Ilyas, 2001).

Menurut Ilyas (2001) model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap

sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel

individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan ketrampilan, latar

belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan ketrampilan merupakan

faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, sedangkan

variabel demografis memberikan efek yang tidak langsung kepada kinerja

individu.

Variabel psikologis, terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian,

belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat

sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel

psikologis ini merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur, juga sukar

menyatakan atau mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut,

karena seorang individu masuk dan bergabung dalam suatu organisasi kerja pada

usia, etnis, latar belakang budaya, dan ketrampilan berbeda satu dengan lainnya

dilakukan dengan menghargai prestasi kerja yang sesuai dengan imbalan.

Sedangkan motivasi eksternal yang negatif dilaksanakan dengan memberikan

sanksi jika prestasi kerja tidak diperoleh (Gibson, 2000).

2.3.8. Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui

kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam

memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan

tanggung jawabnya (Depkes RI, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

Praktik keperawatan profesional menurut Depkes RI, 2004 mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut:

a. Otonomi dalam pekerjaan

b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat

c. Pengambilan keputusan yang mandiri

d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain

e. Pemberian pembelaan (advocacy)

f . Memfasilitasi kepentingan pasien

Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus

dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan

kesehatan. Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di

ruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada

upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan

kode etik profesi keperawatan (Depkes RI, 2004).

Sistem pelayanan perawatan rawat inap terdiri dari:

a. Masukan, yaitu: perawat, pasien dan fasilitas perawatan.

b. Proses, yaitu: intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi:

keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Kemudian

fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan.

c. Keluaran, yaitu: berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan

yang terpenuhi, aman nyaman, pasien puas, sesuai kaidah bio-psiko-sosio-

spiritual.

d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

2.4. Landasan Teori

Sumber daya manusia terbesar pada rumah sakit adalah para perawat, yang

dalam bekerja harus memiliki motivasi yang tinggi. Perawat dapat

mengaktulisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk lebih

berperan dalam pelayanan keperawatan, memerlukan kondisi yang mendukung

baik dari dalam diri maupun dari luar perawat, berupa motivasi agar dapat

bekerja dengan baik. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi terhadap

kinerja perawat adalah supervisi kepala ruangan. Ruang rawat inap membuat

peraturan yang intinya untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh perawat

dengan tujuan agar para perawat melakukan pekerjaan dengan baik sesuai

dengan pembagian tugas masing- masing (Gibson, 2000).

1. Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja Perawat

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi kerja

yaitu:

a. Faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (hygiene/maintenance) (faktor

ekstrinsik).

Faktor Hygiene tidak berhubungan langsung dengan kepuasan

suatu pekerjaan, tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu

ketidakpuasan kerja (dissatiesfier). Sehingga faktor hygiene tidak dapat

digunakan sebagai alat motivasi tapi lebih kepada menciptakan kondisi

yang mencegah timbulnya ketidakpuasan. Faktor hygiene memotivasi

seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah

hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan. Faktor-faktor

dalam hygiene ialah; (1) Gaji, upah dan tunjangan lainnya, (2) Kebijakan

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

perusahaan dan administrasi, (3) Hubungan baik antar-pribadi, (4) Kualitas

pengawasan, (5) Keamanan pekerjaan, (6) Kondisi kerja, dan (7)

keseimbangan kerja dan hidup (Hasibuan, 1999).

Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja (motivator)

Faktor motivator adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan

isi pekerjaan (Job Content) atau faktor-faktor intrinsik. Faktor motivator

memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk

di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan.

Hygiene factor ini adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan

pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja.

Faktor-faktor yang termasuk adalah; (1) Working condition (kondisi kerja),

(2) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi), (3) Company policy

and administration (kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya),

(4) Supervision technical (teknik pengawasan), (5) Job security (perasaan

aman dalam bekerja) (Hasibuan, 1999).

Jika dalam situasi kerja faktor-faktor hygiene tidak ada, Herzberg

merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya

hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya

membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga berlaku

pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat

memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi.

Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg menyimpulkan dua

faktor sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 48: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

a. Ada sejumlah kondisi ekstrinsik pekerjaan yang apabila kondisi itu

tidak ada, menyebabkan ketidakpuasan diantara para karyawan.

Kondisi ini disebut dengan Hygiene factor, karena kondisi atau

faktor-faktor tersebut dibutuhkan minimal untuk menjaga adanya

ketidakpuasan. Faktor-faktor ini berkaitan dengan kedaan pekerjaan

yang meliputi: gaji, hubungan antara pekerja, jaminan sosial, kondisi

kerja dan kebijakan perusahaan.

b. Sejumlah kondisi intrinsik pekerjaan yang apabila kondisi tersebut

ada maka dapat berfungsi sebagai motivator, yang dapat

menghasilkan prestasi kerja yang baik. Tetapi jika kondisi atau

faktor-faktor tersebut tidak ada, maka tidak akan menyebabkan

adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi

pekerjaan yang disebut dengan nama faktor pemuas. Faktor-faktor

pemuas tersebut adalah sebagai berikut: prestasi, pengakuan,

pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuankemajuan,

pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

Sedangkan teori dua faktor disebut juga konsep Hygiene yang

mencakup:

1. Isi pekerjaan (Content= satisfiers)

a) Prestasi (Achievement)

b) Pengakuan (Recognition)

c) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

d) Tanggung jawab (Responsible)

e) Pengembangan potensi individu (Advancement)

Universitas Sumatera Utara

Page 49: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

2. Faktor Higienis (Demotivasi= Dissatisfiers)

a) Gaji atau upah (Wages or Salari)

b) Kondisi kerja (Working condition)

c) Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company policy

and administration)

d) Hubungan antar pribadi

e) Kualitas supervisi.

Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor

motivasi. Seorang karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, tentu dilandasi

dengan keinginan untuk mencukupi kebutuhannya, baik kebutuhan akan sandang,

pangan, papan. Selain itu, juga memerlukan pemenuhan kebutuhan akan rasa

aman dalam bekerja, mendapatkan pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan,

serta dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan kerja. Dengan motivasi

yang dimiliki oleh para karyawan tersebut, ia akan bekerja dengan seoptimal

mungkin untuk mencapai kinerja dalam melaksanakan pekerjaannnya dan tidak

semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja. Begitu besar pengaruh motivasi

dalam suatu pekerjaan, sehingga menjadi salah satu faktor yang harus di

pertimbangkan oleh suatu organisasi. Suatu pekerjaan yang tidak dilandasi oleh

motivasi kerja, maka akan menimbulkan hasil kerja yang tidak maksimal (Ilyas,

2001).

2. Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat

Pada sebuah rumah sakit, perawat merupakan tonggak utama dalam

menjalankan pelayanan keperawatan. Pelayanan yang baik di ruang rawat inap

tergantung para perawat tersebut berusaha agar ruangan tempat bekerja dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 50: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

mencapai tujuan bersama. Kinerja perawat yang tinggi tercermin dalam disiplin

kerja yang tinggi dengan supervisi yang baik oleh kepala ruangan (Ilyas, 2001).

Kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan

tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut antara

lain supervisi. Kinerja yang tinggi dapat dicapai jika didukung oleh para perawat

yang mempunyai semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya (Ilyas, 2001).

Supervisi keperawatan merupakan suatu proses formal dan profesional

yang dilakukan oleh supervisior kepada pemimpin untuk mendukung,

membimbing, mengarahkan, mengevaluasi, serta mengembangkan pengetahuan

dan kopetensi perawat untuk menyelesaikan tugas dengan penuh tanggung jawab

guna mencapai tujuan rumah sakit dan keselamatan pasien (Gillies, 1999).

Supervisi dapat menumbuhkan kemampuan kerja dan bekerja sama, maka

secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja. Jadi apabila suatu ruangan

mampu meningkatkan supervisi, maka mereka akan memperoleh banyak

keuntungan, karena pekerjaan akan terselesaikan dengan cepat, kerusakan akan

dapat dikurangi, absensi akan dapat diperkecil (Gillies, 1999).

Supervisi mendorong kinerja atau merupakan sarana penting untuk

mencapai kinerja”. Dalam kondisi ini maka tindakan yang seharusnya dilakukan

meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan peningkatan kinerja karyawan

yaitu supervisi. Dengan supervisi, maka akan dapat merasakan hasil kerja yang

selama ini ditekuni, dan akan mampu mencapai kinerja yang diharapkan bersama

(Gibson, 2000)

Universitas Sumatera Utara

Page 51: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

2.5. Kerangka Konsep

2.3

2.3.5

2.3.6

Keterangan: : diteliti

: tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

MOTIVASI Faktor Intrinsik

a. Keberhasilan/Prestasi b. Pengakuan/Penghargaan c. Pekerjaan itu sendiri d. Tanggung jawab e. Pengembangan potensi

individu Faktor Ekstrinsik

a. Kebijaksanaan dan Administrasi b. Hubungan Antar Pribadi c. Kondisi Kerja H(Herzberg Teory, 1966) ubungar

ib di

KINERJA a. Standar I : Pengkajian Keperawatan b. Standar II : Diagnosa Keperawatan c. Standar III : Perencanaan

Keperawatan d. Standar IV : Pelaksanaan/

Tindakan (Implementasi) Keperawatan

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan (Potter & Perry, 2005)

SUPERVISI

a. Fungsi Pengarahan b. Fungsi Pengawasan

(Sitorus R & Panjaitan R, 2011)

a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pencatatan dan Pelaporan

(Sitorus & Panjaitan 2011)

Universitas Sumatera Utara