atterberg limit test

7
III. ATTERBERG LIMIT TEST 1. Apa yang dimaksud dengan Atterberg Limit Test, tujuan dan prosedur pengujiannya ? Jawaban : Atterberg Limit merupakan ukuran dasar dari butiran halus tanah. Tergantung pada kandungan air pada tanah, tanah dapat diklasifikasikan menjadi empat kondisi : padat, semi-padat, pastik, dan cair. Di setiap kondisi, konsistensi dan sifat dari tanah akan berbeda-beda, begitu pula sifat-sifat rekayasanya. Atterberg Limit dapat digunakan untuk membedakan antara lanau dan lempung dan juga lebih detailnya dapat membedakan antara berbagai macam lanau dan lempung. Atterberg Limit Test merupakan metode pengetesan untuk mengetahui sifat konsistensi tanah berbutir halus (lanau atau lempung) dengan memberikan kadar air yang berbeda pada masing-masing sampel yang akan di tes. Logika Atterberg Limit Test : Saat air diberikan kepada satu sampel tanah halus, setiap partikel tanah dilapisi oleh lapisan air yang tipis yang diserap oleh partikel tanah. Jika air terus ditambahkan, maka ketebalan lapisan air yang menyelimuti partikel tanah akan terus bertambah. Peningkatan ketebalan lapisan air pada partikel tanah memungkinkan antar partikel untuk saling meluncur lebih mudah. Jadi sifat tanah dapat diketahui dengan membandingkan kadar air yang terkandung pada masing-masing sampel tanah. Pada tahun 1913 Albert Mauritz Atterberg (19 Maret 1846 – 4 April 1916) menyatakan batasan empat kondisi tanah dalam istilah “limit”, yaitu : 1. Batas susut (Shrinkage Limit) yaitu batasan antara semi-padat dan padat. 2. Batas plastis (Plastic Limit) yaitu batasan antara plastik dan semi-padat. 3. Batas cair (Liquid Limit) yaitu batasan antara cair dan plastik.

Upload: giri-samudra

Post on 05-Jul-2015

2.175 views

Category:

Documents


43 download

TRANSCRIPT

Page 1: Atterberg Limit Test

III. ATTERBERG LIMIT TEST

1. Apa yang dimaksud dengan Atterberg Limit Test, tujuan dan prosedur pengujiannya ?

Jawaban :

Atterberg Limit merupakan ukuran dasar dari butiran halus tanah. Tergantung pada kandungan air pada tanah, tanah dapat diklasifikasikan menjadi empat kondisi : padat, semi-padat, pastik, dan cair. Di setiap kondisi, konsistensi dan sifat dari tanah akan berbeda-beda, begitu pula sifat-sifat rekayasanya. Atterberg Limit dapat digunakan untuk membedakan antara lanau dan lempung dan juga lebih detailnya dapat membedakan antara berbagai macam lanau dan lempung.

Atterberg Limit Test merupakan metode pengetesan untuk mengetahui sifat konsistensi tanah berbutir halus (lanau atau lempung) dengan memberikan kadar air yang berbeda pada masing-masing sampel yang akan di tes.

Logika Atterberg Limit Test : Saat air diberikan kepada satu sampel tanah halus, setiap partikel tanah dilapisi oleh lapisan air yang tipis yang diserap oleh partikel tanah. Jika air terus ditambahkan, maka ketebalan lapisan air yang menyelimuti partikel tanah akan terus bertambah. Peningkatan ketebalan lapisan air pada partikel tanah memungkinkan antar partikel untuk saling meluncur lebih mudah. Jadi sifat tanah dapat diketahui dengan membandingkan kadar air yang terkandung pada masing-masing sampel tanah. Pada tahun 1913 Albert Mauritz Atterberg (19 Maret 1846 – 4 April 1916) menyatakan batasan empat kondisi tanah dalam istilah “limit”, yaitu : 1. Batas susut (Shrinkage Limit) yaitu batasan antara semi-padat dan padat.2. Batas plastis (Plastic Limit) yaitu batasan antara plastik dan semi-padat.3. Batas cair (Liquid Limit) yaitu batasan antara cair dan plastik.

Tujuan Atterberg Limit : adalah untuk mengetahui batasan-batasan dari empat kondisi tanah yang dimiliki oleh suatu sampel tanah yang akan diuji. Uji ini biasanya dilakukan pada lanau atau lempung berkaitan dengan sifat kedua jenis tanah ini yang mudah mengembang atau menyusut tergantung pada kadar air yang terkandung pada tanah jenis ini. Hal ini disebabkan karena lanau atau lempung secara kimia ber-reaksi terhadap air dengan merubah ukuran dan mengakibatkan perbedaan kekuatan. Jadi tujuan utama dari tes ini seringkali digunakan untuk menguji daya dukung tanah tempat suatu bangunan akan didirikan, terutama jika tanah yang terkandungnya adalah lanau atau lempung.

Ciri-ciri masing-masing kondisi tanah kemudian dijelaskan oleh Arthur Casagrande (28 Agustus 1902 – 6 September 1981) menjadi kondisi berikut :

Gambar 1 : Gambar 2 :

Page 2: Atterberg Limit Test

1. Shrinkage Limit : Kondisi kandungan air saat penambahan kehilangan air tidak menyebabkan perubahan volume. Istilah batas susut dinyatakan sebagai kadar air dalam persen, yang khusus diasumsikan untuk menyatakan sejumlah air yang diperlukan untuk mengisi rongga-rongga suatu tanah kohesif pada angka pori minimum yang terbentuk lewat pengeringan (biasanya oven). Karena itu, konsep batas susut dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi susut atau kemungkinan pengembangan, atau juga, retak-retak dalam pekerjaan-pekerjaan tanah pada tanah-tanah kohesif.

2. Plastic Limit satuan tanah mencapai limit plastik saat partikel tanah mulai pecah-berai/ambruk dan menjadi butiran berdiameter +3mm.

Gambar 3 :

Gambar 4 :

Page 3: Atterberg Limit Test

3. Liquid Limit : Kondisi kandungan air saat tanah bertransisi dari kondisi plastik ke kondiri cair.

Gambar 5 :

Page 4: Atterberg Limit Test

Prosedur Pengujian Atterberg Limit :1. Batas Cair (Liquid Limit)

Masukkan tanah pada alat casagranda, dibuat celah dengan standard grooving tool. Putar engkol alat casagranda dengan kecepatan 2 ketukan per detik, dan tinggi jatuh

10mm. Pada ketukan ke 25 contoh tanah yang digores dengan grooving tool akan merapat. Pengujian batas cair (liquid Limit) dilakukan berdasarkan acuan normatif ASTM standard

test method D 4318 dengan menggunakan contoh tanah basah. Contoh tanah yang digunakan merupakan tanah lolos saringan No.40 (425µm). Pengujian dilakukan sampai mendapatkan jumlah ketukan yang diinginkan. Apabila ketukan melebihi dari jumlah ketukan yang diinginkan, maka tanah tersebut perlu

ditambahkan air. Dan sebaliknya jika jumlah ketukan kurang dari jumlah ketukan yang diinginkan, maka tanah tersebut perlu dikeringkan terlebih dahulu atau ditambahkan tanah pada campuran.

2. Batas Plastis (Plastic Limit) Pengujian plastis dilakukan berdasarkan acuan normatif ASTM standard test method D

4318. Sama dengan pengujian batas cair, tanah yang digunakan pada penelitian batas plastis

menggunakan tanah lolos saringan No.40 (425µm). Contoh tanah kemudian digulung/dipilin pada pelat kaca hingga mencapai diameter

kurang lebih 1/8 inchi (3.2 mm) dan tanah tersebut terdapat retak-retak halus. Apabila retakan yang terjadi cukup besar, maka perlu penambahan air pada sampel tanah. Namun apabila tidak terjadi retakan halus pada tanah yang dipilin, maka tanah harus

dikeringkat terlebih dahulu atau perlu penambahan tanah pada campuran.

3. Batas Susut (Shrinkage Limit) Tempatkan contoh dalam cawan pencampur diamter 115mm dan campur dengan air

suling sehingga contoh tanah jenuh dan tidak terdapat lagi gelembung-gelembung udara, aduk sampai menjadi pasta dan cetak. Kadar air yang dibutuhkan sama dengan atau lebih besar sedikit dari kadar air batas cair.

Lapisi bagian dalam dari cawan diameter 45mm dan tinggi 12,7mm dengan vaselin untuk mencegah tanah menempel pada dinding cawan. Tempatkan contoh tanah di tengah-

Gambar 6 :

Gambar 7 :

Page 5: Atterberg Limit Test

tengah cawan sebanyak 1/3 bagian volume cawan dan ketuk-ketuk perlahan-lahan sampai tanah menyentuh dinding cawan. Isi lagi cawan dengan contoh sebanyak 1/3 bagian dan ketuk-ketuk kembali. Terakhir cawan diisi kembali sampai melebihi isi cawan dan ketukan dilanjutkan kembali sampai cawan secara keseluruhan penuh dan bagian tanah yang mencuat diaratakan dengan mistar baja dan tanah yang menempel pada tepi cawan dibersihkan.

Timbang dan catat berat contoh tanah basah dan cawan. Biarkan contoh tanah dalam suhu kamar sampai warnanya berubah dari gelap menjadi

lebih terang. Selanjutnya masukkan dalam oven sampai kering atau berat menjadi konstan pada

temperatur (110+5)°C minimal 16 jam. Timbang dan catat berat contoh tanah kering dan cawan dan kemudian keluarkan tanah

dari cawan tersebut. Ukur volume cawan dengan menuangkan air raksa pada cawan sampai penuh rata

permukaan. Tuang air raksa dalam cawan tersebut kedalam gelas ukur dan tentukan volume cawan tersebut (V). Volume cawan dapat ditentukan dengan cara menimbang air raksa ke 0,1 g terdekan dengan menggunakan rumus V = W/γhg dimana W adalah berat air raksa dalam gram dan γhg = 13.5 g/ml kepadatan air raksa, dan V adalah volume cawan.

Tempatkan cawan gelas diameter 50mm, tinggi 25mm kedalam cawan penguap diameter 150 mm dan isi cawan gelas dengan air raksa sampai penuh rata permukaan.

Celupkan contoh tanah kering kedalam cawan gelas perlahan-lahan dan tutup cawan gelas dengan pelat transparan dan tekan sehingga kelebihan air raksa akan tumpah.

Tuang air raksa yang tumpah kedalam gelas ukur yang menunjukkan volume tanah kering (Vo). Volume tanah kering dapat ditentukan dengan menimbang air raksa yang tumpah sampai 0,1 gran terdekat dan dihitung volume dalam ml dengan menggunakan rumus Vo= W/γhg, dimana W adalah berat air raksa yang tumpah.

Dengan test seperti ini, dapat diketahui nilai-nilai dari : kadar air, penyusutan dan batas susut, faktor susut, perubahan volume, dan susut linier dengan menggunakan rumus-rumus yang ada.

Page 6: Atterberg Limit Test

DAFTAR GAMBAR :

Gambar 1 : faculty.kfupm.edu.sa/CE/tbader/CE 353 Lab/CE353 LabExperements/ 04_AtterbergLimits/Atterberg Limits.htm

Gambar 2 : www.test-llc.com/soil_index.htm

Gambar 3 : yogie-civil.blogspot.com/2010/11/shrinkage-limit.html

Gambar 4 : epg.modot.org/index.php?title=Category:1001_general_requirements_for_material

Gambar 5 : www.wku.edu/~matthew.dettman/matt/prof/ce410/pl.htm

Gambar 6 : www.answers.com/topic/liquid-limit

Gambar 7 :

Gambar 8 : www.pip2bdiy.org/nspm/data/SNI 3422-2008.pdf

Gambar 8 :