atls - mini cex
TRANSCRIPT
ADVANCE TRAUMA LIFE SUPPORT (ATLS)
LISNA11-2011-118
FK UKRIDA ‘08
Contoh kasus :
TUJUAN
1. Evaluasi korban dengan cepat dan tepat
2. Resusitasi & stabilisasi korban sesuai prioritas.
3. Menentukan kebutuhan korban cukup/melebihi fasilitas yang ada.
4. Mengatur cara rujukan antar rumah sakit
5. Menjamin bahwa penanganan korban sudah optimum.
Kematian dibagi menjadi 2 :
Mati klinis : Keadaan tanpa napas dan nadi yang baru
terjadi sekitar 4-6 menit (bersifat reversible) belum
terjadi kerusakan sel-sel otak.
Mati biologis : suatu keadaan tanpa napas dan denyut nadi yang terjadi lebih dari 8 menit, atau adanya tanda-tanda mati.
Gangguan Mati dalam
Airway Sumbatan 3-5’
Breathing Henti nafas 3-5’
Circulation Shock berat 1-2 jam
Disability Coma 1-2 minggu
TANDA KEMATIAN
Adanya kekakuan mayat
Terdapat kebiruan disekitar tubuh
Pupil tidak ada refleks dan melebar
Suhu tubuh dingin
1. PERSIAPAN
2. TRIASE
3. PRIMARY SURVEY (ABCDE)
4. RESUSITASI
5. TAMBAHAN PRIMARY SURVEY
6. SECONDARY SURVEY
7. TAMBAHAN SECONDARY SURVEY
8. PEMANTAUAN & RE-EVALUASI
BERLANJUT
9. PENANGANAN DEFINITIF
10.REKAM MEDIS & RUJUKAN
Initial Assesment ATLS
1. PERSIAPAN
PERSIAPAN
FASE PRA-RUMAH SAKIT
FASE RUMAH SAKIT
PERSIAPAN – FASE PRA RUMAH SAKIT
• RS diinformasikan.
• Penjagaan airway, kontrol pendarahan, imobilisasi penderita &
pengiriman ke RS terdekat.
• Mengumpulkan keterangan : waktu kejadian, sebab & riwayat
penderita, mekanisme kejadian
PERSIAPAN – FASE RUMAH SAKIT
• Lakukan perencanaan sebelum penderita tiba.
• Persiapkan : ruangan / daerah resusitasi, perlengkapan airway &
sudah dicoba, RL yg sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring.
• Tenaga medik tambahan, tenaga lab & radiologi
2. TRIASE
TRIASE
GOLONGAN NOL (HITAM)
GOLONGAN PERTAMA (MERAH)
GOLONGAN KEDUA (KUNING)
GOLONGAN KETIGA (HIJAU)
GOLONGAN NOL (HITAM)
Pasien sudah tidak dapat diselamatkan lagi (meninggal seketika)
GOLONGAN PERTAMA (MERAH)
Pasien yang paling diutamakan untuk ditolongPasien yang cedera berat Cedera disertai syok hipovolemik.
Contoh :1.CEDERA MAKSILOFASIAL2.CEDERA THORAX3.CEDERA ABDOMEN4.LUKA BAKAR YANG BERAT5.FRAKTUR TERBUKA
GOLONGAN KEDUA (KUNING)
Pasien dengan trauma
Contoh :1. Fraktur ekstremitas2. Cedera abdomen3. Cedera thorax (yang semuanya tanpa disertai syok hipovolemik)
GOLONGAN KETIGA (HIJAU)
Pasien dengan trauma ringan, misalnya hanya terdapat erosi-erosi pada kulitnya.
3. PRIMARY SURVEY
PRIMARY SURVEY
AIRWAY
BREATHING
CIRCULATION
DISABILITY
EXPOSURE
IRWAY
Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien,
ada obstruksi airway atau tidak?
Jika pasien tidak sadar :
1. Look = ada sumbatan airway atau tidak
2. Listen = suara-suara nafas
3. Feel = hembusan nafas pasien.
PASIEN DIAJAK BICARA
Menjawab dengan baik :
Tidak ada sumbatan jalur pernapasan
Mendengkur : pangkal lidah
(snoring)Suara berkumur : cairan (gargling)
Stridor : edema pita suara (crowing)
Obstruksi karena lidah terlipat dan pasien
tidak sadar
Penangannya :
1. Membuka mulut pasien dengan jalan :
chin lift atau jaw trust.
2. Membersihkan jalan nafas melalui
finger sweep atau bantuan instrumen.
3. Pemasangan oropharingeal tube
(untuk pasien tidak sadar) atau
nasopharyngeal tube untuk pasien
sadar.
Obstruksi akibat
adanya air dalam
saluran nafas.
Penanganannya melalui
suction.
Terdapat dua jenis
suction : elastic dan yang rigid.
Pilih suction yang rigid
karena lebih mudah
diarahkan.
Obstruksi karena
benda padat dan terjadi pada URT
(Upper Respiratory
Track)
Penanganan pertama nya
dengan penggunaan endotracheal tube (ETT)
MEMBUKA JALAN NAFAS Head tild - Chin lift - Jaw thrust
Mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka Dengan alat pipa (Oro/Naso-Pharingeal airway)
Membersihkan Jalan Nafas Tanpa Alat
KONTROL SERVIKAL / C-SPINE CONTROL
Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.
Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck / benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak.
Dapat pula menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan control pada jalan napas korban.
KONTROL SERVIKAL / C-SPINE CONTROL
C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang mengalami trauma basis cranii
Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Cirinya adalah keluar darah atau cairan bercampur darah dari hidung atau telinga.
C-spine kontrol dilakukan dengan indikasi :
• Multiple trauma• Terdapat jejas di daerah os clavicula ke atas• Penurunan kesadaran.• Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.
REATHING
“Airway yang baik,
tidak menjamin ventilasi yang baik.”
Ventilasi yang baik meliputi:
1. Fungsi paru
2. Dinding dada dan diafragma
3. Nilai frekuensi pernafasannya,
4. Lihat ada sesak atau tidak
5. Lihat ada trauma di thorax atau tidak
6. Lihat tanda-tanda sianosis
3. Tanda-tanda tidak adanya pernafasan
• Tidak ada gerakan dada atau perut
• Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung
• Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
1. Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat)
• Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan
• Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung
• Penderita tampak nyaman
• Frekuensi cukup
2. Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat
• Gerakan dada kurang baik
• Ada suara nafas tambahan
• Sianosis
• Frekuensi kurang atau lebih
• Perubahan status mental (gelisah)
Trauma Tanda PenatalaksanaanTension
pneumotorak
s
-Nyeri dada, air hunger,
distress nafas, takikardia,
hipotensi, deviasi trakea, hilang
suara napas unilateral, distensi
vena leher, sianosis.
-Dekompresi : Needle
Thoracocentesis simple
pneumothorax
-Chest tube pada IC 5 setinggi
papilla mammae
Open
pneumothora
x
-Defek luas dinding toraks -Occlusive dressing (jendela 3
sisi)
-Chest tube
Flail Chest
dan kontusio
paru
-Gerak nafas asimetris,
krepitasi tulang iga
-Ventilasi, pemberian O2
humidifikasi dan resusitasi cairan
TRAUMA THORAX, TANDA & PENATALAKSANAANNYA
Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya
1. Tension Pneumothoraks• Px sangat sesak/syok• Trachea bergeser kearah yg
sehat(deviasi trachea)• Distensi vena jugularis
Needle Thoracosintesis di ICS 2 Mid Clavicula
WSD
Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya……
2. Open Pneumotoraks• Luka tembus rongga dada• Sucking Chest Wound pada
luka
• Tutup luka dgn kassa 3 sisi yg kedap udara
• WSD
Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya……
3. Massive Hematothoraks• Perdarahan dalam rongga
thoraks > 1500 CC /200 cc/jam• Syok,anemis• Ispeksi tdk simetris• Auskultasi bising napas –• Perkusi redup (dull)
Lapor dokter segera pasang Chest Tube untuk WSD/Nilai Thoracotomi
Masalah yg mengancam BREATHING serta tindakannya……
4. Flail Chest dgn Contusio Paru• 3 atau > tulang rusuk
berdekatan patah (anterior & lateral)
• Palpasi bunyi crepitasi• Flail Segmen besar
menimbulkan respiratori distress
Perlu definitif (O2, resusitasi cairan) dan beri analgetik
PNEUMOTHORAX
Dada pasien mengembung apalagi tidak simetris
mungkin disebabkan pneuomotorak atau
pleurahemorage.
Untuk membedakannya dilakukan perkusi di
daerah paru.
Suara paru yang hipersonor pneumotorak
Suara paru menjadi redup pleurahemorage.
Penanganan pneumotorak ini antara lain :
Menusukan needle 14 G di daerah yang
hipersonor
Pengguanan chest tube.
Jika terdapat henti napas, hal yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan melalui :
1. Mouth to mouth2. Mouth to mask3. Bag to mask (Ambu bag)4. Ventilator oksigen
BAG VALVE MASK
( AMBU BAG )
RESUSITASI PARU DENGAN VENTILATOR OKSIGEN :
NASAL KANUL
• Hanya mampu memberikan oksigen 24-44 %.
• 2-4 lpm • Sementara
saturasi oksigen bebas sebesar 21 %.
FACE MASK/
REBREATHING MASK
• Saturasi oksigen melalui face mask hanya sebesar 35-60%.
• 6-8 lpm
NON- REBREATHING
MASK• Pilihan utama
pasien cyanosis. • Konsentrasi
oksigen sebesar 80-90%
• 8-12 lpm• Adanya valve yang
mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali.
IRCULATION
Penilaian SIRKULASI
1. Memeriksa denyut nadi (radialis atau
carotis)
: frekuensi, keteraturan, kualitas
2. Menilai warna kulit
3. Meraba suhu akral
4. Menilai kapilari refill
5. Periksa perdarahan
6. Periksa tekanan darah
• Pada orang dewasa dan anak-anak diraba pada arteri radialis dan arteri carotis
• Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis (pada sisi medial lengan atas)
• Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-100 kali/menit.
• Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi.
• Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih.
• Pada bayi frekuensi nadi adalah 85-200 kali/menit
• Pada anak-anak frekuensi nadi adalah 60-140 kali/menit.
PENILAIANDENYUT NADI
Jika ditemukan perdarahan terbuka :
• Segera tutup dengan bebat tekan.• Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar.• Waspada terhadap terjadinya shock. • Penanganan luka secara baik dilakukan setelah korban stabil.
Jika ditemukan henti jantung:
• Penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas.
• Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. • Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak
berdenyut.• Maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan
bagian resusitasi jantung paru (RJP/CPR).
ISABILITY
Yang dinilai adalah :
1. Tingkat kesadaran
2. Ukuran dan reaksi pupil
3. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal.
GLASGOW COMA SCALE
Skor 14-15 : compos mentisSkor 12-13 : apatisSkor 11-12 : somnolentSkor 8-10 : stuporSkor < 5 : koma
1. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung ke otak.
2. Penurunan kesadaran menuntut reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi ,dan perfusi.
3. Alkohol dan obat-obatan dapat menggangu tingkat kesadaran penderita.
4. Respon pupil dinilai pada kedua mata. Jika terdapat lateralisasi maka kemungkinan terdapat cedera kepala yang ipsilateral.
XPOSURE
Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka/trauma lain secara generalis. Tetapi jaga agar pasien tidak hipotermia.
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan ABC-nya penderita dipastikan membaik. A. Anamnesis
A: AlergiM: Medikasi (obat yg diminum saat ini)P: Past illnes ( penyakit penyerta)/ pregnancyL: Last mealE: Event/ environment (lingkungan) yg berhubungan dgn kejadian perlukaan
B. Pemeriksaan Fisik- Kepala - Abdomen- Maxilo-facial - Perineum/vagina/rektum - Leher - Muskulo-skeletal- Thorax - Pemeriksaan neurologis lengkap
SECONDARY SURVEY (ANAMNESA & PEMERIKSAAN HEAD TO TOE)
Survei Sekunder mulai dengan evaluasi kepala.
Seluruh kulit kepala harus diperiksa akan adanya luka, kontusio atau fraktur.
Jika ada mata yang bengkak, harus diperiksa ketajaman visus, ukuran pupil, perdarahan konjungtuva dan fundus, luka tembus pada mata, lensa kontak, dislocasi lentis dan jepitan
otot bola mata.
Ketajaman visus dapat diukur dengan membaca gambar Snellen, membaca huruf pada botol infuse atau bungkus
perban.
Gerakan bola mata harus diperiksa karena kemungkinan terjepitnya otot mata oleh fraktur orbital.
KEPALA
Trauma maksilofasial dapat mengganggu airway atau perdarahan yang hebat, yang harus ditangani saat survey sekunder.
Pasien dengan fraktur tulang wajah mungkin juga ada fraktur lamina cribrosa.
Maksilo-fasial
Dinilai adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea dan pemakaian otot pernafasan.
Dilakukan palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi dan auskultasi A.karotis akan adanya murmur.
Penyumbatan atau diseksi a.karotis dapat terjadi secara lambat tanpa gejala. Angiografi atau Doppler Sonografi dapat menyingkirkan kelainan ini.
Bila pasien pakai helm, dan ada kemungkinan fraktur servikal, harus hati-hati sekali saat melepaskan helm. Minta dilakukan foto servikal lateral.
Vertebra Servikalis dan Leher
Inspeksi dari depan dan belakang akan menunjukkan adanya flail chest atau open pneumotoraks.
Palpasi harus dilakukan pada setiap iga dan klavikula. Penekanan pada sternum dapat nyeri bila ada fraktur sternum atau ada costochondral separation.
Kontusi dan hematoma pada dinding dada mungkin disertai kelanan dalam rongga toraks. Kelainan pada toraks mungkin disertai nyeri dan dispnoe serta hipoksia.
Evaluasi toraks padat dilakukan dengan pemeriksaan fisik termausk auskultasi disusul foto roraks.
Toraks
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif.
Pemeriksaan abdomen yang normal tidak menyingkirkan diagnosis cedera intraabdomen
karena gejala bisa timbul lebih lambat.
Diperlukan pemeriksaan ulang dan observasi ketat.
Pemeriksaan fisik yang meragukan harus dipertimbangkan untuk diagnostis peritoneal
lavage (DPL), USG abdomen atau CT abdomen dengan kontras.
Abdomen
Perineum diperiksa akan adanya kontusio, hematoma, laserasi dan perdarahan uretra.
Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya dinding rectum dan tonus m.sfinkter ani.
Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi.
Juga harus dilakukan tes kehamilan pada semua wanita usia subur.
Perineum/Rektum/Vagina
Ekstremitas diperiksa untuk adanya luka atau deformitas.
Fraktur yang kurang jelas dapat ditegakkan dengan memeriksa nyeri, krepitasi dan gerakan abnormal.
Penilaian pulsasi dapat menentukan adanya gangguan vascular.
Gangguan sensasi dan hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan kerusakan saraf perifer atau iskemia (termasuk sindrom kompartmen).
Muskuloskeletal
Pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan
motorik dan sensorik.
Perubahan dalam status neurologis
dapat dihitung dengan Skor GCS.
Bila ada cedera kepala, harus
segera konsultasi ke bedah syaraf.
Neurologis
Penanganan Definitif• Dimulai
setelah primary survey dan sekunder selesai
• Misalnya menangani keluhan-keluhan pasien lain
• Konsultasi ke dokter spesialis
Rekam Medis dan Rujukan
• Catat data pasien di rekam medik.
• Bila fasilitas RS kurang memadai dapat dirujuk ke RS yang lebih lengkap fasilitasnya.
TERIMA KASIH