askep gawat darurat muskulo

38
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stres lebih besar dari kemampuannya untuk menahan (Sapto Harnowo, 2002). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989 menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan Timur yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Lukman, 2009). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab

Upload: princess-cutes-echa

Post on 08-Aug-2015

370 views

Category:

Documents


46 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

BAB I

PENDAHULUAN

 

1. Latar Belakang

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stres lebih besar dari kemampuannya untuk menahan (Sapto Harnowo, 2002). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989 menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan Timur yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Lukman, 2009).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda, dari hasil survey tim depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45 mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik. Respon cemas (ansietas) adalah reaksi normal terhadap ancaman stress dan bahaya. Ansietas merpakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang nyata maupun yang dibayangkan. respon cemas merupakan reaksi umum yang terjadi terhadap perubahan status kesehatan yang dirasakan sebagai ancaman: ancaman umum terhadap kehidupan, kesehatan dan keutuhan tubuh, pemajanan dan rasa malu, ketidaknyaman akibat nyeri dan keterbatasan gerak.

Di Sumatera Selatan berdasarkan data dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 didapatkan sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur (Dinkes Pemrov Sumsel, 2008). Sementara itu pada tahun yang sama di Rumah Sakit Umum Kota Prabumulih tercatat terdapat 676 kasus fraktur dengan distribusi 86,2% fraktur jenis terbuka dan 13,8% fraktur jenis tertutup. Berdasarkan catatan rekam medik RSUD Kota Prabumulih diketahui 68,14% jenis fraktur yang

Page 2: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

terjadi adalah fraktur ektremitas bawah (Medikal Record RSUD Kota Prabumulih, 2008).

Data yang diperoleh dari Medikal Record Rumah Sakit RK Charitas jumlah penderita fraktur pada tahun 2008 sebanyak 51 orang, tahun 2009 sebanyak 51 orang dan dari bulan Januari sampai dengan Juni 2010 sebanyak 11 orang

Dari latar belakang diatas dapat diketahui bahwa fraktur memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Apabila dilihat data prevalensi yang diperoleh dari Rumah Sakit RK Charitas, Sebagai perawat tentunya akan berusaha semaksimal mungkin memberikan perawatan terhadap penderita fraktur/ patah tulang secara menyeluruh proses pemulihan dan penyembuhan dapat lebih cepat tanpa adanya komplikasi dari penyakit tersebut. Untuk itulah penulis memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan fraktur cruris dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul, "Asuhan Keperawatan pada Tn."M" dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris di Pavilyun Lukas Kamar 8-2 Rumah Sakit RK Charitas Palembang.

2. Ruang Lingkup Penulisan

Mengingat peran dan fungsi sebagai calon perawat serta karena keterbatasan waktu yang penulis miliki maka dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup masalah hanya pada Asuhan Keperawatan Tn."M" dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Pengkajian ini hanya terbatas hanya pada satu orang klien saja yang dikaji selama tiga hari dari tanggal 14 Juli 2010 sampai dengan tanggal 15 Juli 2010 di Paviliun Lukas kamar 8-2 Rumah Sakit RK. Charitas Palembang.

 3. Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis menerapkan suatu konsep tentang Asuhan Keperawatan secara langsung kepada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris dengan metode pendekatan proses keperawatan.

Tujuan Khusus

Penulis diharapkan mampu :

Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris

Melakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Page 3: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Metode Penulisan

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya menggambarkan secara objektif dimulai dari pengumpulan sampai evaluasi dan selanjutnya menyajikan dalam bentuk narasi. Dalam penyusunan Karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan data melalui :

Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung kepada klien dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi , perkusi, dan auskultasi, dilakukan untuk melengkapi data yang sudah ada.

Observasi

Penulis melakukan pengamatan untuk mendapatkan data yang objektif dilakukan langsung terhadap klien secara nyata, selanjutnya penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan pengamatan sehingga data yang didapatkan menjadi lengkap.

Studi Dokumentasi

Penulis menggunakan berbagai sumber buku sebagai referensi yang membahas tentang gangguan sistem Muskuloskeletal; Post Op Fraktur Cruris

 

Metode Kepustakaan

Untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengumpulkan data-data dengan menggunakan berbagai buku sumber.

Page 4: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, sendi, otot dan jaringan konektif yang berhubungan

(kartilago, tendon dan ligamen).

SISTEM RANGKA

Dipelihara oleh “Sistem Haversian” yaitu sistem yang berupa rongga yang di tengahnya

terdapat pembuluh darah. Terjadi proses pembentukan jaringan tulang baru dan reabsorpsi

jaringan tulang yang telah rusak.

FUNGSI TULANG

1. Menyokong memberikan bentuk

2. Melindungi organ vital.

3. Membantu pergerakan.

4. Memproduksi sel darah merah pada sumsum.

5. Penyimpanan garam mineral.

PEMBAGIAN TULANG

Tulang axial ( tulang pada kepala dan badan)

Seperti : tl. tengkorak, tl. vertebrae, tl. rusuk dan sternum.

Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki)

Seperti : extremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak tangan),

extremitas bawah (pelvis, femur, patela, tibia, fibula, telapak kaki)

HISTOLOGI TULANG

Ada 2 tipe tulang :     

a. Kompaktum  → kuat, tebal, padat.

b. Kankellous    → lebih kopong, renggang

Page 5: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Di antara lapisan tersebut terdapat ruang kecil → “lacuna”

Cairan yang mengisi “Osteocyte”

Osteocyte adalah sel pembentuk tulang.

Osteoblast (sel pembentuk) dan osteoclast (reabsorbsi tulang).

Suplai darah pada tulang didapat dari arteriole sepanjang kanal Haversin.

Tulang juga dipersyarafi oleh syaraf-syaraf.

KLASIFIKASI TULANG BERDASARKAN BENTUKNYA

Tulang panjang (tl. humerus, radius), mengandung epifisis, kartilago artikular,

diafisis, periosteum dan rongga medular.

Epifisis                  :     Terletak di pangkal tulang panjang. Pada bagian ini otot

berhubungan dengan tulang dan membuat sendi menjadi stabil.

Kartilage artikular :     Membungkus pangkal tulang panjang dan membuat permukaan

tulang panjang menjadi halus.

Diafisis                  :     Bagian tulang panjang yang utama memberikan struktural pada

tubuh.

Metafisis               :     Bagian tulang yang mengembang di antara epifisis dan diafisis.

Periosteum            :     Jaringan konektif fibrosa yang membungkus tulang.

R. medular            :     Terletak di tengah-tengah diafisis.

Tulang pendek seperti karpal, tarsal

Tulang pipih, melindungi organ tubuh dan sebagai tempat melekatnya otot.

Tulang sesamoid, bentuknya kecil, melingkar, berhubungan dengan sendi dan

melindungi tendon, seperti patela.

Page 6: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

SISTEM ARTIKULAR

Artikulasi/persendian : hubungan antara dua tulang atau lebih.

Namun tidak semua persendian dapat melakukan pergerakan :

Synarthrosis : Sendi yang tidak dapat melakukan pergerakan sama sekali

Amphiarthrosis : Sendi dengan pergerakan sedikit/terbatas, seperti tl. simphisis pubis

Diarthrosis ( Sendi Sinovial ) : Sendi dapat bergerak bebas.

Sendi ini mengandung :

Rongga artikular (ruang dengan membran sinovial, memproduksi

cairan sinovial untuk melicinkan sendi)

Ligamen

Kartilago

Sendi ini dapat melakukan gerakan :

Protraksi (gerakan bagian tubuh ke arah depan/maju seperti pergerakan

mandibula)

Fleksi/ekstensi dll.

SISTEM MUSKULAR

40-50 % BB manusia.

Pergerakan terjadi karena adanya kontraksi.

Tipe-tipe otot :

Otot jantung

Otot polos

Otot lurik atau rangka.

KARTILAGE

Kartilage adalah jaringan konektif yang tebal yang dapat menahan tekanan.

Kartilage umum terdapat pada tulang embrio

Umumnya kartilage ini berubah secara bertahap menjadi tulang dengan proses

ossifikasi tetapi beberapa kartilage tidak berubah setelah dewasa..

Page 7: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

LIGAMEN DAN TENDON

Ligamen dan tendon tersusun dari jaringan konektif fibrosa yang tebal, mengandung

serabut kolagen dalam jumlah yang sangat besar. Tendon menghubungkan otot ke

tulang.

Tendon merupakan perpanjangan dari pembungkus otot yang berhubungan langsung

dengan periosteum.

Ligamen menghubungkan tulang dan sendi dan memberikan kestabilan pada saat

pergerakan.

Pengertian Fraktur

A. DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulang rawan. (Mansjoer A,2000).

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, fraktur diakibatkan oleh tekanan eksternal

yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila fraktur mengubah posisi

tulang struktur yang ada disekitarnya (otot,tendon,saraf dan pembuluh darah juga

mengalami kerusakan). Edera traumatik paling banyak menyebabkan fraktur. Fraktur

patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi

berlebihan.(Carpenito,1999).

Fraktur adalah terputusnya continuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan

luasnya. (Brunner, Suddarth,2002).

B.   ETIOLOGI FRAKTUR

1.      Trauma, seperti kecelakaan lalu lintas atau terjatuh

2.      Keadaan patologis, seringkali disebabkan oleh metastasis dari suatu tumor

3.      Degenerasi, terjadi oleh karena kemunduran fisiologis dari jaringan tulang itu

sendiri

4.      Spontan, terjadi oleh karena tarikan otot yang sangat kuat

Page 8: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

C.  MACAM-MACAM FRAKTUR

1. Menurut jumlah garis fraktur :

Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)

Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)

Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)

2. Menurut luas garis fraktur :

Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)

Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)

Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada

perubahan bentuk tulang)

3. Menurut bentuk fragmen :

Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)

Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)

Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :

Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :

a.       Derajat I

Luka kurang dari 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

b.      Derajat II

Laserasi lebih dari 1 cm

Kerusakan jaringan lunak tidak luas

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

Page 9: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

c.       Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi stuktur kulit, otot dan

neurovaskulerserta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:

lunak yang menutupi fragmen tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi

luas, atau fraktur segmental sangat kominutif yang disebabkan oleh

trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau

kontaminasi masif

Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa

melihat keruakan jaringan lunak

Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

D. TANDA KLASIK FRAKTUR

1. Nyeri

2. Deformitas

3. Krepitasi

4. Bengkak

5. Peningkatan temperatur lokal

6. Pergerakan abnormal

7. Ecchymosis

8. Kehilangan fungsi

9. Kemungkinan lain.

Page 10: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

E. PATOFISIOLOGI

Fraktur

Periosteum, pembuluh darah di kortek

dan jaringan sekitarnya rusak

Perdarahan

Kerusakan jaringan di ujung tulang

Terbentuk hematom di canal medula

Jaringan mengalami nekrosis

Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :

Vasodilatasi

Pengeluaran plasma

Infiltrasi sel darah putih

F. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG

a. Haematom :

Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom

Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat

Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi

berubah dan berkembang menjadi granulasi.

b. Proliferasi sel :

Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur

Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan

fibrosa periosteum melebihi tulang.

Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di

ujung fraktur.

Page 11: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

c. Pembentukan callus :

Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus.

Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.

Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi

normal.

Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu

terus meluas melebihi garis fraktur.

d. Ossification

Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam kalsium

dan bersatu di ujung tulang.

Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir

pada bagian tengah

Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.

e. Consolidasi dan Remodelling

Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan

osteoklast.

F. KOMPLIKASI

1. Umum :

Shock

Kerusakan organ

Kerusakan saraf

Emboli lemak

2. D i n i :

Cedera arteri

Cedera kulit dan jaringan

Cedera partement syndrom.

3. Lanjut :

Stffnes (kaku sendi)

Degenerasi sendi

Page 12: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Penyembuhan tulang terganggu :

Mal union

Non union

Delayed union

Cross union

G. TATA LAKSANA

a. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).

b. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :

Eksternal   → gips, traksi

Internal     → nail dan plate

c. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.

Biologi Penyembuhan Tulang

Akibat terjadinya keretakan atau patah tulang, tulang akan mengadakan adaptasi terhadap

kondisi tersebut, diantaranya mengalami proses penyembuhan  dan perbaikan tulang. Faktor

tersebut dapat diperbaiki terapi prosesnya agak lambat karena melibatkan pembentukan

tulang baru. Ada lima stadium penyembuhan tulang (Brunner & suddarth : 2002-2266), yaitu:

a.   Inflamasi

Terjadui perdarahan dalam jaringan yang cedrea dan terjadi pembentukan hematom pada

tempat patah tulang . ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya

pasokan darah. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya

pembengkakan dan nyeri.

b.  Proliferasi Sel

     Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang

berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel

yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah

osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. 

Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

patah.

Page 13: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

c.   Pembentukan Kallus

     Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain

sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus dan

tulang rawan.  Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar tulang tergabung dalam tulang rawan dan

jaringan fibrus.

d.   Konsolidasi

     Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi

lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui

reruntuhan pada garis patah tulang, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah

yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan

mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

e.  Stadium Lima-Remodelling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi

tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Reomodeling memerlukan waktu berbulan-

bulan sampai bertahun-tahun.

Page 14: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.      Pengumpulan Data

Anamnesa

Identitas Klien

Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut

atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap

tentang rasa nyeri klien digunakan:

Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa

berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam

hari atau siang hari.

Page 15: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya

membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi

terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan

bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa

lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan

penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.

Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis

akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

d)  Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor

predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada

beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

e)  Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik

dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f)  Pola-Pola Fungsi Kesehatan

Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan

harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain

itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang

dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

Page 16: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna

D,1995).

Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti

kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.

Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama

kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi

masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat

degenerasi dan mobilitas klien.

Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun

begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.

Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada

lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat

tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi

berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu

dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus

menjalani rawat inap  (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Page 17: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat

frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D,

1995).

Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada

indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami

gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus

menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu

juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul

kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak

efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama

frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

2)         Pemeriksaan Fisik

1. Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada

keadaan klien.

Page 18: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus

fraktur biasanya akut.

c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk

Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.

2.  Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.

Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri

kepala

Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada

lesi, simetris, tak oedema.

Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)

Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

3. Abdomen

Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

Page 19: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a)    Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).

(b)   Cape au lait spot (birth mark).

(c)    Fistulae.

(d)   Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(e)    Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal).

(f)    Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g)   Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2)   Feel (palpasi)

(a)    Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

(b)   Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar

persendian.

(c)    Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau

distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau

melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,

maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan

terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

(3)   Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas

dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini

perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat

dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam

ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau

tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

Bayangan jaringan lunak.

Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga

rotasi.

Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

Page 20: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang

sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana

tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang

tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang

dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang.

Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5), Aspartat

Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

4. Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme

penyebab infeksi.

Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas

tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang

berlebihan.

Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Page 21: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

 Diagnosa keperawatan

a.    Nyeri b.d fraktur dan trauma jaringan lunak

b.   Gangguan  mobilitas fisik b.d dengan fraktur dan trauma jaringan lunak

c.    Resiko tinggi/actual infeksi b.d luka terbuka dan terpapar terhadap mikroorganisme

d.   Cemas berhubungan dengan injuri yang tak diduga dan kehilangan mobilitas

e.    Resiko tinggi/actual gangguan perfusi perifer b.d berkurangnya aliran darah akibat

adanya trauma jaringan/tulang

f.    Resiko tinggi/actual gangguan perfusi pulmonal b.d emboli lemak

3.      Perencanaan

a.       Nyeri b.d fraktur dan trauma jaringan lunak

Tujuan: klien akan bebas dari nyeri selama perawatan

Kriteria: keluhan nyeri hilang atau berkurang, ekspresi wajah tenang, edema , ekimosis

berkurang atau hilang.

Intervensi:

a. Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala

nyeri (0-10)

R/ Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindakannya

b. Mempertahankan immobilisasi

R/ Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka

c. Berikan sokongan pada ektremitas yang luka.

R/ Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri

d. Menjelaskan seluruh prosedur di atas

R/ Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan

yang akan dilakukan

Kolaborasi:

e. Pemberian obat-obatan analgesik

R/ Mengurangi rasa nyeri

Page 22: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

b.      Penurunan mobilitas fisik b.d dengan fraktur dan trauma jaringan lunak

Tujuan: klien meningkatkan mobilisasi fisik selama perawatan

Kriteria: klien dapat menggerakkan bagian yang fraktur (Rom aktif maupun pasif), edema

berkurang

Intervensi:

1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang

immobilisasi tersebut.

R/ Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional).

2. Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).

R/Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,

meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi

isolasi sosial

3. Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera

maupun yang tidak.

R/Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot,

mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca

yang tidak digunakan

4. Membantu pasien dalam perawatan diri

R/Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penurunan

peristaltik usus dan konstipasi

5. Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b.

teratur.

R/ Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol

situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh

6. Memberikan diit tinggi protein , vitamin ,  dan mineral

R/ Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada

immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 kg).

Kolaborasi :

7. Konsul dengan bagian fisioterapi

Bila sudah dipasang traksi

c.  Resiko tinggi/actual infeksi b.d luka terbuka dan terpapar terhadap mikroorganisme

Tujuan: klien akan bebas dari infeksi selama perawatan

Kriteria : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa

Page 23: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

Intervensi:

1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor,

fungsi laesa.

R/ Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.

2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.

R/ Meminimalkan terjadinya kontaminasi

3. Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik

R/ Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang

4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal,

eritema pada daerah luka.

R/ Merupakan indikasi adanya osteomilitis.

Kolaborasi:

5. Pemeriksaan darah : leokosit

R/ Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi

6. Pemberian obat-obatan :

antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)

R/ Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan mencegah  tetanus

7.  Persiapan untuk operasi sesuai indikasi

R/ Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi

d.   Cemas berhubungan dengan injuri yang tak diduga dan kehilangan mobilitas

Tujuan: klien akan menurunkan tingkat kecemasannya selama perawatan

Kriteria: klien nampak tenang dan kooperatif terhadap semua tindakan yang diberikan

Intervensi:

1. Kaji respon pasien terhadap injuri, pengobatan , kehilangan pergerakan, ketakutan,

marah, histeris, menangis

R/ reaksi pasien menunjukkan penerimaan pasien terhadap injuri

2. Jelaskan pada pasien tentang waktu pengobatan dan perawatan

R/ membantu pasien mengurangi kecemasan dan me3mbuat pasien lebih mengerti

tentang keadaannya

3. Menjelaskan tentang kelainan yang muncul  prognosa, dan harapan yang akan datang.

R/ Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu

kan pilihan.

Page 24: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

4. Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang

dianjurkan oleh bagian fisioterapi.

R/ Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses

penyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebabkan oleh penggunaan

alat bantu yang kurang tepat

5. Memilah-milah aktifitas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.

R/ Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya.

(apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga)

6. Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat

keluarga (home care)

R/ Membantu mengfasilitaskan perawatan mandiri memberi support untuk mandiri.

7. Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.

R/ Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga

perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.

e.   Resiko tinggi/actual gangguan perfusi pulmonal b.d emboli lemak

Tujuan : klien akan mempertahankan perfusi pulmonal yang normal selama perawatan

 Kriteria : nadi 80 kali permenit teratur, respirasi 16-20 kali permenit teratur, tekanan darah

dalam batas normal, bunyi nafas normal, kesadaran baik

Intervensi:

 

1. Kaji tanda-tanda emboli lemak: nyeri dada, petekie ras didada, leher dan konjungtiva,

nadi cepat, pernafasan cepat, perubahan sensori dan disorientasi

R/ emboli lemak dapat terjadi dalam 48-72 jam post fraktur, dan dapat menyebabkan

komplikasi kematian.

2. Monior tanda vital setiap 15 menit

R/ tekanan darah menurun, tacipnea,dispnea, suhu tubuh lebih dari 38,3 derajat

celcius merupakan tanda-tanda emboli sindrom

3. Dengarkan bunyi nafas disemua lobus

R/ bunyi nafas mungkin menurun

kolaborasi:

4.  Kolaborasi pemberian oksigen terapi

R/ oksigen mungkin dapa meningkatkan respiratory kompeten dan menurunkan

tacipnea atau dispnea

Page 25: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

f. Resiko tinggi/actual gangguan perfusi perifer b.d berkurangnya aliran darah akibat

adanya trauma jaringan/tulang

Tujuan: Klien akan mempertahankan perfusi perifer yang normal selama perawatan

Kriteria: Daerah perifer tidak pucat, Pengisian kapiler daerah yang     trauma < 3 detik,

daerah perifer hangat

Intervensi:

1. Kaji tanda-tanda penurunan perfusi perifer

R/ trauma menyebabkan edema jaringan dan kehilangan darah yang menyebabkan

menurunnya perfusi jaringan. Ketidakadekuatan sirkulasi dan edema merusak saraf

perifer, mengakibatkan penurunan sensasi, gerakan dan sirkulasi.

2. Kolaborasi terapi tindakan reposisi sesegera mungkin

R/ mencegah komplikasi lebih lanjut

Page 26: ASKEP Gawat Darurat Muskulo

DAFTAR PUSTAKA

Brunner,Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC.Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.     EGC.

Jakarta,

Ignatavicius, Donna D.1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.

Saunder Company.

Keliat, Budi Anna.1994.Proses Perawatan.EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI,

Jakarta.

Mourad.1997.Ortopedic Disorders. Mosbys Clinical Nursing Series. Toronto

Price,Wilson.1995. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta

Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara,

Jakarta

http://felyyana.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-tn-t.html