apra yg lengkp bgt

48
PERLAWANAN ANGKATAN PERANG RATU ADIL (APRA) DI BANDUNG 1950 (by.Hermsylar) a. Kegagalan Mobilisasi KNIL kedalam APRIS Sesuai dengan persyaratan persetujuan Den Haag, Koninklijke Leger Nederlandsch-Indiche Leger (KNIL), yang berkekuatan 65.000 orang akan dibubarkan menjelang tanggal 26 Juli 1950. nyatanya, proses pembaharuan itu jauh lebih lambat daripada yang diduga sebelumnya. Bahkan hingga tanggal tersebut, 17.000 dari jumlah itu belum berhasil dimobilisasi. Baru pada tanggal 4 Juli 1951, di umumkan bahwa proses tersebut seluruhnya telah selesai. Menjelang tanggal 26 Juli 1950, sekitar 26.000 prajurit KNIL digabungkan ke dalam angkatan bersenjata RIS, 18.750 dimobilisasi di Indonesia dan 3.250 diberangkatkan ke Negeri Belanda. (Kahin,1995:574) Walaupun telah diputuskan dan ditandatangani oleh semua utusan dari delegasi yang mengikuti KMB. Keputusan- keputusan dalam bidang militer tersebut tidak dapat dilaksanakan seperti dengan yang diharapkan. Di tinjau dari bidang politik militer pembubaran KNIL merupakan suatu kemenangan bagi bangsa Indonesia, akan tetapi apabila ditinjau secara teknis dan psikologis sangat berat untuk dilaksanakan. Jumlah KNIL yang puluhan ribu, dengan tata organisasi dan mentalitas yang berbeda, menyebabkan timbulnya ketegangan antara bekas-bekas KNIL dengan para tentara APRIS.

Upload: gobang-tid-corp

Post on 02-Jul-2015

780 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Apra Yg Lengkp Bgt

PERLAWANAN ANGKATAN PERANG RATU ADIL (APRA) DI BANDUNG 1950

 (by.Hermsylar)

a. Kegagalan Mobilisasi KNIL kedalam APRIS

Sesuai dengan persyaratan persetujuan Den Haag, Koninklijke Leger Nederlandsch-

Indiche Leger (KNIL), yang berkekuatan 65.000 orang akan dibubarkan menjelang tanggal 26

Juli 1950. nyatanya, proses pembaharuan itu jauh lebih lambat daripada yang diduga

sebelumnya. Bahkan hingga tanggal tersebut, 17.000 dari jumlah itu belum berhasil dimobilisasi.

Baru pada tanggal 4 Juli 1951, di umumkan bahwa proses tersebut seluruhnya telah selesai.

Menjelang tanggal 26 Juli 1950, sekitar 26.000 prajurit KNIL digabungkan ke dalam angkatan

bersenjata RIS, 18.750 dimobilisasi di Indonesia dan 3.250 diberangkatkan ke Negeri Belanda.

(Kahin,1995:574) Walaupun telah diputuskan dan ditandatangani oleh semua utusan dari

delegasi yang mengikuti KMB. Keputusan-keputusan dalam bidang militer tersebut tidak dapat

dilaksanakan seperti dengan yang diharapkan.

Di tinjau dari bidang politik militer pembubaran KNIL merupakan suatu kemenangan

bagi bangsa Indonesia, akan tetapi apabila ditinjau secara teknis dan psikologis sangat berat

untuk dilaksanakan. Jumlah KNIL yang puluhan ribu, dengan tata organisasi dan mentalitas yang

berbeda, menyebabkan timbulnya  ketegangan antara bekas-bekas KNIL dengan para tentara

APRIS.

Dalam rangka pembubaran KNIL termasuk pula didalamnya pemulangan para anggota

KL ke Nederland, hal ini juga menjadikan beban bangsa Indonesia karena pemulangan KL ini

banyak melahirkan masalah-masalah baru, selain menyita biaya yang besar untuk ransum

makanan dan biaya angkutam, sikap kolonialistis dari KL ini banyak melahirkan ketegangan

terhadap kedua belah pihak. Dari sini dimulai ketegangan-ketegangan dan pertikaian-pertikaian

antara anggota KNIL dan APRIS. Pertikaian ini dipicu oleh berbagai faktor, diantarannya seperti

yang diungkapkan oleh HD. Pratikto yang diungkapkan dalam hasil wawancara dengan penulis

pada tanggal 17 September 2005 yang mengatakan:

Page 2: Apra Yg Lengkp Bgt

“..tentu saja kami tidak terima karena mereka (bekas-bekas KNIL)

adalah tentara-tentara yang tidak sama dengan kami (APRIS), TNI

adalah tentara pejuang yang berjuang demi negara, demi rakyat

dan demi negara kesatuan Indonesia, sedangkan bekas-bekas

KNIL adalah musuh kami yang mengabdi pada Belanda, yang

selalu kami lawan karena mereka tidak memiliki rasa cinta

terhadap negara seperti kami” (wawancara dengan H.D Pratikto

tanggal 17 September 2005)

Melihat pernyataan dari H.D. Pratikto cukup mewakili suara hati para anggota TNI yang

tergabung dalam APRIS. Melihat pernyataan diatas sangat terlihat keenganan para anggota TNI

(APRIS) untuk menerima para bekas tentara KNIL kedalam kesatuan mereka, secara psikologis

hal ini cukup beralasan karena sebelum ditandatangani keputusan KMB tersebut TNI dan KNIL

adalah dua kubu yang selalu bermusuhan. TNI sebagai tentara pejuang yang merasa telah

berkorban dan berjuang demi kemerdekan tentu saja tidak mau menerima bekas musuhnya yang

lebih setia kepada pemerintahan Belanda.             

Berdasarkan keputusan KSAD No.40/KSAD/PH/50 tanggal 7 Februari 1950 dan perintah

KSAD No:384/KSAD/PH/1950 yang berisikan pentetapan reformasi dan konsolidasi antara

bekas KNIL untuk digabungkan dengan APRIS dengan TNI sebagai intinya (Dinas Sejarah

Militer TNI-AD,1979:216)  Keputusan tersebut mengakibatkan anggaran belanja tidak

mencukupi karena hal tersebut melipatgandakan pengeluaran untuk mendanai jumlah bekas

KNIL yang jumlahnya puluhan ribu. Selain masalah dana yang tidak mencukupi hal tersebut

juga menimbulkan permasalahan baru seperti yang di sampaikan H.D. Pratikto:

“…pada waktu itu, selain secara psikologis kami tidak mau

bergabung ada hal lain yang membuat kami semakin membenci

mereka (KNIL), akibat peleburan itu banyak sekali yang dirugikan

terutama teman-teman kami yang juga ikut berjuang untuk

negara, diantara mereka banyak yang di non-aktifkan dan

dikembalikan ke masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memperkecil

pengeluaran negara untuk mendanani peleburan KNIL dan

Page 3: Apra Yg Lengkp Bgt

pemulangan KL ke negeri Belanda” (wawancara dengan

H.D.Pratikto tanggal 17 September 2005).

Berdasarkan hasil wawancara dengan H.D. Pratikto diatas dapat dilihat bahwa banyak

sekali permasalahan yang ditimbulkan oleh kebijakan peleburan KNIL kedalam APRIS ini.

Selain perbedaan yang sudah mengakar karena sebelumnya KNIL dan APRIS merupakan

musuh, ditambah lagi para anggota TNI semakin merasa dijadikan korban dengan banyaknya

para anggota TNI yang harus diberhentikan hanya karena untuk efesiensi dana dan memangkas

pengeluaran negara untuk peleburan KNIL kedalam APRIS tersebut.

b. Mengenal Sosok Raymond Pierre Westerling

Berbicara mengenai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) tidak dapat dipisahkan dari

seorang tokoh yang sekaligus pemimpin tertinggi dari APRA yaitu Raymond Pierre

Westerling. Raymond Piere Westerling, ia merupakan orang Belanda campuran antara Belanda,

Turki dan Yunani. Westerling dilahirkan pada bulan Agustus 1919 di Istanbul, Turki. Ia berasal

dari seorang ayah Belanda dan Ibu seorang Turki-Yunani. (Dinas Sejarah Militer TNI-

AD,1979:218). Westerling di gambarkan sebagai sosok yang tegap dan kekar dengan tinggi

badan 170 cm. Suaranya keras dan lancar berbahasa Belanda dan Inggris serta sudah bisa

berbicara dalam bahasa Indonesia (Suara Bogor, 21 Januari 1950) 

Karier hidupnya dalam ketentaraan dimulai sebagai seorang sukarelawan dalam tentara

pemerintah pelarian Belanda di Mesir, kemudian diperbantukan kepada kesatuan-kesatuan

Inggris pada saat Perang Dunia II. Kemudian Westerling menyelesaikan pendidikan militer di

Kanada dan selesai pada tahun 1944. Setelahnya Westerling diangkat sebagai instruktur dalam

kemiliteran Belanda. Masih pada tahun yang sama, Westerling diperintahkan untuk

melumpuhkan kekuatan Nazi Jerman di Belgia sebagai pemimpin dalam menyusun gerakan

bawah tanah di negara tersebut.(Wilson,1992:71). Selain itu, Westerling juga menjadi anggota

Staf Prins Bernhard dan berhasil menumpas pasukan ilegal di Brabant dan Linburg di negeri

Belanda (Pusemad,1965:43). Dari riwayat hidup dan pendidikan serta dari misi-misi yang telah

dilakukan oleh Westerling dapat dilihat bahwa Ia merupakan seseorang yang cerdas dan

memiliki kemampuan untuk mengatur sebuah organisasi. Karena hanya seseorang yang memiliki

Page 4: Apra Yg Lengkp Bgt

kecerdasan dan bakat saja yang ditugaskan dalam tugas-tugas kemiliteran yang sangat penting.

Tugas sebagai pemimpin gerakan bawah tanah di Belgia menunjukan bahwa Westerling

memiliki kemampuan yang baik dalam menyusun strategi dan siasat untuk melakukan

penyerangan secara rahasia.

Westerling mulai mengenal Indonesia pada bulan Agustus 1945 ketika ia diterjunkan

disekitar Medan oleh Sekutu sebelum Jepang menyerah. Penerjunan ini dilakukan sebagai upaya

persiapan pendaratan tentara Sekutu di Sumatera. Pada waktu itu Westerling masih berpangkat

Letnan dan menjabat sebagai anggota Dinas Kontra Spionase dari Tentara Kerajan Belanda.

Tidak lama kemudian Westerling ditugaskan di Makassar, dan namanya mulai dikenal orang

karena tindakan-tindakannya. Menurut beberapa sumber yang dipublikasikan di Indonesia seperti

Dinas Sejarah TNI-AD, selama bertugas di Sulawesi Selatan Westerling telah membantai

sedikitnya 40.000 orang. Namun menurut perkiraan Kahin, yang terbunuh di Sulawesi tidak

mencapai angka 40.000 jiwa, namun berjumlah sekitar 11.000 orang sipil dan hanya sekitar 500

sampai 1.000 orang yang menjadi tanggung jawab langsung Westerling.

Di sini tidak akan mempermasalahkan mana yang benar mengenai jumlah korban yang

terbunuh pada masa Westerling bertugas di Makassar, Sulawesi Selatan, apakah seperti yang

dituliskan dalam buku-buku terbitan Indonesia atau perkiran dari Kahin yang benar, hal ini akan

bergantung sekali pada sudut pandang penulis dan kepentingan yang ada dibaliknya. Namun,

satu hal yang dapat dipastikan bahwa selama menjalankan tugasnya di Makassar, Sulawesi

Selatan, Westerling telah memperlihatkan jati dirinya sebagai seorang kapten Belanda yang

ditakuti karena reputasinya.

Cara–cara yang dilakukan Westerling dalam menjalankan tugasnya di Makassar sangat

proaktif dan tegas, hal ini diberitakan dalam Madjalah Merdeka edisi 3 tahun III tanggal 21

Januari 1950 yang menuliskan:

“Bagi setiap orang jang datang dari Sulawesi Selatan tentu tidak

akan kehabisan bahan bila bertjerita tentang tjara2 dan

kekedjaman-kekedjaman Westerling. Tiba-tiba bisa melakukan

aksi pembersihanja mengepung sebuah kampung kemudian

Page 5: Apra Yg Lengkp Bgt

mengumpulkan semua orang di suatu lapangan. Dengan

sekehendak hati Westerling sanggup menundjuk seseorang

diantara mereka sebagai pengatjau dan menembaknja dengan

tangan sendiri dihadapan orang banjak itu”

Setelah bertugas di Makassar, Sulawesi Selatan, Westerling dipindahkan ke Batujajar

(daerah Cimahi) dan diangkat sebagai Komando Speciale Tropen (Green Caps). Menjabat

Komandan Speciale Tropen. Berdasarakan beberapa sumber yaitu melalui wawancara dengan

Abung Kusman (8 Desember 2005) serta pemberitaan Madjalah Merdeka mengatakan bahwa

sebenarnya pemindahan Westerling ke Jawa Barat ini tidak lepas dari perlakuan Westerling yang

kejam di Sulawesi Selatan dan telah menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Untuk

mengendalikan keadaan maka pihak pemerintah Belanda memindahkan Westerling dari

Sulawesi Selatan ke Jawa Barat.

Keterangan mengenai pemindahan tugas Westerling dari Sulawesi Selatan ke Jawa Barat,

Madjalah Merdeka (21 Januari 1950) menuliskan:

“…Setelah Palar, jang ketika itu masih mendjadi anggota

parlemen Belanda membongkar soal itu, mulailah kelihatan akibat

aksi Westerling. Dengan begitu soal Westerling yang sudah mulai

hangat itu telah mulai ditekan dan mentjoba mendiamkannja.

Westerling dengan pasukannja dengan diam-diam ditarik dari

Sulawesi Selatan. Westerling tiba-tiba muntjul di Djawa Barat”

Keterangan dari Madjalah Merdeka menguatkan asumsi bahwa pemindahan Westerling

dari Sulawesi Selatan ke Jawa Barat merupakan langkah politik pemerintah Belanda untuk

meredakan tekanan dari parelemen dan masyarakat Indonesia yang mulai mengetahui sepak

terjang Westerling di Sulawesi Selatan. Dengan pemindahan Westerling ini diharapkan situasi

yang memanas akibat protes masyarakat dapat sedikit diredakan.

Kedudukan Westerling sebagai Komando Speciale Tropen di Jawa Barat tidak

berlangsung lama, sejak bulan November 1948 ia menyerahkan pimpinan Speciale Tropen yang

Page 6: Apra Yg Lengkp Bgt

kepada penggantinya tanpa alasan yang jelas. Mengenai pengunduran diri Westerling

berdasarkan pemberitaan Suara Bogor tanggal 11 Januari 1950 menuliskan:

“…Komisaris Agung Belanda di Djakarta menerangkan bahwa

Westerling pada pertengahan kedua dari tahun 1948, sudah

diberhentikan dari KNIL dan sedjak itu, hidup sebagai seorang

partikelir dan sedikitpun tidak mempunjai hubungan dengan

Pemerintaha Belanda dan alat-alatnja.

Menanggapi pernyataan Komisaris Agung di atas, Harian Tanah Air tanggal 16 Januari

1950 menuliskan:

“Jang hendak kita bitjarakan disini ialah sikap Belanda dan

Pemerintah RIS. Omong kosong kalau Hirschfeld mengatakan

Belanda tidak tahu dan tidak tjampur2. biarpun Westerling telah

berhenti dari KNIL semenjak pertengahan tahun 1948, Omong

kosong kalau Belanda tidak tahu Dr. Koets jang sekarang masih

ada di Djakarta tentu pula bisa bertjerita dari mana Westerling

dapat sendjata2 dan dari mana dapat ratusan ribu untuk

memelihara pasukan2 liarnja?”.

Pernyataan dari Komisaris Agung Belanda di atas sebenarnya sangat kontradiktif dengan

kenyataan sebenarnya, karena dalam usahanya menyusun kekuatan dan membentuk pasukan

APRA, Westerling memperoleh bantuan secara langsung dari pimpinan KNIL di Bandung yaitu

Jenderal Engels. Selain itu Westerling juga mampu menyediakan kebutuhan pasukan-

pasukannya dengan baik dengan menyediakan persenjataan, makanan dan perlengkapan perang

lainnya, hal ini tentu saja memerlukan dana yang besar. Apabila tidak dibantu oleh pihak

Belanda dari mana Westerling memperoleh dana operasional pasukannya. Keterlibatan

pemerintah Belanda ini terlihat dari surat dukungan yang diberikan Engels untuk Westerling

(Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979:44) di bawah ini:

Bandung,17 April 1948

Kapten Westerling.

Page 7: Apra Yg Lengkp Bgt

Dit Schijven wordt U, overhandigd door Kapt Mr.E.J. Froeling

van het KNIL, die mijn volleding vertrouwen geniet, Order nadare

goedkeuring van de Legercommandant wordt hij U tot nader order

ter beschikking gesteld als juridisch adviseur.

Zijn werkzaamheden en al of niet verblijf te uwent dienen in

orderling overleg to worden geregeld.

Over date uwer beschikkingstelling van Kapt Fr.Wordt de

Strikte gehiemhouding in acht genemen. Ook voor de riest is

Kapt.Fr.Geheim houding opgelegd.

Da Gen Mayoor U.d.Gen

Staf KNIL

D.C.O

W.G.E Engels.

Surat dukungan dari Engels diatas memperlihatkan bahwa pemerintah Belanda masih

belum puas atas apa yang telah di capai Republik Indonesia. secara tersirat surat tersebut

memperlihatkan bahwa usaha-usaha Westerling dalam mengkampanyekan gerakan anti negara

kesatuan Indonesia telah mendapat persetujuan dan dukungan dari pemerintah Belanda.

Dalam petualangannya di daerah Jawa Barat, kegiatan-kegiatan Westerling tidak hanya

dalam bidang Militer saja, akan tetapi ia berusaha mendekati pihak politisi terutama yang tidak

senang terhadap Republik Indonesia Serikat, baik dikalangan pejabat sipil maupun militer.

Westerling telah menggunakan pengaruhnya untuk menarik perhatian dan simpati di kalangan

sipil dan militer dan karena kharismanya, usaha ini menghasilkan banyak orang yang simpati

terhadap Westerling dan memusuhi RIS. ((Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979:44).

c. Kemunculan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

            Setelah mendapat dukungan secara tertulis dari Jenderal Engels dan mendapat simpati

dari tokoh-tokoh yang mendukung bentuk negara federal seperti Sultan Hamid II maka

Westerling semakin yakin atas apa yang akan dilakukannya. Situasi ini semakin dikuatkan oleh

keadaan politik yang sedang memanas pada waktu itu terutama ketegangan antara para tentara

Page 8: Apra Yg Lengkp Bgt

APRIS yang enggan untuk menerima bekas-bekas KNIL kedalam kesatuan mereka. Pada masa

ini, gejolak politik dalam negeri masih belum stabil karena banyaknya pemberontakan-

pemberontakan yang bersifat separatis seperti DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia),

serta situsi militer Indonesia yang masih compang-camping karena tersita perhatiannya untuk

menumpas pemberontakan PKI pimpinan Muso di Madiun dan adanya golongan-golongan yang

tidak setuju atas berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia. Golongan ini terutama golongan

Islam yang menginginkan berdirinya negara Islam di Indonesia seperti tokoh-tokoh gerombolan

DI.

Pertemuan antara Westerling dengan tokoh-tokoh DI telah dilaksanakan di daerah Bogor

pada bulan Oktober 1949 akhir, antara Westerling dan VD Plas dari pihak Belanda dan KH

Engkar dari pihak gerombolan DI. Dalam pertemuan ini disepakati persetujuan diantaranya

adalah: Penggabungan satuan-satuan KNIL, KL kedalam DI, pada fase pertama dalam

penggabungan ini 70 anggota KNIL, KL digabungkan dengan gerombolan DI pimpinan KH.

Engkar. Selain itu dalam persetujuan ini juga ditetapkan untuk berhubungan dengan DI/TII

pimpinan Kartosuwiryo ((Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979:46-47)

            Setelah berhasil melakukan konsolidasi antara bekas-bekas KNIL dan gerombolan DI

pimpinan KH. Engkar, bertempat di hotel Preanger Bandung pada tanggal 4 Oktober 1949

Westerling mengadakan pertemuan dengan para tokoh Sipil maupun militer, dalam pertemuan

itu telah dibicarakan idenya untuk membentuk organisasi APRA. Dalam pertemuan ini dihadiri

oleh Jenderal Mayor Engels, Capt Foelling dari Green Caps dan Letnan Titalay. Dalam akhir

bulan Desember 1949, sebulan sebelum terjadinya penyerbuan ke kota Bandung, Westerling

telah berhubungan dengan Letnan Hegima, Letkol Cassa dan Letnan Tetalay. Sesuai dengan

pengakuan Solomon Sihombing menjelaskan bahwa sebelum orang-orang Westerling

menggempur Bandung, Westerling telah bertemu terlebih dahulu dalam suatu pertemuan, duduk

berdampingan dengan Mayor Jenderal Engels, dan minum-minum dalam satu pesta di Hotel

Preanger (Dinas Sejarah Militer TNI-AD,1979:46). Jadi tampak secara nyata bahwa ide

Westerling dengan APRA-nya mendapat dukungan dari pimpinan KNIL di Bandung.

            Westerling adalah sosok yang cerdas dan peka terhadap keadaan sekitarnya, hal ini juga

berlaku saat ia menyadari pentingnya peranan agama dan kepercayaan di kalangan rakyat

Page 9: Apra Yg Lengkp Bgt

Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat. Untuk mencari dan mendapat dukungan yang positif,

menurut Majalah Merdeka (21 Januari 1950) untuk menunjukan bahwa Westerling merupakan

seorang Islam ia selalu mengucapkan “Bismillahirrohmannirrohim” dan “Assalamualaikum”

setiap mengadakan pertemuan dengan pasukan-pasukannya.

Suara Bogor (16 Januari 1950) menuliskan:

“…Dia dikatakakan djarang marah dan bisa menahan nafsu. Dia

memperlihatkan seakan2 orang yang baik hati. Pengaruhnya

terhadap pasukanja sangat kuat mereka rela mati demi dia, walau

punya sikapnja keras dan tindakanja kedjam…”

Untuk menghimpun kekuatan dan memperbanyak simpati dan dukungan kepadanya,

Westerling telah mengeluarkan ajakan terhadap rakyat, untuk mengikuti APRA, ajakan ini antara

lain mengatakan:

“Gerakan ini adalah suatu pergerakan penetapan hak-hak sebagai

manusia dan memandang rakyat seperti memandang pundamen

mas yang berharga. Khususnya untuk umat Islam dan umumnya

untuk makluk Allah seluruhnya tidak memandang bangsa apapun

juga.

Kita selaku putra dan putri Indonesia atau selaku warga negara

yang telah lahir di Indonesia harus mengakui apakah artinya

kemerdekaan yang sebetulnya.

Setiap langkah harus bersandar kepada wet (undang-undang) dan

negara.

Selaku bangsa Indonesia atau selaku suku bangsa umumnya

janganlah memandang kepada yang lain musuh karena dalam

Alqur’an telah disebutkan sesungguhnya orang alim itu harus

bersaudara.

Selaku negara yang merdeka haruslah didalamnya ada

kemerdekaan yang seluas-luasnya bagi bangsa dan suku bangsa

Page 10: Apra Yg Lengkp Bgt

lainnya tidak ada rasa bimbang, takut dan lain-lain untuk mencari

nafkah hidup yang halal, di manapun ta’ ada rintangan dari fihak

siapapun. Bilamana rintangan itu terjadi bagi rakyat dan

masyarakat maka tentara akan bertindak. Kita akan menghancur

leburkannya.

Tentara kita adalah tentara yang disukai oleh rakyat dan

masyarakat karena di dalamnya penuh dengan segala keadilan

dan kebijaksanaan yang ditunjukan kepada umum. Tentara kita

bukan suatu tentara yang berani mati kalau membela keadilan

dan kebenaran.

Tentara kita adalah suatu tentara yang berdiri dari segala bangsa

yang umumnya pecinta kebenaran dan keadilan. (Disjarah

AD,1975:189 (manuskrip)

           

            Ajakan yang dibuat Westerling untuk menarik simpati dari masyarakat yang

berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat tersebut merupakan suatu metode yang hampir

mirip dengan ajakan dari para nabi pemimpin spiritual dari gerakan millenarian seperi gerakan

gerakan Pai Maire di Selandia Baru pada tahun 1864-1867, gerakan Munda dan Birsa di Chotta

Nagpur, India pada tahun 1899-1900, Pemberontakan Maji-Maji di Afrika Timur, Tanzania pada

tahun 1905-1906 dan Pemberontakan Saya San di Birma pada tahun 1930-1932 (Adas:1979: 1-

51). Model ajakan yang dilakukan Westerling adalah mengajak semua lapisan masyarakat untuk

menganggap bahwa misi yang akan dijalankan oleh tentara-tentara APRA adalah misi suci untuk

menggulingkan ketidakadilan di Indonesia.

Poesponegoro (1993:253) menuliskan Westerling memahami bahwa sebagian besar

rakyat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan, baik di bawah Belanda maupun

di bawah Jepang, mendambakan datangnya suatu masa kemakmuran seperti yang terdapat dalam

ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu akan datang seorang pemimpin yang disebut Ratu Adil,

yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana, sehingga keadaan aman damai dan

rakyat akan makmur dan sejahtera. Menurut Adas (1979:216-217) pemberontakan kenabian

Page 11: Apra Yg Lengkp Bgt

memiliki tiga faktor yang berinteraksi yang merupakan pendorong utama bagi tindakan

kekerasan untuk menggulingkan kekuasaan yang sedang berjalan adalah:

(1) keputusan para pemimpin kenabian untuk memimpin para pengikut mereka dalam

pemberontakan;

(2) hilangnya kekuasaan yang efektif atas para pengikut dari para nabi  ke tangan para

pemimpin sekunder yang cenderung lebih suka menggunakan kekerasan; dan

(3) gagalnya para penguasa untuk mengambil tindakan cepat atau keteledoran

Ketiga faktor diatas apabila diterapkan pada kasus Perlawanan APRA yang dikomandoi

Westerling di Bandung memiliki beberapa kesamaan, walaupun unsur-unsur millenarian dan

mesianistis tidak terlalu menonjol pada gerakan ini. Faktor pertama yaitu  keputusan para

pemimpin kenabian untuk memimpin para pengikut mereka dalam pemberontakan bisa diartikan

bahwa Westerling menempatkan dirinya sebagai tokoh yang identik dengan tokoh kenabian yang

bertugas memimpin umatnya untuk melawan ketidakadilan yang telah dilakukan penguasa

(pemerintah Indonesia) terhadap para pengikutnya (bekas-bekas KNIL). Kedua yaitu hilangnya

kekuasaan yang efektif atas para pengikut dari para nabi  ke tangan para pemimpin sekunder

yang cenderung lebih suka menggunakan kekerasan, bisa diartikan bahwa pemerintah Indonesia

telah hilang kharismanya di mata para pengikutnya (bekas-bekas KNIL) karena dianggap telah

gagal dalam mengakomodasi keinginan mereka. Dalam hal ini kegagalan mobilisasi bekas-bekas

KNIL bisa dipandang sebagai penyebab utama hilangnya rasa percaya para anggota KNIL

terhadap pemerintahan Indonesia. Hal ini digunakan Westerling untuk mengakomodasi para

tentara KNIL yang merasa kecewa dan tidak percaya terhadap pemerintah Indonesia untuk

melakukan perlawanan dengan kekerasan  Faktor ketiga yaitu gagalnya para penguasa untuk

mengambil tindakan cepat atas keteledoran yang telah mereka lakukan. Hal ini dapat dilihat

sebagai kegagalan pemerintah Indonesia dalam mengakomodasi kepentingan bekas-bekas KNIL

untuk dimobilisasi kedalam APRIS, sehingga kegagalan ini dimanfaatkan oleh Westerling

sebagai sarana penguat untuk dijadikan sebagai alasan perlawanan APRA terhadap pemerintahan

Indonesia.

d. Persiapan APRA dalam Melakukan Aksi Perlawanan

Page 12: Apra Yg Lengkp Bgt

            Sebelum melakukan serangan terhadap Markas Kwartier Divisi Siliwangi yang berada

pada jalan Oude Hospitalweg, kini dikenal dengan nama jalan Lembong. Westerling bukan orang

yang tanpa perhitungan, namun ia merupakan seseorang yang selalu terencana dengan terperinci

sebelum melakukan misi-nya.

            Dalam laporan Military Intelegence pada tanggal 18 September 1949, menyatakan bahwa

pada tanggal 5 November 1949 Westerling telah mengadakan rapat dengan maksud

merencanakan aksinya. Laporan Military Intelegence melaporkan sebagai berikut:

Pada tanggal 5 bl.11-1949 djam 11.00 siang, bertempat di HOTEL

PREANGER kamar nomor 101, telah diadakan rapat tertutup di

bawah pimpinan Kapt. WESTERLING.

Atjaranya ialah jang terpenting; bahwa Pemerintah

Belanda  meretjanakan Politional actie ke III.

Setiap anggauta2. dari mulai sekarang jang berada di masing-

masing tempat dan Djawatan2 harus sudah siap guna mengakut

segala alat-alat Negara ke Pelabuhan2, djika Politional actie ke III

diumumkan, Pelabuhan-pelabuhan yang akan di pakai ialah

Tandjong-Priok, Semarang dan Surabaya

Sesesai

(Dokumen Millitary Intelegen No. 2/M/I/49.)

            Laporan diatas yang dikutip dari Dokumen Millitary Intelegen No. 2/M/I/49

memperlihatkan bahwa rencana perlawanan yang akan dilakukan Westerling merupakan

manifestasi dari rencanaPolitional Acte ke III yang telah direncanakan Belanda melalui

pelaksananya yaitu Westerling. Politional Acte ke III seperti yang diinformasikan oleh H.M

Siradz (wawancara tanggal 17 September 2005) dalam istilah militer bisa disamakan dengan aksi

agresi militer yang telah dilaksanakan oleh Belanda pada masa sebelumnya. Namun ternyata

yang dilakukan Belanda tidak sama dengan aksi-aksi sebelumnya yang menggunakan tentara-

tentara mereka, namun kali ini mereka kembali kepada menggunakan cara mereka sebelumnya

dengan memanfaatkan situasi ketegangan antara bekas-bekas KNIL dengan TNI yang pada masa

itu sedang dalam konflik yang memanas.

Page 13: Apra Yg Lengkp Bgt

            Hal senada juga dikemukakan oleh H.D. Pratikto yang mengatakan:

“Belanda dari dulu itu memang pintar memanfaatkan situasi yang

sedang berlangsung, sebenarnya kita sudah beberapa kali diadu

domba oleh mereka (Belanda). Contohnya sudah tidak perlu saya

sebutkan, anda pasti lebih tahu dari saya. Pemberontakan APRA

yang dipimpin Westerling menurut saya adalah salah satu

manifestasi dari politik devide et impera yang sudah beberapa kali

digunakan Belanda. Bukankah bekas-bekas KNIL itu juga bangsa

Indonesia? namun karena mereka (KNIL) sudah terhasut oleh

Belanda sehingga mereka lebih memilih melawan bangsanya

sendiri” (Wawancara tanggal 17 September 2005).

            Menilik kedua pendapat diatas, menurut penulis cukup beralasan karena melihat kenyataan

bahwa KNIL merupakan orang-orang Indonesia yang merasa kecewa atas kebijakan pemerintah

RIS yang tidak dapat memenuhi keinginan mereka sehingga bisa saja kekecewaan ini

dimanfaatkan oleh pihak lain yang juga tidak suka atas kemerdekaan bangsa Indonesia yang

sudah terealisasi. Sehingga sah-sah saja apabila H.M Sirodz dan H.D Pratikto menganggap

perlawanan APRA itu sebagai salah satu manifestasi dari politik devide et impera atau politik

adu domba antara bekas-bekas KNIL dengan TNI.

            Sehubungan dengan kegiatan-kegiatan Westerling dalam mengembangkan idenya dalam

mewujudkan pasukan APRA, menurut pengalaman Mr. Kustomo, bekas pegawai Binenlandse

Vielingheid yang dipimpin oleh kolonel Santoso, mengatakan bahwa APRA terdiri dari semua

KNIL, sedikit KL dan hampir semua angkatan-angkatan pegawai Belanda yang berasal dari

kalangan kepolisian. Begitu juga dalam kegiatan-kegiatannya Westerling selalu mendapat

bantuan dari pembantu-pembantunya, antara lain: Sultan Hamid, Kolonel Suryo Santoso, Letnan

Kolonel Cassa, Komandan Polisi. Asbeck dan Inspektur Polisi Nayoan (Pusemad,1965:46)

.           Usaha Westerling selalu mendapat bantuan tidak saja dari golongan-golongan yang tidak

menghendaki kemerdekaan, akan tetapi mendapat dukungan juga dari pembesar Sipil maupun

Page 14: Apra Yg Lengkp Bgt

Militer, khususnya Sultan Hamid II dan Mayor Jenderal Hegel yang telah disinggung pada

bagian sebelumnya.

            Dalam mempersiapkan Persenjataan, Suply, dan Propaganda, Westerling dengan bantuan

dari Engels telah membentuk tim-tim yang terorganisir secara rapi dan memiliki pembagian

tugas yang jelas. Dalam hal penyediaan persenjataan, Westerling mendapatkan bantuan dari

Engels dan dibawahi oleh satu tim khusus yang dinamakan Luit Sneep C.M.I yang berangotakan

Otto Sergt, Hagenbeck J.M. Luwi Korp, De Laungda dan Wusrof. Sedangkan tim yang di

komandoi langsung oleh Westerling terdiri dari 3 Sub yaitu terdiri dari Bagian Propaganda dan

Dokumentasi yang di bawahi oleh Suherman, Bagian Patroli Kota yang dipimpin oleh Sukarya,

dan Bagian Gerilya yang langsung dibawah pengawasan Westerling.

            Selain berhasil memperoleh dukungan dari pemerintah Belanda melalui Engels,

Westerling juga berhasil memperoleh bantuan kekuatan dari berbagai organisasi yang simpati

dan kontra atas bentuk negara kesatuan Indonesia. organisasi-organisasi tersebut di antaranya

adalah Organisasi Pemuda Indonesia yang beraliran terutama Organisasi Pemuda Kalimantan

yang di bawahi oleh BFO pimpinan Sultan Hamid II, Negara Pasundan dan DI yang di bawahi

oleh Zaenal Abidin, Organisasi Tionghoa yang dibawahi oleh Goan Yoe Thio, KNIL V-B yang

sebagian adalah besar adalah bekas-bekas tentara KNIL  dan Stoot Tropen yag merupakan polisi-

polisi bekas pegawai Belanda.

            Menurut pemberitaan surat kabar Belanda De Warheid yang dikutip oleh Warta

Indonesia (26 Januari 1950), keterlibatan tokoh-tokoh Negara Pasundan dalam rencana

Westerling adalah Wiranatakusuma dan Kusna Puradipradja yang bertindak sebagai penasehat

Westerling. Lebih lanjut De Warheid menuliskan bahwa Wiranatakusuma dan Kusna

Puradipradja adalah tokoh penting dalam pendirian Negara Boneka Pasundan. Selain hal diatas,

diberitakan pula bahwa Kusna Puradipradja bersama agen polisi Belanda pernah datang ke

Belanda untuk belajar di Den Hag pada tahun 1933.

          Tujuan utama perlawanan APRA di Bandung adalah sebagai langkah awal untuk

mewujudkan pemerintahan sendiri yaitu pemerintahan Ratu Adil Indonesia (RAPI) suatu bentuk

pemerintahan baru yang bertujuan untuk menggantikan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Page 15: Apra Yg Lengkp Bgt

(NKRI) (Pusjarah AD,1965:52). Jadi dengan kata lain Westerling telah mempersiapkan secara

matang semua langkah-langkah yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan sendiri dalam

kekuasaan APRA. Pembentukan TKD juga dimaksudkan Westerling sebagai organisasi bagian

dari APRA yang bertugas sebagai tentara pengaman RAPI.

Mengenai jumlah personal personal tentara APRA yang di komandoi Westerling,

terdapat beberapa perbedaan diantaranya menurut Dinas Sejarah Angkatan Darat (1965:52)

menyebutkan bahwa kekuatan APRA termasuk yang berstatus cadangan adalah sekitar 8.000

orang. Menurut Kahin (1952:576), Poesponegoro (1993:252) jumlah personel APRA yang

terlibat penyerangan di Bandung diperkirakan berjumlah 800 orang. Sedangkan menurut

Sundhaussen (1988:92) jumlah personel APRA yang melakukan penyerangan ke markas militer

Siliwangi berjumlah sekitar 500 orang.

Perbedaan jumlah anggota APRA diatas memang cukup membingungkan penulis namun

setelah dilakukan analisis dan pengumpulan informasi dari saksi sejarah yang berhasil

diwawancarai yaitu H.D Pratikto, jumlah personel APRA yang melakukan penyerangan

berjumlah sekitar 250-300 orang saja. Hal ini di perkuat oleh informasi dari H.M Siradz yang

melakukan pengejaran dan pemusnahan para anggota APRA yang terlibat pada penyerangan di

Bandung yang mengatakan bahwa para anggota APRA melarikan diri mengendarai tujuh Truk

dan sekitar 200 orang berhasil dimusnahakan di perkebunan karet Vada di Cianjur dan sisanya

melarikan diri. Jadi beradasarkan informasi dari kedua pelaku sejarah diatas penulis lebih

condong kepada pendapat H.D Pratikto dan H.M Siradz yang menaksir jumlah personil APRA

berjumlah sekitar 200-300 orang yang terlibat secara langsung.

Berdasarkan informasi dari Abung Kusman (wawancara 8 Desember 2005), tidak semua

pasukan APRA bersenjata dan ikut melakukan penyerangan ke Bandung, karena sebagian lagi

telah di berangkatkan ke Jakarta yang dipimpin langsung oleh Westerling. Dari informasi-

informasi diatas tidak ada jumlah yang pasti yang secara akurat menyebutkan jumlah personel

APRA, jadi sangat beralasan apabila terdapat berbagai versi mengenai jumlah anggota APRA

tersebut.

Page 16: Apra Yg Lengkp Bgt

            Dalam mendukung rencananya, Westerling memperoleh sumber dana dari berbagai

pihak. Dana terbesar diperkirakan berasal dari pihak pemerintah Belanda yang berasal dari

Engels, selain itu Westerling juga mendapatkan bantuan dari para pengusaha yang tidak

menyetujui berdirinya NKRI yang diantaranya berasal dari para pengusaha non pribumi seperti

pengusaha Belanda, dan pengusaha Tionghoa. (Disjarah AD, 1965:52). Mengenai kucuran dana

dari pihak non pribumi (pengusaha Belanda dan Tionghoa) dapat dilihat dari adanya dukungan

dari organisasi-organisasi Belanda (KNIL, NEFIS) serta dukungan dari organisasi Tionghoa

yang dipimpin oleh GoanYoe Thio. Hal ini secara tidak langsung mengidikasikan bahwa tidak

menutup kemungkinan apabila pengusaha-pengusaha yang berasal dari non pribumi memberikan

suntikan dana untuk Westerling.

            Selain sumber dana diatas, menurut Kantor Berita Rusia TASS, yang dikutip oleh Warta

Indonesia (24 Januari 1950), sumber dana yang di dapatkan Westerling juga diperoleh dari

bantuan dari Inggris, dengan dana ini Westerling memperoleh dana untuk penyediaan amunisi

dan perlengkapan perang prajurit. Lebih lanjut TASS memberitakan bahwa Westerling

merupakan agen Inellegence Service Inggris yang mendarat di Sumatera tahun 1945.

          Mengenai asal muasal personel APRA yang melakukan penyerangan terhadap Markas

Militer Divisi Siliwangi berdasarkan sumber-sumber diatas jumlah terbanyak adalah bekas-bekas

KNIL yang merasa tidak puas terhadap kebijakan RI. Sedangkan sisanya bisa berasal dari mana

saja yang memiliki pemikiran atau idiologi yang sejalan dengan Westerling.

            Sebelum melakukan serangan, dengan penuh keyakinan atas usaha yang telah

dilakukannya akan mendapatkan hasil sesuai dengan yang telah direncanakan, Westerling

menirimkan Ultimatum terhadap Pemerintah RIS (Disjarah AD:1965:53) yang berisikan:

Agar kekuasaan Militer di daerah Pasundan/ Jawa Barat sepenuhnya

diserahkan saja pada APRA, mengingat Tentara Nasional Indonesia

(TNI) kurang mampu melaksanakan tugas itu.

Selain itu agar pasukannya (APRA) diakui sebagai pasukan resmi.

Page 17: Apra Yg Lengkp Bgt

Ultimatum yang dikeluarkan Westerling diatas tidak mendapat perhatian ataupun

tanggapan dari pemerintah RIS. Hal ini dianggap Westerling sebagai tantangan untuk

mewujudkan ancamannya. Maka Westerling memutuskan untuk mewujudkan ancamannya

tersebut dalam bentuk serangan, atau perebutan kekuasaan atas pemerintah RIS.

            Setelah melihat bahwa ultimatum yang telah dikeluarkannya tidak ditanggapi dengan

serius, Westerling memutuskan untuk melakukan rencana besarnya yaitu melakukan kudeta

secara besar-besaran. Kudeta tersebut akan di laksanakan di dua kota yaitu Bandung dan Jakarta.

Pada tanggal 22-23 Januari 1950 (Kahin:1952:576-577), (Pusjarah AD,1963:53)

            Pemilihan dua kota yaitu Bandung dan Jakarta sebagai sasaran untuk melaksanakan

kudeta di pengaruhi oleh beberapa pertimbangan, di antaranya adalah kota Bandung merupakan

salah satu kota yang strategis baik secara politik maupun militer. Apabila kota Bandung dapat

dilumpuhkan dan Divisi Siliwangi di kuasai maka salah satu pusat kekuatan militer RIS akan

hancur dan hal ini akan memudahkan untuk melaksanakan rencana selanjutnya yaitu menduduki

Jakarta yag merupakan kota terpenting dan merupakan pusat pemerintahan RI. Apabila kedua

kota tersebut dapat dikuasai maka secara otomatis pemerintahan RI dapat di ambil alih.

            Karena letak Bandung dan Jakarta cukup jauh dan memerlukan waktu dalam

pelaksanaanya. Akhirnya Westerling memutuskan untuk membagi dua pasukannya. Sebagian

dari pasukan yang bersenjata lengkap dan mendapat bantuan dari anggota KNIL memiliki tugas

untuk menyerbu dan menguasai Bandung pada tanggal 23 Januari 1950. sedangkan sebagian lagi

yang dipimpin langsung oleh Westerling akan berangkat menyerbu Jakarta.

e. Penyerangan APRA Ke Markas Kwartier Divisi Siliwangi

Pada hari Minggu tanggal 22 Januari 1950 Pimpinan Divisi Siliwangi menerima

laporan dari Letnan Kolonel Sentot Iskandar Dinata, tentang adanya kegiatan-kegiatan pasukan

bersenjata di sekitar daerah Cililin. Pasukan tersebut dipimpin oleh van Beelden dan van der

Meulen. Keduanya merupakan bekas anggota polisi Belanda. Pasukan bersenjata ini berhasil

menguasai dan memblokir jalan antara Cimahi dan Bandung. Hari berikutnya yaitu tanggal 23

Januari 1950 pada pukul 04:30 di luar kota Bandung telah terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata

antara pasukan ini dengan polisi negara yang bertugas di pos-pos penjagaan di Cimindi,

Page 18: Apra Yg Lengkp Bgt

Cibereum dan pabrik Mecaf. Pasukan ini berhasil melucuti dan menguasai pos-pos penjagaan

tersebut, untuk selanjutnya mereka bergerak ke arah Bandung dengan menggunakan berbagai

kendaraan seperti truk, sepeda motor, Jeep dan tidak sedikit yang berjalan kaki. (Suara Bogor 24

Januari 1950).

Berdasarkan harian Warta Indonesia tanggal 26 Januari 1950 memberitakan peristiwa

penyerbuan Westerling sebagai berikut:

“Pada tanggal 23 Januari 1950 jam 09:00 pagi gerombolan APRA

dari jurusan Cimahi bergerak menuju ke kota Bandung. Mereka

mmakai truk, Yeep dan motor piet,  kemudian ada juga berjalan

kaki beruniform, bersenjata lengkap jumlah semuanya kira-kira

500 orang.

Di sepanjang jalan Cimah—Bandung diadakan Stelling di gang-

gang di sana-sini dilepaskan tembakan ke atas, ada pula yang

ditujukan kearah beberapa rumah. Pos-pos polisi sepanjang jalan

raya seperti Cimindi, Cibereum dan lain-lainnya dilucuti.

Sesampainya dikota Bandung mereka menimbulkan kepanikan di

kalngan rakyat. Toko-toko ditutup, rumah-rumah ditutup, jalan-

jalan menjadi sepi”

Menurut Menteri Pertahanan Indonesia, pasukan Westerling mendekati Bandung pada

tanggal 22 Januari 1950 petang, dan diperkuat oleh resimen pasukan gerak cepat Koninklijke

Leger(KL) yang berpangkalan di Bandung. Pasukan yang seluruhnya berjumlah 800 orang

bersenjata berat, menurut komunike Menteri Pertahanan ditaksir 300 diantaranya adalah serdadu

KL (Kahin, 1955:576). Kekuatan bersenjata APRA yang menyerang Bandung menurut berbagai

buku yang berasal dari Dinas Sejarah Angkatan Darat diantaranya adalah Dinas Sejarah Kodam

Divisi Siliwangi dan   Pusat Sejarah Militer Angkatan Darat menyebut jumlah 800 personel

APRA, hal ini senada dengan Kahin (1952:576), sedangkan berdasarkan hasil wawancara

dengan H.D Pratikto (17 September 2005) jumlah personel APRA yang menyerbu markas

Militer Siliwangi diperkirakan sekitar 250-300 orang. Menurut surat kabar Warta Indonesia

(tanggal 26 Januari 1950) jumlah pasukan APRA yang menyerbu Bandung diperkirakan 500

Page 19: Apra Yg Lengkp Bgt

orang.  Jadi berdasarkan informasi-informasi yang telah berhasil di kumpulkan terdapat beberapa

versi mengenai jumlah personel APRA yang menyerang Bandung, jumlah 800 orang cukup

dapat diterima karena dalam penyerbuan tersebut pasukan APRA tidak terkonsentrasi pada satu

titik saja melainkan tersebar di beberapa titik, seperti markas divisi Siliwangi, jalan Asia Afrika,

Jl. Banceuy dan Jl. Riau

Kedatangan gerombolan pasukan dengan mengunakan truk-truk dan kendaraan lainnya

pada waktu itu tidak menimbulkan reaksi di kalangan penduduk karena hal ini dianggap kejadian

yang lumrah terjadi pada masa itu. Menurut informasi yang dikeluarkan Disjarah AD (1965:54)

penyerangan APRA ke kota Bandung dipimpin oleh Letnan Pontalo dan Letnan Sadikin yang

telah dipercaya sepenuhnya oleh Westerling untuk memimpin misi di Bandung.

Menurut Suara Bogor (24 Januari 1950), pasukan Westerling bergerak dari dua jalur

yaitu dari Utara (jalur Lembang) dan dari jalur Barat (jalur Cimahi). Keterangan dari Suara

Bogor ini diperkuat oleh informasi dari Abung Kusman (wawancara tanggal 10 Desember 2005)

yang mengatakan bahwa pasukan APRA yang menyerang Bandung terbagai kedalam dua jalur

yang masing-masing dipimpin oleh Letnan Pontalo dan Letnan Sadikin. Mereka kemudian

bertemu dan menggabungkan diri di Jl. Asia Afrika.

Suasana berubah menjadi ketegangan ketika pasukan APRA mulai melakukan tindakan

penembakan yang diarahkan kepada anggota-anggota TNI yang sedang berpatroli ataupun

penduduk yang ada berpapasan dengan gerombolan APRA ini. Menurut keterangan Jumahara

(wawancara tanggal 25 September 2005) salah satu penduduk sipil yang berada di sekitar jalan

Asia Afrika sekarang, ia mendengar letusan-letusan dari senjata dan rentetan tembakan kemudian

ia lari untuk bersembunyi. Menurut keterangannya, yang menjadi sasaran bukan hanya para

anggota TNI melainkan penduduk sipil yang berada di depan pasukan APRA juga menjadi

sasaran tembak. Selain menembaki mereka juga melakukan perampasan dan penjarahan terhadap

toko-toko yang berada di sana.

Pembunuhan pertama terjadi di Prapatan Jalan Bancey-Jalan Asia Afrika, dimana

seorang anggota TNI yang sedang mengendarai kendaraan Jeep telah di berhentikan dan

kemudian turut dan ditembak sehingga meninggal pada waktu itu juga. Kemudian disusul

Page 20: Apra Yg Lengkp Bgt

kejadian pembunuhan di Jalan Braga, di Jalan Asia Afrika (di depan hotel Preanger) di jalan

Merdeka dan jalan Suniaraja-jalan Braga. Peristiwa penembakan ini juga di tulis dalam Warta

Indonesia tanggal 26 Januari 1950 yang menuliskan: ”..di jalan Perapatan Banceuy seorang TNI

sedang mengedarai Yeep distop, disuruh angkat tangan kemudian ditembak mati.”

Tindakan penembakan terhadap para anggota TNI dan penjarahan terhadap toko-toko

yang dilakukan tentara APRA telah menimbulkan kepanikan diantara anggota Staf Kwartier

Divisi Siliwangi yang waktu itu dipimpin oleh Letnan Kolonel Sutoko. Tiba-tiba pasukan APRA

muncul dan menyerbu Staf Kwartier Divisi Siliwang, anggota TNI yang sedang berada disana

sebanyak 15 orang. Pertempuran berlangsung sekitar setengah jam, karena tidak ada persiapan

dan persedian peluru yang sangat sedikit dari pasukan Siliwangi pasukan APRA dapat

menguasai keadaan dan berhasil menguasai markas tersebut. Menurut H.D.Pratikto, yang

berhasil lolos adalah Letnan Mashudi, Letkol Sutoko dan Letkol Abimanyu yang bersembunyi

kemudian melompati tembok dibelakang markas Siliwangi. (wawancara H.D.Pratikto)

Ketika terjadi pertempuran yang berlangsung di Staff Kwartier, Letkol Lembong dengan

tergesa-gesa pergi ke Staf Kwartier. Sewaktu mobil yang di kendarainya memasuki halaman

Markas Staf Kwartier, tiba-tiba dihujani tembakan-tembakan, Letkol Lembong tidak sempat

melakukan perlawanan, akhirnya Letkol Lembong beserta ajudannya Letnan Leo Kailola kena

tembakan dan meninggal dunia. Menurut keterangan Amih (wawancara tanggal 10 Desember

2005) menyebutkan bahwa ia melihat secara langsung proses penembakan terhadap Letkol

Lembong yang baru datang, setelah Letkol terjatuh dari mobilnya kemudian di seret oleh

pasukan APRA dan dibacok berkali-kali oleh bayonet sampai mati.

Setelah berhasil melumpuhkan markas militer divisi Siliwangi, pasukan APRA terus

melakukan pendudukan terhadap tempat-tempat lainnya dan melakukan penyisiran di sepanjang

rute jalan yang mereka lalui. Selagi melancarakan penyisiran tersebut, tepat disekitar jalan Dago

dan jalan Riau, di depan Apotek Rathkamp, pasukan APRA berpapasan dengan para anggota

Komisi Penyelidik dan Percobaan Teknik (KPPT) Staf Q Angkatan Darat yang sedang

melakukan perjalanan dari Jl. Ringboulevard no.33 (sekarang jalan Dipati Ukur) ke arah menuju

jalan Dago.(Pusjarah AD,1965:57).

Page 21: Apra Yg Lengkp Bgt

f. Usaha-Usaha Penyelesaian Perlawanan APRA oleh Divisi Siliwangi

Pada tanggal 24 Januari pasukan Westerling mulai meninggalkan Bandung dan

merencanakan untuk menggabungkan diri dengan pasukan APRA yang sudah berada di Jakarta.

Namun rencana ini sudah diketahui oleh pemerintah RI, setelah melakukan penyerangan ke

markas Kwartier Divisi Siliwangi (Jl Lembong sekarang) dan membunuh anggota tentara serta

warga sipil yang berada disana, pasukan APRA mulai beranjak untuk meninggalkan Bandung

dan bergerak menuju Jakarta.

Ketika peristiwa APRA terjadi, Panglima Divisi Siliwangi yaitu Kolonel Sadikin sedang

mengadakan perjalanan ke luar kota yaitu ke Subang bersama Gurbenur Jawa Barat, Sewaka.

Setelah menerima laporan tentang kejadian penyerbuan APRA terhadap kota Bandung,

kemudian Kolonel Sodikin melakukan perundingan untuk mengambil langkah-langkah yang

akan dilakukan. Keputusan dari perundingan mendadak ini diantaranya adalah Gurbenur Suwaka

akan berangkat ke Jakarta untuk menghadap Menteri Pertahanan, Sultan Hamengkubuwono IX

untuk melaporkan kejadian penyerbuan pasukan APRA ke kota Bandung dan menunggu perintah

untuk mengambil tindakan-tindakan untuk menyelesaikan masalah perlawanan APRA tersebut.

Usul yang disampaikan kepada Menteri Pertahanan dari Divisi Siliwangi Bandung adalah akan

menggunakan batalyon-batalyon Siliwangi yang ada di Jawa Barat dan kalau diperlukan akan

mendatangkan bala bantuan pasukan dari Jawa Tengah untuk melakuan penumpasan APRA

(Wawancara H.D Pratikto tanggal 17 September 2005).

Setelah mengadakan pembicaraan dengan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel

TB Simatupang, atas usulan tersebut disusunlah suatu instruksi yang isinya agar segera disiapkan

sejumlah batalyon untuk melakukan serangan balasan terhadap APRA yang menduduki kota

Bandung. Instruksi ini segera disampaikan kepada Panglima Siliwangi secara khusus, Kolonel

Sadikin yang pada waktu itu masih berada di Subang segera menyiapkan pasukan yang ada di

Subang untuk berangkat ke Bandung. (Pusjarah AD, 1965:68).

Pertemuan-pertemuan antara RIS dengan Komisasris Tinggi Belanda juga

sudah dilakukan sesaat setelah terjadinya penyerangan APRA pada tanggal 23 Januari 1950. dari

pihak TNI diwakili oleh Kepala Staf Divisi Siliwangi Letnan Kolonel Dr. Ery Sudewo, dan dari

Page 22: Apra Yg Lengkp Bgt

pihak Belanda diwakili oleh Komandan KNIL di Bandung Jenderal Engels. Hasil perundingan

yang diperoleh adalah tentara APRA harus meninggalkan Bandung pada tanggal itu juga yaitu

tanggal 23 Januari 1950.            Hasil perundingan ini disampaikan kepada pemerintah RIS oleh

komandan KNIL bahwa pasukan APRA telah dapat dikuasai dan telah dikembalikan ketangsi-

tangsinya. Dengan adanya berita ini Kementrian Pertahanan RIS menganggap bahwa gejolak di

Bandung telah diselesaikan.

Hal itu tidaklah seperti yang dilaporkan oleh komandan KNIL kepada pemerintah RIS,

tidak semua anggota APRA dapat dikuasai dan banyak yang melarikan diri ke arah Barat kota

Bandung, yaitu kearah Cianjur.

Daerah Cianjur yang menjadi tanggung jawab Batalyon Kala Hitam di bawah pimpinan

Kapten Sutoko telah mengetahui bahwa APRA menuju ke daerahnya. Kapten Sutoko kemudian

menghubungi pos-pos pleton yang berada di Cianjur untuk segera bersiap menghadapi

kedatangan pasukan APRA dari Bandung yang akan menuju Jakarta. Pos terdepan Peleton I Ki I

di pimpin oleh Letnan Furqon (daerah Cipeyem), Pos Pleton II Ki I Ciranjang di pimpin oleh

Letnan Yusuf  dan Pos Pleton III Ki I di pimpin Letnan Siradz.

Letnan Sirodz juga merupakan Komandan Kompi Bataliyon 301 yang memiliki nama

sandi kompi Kala Hitam. Letnan Sirodz yang sedang berjaga di Cikalong Kulon, Cianjur

mendengar kabar tentang pembunuhan para tentara anggota divisi Siliwangi dari seorang supir

mobil angkutan yang baru dari Bandung. Melalui informasi dari supir tersebut Letnan Siradz

mengerahkan anak buahnya yang berjumlah sekitar 50 orang untuk berjaga-jaga membentuk

pertahanan dan memblokade jalur masuk yang mungkin dilalui oleh para anggota APRA yang

mau hijrah ke Jakarta. (Hasil Wawancara dengan Pak. H.M Sirodz, 17 September 2005).

1. Pertempuran di Cipeyem

Para anggota TNI yang ada di pos terdepan Peleton I Ki I pimpinan Letnan Furqon

berjumlah 40 orang. Mereka sudah berjaga-jaga dari pagi dan menutup jalan dengan

menggunakan penghalang kereta api untuk menahan laju truk-truk yang dipakai oleh tentara

APRA.

Page 23: Apra Yg Lengkp Bgt

Pada tanggal 24 Januari 1950 sekitar jam 15.00 WIB sore rombongan tentara APRA

mulai memasuki daerah Cipeyem. Iring-iringan pasukan APRA mengendarai 2 buah mobil Jeep

dan 7 buah truk berjalan secara beriringan. Mengenai jumlah dari pasukan APRA ini tidak

diketahui dengan pasti, menurut hasil wawancara dengan H.D Pratikto dan H.M Sirodz dapat

diperkirakan berjumlah sekitar 200 orang yang terbagi kedalam 7 truk.

Penghadangan ini menimbulkan kontak senjata yang cukup lama. Para anggota APRA

yang menggunakan truk menembaki para anggota Batalyon Kala Hitam dari Atas Truk, hal ini

menyulitkan para tentara batalyon pimpinan Letnan Furqon karena harus menjaga jarak tembak

dengan para pasukan APRA yang terlindungi di dalam truk. Karena kalah jumlah dan sulitnya

menghentikan truk-truk tersebut, pasukan yang dipimpin Letnan Furqon tidak dapat menahan

laju truk-truk tersebut dan pasukan APRA berhasil lolos. Walaupun tidak ada korban jiwa,

kontak senjata ini melukai beberapa anggota Batalyon pimpinan Letnan Furqon. Setelah tidak

berhasil menahan dan menghentikan pasukan APRA di daerah Cipeyeum, Letnan Furqon

menghubungi letnan Yusuf yang berada didaerah Ciranjang, untuk memnginformasikan ketidak

berhasilan penghadangan dan mengingatkan Letnan Yusuf dengan pasukannya agar bersiap-siap

menghentikan kedatangan rombongan tentara APRA tersebut.

2. Pertempuran di Ciranjang

 Sekitar jam 19.00 Malam setelah Isya, rombongan APRA mulai memasuki daerah

Ciranjang. Anggota Batalyon yang berada di Ciranjang sudah mendengar dari letnan Furqon

mengenai kemungkinan masuknya pasukan APRA melalui Ciranjang atau Cipanas yang sedang

menuju ke Jakarta.

Sebelum melewati jembatan Cisokan, pasukan APRA telah melihat adanya tentara-

tentara yang sedang berjaga-jaga. Dalam keadaan gelap pasukan APRA mulai melakukan

penembakan atas pasukan TNI yang ada disana. Letnan Yusuf yang berjaga disana mengerahkan

pasukannya untuk menghentikan pasukan APRA tersebut dengan membolkade jalan dan

menembaki truk-truk tersebut dari pinggir-pinggir jalan. Dalam kontak senjata ini jatuh satu

orang korban dari TNI dan beberapa orang luka-luka.

Page 24: Apra Yg Lengkp Bgt

 Bentrokan di Ciranjang tidak berhasil menghentikan truk-truk tersebut sehingga pasukan

APRA berhasil melarikan diri dengan truk-truknya ke daerah Cikalong Kulon yaitu menuju ke

arah Utara. Letnan Yusuf tidak melakukan pengejaran karena tidak tersedianya alat untuk

mengejar, sehingga langsung menghubungi Letnan Sirodz yang juga sudah bersiap-siap di

Cikalong Kulon.

3. Penghadangan di Ciranjang

Letnan Sirodz yang sudah mendengar informasi dari Letnan Furqon dan Lentan Yusuf

segera memerintahkan anak buahnya untuk berjaga-jaga dan menghentikan setiap kendaraan,

terutama truk-truk yang mencurigakan. Sekitar Pukul 02.30 dini hari letnan Sirodz menghentikan

sebuah Pick Up yang dikemudikan oleh seseorang yang mencurigakan. Setelah dihentikan

kemudian  ditanyaoleh Letnan Siradz,.

4. Pertempuran di Perkebunan Vada, Cikalong Kulon

Rombongan Truk-Truk yang dipimpin oleh seorang bernama Van Der Mullen tersebut

sebenarnya mau menuju ke Jakarta, karena ketakutan dan tidak mengetahui jalan akhirnya

mereka memutuskan untuk bersembunyi kedaerah perkebunan Karet milik Belanda yang

bernama perkebunan Vada.

Sekitar pukul 5:00 WIB pasukan batalyon dibawah pimpinan Letnan Sirodz dan pasukan

bantuan yang dipimpin oleh Letnan Bastaman melakukan pengejaran ke perkebunan Vada.

Setelah memperoleh informasi dari pekerja perkebunan yang melihat banyaknya tentara yang

memasuki perkebunan karet serta melihat truk-truk yang terparkir disana, letnan Sirodz beserta

anak buahnya yang berjumlah sekitar 50 orang dan pasukan bantuan yang dipimpin oleh letnan

Bastaman yang berjumlah sekitar 60 orang dan dibantu dengan para penduduk sipil dan pekerja

perkebunan mengepung para anggota APRA yang telah terdesak.

Setelah melakukan pencarian dan pengintaian, akhirnya secara serentak pasukan batalyon

Kala Hitam di bawah pimpinan Letnan Sirodz melakukan penyergapan terhadap para anggota

APRA yang tengah berada disekitar perkebunan. Dalam pertempuran ini pasukan APRA sudah

kelelahan dan ketakutan sehingga perlawanan yang diberikan kepada TNI tidak lagi kuat

Page 25: Apra Yg Lengkp Bgt

Dalam pertempuran tersebut hampir semua anggota APRA berhasil di bunuh dan

dimusnahkan. Bahkan Van Der Mullen berhasil ditangkap oleh anak buah letnan Sirodz. Dari

pertempuran di perkebunan karet Vada ini sekitar 200 orang anggota APRA berhasil dibunuh,

sedangkan dari pihak batalyon Kala Hitam tidak ada yang meninggal, dan hanya beberapa orang

yang terluka.(Hasil Wawancara dengan Pak. H.M Sirodz, 17 September 2005)

Dalam pertempuran ini pasukan TNI berhasil merampas senjata-senjata dalam berbagai

jenis dan 7 buah truk dan 2 buah Jeep yang digunakan sebagai alat transportasi oleh pasukan

APRA. Dengan berakhirnya pertempuran di perkebunan Vada ini pasukan APRA yang sedang

melakukan perjalanan ke Jakarta dapat digagalkan dan pemimpinnya yaitu Van Der Mullen

dapat ditangkap. Dengan demikian berakhirlah perlawanan pasukan APRA di Bandung.

Berakhirnya Perlawanan APRA

Setelah kegagalan perlawanan APRA di Bandung dan keberhasilan divisi Siliwangi

dalam mengejar dan memusnahkan pasukan APRA yang akan hijrah ke Jakarta, secara  umum

perlawanan APRA di Bandung berakhir. Kegagalan ini juga berdampak sangat besar kepada

perlawanan APRA secara keseluruhan. Karena Westerling yang menunggu dengan pasukannya

di perbatasan Jakarta yang menunggu bantuan dan supply senjata dari pasukan APRA di

Bandung tidak bisa dilaksanakan. Sehingga bisa dikatakan rencana penyerbuan di Jakarta gagal

sebelum dilaksanakan.

Menyadari akan kegagalan-kegagalan yang telah dialami, Westerling berusaha untuk

menghindarkan diri dari penangkapan oleh pemerintah RIS. Westerling kemudian melarikan diri

ke Singapura dengan menggunakan pesawat terbang jenis Cattalina milik Angkatan Laut

Belanda (Pusjarah AD, 1965:70). Westerling berhasil ditangkap oleh pemerintah Singapura

dengan tuduhan memasuki wilayah Singapura tanpa izin.

Pemerintah RIS segera mengusahakan kepada pemerintah Singapura untuk menyerahkan

Westerling kepada RIS sebagai pemimpin pemberontakan APRA dan dituduh sebagai penjahat

perang. Namun, karena tidak adanya hubungan diplomasi dan perjajanjian ektradisi antara RIS

dengan Singapura permohonan ini ditolak oleh pihak Singapura pemerintah Singapura kemudian

memberikan hukuman penjara selama satu bulan terhadap Westerling dengan dakwaan

Page 26: Apra Yg Lengkp Bgt

memasuki wilyah Singapura dengan ilegal. Setelah satu bulan Westerling dikembalikan ke

Belanda.

Setelah kegagalan penangkapan Westerling, pemerintah RIS kemudian melakukan

penyelidikan terhadap tokoh-tokoh lainnya yang terlibat dalam gerakan APRA,  setelah melalui

proses penyidikan dan penelusuran bukti-bukti dapat diketahui bahwa selain Westerling terdapat

tokoh lain yang terlibat dengan gerakan APRA yaitu Sultan Hamid II.

Sultan Hamid II adalah salah satu tokoh federal, dan menjabat sebagai  Menteri Negara

Zonder Forte Feolio atau Menteri Negara tanpa porto polio. Berdasarkan keterangan Pusjarah

AD (1965:72), Sultan Hamid II adalah otak penyerbuan APRA ke Jakarta dan pada tanggal 24

Januari 1950 telah memerintahkan kepada Westerling  untuk mengintruksikan Frans Nayoan

(Inspektur Polisi) untuk menyerbu Dewan Menteri yang akan bersidang. Dalam penyerbuan itu

diperintahkan agar semua menteri ditawan, sedangkan Menteri Pertahanan Sultan

Hamengkubuwono IX, Sekertaris Menteri Pertahanan Mr. Ali Budihajo, Kepala Staf Angkatan

Perang Kolonel TB Simatupang harus ditembak mati. Untuk membuat alibi, Sultan Hamid II

juga memerintahkan Frans Nayoan untuk menembak kaki atau tangan Sultan Hamid II agar ia

terbebas dari kecurigaan atas keterlibatannya dengan APRA Penyerangan yang direncanakan

oleh Sultan Hamid II dimaksudkan untuk mewujudkan ambisinya yang menginginkan

kedudukan sebagai Menteri Pertahanan dan meminta persetujuan kepada Presiden untuk

membentuk kabinet baru.

Rencana penyerbuan ke Gedung Dewan Menteri ini tidak bisa direalisasikan karena

rencana ini dapat tercium oleh pemerintah RIS. Pemerintah RIS kemudian melakukan penjagaan

ketat dan mempercepat proses sidang hanya sampai jam 18:00 WIB.

Berdasarkan perintah Jaksa Agung pada tanggal 5 April 1950 Sultan Hamid II ditangkap.

Berdasarkan Harian Warta Indonesia (6 April 1950) memberitakan :

“Pagi-pagi jam 04:00 CPM dan polisi telah menagkap Sultan

Hamid II di kamarnya di Hotel Des Indes No.152 sebelum

penangkapan dilakukan oleh petugas itu diberikan kepadanya

Surat Keputusan Presiden yang mengatakan ia telah

Page 27: Apra Yg Lengkp Bgt

diberhentikan selaku Menteri Negara. Baru kemudian disampaikan

kepadanya Surat Perintah Penangkapan.

Dengan penangkapan ini gagalah percobaan untuk merongrong

kedaulatan pemerintah RIS. Alasan penangkapan ini ialah: bahwa

ia tidak hanya tersangkut bahkan memegang rol/peranan dalam

perencanaan penyerangan ke Bandung dan penyerbuan terhadap

Sidang Dewan Menteri”

Setelah penangkapan Sultan Hamid II, pemerintah RIS kemudian

mengeluarkan pengumuman resmi melalui kator berita Antara pada tanggal

5 April 1950 (Pusjarah, AD, 1965:73):

“Dengan menyesal sekali pemerintah Republik Indonesia Serikat

memberitahukan bahwa ia merasa berwajib untuk mengambil

tindakan terhadap salah seorang dari anggotanya.

Setelah pecahnya aksi Westerling di Bandung, pada tanggal 23

Januari 1950 telah timbul sangkaan, bahwa aksi ini merencanakan

dengan setahu atau malahan persetujuan saloah seoarang

anggauta Kabinet.

Tetapi bukti-bukti dalam pemeriksaan terhadap orang-orang yang

ditahan, mengatakan tidak dapat disangkal lagi, bahwa anggauta

pemerintah itu tidak hanya tersangkut, melainkan memberi

pimpinan terhadap aksi yang bertujuan menggulingkan negara.

Ucapan kepentingan ketentraman dan keamanan pemerintah RIS.

Pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang keras, dengan

memecatnya dari jabatan selaku Menteri Negara. Pun

diperintahkan penahanan atas diri Sultan Hamid II itu.

Pemerintah RIS berseru kepada segenap penduduk agar

memandang tindakan itu dengan tenang dan tentram.

Setelah penangkapan Sultan Hamid II, kemudian Sultan Hamid

diajukan ke Mahkamah Agung untuk diadili dengan tuduhan penghianatan

Page 28: Apra Yg Lengkp Bgt

tehadap bangsa dan negara Indonesia. berdasarkan dokumen yang

dikeluarkan oleh Disjarah AD (1965:382-386), Sultan Hamid II dituntut

dengan:

Primair:

Bahwa ia di dalam bulan Januari 1950 jadi di dalam keadaan

perang di Jakarta atau tempat lain di Jawa dengan maksud

melawan pemerintah yang telah berdiri di Indonesia, telah

menyerbu dengan atau menggabungkan diri pada gerombolan

melawan kekuasaan pemerintah dengan senjata dan kemudian

mengangkat senjata terhadap pemerintah itu dengan jalan

mengadakan organisasi secara Militer yang dinamakan APRA

(Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh Westerling.

Subsidair:

Bahwa ia pada tanggal 24 Januari 1950 telah menyiapkan atau

mempermudah pemberontakan telah mencoba membujuk atau

menemui Westerling atau Frans Nayoan untuk melakukan

penyerbuan terhadap Sidang Dewan Menteri.

Subsider lagi:

Bahwa ia, telah mencoba membujuk atau mempengaruhi

Westerling atau Frans Nayoan untuk melakukan pembunuhan

dengan direncanakan terlebih dahulu atau pembunuhan biasa

dengan menembak mati ketika itu juga Menteri Pertahanan Sultan

Hamengkubuwono IX, Kolonel Simatupang dan Mr. Ali Budiajo,

akan tetapi percobaan kejahatan itu tidak sampai jadi dilakukan,

dalam proses penuntutan itu diajukan beberapa saksi yaitu:

Nayoaan, Paulus Frans.

Mr. T.L. Kruithoff.

Kiens, Yantianus.

Yusuf Barnas.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Simatupang TB

Page 29: Apra Yg Lengkp Bgt

Mr. Ali Budiarjo

Adapun jaksa Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia

yang mengadakan tuntutan itu adalah R.Suprapto

Sedangkan pembela dalam persidangan ialah Mr. Suryadi.

Setelah melaksanakan sidang, pada tanggal 8 April 1953, yang

diketuai oleh Mr. Wiryono Projodikono, dan Angota: Mr. Satachid Kartanagara

dan Mr. Husein Tirta Amijoyo dan Panitera Ranu Atnaja, Mahkamah Agung

menjatuhkan vonis kepada Sultan Hamid II berupa hukuman penjara selama

10 tahun, dikurangi masa tahanan dan larangan untuk tidak dipekerjakan

diluar gedung penjara.

Setelah putusan sidang terhadap Sultan Hamid II diputuskan,

perlawanan APRA secara umum bisa dikatakan sudah berakhir, walaupun

masih ada sisa-sisa APRA yang masih terus berusaha merongrong

kedaulatan RIS.

Sisa-sisa APRA yang masih ada kemudian menggabungkan diri dalam

suatu organisasi ilegal yang dikenal NIGO (Nederland Indisce Gerilya

Organisasi). Tokoh yang terkenal sebagai motor penggerak NIGO ini adalah

H.Y.G Scimidt dan L.N.Y. Yungslager (Pusjarah, 1965:75). Gerakan organisasi

NIGO ini tidak memiliki ruang gerak yang luas karena dinyatakan terlarang

oleh RIS dan pada akhirnya banyak dari anggota-anggotanya

menggabungkan diri dengan DI/TII di Jawa Barat terutama DI/TII pimpinan

Ahmad Sungkawa.

Setelah penangkapan ketua NIGO yaitu H.Y.G Scimidt dan L.N.Y.

Yungslager pada awal tahun 1954 oleh pihak kepolisian, kegiatan-kegiatan

NIGO dan sisa-sisa APRA telah berhasil diakhiri.

g. Akibat Peristiwa Perlawanan APRA

            Peristiwa perlawanan APRA adalah salah satu kejadian yang mengemparkan di Bandung

dan telah menimbulkan banyak korban baik dari militer maupun warga sipil. Walaupun kejadian

puncaknya hanya satu hari yatu terjadi pada tanggal 23 Januari 1950, namun telah menggoreskan

Page 30: Apra Yg Lengkp Bgt

luka pada rakyat kota Bandung khususnya dan Republik Indonesia pada umumnya bahwa

kekerasan senantiasa selalu merugikan.

            Pada bagian ini penulis mencoba menguraikan beberapa akibat yang ditimbulkan dari

adanya  Peristiwa perlawanan APRA di Bandung dalam berbagai bidang kehidupan.

Peristiwa perlawanan APRA merupakan salah satu bukti dari ketidakpuasan sekelompok

orang terhadap kemerdekan bangsa Indonesia. Kejadian ini membuat pemerintahan RIS yang

baru berdiri harus segera bebenah dan mengambil kebijakan-kebijakan penting untuk

menstabilkan keadaan yang terganggu.

Masalah Westerling menimbulkan kemarahan dari rakyat RI terutama kepada pemerintah

Belanda, hal ini tidak terlepas dari anggapan sebagain rakyat Indonesia bahwa Belanda ingin

kembali menjajah Indonesia.

Kahin (1954:557) menuliskan dalam bukunya:

“Masalah Westerling sungguh mengganggu hubungan Belanda

Indonesia. Bangsa Indonesia menjadi marah karena terlibatnya

beberapa perwira angkatan bersenjata Belanda dalam masalah

tersebut, dan mereka merasa bahwa komandan tertinggi

angkatan Bersenjata Belanda begitu bodoh dalam

mempertahankan pengawasan atas pasukan-pasukannya sendiri.”

Kemarahan rakyat tidak hanya ditujukan kepada pemerintah Belanda, golongan federalis

pun menjadi sasaran demonstrasi rakyat dalam hal ini pemerintah negara bagian Pasundan

ditekan oleh rakyat untuk segera diturunkan dan diganti. (wawancara Abung Kusman). Dengan

tertangkapnya Sultan Hamid II yang merupakan salah satu tokoh federalis, menjadikan posisi

golongan federalis bertambah sulit.

Pada tanggal 8 Februari 1950, kabinet RIS membuat konsep undang-undang darurat

mengenai penyerahan kekuasaan pemerintah Pasundan kepada suatu Komisi negara yang

ditunjuk oleh pemerintah pusat. Pada tanggal 9 Februari 1950 Wali Negara Pasundan Wiranata

Page 31: Apra Yg Lengkp Bgt

Kusuma secara resmi menyerahkan kekuasaannya kepada Sewaka, yang merupakan komisaris

baru yang ditunjuk oleh pemerintah RIS.

Setelah pecahnya perlawanan APRA di Bandung, secara politik berdampak terhadap

lahirnya gagasan untuk membentuk negara persatuan, karena sistem federal dianggap tidak

cocok dan telah gagal serta  menimbulkan ketidakstabilan politik di Indonesia. Mayoritas

anggota senat RIS dan Majelis Permusyawaratan dan pemerintah RIS kemudian mengeluarkan

undang-undang darurat mengenai pembubaran negara-negara bagian untuk kembali digabungkan

dalam satu bentuk negara kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 7 Maret 1950 berdasarkan Undang-Undang Darurat tahun 1950, pasal 130

meresmikan pembubaran negara-negara bagian di Indonesia dan peresmian sistem negara

Indonesia yang baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 Kejadian tanggal 23 Januari di Bandung menimbulkan banyak reaksi dari berbagai

kalangan, reaksi-reaksi tersebut muncul baik dari masyarakat maupun tokoh-tokoh politik pada

waktu itu. Dari kalangan politisi memunculkan tekanan kepada pemerintah RIS untuk segera

menyelesaikan kasus Westerling dan segera dilakukan langkah-langkah hukum terhadapnya.

Reaksi dari beberapa tokoh Partai Politik pada waktu itu memberikan dampak sosial yang

sangat besar pada masyarakat Indonesia. dantaranya komentar dari Wondomiseno (Warta

Indonesia, 26 Januari 1950) yang mendesak pemerintah agar supaya mengambil tindakan tegas

atau masalah baru akan timbul yaitu gerakan pembalasan dari massa terhadap Belanda atau

orang-oarang asing yang ada di Indonesia.

Pendapat Wondomiseno diatas menunjukan kekhawatiran akan adanya aksi protes dari

masyarakat yang akan menimbulkan suasana chaos yang pada akhirnya akan semakin

memperburuk suasana. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya aksi protes dan demonstrasi yang

menuntut agar segera  membubarkan negara bagian Pasundan.

Selain menimbulkan kemarahan rakyat, peristiwa APRA ini juga telah menyebabkan

kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang federalis menurun, hal ini dikarenakan adanya

keterlibatan tokoh-tokoh federalis (Sultan Hamid II dan Anak Agung) dalam perlawanan APRA.

Page 32: Apra Yg Lengkp Bgt

Dalam Bukunya Kahin (1952:578) menuliskan:

“…Keyakinan   bahwa beberapa pejabat tertentu dari pemerintah

Pasundan telah mengadakan “perjanjian” dengan Westerling dan

Kenyataan bahwa sejumlah anggota Pemerintah Pasundan yang

berkebangsaan Belanda (dari pasukan polisi yang sebagian masih

dipimpin perwira Belanda), membelot kepada Westerling, benar-

benar merusak kedudukan golongan Federalis. Setelah Sultan

Hamid, satu dari sekutu utama mereka, tertangkap, kedudukan

mereka makin bertambah sulit.”

Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa perlawanan APRA dalam bidang ekonomi adalah

kerugian material yang cukup besar hal ini meliputi kerusakan bangunan-bangunan fisik seperti

pertokoan dan rumah penduduk serta beberapa properti milik negara dan TNI.

Menurut wawancara dengan H.D Pratikto (7 September 2005), Jumahara (25 September

2005) dan Amih (10 Desember 2005), penyerangan pasukan APRA ke jalan Hospittalweg selain

melakukan penembakan dan pembunuhan terhadap anggota-anggota TNI, sebagian dari pasukan

APRA juga melakukan penjarahan dan pengrusakan terhadap toko-toko atau rumah penduduk

sekitar. Walapun tidak ada kepastian mengenai kerugian materi yang ditimbulkan dari

perlawanan APRA, berdasarkan informasi-informasi dari saksi mata tersebut dapat dipastikan

bahwa cukup banyak kerugian yang diderita oleh masyarakat.

Selain itu, pada tanggal 23-24 Januari suasana Bandung masih belum tenteram dan lalu

lintas masih kacau serta sarana telepon belum lancar, hal ini mengakibatkan terganggunya

kegiatan masyarakat dalam melakukan aktifitas perekonomian mereka. Dengan terganggunya

arus transportasi mengakibatkan kegiatan ekonomi sedikit banyak terganggu.

Secara umum perlawanan pasukan APRA di Bandung telah mengakibatkan kerugian-

kerugian yang tidak sedikit baik kerugian material maupun jatuhnya banyak korban jiwa.

Namun, diantara sekian banyak kerugian tersebut terdapat sisi positif yang bisa diambil

diantaranya adalah kesadaran masyaakat semakin tinggi terhadap keadaan keamanan

lingkungannya, kecintaan masyarakat terhadap bangsa dan negara semakin kuat karena melihat

Page 33: Apra Yg Lengkp Bgt

betapa besar pengorbanan yang harus dibayar untuk sesuatu yang kita kenal dengan

kemerdekaan.