antitrust kel6
TRANSCRIPT
LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL
FAKTOR EKONOMI: ANTITRUST, MERGER
DAN KEBIJAKAN ORGANISASI BISNIS
Disusun Oleh:
Lukas Tandi Tola
Made Rossalita Mirah Utami
Masagus Asaari
Myrna Agustina
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2012
PENDAHULUAN
Dalam dunia usaha, persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif. Dalam
Teori Ilmu Ekonomi persaingan yang sempurna adalah suatu kondisi pasar yang ideal. Paling
tidak ada empat asumsi yang melandasi agar terjadinya persaingan yang sempurna pada suatu
pasar tertentu. Pertama, pelaku usaha tidak dapat menentukan secara sepihak harga atas
produk atau jasa, harga ditentukan oleh pasar berdasarkan equilibrium permintaan dan
penawaran. Kedua, barang dan jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha mempunyai kebebasan
untuk masuk ataupun keluar dari pasar. Ketiga, pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk
masuk ataupun keluar dari pasar, dan keempat konsumen dan pelaku pasar memiliki
informasi yang sempurna tentang berbagai hal.
Walaupun dalam kehidupan nyata sukar ditemui pasar yang didasarkan pada
mekanisme persaingan yang sempurna, namun persaingan dianggap sebagai suatu hal yang
esensial dalam ekonomi pasar. Oleh karena dalam keadaan nyata yang kerap terjadi adalah
persaingan tidak sempurna. Persaingan yang tidak sempurna terdiri dari persaingan monopoli
dan oligopoli.
Persaingan memberikan keuntungan kepada para pelaku usaha maupun kepada
konsumen. Dengan adanya persaingan maka pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus
memperbaiki produk ataupun jasa yang dihasilkan sehingga pelaku usaha terus menerus
melakukan inovasi dan berupaya keras memberi produk atau jasa yang terbaik bagi
konsumen. Persaingan akan berdampak pada efisiensinya pelaku usaha dalam menghasilkan
produk atau jasa. Disisi lain dengan adanya persaingan maka konsumen sangat diuntungkan
karena mereka mempunyai pilihan dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan harga
yang murah dan kualitas baik.
Suatu pasar dimana tidak terdapat persaingan disebut sebagai monopoli. Ada
beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menentukan adanya monopoli. Pertama, apabila
pelaku usaha mempunyai pengaruh untuk menentukan harga. Kedua, pelaku usaha tidak
merasa perlu untuk menyesuaikan diri terhadap pesaing dan ada entry barrier bagi pelaku
usaha yang ingin masuk dalam pasar yang sudah dimonopoli oleh pelaku usaha.
Persaingan yang tidak sehat akan mematikan persaingan itu sendiri dan pada
gilirannya akan memunculkan monopoli. Dibeberapa negara, hukum persaingan dikenal
dengan istilah Antitrust Laws atau antimonopoli. Di Indonesia istilah yang sering digunakan
adalah hukum persaingan atau antimonopoli. Hukum anti monopoli diatur dalam Undang-
1
undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan prakek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat. Undang-undang ini merupakan pengaturan secara khusus dan komprehensif yang
berkaitan dengan persaingan antar pelaku usaha.
Bagian paling penting dari kebijakan antimonopoli adalah kekuasaan perusahaan dan
jika sejauh apa pemerintah harus membatasinya. Kekuasaan perusahaan mengacu pada
kemampuan perusahaan untuk mempengaruhi pemerintah, ekonomi, masyarakat berdasarkan
sumber daya organisasi itu. Perusahaan-perusahaan memiliki sumber daya untuk membuat
kontribusi besar untuk kampanye politik. Perusahaan-perusahaan itu mendominasi tidak
hanya mengutamakan pembuatan produk dan pelayanan, tetapi juga semakin menjadi seperti
kegiatan meraih sektor public seperti pendidikan, penegakan hukum, dan penyediaan layanan
sosial.
Secara teoritis globalisasi ekonomi dengan makna keterbukaan dengan persaingan
bebas memang merupakan suatu the best solution dalam hubungan ekonomi antar negara dan
memakmurkan umat manusia. Persaingan akan memaksa masing-masing pihak mencari
metoda produksi yang paling efisien. Produk yang dihasilkan dengan efisien akan dapat
dijual dengan harga murah.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa monopoli adalah suatu pasar tanpa
persaingan. tetapi sebaliknya monopoli dapat juga diperoleh melalui kemampuan usaha,
kejelian terhadap bisnis yang tinggi, sehingga pelaku usaha dapat mengelola usahanya pada
tingkat efisiensi yang tinggi yang akan menjadikan perusahaannya dapat tumbuh dengan
pesat, yaitu dengan cara menawarkan produk kombinasi kualitas dan harga sesuai yang
diinginkan oleh konsumen sehingga pangsa pasarnya dapat bertambah dengan cepat dan
secara alamiah dapat merebut pangsa pasar yang luas. Dengan adanya pangsa pasar yang
luas untuk suatu produk sejenis maka akan dapat terjadi monopoli alamiah dalam suatu pasar.
Hukum persaingan diciptakan dalam rangka mendukung terbentuknya sistem
ekonomi pasar, agar persaingan antar pelaku usaha dapat tetap hidup dan berlangsung secara
sehat, sehingga konsumen dapat terlindungi dari ajang ekploitasi bisnis. Meskipun persaingan
usaha sebenarnya merupakan urusan antar pelaku usaha, dimana pemerintah tidak perlu ikut
campur, namun untuk dapat terciptanya aturan main dalam persaingan usaha, maka
pemerintah perlu ikut campur tangan untuk melindungi konsumen. Karena bila hal ini tidak
dilakukan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi persengkongkolan (kolusi) antar
pelaku bisnis yang akan menjadikan inefisiensi ekonomi, yang pada akhirnya konsumen yang
2
akan menanggung beban yaitu membeli barang atau jasa dengan harga dan kualitas yang
kurang memadai.
Dalam dunia bisnis selalu terjadi tarik menarik antara pendapat yang cenderung
menyukai sistem pasar bebas dengan pasar yang diatur oleh pemerintah. Akhirnya digunakan
jalan tengah yaitu prinsip kebebasan pasar yang diatur oleh pemerintah, dimana persaingan
yang terjadi antar pelaku bisnis menimbulkan persaingan yang sehat dengan cara
meningkatkan efisiensi dan produktifitas serta penemuan-penemuan yang baru atas barang
maupun jasa. Sebaliknya persaingan tidak sehat akan dapat merusak perekonomian negara
dan akan merugikan masyarakat secara luas. Oleh karena itu diperlukan perangkat hukum
yang dapat mengakses persaingan yang sehat dan mencegah terjadinya persaingan tidak
sehat. Perangkat hukum tersebut dapat menjadi sarana bagi pencapaian demokrasi ekonomi di
Indonesia dan dapat memberikan peluang usaha yang sama bagi semua pelaku bisnis untuk
berpartisipasi dalam proses produksi barang maupun jasa dalam iklim usaha yang sehat,
efektif dan efisien serta dapat mendorong adanya pertumbuhan ekonomi pasar yang kondusif.
Pada tanggal 5 Maret 1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia
No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Undang-undang Anti Monopoli). Tujuan pembentukan Undang-undang ini adalah untuk
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat, mencegah praktek monopoli
dan menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dengan adanya undang-undang ini, sistem perekonomian yang monopolistik di
Indonesia harus diubah menjadi sistem perekonomian yang mengikuti arus persaingan atau
ekonomi pasar bebas sesuai dengan arus globalisasi perekonomian dunia. Beberapa perangkat
hukum baru harus diciptakan untuk mengikuti perubahan tersebut, misalnya peraturan
tentang merger antar perusahaan, peraturan tentang hak istimewa dari hak milik intelektual
serta perhatian pemerintah yang lebih kusus kepada para pelaku usaha kecil dan menengah
yang ternyata dapat menghadapi krisis ekonomi dengan tegar, dibandingkan para
konglomerat atau pengusaha berskala ekonomi besar.
3
PEMBAHASAN
1. Dilema Kekuasaan perusahaan
Kekuasaan perusahaan mengacu pada kemampuan perusahaan untuk mempengaruhi
pemerintah, perekonomian, maupun masyarakat luas berdasarkan sumber daya organisasi
yang dimiliki. Bagi perusahaan-perusahaan dengan asset yang besar maka uang tidak menjadi
masalah, dan sebagai mana sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuasaan terkadang
ditentukan oleh uang. Dengan uang yang dimilikinya, perusahaan-perusahaan besar dapat
berkontribusi mendanai kampanye politik dengan harapan imbal balik yang tidak kecil, dan
dengan demikian akan mengungkung bagi pihak pemerintah terkait saat berkuasa.
Perusahaan-perusahaan itu mendominasi tidak hanya mengutamakan pembuatan produk dan
pelayanan, tetapi juga semakin luas merambah ke kegiatan sektor publik seperti pendidikan,
penegakan hukum, dan penyediaan layanan sosial.
Sedangkan kekuatan ekonomi dari suatu perusahaan akan tampak begitu jelas jika
membandingkan antara revenue dari perusahaan-perusahaan persebut dengan GDP suatu
Negara. Berikut komparasi antara GDP Negara dengan beberapa perusahaan yang masuk
dalam perusahaan dengan revenue terbesar tahun 2011 :
Perbandingan GDP Negara dan Revenue Perusahaan Transnasional Tahun 201 1
CompanyRevenue(U.S. $ Millions)
GDP(U.S. $ Millions)
Country
ExxonMobil 486.429 485,803 Norway
Walmart 446.950 445,989 Argentina
Vitol 297.000 298,734 Greece
Sinopec 273.420 278,671 Malaysia
ConocoPhillips 251.226 248,585 Chile
Toyota Motors 235.890 235,923 Nigeria
State Grid Corporation of China
226.294 224,754 Philippines
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_companies_by_revenue http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GDP_(nominal)
4
Kekuatan dari perusahaan tersebut akan sangat berdampak buruk jika tidak digunakan
dengan baik. Namun dilemma yang sebenarnya bukan pada kekuasaan yang timbul dari
kekuasaan perusahaan, akan tetapi adalah pada bagaimana perusahaan akan menggunakan
kekuasaannya tersebut. Kekuasaan perusahaan tersebut dapat berdampak positif maupun
negatif tergantung pada kebijakan yang diambil eksekutifnya dan regulasi yang ditetapkan
untuk mengatur dan menetapkan sanksi atas pelanggaran yang terjadi.
2. Regulasi Antitrust di Amerika
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah
“monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar”
dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar.
Intervensi pemerintah dalam pasar monopoli dan oligopoly bertujuan untuk mempengaruhi
harga, jumlah yang diproduksi, dan distribusi pendapatan dari kegiatan ekonomi. Intervensi
itu dilaksanakan melalui 2 cara, yaitu: Peraturan (regulation) dan Undang-undang anti-
monopoli (Parkin: 2003; 390).
Antitrust law merupakan undang-undang yang mengatur tentang praktik bisnis yang
tidak kompetitif dan tidak adil. Istilah antitrust diambil dari kata trust yang berarti
penggabungan sekelompok perusahaan untuk membagi-bagi pasar dan membatasi
persaingan. Istilah trust juga dikenal dengan kartel. Tujuan utama undang-undang antitrust
diantaranya:
a. Melindungi dan menjaga kelangsungan kompetisi
b. Melindungi konsumen dengan melarang praktek bisnis yang curang dan tidak
adil
c. Melindungi praktek bisnis kecil dari tekanan ekonomi oleh perusahaan-
perusahaan besar
d. Menjaga kelangsungan nilai-nilai dan kebiasaan kehidupan kota kecil
5
Tujuan-tujuan ini akan tercapai manakala terdapat kebebasan masyarakat dalam memilih
produk-produk yang hendak dikonsumsinya. Bentuk-bentuk pilihan masyarakat itu
diwujudkan dalam keunggulan harga (price), kualitas (quality), ketepatan penyerahan
(delivery), dan layanan (service). Berbagai keunggulan yang dituntut masyarakat tersebut
akan mengarahkan produsen menjadi lebih efisien dalam menjalankan usahanya.
Undang-undang lahir karena ada kebutuhan, yang bisa berubah dan berkembang dari
waktu kewaktu. Amerika, Eropa, maupun Asia mempunyai alasan yang berbeda sewaktu
melahirkan ataupun mengubah undang-undang anti-monopoli. Di Amerika Serikat pada
tahun 1890, Kongres menyetujui pemberlakuan Undang-undang yang berjudul “Act to
Protect Trade and Commerce Against Unlawful Restraint and Monopolies”.
Undang-undang itu lebih dikenal sebagai Sherman Act. Undang-undang ini melarang setiap
bentuk praktek monopoli atas suatu produk atau pemasaran barang dan atau jasa yang
menghambat perdagangan (barrier trade) dalam kegiatan bisnis dan melindungi usaha kecil
yang lemah. Sherman Act merupakan pencetus pertama dari undang-undang antitrust,
peraturan ini terdiri dari tiga poin:
a. Melarang kontrak, kombinasi, atau konspirasi yang dapat mengendalikan
perdagangan
b. Melarang terjadinya monopoli dan segala usaha untuk memonopoli
perdagangan
c. Menyediakan pelaksanaan hukum oleh departemen kehakiman dan
mengotorisasi hukuman jika terjadi pelanggaran.
Larangan praktek monopoli dalam The Sherman Act ditekankan pada penguasaan
produksi dan pemasaran atas barang/jasa satu pelaku atau kelompok pelaku usaha dengan
unsur larangan monopoli ini, yakni ”possesion of monopoly power in relevant market;
willfull acquisition or maintenance of that power”. Artinya, kekuasaan atas monopoli
merupakan hal yang penting dalam pemasaran, karena keinginan pengambilalihan atau
menjaga agar kekuasaan tersebut tetap ada agar tidak ada persaingan pihak lain.
Untuk memperoleh kekuatan pasar, maka pengusaha kuat melakukan tindakan dengan
menciptakan hambatan dalam perdagangan, menaikkan harga dan membatasi produk
barang/jasa guna mendorong terjadi inefisiensi sehingga tindakan demikian dalam persaingan
usaha yang sehat perlu dilakukan delegalisasi. Tiada persaingan perusahaan dari lain
merupakan keinginan atau tujuan utama pengusaha memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya. Keadaan ini menyebabkan konsumen dianggap sebagai “sapi perahan” dan bukan 6
“raja” dalam kegiatan ekonomi. Artinya, hak konsumen untuk memperoleh harga wajar dan
barang atau jasa yang baik diabaikan pengusaha yang ingin mengeruk keuntungan bisnis
dalam waktu singkat. Tidak jarang pengusaha mempengaruhi tingkat penawaran meraih
keuntungan berlipat ganda tanpa mempedulikan tingkat kemampuan ekonomi dari konsumen
yang lemah untuk memperoleh barang/jasa. Sikap monopoli para pengusaha ini didasarkan
pada akses kondisi dari competititve viability.
Tahun 1914 muncul Clayton Act sebagai penyempurnaan untuk memperjelas ambiguitas
dan ketidakpastian dari Sherman Act. Clayton Act terdiri dari:
a. Melarang terjadinya diskriminasi harga oleh penjual
b. Melarang suatu pihak melakukan pembelian barang/jasa yang tidak diperlukan
demi memperoleh barang/jasa lain yang diinginkan
c. Melarang perusahaan untuk melakukan merger yang dapat memicu terjadinya
monopoli
d. Melarang adanya direktorat yang sama pada perusahaan yang saling bersaing
Pada tahun 1914 juga dibentuk Federal Trade Commission untuk membantu
menegakkan undang-undang antitrust, melarang persaingan tidak adil, dan memberika
perlindungan kepada konsumen dengan melarang praktik usaha yang tidak sehat. Pasal 5
FTC diamandemen tahun 1938 menegaskan, “Unfair methods of competition in or affecting
commerce, and unfair or deceptive acts or practices in commerce, are hereby declared
unlawful” atau diterjemahkan adalah cara-cara persaingan yang tidak terbuka atau
berpengaruh terhadap perdagangan dan perbuatan atau praktek-praktek tidak jujur dan penuh
tipu muslihat dalam perdagangan adalah perbuatan-perbuatan bertentangan dengan hukum.
Pada tahun 1976 Kongres Amerika Serikat membentuk peraturan baru dan terpisah
yang disebut Antitrust Impovements Act untuk memperkuat peran pemerintah dalam
penerapan ketiga undang-undang sebelumnya. Peraturan ini:
a. Mensyaratkan perusahaan-perusahaan untuk menyampaikan kepada Departemen
Kehakiman dan Komisi Perdagangan jika akan melakukan merger dan akuisisi.
b. Memperluas kekuatan pemeriksaan Departemen Kehakiman dalam bidang
antitrust.
c. Memberi otorisasi kepada pengacara umum di 50 negara bagian untuk menuntut
perusahaan-perusahaan yang melakukan pengaturan harga dan untuk memperbaiki
kerugian yang dialami konsumen.7
3. Isu-Isu Utama Terkait Pelaksanaan Hukum Antitrust
a. Kekecualian
Tidak semua organisasi menjadi subjek dari keempat undang-undang antitrust, ada
beberapa organisasi yang dibebaskan (exemptions), diantaranya serikat buruh, koperasi
pertanian, perusahaan asuransi (diatur undang-undang negara), dan transaksi bisnis yang
berkaitan dengan pertahanan nasional. Pemberian pengecualian dalam Hukum Persaingan
umumnya didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:
Adanya instruksi atau perintah dari UU
Adanya instruksi atau perintah dari UU ataupun peraturan perundangan lainnya;
Instruksi atau pengaturan berdasarkan regulasi suatu badan administrasi.
Untuk itu perlu kita mengetahui alasan apakah yang menjadi dasar pertimbangan
diberikannya pengecualian dalam undang-undang Hukum Persaingan. Pada umumnya
pengeculian yang diberikan berdasarkan dua alasan, yaitu:
Industri atau badan yang dikecualikan telah diatur oleh peraturan perundang atau
diregulasi badan pemerintah yang lain dengan tujuan memberikan perlindungan
khusus berdasarkan kepentingan umum (public interests), misalnya: transportasi,
air minum, listrik, telekomunikasi, dan lain-lain.
Suatu industri memang membutuhkan adanya perlindungan khusus karena praktek
kartelisme tidak dapat lagi dihindarkan dan dengan pertimbangan ini maka akan
jauh lebih baik memberikan proteksi yang jelas kepada suatu pihak daripada
menegakkan undang-undang Hukum Persaingan itu sendiri.
Berdasarkan pertimbangan dan alasan ini maka umumnya berbagai Negara memberikan
atau mengatur tentang pengecualian di dalam undang-undang Hukum Persaingan mereka.
Dengan kata lain, pengecualian merupakan hal yang umum dalam undang-undang Hukum
Persaingan dan tidak dianggap sebagai hal yang dirasa dapat menghambat persaingan usaha
itu sendiri.
b. Monopoli
Apakah mendominasi sebuah industri atau pasar oleh satu atau beberapa perusahaan
besar berarti telah melanggar undang-undang antitrust? Pemerintah telah memutuskan bahwa
monopoli secara per se adalah tidak ilegal. Jika sebuah perusahaan mendominasi pasar
karena dapat menyediakan produk/jasa yang superior, telah menemukan sesuatu yang unik,
atau karena beruntung, maka hal tersebut tidak melanggar hukum. Namin jika perusahaan
8
menggunakan dominasinya untuk mengendaliakn perdagangan, bersaing secara tidak adil,
atau merugikan konsumen, maka perusahaan dapat dinilai bersalah dan telah melanggar
undang-undang antitrust.
Menurut undang-undang No.5 tahun 1999, monopoli adalah penguasaah atas produksi
dan atau penguasaan barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku atau satu
kelompok pelaku. Menurut undang-undang tersebut, pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan monopoli jika barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya,
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalampersaingan dan atau jasa yang
sama, dan atau satu pelaku usaha/kelompok menguasai lebih dari 50% pangsa pasar atau jenis
barang/jasa tertentu.
c. Isu Inovasi
Pada prinsipnya Antitrust tidak tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar,
justru mendorong pelaku usaha untuk dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan.
Persaingan inilah yang memacu pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi
untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif dibandingkan
dengan kualitas produk dan harga jual dari pesaingnya. Persainganlah yang mendorong
pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan dan mungkin pada akhirnya akan terjadi
monopoli alamiah karena mampu merebut hati konsumennya. Kejadian sebaliknya akan
terjadi jika pelaku usaha tidak melakukan inovasi, diamana dia dia akan tersingkir secara
alami.
d. Isu High-Technology Business
Pada prinsipnya isu ini sama dengan inovasi, karena dengan penerapan teknologi yang
bagus akan membantu perusahaan dalam efisiensi, peningkatan kualitas produk dan
penetapan harga yang bersaing atau bahkan lebih murah. Dengan demikian maka produk
tersebut dengan sendirinya akan mampu mengambil tempat tersendiri di benak konsumen
sehingga dengan sendirinya monopoli alami akan terjadi.
Adanya monopoli dalam industri bisnis yang berteknologi tinggi adalah hal yang tidak
dapat dihindari karena tidak adanya batasan yang kuat untuk menghalangi pelaku usaha untuk
masuk ke pasar dan perubahan teknologi yang dinamis telah merubah dasar-dasar kompetisi
sehingga undang-undang antitrust perlu diseduaikan dengan jenis industri ini.
9
4. Antitrust di Indonesia
Persaingan pasar berjalan dengan baik apabila tidak ada tindakan diskriminatif atau
restriktif oleh suatu negara terhadap produk negara lain. Tindakan diskriminatif dan restriktif
dapat menimbulkan distorsi pasar bagi produsen negara-negara maju di pasar negara
berkembang. Kebijakan ekonomi negara-negara berkembang dan miskin tentu ingin
menyelamatkan produk dalam negeri yang berlawanan dengan perdagangan bebas, karena
pengusha negara berkembang belum siap menghadapi persaingan pasar bebas dengan
meningkatnya serbuan produk barang/jasa dari negara-negara maju.
a. Undang-undang
Pada tanggal 5 Maret 1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No.5
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-
undang Anti Monopoli). Tujuan pembentukan Undang-undang ini adalah untuk menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha
yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat, mencegah praktek monopoli dan
menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Undang-undang yang mengatur tentang monopoli di Indonesia sudah beberapakali
mengalami perkembangan, adapun undang-undang tersebut diantaranya :
1. Undang-Undang No.5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian
Pada prinsipnya Undang-Undang Perindustrian juga melarang industri yang
mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan curang. Hanya saja, makna dan
konsep larangan dalam Undang-Undang tersebut sangat tidak terfokus dan terkesan tidak
jelas, sehingga larangan tersebut sangat jarang dipraktekkan. Beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang Perindustrian yang melarang monopoli atau persaingan curang terdapat
pada pasal-pasal sebagai berikut :
a. Undang-Undang No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang ini juga mempermasalahkan tentang persaingan curang yang
mungkin terjadi dalam keberadaan badan usaha, yaitu ketika mengatur mengenai
perusahaan yang akan merger, akuisisi atau konsolidasi. Penjelasan atas Undang-
Undang No.1 tahun 1995 tersebut pada bagian umum dengan tegas menyatakan
bahwa tujuan utama dari pengaturan tentang merger, akuisisi dan konsilidasi
perusahaan, terutama adalah untuk mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan bisnis
dalam satu tangan dengan cara melakukan monopoli atau monopsoni.
10
b. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat :
Sebagai langkah yang paling jelas dalam penataan persaingan usaha di Indonesia, agar
tidak terjadi penguasaan Industri oleh kelompok pelaku bisnis tertentu, dan agar
terjadi iklim yang kondusif dalam dunia usaha serta memberikan kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil, agar terjadi
efisiensi dalam perekonomian nasional maka diundangkan Undang-Undang No.5
Tahun 1999 sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur yang merata. Ada beberapa ketentuan mengenai
larangan terhadap beberapa hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut, ialah
mengenai hal-hal sebagai berikut:
Larangan melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Larangan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat.
c. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) Tahun 2000 – 2004
Undang-undang ini sebagian mengatur tentang program penguatan institusi pasar.
Dimana pasar dalam kaitan ini diuraikan sebagai suatu entitas kelembagaan ekonomi
yang merupakan interaksi ekonomi diantara pelaku pasar, institusi pasar, dan
perangkat peraturan yang bekerja dalam mekanisme suatu pasar. Mekanisme pasar
yang berkeadilan ditandai oleh peran serta penuh oleh rakyat dan kesempatan yang
sama dalam mengakses sumber-sumber ekonomi. Kedua prinsip tersebut diharapkan
dapat bermuara pada alokasi sumber daya yang efisien, transparan, dan hubungan
yang saling menguntungkan diantara pelaku usaha. Ketidaksempurnaan pasar secara
umum ditandai oleh kesenjangan kemampuan dan kesempatan diantara para pelaku
pasar dan pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok pihak dan dalam
penguasaan faktor produksi dan mata rantai usaha yang terjadi baik melalui integrasi
vertikal maupun horizontal.
11
b. KPPU
Untuk mengawasi pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999 (UU Antimonopoli) dibentuk suatu
komisi. Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU No. 5 Tahun1999 yang
menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi
ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres
No 75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Tugas
dan wewenang dari KPPU sendiri diatur Pasal 35 & 36 UU No. 5/1999, antara lain adalah
melakukan penilaian terhadap semua perjanjian dan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 35 UU No.5 Tahun 1999
menentukan bahwa tugas tugas KPPU terdiri dari:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam
Pasal 36.
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5/1999
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan DPR.
Dalam menjalankan tugas tugasnya tersebut, Pasal 36 UU No.5/1999 memberi
wewenang kepada KPPU untuk:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
oleh pelaku usaha atau yang ditemukan komisi sebagai hasil penelitiannya.12
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan UU No.5/1999.
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran ketentuan UU No.5/1999.
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau
setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6 tersebut di atas yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi.
8. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU
No.5/1999.
9. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain untuk
keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat.
11. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan UU No.5/1999.
Untuk menilai tindakan pelaku usaha apakah melanggar UU No.5 th 1999, KPPU
menggunakan dua metode pendekatan yaitu :
1. Per se illegal
Merupakan suatu metode pendekatan yang menganggap tindakan tertentu sebagai
ilegal, tanpa menyelidiki lebih lanjut mengenai dampak tindakan tersebut terhadap
persaingan. Penggunaan metode ini diperuntukkan pada pasal-pasal yang menyatakan
“dilarang”.
2. Rule of reason
Merupakan suatu pendekatan yang menggunakan analisis pasar serta dampaknya
terhadap persaingan, sebelum dinyatakan melanggar Undang-undang. Penggunaan
metode ini lebih tepat diterapkan untuk pasal-pasal yang mengandung klausal-klausal
seperti “patut diduga” atau “yang dapat mengakibatkan”.
13
5. Corporate Mergers
Merger merupakan salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan
dan menumbuhkan perusahaan. Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya (1)
bergabung bersama, menyatu, berkombinasi; (2) menyebabkan hilangnya identitas karena
terserap atau tertelan sesuatu. Merger didefinisikan sebagai penggabungan dua atau
perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan
hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar. Bentuk umum merger
(Gambar 1) berdasarkan aktivitas ekonomik dibagi tiga tipe yaitu (Moin, 2003) :
a. Merger horisontal.
Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak
dalam industri yang sama. Bentuk merger ini memberikan pengaruh pada
perluasan operasi perusahaan dalam lini produk. Dan pada saat yang sama akan
mengurangi persaingan pada tingkat industry perusahaan tersebut.
b. Merger vertikal.
Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi yang mengambil
alih supplier atau konsumenya.
Contoh : perusahaan yang bergerak di bidang furniture membutuhkan bahan kayu
untuk membuat produknya. Perusahaan ini melakukan merger dengan perusahaan
kayu yang merupakan supplier dari perusahaan furniture ini.
c. Merger konglomerat.
Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-
masing bergerak dalam industri yang tidak terkait.
Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan
merger yaitu motif ekonomi dan motif non-ekonomi.
a. Motif ekonomi.
Esensi tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan adalah seberapa
besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan
bagi pemegang saham. Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan
jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena
itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai
tujuan ini.14
Motif strategis juga termasuk motif ekonomi ketika aktivitas merger dan akuisisi
dilakukan untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Biasanya perusahaan melakukan merger
dan akuisisi untuk mendapatkan economies of scale dan economies of scope.
b. Motif sinergi.
Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi
adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan
setelah merger yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing
perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi
aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang
bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan
efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas
perusahaan jika mereka bekerja sendiri.
c. Motif diversifikasi.
Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui
merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan
operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika
melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan
tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core
competence). Disamping memberikan manfaat seperti transfer teknologi dan
pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi
silang.
d. Motif non-ekonomi.
Aktivitas merger terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja
tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti prestise dan
ambisi. Motif non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik
perusahaan.
Hubris hypothesis.
Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dilakukan karena “ketamakan” dan
kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan. Mereka menginginkan ukuran
perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besarnya ukuran perusahaan,
semakin besar pula kompensasi yang mereka terima. Kompensasi yang mereka
15
terima bukan hanya sekedar materi saja tapi juga berupa
pengakuan,penghargaan dan aktualisasi diri.
Ambisi pemilik.
Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor
bisnis. Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi perusahaan
untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang.
Terdapat beberapa faktor pendorong terjadinya merger, yaitu;
1) Perubahan dalam hukum atau perundang-undangan. Sebgai contoh merger Babk A &
B karena rasio CARnya dibawah ketentuan API.
2) Merger yang dilakukan karena kesadaran akan pentingnya teknologi dalam bisnis.
Biasanya hal ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang masih menjalankan
usahanya secara konvensional ke perusahaan yang telah menggunakan teknologi
dengan harapan efisiensi dan peningkatan kualitas.
3) Merger dilakukan karena adanya faktor globalisasi. Sebagai contoh, karena adanya
efek globalisasi maka perusahaan-perusahaan local membutuhkan tambahan
kekuatan untuk bersaing denga perusahaan multy nasional. Untuk bersaing dengan
perbankan asing, maka beberapa perbankan lokal melakukan merger. Contohnya
Bank Lippo dan Niaga, serta Bank Buana.
Dalam melakukan merger, akan selalu memberikan konsekuensi berupa dampak dari
merger itu sendiri. Adapun dampak-dampak positifnya dapat berupa :
a. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas.
b. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kredititor lebih percaya dengan
perusahaan yang telah berdiri dan mapan.
c. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman.
d. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal.
e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan.
f. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru.
g. Menghemat waktu untuk memasuki untuk memasuki bisnis baru.
h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.
16
Sedangkan dampak negatifnya diantaranya :
a. Proses integrasi yang tidak mudah.
b. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat.
c. Biaya konsultan yang mahal.
d. Meningkatnya kompleksitas birokrasi.
e. Biaya koordinasi yang mahal.
f. Seringkali menurunkan moral organisasi.
g. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.
h. Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham
Gambar 1. Bentuk Umum Merger
Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa berupaya untuk memaksimalkan
keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Maksimalisasi keuntungan diharapkan
dapat terjadi karena secara teori, merger dapat menciptakan efisiensi sehingga mampu
mengurangi biaya produksi perusahaan hasil merger. Selain untuk alasan efisiensi, merger
juga merupakan salah satu bentuk pelaku usaha untuk keluar dari pasar atau bagi pelaku
usaha kecil jika dianggap tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk meneruskan usahanya.
Sehingga merger juga dapat menjadi salah satu jalan keluar jika pelaku usaha mengalami
kesulitan likuiditas, sehingga kreditor, pemilik, dan karyawan dapat terlindungi dari
kepailitan. Merger juga menjadi jalan keluar bagi pelaku usaha dalam memenuhi peraturan
pemerintah apabila masih ingin bertahan dalam pasar.
17
Kegiatan merger dapat menjadi pro kepada persaingan, namun juga dapat menjadi anti-
persaingan apabila tidak ada kontrol dari otoritas persaingan usaha. Keberadaan merger di
dalam dunia usaha seharusnya membawa pengaruh yang cukup positif bagi perusahaan yang
gagal dari segi operasional. Namun, pada prakteknya, kegiatan merger banyak
disalahgunakan oleh pelaku usaha yang bermaksud untuk mengekspansi pasarnya. Selain itu
sering kali juga timbul benturan antara kepentingan merger dengan alasan efisiensi dan
permasalahan persaingan usaha. Merger yang mengarah kepada anti-persaingan adalah
merger yang dikhawatirkan oleh hukum persaingan. Karena secara langsung maupun tidak
langsung, merger dapat membawa pengaruh yang relatif besar terhadap kondisi persaingan di
pasar yang bersangkutan. Pada kondisi dimana terdapat dua atau lebih perusahaan bergabung,
maka pangsa pasar kedua perusahaan yang bergabung tersebut akan bersatu dan membentuk
gabungan pangsa pasar yang lebih besar. Inilah yang menjadi fokus dari hukum persaingan.
Merger dapat menimbulkan atau bahkan memperkuat market power dengan
meningkatkan konsentrasi pada produk relevan dan pasar geografis. Penguasaan pangsa pasar
erat kaitannya dengan posisi dominan, persentase pangsa pasar menjadi patokan dalam
penentuan posisi dominan suatu perusahaan. Apabila dua atau lebih perusahaan bergabung,
maka perusahaan hasil merger tersebut dapat meraih atau memperkuat posisi dominan dalam
pasar. Jika demikian halnya, maka peluang terjadinya penyalahgunaan posisi dominan pun
akan semakin besar. American Bar Association memisahkan dampak penggabungan merger
horizontal ke dalam dua kategori:
a. Unilateral Effect
Merger ini menciptakan satu pelaku usaha tunggal yang memiliki kekuatan penuh atas pasar,
memantapkan posisi satu pelaku usaha yang sebelumnya telah memiliki kekuatan atas pasar
dan menghalangi para pelaku usaha baru untuk masuk ke pasar
b. Coordinated Effect.
Merger ini memudahkan para pelaku usaha yang telah ada didalam pasar untuk
mengkoordinasikan perilaku para pelaku usaha tersebut sehingga mengurangi persaingan
harga, kualitas, dan kuantitas. Dampak terkoordinasi ini sering terjadi dalam industri yang
mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu produk yang homogen, penjualan dalam volume kecil,
serta kesamaan dalam biaya produksi barang atau jasa.
18
6. Antitrust dalam Bisnis Global
Globalisasi telah menciptakan tantangan baru bagi penegakan antitrust di semua
negara. Regulator, pembuat kebijakan, dan pengadilan sekarang menghadapi tantangan
yang sulit dan kompleks, dan sering tidak diantisipasi oleh para perumus undang-undang
antitrust. Baik di Amerika Serikat dan di tempat lain, regulator telah menjadi semakin
sensitif terhadap dampak dari penegakan pada kemampuan perusahaan domestik untuk
bersaing secara efektif dalam ekonomi global. Mereka enggan untuk memblokir merger,
memecah monopoli, atau mencegah upaya-upaya penelitian bersama di mana ini akan
memperkuat daya saing nasional. Hal ini kadang-kadang menciptakan dilema untuk
regulator, ketika tujuan dari sebuah pasar, bebas dan kompetitif secara nasional
bertentangan dengan tujuan ekonomi yang kuat terhadap negara-negara lain. Dalam
beberapa tahun terakhir, regulator telah berusaha untuk mengatasi kemungkinan
pelanggaran hukum antitrust oleh perusahaan asing.
Dalam beberapa kasus, regulator mulai membatasi perusahaan-perusahaan internasional
yang telah menyiapkan operasi atau membeli sebuah anak perusahaan di negara mereka.
Bangsa-bangsa lain memiliki versi mereka sendiri undang-undang antitrust atau
sering disebut sebagai kebijakan persaingan. Pada tahun 2000, 80 negara, 80 persen dari
perdagangan dunia, telah mengadopsi beberapa bentuk PoIicy of antitrust. Eropa memiliki
sejarah yang lebih lambat dalam pembentukan peraturan antitrust dibanding Amerika Serikat,
tetapi telah dengan cepat menyesuaikan. Pada akhir 1960, hanya satu negara di Eropa yaitu
Jerman yang memiliki lembaga penegakan antitrust. Hari ini, Uni European (UE) memiliki
set lengkap kebijakan persaingan, mencakup banyak masalah yang serupa dengan hukum
antitrust AS. Karena pengalaman yang unik sejarah Eropa, penekanan penegakan ada
beberapa yang berbeda dari Amerika Serikat. Regulator telah memberikan perhatian khusus
pada dominasi pasar dengan perusahaan dari negara timur dan negara-negara Eropa
Tengah. Mereka juga mempertimbangkan tentang diskriminasi harga di seberang perbatasan
nasional di Eropa. Negara-negara berkembang di seluruh dunia telah juga pindah untuk
mengadopsi kebijakan persaingan, karena mereka telah semakin memasuki ekonomi global.
Regulator antitrust AS telah bekerja dengan para pejabat di Kazakhstan Zimbabwe, misalnya
untuk membantu mereka mengembangkan undang-undang antitrust mereka
sendiri. Kebijakan persaingan bahkan telah diusulkan di negara-negara berkembang lainnya.
19