antihistamin - fkg

47
Histamin & Antihistamin (DRUGS ACTING ON THE SMOOTH MUSCLE) Atina Hussaana Bagian Farmakologi FK Unissula

Upload: silma-nurul-azkia

Post on 23-Oct-2015

102 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

antihistamin

TRANSCRIPT

Histamin & Antihistamin(DRUGS ACTING ON THE SMOOTH MUSCLE)

Atina HussaanaBagian Farmakologi FK Unissula

Autakoid -> autas (sendiri / self)akos (obat / remedy)

Zat yg berkhasiat sendiri / zat farmakologi aktif yg dibtk oleh tubuh sendiri, berfungsi dan bekerja lokal di tempat ia dibentuk. Hormon lokal / autopharmacological agents. Histamin, serotonin, bradikinin, angiotensin dan prostaglandin.

Histamin

Senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen (berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina). Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.Pelepasan histamine terjadi akibat :Rusaknya sel. Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

Reaksi hipersensitivitasPada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine / mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.

Sebab lain : Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.

Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan target.

Reseptor histamine dibagi menjadi :Reseptor histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2).

Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2.

Stimulasi reseptor H-1 menimbulkan :- Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar- Kontraksi otot bronkus, otot usus dan otot uterus- Kontraksi sel-sel otot polos- Kenaikan aliran limfe

Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan :- Dilatasi pembuluh paru-paru- Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung

- Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosalambung

ANTIHISTAMIN

Obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 & H-3.

Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.

Antihistamin dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis olehinteraksi antigen IgE.

Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :v Antagonis H-1, terutama digunakan untuk

pengobatan gejala-gejalal akibat reaksi alergiv Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi

sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung

v Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental

Mekanisme Kerja :

Efek vasodilator disebabkan reseptor H1 pada sel endotel, H2 pada sel otot polos.

Aktivasi H1 -> peningkatan Ca intrasel, aktivasi fosfolipase A2 & menghasilkan EDRF (endothellium derived relaxing factor) yg disbt NO (nitrogen monoksida). NO menyebabkan vasodilatasi dg cara mengakumulasi cGMP.

Aktivasi reseptor H1 -> kontraksi otot polos krn hidrolisis fosfoinositol dan peningkatan Ca intrasel.Aktivasi reseptor H2 -> meningkatkan cAMP.Aktivasi H3 -> menurunkan pelepasan histamin dari saraf akibat penurunan influks Ca.

Antagonis H1

Antihistamin / Antagonis reseptor H1= obat yg mengantagonis histamin pada reseptor H1.-> sifat kerja antagonis kompetitif yg reversibel pd reseptor, tp tdk memblok pelepasan histamin.

Antagonis Reseptos H-1Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif menghambat histamin pada reseptor H-1 dan telah digunakan secara klinis dalam beberapa tahun. Beberapa tersedia untuk dijual bebas, baik sebagai tunggal maupun di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu dan pil untuk membantu tidur.Antagonis H-1 sering disebut antihistamin klasik atau antihistamin H-1. antagonis H-1 menghambat efek histamin dengan cara antagonisme kompetitif yang reversibel pada reseptor H-1. Mereka mempunyai kemampuan yang diabaikan pada reseptor H-2 dan kecil pada reseptor H-3, contohnya : induksi kontraksi yang disebabkan histamin pada otot polos bronkioler ataupun saluran cerna dapat dihambat secara lengkap oleh agen-agen tersebut, tetapi efek pada sekresi asam lambung dan jantung tidak termodifikasi. Antagonis H-1 dibagi menjadi agen generasi pertama dan generasi kedua.

Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif kuat, karena agen generasi pertama lebih mempunyai sifat menghambat reseptor autonom. Sedangkan antagonis H-1 generasi kedua kurang bersifat sedatif disebabkan distribusinya yang tidak lengkap dalam sistem saraf pusat.Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak berhubungan dengan penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar efek tersebut diduga dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya dengan struktur obat yang mempunyai efek pada kolinoseptor muskarinik, adrenoreseptor-α, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal. Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa lainnya tidak dikehendaki.

Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin :

Efek sedasiEfek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi. Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup besar pada beberapa agen membuatnya sebagai bantuan tidur dan tidak cocok digunakan di siang hari. Efek tersebut menyerupai beberapa obat antimuskarinik.

Efek antimual dan antimuntahBeberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah terjadinya motion sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.

Kerja antikolinoreseptorBanyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti atropin yang bermakna pada muskarinik perifer.

Kerja penghambatan adrenoreseptorEfek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa antagonis H-1, namun penghambatan terhadap reseptor beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa tersebut dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah Promethazine.

Kerja penghambatan serotoninEfek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada agen antagonis H-1 generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.

Efek parkinsonismeHal ini karena kemampuan agen antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek antikolinergik.

Contoh obat antagonis H-1 generasi pertama dan mekanismenya adalah :

DoxylamineDoxylamine berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1, mengeblok kemoreseptor, mengurangi stimulasi vestibular dan menekan fungsi labyrinthine melalui aktivitas kolinergik pusatnya.

ClemastineClemastine berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1 pada efektor di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan.

Antagonis histamin 1 generasi 2

Pada reaksi alergi, alergen (semacam antigen) berinteraksi dan membentuk ikatan silang dengan permukaan dari antibodi IgE pada sel mast dan basofil. Ketika terjadi kompleks sel mast antibodi-antigen, akan memacu terjadinya degranulasi dan pelepasan histamin (dan mediator lainnya) dari dalam sel mast maupun basofil. Setelah dilepaskan,histamin dapat bereaksi (menimbulkan efek) pada jaringan yang terdapat reseptor histamin.Proses release histamin tidak terjadi secara langsung, melainkan diawali dengan transduksi signal. Proses transduksi signal adalah proses masuknya signal ke dalam sel sehingga membuat sel bereaksi dan menimbulkan efek. Ketika alergen masuk pertama kali ke dalam tubuh, TH-2 limfosit akan mengeluarkan IL-4, IL-4 menghasilkan signal yang merangsang B-sel (suatu sel limfosit) untuk menghasilkan antibodi IgE. Ketika alergen menyerang untuk yang kedua kalinya, IgE berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel mast. Pada sel mast kompleks IgE-alergen akan terikat pada reseptor Fcε (Epsilon-C reseptor). Ikatan ini akan menghasilkan signal ke dalam sel yang akan mengaktifkan enzim fosfolipase. Fosfolipase akan mengubah phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) menjadi inositol 1,4,5-triphosphate (IP3) yang akan memobilisasi Ca2+ dari organel penyimpan dalam sel mast. Ca2+ merupakan second messenger bagi terjadinya kontraksi otot atau sel. Second messenger inilah yang memacu proses degranulasi sel mast sehingga histamin akan terlepas.

Reseptor H-1 disebut juga metabotropik G-protein coupled reseptor.

G-protein yang terdapat dalam reseptor H-1 menghasilkan fosfolipase dan fosfatidylinositol. Kedua senyawa inilah yang bertindak sebagai penunjuk jalan histamine sampai ke reseptor H-1. Pelepasan histamin dapat diinduksi oleh produksi enzim prostaglandin sintase. Sebagai akibatnya terjadi pelepasan histamine yang berlebihan sehingga menyebabkan vasodilatasi karena histamine menginduksi endotel vaskuler yang menghasilkan cGMP di otot polos. cGMP inilah yang menyebabkan vasodilatasi. Efek ini dapat dihilangkan dengan adanya antagonis histamin H-1 dimana mekanisme kerjanya bersifat inhibitor kompetitif terhadap reseptor-reseptor histamin.

Antagonis histamin H-1 terdiri dari 3 generasi : generasi 1,generasi 2 dan generasi 3.

Perbedaan antara generasi 1 dan generasi 2 terletak pada efek samping yang ditimbulkan,

generasi 1 menimbulkan efek sedatif sedangkan generasi 2 pada umumnya non sedatif karena generasi 2 pada umumnya tidak dapat menembus blood brain barrier (bersifat lipofobik dan bulky), sehingga tidak mempengaruhi sistem saraf pusat.

Selain itu, antihistamin H-1 generasi 2 bersifat spesifik karena hanya terikat pada reseptor H-1. Beberapa obat generasi 2 dapat menghambat pelepasan mediator histamin oleh sel mast.

Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak bisa digolongkan berdasarkan struktur kimianya karena meskipun memiliki struktur kimia dasar yang sama, obat tersebut masih memiliki gugus fungsional tambahan yang berbeda.

Contoh : sterfenadine, aztemizole, nuratadine, ketotifen, levokaloastin,

mempunyai cincin piperidin tetapi tidak dapat dimasukkan dalam satu golongan karena mempunyai gugus fungsional tambahan yang berbeda.

Efek samping antagonis histamin H-1 G2 :

- Allergic – photosensitivity, anaphylactic shock, drug rash,

dermatitis- Central nervous system* – somnolence / drowsiness,

headache fatigue, sedation- Respiratory** – dry mouth, nose and throat (cetirizine,

loratadine)- Gastrointestinal** – nausea, vomiting, abdominal

distress (cetirizine, fexofenadine

Obat-obat antagonis histamin H-1 G2 :

Cetirizine (Zyrtex)Cetirizine HCl merupakan antagonis reseptor H-1. Nama kimianya adalah (±) – [2-[4-[(4-chlorophenyl)phenylmethyl]-1-piperazinyl]ethoxy]acetic acid. Rumus empirisnya adalah C12H25C4N2O3.2HCl dan Bmnya 461,82.Cetirizine dapat menurunkan jumlah histamin dengan mengurangi jumlah produksi prostaglandin dan menghambat migrasi basofil yang diinduksi oleh antigen. Indikasi : seasonal allergic rhinitis (karena pollen, rumput). Perennial allergic rhinitis (karena debu, bulu binatang, dan jamur). Chronic urticaria. Efek samping : anoreksia, tachycardia, migraine, konstipasi, dehidrasi.

FexofenadineFexofenadine HCl (paten: Allegra dan Telfast) adalah suatu obat antihistamin yang digunakan untuk pengobatan demam dan gejala alergi yang mirip lainnya. Obat ini merupakan obat alternatif dari terfenadine yang memiliki kontra indikasi yang serius. Fexofenadine seperti antagonis H1 generasi 2 dan 3 lainnya, tidak dapat melewati blood brain barrier dan kurang menyebabkan efek sedative dibandingkan dengan obat generasi 1. kerja dari obat ini adalah sebagai antagonis dari reseptor H1.Indikasi : seasonal allergic rhinitis, chronic idiopathic urticaria.Efek samping : dizziness, back pain, cough, stomach discomfort, pain in extremity.Kontraindikasi : pada pasien dengan hipersensitifitas dengan fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang jarang terjadi menyebabkan angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan anafilaksis.

Terdapat obat-obat generasi dua yang dapat mengakibatkan cardiotoxic seperti astemizole.

Obat astemizole dapat berikatan dengan potassium (K) channel, yang merupakan reglator potensial membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi potassium channel menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome merupakan perpanjangan dari QT interval. Apabila QT interval panjang, secara otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan bradycardia. Bradycardia akan menyebabkan kurngnya supply oksigen dalam tubuh dan juga penyumbatan aliran darah (heart block).

T

E

R

I

M

A

K

A

S

I

H T E R I M A K A S I