analisis endapan sagpond pada sesar lembang

13
Jurnal Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 151 – 161 Edi Hidayat Budi Brahmantyo Eko Yulianto Analisis Endapan Sagpond pada Sesar Lembang Diterima : 27 Agustus 2008 Disetujui : 15 September 2008 © Geoaplika 2008 Edi Hidayat * Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung - LIPI Jl. Karangsambung, Kebumen E-mail: [email protected] Budi Brahmantyo KK Geologi Terapan FITB – ITB Jl. Ganesha 10 Bandung E-mail: [email protected] Eko Yulianto Puslit Geoteknologi - LIPI Jl. Cisitu – Sangkuriang, Bandung * Alamat korespondensi Sari Sesar Lembang mempunyai panjang sekitar 22 km dengan arah barat-timur yang melintasi Kota Kecamatan Lembang dan letaknya hanya sekitar 10 km di utara pusat Kota Bandung. Keberadaan sesar ini menjadi sangat penting karena melintasi daerah pemukiman padat penduduk dan daerah wisata. Sampai saat ini aktifitas Sesar Lembang masih menjadi perhatian besar karena sedikitnya data sejarah kegempaan yang diakibatkan pergerakan sesar ini. Hasil analisis stratigrafi Sagpond menunjukkan bahwa Sesar Lembang merupakan sesar aktif dengan mekanisme berupa sesar normal dimana blok utara (hangingwall) relatif bergeser turun terhadap blok selatan (footwall). Kata kunci : endapan sagpond, Sesar Lembang, kegempaan, sesar aktif Abstract – The Lembang Fault have length around 22 km with direction of east-west crossed the Kecamatan Lembang and located approximately 10 km to the north of Bandung City. The existence of this fault became very important because this fault crossed the densely-populated settlement and tourism area. Up to now, the level of the activity of this fault was still in matter of debate due to the insufficient of seismicity data and history resulted by the activation of this fault. Result of the Sagpond stratigraphy analysis showed that the Lembang Fault is interpreted as an active fault with mechanism in the form of normal fault where the north block ( hangingwall) relatively downthrown than the south block ( footwall). Keywords : sagpon deposits, Lembang fault, seismicity, active fault Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu tempat yang sering dilanda kejadian gempabumi karena letak geografis Indonesia pada lajur tumbukan tiga lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pergerkan lempeng inilah yang menjadi pemicu teraktifkannya sesar-sesar yang melintasi sebagin besar wilayah di Indonesia termasuk Jawa Barat. Jika sesar-sesar ini menjadi aktif maka daerah yang dilewatinya menjadi rawan terjadinya gempabumi. Hampir semua gempabumi yang bersifat merusak dihasilkan oleh pergerakan sepanjang sesar aktif. Hal Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. Salah satu sesar yang diperkirakan sesar aktif yang memicu terjadinya gempa di Jawa Barat adalah Sesar Lembang terbukti dengan adanya gempa pada tahun 1999 bersumber dari sesar tersebut (Kertapati, 2006 dan Marjiyono et al., 2008). 151

Upload: taufik-akbar

Post on 27-Jun-2015

387 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

Jurnal Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 151 – 161

Edi Hidayat Budi Brahmantyo Eko Yulianto

Analisis Endapan Sagpond pada Sesar Lembang

Diterima : 27 Agustus 2008 Disetujui : 15 September 2008 © Geoaplika 2008 Edi Hidayat * Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung - LIPI Jl. Karangsambung, Kebumen E-mail: [email protected] Budi Brahmantyo KK Geologi Terapan FITB – ITB Jl. Ganesha 10 Bandung E-mail: [email protected] Eko Yulianto Puslit Geoteknologi - LIPI Jl. Cisitu – Sangkuriang, Bandung * Alamat korespondensi

Sari – Sesar Lembang mempunyai panjang sekitar 22 km dengan arah barat-timur yang melintasi Kota Kecamatan Lembang dan letaknya hanya sekitar 10 km di utara pusat Kota Bandung. Keberadaan sesar ini menjadi sangat penting karena melintasi daerah pemukiman padat penduduk dan daerah wisata. Sampai saat ini aktifitas Sesar Lembang masih menjadi perhatian besar karena sedikitnya data sejarah kegempaan yang diakibatkan pergerakan sesar ini. Hasil analisis stratigrafi Sagpond menunjukkan bahwa Sesar Lembang merupakan sesar aktif dengan mekanisme berupa sesar normal dimana blok utara (hangingwall) relatif bergeser turun terhadap blok selatan (footwall). Kata kunci : endapan sagpond, Sesar Lembang, kegempaan, sesar aktif

Abstract – The Lembang Fault have length around 22 km with direction of east-west crossed the Kecamatan Lembang and located approximately 10 km to the north of Bandung City. The existence of this fault became very important because this fault crossed the densely-populated settlement and tourism area. Up to now, the level of the activity of this fault was still in matter of debate due to the insufficient of seismicity data and history resulted by the activation of this fault. Result of the Sagpond stratigraphy analysis showed that the Lembang Fault is interpreted as an active fault with mechanism in the form of normal fault where the north block ( hangingwall) relatively downthrown than the south block ( footwall). Keywords : sagpon deposits, Lembang fault, seismicity, active fault

Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu tempat yang sering dilanda kejadian gempabumi karena letak geografis Indonesia pada lajur tumbukan tiga lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pergerkan lempeng inilah yang menjadi pemicu teraktifkannya sesar-sesar yang melintasi sebagin besar wilayah di Indonesia termasuk Jawa Barat. Jika sesar-sesar ini menjadi aktif maka daerah yang dilewatinya menjadi rawan terjadinya gempabumi.

Hampir semua gempabumi yang bersifat merusak dihasilkan oleh pergerakan sepanjang sesar aktif. Hal Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. Salah satu sesar yang diperkirakan sesar aktif yang memicu terjadinya gempa di Jawa Barat adalah Sesar Lembang terbukti dengan adanya gempa pada tahun 1999 bersumber dari sesar tersebut (Kertapati, 2006 dan Marjiyono et al., 2008).

151

Page 2: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

152

Secara morfologi Sesar Lembang ini terekspresikan sebagai gawir sesar (fault scrap) dengan dinding gawir menghadap ke arah utara. Bagian Sesar Lembang yang dapat dilihat, baik dari peta topografi terutama dari foto udara ataupun citra satelit, mempunyai panjang 22 km (Gambar 1). Dari timur ke barat, tinggi gawir sesar yang mencerminkan besarnya pergeseran sesar (loncatan vertical/throw maupun dislokasi) berubah dari sekitar 450-an meter di ujung timur (Maribaya, G. Pulusari) hingga 40-an meter disebelah barat (Cisarua) dan menghilang di ujung barat utara Padalarang (Brahmantyo, 2005).

Untuk mengetahui seberapa besar tingkat aktifitas Sesar Lembang, maka tentunya akan

terekam dalam stratigrafi Sagpond yang dihasilkan oleh aktifitas sesar ini. Sagpond merupakan lingkungan pengendapan yang paling baik untuk menyimpan data aktifitas sesar masa lampau. Lingkungan ini terbentuk dengan energi yang rendah dimana endapan akan terakumulasi dalam lapisan-lapisan yang tipis dipisahkan dengan profil pelapukan, tanah organik atau batubara muda (Sieh, 1978 opcit McCalpin, 1996). Menurut Bates and Jacson (1987), Sagpond adalah suatu daerah yang relatif kecil yang berisi air membentuk depresi atau sag, terbentuk akibat sesar aktif atau pergerakan sesar sekarang yang terkurung oleh aliran sungai.

Gambar 1. Lokasi penelitian.

Lokasi Penelitian

Page 3: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

153

Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudakan untuk mengetahui karakteristik dari endapan Sagpond yang terbentuk akibat aktifitas Sesar Lembang. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui aktifitas maupun mekanisme Sesar Lembang.

Kerangka Geologi

Daerah penelitian merupakan batas utara dari cekungan Bandung. Perkembangan geologi Cekungan Bandung tidak lepas dari proses tektonik penunjaman kerak samudra di Pulau Jawa selama 2-3 juta tahun terakhir, aktivitas magmatik busur tengah Jawa, dan vulkanisme (Dam, 1994). Pusat depresi Bandung terbentuk pada Kala Plio-Pleistosen bersamaan dengan terbentuknya gunungapi Sunda pada kala Awal Pleistosen. Pada Akhir Pleistosen Bagiah Tengah, sebuah kubah parasitik tumbuh pada lereng barat Gunungapi Sunda, Gunung Burangrang, yang selanjutnya diikuti oleh proses runtuhnya gunungapi ini yang membentuk sebuah kaldera diikuti oleh proses terjadinya patahan Lembang yang berarah barat-timur di lereng bagian selatan dan patahan yang berbentuk melengkung di bagian utara Gunung Tangkubanparahu (Sunardi dan Koesoemadinata, 1997).

Pengendapan di dalam Cekungan Bandung sendiri yang dimulai sekitar 126.000 tahun lalu, berupa batuan klastika gunungapi dan sedimen danau. Analisis umur absolut tanah purba (paleosol) di bawahnya yang diperkirakan sebagai batuan dasar Cekungan Bandung memberikan umur rata-rata 135.000 tahun yang lalu. Di antara tanah purba dan batuan terbawah Cekungan Bandung terdapat banyak lapisan tefra atau abu gunungapi. Hal itu mengindikasikan adanya kegiatan vulkanisme yang mengawali pembentukan Danau Bandung (Dam, 1994 opcit Bronto dan Hartono, 2006).

Elemen struktur utama yang terdapat di daerah Bandung di antaranya adalah Sesar Lembang yang terorientasi hampir barat-timur, zona patahan naik Rajamandala, dan beberapa patahan normal hampir barat-timur di daerah marjinal bagian selatan dataran Bandung. Daerah-daerah volkanik Pleistosen yang lebih tua dan bahkan volkanik Tersier mengalami level erosi yang cukup dalam juga terkena pengaruh patahan-patahan tersebut. Elemen struktur yang lebih tua sebagian tertutup oleh

material vulkanik dan sedimentasi memperlihatkan jalur utara-selatan (Dam, 1994).

Metoda Penelitian

Metoda penelitian yang digunakan adalah dengan menganalisis stratigrafi pada endapan Sagpond yang terletak di sepanjang Sesar Lembang. Untuk menentukan lokasi keberadaan Sagpond di sepanjang Sesar Lembang, maka sebelumnya dilakukan deliniasi dengan menggunakan foto udara/citra landsat (Gambar 2). Setelah mendapatkan titik-titik lokasi yang diduga merupakan lingkungan sagpond, selanjutnya dilakukan pengeboran tangan (handbor). Dari stratigrafi Sagpond diharapkan akan diperoleh bukti rekaman perulangan sekuen Sagpond yang mencerminkan aktivitas pergerakan sesar. Banyaknya lapisan paleosol pada endapan Sagpond akan menjadi bukti pergerakan dari Sesar Lembang yang telah terjadi di masa yang lalu.

Analisis dan Diskusi

Pengambilan data stratigrafi Sagpond dengan menggunakan bor tangan di daerah Panyairan, Parongpong dan Graha Puspa, Cihideung, Lembang (Gambar 3). Penentuan lokasi pengamatan Sagpond didasarkan pada aspek morfologi.

Stratigrafi di Daerah Desa Panyairan, Parongpong

Pengambilan data stratigrafi Sagpond dilakukan di Desa Panyairan, Parongpong. Lokasi ini berada pada lembah dibelakang gawir Sesar Lembang dengan lebar lembah utara-selata sekitar 500 meter. Sebagian besar lokasi ini sudah dimanfaatkan menjadi kebun palawija dan sebagian masih memperlihatkan rawa yang ditutupi oleh semak. Jarak interval setiap titik pengamatan mulai dari 20 meter sampai sekitar 60 meter. Semakin rapat interval tiap titik pengamatan akan lebih baik karena dapat menghasilkan variasi stratigrafi yang lebih banyak (Gambar 4). Dari hasil pengeboran diperoleh data stratigrafi yang dapat digolongkan ke dalam empat satuan (Gambar 4), yaitu:

Page 4: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

154

U

Lokasi keterdapatan sagpond

Gambar 2. Analisis foto udara sepanjang Sesar Lembang yang memperlihatkan lokasi keterdapatan Sagpond yang berada pada blok utara sesar.

154

154

Page 5: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

155

Lokasi sagpond

Panyairan Graha Puspa

Gambar 3. Lokasi pengamatan stratigrafi Sagpond (tanda panah) di sepanjang Sesar Lembang dioverlap dengan Peta Geologi Daerah Bandung dan sekitarnya (Silitonga, 2003).

155

Page 6: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

156

Satuan tanah bagian atas (top soil) mempunyai ciri fisik berwarna coklat, lanauan, lembek sampai agak padat, tebal rata-rata 20 cm, banyak rumput.

Satuan endapan rawa, lempungan-lanauan, abu-abu sampai hitam, kaya sisa tumbuhan (rumput, akar halus), fragmen batuapung, fragmen batuan beku.

Satuan paleosol, coklat, lanauan, sisa rumput, akar halus, banyak mengandung fragmen kayu.

Satuan tufa, abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lempungan-lanauan, padat sedikit sisa daun, fragmen pumice berwarna krem, membundar tanggung, fragmen batuan beku.

Dari penampang stratigrafi (Gambar 4) terlihat bahwa sekuen Sagpond yang disusun oleh endapan rawa cukup tebal dengan dibatasi bagian atasnya oleh paleosol dan bagian bawahnya oleh tufa. Di daerah ini terdapat juga lapisan tufa epiklastik yang memperlihatkan butiran berupa fragmen batuan beku dan pumice dengan bentuk membundar tanggung (subrounded). Hal ini juga yang membuktikan bahwa lapisan tufa di daerah memperlihatkan tufa produk hasil erosi. Perulangan sekuen di daerah ini sangat jelas terutama pada bagian lingkungan Sagpond yang relatif dalam dan letaknya tidak terlalu jauh dengan gawir sesar. Semakin ke utara, menjauhi gawir sesar terlihat endapan rawa yang semakin tipis dan dangkal dengan perulangan sekuen yang semakin sedikit.

Stratigrafi Sagpond di Daerah Graha Puspa, Cihideung

Lokasi pengamatan stratigrafi Sagpond berupa lahan perumahan dan sebagian kecil lahan kosong berupa tegalan. Lokasi penyebaran endapan Sagpond cukup luas mulai dari gawir sesar bagian selatan sampai titik terjauh pengamatan kurang lebih 1.000 meter. Interval jarak titik pengamatan beragam mulai sekitar 15 meter sampai 100 meter, hal ini dikarenakan keberadaan lokasi yang sudah dipadati dengan bangunan perumahan. Dari hasil pengeboran diperoleh data stratigrafi yang dapat digolongkan ke dalam empat satuan (Gambar 5), yaitu:

Satuan tanah bagian atas (top soil) mempunyai ciri fisik berwarna coklat, lanauan, lembek sampai agak padat, tebal rata-rata 20 cm, banyak rumput.

Satuan endapan rawa, lanauan, abu-abu sampai hitam, sisa tumbuhan.

Satuan paleosol, coklat, lanauan, sisa rumput, akar halus, mengandung fragmen kayu.

Satuan tufa, pasiran, abu-abu sampai coklat kekuningan, fragmen pumice, membundar tanggung, coklat muda, fragmen batuan beku, menyudut tanggung (0,2 cm – 0,5 cm).

Dari penampang stratigrafi (Gambar 5) terlihat bahwa sekuen Sagpond yang disusun oleh endapan rawa yang cukup tebal dan dalam dengan dibatasi bagian atasnya oleh paleosol dan bagian bawahnya oleh tufa. Setiap sekuen tidak seluruhnya disusun oleh paleosol, endapan rawa dan tufa, tetapi sebagian memperlihatkan sekuen tersebut hanya tersusun oleh rawa dan tufa atau paleosol dan endapan rawa saja. Pada lokasi ini terdapat pula tufa hasil erosi (epiklastik). Tufa ini mempunyai butiran yang kasar berupa fragmen pumice dan batuan beku dengan bentuk membundar sampai membundar tanggung, berukuran sekitar 0,2 cm – 0,5 cm. Perulangan sekuen ini sangat jelas terutama di bagian selatan yang letaknya tidak terlalu jauh dengan gawir sesar dan merupakan bagian terdalam dari lingkungan pengendapan Sagpond di daerah Graha Puspa, Cihideung. Ketebalan dan kedalaman endapan rawa sangat bervariasi, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan topografi basement pada saat mulai terbentuknya endapan sagpond. Dari penampang stratigrafi menunjukkan bahwa di daerah Graha Puspa lebih banyak ditemukan lingkungan pengendapan Sagpond dengan lapisan endapan rawa yang tebal dan cukup dalam. Di daerah ini endapan rawa yang terbentuk mencapai kedalaman 4,5 meter dan mungkin bisa lebih dari itu. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena adanya perbedaan kedalaman lingkungan pengendapan Sagpond yang dipengaruhi oleh pergerakan sesar pada saat Sesar Lembang terbentuk. Gerak turun (normal) dari hangingwall (blok utara) semakin ke barat semakin kecil, hal ini nampak pula dari topografi yang memperlihatkan gawir sesar yang semakin landai dan menghilang ke arah barat.

Page 7: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

157

Gam

bar 4

. Pe

nam

pang

stra

tigra

fi Sa

gpon

d di

dae

rah

Pany

aira

n, P

aron

gpon

g. D

ata

diam

bil d

enga

n bo

r tan

gan

sam

pai k

edal

aman

5 m

eter

.

Page 8: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

158

Gam

bar 5

. Pen

ampa

ng st

ratig

rafi

Sagp

ond

di d

aera

h G

raha

Pus

pa, C

ihid

eung

.

Page 9: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

159

sagpond

Proses Erosi Proses

Sedimentasi

Footwall Hangingwall

S U

t1 t2

t3

Gawir sesar

paleosol-1 paleosol-2

paleosol-3

soi

Gambar 6. Hubungan aktifitas sesar normal dengan pembentukan endapan Sagpond di daerah yang dekat dengan

bidang sesar (t1, t2, dan t3 adalah waktu pembentukan paleosol).

Dari penampang stratigrafi Sagpond memperlihatkan adanya perulangan lapisan paleosol yang cukup banyak. Hal ini membuktikan adanya perulangan proses penurunan pada Sagpond tersebut. Pada saat sudah tidak ada lagi akomodasi, maka bagian atas rawa akan terekpos dipermukaan dengan kondisi air semakin mengering sehingga menyebabkan pelapukan dan terbentuk paleosol. Dalam waktu yang bersamaan jika tidak terjadi proses penurunan maka paleosol yang terbentuk akan semakin tebal, tetapi jika ada proses penurunan yang semakin cepat maka paleosol akan terbentuk sangat tipis. Hal lain yang mungkin terjadi adalah tidak terbentuknya lapisan paleosol karena kecepatan penurunan lebih besar dibandingkan dengan proses pengeringan lingkungan rawa.

Proses penurunan pada Sagpond tidak terlepas dari pengaruh aktivitas pergerakan Sesar Lembang pada bagian hangingwall yang bergerak normal (blok utara) karena posisi Sagpond yang berada dekat dengan gawir sesar yang merupakan bidang sesar dari Sesar Lembang. Semakin banyak perulangan paleosol merupakan cerminan aktivitas pergerakan Sesar Lembang yang aktif. Proses penurunan di daerah ini relatif cepat dan besar karena tektoniknya lebih aktif sehingga lingkungan Sagpond ini tetap berada pada daerah yang rendah dan cukup dalam. Lingkungan yang dalam dan aliran yang tenang mengakibatkan terbentuknya endapan rawa kaya organik (sisa tumbuhan) yang cukup tebal mengisi lingkungan pengendapan Sagpond pada daerah ini (Gambar 6).

Penampang stratigrafi di daerah Graha Puspa memperlihatkan adanya perulangan sekuen yang masing-masing dibatasi oleh lapisan paleosol. Banyaknya sekuen Sagpond antara 3 sampai 7 sekuen terutama di kedua daerah tersebut. Perulangan sekuen ini merupakan indikasi aktivitas pergerakan Sesar Lembang yang aktif. Analisis stratigrafi Sagpond memperlihatkan bahwa Sagpond yang terbentuk pada blok utara diakibatkan proses pergerakan normal atau gerak turun dari blok utara terhadap blok selatan. Hal ini dikaitkan dengan kegiatan kegempaan (seismik) yang terjadi pada sesar Lembang. Pada saat sesar ini tidak bergerak maka pada lingkungan Sagpond yang akan terbentuk adalah endapan rawa. Selama itu pengisian endapan terus berlangsung yang menyebakan semakin mendangkalnya lingkungan tersebut. Jika tidak ada lagi ruang akomodasi yang tersisa maka tidak menutup kemungkinan akan terbentuk lapisan tanah pada bagian atas endapan rawa. Selama sesar ini tidak bergerak maka yang terjadi adalah pementukan lapisan tanah yang tebal, tetapi pada saat sesar bergerak yang terjadi adalah penurunan kembali lingkungan Sagpond ini. Pada saat terjadi penurunan maka ruang akomodasi menjadi terbuka lagi dan akan diendapkan kembali sedimen rawa/danau. Peristiwa perulangan endapan rawa dan lapisan paleosol menjadi inikasi aktivitas Sesar Lembang. Selain itu, penurunan lingkungan Sagpond dibuktikan juga dengan adanya lapisan tufa epiklastik pada sekuen sagpond. Tentunya proses keterdapatan tufa epiklastik berhubungan dengan erosi akibat perbedan kemiringan dan perubahan base-level oleh proses penurunan pada blok utara terhadap blok selatan.

Page 10: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

160

Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian Dam (1994) dan Nossin et al (1996) yang menyebutkan bahwa Sesar Lembang merupakan sesar normal dimana blok utara relatif turun terhadap blok selatan. Selain itu, hasil penelitian ini memperlihatkan adanya kesamaan dengan pendapat Bemmelen (1949) yang menyebutkan Sesar Lembang merupakan sesar normal dengan kemiringan ke arah utara. Tetapi agak berbeda dengan pendapatnya Tjia (1968) yang menyebutkan bahwa pergerakan Sesar Lembang selain mempunyai arah gerak normal juga mempunyai komponen gerak sesar geser (strike-slip). Arah gerak mendatar ini akan menimbulkan beberapa bagian di sepanjang Sesar Lembang menjadi bagian yang turun (release) dan yang lainnya menjadi daerah tinggian. Mekanisme semacam ini dikenal dengan pull apart basin. Aliran sungai dari utara sebian terbendung sebleum menerobos gawir sesar. Aliran yang terbendung ini sebagian mengisi cekungan akibat mekanisme pull apart basin. Bagian yang turun dan membentuk cekungan ini akhirnya menjadi tempat yang ideal untuk lingkungan pengendapan sagpond. Tentunya mekanisme ini agak berbeda dengan kesimpulan penulis yang menyebutkan bahwa Sagpond yang terbentuk di sepanjang Sesar Lembang adalah mekanisme gerak normal sesar tersebut.

Data dating dari Nossin et al (1996) meyebutkan bahwa sesar ini terakhir bergerak 27.000 tahun

yang lalu dan bukti dilapangan memperlihatkan bahwa sampai saat ini pembentukan Sagpond masih berlanjut dengan adanya proses pengendapan rawa (daerah Graha Puspa dan Panyairan). Endapan rawa ini diendapkan di atas paleosol yang dianggap sebagai batas sekuen dari Sagpond yang berumur lebih tua. Artinya masa sekarang ini adalah masa dimana Sesar Lembang sedang diam (fase interseismik) yang tidak menutup kemungkinan akan bergerak kembali dimasa yang akan dating.

Kesimpulan

1. Berdasarkan data stratigrafi Sagpond menunjukkan adanya proses perulangan sekuen Sagpond yang sampai saat ini proses pembentukan Sagpond masih berlangsung. Proses ini tentunya sangat berkaitan dengan aktivitas pergerakan Sesar Lembang. Dengan bukti ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Sesar Lembang merupakan sesar aktif.

2. Analisis data stratigrafi Sagpond juga memperlihatkan adanya perulangan sekuen Sagpond yang menjadi bukti adanya penurunan pada blok utara (hangingwall), sehinga dapat diperkirakan bahwa mekansime Sesar Lembang merupakan sesar normal dinama blok utara (hangingwall) relatif turun terhadap blok selatan (footwall).

Daftar Pustaka Bates, R. L., dan Jackson, J. A.,

1995. Glossary of Geology, Third Edition. American Geological Institute, Alexandria, Virginia.

Bemmelen, R. W., 1949. The geology of Indonesia. Vol. I A., The hague Martinus Niijhoff.

Brahmantyo, B., 2005. Geologi Cekungan Bandung. Penerbit Institut Teknologi Bandung (tidak dipublikasikan).

Bronto, S. dan Hartono, U., 2006. Potensi Sumberdaya Geologi di Daerah

Cekungan Bandung dan Sekitarnya. Jurnal Geologi Indonesia, 1(1): 9-18.

Dam M. A. C., 1994. The Late Quaternary Evolution of the Bandung Basin, West Java, Indonesia. Thesis, Vrije Universiteit Amsterdam.

Keller, E. A. dan Pinter N., 1996. Active Tectonics (Earthquake, Uplift and Landscape). Prentise Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458.

Kertapati E., 2006. Aktivitas Gempabumi di Indonesia (Perspektif Regional pada Karakteristik Gempabumi Merusak). Pusat Survey Geologi, Badan Geologi, Bandung.

Marjiyono, Soehaimi, A., dan Kamawan, 2008. Identifikasi Sesar Aktif Daerah Cekungan Bandung dengan Data Citra Landsat dan Kegempaan. Jurnal Sumber Daya Geologi, XVIII(2) 65-132.

Page 11: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

161

McCalpin, J. P., 1996. Paleoseismology. Academic Press.

Nossin, J. J., Voskuil, R. P. G. A., Dam, R. M. C., 1996. Geomorphological development of the Sunda volcanic complex, west Java, Indonesia. ITC Journal, hal. 157-165.

Silitonga, P. H., 2003. Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Sunardi, E. and Koesoemadinata, R.P., 1997. Magnetostratigraphy of volcanic rocks in

Bandung Area, Pros. PIT ke XXVI IAGI, Jakarta.

Tjia, H. D., 1968. The Lembang Fault, West Java. Geologie En Mijnbouw, 47: 126-130.

Page 12: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

162

Page 13: Analisis Endapan Sagpond Pada Sesar Lembang

Jurnal Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 151 – 161