analisa implementasi aspek safety pada coal mill plant 14.pdf

56
i ANALISA IMPLEMENTASI ASPEK SAFETY PADA COAL MILL PLANT 14 LAPORAN AKHIR PROGRAM MANAGEMENT TRAINEE PADA PLANT 14 PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. DI CITEUREUP BOGOR Oleh : YANUAR RAKA SIWI NIK : 1410164 TAHUN 2015

Upload: teguhpriyoutomo

Post on 06-Nov-2015

61 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • i

    ANALISA IMPLEMENTASI ASPEK

    SAFETY PADA COAL MILL PLANT 14

    LAPORAN AKHIR

    PROGRAM MANAGEMENT TRAINEE

    PADA

    PLANT 14

    PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.

    DI

    CITEUREUP BOGOR

    Oleh :

    YANUAR RAKA SIWI

    NIK : 1410164

    TAHUN 2015

  • ii

    Plant/Division : Plant 14

    Department : Production

    TANDA PERSETUJUAN

    LAPORAN AKHIR

    Nama : Yanuar Raka Siwi

    NIK : 1410164

    Bagian : Production Plant 14

    Judul : Analisa implementasi aspek safety pada coal mill plant 14

    Citeureup, 30 Maret 2015

    Menyetujui,

    Pembimbing,

    D. N. Wiryasantika Dika Avianto

    Plant Manager Engineer

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan laporan akhir dengan judul Analisa Implementasi Aspek

    Safety Pada Coal Mill Plant 14.

    Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan

    kelulusan Program Management trainee yang diadakan oleh Corporate

    Human Resource Development Division PT. Indocement Tunggal

    Prakarsa, Tbk.

    Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua

    pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan akhir ini,

    terutama kepada :

    1. Bapak D. N. Wiryasantika selaku Plant Manager P 14

    2. Bapak Dika Avianto selaku Engineer P 14

    3. Ibu Dani Handajani selaku Corporate Human Resource

    Development Division Manager

    4. Bapak Tomas Arista selaku Corporate People Development

    Departement Head

    5. Seluruh staff dan karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa

    Tbk, khususnya staff dan karyawan plant 14 yang telah bersedia

    membantu memberikan informasi, bantuan dan pengarahan

    untuk menyelesaikan laporan ini.

    6. Rekan-rekan Management Trainee angkatan 2014 batch 1 dan

    JELPRO P-14 yang selalu memberi dukungan dan semangat

    bagi penulis.

    7. Orang tua dan teman-teman yang selama ini mendukung dalam

    segala hal hingga dapat terselesaikannya laporan ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam laporan masih banyak terdapat

    kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran dari berbagai pihak sangat

    penulis harapkan untuk dapat membangun laporan ini kearah yang lebih

    baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

    Citeureup, 30 Maret 2015

    Penyusun,

    Yanuar Raka Siwi

    NIK : 1410164

  • iv

    ABSTRAK

    PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan salah satu

    produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis

    semen diantaranya OPC (Ordinary Portland Cement), PCC (Portland

    Composite Cement), OWC (Oil Wheel Cement), dan WC (White Cement).

    Produk semen yang paling banyak dihasilkan adalah type OPC (Ordinary

    Portland Cement) dan PCC (Portland Composite Cement). Sebagai salah

    satu produsen semen, PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dituntut

    untuk dapat selalu menjaga dan meningkatkan produksi dan mutu dari

    semen yang dihasilkan.

    Operasi kiln sangat bergatung pada ketersediaan bahan bakar (fine

    coal). Unit yang bertanggung jawab dalam penyediaan fine coal untuk

    proses pembakaran tersebut adalah unit Coal mill. Coal mill yang

    beroperasi pada plant 14 berjumlah 2 buah. Coal mill tersebut adalah

    Loesche LM 28.3 dengan kapasitas penyediaan produk fine coal 35 - 41

    ton per jam. Coal mill sebagai unit penyedia bahan bakar utama

    (batubara) mempunyai peran yang vital dalam menjaga kelancaran proses

    produksi semen. Aspek safety dalam setiap tahapan pengolahan batubara

    mulai dari area penyimpanan, pengolahan dalam mill sampai

    penyimpanan fine coal dalam bin harus benar - benar diperhatikan.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk adalah mengetahui aspek

    safety yang perlu diperhatikan di area coal mill plant 14. Aspek safety

    yang perlu diperhatikan meliputi sistem management, desain alat dan

    housekeeping. Poin poin yang dibahas adalah dalam pembahasan ini

    adalah auto ignition temperature, stockpile management, ATEX zones,

    explosion door, inerting system dan housekeeping.

    Dari hasil pembahasan didapatkan beberapa rekomendasi sebagai

    referensi jika plant 14 sudah beroperasi di kemudian hari. Beberapa

    rekomendasi tersebut adalah batasan temperatur yang diijinkan dalam

    area coal mill, metode penyimpanan dalam stockpile, pemasangan

    explosion door di area area dengan potensi bahaya tinggi, prosedur

    keamanan pengoperasian yang menyangkut inerting system dan

    perawatan housekeeping.

    Kata kunci : Safety, Atex, Explosion door, Inerting system, Housekeeping

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Spesifikasi raw coal plant 14 ................................................... 10

    Tabel 2.2 Nilai proximate analysis adaro envirocoal - 4000 .................... 10

    Tabel 2.3 Nilai ultimate analysis adaro envirocoal - 4000 ....................... 11

    Tabel 2.4 Spesifikasi product fine coal plant 14 ...................................... 11

    Tabel 2.5 Spesifikasi coal mill plant 14 ................................................... 12

    Tabel 2.6 Kondisi operasi coal mill plant 14 ............................................ 13

    Tabel 3.1 Reaksi yang terjadi dalam SP Dan kiln ................................... 27

    Tabel 4.1 Auto ignition temperature point untuk berbagai jenis coal ....... 29

    Tabel 4.2 Lama waktu penyimpanan coal yang direkomendasikan ........ 32

    Tabel 4.3 Tinggi pile di coal storage yang direkomendasikan ................. 32

    Tabel 4.4 Hubungan batasan oksigen yang diperbolehkan dalam sistem

    dengan kadar volatile dalam coal .......................................... 40

    Tabel 4.5 Kadar CO2 diudara dan efek yang ditimbulkan ....................... 43

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Aliran material dari truck dumping sampai storage hall ....... 4

    Gambar 2.2 Aliran material storage hall sampai ke raw coal bin ............ 5

    Gambar 2.3 Aliran material di area coal mill 1 ........................................ 6

    Gambar 2.4 Aliran material di area coal mill 2 ........................................ 7

    Gambar 2.4 Aliran material di fine coal bin ............................................. 8

    Gambar 2.5 Skema segitiga api .............................................................. 14

    Gambar 3.1 Struktur organisasi perusahaan .......................................... 21

    Gambar 3.2 Struktur organisasi plant 14 ................................................ 22

    Gambar 3.3 Tahapan proses pembuatan semen.................................... 24

    Gambar 4.1 ATEX zones di area grinding plant ...................................... 34

    Gambar 4.2 ATEX zones di area product handling ................................. 35

    Gambar 4.3 Skema explosion pentagon ................................................. 37

    Gambar 4.4 Explosion door diatas fine coal bin ..................................... 38

    Gambar 4.5 Explosion door di jalur ducting keluar mill ........................... 38

    Gambar 4.6 Explosion door di bag filter .................................................. 39

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

    KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

    ABSTRAK .................................................................................................. iv

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ v

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi

    DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

    1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

    1.3. Batasan Masalah ................................................................................ 2

    1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3

    BAB II KERANGKA TEORI ........................................................................ 4

    2.1. Aliran material dari storage sampai fine coal bin ................................. 4

    2.3. Spesifikasi rawcoal dan fine coal product ......................................... 10

    2.3.1. Spesifikasi rawcoal yang digunakan di plant 14 ......................... 10

    2.3.2. Spesifikasi fine coal product yang dihasilkan di plant 14 ............ 11

    2.4. Spesifikasi Coal mill .......................................................................... 11

    2.5. Kondisi operasi coal mill ................................................................... 13

    2.6. Konsep segitiga api ........................................................................... 13

    BAB III GAMBARAN UMUM .................................................................... 16

    3.1. Sejarah perusahaan .......................................................................... 16

    3.2. Visi dan misi perusahaan .................................................................. 20

    3.3. Struktur organisasi perusahaan ........................................................ 21

    3.4. Struktur organisasi plant 14 .............................................................. 22

    3.5. Proses produksi semen..................................................................... 23

    BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................... 29

    4.1. Sistem management ......................................................................... 29

    4.1.1. Auto ignition temperature ........................................................... 29

  • viii

    4.1.2. Stockpile management ............................................................... 31

    4.2. Desain alat ........................................................................................ 33

    4.2.1. ATEX .......................................................................................... 33

    4.2.2. Explosion door ............................................................................ 36

    4.2.3. Inerting system ........................................................................... 40

    4.3. Housekeeping ................................................................................... 44

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 46

    5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 46

    5.2 Saran ................................................................................................. 47

    DAFTAR PUSTAKA

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan salah satu

    produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis

    semen diantaranya OPC (Ordinary Portland Cement), PCC (Portland

    Composite Cement), OWC (Oil Wheel Cement), dan WC (White Cement).

    Produk semen yang paling banyak dihasilkan adalah type OPC (Ordinary

    Portland Cement) dan PCC (Portland Composite Cement). Sebagai salah

    satu produsen semen, PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dituntut

    untuk dapat selalu menjaga dan meningkatkan produksi dan mutu dari

    semen yang dihasilkan.

    Kebutuhan semen terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan

    pembangunan di Indonesia yang masih terus berjalan. Kondisi lain yang

    terjadi adalah semakin banyak pula industri semen baru yang beroperasi

    di indonesia, kondisi ini mendorong PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

    Untuk membangun sebuah plant baru yaitu Plant 14. Plant 14 ini didirikan

    di daerah citeureup dengan kapasitas 10.000 ton klinker per hari, yang

    pembanguannya telah dimulai pada juli 2013 dan ditargetkan selesai pada

    juli 2015 dengan didirikannya plant 14 ini diharapkan kapasitas produksi

    semen akan meningkat secara signifikan dan dapat dilakukan perluasan

    pasar semen tiga roda yang telah ada.

    Plant 14 sebagai Plant dengan kapasitas terbesar di indonesia

    (kapasitas 10.000 ton klinker per hari) tentunya akan membutuhkan bahan

    bakar dengan jumlah yang besar pula untuk kelangsungan operasi plant

    tersebut. Di Plant 14 akan digunakan beberapa jenis bahan bakar untuk

    menunjang proses operasi pada plant tersebut. Adapun bahan bakar yang

    digunakan adalah batubara (coal), Industrial diesel oil (IDO) dan

    alternative fuel. Bahan bakar yang digunakan dalam jumlah besar adalah

    batubara (coal). Batubara tersebut digunakan dalam proses pembakaran

  • 2

    di dalam kiln dan calciner. Batubara yang digunakan dalam proses

    tersebut berbentuk serbuk serbuk yang halus (fine coal).

    Unit yang bertanggung jawab dalam penyediaan fine coal untuk

    proses pembakaran tersebut adalah unit Coal mill. Coal mill yang

    beroperasi pada plant 14 berjumlah 2 buah. Coal mill tersebut adalah

    Loesche LM 28.3 D dengan kapasitas penyediaan produk fine coal 35 - 41

    ton per jam. Adapun proses yang terjadi di dalam coal mill adalah proses

    drying (pengeringan raw coal), proses grinding (penggerusan raw coal) ,

    separating ( pemisahan produk yang sudah halus dan yang masih kasar)

    dan conveying (transportasi fine coal dari keluar dari mill).

    Coal mill sebagai unit penyedia bahan bakar utama (batubara)

    mempunyai peran yang vital dalam menjaga kelancaran proses produksi

    semen. Aspek safety harus selalu diperhatikan dalam setiap kegiatan

    proses produksi yang dilakukan. Seperti diketahui bahwa batubara

    memiliki sifat khusus seperti dapat terbakar sendiri dalam temperatur

    tertentu (auto ignition) serta mempunyai potensi ledakan apabila terbakar

    dalam sistem tertutup. Untuk itu aspek safety dalam setiap tahapan

    pengolahan batubara mulai dari area penyimpanan, pengolahan dalam

    mill sampai penyimpanan fine coal dalam bin harus benar - benar

    diperhatikan. Dari hal tersebut maka penulis mangambil judul Analisa

    Implementasi Aspek Safety Pada Coal Mill Plant 14.

    1.2. Rumusan Masalah

    Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, maka diambil

    rumusan masalah yang diambil adalah Apa saja aspek safety yang harus

    diperhatikan dalam pengoperasian coal mill plant 14.

    1.3. Batasan Masalah

    Pembahasan aspek safety hanya mencakup coal mill unit, sistem

    transportasi coal dan coal storage area plant 14

  • 3

    1.4. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aspek safety

    yang perlu diperhatikan di area coal mill plant 14.

  • 4

    BAB II

    KERANGKA TEORI

    2.1. Aliran material dari storage sampai fine coal bin

    Berikut ini deskripsi aliran batubara dari storage sampai fine coal bin

    Gambar 2.1 Aliran material dari truck dumping sampai storage hall

    Sumber : Flowsheet plant 14 project, raw material area

    Rawcoal dari truck ditumpahkan ke dalam rawcoal hopper

    (N0631HO01). Coal tersebut kemudian turun melewati needle gate

    kemudian masuk ke apron feeder. Dari apron feeder kemudian raw coal

    akan ditransportasikan melalui belt conveyor (N0631BC01) dimana di belt

    conveyor tersebut terdapat magnetic separator dan metal detector.

    Magnetic separator akan memisahkan logam seperti besi dan baja dari

    aliran raw coal. Metal detector akan mendeteksi logam yang lolos dari

    magnetic separator. Raw coal akan masuk ke dalam roller feeder

    (wobbler). Roller feeder (wobbler) ini berfungsi sebagai pemisah antara

    coal yang kasar dan halus sekaligus sebagai transportasi coal yang kasar.

    Coal yang halus ( dengan ukuran < 65 mm) akan turun melalui celah

    diantara roller feeder kemudian menuju ke belt conveyor (N0632BC01),

    sedangkan coal reject (ukuran > 65mm) keluar dari roller feeder. Coal

  • 5

    kasar ini selanjutnya akan dikirim ke unit pengolahan limbah untuk diolah

    lebih lanjut.

    Pada belt conveyor N0632BC01 tersebut terdapat belt scale yang

    berfungsi untuk menimbang material coal yang berada di atas belt.

    Setelah melewati belt conveyor N0632BC01 rawcoal akan menuju ke belt

    conveyor N0632BC02 kemudian menuju ke stacker (N0632ST01), dari

    stacker ini coal akan dialirkan ke belt conveyor untuk kemudian dijatuhkan

    ke storage hall membentuk pile.

    Gambar 2.2 Aliran material storage hall sampai ke raw coal bin.

    Sumber : Flowsheet plant 14 project, raw material area

    Dari storage hall coal terlebih dahulu akan disisir oleh reclaimer,

    coal dari pile akan turun ke kebawah kemudian akan terbawa oleh scraper

    menuju ke belt conveyor (N0641BC01). Di belt conveyor tersebut terdapat

    magnetic separator yang berfungsi untuk memisahkan logam yang seperti

    besi dan baja. Raw coal akan menuju belt conveyor N0641BC02, di belt

    conveyor ini terdapat belt scale yang berfungsi sebagai timbangan raw

    coal yang ada di atas belt tersebut. Dari belt conveyor 02 coal akan

    menuju ke belt conveyor N0641BC03.

  • 6

    Belt conveyor N0641BC03 merupakan belt conveyor reversible

    dimana belt tersebut bisa bergerak ke dua arah. Belt conveyor tersebut

    dapat bergerak untuk jalur suplai Plant 14 ataupun menuju ke existing belt

    conveyor BC 6A untuk suplai rawcoal ke plant 6-11 dan BC 6B yang

    merupakan jalur suplai ke coal ke plant 7-8. Dari Belt conveyor tersebut

    coal akan menuju ke rangkaian belt conveyor N0641BC04, N0641BC05,

    N0641BC06, N0641BC07, N0641BC08, N0641BC09, N0641BC09 dan

    N0641BC10. Di belt conveyor N0641BC10 ini terdapat metal detector

    yang berfungsi untuk mendeteksi logam yang lolos dari magnetic

    separator. Pada akhir jalur belt conveyor terdapat pneumatic two way

    valve. Jika logam - logam tersebut terdeteksi di metal detector maka two

    way valve tersebut akan terbuka ke arah reject, sedangkan jika dalam

    keadaan normal raw coal akan diteruskan mengalir kearah belt conveyor

    N0641BC11. Belt conveyor N0641BC11 ini merupakan belt conveyor

    dengan dua arah dimana arah yang satu akan mengisi raw coal bin untuk

    coal mill 1 dan arah yang lain akan mengisi rawcoal bin untuk coal mill 2.

    Gambar 2.3 Aliran material di area coal mill 1

    Sumber : Flowsheet plant 14 project, coal mill area

  • 7

    Gambar 2.4 Aliran material di area coal mill 2

    Sumber : Flowsheet plant 14 project, coal mill area

    Untuk aliran material yang berada di coal mill 1 dan coal mill 2 adalah

    sama alurnya. Berikut ini deskripsi aliran material di coal mill 1. Raw coal

    yang berada dalam raw coal bin kemudian akan turun menuju ke weighing

    feeder untuk kemudian ditimbang sebelum masuk dalam mill. Di bagian

    bawah weighing feeder ini terdapat spillage conveyor yang berfungsi

    sebagai cleaner jika ada material tumpahan dari weighing feeder. Dari

    weighing feeder coal akan masuk kedalam mill melaui rotary air lock. Gas

    panas yang masuk ke dalam coal mill berasal dari suspension preheater,

    dimana gas tersebut akan dilewatkan ke dalam EP coal mill terlebih

    dahulu untuk memisahkan raw meal dust yang terbawa dari SP. Keluar EP

    coal mill hot gas akan masuk ke dalam mill. Raw meal dust produk dari EP

    tersebut akan dialirkan chain conveyor kemudian menuju bucket elevator

    selanjutnya akan masuk ke dalam kiln dust hooper

    Proses yang terjadi di dalam mill adalah pengeringan, penggerusan ,

    pemisahan produk halus dan kasar serta transportasi coal. Coal yang

    sudah digerus akan terhisap keatas menuju ke separator karena tarikan

  • 8

    dari bag filter fan. Di dalam separator / classifier terjadi pemisahan

    material yang halus dan masih kasar. Material kasar akan turun kembali

    ke dalam mill untuk digerus kembali dan material halus akan terhisap

    keluar separator bersama gas untuk kemudian menuju ke bag filter. Di

    dalam bag filter ini terjadi proses pemisahan antara fine coal dengan gas.

    Fine coal akan tertahan di filter, sedangkan gas akan keluar menuju ke

    chimney. Fine coal yang tertahan di dalam filter akan dipurging

    menggunakan gas bertekanan sehingga fine coal tersebut jatuh dan

    menuju ke screw conveyor. Dari screw conveyor fine coal akan dialirkan

    menuju ke dust pump. Fine coal dipompa menggunakan dust pump

    menuju ke fine coal bin 01 dan fine coal bin 02.

    Gambar 2.4 aliran material di fine coal bin

    Sumber : Flowsheet plant 14 project, coal mill area

  • 9

    Fine coal didalam fine coal bin 1 akan digunakan untuk suplai coal

    ke calciner burner, sedangkan di fine coal bin 2 akan digunakan untuk

    suplai coal ke kiln burner. Coal akan turun dari fine coal bin menuju ke

    coal weighing system untuk ditimbang beratnya kemudian akan

    dihembuskan menuju ke calciner burner ataupun kiln burner

    menggunakan udara bertekanan yang dihasilkan oleh roots blower.

    2.2. Proses yang terjadi di dalam coal mill

    Jenis mill yang digunakan di unit coal mill adalah vertical roller mill.

    Adapun proses yang terjadi di dalam vertical roller mill tersebut adalah :

    A. Penggilingan (grinding)

    Material (coal) masuk ke dalam VRM (Vertical Roller Mill) akan jatuh

    kearah pusat table. Dikarenakan putaran table coal akan terlempar sisi

    sisi table. Pada sisi sisi table ini lah coal akan digrinding. Coal

    digerus oleh roller yang berputar dikarenakan efek putaran table.

    B. Pengeringan (drying)

    Proses pengeringan terjadi dikarenakan proses kontak gas panas

    dengan coal di dalam mill. Gas panas yang digunakan berasal dari

    suspension preheater. Digunakan gas panas dari suspension

    preheater karena kadar oksigen yang rendah ( kadar O2 gas keluar

    suspension preheater < 5 %). Karena kontak dengan gas panas maka

    kadar moisture dalam coal akan mengalami penurunan.

    C. Pemisahan (separating)

    Material hasil grinding akan terbawa keatas bersama aliran gas panas.

    Aliran gas panas dan material akan menuju ke ke separator / classifier.

    Material dengan kehalusan tertentu akan lolos dari separator dan akan

    terbawa gas panas menuju ke bag filter. Material yang tidak lolos

    separator akan jatuh kembali ke bawah kearah pusat table untuk

    selanjutnya digiling kembali.

    D. Transportasi material (conveying)

  • 10

    Dalam sistem coal mill terjadi pula proses pentransportasian material.

    Material coal yang akan ditransportasikan dari dalam mill untuk

    kemudian keluar dari mill sebagai produk fine coal.

    2.3. Spesifikasi rawcoal dan fine coal product

    2.3.1. Spesifikasi rawcoal yang digunakan di plant 14

    Dari data production requirements spesifikasi coal yang dapat

    digunakan adalah tipe MCV dan LCV coal dengan masing masing

    Hardgrove Index > 40.

    Tabel 2.1 Spesifikasi raw coal plant 14

    Parameter satuan MCV LCV

    Hardgrove Index oH 40 40

    Moisture content rawcoal % 28 38

    Moisture content fine coal % 8 12

    Sumber : Plant 14 production requirements data sheet

    Untuk plant 14 sendiri akan menggunakan coal dari adaro tipe

    adaro envirocoal-4000. Adapun spesifikasi Adaro envirocoal-4000 adalah

    diambil dariadaro envirocoal-4000 data sheet adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.2 Nilai proximate analysis adaro envirocoal - 4000

    Proximate Analysis

    Parameter Satuan A.D. Basis A.R. Basis

    Moisture % 20 38

    Ash % 3 -

    Volatile matter % 40 -

    Fixed carbon % 36 -

    Calorific Value Kcal / kg 5200 4100

    Hardgrove Index oH 65

    Total sulphur % 0,25

    Sumber : adaro envirocoal-4000 data sheet

  • 11

    Tabel 2.3 Nilai ultimate analysis adaro envirocoal - 4000

    Ultimate Analysis

    Parameter satuan D.A.F basis

    Carbon % 72

    Hydrogen % 5

    Nitrogen % 1

    Oksigen % 22

    Sulphur % b 0,32

    Sumber : adaro envirocoal-4000 data sheet

    Keterangan :

    A.D : air dried (kondisi batubara setelah surface moisturenya telah

    dikeringkan)

    A.R : as received ( kondisi batubara sebelum mengalami perlakuan

    apapun)

    D A F : dry, ash free (kondisi batubara dalam keadaan kering dan bebas

    Ash)

    2.3.2. Spesifikasi fine coal product yang dihasilkan di plant 14

    Dari data performance guarantee, fine coal yang dihasilkan oleh unit coal

    mill plant 14 mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

    Tabel 2.4 Spesifikasi product fine coal plant 14

    Parameter Satuan MCV LCV

    Fineness Residu 90 micron < 12 % < 12 %

    Moisture content product % < 8 < 12

    Sumber : Plant 14 performance guarantee data sheet

    2.4. Spesifikasi Coal mill

    Pada plant 14 tipe coal mill yang digunakan adalah Loesche Mill LM

    28.3 D. Berikut data spesifikasi mill diambil dari Loesche operating

    instructions data sheet :

  • 12

    Tabel 2.5 Spesifikasi Coal mill plant 14

    Coal mill plant 14

    Mill

    Parameter Satuan Spesifikasi

    Tipe Loesche Mill 28.3 D

    Motor power mill kW 730

    Tinggi mill mm 13000

    Berat mill ton 173,725

    Table Speed rpm Max 34,5

    Diameter table mm 2800

    Jumlah roller 3

    Diameter roller mm 1850

    Berat roller kg 8300

    Output product tph 35 ( dengan LCV coal)

    41 ( dengan MCV coal)

    Ketebalan table liner mm 125

    Jumlah table liner segmen 10

    Classifier

    Tipe LSKS 47 ZD r

    Jumlah classifier 1

    Motor power classifier kW 90

    Diameter classifier mm 4700

    Berat classifier ton 33,75

    Rotor speed rpm 73 - 246

    Sumber: Loesche operating instructions data sheet

  • 13

    2.5. Kondisi operasi coal mill

    Berikut ini kondisi operasi coal mill plant 14 diambil dari Loesche

    mill heat balance data sheet adalah sebagai berikut

    Tabel 2.6 Kondisi operasi coal mill plant 14

    Parameter Satuan

    Kondisi operasi

    4 stage

    preheater

    operation

    (LCV coal)

    5 stage

    preheater

    operation

    (MCV coal)

    Feed rate tph 56,9 57

    Feed moisture % 38 28

    Product rate

    (with moisture)

    tph 40,1 44,6

    Product moisture % 12 8

    Product rate ( dry basis) tph 35,3 41

    Pressure inlet mill Mbar - 5 - 5

    Temperature hot gas in oC 345 290

    Kadar O2 hot gas inlet

    mill

    % vol 4,5 4,5

    Temperature at mill exit oC 80 80

    Gas flow at mill exit M3/h 195.000 180.000

    Sumber : Loesche mill heat balance data sheet

    2.6. Konsep segitiga api

    Api merupakan suatu fenomena yang sering kita jumpai dalam

    kehidupan sehari hari. Api sendiri dapat terjadi dikarenakan suatu reaksi

    kimia yang berupa oksidasi yang bersifat eksotermis dan diikuti oleh

    pengeluaran cahaya dan panas serta dapat menghasilkan nyala, asap

    dan bara. Proses terjadinya api dimulai bila terdapat tiga unsur yaitu

    bahan/benda mudah terbakar (fuel), oksigen dan sumber panas. Bilamana

    ketiga unsur tersebut berada dalam kondisi yang seimbang/konsentrasi

  • 14

    tertentu, timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai proses

    pembakaran.

    Gambar 2.5 Skema segitiga api

    sumber : www.sentral-sistem.com/artikel-hse47-Fire-Triangle

    Tiga unsur api atau lebih umum dikenal dengan konsep segitiga api,

    adalah elemen elemen yang diperlukan kehadirannya untuk dapat

    mengahasilkan api. Ketiga elemen tersebut adalah :

    1. Bahan bakar (fuel) atau benda yang mempunyai heating value. Sifat-

    sifat benda/bahan untuk mudah atau tidaknya untuk menyala/terbakar

    sangat dipengaruhi oleh :

    a. Titik nyala dan bentuk fisik dari bahan bakar tersebut

    b. Suhu penyalaan sendiri (auto ignition temperatur), suhu dimana

    suatu benda apabila telah mencapai temperatur tersebut dapat dan

    dibiarkan dalam keadaan terbuka dapat terbakar dengan sendirinya

    Ada 3 wujud bahan bakar yaitu padat, cair dan gas. Untuk benda

    padat dan cair dibutuhkan panas pendahuluan untuk mengubah seluruh

    atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat mendukung terjadinya

    pembakaran.

    a. Benda padat

    Bahan bakar padat yang terbakar akan meninggalkan sisa berupa

    abu atau arang setelah selesai terbakar. Ini dikarenakan bahan

  • 15

    bakar padat pasti memupnyai kandungan Ash Contohnya: kayu,

    batu bara, plastik, kertas, saw dust, rice husk dan lain-lainnya.

    b. Benda cair

    Bahan bakar cair contohnya: bensin, IDO, minyak tanah dan lain

    lain.

    c. Benda gas

    Bahan bakar gas contohnya: gas alam (natural gas), asetilen,

    propan, butan, dan lain-lainnya.

    2. Sumber-sumber panas yang dapat menimbulkan api diantaranya :

    a. Api terbuka

    b. Sinar Matahari

    c. Energi mekanik, dapat dihasilkan karena gesekan/benturan antara

    dua benda dapat menimbulkan panas ataupun bunga api. Contoh :

    gesekan antara kiln shell dan kiln tyre

    d. Listrik, alat alat tertentu yang dialiri listrik akan menimbulkan panas

    3. Oksigen (O2)

    Sumber utama oksigen adalah dari udara yang ada disekitar kita.

    Udara yang ada di atmosfer mempunyai kandungan oksigen sebesar

    21%.

  • 16

    BAB III

    GAMBARAN UMUM

    3.1. Sejarah perusahaan

    PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Indocement atau

    Perseroan) adalah produsen semen di Indonesia yang didirikan pada

    tanggal 16 Januari 1985, sebagai hasil penggabungan enam perusahaan

    semen yang pada saat itu memiliki delapan pabrik. Indocement

    memproduksi semen dan saat ini memiliki beberapa anak perusahaan

    yang memproduksi beton siap-pakai (ready-mix concrete/RMC) serta

    mengelola tambang agregat dan trass.

    Selama 39 tahun beroperasi, Indocement terus menambah jumlah

    pabriknya, hingga saat ini mencapai 12 plant. 12 plant tersebut tersebar

    di 3 lokasi, yaitu Citeureup-Bogor, Palimanan-Cirebon, dan Tarjun-

    Kalimantan Selatan. Dengan rician 8 plant (Plant 1,2,3,4,5,6,7,8,11) di

    Citeureup, 2 plant di Palimanan (Plant 9,10), dan 1 plant di Tarjun (Plant

    12).

    Pada awal berdirinya, 1 Juni 1973, PT Indocement Tunggal Prakarsa

    bernama PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE). Pabrik ini mulai

    beroperasi pada tahun 1975 dan diresmikan pada tanggal 4 Agustus

    1975. Meningkatnya pembangunan sarana-sarana fisik di Indonesia

    menyebabkan badan usaha ini berkembang dengan pesat. Hal ini ditandai

    dengan dibangunnya pabrik-pabrik baru oleh badan usaha lain di daerah

    sekitarnya. Berikut ini ialah badan-badan usaha yang akhirnya melakukan

    merger menjadi PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. :

    1. PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE)

    Perusahaan ini merupakan pendiri Plant 1 dan Plant 2. Produk dari

    plant ini ialah semen tipe I ASTM. Kapasitas produksi dari Plant 1 ialah

    600.000 ton per tahun dan Plant 2 ialah 500.000 ton per tahun. Plant 1

    mulai beroperasi pada tanggal 18 Juli 1975 dan diresmikan pada

    tanggal 4 Agustus 1975, sedangkan Plant 2 beroperasi pada tanggal

  • 17

    14 Juli 1975 dan diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1976. Peralatan-

    peralatan yang digunakan pada plant ini diimpor dari Jepang (PT

    Kawasaki Heavy Industries Ltd.).

    2. PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE)

    Perusahaan ini merupakan perusahaan pendiri Plant 3 dan Plant 4.

    Produk dari plant ini ialah semen tipe I ASTM. Kapasitas produksi dari

    plant masing-masing sebesar 1 juta ton/tahun. Plant 3 beroperasi sejak

    tanggal 26 Oktober 1979 dan Plant 4 mulai beroperasi pada tanggal 17

    November 1980. Peralatan-peralatan yang digunakan pada plant ini

    diimpor dari Jerman (Centunion/KHD Humboldh Wedag HG).

    3. PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE)

    Perusahaan ini merupakan pendiri Plant 5. Produk utama dari plant ini

    ialah semen putih dan oil well cement. Plant 5 merupakan satu-satunya

    produsen semen putih yang ada di Indonesia. Kapasitas produksi dari

    plant ini ialah sekitar 200.000 ton per tahun. Plant ini diresmikan pada

    tanggal 16 Maret 1981. Peralatan-peralatan yang digunakan pada

    plant ini diimpor dari Jepang (PT Kawasaki Heavy Industries Ltd. dan

    Nihon Cement Co. Ltd).

    4. PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE)

    Perusahaan ini merupakan pendiri Plant 6. Produk utama dari plant ini

    ialah semen tipe I ASTM. Plant ini mulai beroperasi pada bulan

    Desember 1983. Kapasitas produksi dari plant ini ialah 1,5 juta

    ton/tahun. Peralatan-peralatan yang digunakan pada plant ini diimpor

    dari Jerman (Centunion/KHD Humboldh Wedag HG).

    5. PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprise (PIAICE)

    Perusahaan ini merupakan pendiri Plant 7. Plant ini mulai beroperasi

    pada tanggal 16 Desember 1984. Kapasitas produksi dari plant ini

    ialah 1,5 juta ton/tahun. Peralatan-peralatan yang digunakan pada

    plant ini diimpor dari Perancis (Polysius S.A.).

    6. PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE)

  • 18

    Perusahaan ini merupakan pendiri Plant 8. Plant ini mulai beroperasi

    pada tanggal 10 Juli 1985. Kapasitas produksi dari plant ini ialah 1,5

    juta ton/tahun. Peralatan-peralatan yang digunakan pada plant ini

    diimport dari Perancis (Polysius S.A.).

    Pada tanggal 16 Januari 1985 keenam perusahaan di atas

    melakukan kerjasama dengan melakukan merger yang bertujuan untuk

    memperkecil biaya operasional perusahaan. Pada tanggal 17 Mei 1985

    keenam perusahaan tersebut resmi berganti nama menjadi PT

    Indocement Tunggal Prakarsa dengan pengesahan dari Departemen

    Kehakiman dengan surat keputusan No. C2-3641.HT.01.01.Th.85 pada

    tanggal 15 Juni 1985. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 32

    pada tanggal 25 Juni 1985, pemerintah RI dengan diwakili Departemen

    Keuangan memutuskan untuk turut serta menanamkan modal pada PT

    Indocement Tunggal Prakarsa sebesar 35% dari total saham dan sisanya

    dimiliki oleh pihak swasta. Pada tanggal 16 Oktober 1989 setelah didapat

    surat izin dari Menteri Keuangan No. SI-062/SHM/MK-10/1989 PT

    Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) melakukan go public agar masyarakat

    dapat turut serta dalam penanaman modal PT ITP.

    Pada tahun 1991 PT ITP mengakuisisi sebuah pabrik semen yang

    berlokasi di Palimanan, Cirebon. Pabrik ini sebelumnya dikelola oleh PT

    Tridaya Manunggal Perkasa Cement Enterprise (TMPCE) selanjutnya

    pabrik ini dijadikan Plant 9 dan pada selanjutnya PT ITP membangun

    Plant 10 yang berlokasi di sebelah Plant 9, Plant 10 ini mulai dioperasikan

    pada bulan Januari 1997. Kapasitas produksi dari kedua plant ini masing-

    masing sebanyak 1,2 juta ton/tahun.

    Selanjutnya PT ITP membangun Plant 11 di Citeureup yang

    beroperasi sejak tanggal 1 Maret 1999. Kapasitas produksi dari plant ini

    ialah 2,4 juta ton/tahun. Pada tahun 2000, PT ITP kembali menambah

    plant-nya (Plant 12) dengan mengambil alih PT Indo Kodeco Cement yang

    berada di Tarjun, Kalimantan Selatan melalui joint venture (Indocement:

  • 19

    51%, Korea Devt. Co.: 46%, dan Marubeni Corp.: 3%). Kapasitas produksi

    dari plant ini ialah 2,4 juta ton/tahun.

    Pada tahun 2001, Heidelberg Cement Group, salah satu produsen

    semen terkemuka di dunia yang berpusat di Jerman dan beroperasi di 50

    negara, menjadi pemegang saham mayoritas PT Indocement Tunggal

    Prakarsa Tbk.. Sejak itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. bertekad

    untuk memulihkan kondisi keuangan yang sehat seperti sebelum

    terjadinya krisis keuangan di Asia.. Sejak 2006 hingga saat ini, PT

    Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. telah berhasil mencapai kondisi

    keuangan yang sehat.

    Pada tanggal 18 Desember 2002, perseroan menjadi pemegang

    saham pengendali di PT. Pionirbeton Industri. Heidelberg Cement Group

    yang merupakan perusahaan dimana Indocement sekarang tergabung,

    sangat kompeten dalam masalah teknis, finansial dan wilayah pemasaran

    dengan jaringan yang telah meliputi seluruh dunia.

    Sejak tahun 2005, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. mulai

    melakukan produksi Semen Komposit Portland (Portland Composite

    Cement/PCC). PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. juga memproduksi

    berbagai jenis semen lainnya, yaitu Semen Ordinary Portland Tipe I, Tipe

    II dan Tipe V, serta Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement) dan Semen

    Putih. Sampai saat ini, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan

    satu-satunya produsen Semen Putih di Indonesia. Produk-produk

    Perseroan tersebut dipasarkan dengan merek dagang Tiga Roda.

    Pada tahun 2007, Indocement membeli 51% saham PT Gunung Tua

    Mandiri, sebuah perusahaan tambang agregat yang terletak di Rumpin,

    Bogor, Jawa Barat. Pada tahun ini Indocement juga menyelesaikan

    proyek modifikasi Pabrik ke-8 di Citeureup, yang memberikan tambahan

    kapasitas produksi terpasang sebesar 600.000 ton semen per tahun.

    Pada tahun 2009 Birchwood Omnia Limited (HeidelbergCement

    Group), pemegang saham utama Indocement, menjual 14,1% sahamnya

    kepada publik. Anak perusahaan Indocement, PT Mandiri Sejahtera

  • 20

    Sentra (MSS), meningkatkan kepemilikannya menjadi 100% atas tambang

    agregat di Purwakarta, Jawa Barat, dengan estimasi cadangan sekitar 95

    juta ton. Akuisisi ini memampukan Indocement menjadi pemimpin pasar

    untuk pasokan agregat dengan total cadangan sebesar 115 juta ton.

    Melalui anak perusahaannya, PT Dian Abadi Perkasa dan PT Indomix

    Perkasa, Indocement menguasai 100% saham PT Bahana Indonor,

    sebuah perusahaan di bidang transportasi laut.

    Pada tahun 2010 Dua unit penggilingan-semen baru mulai

    beroperasi di Pabrik Palimanan, meningkatkan total kapasitas terpasang

    sebesar 1,5 juta ton semen menjadi 18,6 juta ton semen per tahun.

    Pembangunan dan inovasi yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal

    Prakarsa Tbk terus menerus berjalan hingga akhirnya pada tahun 2013

    proyek plant 14 dimulai. Plant 14 ini nantinya akan menjadi plant dengan

    kapasitas terbesar di Indonesia yaitu dengan kapasitas produksi 4,3 juta

    ton semen per tahun.

    3.2. Visi dan misi perusahaan

    Visi

    Pemain utama dalam bisnis semen dan beton siap-pakai, pemimpin

    pasar di Jawa, pemain kunci di luar Jawa, memasok agregat dan pasir

    untuk bisnis beton siap-pakai secara mandiri.

    Misi

    Kami berkecimpung dalam bisnis penyediaan semen dan bahan

    bangunan berkualitas dengan harga kompetitif dan tetap

    memperhatikan pembangunan berkelanjutan.

    Moto

    Turut Membangun Kehidupan Bermutu

  • 21

    3.3. Struktur organisasi perusahaan

    Gambar 3.1 Struktur organisasi perusahaan

    Sumber : Indocement intranet

    Susunan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi PT. Indocement Tunggal

    Prakarsa Tbk, yaitu :

    1. Dewan Komisaris

    Komisaris Utama : Dr. Albert Scheuer

    Wakil Komisaris Utama : Teddy Djuhar (merangkap Komisaris

    Independen)

    Wakil Komisaris Utama : I Nyoman Tjager (merangkap

    Komisaris Independen)

    Komisaris Independen : Muhamad Jusuf Hamka

    Komisaris : Dr. Lorenz Naeger

    Komisaris : Dr. Bernard Scheifele

    Komisaris : Daniel Hugues Jules Gauthier

  • 22

    2. Dewan Direksi

    Direktur Utama : Christian Kartawijaya

    Wakil Direktur Utama : Franciscus Welirang

    Direktur : Kuky Permana Kumalaputra

    Direktur : Hasan Imer

    Direktur : Tju Lie Sukanto

    Direktur : Ramakanta Bhattacharjee

    Direktur : Daniel Kundjono Adam

    Direktur : Benny S. Susanto

    Direktur : Daniel R. Fritz

    3.4. Struktur organisasi plant 14

    Gambar 3.2 Struktur organisasi plant 14

    Sumber : Plant 14 organization data sheet

    Susunan organisasi plant 14 terdiri dari seorang Plant Manager yang

    membawahi 3 Departement Head,yaitu :

    1. Production Departement Head

  • 23

    Production Departement Head bertugas mengawasi kegiatan

    proses produksi dan bertanggung jawab pada pelaksanaan kegiatan

    produksi mulai dari pengadaan bahan baku sampai dihasilkan produk

    semen. Production Departement Head membawahi section Raw mill,

    Coal Mill, Burning, Cement mill, dan Packing House.

    2. Mechanical Departement Head

    Mechanical Departement Head bertugas sepenuhnya dalam

    pengadaan peralatan proses produksi pembuatan semen dan

    bertanggung jawab dalam kegiatan yang menyangkut perbaikan dan

    pemeliharaan alat.

    3. Electrical Departement Head

    Electrical Departement Head bertugas dalam pengadaan suplai

    energi listrik yang dimanfaatkan pada kegiatan proses produksi. Baik

    pada peralatan maupun kegiatan pelayanan di dalamnya dan

    bertanggung jawab dalam kegiatan distribusi listrik pada setiap

    kegiatan proses produksi.

    3.5. Proses produksi semen

    Teknologi pembuatan semen diatas pada PT Indocement Tunggal

    Prakarsa Tbk. menggunakan teknologi proses kering karena mempunyai

    keuntungan yaitu biaya operasi yang rendah dan kapasitas produksi yang

    besar sehingga sangat menguntungkan pabrik.

    Pada proses kering bahan baku dipecah dan digiling sampai kadar

    air 1%. Bahan baku yang telah digiling dicampur dalam blending silo untuk

    mendapatkan campuran yang homogen dengan menggunakan udara

    tekan. Dan tepung yang telah homogen ini diumpankan ke kiln selanjutnya

    didinginkan dan dicampur dengan additive untuk kemudian digiling hingga

    menjadi semen. Secara umum proses pembuatan semen dengan proses

    kering dibagi atas lima bagian yaitu :

    1. Penyediaan Bahan Baku

    2. Pengolahan Bahan

    3. Pembakaran dan Pendinginan

  • 24

    4. Penggilingan Semen

    5. Pengisian dan Pengantongan Semen

    Tahapan proses overview dari pembuatan semen dapat dilihat

    pada gambar dibawah ini

    Gambar 3.3 Tahapan Proses Pembuatan Semen

    Gypsum & additive

    crushing

    drying & grinding

    preblending & storing

    quarrying

    homogenizing & storing

    preheating

    clinkering

    cooling

    storing

    Grinding

    storing

    packing

    fuel

  • 25

    Proses pembuatan semen diawali dengan persiapan bahan baku.

    Bahan baku dari pembuatan semen ialah batu kapur (lime stone), tanah

    liat (clay), pasir silika (silica sand) dan pasir besi (pyrite cinder) atau bijih

    besi (iron ore). Masing-masing bahan baku yang digunakan ini harus

    memiliki kandungan oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO dengan

    komposisi tertentu.

    Mula-mula riset dilakukan untuk menentukan kandungan dan kualitas

    bahan baku yang terdapat di lokasi penambangan, sehingga daerah

    penyediaan bahan baku dapat ditentukan sebelum mendirikan unit proses

    keseluruhan pada pabrik. Selanjutnya, pembuatan semen pada PT ITP

    akan melalui proses-proses sebagai berikut:

    1. Penambangan dan penyediaan bahan baku (unit mining)

    Penambangan bahan baku dilakukan tidak jauh dari lokasi pabrik

    secara Open Pit Mining. Batuan kapur tersebut diledakkan dan ukuran

    bongkahan diperkecil sesuai kebutuhan pabrik. Bila perlu dilakukan

    pencampuran satu jenis bahan baku yang berbeda komposisi kimia

    untuk memperoleh komposisi kimia bahan baku yang diinginkan.

    Penambangan bahan baku meliputi kegiatan pembersihan (clearing),

    pengeboran (drilling), peledakan (blasting), pemuatan (loading),

    pengangkutan (hauling), dan penghancuran (crushing) di daerah

    gunung ( 7 km dari pabrik) yang merupakan sumber bahan baku.

    Kemudian, bahan baku hasil penambangan diangkut dengan

    menggunakan long belt conveyor untuk dikirim ke unit raw mill.

    2. Pengeringan dan penggilingan bahan baku (unit raw mill)

    Bahan baku utama (Batu kapur / Limestone dan Tanah liat / Clay)

    dan bahan baku pengoreksi (kaolin, pasir silica / Silica sand dan pasir

    besi / Iron sand) dicampur dengan proporsi sedemikian rupa untuk

    mendapatkan komposisi tepung baku yang sesuai dengan standard

    Clinker yang akan diproduksi. Pada proses pencampuran bahan baku,

  • 26

    harus diperhatikan modulus tepung baku seperti LSF (Lime Saturation

    Factor), SM (Silica Modulus) dan IM (Iron Modulus).

    Campuran bahan baku tersebut digiling dan dikeringkan dalam

    unit penggilingan dan pengeringan tepung baku (Raw Mil). Unit ini

    terdiri dari sebuah Mill dengan media penggiling berupa bola-bola baja

    / steel ball, dan unit-unit separasi / separator. Unit separator digunakan

    untuk memisahkan partikel halus (produk) terhadap partikel kasar yang

    akan dikembalikan ke Mill untuk digiling ulang (tailing). Selain itu

    digunakan pula unit Electrostatic Precipitator dengan efisiensi

    penangkapan debu 99 % untuk menjaga agar debu yang keluar dari

    cerobong / chimney tidak melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

    Sedangkan media pengering pada unit Raw Mill ini adalah gas panas

    yang berasal dari tanur pembakaran / Kiln.

    Produk dari unit ini dinamakan Tepung baku / Raw Meal dengan

    standar kehalusan adalah 15 18 % tertahan dalam ayakan / sieve

    170 mesh ( 90 m = 0.090 mm ) dan kandungan air lebih kecil dari 1%.

    Sedangkan untuk memperoleh komposisi kimia Raw Meal yang

    homogen, produk tersebut dicampur dalam Blending Silo baik secara

    batch maupun continuous blending.

    3. Pembakaran tepung baku dan pendinginan clinker (unit kiln)

    Tepung baku / Raw Meal yang keluar dari Blending Silo

    diumpankan ke dalam tanur putar (Kiln) untuk dibakar, tepung baku ini

    disebut Kiln Feed. Proses pembakaran tepung baku pertama kali

    dilakukan di Suspension Preheater. Selama pembakaran di

    Suspension Preheater, tepung baku mengalami proses pemanasan

    awal dan proses Kalsinasi. Kemudian pembakaran selanjutnya

    dilakukan di tanur putar (Kiln) untuk proses kalsinasi lanjutan dan

    pembakaran. Pada kiln ini terjadi berbagai reaksi pembentukan mineral

    pada semen. Bahan keluaran dari kiln ini dinamakan clinker yang

    kemudian akan didinginkan mendadak dengan udara (quenching) agar

  • 27

    clinker menjadi getas pada suhu 950 C sehingga memudahkan proses

    penghancurannya nanti.

    Tabel 3.1 Reaksi yang terjadi dalam SP Dan kiln

    Temperature

    (oC) Reaksi

    100 - 110 Penguapan air

    450 - 800 Dehidrasi tanah liat

    Al2O3.SiO2.2H2O Al2O3.2SiO + 2H2O - 213 kal/gr

    700 - 730 Disosiasi magnesium karbonat

    MgCO3(s) MgO(s) + CO2 (g) - 275 kal/gr

    750 - 900 Disosiasi kalsium karbonat

    CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) - 420 kal/gr

    800 - 900 Pembentukan 2CaO.SiO2

    2CaO(l) + SiO2(l) 2CaO.SiO2

    900 - 1200 Pembentukan 3CaO.Al2O3

    3CaO(l) + Al2O3(l) 3CaO.Al2O3(l)

    1200 - 1300

    Pembentukan 3CaO.Al2O3 dan 4CaO.Al2O3.Fe2O3

    3CaO(l) + Al2O3(l) 3CaO.Al2O3 (C3A(l))

    4CaO(l) + Al2O3(l) + Fe2O3(l) 4CaO.Al2O3.Fe2O3

    1250 - 1286 Pelelehan material dan coating yang menempel pada

    shell kiln

    1260 - 1450 Pembentukan 3CaO.SiO2

    3CaO(l) + SiO2(l) 3CaO.SiO2(l) (C3S (l))

    (Sumber : Diktat Teknologi Semen Kursus Eselon III, 2000)

    4. Penggilingan akhir (unit finish mill)

    Terak dari Clinker Silo digiling bersama Gypsum dan Additive di

    unit penggilingan akhir / Finish Mill. Konfigurasi dari unit ini hampir

  • 28

    serupa dengan unit Raw Mill tetapi unit Finish Mill tidak memerlukan

    gas panas. Penambahan gypsum bertujuan untuk memperlambat

    proses pengerasan semen. Bahan additive yang biasa digunakan

    adalah Limestone, Trass, dan Fly Ash. Jenis dan proporsi additive

    menentukan jenis semen yang akan diproduksi. Produk semen ini

    kemudian disimpan dalam Cement Silo.

    5. Pengantongan semen (unit packing)

    Semen dari cement silo dikemas dalam unit Pengantongan

    Semen dalam ukuran 40kg dan 50kg dengan menggunakan mesin

    Packer yang selanjutnya dikirim oleh truk-truk ke distributor /

    konsumen. Selain itu semen dikirim dalam bentuk kantong besar (Big

    Bag) dengan kapasitas 1 1,5 ton dan juga dalam bentuk curah

    (Bulk).

  • 29

    BAB IV

    ANALISA DAN PEMBAHASAN

    Fungsi Coal mill sebagai penyedia bahan bakar utama memegang

    peranan vital bagi industri semen. Kelangsungan operasi kiln sangat

    bergantung pada coal mill. Semua aspek di area coal mill ini harus

    diperhatikan dan dikelola dengan baik. Salah satu aspek penting yang

    wajib diperhatikan dengan seksama adalah aspek safety. Coal sebagai

    bahan bakar mempunyai potensi untuk menimbulkan kebakaran bahkan

    ledakan. Pengelolaan Safety yang tepat merupakan hal yang mutlak

    diterapkan di area ini. Dibawah ini diajabarkan beberapa faktor penting

    yang perlu diperhatikan terkait aspek safety di area coal mill.

    4.1. Sistem management

    4.1.1. Auto ignition temperature

    Membahas mengenai coal maupun bahan bakar yang lain, tidak

    bisa kita lepaskan dari pembahasan sifat auto ignition temperature. Auto

    ignition temperaturee adalah kondisi dimana suatu bahan / material jika

    mencapai suhu tertentu dapat terbakar dengan sendirinya dalam keadaan

    atmosferis tanpa ada suatu penambahan suatu energi panas dari luar.

    Auto ignition temperature antara suatu bahan bakar dengan bahan bakar

    nilainya berbeda satu sama lain. Dengan adanya aspek auto ignition

    temperature ini penyimpanan coal harus diperhatikan degan seksama.

    Dibawah ini data auto ignition temperature dari berbagai jenis coal

    Tabel 4.1 Auto ignition temperature point untuk berbagai jenis coal

    Sumber : The ignition temperature of coal journal, University of Illinois, London

    Jenis coal Auto ignition temperature point (oC)

    Anthracite 600

    Bituminous 454

    Lignites 526

    Semi-bituminous 527

  • 30

    Untuk coal yang akan akan digunakan di plant 14 adalah jenis

    brown coal atau kadang sering juga disebut lignites. Data lain yang

    diperoleh dari Loesche operating instructions data sheet adalah sebagai

    berikut :

    Tipe coal : brown coal

    Glow point : 240 oC

    Ignition point : 500 oC

    Glow point adalah temperatur dimana seluruh bagian coal telah

    berpijar secara merata atau seragam. Glow point dan ignition point

    digunakan sebagai dasar penentuan temperatur maksimum yang diijinkan

    di inner surface di grinding plant. Ada 2 metode yang digunakan sebagai

    penentuan temperatur makasimum yang diijinkan (permissible

    temperature of the inner surfaces of the grinding plant) yaitu :

    A. T maks = (glow point) 75 K , ini digunakan untuk perhitungan dust

    deposit atau timbunan dust dalam suatu tempat penyimpanan.

    Berdasarkan metode ini temperatur maksimum yang diijinkan adalah

    165 oC.

    B. T maks = 2/3 x ignition temperature , ini digunakan untuk perhitungan

    dust clouds atau dust coal yang terfluidisasi atau dengan kata lain dust

    yang bergerak dan bukan dalam keadaan diam seperti ditempat

    penyimpanan. Temperatur maksimum yang diijinkan untuk kondisi ini

    adalah 333 oC.

    Berdasarkan dua data diatas maka temperatur maksimum yang diijinkan

    di inner surface grinding plant adalah 165 oC ( diambil data terendah).

    Setelah melakukan pembahasan tentang auto ignition temperature,

    penulis menyarankan untuk selalu melakukan monitoring terhadap

    temperatur di setiap titik yang berpotensi terjadi kenaikan temperatur yang

    signifikan. Temperatur coal harus selalu dijaga agar tidak melebihi batas

    temperatur maksimal yang diijinkan yaitu sebesar 165 oC. Jika

    memungkinkan, eliminasi terhadap sumber panas yang ada dapat

    dilakukan untuk mengontrol temperatur yang ada.

  • 31

    4.1.2. Stockpile management

    Pengelolaan stockpile secara tepat adalah sesuatu tidak boleh

    diabaikan mengingat resiko yang dapat timbul dari penyimpanan batubara

    adalah dapat timbulnya panas dalam tumpukan (pile) tersebut. Panas ini

    merupakan sesuatu yang harus dihindari mengacu dalam konsep segitiga

    api. Tahap tahap timbulnya panas dalam tumpukan tersebut adalah:

    a. Coal dalam stockpile akan menyerap oksigen dari udara. Ini

    dikarenakan coal mengalami kontak dengan udara.

    b. Dari kondisi tersebut panas akan dihasilkan dalam tumpukan batubara

    yang disimpan.

    c. Jika panas tidak bisa dilepaskan keluar dan sementara panas terus

    dihasilkan maka proses ini akan maka akan mempercepat kelajuan

    dari proses oksidasi tersebut.

    d. Reaksi ini dapat berjalan dengan kelajuan sangat cepat dalam jangka

    waktu 1- 3 minggu.

    e. Panas yang terus terakumulasi tersebut akan menyebabkan self

    ignition dalam jangka waktu 3 bulan pertama terhitung sejak awal

    penyimpanan dalam stockpile.

    Self heating tentunya akan sangat berbahaya bagi coal yang yang

    berada di tumpukan tersebut. Dalam kasus self heating ini, terdapat

    beberapa keadaan yang dapat memperparah atau mempercepat

    terjadinya self heating. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah :

    a. Tingginya kadar volatile matter (VM) dalam batubara tersebut, yaitu

    dalam kondisi kering kadar volatile matter > 20%.

    b. Kehalusan coal, semakin halus suatu coal maka semakin luas

    permukaan yang kontak dengan oksigen.

    c. Coal yang baru saja ditambang lebih reaktif bereaksi terhadap oksigen

    dibandingkan dengan coal yang yang telah disimpan dalam jangka

    waktu lama.

    d. Coal dengan kadar moisture content tinggi yang abnormal.

    e. Temperatur coal yang memang sudah tinggi sebelum disimpan.

  • 32

    Lamanya waktu penyimpanan batubara juga perlu diperhatikan

    dalam stockpile management. Lamanya penyimpanan batubara

    ditentukan dari kadar volatile matter (VM) batubara itu sendiri. Berikut

    lamanya waktu penyimpanan batubara yang direkomendasikan :

    Tabel 4.2 Lama waktu penyimpanan coal yang direkomendasikan

    Tipe coal Kadar VM (%

    berat)

    Lamanya waktu

    penyimpaanan

    Low volatile < 12 % 4 bulan

    Medium volatile 12 % - 32 % 2 3 bulan

    High volatile 33% - 42% 1 - 2 bulan

    Very high volatile > 42% 1 minggu 1 bulan

    Sumber : HTC coal workshop presentation

    Selain lamanya waktu penyimpanan, tinggi pile harus diperhatikan

    pula. Hal tersebut berhubungan dengan resiko batubara yang tersimpan

    dalam suatu tumpakan dan resiko Self heating pada batubara tersebut.

    Dibawah ini rekomendasi tinggi pile batubara yang direkomendasikan

    Tabel 4.3 Tinggi pile di coal storage yang direkomendasikan

    Tipe coal Kadar VM (% berat) Tinggi pile (m)

    Low volatile < 12 % > 6

    Medium content volatile 12 % - 32 % 6 - 10

    High content volatile > 32 % 4 8

    Sumber : HTC coal workshop presentation Pembahasan terhadap stockpile management tersebut dapat

    dijadikan suatu acuan terhadap pengontrolan penyimpanan batubara di

    storage. Penulis menyadari bahwa potensi panas yang timbul di dalam

    suatu tumpukan harus dapat dihilangkan karena dapat memicu timbulnya

    kebakaran di area pile tersebut. Jenis dan sifat dari batubara yang

    disimpan wajib harus diperhatikan karena perbedaan dari jenis dan sifat

    tersebut dapat mempengaruhi metode penyimpanan di pile. Poin penting

    terkait stockpile management ini adalah pengaturan tinggi pile dan

    lamanya waktu penyimpanan dari batubara tersebut.

  • 33

    4.2. Desain alat

    Desain alat yang menjamin aspek safety adalah faktor utama yang

    harus diperhatikan dalam aspek safety itu sendiri. Beberapa point penting

    dari sesain alat yang perlu diperhatikan adalah :

    4.2.1. ATEX

    Seperti kita ketahui setiap area di coal mill mempunyai potensi

    bahaya berbeda satu sama lain. Ambil sebuah contoh potensi bahaya di

    area penyimpanan fine coal bin tentunya lebih besar dibanding potensi

    bahaya di area raw coal bin .

    Pembagian mengenai klasifikasi zona bahaya dapat mengacu pada

    standard/peraturan yang disebut explosive atmospheres directive atau

    lebih dikenal dengan istilah ATEX. ATEX adalah suatu sistem regulasi

    keamanan di eropa yang mengharuskan setiap organisasi untuk

    sepenuhnya memahami risiko bahaya ledakan di tempat kerjanya yang

    melibatkan bahan kimia berbahaya dan berpotensi untuk terbentuknya

    explosive atmospheres. Regulasi ATEX membagi zona bahaya

    berdasarkan sifat gas, uap ataupun dust. Pembagian zona bahaya

    tersebut adalah :

    a. Zona 0,1 dan 2 dimana gas dan uap berbahaya berada.

    b. Zona 20,21 dan 22 dimana debu berbahaya berada

    Area coal mill termasuk dalam zona bahaya 20 , 21 dan 22 dimana

    deskripsi untuk masing masing zona tersebut adalah:

    a. Zona 20, adalah zona dimana combustible dust akan selalu ada

    dalam zona ini. Dust yang berpotensi menimbulkan ledakan akan

    muncul dengan konsentrasi yang tinggi untuk jangka waktu yang

    lama

    b. Zona 21, adalah zona dimana combustible dust mungkin muncul

    dalam kondisi operasi normal. Pada kondisi operasi normal dust

    yang berpotensi menimbulkan ledakan akan muncul tetapi

    konsentrasinya tidak setinggi di zona 20.

  • 34

    c. Zona 22, adalah zona dimana combustible dust jarang terbentuk

    atau muncul. Potensi kemunculan dust tetap ada namun

    frekuensinya sangat jarang terjadi. Jikapun muncul akan terbentuk

    dengan konsentrasi rendah dan hanya terjadi dalam waktu yang

    singkat.

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Loesche coal grinding plant ATEX

    zones, pembagian zona bahaya dalam area coal mill adalah sebagai

    berikut

    Gambar 4.1 ATEX zones di area grinding plant

    Sumber : Loesche coal grinding plant ATEX zones

    Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa area coal mill terbagi

    dalam beberapa kriteria area bahaya.

    a. Zona 20, area yang pada gambar diatas digambarkan dengan

    warna merah. Area yang termasuk kategori zona 20 adalah area

    rotary air lock produck fine coal, srew conveyor fine coal. Area

    ini adalah area dimana fine coal selalu muncul dengan

    konsentrasi tinggi.

    b. Zona 21, pada gambar diatas zona 21 digambarkan dengan

    warna biru muda. Area yang termasuk didalam kategori ini

  • 35

    adalah area rotary air lock feeding, di dalam mill, ducting menuju

    bag filter, diadalam bag filter. Pada operasi normal, fine coal

    akan muncul di area ini, tetapi konsentrasinya tidak setinggi di

    zona 20

    c. Zona 22, zona ini tergambar dengan warna hijau pada gambar

    diatas. Area yang termasuk didalam zona ini adalah area raw

    coal bin dan transportasi udara keluar bag filter menuju chimney

    Gambar 4.2 ATEX zones di area product handling

    Sumber : Loesche coal grinding plant ATEX zones

    Untuk area penanganan produk, pembagian zona bahaya menurut

    regulasi ATEX seperti pada gambar 4.2, pembagiannya adalah sebagai

    berikut

    a. Zona 20, area yang pada gambar diatas digambarkan dengan

    warna merah. Area yang termasuk kategori zona 20 Dust pump

    fine coal dan area fine coal bin . area ini adalah area dimana

    fine coal selalu muncul dengan konsentrasi tinggi.

  • 36

    b. Zona 21, pada gambar diatas zona 21 digambarkan dengan

    warna biru muda. Area yang termasuk didalam kategori ini

    adalah pipa transport fine coal setelah dust pump menuju ke

    fine coal bin . Fine coal akan muncul di area ini, tetapi

    konsentrasinya lebih rendah jika dibandingkan di zona 20

    Pembagian zona bahaya sesuai regulasi ATEX merupakan

    landasan bagi kita untuk mengidentifikasi proteksi apa saja yang harus

    dilakukan terhadap masing - masing zona. Proteksi yang sesuai dengan

    zona bahaya tersebut harus diperhatikan dengan cermat untuk

    meminimalisir potensi bahaya yang mungkin timbul. Penulis

    merekomendasikan untuk selalu melakukan monitoring terhadap kondisi di

    setiap area yang telah teridentifikasi potensi bahayanya. Pemasangan alat

    instrumentasi seperti thermocouple dan gas analyser akan sangat

    berguna untuk monitoring area - area bahaya tersebut. Pemasangan alat

    pengaman seperti explosion door dan inerting system wajib dilakukan di

    area dengan potensi ledakan yang tinggi.

    4.2.2. Explosion door

    Setelah mengetahui tingkat potensi bahaya dari masing masing

    wilayah berdasarkan zona yang terbagi dalam ATEX, proteksi terhadap

    potensi bahaya yang dapat timbul harus dipenuhi. Potensi ledakan adalah

    potensi bahaya lanjutan yang dapat timbul setelah potensi munculnya api.

    Ledakan dapat terjadi dikarenakan 5 faktor yang sering disebut explosion

    pentagon.

  • 37

    Gambar 4.3 Skema explosion pentagon

    Sumber: HTC coal workshop 2014

    ketika faktor segitiga api telah terpenuhi, dan ditambah adanya

    kondisi ruang terbatas (confinement) serta pencampuran material yang

    kontinyu (suspension) maka ledakan dapat terjadi.

    Salah satu proteksi terhadap ledakan adalah dengan memasang

    explosion door pada area - area tertentu di area coal mill. Explosion door

    adalah suatu ducting khusus yang dibuat dari arah sistem menuju ke luar

    sistem, dengan dilengkapi penutup yang dapat membuka otomatis jika

    dilewati pressure dengan besaran tertentu. Explosion door ini didesain

    untuk melepaskan pressure yang ada di dalam sistem supaya dapat

    keluar sistem. Prinsip explosion door adalah meminimalisir efek yang

    ditimbulkan dari dalam sistem. Saat ada akumulasi pressure terjadi di

    dalam sistem maka pressure tersebut harus segera di release keluar agar

    ledakan tersebut tidak merusak alat alat yang ada. Dibawah ini contoh

    pemasangan explosion door di berbagai area yang berbeda di coal mill

  • 38

    Gambar 4.4 explosion door diatas fine coal bin

    Sumber: HTC coal workshop 2014, explosion venting presentation

    Gambar 4.5 explosion door di jalur ducting keluar mill

    Sumber: HTC coal workshop 2014, coal safety operation presentation

  • 39

    Gambar 4.6 explosion door di bag filter

    Sumber: HTC coal workshop 2014, coal safety operation presentation

    Gambar gambar diatas adalah contoh contoh pemasangan

    explosion door di area coal mill. Explosion door dipasang pada area raw

    coal bin , coal mill itu sendiri, di bagfilter dan di fine coal bin . Beberapa

    Hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan explosion door

    adalah :

    a. Pemasangan explosion door harus diarahkan keluar bangunan.

    b. Tidak boleh ada benda benda asing yang berada diatas

    explosion door yang dapat mengganggu kerja dari explosion

    door trsebut.

    c. Explosion door harus bebas dari coating debu, cat ataupun

    coating lain. Terutama pada daerah engsel dari explosion door

    tersebut.

    d. Explosion door tidak boleh dimodifikasi dari sehingga

    mengakibatkan desain menyimpang dari standard yang telah

    dirancang oleh vendor pembuat.

    Dari uraian diatas, fungsi utama pemasangan explosion door

    adalah untuk memproteksi kerusakan alat dari ledakan. Pressure yang

    timbul saat ledakan dilepaskan ke luar sistem agar tidak merusak alat

    alat tersebut. Sebagai rekomendasi dari penulis, Hal - hal yang terkait

  • 40

    instalasi dan maintenance explosion door harus dilakukan dengan benar

    agar explosion door dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

    4.2.3. Inerting system

    Untuk mencegah potensi kebakaran ataupun ledakan, fator faktor

    yang menjadi elemen penyusun pada segitiga api maupun explosion

    pentagon harus bisa diminimalisasi dan bahkan dihilangkan. Untuk kasus

    coal grinding plant kehadiran bahan bakar, panas, ruang terbatas ataupun

    pencampuran faktor faktor tersebut (suspension) adalah hal yang sulit

    dieliminasi. Proteksi yang paling mungkin dilakukan adalah minimalisasi

    ataupun penghilangan kehadiran faktor oksigen (O2).

    Oksigen yang masuk ke dalam sistem harus selalu dikontrol dan

    dijaga konsentrasinya. Ini dilakukan untuk mencegah terbentuknya api

    dikarenakan kehadiran oksigen tersebut. Batasan kadar oksigen yang

    diperbolehkan untuk masuk ke dalam sistem berbeda- beda tergantung

    dari jenis coal yang digunakan. Dibawah ini kadar oksigen yang

    diperbolehkan dalam operasi coal mill berdasarkan jenis batubara yang

    digunakan

    Tabel 4.4 Hubungan batasan oksigen yang diperbolehkan dalam

    sistem dengan kadar volatile dalam coal

    Jenis coal Kadar Volatile matter Batasan oksigen yang

    diperbolehkan

    Low volatile coal < 12 % < 14 %

    Medium volatile coal 12-32 % < 12 %

    Hgh volatile coal > 32 % < 9 %

    Salah satu cara untuk mengurangi kadar oksigen yang melebihi

    batas adalah dengan inerting system. Inerting system adalah metode

    pemasukan gas inert (gas dengan reaktifitas yang rendah) ke dalam

    sistem yang bertujuan untuk menjaga ataupun menurunkan konsentrasi

    oksigen agar tetap berada di batas yang diperbolehkan. Metode ini

  • 41

    merupakan metode yang efektif untuk memenuhi regulasi ATEX tentang

    pencegahan bahaya ledakan. Gas gas yang dapat digunakan untuk

    inerting antara lain adalah CO2 (Karbon dioksida) , N2 (Nitrogen) dan Ar

    (Argon). Untuk plant 14 sendiri akan digunakan inerting system dengan

    CO2 sebagai proteksi area coal mill.

    Prinsip kerja inerting system di plant 14 ini menginjeksikan

    sejumlah gas CO2 kedalam sistem. injeksi CO2 ini dapat diatur dengan

    beberapa parameter seperti konsentrasi O2 , temperatur dalam sistem

    serta kadar CO dalam sistem. Ditentukan set point terhadap masing

    masing parameter agar ketika dalam kondisi set point tersebut CO2 dapat

    diinjeksikan secara otomatis ke dalam sistem.

    Pada coal mill area plant 14 ini, injeksi CO2 akan di tempatkan

    diberbagai titik yaitu :

    a. 1 titik injeksi di masing masing raw coal bin

    b. 2 titik injeksi di masing masing coal mill

    c. 2 titik injeksi di masing masing bag filter

    d. 4 titik injeksi di masing masing fine coal bin

    Untuk kebutuhan CO2 sendiri akan disuplai dari tangki penyimpanan CO2

    dengan rincian sebagai berikut :

    a. 1 tangki untuk suplai CO2 diarea coal mill 1 dan 1 tangki untuk

    suplai CO2 diarea coal mill 2 dengan kapasitas masing masing

    tangki 9910 liter

    b. 1 tangki untuk suplai CO2 diarea fine coal bin 1 dan fine coal

    bin 2 dengan kapasitas tangki 3910 liter.

    Dari data loesche inerting system operating instruction sheet,

    perhitungan kebutuhan CO2 yang harus disediakan untuk inerting area

    coal mill adalah berdasarkan perhitungan total volume ruang kosong yang

    butuh untuk di inertisasi. Dari data loesche inerting system operating

    instruction sheet volume ruang kosong yang ada di area coal mill adalah

    sebagai berikut

  • 42

    a. Area coal mill 1 meliputi area mill & classifier, ducting, bag filter

    dan raw coal bin dengan total volume 1432 m3

    b. Area coal mill 2 meliputi area mill & classifier, ducting, bag filter

    dan raw coal bin dengan total volume 1432 m3

    c. Area fine coal bin meliputi area fine coal bin 1 dan fine coal bin 2

    dengan total volume 450 m3

    Untuk desain penyimpanan CO2 didalam tangki mengikuti aturan yang

    telah ada. Volume yang harus disimpan adalah 2 3 kali dari volume total

    gas inert yang diperlukan oleh system. Dengan ketentuan lain adalah

    minimum cadangan CO2 yang berada di dalam tangki penyimpanan

    adalah 25 % dari volume tangki. Untuk konversi CO2 adalah bahwa 2 kg

    CO2 cair akan menghasilkan 1 m3 gas inert CO2. Dengan dasar

    ketentuan yang ada, perhitungan kebutuhan total CO2 masing masing

    area adalah sebagai berikut:

    a. Area coal mill 1 dengan total volume 1432 m3 , maka

    penyimpanan 10.000 kg CO2 cair (yang akan menghasilkan

    5000 m3 gas CO2 inert) akan dapat digunakan untuk

    menginertisasi system sebanyak 3 kali dan masih tersisa 25 %

    dari volume tangki sebagai cadangan minimum yang diijinkan.

    b. Area coal mill 2 dengan total volume 1432 m3 , maka

    penyimpanan 10.000 kg CO2 cair (yang akan menghasilkan

    5000 m3 gas CO2 inert) akan dapat digunakan untuk

    menginertisasi system sebanyak 3 kali dan masih tersisa 25 %

    dari volume tangki sebagai cadangan minimum yang diijinkan.

    c. Area fine coal bin dengan total volume 450 m3 , maka

    penyimpanan 4000 kg CO2 cair (yang akan menghasilkan 2000

    m3 gas CO2 inert) akan dapat digunakan untuk menginertisasi

    system sebanyak 3 kali dan masih tersisa 25 % dari volume

    tangki sebagai cadangan minimum yang diijinkan.

    Penggunaan CO2 sebagai inerting system tidak bisa dilepaskan

    dari fakta bahwa gas CO2 adalah gas yang berbahaya bagi manusia.

  • 43

    Dengan konsentrasi tertentu gas CO2 dapat menyebabkan kematian

    apabila sampai terhirup. Tabel bawah ini menunjukkan hubungan

    konsetrasi CO2 diudara dengan efek yang ditimbulkan.

    Tabel 4.5 Kadar CO2 diudara dan efek yang ditimbulkan

    Kadar CO2 di udara Efek yang ditimbulkan

    0,5% 1 % Secara umum tidak menimbulkan efek samping

    tertentu bagi fungsi organ tubuh saat terhirup

    2% - 3 % Meningkatkan gangguan pusat pernapasan

    dengan napas yang semakin meningkat dan

    peningkatan denyut nadi.

    4% - 7% Peningkatan gejala yang telah disebutkan diatas

    dan disertai dengan gangguan sistem peredaran

    darah di otak, pusing, dan mual

    8 % - 10% Peningkatan gejala yang timbul di level

    sebelumnya disertai kejang kejang dan

    kehilangan kesadaran yang diikuti dengan

    kematian tak lama berselang

    > 10% Kematian terjadi dengan cepat

    Sumber : CO2 inerting system operating instruction sheet

    Inerting system merupakan salah satu proteksi penting yang

    berguna untuk mencegah terjadinya kebakaran dan ledakan di area coal

    mill. Instalasi , prosedur pengoperasian dan perawatan harus sesuai

    dengan standar yang ada. Oleh karena sifat CO2 merupakan gas yang

    berbahaya maka prosedur safety yang tepat bagi inerting system itu

    sendiri mutlak diperlukan. Beberapa hal yang menurut penulis wajib

    diperhatikan adalah :

    a. Memberikan pemahaman sedetail mungkin kepada semua

    personel tentang potensi bahaya CO2.

    b. Memasang alat gas analyzer dan alat pendeteksi kebocoran di

    area sekitar penyimpanan CO2.

  • 44

    c. Pembuatan SOP secara rinci dan detail tentang pekerjaan yang

    berkaitan dengan area tersebut.

    d. Pembuatan prosedur tertulis penanganan dan penyelamatan

    yang rinci dan terpasang di area kerja sebagai acuan jika terjadi

    kecelakaan kerja.

    e. Penyediaan alat - alat pertolongan pertama seperti breathing

    apparatus pada area kerja.

    4.3. Housekeeping

    Faktor housekeeping menjadi aspek yang tak kalah penting dari

    beberapa aspek lainnya. Selain didalam alat alat yang berada di area

    coal mill, area diluar peralatan harus dperhatikan penataannya. Benda

    benda yang mempunyai resiko menimbulkan kebakaran seperti kertas dan

    filter beka sharus dijauhkan dari area coal mill. Jikapun ada benda

    benda asing seperti plat besi dan rangka bag filter terdapat di area coal

    mill, penataan benda benda tersebut harus diperhatikan agar tidak

    menghalangi akses area coal mill. Sebagai contoh jika terjadi kasus

    kebakaran maka akses untuk memadamkan area coal mill tidak boleh

    terhalangi oleh benda benda tersebut.

    Debu halus fine coal bisa saja juga berada di diluar alat, sebagai

    contoh jika terjadi kasus kebocoran pada rotary airlock maka debu fine

    coal bisa saja tumpah keluar dan jatuh dilantai. Debu fine coal ini tidak

    boleh dibiarkan menumpuk terlalu lama. Jika tumpukan debu fine coal

    tersebut dibiarkan menumpuk dalam waktu lama maka berpotensi

    menimbulkan bara. Kondisi ini bisa menjadi lebih parah apabila disekitar

    bara tersebut terdapat benda yang mudah terbakar. Kebakaran pun dapat

    timbul jika hal tersebut terjadi

    Penempatan kabel - kabel elektrik dan instrumentasi diusahakan

    sejauh mungkin dari area coal mill. Jalur kabel haruslah seminimal

    mungkin berada di area alat - alat di coal mill. Ini dimaksudkan untuk

    melindungi kabel kabel tersebut dari potensi terbakar. Apabila kabel

  • 45

    kabel tersebut terbakar tentunya dampak yang ditimbulkan akan lebih

    parah karena menyangkut sistem kelistrikan.

    Penempatan alat pemadam api ringan (APAR) juga tak kalah

    penting. Adanya alat pemadam akan mencegah api yang baru terbentuk

    agar tidak menjadi lebih besar. Penempatan alat pemadam di setiap lantai

    dan di setiap ruangan di bangunan coal mill perlu dilakukan. Selain itu jika

    memungkinkan alat pemadam juga ditempatkan disekitar belt conveyor

    pengangkut raw coal. Belt conveyor ini sendiri berpotensi menghasilkan

    panas bila terjadi gangguan tertentu misalnya terjadi slip pada belt. Slip ini

    berpotensi menimbulkan panas jika terus terjadi tanpa dikendalikan.

    Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa yang diangkut belt conveyor

    tersebut adalah coal. Ignition mungkin terjadi dalam kondisi ini.

    Kebersihan adalah faktor utama yang paling penting untuk

    diperhatikan. Di setiap transfer point antar belt conveyor maupun belt

    conveyor ke dalam bin. Potensi coal jatuh berserakan hingga nantinya

    akan menimbulkan tumpukan disuatu area adalah sangat mungkin terjadi.

    Segala material yang jatuh tesebut harus segera dibersihkan agar tidak

    terakumulasi untuk waktu yang lama.

    Housekeeping memegang peranan penting dalam suatu area

    kerja. Dengan area kerja yang bersih, potensi suatu kecelakaan kerja

    dapat dikurangi. Penempatan alat alat kerja sesuai dengan tempatnya

    akan memudahkan dalam hal maintenance area tersebut. Instalasi kabel

    listrik harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih

    besar jika terjadi suatu kecelakaan. Selain mengurangi potensi bahaya,

    kebersihan area kerja akan menjadikan kita bekerja secara nyaman dan

    mencintai tempat kita bekerja.

  • 46

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Setelah dilakukan analisa implementasi aspek safety pada coal mill

    area, kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis adalah sebagai berikut :

    1. Auto iginition temperature dan nilai glow point dari suatu batubara

    menentukan batasan temperatur yang diijinkan dalam pengoperasian

    alat di area coal mill temperatur penyimpanan batubara tersebut.

    2. Jenis dan sifat batubara digunakan sebagai metode penyimpanan

    dalam stockpile. Hal yang dapat diatur dengan memperhatikan sifat

    dan jenis batubara ini adalah tinggi pile dan lamanya waktu

    penyimpanan.

    3. Regulasi ATEX adalah suatu sistem regulasi keamanan yang berasal

    dari dari eropa yang membagi tempat tempat yang ada dalam suatu

    unit pengolahan bahan bakar menurut potensi bahaya yang ada

    didalamnya. Regulasi ATEX yang berkaitan dengan coal mill

    Pembagian zona bahaya di area coal mill mengacu pada regulasi

    ATEX, didasarkan pada konsentrasi combustible dust (fine coal dust)

    pada setiap tempat yang ada berada di area coal mill.

    4. Explosion door adalah perangkat keamanan yang terdapat pada coal

    mill berupa suatu ducting tertutup yang mengarah keluar sistem yang

    dapat membuka bila dilewati pressure yang tinggi. Explosion door

    ditempatkan pada tempat tempat tertentu dengan tujuan untuk

    melepaskan pressure yang tinggi (yang timbul akibat ledakan) menuju

    keluar sistem.

    5. Inerting system adalah proteksi untuk mencegah kebakaran dan

    ledakan yang terjadi di dalam sistem coal mill. Prinsip kerja inerting

    sistem adalah menurunkan konsentrasi O2 didalam sistem dengan

    cara injeksi gas inert CO2. Konsentrasi O2 harus dijaga dalam batas -

    batas yang diperbolehkan agar explosion pentagon tidak terpenuhi.

  • 47

    6. Housekeeping di area coal mill merupakan aspek penting diarea coal

    mill. Faktor kebersihan harus selalu dijaga dengan baik. Housekeeping

    yang bagus akan megurangi resiko terhadap terjadinya suatu

    kecelakaan kerja.

    5.2 Saran

    Sarani dari penulis terkait pembahasan yang telah dilakukan adalah

    melakukan audit mill secara berkala dan menjaga housekeeping area coal

    mill agar akumulasi fine coal yang tidak diinginkan dapat dihindari.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adaro envirocoal-4000 data sheet, 2015, PT Adaro Indonesia, Jakarta

    Arms, R.W., The ignition temperature of coal, 1922, University of Illinois,

    London

    Flowsheet plant 14 project, 2014, TCDRI

    HTC coal workshop presentation, 2014 , HTC Indonesia

    Intranet PT Indocement Tunggal Prakarsa, Maret 2015

    Loesche inerting system operating instruction sheet, 2014, Loesche

    GmbH

    Loesche coal grinding plant ATEX zones, 2014, Loesche GmbH

    Loesche mill heat balance data sheet, 2013, Loesche GmbH

    Loesche operating instructions data sheet, 2014 , Loesche GmbH

    Performance guarantee data sheet, 2013, HTC Indonesia

    Production requirements data sheet plant 14 , 2013, HTC engineering PT

    Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

    www.chemistry.about.com/od/chemistryglossary/g/autoignitiontemperature

    -definition.htm

    www.globalcement.com/magazine/articles/591emergency-inerting systems

    -for-coal-grinding-applications

    www.halcyon.com/nafed/html/co2systems.html

    www.petzl.com/en/professional/explosive-environments-the-atexstandard?

    www.sentral-sistem.com/artikel-hse47-fire-triangle