aher undercover

110

Upload: rahmaniaa

Post on 11-Aug-2015

213 views

Category:

Documents


59 download

DESCRIPTION

Ahmad Heryawan

TRANSCRIPT

Page 1: Aher Undercover

Ranting Basah, Malik Zahri, Rose

AHERUNDERCOVERMenyingkap Sisi Lain Ahmad Heryawan

KHAZANAH INTELEKTUAL

Page 2: Aher Undercover

A

Page 3: Aher Undercover
Page 4: Aher Undercover

iii

AHERUNDERCOVERMenyingkap Sisi Lain Ahmad Heryawan

Page 5: Aher Undercover

iv

Penulis: Ranting Basah, Malik Zahri, RoseEditor: Tim Khazanah

Desain Sampul: Nunu Saputra, Budi Setiawan Tataletak: Budi Setiawan, Nunu Saputra

Hak cipta dilindungi oleh undang-undangAll right reserved

Cetakan I, Januari 2013 M/ Safar 1434 H

Diterbitkan olehKhazanah Intelektual

Anggota IKAPIJl. Biduri No. 9 Buah Batu

Bandung 40265Telp./Fax. (022) 7302389

Hotline Redaksi (022) 70360505Hotline Marketing (022) 70780148

Email: [email protected]: www.khazanahintelektual.com

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Ranting BasahAher Undercover; Ranting Basah; editor, Tim Khazanah. – Bandung : Khazanah Intelektual, 2013xiv + 150; 13x20 cm.

ISBN 978-979-3838-45-81. Tokoh. I. Judul. II. Ranting Basah. III. Tim Khazanah

297.414

AHERUNDERCOVERMenyingkap Sisi Lain Ahmad Heryawan

Page 6: Aher Undercover

v

PengantarBekerja dalam hening. Mungkin itulah kata yang paling tepat

menggambarkan Ahmad Heryawan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kang Aher. Tanpa ingar bingar di media, ia melakukan banyak kerja nyata. Sejak awal mendapat amanah sebagai Gubernur Jawa Barat, ia sudah blusukan ke berbagai pelosok daerah. Meski jarang terpublikasi di media massa, ia tetap bekerja di tengah sepi.

Ternyata, sang waktu pun bekerja. Sang waktu mengakumulasi kerja-kerja di keheningan tersebut menjadi kumpulan karya. Akumulasi kerja nyata berupa karya itulah yang hari ini mampu menggedor struktur kesadaran masyarakat saat lebih dari 70 penghargaan nasional dan internasional ia terima dalam waktu sekitar empat tahun, baik sebagai pribadi ataupun dalam kapasitas sebagai gubernur.

Ternyata, ada cerita di balik setiap berita. Di balik prestasi-prestasi yang diapresiasi dalam berbagai penghargaan tersebut, ada berbagai kisah yang tak terangkat ke media, padahal itulah rahasianya. Dan, rahasia itulah sebenarnya yang lebih dibutuhkan untuk menginspirasi jiwa-jiwa ringkih yang hari ini merintih sedih.

Cerita-cerita di balik berita itu bermula dari peristiwa-peristiwa yang hanya diketahui oleh segelintir orang yang menjadi saksi. Ada banyak peristiwa inspiratif terkait Kang Aher dan keluarganya yang terjadi di berbagai tempat, dan ada banyak orang yang terkesan dengan peristiwa tersebut.

Page 7: Aher Undercover

vi

Ia bekerja dengan hati, maka ada banyak hati yang tertawan, ada banyak jiwa yang terkesan dengan sangat kuat. Ia bagaikan pahatan hati dan ukiran jiwa yang tak mudah hilang karena pergerakan zaman.

Buku ini adalah usaha sederhana untuk merekam kesan orang-orang yang pernah berinteraksi dengan Kang Aher dan keluarganya. Buku ini berupa kumpulan kisah yang merupakan pahatan hati dan ukiran jiwa dari orang-orang tersebut.

Usaha sederhana mengumpulkan kisah-kisah di balik berita ini ternyata mengungkap banyak hal tentang kesejatian Kang Aher dan keluarga. Dan, sungguh, kami pun terkaget-kaget dengan fakta-fakta yang berhasil kami gali. Fakta-fakta itu betul-betul mengungkap AHER Undercover.

Ada banyak cerita yang kalaulah tidak disampaikan oleh orang-orang tepercaya dan mengalami sendiri, niscaya kami hanya menganggap kisah-kisah tersebut tidak mungkin. Kalaupun ada, hanya ada di negeri dongeng atau di republik mimpi.

Kisah-kisah dalam buku ini merupakan refleksi hati orang-orang yang menceritakannya, maka meskipun tampak sederhana, ada banyak inspirasi di dalamnya. Setidaknya, itulah yang kami rasakan. Dan, inspirasi pulalah yang kami harap dirasakan oleh sahabat semua saat membaca buku ini.

Kami yakin masih banyak kisah inspirasi dari Kang Aher dan keluarga yang telah membuat banyak hati tertawan, tapi belum tercantum dalam buku ini. Setidaknya, ini menjadi awal kesaksian makhluk-makhluk bumi atas kebaikan hamba-Nya. Dan, semoga sejalan pula dengan kesaksian makhluk-makhluk langit.

Selamat berlayar di samudra inspirasi Dunia Aher...

Page 8: Aher Undercover

vii

Daftar IsiPengantar, v1. Asep Penjual Gorengan, 12. Masak Sendiri, 53. Satu Senyum Saja, 8 4. Kami Bangga Memiliki Kang Aher, 10 5. Menerjemahkan Kesan, 136. Umaro yang Ulama, 16 7. Lelah Mereka di Jalan Takwa, 188. Harap yang Menjadi Nyata, 22 9. Hati di Secarik Kertas, 2410. Mendemonstrasikan Keadilan, 2711. Di Bawah Super-Komando, 2912. Seperti Bilal, 3113. Apa Kabar?, 3414. Cubitan, 3715. Fotografer Dadakan, 3916. Gubernur Sendal Jepit, 4117. Kebersamaan, 4418. Hotel 81, 4719. Rahasia Fajar, 5220. Katebelece, 5521. Membuka Keran Langit, 57

Page 9: Aher Undercover

viii

22. Namanya juga Alat, 6223. Panggilan Menggoda, 6524. Pelukan Cinta, 6825. Selamat Bergabung, 7126. Tersanjung, 7827. Responsif, 8128. Saya Wirausahawan, 8329. Warisan Utsman, 8630. Jengkol, 9031. Gubernur dan Cepot, 9032. Sikapnya, 98

Page 10: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 1

Asep Penjual GorenganGraha Sanusi Hardjawinata berdiri dengan megah nan kokoh.

Gedung itu memiliki tempat spesial dalam hati dan catatan sejarah hidup saya. Di sinilah pertama kali saya diterima secara resmi sebagai mahasiswa Universitas Padjadjaran. Setelah mengalami berlaksa suka duka sebagai mahasiswa, di tempat ini pulalah saya diwisuda sebagai seorang sarjana.

Hari ini saya kembali memasuki gedung tersebut dalam konteks yang berbeda. Momentum ini menjadi sangat istimewa karena saya mendapat kehormatan diminta memberikan pengantar pembekalan kepada 1500 Tenaga Penggerak Desa (TPD) BKKBN, Jawa Barat. Selain itu, saya berkesempatan memandu acara inti berupa talkshow, dengan pembicara di antaranya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Netty Prasetiyani.

Hari itu bertambah istimewa karena menjelang pertemuan tersebut, Pak Ahmad Heryawan baru saja mendapatkan penghargaan Satyalencana Wira Karya bidang Kependudukan dan Keluarga Berancana dari Pemerintah Pusat. Penghargaan itu merupakan penghargaan ke sekian puluh yang diterimanya atas prestasi dan karya nyatanya dalam membangun Jawa Barat.

Hari itu benar-benar istimewa, bukan hanya karena acara yang dihadiri hampir 1500 peserta tersebut berjalan lancar, melainkan karena dalam forum itu pula terungkap sebuah rahasia yang memberikan inspirasi kepada saya dan juga para peserta yang hadir.

Mari kita kembali pada momentum inspiratif pada hari itu...Setelah menyampaikan pengantar pembekalan berupa ice

breaking dan materi singkat terkait harapan agar 1500 peserta

01

Page 11: Aher Undercover

2 AHERUNDERCOVER

yang datang dari berbagai pelosok Jawa Barat itu menjadi agent of change di daerahnya masing-masing, saya diminta langsung memandu acara talkshow. Saya mempersilakan pembicara pertama untuk tampil, yakni Gubernur Jawa Barat. Pak Ahmad Heryawan masuk dengan tenang. Ia tidak langsung menempati tempat duduk yang telah disediakan, melainkan menyalami beberapa peserta dekat pintu masuk. Rupanya, semua orang yang berada di baris depan berebutan bersalaman dengan Pak Gubernur. Ia pun dengan tersenyum menyalami orang-orang tersebut.

Format acaranya santai dan dialogis, miriplah seperti acara “Hitam Putih”-nya Deddy Corbuzier atau “Bukan Empat Mata”-nya Tukul Arwana yang sesekali diselingi dialog canda tawa. Setelah Gubernur menyampaikan arahan dan dialog singkat, saya pun memanggil pembicara kedua, yakni istri gubernur, Ibu Netty Prasetiyani. Beliau pun masuk dengan menyalami peserta yang berdekatan dengan jalur menuju sofa tempat talkshow.

Ini kesempatan langka, Gubernur dan Istri berada dalam satu forum dan format acara yang santai. Muncul ide untuk menggali keseharian dua orang penting di Jawa Barat itu sebagai profil mereka sebagai satu keluarga.

Saya bertanya tentang interaksi mereka dengan anak-anaknya.Bu Netty Prasetiyani menjawab, “Untuk menyampaikan nilai

yang mendidik kepada anak-anak, terkadang saya menggunakan teknik bercerita. Anak-anak senang mendengarkan cerita di malam hari menjelang tidur. Salah satu cerita yang paling digemari anak-anak, bahkan sering minta diulang, adalah ‘Kisah Asep Penjual Gorengan’.”

Saya tertarik dengan kalimat terakhir dari Ibu Netty Prasetiyani. Saya pun meminta kesediaan beliau untuk menceritakan isi kisah ‘Asep Penjual Gorengan’ yang telah memikat hati anak-anak Gubernur Jawa Barat.

Ibu Netty tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian, beliau melihat semua peserta yang seperti sudah tak sabar.

Bagaikan seorang ibu yang sedang mendongeng kepada anak-anaknya, beliau mulai bercerita:

“Ada seorang anak SD yang tinggal bersama neneknya. Namanya

Page 12: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 3

Asep. Setiap berangkat sekolah, ia berjualan gorengan. Ia tidak malu berjualan gorengan untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya. Terkadang, ia berangkat ke sekolah sambil nyeker (tanpa alas kaki) karena keterbatasan (ekonomi) keluarganya.

Di luar waktu sekolah, Asep mengisi waktu luangnya dengan belajar. Ia terkenal kutu buku. Sering sekali ia membaca buku dengan semangat di atas pohon, padahal di bawah dekat pohon itu ada kuburan. Saat suasana mulai gelap, barulah ia turun dari pohon tersebut.

Ia juga sering mengaji Al-Qur’an di masjid. Selain ilmu umum di sekolah, ia pun senang belajar ilmu-ilmu agama Islam.

Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, Asep bisa melanjutkan sekolah sampai SMA. Pada saat SMA, minat dan semangatnya terkait agama menyebabkan Asep aktif di rohis (kerohanian Islam). Keilmuan Asep di bidang agama pun mulai diakui oleh masyarakat. Di usianya yang masih sangat muda, ia sudah sering menjadi ustadz muda yang diminta berceramah dari satu kampung ke kampung lainnya.

Suatu ketika, Asep sedang menyampaikan ceramahnya dengan bahasa yang sistematis dan jelas. Para hadirin terpesona dengan penjelasan Asep yang sederhana dan mudah dipahami. Ada seorang wanita yang matanya sembap, air mata pun mengalir. Ia bersyukur kepada Allah karena Asep diberi karunia ilmu agama dan dipercaya oleh masyarakat. Ternyata, wanita tersebut adalah ibunda Asep yang ikut hadir.

Setelah SMA, Asep diterima kuliah di IPB. Namun, dengan berat hati ia tidak melanjutkan kuliah karena memprioritaskan adik-adiknya yang masih sekolah dan perlu biaya yang banyak. Ia pun sempat diterima di IAIN Sunan Gunung Djati (sekarang UIN Sunang Gunung Djati). Dengan keterbatasan ekonomi keluarganya, Asep berusaha mencari beasiswa.

Alhamdulillah, pada saat itu ada pengumuman penerimaan mahasiswa baru Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud Saudi Arabia cabang Asia Tenggara. Asep mendaftar dan lulus dengan beasiswa penuh untuk belajar bahasa Arab dan ilmu syariah di universitas tersebut. Asep belajar dengan tekun sehingga berhasil lulus kuliah. Setelah lulus, Asep terus aktif dalam dunia dakwah. Ia pun dikenal

Page 13: Aher Undercover

4 AHERUNDERCOVER

Foto Kang Aher waktu SMP

oleh masyarakat sebagai salah seorang da‘i yang juga aktif dalam bidang pendidikan dan politik.

Nah, Asep yang dulu penjual gorengan itu sekarang ada di rumah kita,” pungkas Bu Netty Prasetiyani sambil tersenyum mengakhiri cerita kepada anak-anaknya.

“Oh, jadi Asep penjual gorengan itu Bapak, ya?’ Itulah ungkapan yang muncul dari anak-anak saat pertama kali mendengar cerita ‘Asep Penjual Gorengan’,” tambah Bu Netty.

Akhir cerita itu membuat saya terpana. Sepertinya, para peserta pun demikian. Kami

tidak menyangka bahwa ternyata kisah “Asep Penjual Gorengan” itu adalah kisah nyata Gubernur Jawa Barat saat masih kecil, di daerah Sukabumi. Ternyata, Asep itu adalah panggilan Pak Ahmad Heryawan waktu kecil.

Saya baru ingat bahwa Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud cabang Asia Tenggara itu bernama LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) yang bertempat di Jakarta dan merupakan kampus tempat Pak Ahmad Heryawan dahulu berkuliah dan menimba ilmu bahasa Arab dan keislaman.

Saya menatap wajah Pak Ahmad Heryawan yang tampak ikut terharu teringat pengalaman masa kecilnya. Ada anggukan kecil disertai senyuman seolah membenarkan apa yang baru saja dijelaskan oleh istri tercinta.

Tiba-tiba, saya seolah tersedot ke masa lalu dan seolah menyaksikan seorang anak SD berjualan gorengan dan terkadang berangkat ke sekolah dengan nyeker karena keterbatasannya. Kini, anak itu menjadi Gubernur Jawa Barat yang sedang duduk berdekatan dengan saya pula. Subhanallah....

Kisah “Asep Penjual Gorengan” itu sungguh menginspirasi. Bukan hanya bagi saya, bagi 1500 peserta yang hadir pun demikian. Dalam lembar evaluasi yang dibagikan panitia di akhir acara, ada salah seorang yang menyatakan, “Saya terkesan dengan kisah ‘Asep Penjual Gorengan’. Saya akan menceritakannya kembali kepada anak-anak saya.” (mz)

Page 14: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 5

Saat itu, saya baru lulus kuliah sekira lima bulanan. Belum ada keputusan hendak ke mana saya akan bekerja. Surat lamaran pun belum saya buat. Mungkin karena masa transisi, saya masih “terkejut” dengan perpindahan keadaan, dari seorang mahasiswa menjadi sarjana.

Tentu saja, waktu lima bulan tidak terasa telah terlewati. Meski belum bekerja, saya masih aktif dalam kegiatan kampus dan pembinaan kerohanian di sekolah-sekolah. Sampai satu saat, saya mendapatkan tawaran untuk menjadi salah satu staf khusus Gubernur Jawa Barat, tepatnya di bidang media. Dengan niat ibadah

Masak Sendiri02

Kang AHER di dapur - Meninjau Kelompok Tani Kp Areng

Page 15: Aher Undercover

6 AHERUNDERCOVER

dan belajar, saya pun mengambil peluang itu. Satu hal yang tidak saya duga sebelumnya bahwa selama memegang amanah tersebut, saya harus tinggal di Gedung Pakuan, rumah dinas Gubernur Jawa Barat.

Saya pun mulai membiasakan diri dengan suasana tempat tinggal yang baru. Ditambah, aktivitas yang baru. Ya, aktivitas yang sungguh padat—meski sewaktu kuliah saya memiliki banyak kegiatan. Saya harus menyesuaikan aktivitas saya dengan aktivitas Pak Ahmad Heryawan. Ke mana beliau pergi—biasanya saban hari beliau berkunjung ke daerah-daerah di Jawa Barat—saya harus turut serta.

Mungkin, bagi seorang gubernur, berkunjung ke daerah bukanlah hal yang aneh. Itu memang sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang pemimpin yang mengayomi.

Hal istimewa justru terjadi ketika Pak Ahmad Heryawan baru pulang dari kunjungannya dan hendak rehat di rumah dinas. Saya dibuat terperangah ketika menyaksikan orang nomor satu di Jawa Barat itu dengan leluasa dan tanpa canggung beranjak ke dapur dan memasak. Beliau melakukan itu jika kebetulan belum ada

Saat Sidak Pasar Kosambi menjelang Ramadhan 1433 H

Page 16: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 7

makanan. Beliau tidak mencak-mencak atau menyuruh orang lain memasakkan makanan untuknya.

Padahal, menurut saya, amat wajar ketika seorang pemimpin menyuruh orang lain untuk memasakkan makanan untuknya. Minimal, membeli makananlah ke luar. Tetapi, itu tidak dilakukan. Saya sungguh malu menyaksikan hal itu. Betapa saya saat di rumah masih belum bernyali memasak, bahkan untuk diri sendiri. Saya masih bergantung kepada ibu saya.

Ya Allah, semoga Engkau memanjangkan umur Pak Ahmad Heryawan. Memberkahi hidupnya dengan rezeki dan menetapkannya senantiasa dalam kebaikan. Aamiin. (rs)

Di rumah terkadang masak sendiri. Di tempat umum pun tak sungkan memasak sate untuk orang lain

Page 17: Aher Undercover

8 AHERUNDERCOVER

“Saya hanya orang kecil, Kang. Penghasilan saya tidak seberapa.”Namanya Pak Rohaendi. Usianya lima puluh tahunan. Legam

kulitnya, sebagian giginya sudah rompal. Sebatang rokok senantiasa terselip di bibirnya yang juga hitam. Ia merupakan petugas kebersihan yang saban hari berada di pertigaan Jalan Otista, tepat di depan Gedung Pakuan.

Temannya sapu lidi bergagang panjang dan daun-daun gugur. Ujung-ujung sapunya trengginas menggiring dedaun gugur yang berada di permukaan jalan dan trotoar. Untuk melepas lelah, ia akan duduk di sebuah kedai kecil di sudut pertigaan. Di sana, ia ngobrol dengan penjual rokok dan minuman kemasan. Memperbincangkan apa saja yang sekiranya bisa menemani lelah dan penat.

Baginya, Gedung Pakuan seperti sebuah bangunan yang hanya bisa dijumpainya dalam mimpi. Betapa tidak, sejak masih bujangan ia sudah mengais rezeki di sini. Sepanjang itu pula, hingga kini beranak enam, ia hanya bisa memandang gedung itu dari luar pagar. Betapa silau matanya dengan gedung yang serbaputih itu.

Tidak pernah terbetik dalam benaknya untuk bisa masuk dan duduk-duduk, meski hanya di berandanya. Bahkan, memegang pagarnya saja rasa-rasanya teramat jarang ia lakukan. Sekali lagi, ia hanya sanggup memandang gedung itu beserta kemilaunya, ketika ia sudah cukup bosan dengan lalu-lalang kendaraan, daun-daun gugur, atau trotoar.

Mengaku sebagai wartawan sebuah media lokal terkemuka di Jawa Barat, saya menyalami Pak Rohaendi yang tengah beristirahat sambil memeluk sapu lidi bergagang panjang yang menjadi

Satu Senyum Saja03

Page 18: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 9

karibnya. Kepadanya, saya sodorkan aneka tema, semata-mata permulaan membuka keakraban. Tentu saja, tanya saya yang utama adalah perihal Gedung Pakuan beserta segenap penghuninya.

“Belum pernah masuk,” kata Pak Rohaendi ketika saya bertanya apakah ia pernah ke sana.

Ketika saya bertanya untuk kali kedua, Pak Rohaendi tersenyum, memperlihatkan barisan giginya yang rompal sebagian.

“Buat apa saya masuk ke sana, Kang? Saya cuma orang kecil. Hidup dan nyari uangnya di jalan,” katanya dengan nada pesimis.

Saya mengangguk-anggukkan kepala. Mencoba membesarkan hatinya dengan cara diam dan larut dalam gejolak perasaannya.

“Tapi…”Saya segera mengangkat kepala. Pak Rohaendi yang tadi

mendung mendadak cerah. Senyum mengembang di wajahnya yang tirus.

“…Buat saya, apa yang dilakukan Pak Gubernur setiap kali berpapasan sudah lebih dari cukup.”

“Memangnya, tiap hari Bapak ketemu Pak Gubernur?” saya semakin tertarik.

“Nya henteu oge, Kang.” (Ya, tidak juga, Kang)Saya lantas memperbaiki posisi duduk. Sebotol minuman soda

pun saya pesan. Pak Rohaendi menolak waktu saya tawari minum. Rupanya, kopinya masih setengah gelas lagi. Begitu pula dengan rokoknya, masih tersisa setengah batang.

“Saya teh merasa senang setiap kali menyapu di sini. Kalau Pak Gubernur keluar dari rumah dinas, selalu membuka kaca mobil. Tersenyum dan melambaikan tangannya. Saya teh asa bungah.”

Saya ikut tersenyum. Ingin membersamai kebahagiaan yang buncah di dada lelaki tangguh ini. Betapa ia merasa berharga dengan pekerjaannya. Betapa ia merasa bangga disapa oleh Pak Gubernur yang prestasi serta akhlaknya sudah ia dengar dari banyak orang. (rb)

Page 19: Aher Undercover

10 AHERUNDERCOVER

Namanya Pak Yoso. Profesinya sopir taksi. Sehari-hari biasa ngetem di Jalan Otista. Ia berkawan dengan Pak Rohaendi, petugas kebersihan di pertigaan Otista, depan Gedung Pakuan. Perawakannya tinggi besar, rambutnya tipis, cerah wajahnya dengan kumis tipis melintang di atas bibir.

Bukanlah sebuah kebetulan ketika saya ngobrol dengannya di dalam taksi. Saya yang belum hafal jalan ke Gedung Pakuan, bersyukur ketika naik taksi beliau.

“Mau ke Gedung Pakuan? Saya biasa ngetem di daerah sana,” kata Pak Yoso.

Pak Yoso tinggal di Kopo, Bandung. Lelaki 40 tahunan dengan tiga orang anak. Meskipun sehari-harinya di dalam kendaraan dan diuber target kejar setoran, setiap waktu shalat tiba, ia tak pernah

Kami Bangga Memiliki Kang Aher04

Kang Aher berjalan hendak shalat Jumat di kelurahan Babakan Ciamis, kawasan kumuh dekat Balaikota Bandung

Page 20: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 11

melewatkannya. Ia biasa shalat Zuhur di Masjid At-Taqwa, dekat Gedung Pakuan.

Pukul 11.45 WIB, sampailah saya di depan Gedung Pakuan.“Mau turun di sini?” tanya Pak Yoso.“Musala di dekat sini sebelah mana ya, Pak?” tanya saya.“Oh, mau shalat Zuhur? Ayo, kita turun di depan Musala At-

Taqwa saja kalau begitu. Itu musala tempat saya kalau dhuhuran,” katanya, sembari melajukan kembali taksinya.

Taksi pun berhenti di depan musala. Azan sedang berkumandang. Beberapa lelaki, dengan ragam profesi—tukang becak, penjaga toko, dan warga setempat—mengantre wudhu. Saya dan Pak Yoso pun turun dan langsung ikut antre wudhu. Wudhu selesai, kami pun berbaris dalam shaf yang rapi dan rapat.

Lebih kurang sepuluh menit, shalat Zuhur diakhiri dengan salam. Satu per satu, setelah memanjatkan doa, jamaah keluar melanjutkan aktivitas yang mereka jeda dengan rehat berpahala. Saya dan Pak Yoso masih duduk dalam masjid. Menyelonjorkan kaki yang terasa pegal. Sesekali kami berbagi senyum. Lantas, dengan kode tertentu, kami keluar hendak duduk-duduk di beranda masjid. Di sana, ada sekelompok anak muda yang sedang membincangkan kisruh PSSI, sekaligus masa depan dan prospek Persib Bandung, tim kesayangan mereka.

Saya dan Pak Yoso duduk agak berjauhan dengan anak-anak muda itu. Saya memesan dua gelas minuman dingin. Saya dan Pak Yoso pun menikmati minuman yang menyegarkan tenggorokan itu.

“Pak Yos, memang suka shalat di sini?” saya menyapa Pak Yoso dengan sebutan baru yang saya ciptakan, semata demi keakraban.

Pak Yoso tersenyum. Mungkin karena menganggap lucu nama sapaan yang baru saja saya berikan. Namun, tidak ada protes darinya. Artinya, Pak Yoso tidak mempermasalahkan sapaan barunya tersebut.

“Tidak sering juga. Paling sempat, ya waktu Zuhur begini,” katanya.

Kami menyedot minuman dingin lagi. Kami menganggukkan kepala, memberikan kode kepada anak-anak muda yang sedang ngobrol. Itu kode, balas sapa atas sapaan mereka yang juga dengan anggukan kepala.

Page 21: Aher Undercover

12 AHERUNDERCOVER

“Kenapa senang dan lebih sering shalat di sini, Pak?” tanya saya.“Kebetulan saja sering ngetem di daerah sini. Jadinya, tiap

Zuhur, ni-is (berteduh) di sini,” jawabnya lugas.Obrolan pun berlanjut. Saya semakin tertarik ketika Pak Yoso

menyebut nama seseorang yang lumayan menyita perhatian saya akhir-akhir ini. Tentang seseorang yang baru 51 bulan memimpin sebuah provinsi bernama Jawa Barat, tetapi sudah lebih dari 70 penghargaan–nasional maupun internasional–yang dianugerahkan kepadanya. Ia adalah Pak Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat.

“Sesekali, saya pernah berjamaah Zuhur di musala ini. Sungguh, seumur-umur, dengan mata kepala saya sendiri, baru beliau pemimpin selevel gubernur yang saya temui. Membaur di sini bersama kami dengan aneka profesi,” katanya sumringah.

Saya manggut-manggut. Mencoba meluber dengan hati Pak Yoso yang buncah. Pak Yoso melanjutkan, “Beliau berjalan kaki dari Gedung Pakuan ke sini. Beliau mengimami shalat, lalu berbincang-bincang dengan kami setelahnya. Bagi saya, ini adalah hal yang istimewa. Jawa Barat harus bersyukur memiliki pemimpin seperti itu.”

Musala semakin sepi. Satu-satu orang-orang melanjutkan aktivitasnya. Begitu pula dengan Pak Yoso. Setelah ongkos saya serahkan, lekas-lekas ia pamitan mengejar rezeki lagi. Lalu, saya masih duduk tepekur sendirian di musala, merenungkan apa saja cerita yang disampaikan Pak Yoso tentang Pak Ahmad Heryawan itu. Subhanallah…(rb)

Kang Aher sapa penjaga WC umum SPBU

Page 22: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 13

Mendapat amanah menuliskan segala hal tentang Ahmad Heryawan adalah sebuah kesempatan langka. Jujur saja, sebagai profesional saya termasuk yang antipati dengan hal berbau politik. Politik tidak lagi tentang hitam dan putih, tetapi sudah menjadi abu-abu. Namun, semata karena dorongan profesional pula, ini saya lakoni juga. Saya melakukan sedikit wawancara dengan orang-orang yang pernah bersinggungan dengan lelaki yang akrab disapa Kang Aher itu. Mulai dari bawahannya di pemerintahan, keluarganya di Sukabumi, maupun guru mengajinya semasa kecil.

Ada dua hal yang mengeram di dalam benak saya. Pertama, sejujurnya saya ingin bertemu dengan Kang Aher. Saya ingin

Menerjemahkan Kesan05

Kang Aher saat menanti makan malam di Pujasera Jl Juanda Kota Depok

Page 23: Aher Undercover

14 AHERUNDERCOVER

bertemu, bertatap muka, dan–kalau memungkinkan–berdiskusi dengan beliau tentang apa saja. Saya penasaran, seperti apakah Kang Aher itu jika diperhatikan dari jarak dekat. Sebagai orang media, saya khawatir apa yang tersaji hanyalah pencitraan belaka.

Kedua, ini kontradiktif, saya tidak ingin bertemu dulu dengan Kang Aher. Apa soal? Sebagai orang yang bertugas menuliskan komentar banyak orang–di buku ini–saya merasa harus benar-benar mengenyahkan segala kesan pribadi. Saya ingin, selama proses penulisan ini berlangsung, saya memiliki kaca pandang yang objektif. Cukuplah saya menuliskan apa saja yang dirasakan orang lain, tidak oleh saya.

Setelah mendapat kabar dari Indra Kusumah, rekan yang juga menulis buku ini, saya langsung bergerak. Saya membaca di beberapa media, terutama media sosial, tentang Kang Aher. Hampir semua pemberitaan menceritakan prestasi Kang Aher selama memimpin. Informasi negatif, seperti yang sudah jamak menimpa para pemimpin, sama sekali tidak menyentuh beliau.

Selepas membaca berita di media, saya pun mulai melakukan observasi. Bertanya ke sana-sini, kepada kawan yang pernah bersinggungan atau terlibat dalam kegiatan Kang Aher. Saya bertanya kepada N, seorang kawan semasa kuliah yang lalu menjadi staf ahli Kang Aher di pemerintahan.

“Saya melihat dan merasakan bahwa apa yang dilakukan Kang Aher bukanlah pencitraan. Sungguh, sangat jauh dari kesan pencitraan. Apa yang beliau lakukan sangat natural. Tahajud, tilawah, menjadi imam shalat, saya kira tidak pantas untuk dikatakan sebagai pencitraan. Karena itu semua beliau lakukan di kala sendirian,” kata N.

Saya lantas menemui R, kawan saya juga semasa kuliah. Sudah cukup lama R menjadi staf ahli Kang Aher di bidang media. Setiap saat, R memegang kamera. Ia merupakan orang dibalik momen-momen tepat untuk di-publish ke khalayak tentang aktivitas Kang Aher.

“Kang Aher memudahkan pekerjaan saya. Ketika mengambil foto, Kang Aher tidak berpose layaknya tokoh yang mencari simpati khalayak. Beliau melakukan banyak hal dengan spontan.”

Page 24: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 15

Saya lalu menemui C, juga tim media di lingkungan pemerintahan. Bedanya, C tidak menginap dan tidak ikut ke beberapa wilayah di mana Kang Aher melakukan kunjungan. C lebih banyak meliput kegiatan di Gedung Sate.

“Ini hal yang istimewa dalam hidup saya. Selama ini, saya merasa segan dengan pemimpin. Tetapi, dengan Kang Aher, saya tidak merasakan hal itu. Justru, saya merasa dekat ketika duduk bersama beliau,” kata C.

“Pengalaman lain yang saya dapatkan,” C melanjutkan, “ketika ada rapat kepala desa. Pak Gubernur tidak melakukan kegiatan rapat di hotel-hotel atau bahkan di rumah makan. Tetapi, beliau melakukan rapat di Gedung Pakuan. Itu semua beliau lakukan semata-mata demi menghemat anggaran.”

Rasa-rasanya, saya ingin gegas menuntaskan penulisan buku ini. Saya ingin bertemu dengan Kang Aher. Saya ingin lekas membuktikan ucapan tiap orang yang saya temui, orang-orang yang pernah melakukan interaksi langsung dengan beliau. Saya merasa, di masa depan saya harus memiliki peran untuk mengenalkan Kang Aher sebagai tokoh yang patut dipertimbangkan sebagai pemimpin di level yang lebih tinggi. Tekad itu tiba-tiba mengemuka dalam dada saya. (rb)

Menyimak Obrolan Pak Wiranto. Beliau memuji Aher atas prestasinya

Page 25: Aher Undercover

16 AHERUNDERCOVER

Lazimnya anak-anak kampung, kelak mengaji di surau atau di rumah ustadz adalah kenangan yang paling dirindukan. Itu kenangan yang paling ingin terulang. Meski bukan melulu tentang hal manis, hal getir seperti dihukum guru ngaji pun seolah ingin teralami kembali.

Ahmad Heryawan, dibesarkan dan dididik dalam nuansa pengajian di kampung. Semasa SD, Kang Aher memiliki guru ngaji bernama Mualim Uci. Dengan guru ngajinya itu, Kang Aher kecil sangatlah dekat. Bahkan, alm. Ustadz Uci hanya menghendaki Kang Aher-lah yang memijati pundaknya selepas pengajian. Tidak santri yang lain.

Umaro yang Ulama

Kang Aher menyampaikan ceramah

06

Page 26: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 17

Masa kecil yang akrab dengan dunia pengajian dan pesantren, memahat Kang Aher untuk tidak lepas dari kehidupan semacam itu. Masuk SMP, Kang Aher sudah mondok di pesantren. Bahkan, hingga SMA, beliau tetap masantren: pulang dan pergi antara pesantren dan rumahnya.

Selain masantren, Kang Aher juga memiliki guru ngaji di lingkungan rumahnya. Namanya H.M. Acep Abdullah. Kepada beliau, Kang Aher belajar ilmu tafsir, menghafal Al-Qur’an, dan mengkaji beberapa kitab kuning.

“Setiap subuh, saya memberikan tugas kepada Kang Aher untuk ceramah,” kata H.M. Acep Abdullah.

Maka, tidaklah mengherankan jika Adi Nugroho, seorang mantan staf media Kang Aher di pemerintahan, berkata bahwa pidato Kang Aher tidak pernah lepas dari muatan-muatan agama. Pidato dan sambutannya selalu memuat pesan-pesan kebaikan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis.

“Sambutan dan pidato Kang Aher itu beda dengan pemimpin-pemimpin yang lain. Beliau sangat lekat dengan latar belakangnya sebagai santri. Ketika beliau berbicara di depan, audiens itu mendengarkan dengan khusyuk. Ya, seperti mendengarkan kiai ceramah saja, hehehe…” (rb)

Aher dekat dengan sesepuh

Page 27: Aher Undercover

18 AHERUNDERCOVER

Setelah berkali ke tempat ini, mungkin malam kemarin akan menjadi pengalaman yang paling berkesan.

Tempat ini dulu rasanya sakral sekali. Hanya orang tertentu yang bisa masuk, para gegeden saja. Mereka berkunjung, berdiplomasi, atau sekadar berpesta. Nuansa militeristik sangat kentara. Setiap perilaku tuan rumah rasanya ibarat instruksi.

Namun, sejak ia datang, tempat ini sudah seperti balai umum. Setiap orang boleh masuk. Ekspatriat, pejabat, demonstran, petani, nelayan, mahasiswa, rakyat biasa, RT/RW, kades, buruh, serta masyarakat dari beragam elemen, status, dan strata tidak asing ada di sini. Sebagian besar dari mereka pun selalu berkomentar serupa, “Bungah, mimpi rasanya menginjakkan kaki di tempat ini.”

Lelah Mereka di Jalan Takwa07

Page 28: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 19

Awal ia masuk ke tempat ini, yang berarti ia mulai menjalankan fungsinya sebagai pemimpin, banyak orang meragukan. Setiap jajak pendapat dan survei selalu menunjukkan antusiasme dan atensi rendah dari masyarakat kepadanya. Beragam komentar miring dari para tokoh parahyangan rajin beredar di media. Isinya sama. Mereka tidak merasakan dampak kepemimpinannya. Mereka menuntutnya mundur.

Ia yang tidak dikenal, mesti jadi pejabat publik dan menghadapi badai kritik. Jika bukan orang yang menggantungkan diri pada kasih sayang Allah, sungguh akan gusar diri dipermainkan opini.

Namun, ia bertahan. Bertahan dan terus berkarya. Ia jawab semua dengan bukti, dengan bekerja. Ini yang unik. Justru saat segala upayanya perlahan menjawab kritik dan kekhawatiran itu, tidak ada yang menyambungkabarkannya pada masyarakat. Segala kerja keras yang berbuah penghargaan nasional bahkan internasional itu, redup dari ekspos media massa.

Jika terbiasa datang ke tempat ini dan berinteraksi dengan para staf, akan terdengar keluh dan ekspresi nyaris sama. Mereka pegawai kerumahtanggaan, penjaga, terlebih para pengawal, merasa lelah bukan main. Mengapa demikian? Coba saja ikuti aktivitas orang satu ini seminggu penuh dan selamat merasakan kelelahan luar biasa. Saya tidak melebih-lebihkan. Jika para pengawalnya yang terlatih dan bergantian sif tiga harian saja bisa sangat kelelahan, apalagi kita yang tidak terbiasa?

Ada satu hal yang selalu jadi pertanyaan banyak orang di tempat ini, juga dari orang-orang yang mengenalnya, atau terbiasa berinteraksi dengannya. Dari mana ia bisa mendapatkan energi untuk memenuhi semua aktivitas itu?

Banyak yang berkomentar. Obat, suplemen, kurma, madu, dan jawaban tebak-tebak lainnya. Tetapi, sebagai Muslim, saya rasa kita tahu jawabnya. Bahwa orang yang tengah bermujahadah di jalan Allah, yang memiliki visi besar, pasti akan selalu memiliki spirit besar untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.

Ya, kedekatan kepada Allah itulah sumber energi utama orang-orang yang berjuang dengan benar. Bila bukan karena-Nya, tidak perlu diragukan bahwa niat yang salah, malas, dan putus asa, akan menggerogoti amanah kepemimpinan nantinya.

Page 29: Aher Undercover

20 AHERUNDERCOVER

Sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah masa pembuktian seorang Muslim. Bukti atas tekad kuat, bukti kualitas keimanan. Menyesal karena malam ke-21 saya tidak iktikaf, Jumat 10 Agustus 2012 saya putuskan untuk bermalam di masjid. Kebetulan, kala itu saya memang tengah berada di sana, di tempat orang itu berdinas.

Selepas dua rakaat shalat dan beberapa lembar tilawah, ternyata badan sudah tidak bisa diajak kompromi. Sekitar pukul 10 lewat, terdengar suara sirine dan rangkaian mobil memasuki rumah dinas ini. “Sang istri baru pulang”, tebak saya. Lalu, pukul 11 lewat, kembali terdengar gaduh yang sama. “Nah, kali ini sang suami yang pulang”, terka saya lagi. Lelah, saya pun rebah. Tak ada siapa pun di sini, cuma saya sendiri.

Alangkah kaget, sekitar pukul 00.30, dua sosok itu memasuki masjid. Saya yang tengah terkantuk-kantuk terlonjak dan membalas sapaan mereka seadanya. Karena gugup dan malu, kantuk pun rasanya terusir dan saya kembali meneruskan tilawah.

Lelaki itu lalu melaksanakan shalat, sekitar 3 meter saja di samping kiri saya, dan sang istri melakukan hal yang sama di belakang. Selepas shalat, ia membaca beberapa lembar Al-Qur’an, dengan suara yang telah parau. Tak lama, tilawah parau itu pun telah jelas jadi dengkuran.

Dalam hati, saya tersenyum. Menganggap wajar suara dengkuran itu. Dengkuran orang lelah yang siangnya telah melakukan sidang terbatas bersama Presiden RI di Jakarta dan sorenya bersilaturahmi dengan warga Purwakarta. Malamnya, ia tarawih keliling di sebuah masjid di kawasan Bandung.

Selepas dirasa cukup porsi tilawah malam itu, saya kembali beranjak shalat. Dua rakaat panjang kembali. Merapal tiga halaman pertama surah kedelapan, Surah Al-Anfaal, surah apik yang diisi pesan-pesan perjuangan.

Ketika salam, baru saya melihat mereka berdua di belakang. Sang istri tersandar pada lemari penyimpanan mukena, lelap berbekal selimut. Sang suami, bersandar pada sang istri. Lelap dengan dengkuran yang terdengar lebih damai. Pemandangan yang sangat indah, damai, dan mendamaikan.

Kiranya setiap pemimpin seperti itu. Di ujung lelah atas aktivitas yang padat, mereka berserah kepada Allah. Mereka pertemukan

Page 30: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 21

iman mereka dengan jaminan dan janji-janji Allah atas berjuta karunia-Nya di sepuluh malam terakhir.

Saat kemudian subuh datang, lelaki itu sudah siaga di masjid. Saya jadi orang ketiga yang memasuki masjid setelah ia dan muazin. Selepas iqamah, mantap ia melangkah ke mimbar imam. Mengecek anak, keenamnya ada. Begitu pun sang istri.

Mantap ia bertakbir memimpin shalat, semantap ia memimpin Jawa Barat. (rs)

Page 31: Aher Undercover

22 AHERUNDERCOVER

Jika ingin bertanya tentang kekuatan kata-kata, tanyalah Pak Hamid. Lelaki yang telah sepuh ini menjadi saksi hidup, bagaimana perkataan seorang ayah menjadi kenyataan terhadap anaknya.

Seorang bocah lelaki berusia tiga tahunan. Menangis sejadi-jadinya. Tidak bisa dibujuk dengan apa pun. Entah menginginkan apa. Sehingga, apa yang dilakukan bocah tersebut mengundang kemarahan dari sang ayah.

“Siah kunaon sih bedegong-bedegong teuing. Ceurik jiga kitu teu beunang diupahan. Rek jadi gubernur kitu?” (Kenapa sih kamu

Harap yang Menjadi Nyata08

Page 32: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 23

ini susah amat! Nangis seperti itu tidak bisa didiamkan? Emangnya kamu mau jadi gubernur?”

Waktu itu hujan rintik-rintik. Bocah lelaki yang tidak mempan dibujuk itu rupanya ingin turut serta ke sawah. Padahal, hari tengan hujan. Pak Pepen Effendi yang tidak ingin anaknya sakit tentu saja melarang. Namun, sang anak berkeras ingin ikut.

Pak Hamid, seorang panyawah di keluarga Pak Pepen, akhirnya tidak tega membiarkan bocah itu menangis terus. Ia pun membujuk Pak Pepen agar bocah itu dibawa saja. Tidak apa-apa, kalau Pak Pepen enggan membawanya, Pak Hamid siap menggendong.

Hujan belum reda. Pak Hamid menggendong bocah tiga tahunan yang mulai reda tangisnya itu menyusuri pematang sawah. Karena khawatir si bocah kehujanan, Pak Hamid berjalan agak cepat. Sambil menggendong, ia juga memanggul cangkul.

“Eta budak kabawa ajrut-ajrutan. Nepi ka ingus-na teh nempel di tonggong,” kenang Pak Hamid.

Sampai saat ini, Pak Hamid masih setengah tidak percaya atas skenario hidup yang dimainkan-Nya. Bocah tiga tahun yang keras kepala itu, yang disumpahi ayahnya “rek jadi gubernur, lain?” akhirnya benar-benar menjadi seorang gubernur. Bocah kecil itu adalah Ahmad Heryawan. (rb)

Page 33: Aher Undercover

24 AHERUNDERCOVER

Saya sudah menganggapnya seperti kakak. Orangnya cheerful, wajahnya cerah, dan obrolannya nyambung serta menyenangkan. Ada satu cerita darinya yang selalu saya kenang hingga sekarang. Mengimajinasikan cerita satu itu mengajak saya untuk lebih sabar belajar tawadu.

#April 2008.

Halaman Gedung DPRD Majalengka sudah disesaki para wartawan. Majalengka mendapat kesempatan menjadi saksi pesta demokrasi, Pemilukada Jawa Barat.

Hati di Secarik Kertas09

Masyarakat bahagia bisa bertemu Kang Aher

Page 34: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 25

Saat itu, tiga pasangan Cagub dan Cawagub sudah menyiapkan diri di ruangan. Mereka hendak memaparkan pandangan dan rencana ke depan untuk membangun Jawa Barat. Kakak saya saat itu berada di sana juga. Ia menjabat sebagai ajudan Bupati Majalengka.

Beliau menuturkan seperti ini kepada saya:Sesuai nomor urut, setiap pasangan akan maju dan berbicara

di hadapan masyarakat Majalengka. Saat pasangan nomor 1 maju, suasana ruangan mendadak riuh. Sang incumbent yang kuat menempel berbalap dengan calon nomor 2 ini rupanya didukung massa yang banyak. Ia pun menyampaikan visi misi dengan tetap diiringi sorak-sorai pendukungnya.

Beralih pada giliran berikutnya. Pasangan nomor urut 2 yang merajai jajak pendapat ini tidak kalah kuat dukungan massanya. Ruangan kembali ramai. Mantan menteri yang menggaet tokoh NU yang juga bermassa banyak di Jawa Barat ini punya pengaruh kuat. Sekali lagi, serangkaian kalimat visi serta misi-misi membangun Jawa Barat telah sampai ke telinga publik.

Sebelum lanjut cerita, kakak yang satu ini menerawang sesaat sambil tersenyum.

Lalu, pasangan terakhir pun naik. Berbeda dengan sebelumnya, tidak begitu riuh. Tepuk tangan dari sedikit pendukung dan tim suksesnya cukup melegakan. Setidaknya, ini menegaskan bahwa mereka bukan sekadar penggembira di pesta demokrasi rakyat Jawa Barat ini. Masih ada sekelompok orang yang punya mimpi dan bersungguh-sungguh dengan mimpinya.

Saat keduanya naik, semua orang akan langsung mengenali. Namun, bukan sosok Cagub, tapi justru Cawagubnya. Ya, siapa pula yang tidak mengenal aktor laga berwajah tampan ini?

Tapi, yang satunya? Cagub? Siapa dia? Orang-orang baru tahu, bahkan mungkin baru melihatnya saat itu.

Orang yang menceritakan ini kepada saya selalu mengulang-ulang bagian berikut ini dengan lebih dramatis.

“Kalau yang lain membacakan visi misinya di selembar kertas tebal khusus dan ber-map khusus pula, yang satu ini tidak. Percaya atau nggak, Pak Heryawan cuma membawa secarik kertas kecil. Tanpa map, apalagi kertas tebal.”

Page 35: Aher Undercover

26 AHERUNDERCOVER

#Saya tidak bermaksud melebih-lebihkan, tetapi itulah realitanya.

Pandangan dan misi-misi dari secarik kertas kecilnya itu telah mengantarnya meraih hingga genap 70 penghargaan pada 11 September 2012.

Visi maupun misi merupakan buah pikir dan mimpi-mimpi panjang seorang pejuang. Bukan hiasan pena kolektif dari tim protokoler.

Begitulah cerita dari orang yang kini jadi ajudannya itu. Kisah yang tidak mungkin dusta, sebab disampaikan dari mulut orang yang melihatnya terus sejak pemilihan hingga kini.

Oh ya, satu lagi. Menulis di secarik kertas itu ternyata bukan rekaan dan celah pencitraan. Hingga kini, jika suatu saat Anda berkesempatan mengikuti acara yang didatanginya, perhatikan saat-saat sebelum ia naik mimbar untuk memberi sambutan.

Ia selalu menulis ulang apa yang akan disampaikannya. Lembar sambutan yang rapi tersusun dari protokoler biasanya tidak banyak ia baca. Namun, begitulah seharusnya. Sebab, buah pikir dari hati, akan sampai tidak hanya di telinga, tetapi juga ke hati. (rs/rb)

Page 36: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 27

Semua pekerja, apa pun posisinya di tempat ini, telah memaklumi bahwa tanggal di kalender mereka hitam semua. Ya, tanggal merah hanya ada di “kalender biasa”. Bagi mereka yang ada di sini, semua tanggal serbahitam. Sebab itu, untuk memberi tubuh mereka jatah istirahat, ada sistem shift. Mereka bekerja 3-4 hari penuh dalam sepekan, sisanya beristirahat. Namun, sebagai kepala di rumah ini, jelas ia tidak terganti. Dalam satu minggu, ia bekerja 7 hari, dan dalam sehari ia bisa menghabiskan nyaris 7 sampai 8 jam untuk bekerja. Mulai aktif pada sepertiga malam, dan tidur kembali menjelang sepertiga malam berikutnya.

Mendemonstrasikan Keadilan10

Jangankan sahabat saya, anak-anak saya pun ‘kehilangan’ sosok ayahnya

Page 37: Aher Undercover

28 AHERUNDERCOVER

Maka, tidak perlu heran bila berjumpa dengan wajah-wajah kusut masai di sini. Tidur mereka kurang.

Minggu malam, 2 September 2012, sekira bakda isya, semua stafnya telah siap berangkat. Jadwal acara yang harus dikunjungi sudah semakin dekat. Namun, mendekat pukul 20.00 WIB, belum juga tampak akan berangkat. Semua kru akhirnya membunuh bosan dengan mengobrol. Apa pun.

Lama menunggu dan juga khawatir, seorang staf akhirnya berinisiatif mengingatkan. Ia pun masuk ke dalam rumah dinas itu. Tidak lama kemudian, ia sudah kembali dengan wajah yang dipulas senyum.

“Nggak tega. Beliau lagi main sama anak-anaknya,” katanya.#Dalam satu kesempatan, pernah ada seseorang yang mengeluh

kepadanya.“Ustadz, dulu Ustadz sering kali bertemu dengan kami. Kok,

sekarang sulit sekali? Bahkan, boleh jadi, sejak jadi gubernur pada 2008, ini adalah kali pertama Ustadz bertatap muka lagi dengan kami di sini.”

Beliau tersenyum. Lalu menimpali dengan suara yang begitu tenang.

“Jika saudara merasa kehilangan, maka tolong camkan ini. Bahwa istri dan anak-anak saya jauh lebih kehilangan daripada saudara semuanya. Bahkan, ada perasaan saya sendiri pun kehilangan diri saya.”

Atau, di kesempatan yang lain, sering ia menceritakan kisah satu ini:

“Di satu subuh, seusai shalat, Rasulullah Saw. tidak berwirid seperti biasanya. Beliau malah bergegas keluar dari masjid. Para sahabat yang merasa heran bertanya, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau berbuat demikian?’ Rasul menjawab, ‘Seharian kemarin aku lupa mencium anakku. Usai shalat tadi aku baru ingat hingga aku bergegas pulang ke rumah untuk mengecupnya, lalu kembali lagi kemari.’” (rs/rb)

Page 38: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 29

Termasuk saya, sesubuh itu terus asyik bercengkrama. Bercanda dengan sesama pekerja di tempat ini. Yang satu pengawal pribadi (Walpri), yang satunya lagi Polisi Patroli Pengawal (Patwal).

Mata mereka jelas menunjukkan sisa kantuk yang masih banyak. Wajar saja, pukul 01.00 WIB, mereka baru datang dari Ciamis.

“Sekali melangkah pantang menyerah. Sekali tampil, harus berhasil!”

Berulang kali keduanya mengucapkan dua kalimat yang telah mereka dapatkan dalam pendidikan kemiliteran mereka.

“Ya, biar lelah, harus tetap siaga. Superkomando!” kata Polisi Patwal.

Superkomando punya makna yang kurang lebih sebagai komando mutlak ada pada keputusan atasan dan tidak bisa diperkirakan. Sehingga, sangat menuntut kesiagaan setiap saat.

Di Bawah Super-Komando11

Page 39: Aher Undercover

30 AHERUNDERCOVER

“Jakarta, nanti malam kita ke Tasikmalaya katanya, ya? Jadi, Pak?” Patwal bertanya dengan agak malas.

“Ya, itu tadi Pak, superkomando. Tugas kita hanyalah siaga. Sekali melangkah pantang menyerah! Jadi, nanti mau ke mana, berikutnya mau ke mana, kita harus siap.”

“Saya hanya heran, Pak, kenapa atasan kita selalu punya tenaga buat mendatangi semuanya? Padahal, kalau hemat saya, acara-acara yang tidak terlalu penting tidak perlulah didatangi segala.”

“Itulah, Pak. Kalau pemimpinnya istiqamah, seharusnya memang seperti itu. Sejak awal menjabat, kita semua sudah berjanji untuk melayani. Maka, jika pemimpin itu konsisten dengan komitmennya, ya benarlah sikap yang beliau ambil. Datangi semuanya, datangi rakyat.”

“Mmm… iya, ya,” petugas Patwal menganggukkan kepalanya.“Ya, sama halnya dengan kita. Saat beliau siap pergi ke mana

pun, ya kita juga harus siap. Menjaga dan melindungi beliau. Begitu, Pak.”

Tiba-tiba terdengar suara dari belakang mobil tempat keduanya bercengkraman, juga dari radio pesawat.

Peringatan… peringatan…!Tidak lama kemudian, atasan pemegang superkomando sudah

sigap menaiki mobil. Hari ini hendak ke Jakarta untuk melakukan rapat koordinasi mengenai perampungan Waduk Jatigede. Dari Jakarta, rombongan akan berkegiatan di seputar Bandung, lalu sore harinya bergerak ke Tasikmalaya.

Ya, benar-benar komando yang super. (rs/rb)

Page 40: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 31

Cuaca daerah selatan memang selalu terasa lebih terik. Mereka semua lelah, juga lapar. Beruntung di tempat yang berkah ini, Pesantren Perguruan K.H. Zaenal Musthafa, mereka bisa melepas lelah. Hati bertambah senang setelah menyecap jambu jamaika. Ditambah lagi dengan sup gurame yang terkenal enak di sini.

Lalu, tanpa ketahuan, orang itu sudah keluar dari pintu. Mereka yang melihatnya sontak berhenti makan dan tergopoh berdiri. Namun, dengan tenang orang itu berkata, “Sudah, selesaikan makannya, tenang aja.”

Seperti Bilal12

‘Jangankan Anda, Keluarga bahkan saya sendiri pun kehilangan diri saya’

Page 41: Aher Undercover

32 AHERUNDERCOVER

Fiuhhh... Begitu barangkali kelegaan dalam diri mereka.Siapa sebetulnya mereka ini? Mereka adalah kru, pegawai di

lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ada pengawal pribadi, Tim Humas, Protokoler, Patwal, serta Ajudan tentunya. Lalu, orang itu? Ya, ia adalah pemimpin mereka. Pemimpin yang tidak kaku, tidak menganggap mereka budak pekerja yang mesti manut-manut.

#Pesantren yang terletak di kawasan Sukamanah, Tasikmalaya

itu adalah titik kedua yang dikunjungi pada hari itu (22/3/2012). Sebelumnya, rombongan berada di Pondok Pesantren Cipasung, memenuhi undangan pelantikan pengurus PC NU Kabupaten Tasikmalaya 2012-2016.

Ada yang unik di acara pelantikan itu. Saat membuka tausiahnya, ketua PBNU Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj mengatakan sesuatu yang membuat ribuan warga Nahdhiyyin bertepuk tangan dan tertawa. Seperti biasa, ada salam penghormatan sebelum memulai pembicaraan. Kala itu, Bang Aqil mengatakan, “Yang Terhormat, Bapak Dr. K.H. Ahmad Heryawan, Lc., Gubernur Jawa Barat 2008-2018….”

Kejadian unik lainnya ada pada tempat ketiga yang dikunjungi hari itu. Sebagai kader sebuah partai dakwah, beliau ingin bersilaturahmi dengan mereka, pengurus DPD Kabupaten Tasikmalaya. Tidak disangka, para kader itu telah menunggu sejak pukul 9 pagi. Padahal, beliau datang ke tempat pertemuan baru pada sekitar pukul 14.00 WIB.

Acara pun dimulai. Gubernur dengan wajah rileks menuturkan apa yang perlu diketahui oleh para kader. Setelah itu, seperti biasanya, ada sesi dialog. Pada sesi itu, ada seorang kader yang mengungkapkan pernyataan yang agak kurang mengenakkan. Katanya, “Ustadz, sejak antum jadi gubernur, kami serasa telah kehilangan Ustadz. Bahkan, baru hari ini saja sejak jadi gubernur, antum bisa menemui kami...”

Beliau pun menanggapi. Dengan rileks menjawab, “Akhi, jangankan antum. Anak-anak saya saja kehilangan ibu-bapaknya di rumah. Ini bukan masa di mana jumlah kita hanya 30 orang dan bisa bertemu terus setiap minggu. Ini masa ekspansi. Dari sekitar 200.000 sahabat Rasulullah Saw, hanya sekitar 25.000 yang wafat di

Page 42: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 33

Makkah dan atau Madinah. Sisanya, wafat di tempat-tempat asing, tempat mereka berdakwah.”

Ada kejadian menarik yang senada dengan ini. Suatu kali, di masa Rasulullah Saw telah tiada, para sahabat merasa rindu untuk bertemu. Dengan berkomunikasi dari jauh, mereka sepakat untuk reunion dengan umrah bersama. Setibanya hari-H, mereka lalu umrah bersama. Setelah itu, mereka bersepakat untuk menuju Madinah bersama dengan berjalan kaki. Setibanya di Madinah pada malam ke-7, mereka lalu menunaikan shalat Isya. Pada sepertiga malam, mereka Tahajud. Kala fajar menjelang, seorang sahabat meminta Bilal untuk azan. Bilal pun dengan suara merdunya menggemakan azan. Demi mendengar itu, para sahabat menangis. Terkenang kebersamaan dengan Rasulullah semasa beliau hidup. Masa terindah yang membuat pilu hati kala melihat kenyataan Rasulullah telah tiada.

Selesai azan, Bilal dan para sahabat lain berjamaah Subuh. Setelah itu, Bilal langsung mengucapkan sesuatu, ‘Sahabat sekalian, saya mohon pamit.’ ‘Kenapa, wahai Bilal? Bukankah kita baru berkumpul di Madinah hanya semalam saja? Kami masih rindu untuk berkumpul.’ ‘Maaf, wahai sahabat sekalian, tetapi saya kini adalah seorang Gubernur Syam, dan rakyat saya telah menunggu, Assalammu‘alaikum’”

Gubernur menyudahi jawabannya. Para kader diam, terhenyak. Ada derak yang dalam di hati mereka. (rs/rb)

Page 43: Aher Undercover

34 AHERUNDERCOVER

Februari 2012, PKS menggelar Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) di Bandung. Hadir dalam acara tersebut para pengurus tingkat provinsi dan kota-kabupaten. Bahkan, hadir pula pengurus perwakilan PKS dari sekitar 30 negara perwakilan, termasuk Amerika, Timur Tengah, dan Asia. Alhamdulillah, saya, M. Agus Setiawan, menjadi delegasi dari DPD PKS Jakarta Pusat untuk hadir dalam acara tersebut.

Apa Kabar?13

Kang Aher memeluk seorang Kader Partai yang Kebetulan bertemu di Sabuga Bandung dalam acara Milad Partai Tersebut

Page 44: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 35

Setelah acara pembukaan Rakornas, ada agenda silaturahmi di rumah dinas gubernur yang disebut Gedung Pakuan. Banyak orang yang hadir dalam acara tersebut. Acara seremonial dimulai dengan sambutan-sambutan dan ramah tamah. Setelah itu, acara makan-makan di halaman belakang Gedung Pakuan. Ketika sedang berbaris untuk mengambil makanan, tiba-tiba Ibu Netty lewat. Saya berpikir, sudah lama sekali tidak bertemu beliau dan secara personal pun tidak kenal dekat dengan beliau. Tetapi, ketika melihat saya, beliau bertanya dengan ramah, “Eh, Pak Agus, apa kabar?”

Saya kaget. Kok, beliau masih ingat nama saya, ya?“Bagaimana Silvy?” tanyanya sambil tersenyum.Saya semakin kaget ketika Bu Netty pun menanyakan kabar istri

saya. Memang, dulu istri saya sempat menjadi binaan Bu Netty selama beberapa bulan. Tetapi, bagi saya yang luar biasa adalah saat beliau masih mengingat saya dan istri yang sebenarnya jarang berinteraksi dengan beliau.

“Oh, baik, Bu. Alhamdulillah...,” jawab saya menjelaskan kabar istri.

Kami pun berbincang singkat. Setelah itu, beliau kembali menyapa tamu-tamu yang lain.

Menurut saya, jika beliau berperilaku demikian kepada saya, tampaknya beliau pun berlaku sama pada orang lain. Beliau akan menyapa mereka. Beliau sepertinya memiliki ingatan yang kuat dan tidak segan menyapa. Ternyata, dugaan saya benar. Ketika pulang ke Jakarta, saya ceritakan kejadian tersebut kepada istri. Istri saya memberikan kesaksian bahwa Bu Netty memang memiliki ingatan yang kuat.

“Oh, iya. Bu Netty itu memiliki ingatan yang kuat. Meskipun lama tidak bertemu, saat berjumpa lagi beliau bisa menyebutkan nama dan kesannya saat bertemu kita.”

Menurut istri saya, waktu di Jakarta beliau memiliki beberapa kelompok binaan. Yang menarik, Bu Netty bisa hafal keluarga binaannya, termasuk jumlah saudara binaannya tersebut serta nama-namanya.

Saya sendiri sangat jarang berinteraksi dengan Bu Netty Prasetiyani, apalagi mengobrol satu forum. Saya hanya berjumpa

Page 45: Aher Undercover

36 AHERUNDERCOVER

dengan Pak Ahmad Heryawan saat agenda-agenda formal kepartaian. Oleh sebab itu, saya kaget saat disapa di Gedung Pakuan. (mas/mz)

Page 46: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 37

Ada satu pengalaman tentang kesederhanaan Bu Netty Prasetiyani yang luar biasa. Hal itu terjadi saat ada monitoring dan evaluasi (monev) di Kota Sukabumi, yang merupakan kota asal Pak Gubernur Ahmad Heryawan. Saat rombongan akan kembali ke Bandung, saya, Siti Fatonah, mohon izin, “Bu, saya nggak ikut iring-iringan, ya. Saya mau beli moci untuk teman-teman di kantor.”

“Oh, begitu, ya? Mau ke ‘Lampion’? Saya ikut, deh.” Jawab Bu Netty Prasetiyani.

“Bu, tempatnya, kan, masuk ke gang. Tempat parkirnya di luar, terus harus jalan masuk ke dalam.”

“Ya sudah, nggak apa-apa,” katanya.Akhirnya, kami rombongan tiga mobil pergi ke Lampion. Mobil

saya, Bu Netty, dan Pak Edi Nasution dari Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum).

Cubitan14

Bunda Netty saat Belanja Buku di Islamic Book Fair Bandung 15 Mei 2012. Datang tanpa Pengawalan, belanja pun sendiri

Page 47: Aher Undercover

38 AHERUNDERCOVER

Saat memilih-milih moci, Ibu bilang, “Saya beli, ya, dicampur yang original dengan yang itu dan itu ya,” ujarnya sambil menunjuk beberapa moci. Total yang dibeli oleh Bu Netty adalah 30 buah moci. Tas kertas Lampion yang tersedia itu sejatinya hanya memuat empat buah moci. Jadi, ketika tas kertas yang diberikan ada 7 tas untuk 28 buah, masih ada sisa 2 buah lagi yang tidak diberi tas kertas Lampion.

Ibu Netty berkata, “Bisakah tasnya nambah satu lagi?”“Tidak bisa, Bu. Paketnya harus empat,” jawab sang penjual.Saya ikut berbicara, “Ya, ampun. Orang cuma minta tas kertas

satu saja nggak diberi. Tahu nggak siapa ini? Ini kan istri Gubernur!”Saya langsung dicubit oleh Bu Netty sambil berkata, “Jangan

sebut-sebut lagi seperti itu, ya.”Saya jadi semakin memahami bahwa beliau ini orang yang tidak

mau dikondisikan eksklusif. Apalagi, beliau bukan tipe orang yang setiap saat tampil di media sehingga masih ada orang yang belum kenal. Ketika belanja, beliau pun ingin disamakan seperti orang lain. Demikianlah Ibu. Saat itu, akhirnya dua moci itu pun diberi keresek putih.

“Saya, kan sama saja dengan yang lain. Nggak apa-apa,” Bu Netty menyampaikan alasannya tadi saat secara spontan mencubit saya.

“Ibu, sih, belinya ganjil, kurang dari kelipatan empat,” jawab saya.“Oh, saya beli ini untuk semua. Untuk protokol, humas....”

beliau menyebutkan satu per satu orang yang akan diberi oleh-oleh. Rupanya, beliau sudah menghitung 30 moci itu untuk siapa saja. Bahkan, saya dan Pak Edi Nasution yang sebenarnya belanja pun, sudah diberi jatah oleh Bu Netty.

“Ini untuk Ibu Fatonah,” katanya.“Lho, saya kan sudah belanja,” elak saya.“Enggak apa-apa. Saya sudah niat ini,” katanya sambil

menyerahkan oleh-oleh moci untuk saya.Subhanallah... itulah pengalaman yang berkesan tentang Ibu

Netty. Menurut hemat saya, beliau ini orang yang paham agama. Sebab, ketika komitmen agama kuat, dunia akan dianggap biasa saja. Yang menjadi penting adalah pengadilan di hari akhir tentang siapa yang paling mulia di sisi-Nya. (sf/mz)

Page 48: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 39

Sebagai finalis Mojang Jajaka Jawa Barat (Moka Jabar), alhamdulillah, beberapa kali saya, Azhar Kharisma Muhammad, mendapat kesempatan menyertai Bu Netty Prasetiyani dalam menjalankan tugas-tugasnya yang luar biasa.

Seperti waktu itu, di akhir Januari 2012, Bu Netty Prasetiyani sebagai Ketua Tim Penggerak Program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Jawa Barat mengunjungi kantor TP PKK Kota Bandung di Jln. Sukabumi Dalam No. 30, Kota Bandung. Lalu, menuju kantor Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota

Fotograger Dadakan15

Biar tak seterampil Bu Ani Yudhoyono dalam potret-memotret, Bunda Netty tak kalah ulet melakukan banyak hal untuk melengkapi aktivitas suami

Page 49: Aher Undercover

40 AHERUNDERCOVER

Bandung. Acara Bu Netty diakhiri rechecking Kesrak KB Kesehatan di Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung.

Saat itu, Azhar sedang bertugas bersama Tresia Wulandari, mojang dari Subang, mendampingi Bu Netty Prasetiyani. Acara dimulai dari pagi dengan agenda yang sangat padat. Yang menarik buat Azhar adalah ketika di tengah agenda yang sangat padat, Bu Netty masih menyempatkan diri untuk shalat di musala kelurahan itu. Padahal, di kelurahan tersebut musala terdekat tempatnya tidak terlalu besar dan sederhana. Beliau tidak meminta tempat khusus yang eksklusif untuk seorang istri gubernur. Melihat beliau melaksanakan shalat, Azhar dan Tresia pun ikut melaksanakan shalat di tempat tersebut.

Ada lagi kejadian yang mungkin bagi orang lain sederhana, tapi berkesan bagi Azhar. Kejadian tersebut berlangsung ketika masyarakat demam Piala Eropa. Gubernur Jawa Barat menyelenggarakan nonton bareng Final Piala Euro 2012 di halaman Gedung Pakuan, meskipun jagoannya, yakni Jerman, tidak masuk ke final. Halaman Gedung Pakuan pun penuh sesak oleh suporter Spanyol dan Italia yang bertanding di Final Piala Euro 2012. Sorak sorai pendukung Spanyol saat pertandingan berakhir dengan skor 4-0 dengan kemenangan tim yang mereka dukung.

Setelah nonton Piala Eropa, Bu Netty tiba-tiba meminta kami bersiap untuk berfoto. Saat itu, Azhar, Syahrul, dan Ilham yang hadir di acara tersebut tidak memakai selempang Moka Jabar. Akhirnya, Azhar, Syahrul, Ilham, Pak Ahmad Heryawan, dan Pak Ahmad Yani berfoto bersama. Fotografer dadakannya adalah Bu Netty Prasetiyani, istri Gubernur Jawa Barat.

“Ada seorang pejabat publik yang dengan rendah hati (humble) mau motretin anak Moka Jabar. Padahal, pada waktu itu kami tidak pake selempang. Jadi, saat itu statusnya sebagai rakyat biasa, tanpa pake embel-embel Moka Jabar,” Azhar terkesan. (mz)

Page 50: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 41

Ahad, 10 Februari 2008Tiba-tiba, suasana haru biru diiringi isak tangis menggema di

Sabuga, ITB, saat ada dua anak manusia sungkeman memohon doa restu dari ibunda masing-masing dengan disaksikan ribuan pasang mata. Yang melaksanakan sungkeman itu adalah H. Ahmad Heryawan, Lc. yang menjadi Calon Gubernur 2008-2013 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Dede Yusuf yang menjadi Calon Wakil Gubernur 2008-2013 dari Partai Amanat Nasional (PAN).

“Mi, mohon doa restu Umi untuk saya yang akan maju dalam pemilihan kali ini. Dorongan Umi sangat saya butuhkan supaya bisa berhasil dalam menjalani tugas yang juga ibadah ini,” tutur Ahmad Heryawan sembari memegang dan mencium tangan ibunya, Bunda Atikah.

“Ibu adalah segalanya. Saya bisa berada di atas panggung ini dan mendapat dukungan dari semua saudara untuk menjadi cawagub karena doa dan kasih sayang Ibu. Mama, terima kasih banyak atas dukungannya selama ini,” ujar Dede Yusuf yang langsung mencium tangan ibunya, Ibu Rahayu Efendi.

Saya, Agus Widodo, menjadi saksi momentum paling monumental dari acara Deklarasi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur 2008-2013. Sejak itu, keajaiban demi keajaiban terjadi. Dukungan mengalir dari berbagai elemen masyarakat, sehingga takdir-Nya menghantarkan pasangan ini memenangkan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2008-2013.

Gubernur Sendal Jepit16

Page 51: Aher Undercover

42 AHERUNDERCOVER

Bagi saya pribadi, ada hal yang tidak kalah berkesan. Hal tersebut adalah rahasia kesuksesan acara Deklarasi Cagub-Cawagub di Sabuga tersebut. Itu terjadi sehari sebelumnya....

Sabtu, 9 Februari 2008Meski dada kami membuncah dengan idealisme, tetapi musuh

satu ini kuasa membungkamnya. Musuh idealisme itu adalah realitas. Bila idealisme memunculkan harapan dan mimpi-mimpi, maka di tingkat yang paling kejam, realitas bisa mengerucutkannya jadi angan kosong. Sekretariat pemenangan itu hening, tegang. Padahal, esok ada momen besar. Pasangan yang akhirnya terpilih sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari PKS dan PAN secara resmi akan dideklarasikan kepada masyarakat Jawa Barat di Sabuga, ITB. Namun, semua orang di ruangan itu tegang menghadapi fakta bahwa ada kebutuhan dana yang sangat besar untuk membiayai deklarasi Cagub-Cawagub di Sabuga. Fakta tersebut jelas membuat semua yang hadir terdiam dalam hening. Padahal, ini baru untuk deklarasi, belum lagi nanti kebutuhan untuk operasional kampanye yang pasti membutuhkan dana jauh lebih besar lagi.

Ruangan masih hening dan tegang. Harapan timbul tenggelam. Bagi seorang pejuang, kenyataan atas kekurangan dana itu bukanlah halangan. Tiba-tiba, ada yang berkata memecah kesunyian;

“Harta satu-satunya yang sekarang saya masih punya adalah mobil yang saya bawa keliling. Itu bisa mencukupi kalau itu digadaikan untuk acara besok. Silakan kalau mau digadaikan... Silakan.... Untuk besok saya disewain ‘Kijang’ saja.” Kalimat itu merampas perhatian kami yang tengah tegang. Kami menoleh kepadanya. Ternyata, yang berbicara

adalah sang Calon Gubernur, Pak Ahmad Heryawan.

Tidak berhenti sampai di situ. Sang Calon Gubernur ini melanjutkan kata-katanya,

“Ini memang keputusan kita maju jadi gubernur. Ini bukan semata-mata karena modal. Risiko mengangkat calon gubernur sendal jepit, ya

Page 52: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 43

Kang AHER sungkem kepada ibunda tercinta

seperti ini. Tapi, saya yakin jika acara besok ini sukses, dukungan akan mengalir dengan deras, makanya kita harus semangat acara besok harus sukses!”

“Kita harus tetap optimis. Jika deklarasi besok sukses, saya yakin berikutnya akan ada jalan. Saya yakin besok pertolongan-Nya pasti ada, tetapi entah apa dan bagaimana datangnya.”

Kalimat itu sungguh memotivasi semua orang yang hadir. Semangat kembali bertalu-talu dalam dada kami. Tekad semakin kokoh dan kuat untuk memenangkan pasangan Ahmad Heryawan – Dede Yusuf sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.

Meskipun dalam kondisi stres yang tinggi sebab kekurangan dana untuk deklarasi, akhirnya dengan didorong keyakinan beliau, kami semua bersemangat. Esok paginya kami semua bekerja dengan tanpa hitungan apa pun, kecuali mengharap ridho-Nya. Semua tim langsung bergerak dan acara di Sabuga, alhamdulillah, sukses luar biasa.

Kalimat Pak Ahmad Heryawan yang merepresentasikan prinsip “Man jadda wajada” itu pun terbukti. Sejak suksesnya agenda deklarasi di Sabuga, dukungan-dukungan atribut dan semacamnya berdatangan secara massif di hari-hari berikutnya. Bahkan, utang biaya deklarasi di Sabuga pun lunas seketika. (aw/rs/mz)

Page 53: Aher Undercover

44 AHERUNDERCOVER

Terpilihnya Pak Ahmad Heryawan pada Pemilihan Gubernur 2008 lalu merupakan sejarah baru untuk Jawa Barat, di mana kepala daerah bukan berasal dari jalur birokrasi. Latar belakang pribadinya secara historis memiliki keterikatan yang erat dengan partai politik, di mana ia menjadi kadernya.

Merupakan hal yang biasa kalau dalam pergaulan politik itu para pelakunya mewakili unsur partai politik. Pak Ahmad Heryawan ini,

Kebersamaan17

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, membuka RAKERDA PDIP Jawa BaratDari keterbukaan itu ternyata Pa Ahmad Heryawan mampu

Page 54: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 45

kan, dari PKS sebagai gubernur, sedangkan saya sendiri, Rudi Harsa Tanaya, dari PDI Perjuangan yang sekarang mendapat amanah sebagai Wakil Ketua DPRD Jawa Barat periode 2009-2014.

Kalau berbicara PKS sebagai partainya Pak Ahmad Heryawan, kesan saya pada awalnya punya sikap fanatis, sikapnya lebih mengutamakan kelompok, tidak terbuka dan tidak mengacu pada kebersamaan. Namun, ternyata itu berbeda setelah kami bergaul.

Saya paling berkesan ketika pertama kali Pak Ahmad Heryawan dilantik. Di awal masa jabatannya, beliau mengundang unsur pimpinan dewan untuk bertemu menyamakan pemahaman mengenai tata kelola pemerintahan. Pak Ahmad Heryawan sebagai eksekutif dan kami sebagai anggota dewan yang kebetulan sebagai pimpinan DPRD Jawa Barat.

Dari keterbukaan itu, ternyata Pak Ahmad Heryawan mampu bekerja sama dengan kami tanpa melihat latar belakang. Sharing itu lebih dirasakan membangun sebuah kebersamaan. Tidak lagi dilihat sebagai kepentingan pribadi atau sebagai kepala daerah, tetapi menghimpun pandangan dan kepentingan legislatif juga. Akhirnya, terbangun rasa kebersamaan.

Yang kami khawatirkan tidak terjadi. Dengan gubernur baru ini, saya melihat komunikasi justru lebih terbangun. Yang saya rasakan dari seorang Ahmad Heryawan ialah bisa diajak bicara dengan melepaskan diri dari kepentingan pribadi ataupun latar belakang partainya. Jadi, kami tidak terkotak-kotak oleh bendera partai atau jabatan yang bersangkutan sebagai gubernur. Kami bisa bebas bicara seperti apa adanya. Saya rasa itu hal yang paling menonjol.

Komunikasi gubernur dengan partai-partai lain pun terbangun bagus, baik di DPRD yang terdiri dari fraksi-fraksi sebagai representasi partai politik, ataupun hubungan langsung dengan partai-partai tersebut. Berbicara aspirasi atau kebersamaan dalam program, beliau cukup terbuka. Semua merasa ada ruang, bukan hanya karena yang menang adalah PKS dan lain hanya ikut saja, tetapi semua dilibatkan bersama. Sebagai pemenang pemilihan gubernur, wajar kalau PKS memimpin di pemerintahan, tetapi beliau bisa bersama dengan kekuatan politik lain. Beliau tidak mengotak-ngotakkan warna lain.

Page 55: Aher Undercover

46 AHERUNDERCOVER

Ketika diundang partai-partai lain pun beliau hadir, termasuk acara PDI Perjuangan. Dalam pidatonya, biasanya beliau menyampaikan pesan untuk berorientasi mencari titik temu atau persamaan, dibandingkan fokus pada perbedaan. Beliau mengajak untuk bersama-sama membangun Jawa Barat

Pak Ahmad Heryawan bisa melepaskan ke-PKS-annya saat memimpin sebagai Gubernur Jawa Barat sehingga kami sebagai anggota DPRD dari fraksi lain merasa tidak banyak perbedaan dalam melaksanakan program dan membahas kebersamaan pembangunan.

Beliau tidak membeda-bedakan partai ketika diundang pasti hadir, baik yang mengundang itu partai besar ataupun partai kecil. Dan, ungkapannya biasanya mengajak pada kebersamaan. Hal itu dilakukan sejak awal, bukan ujug-ujug karena ada kepentingan atau menjelang pemilihan gubernur lagi. (rht/mz)

Page 56: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 47

Senin, 13 Februari 2012Semua berjalan dengan cepat. Sejatinya, Bu Netty Prasetiyani,

istri Gubernur Jawa Barat, tidak punya agenda ke Singapura. Namun, kepeduliannya terhadap masalah TKI dan trafficking mengubah pekan ini menjadi petualangan yang bermakna.

Berawal pada Senin, 13 Februari 2012, kami berdiskusi tentang rencana Pak Gubernur membuat Perda Perlindungan TKI Jawa Barat. Kami menyampaikan informasi bahwa ada kasus TKI asal Jawa Barat yang terancam hukuman mati di Singapura bernama Nurhayati, dan pengacara Nurhayati sama dengan pengacara Desvi yang akan bersidang besok.

Ternyata, informasi itu disikapi dengan sigap. Bu Netty memanggil stafnya dan menanyakan jadwalnya terkait keinginannya menghadiri persidangan TKI di Singapura. Sang sekretaris mengatakan bahwa acara besok ditunda, sehingga ia bisa ke Singapura.

Jadilah kami bersama tujuh orang (empat orang UNIMIG dan tiga orang P2TP2A Jawa Barat) ke Singapura keesokan harinya dengan pesawat Air Asia. Kami mencari informasi dibantu oleh biro perjalanan, tetapi ternyata biayanya luar biasa. Kami pun berinisiatif mencari informasi sendiri dan merancang agenda di Singapura ala backpacker. Ternyata, biayanya jauh lebih murah. Yang luar biasa, istri gubernur bersedia melakukan petualangan ala mahasiswa di Singapura ini.

Kita semua tahu Singapura merupakan salah satu negara tujuan utama penempatan TKI keluar negeri di samping Arab Saudi,

Hotel 8118

Page 57: Aher Undercover

48 AHERUNDERCOVER

Malaysia, dan Hongkong. Negeri jiran ini dikenal dengan kebersihan dan disiplin masyarakatnya. Keberadaaan TKI di Singapura sebagian besar bekerja sebagai pekerja rumah tangga yang jumlahnya mencapai 100.000 orang. Di samping itu, juga terdapat pelaut atau pekerja kapal 17.000 orang dan pekerja profesional sebanyak 5000 orang.

Jumlah yang besar tentu saja memiliki risiko tak kalah besar. Saat ini, ada 150 orang TKI yang lari dari majikan dan ditampung di KBRI Singapura. Saya dan teman Serikat Buruh Migran dan LSM datang ke Singapura pada 14-15 Februari untuk mengikuti persidangan kasus TKI yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap majikannya. Ada dua kasus yang menjadi perhatian besar pemerintah karena ancaman hukuman gantung yang dikenakan kepada dua TKI di Singapura, yaitu kasus Desvi Fitria asal Jember dan Nurhayati asal Indramayu, Jawa Barat.

Kunjungan saya, Muhammad Iqbal, kali ini menjadi lebih istimewa karena membawa serta beberapa pengurus Union Migrant (UNIMIG) dan Ibu Netty Prasetiani Heryawan, istri Gubernur Jawa Barat, yang merupakan ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat. Agenda utama kami adalah menyaksikan langsung persidangan TKI Desvi dan mendalami kasus Nurhayati yang berasal dari Jawa Barat. Kami ingin mendapatkan gambaran komprehensif agar permasalahan TKI di luar negeri dapat diselesaikan secara tuntas.

Pada 15 Februari merupakan pembacaan vonis terhadap Desvi yang didakwa membunuh majikannya yang berusia 87 tahun. Persidangan itu dihadiri banyak WNI, mulai dari para aktivis paguyuban TKI di Singapura, perwakilan KBRI Singapura, maupun dari LSM dan Serikat Buruh (SBMI, Union Migrant/UNIMIG, Tifa, dan LBH anak dari Jakarta).

Desvi merupakan TKI asal Jember, Jawa Timur. Ibunya saat ini menjadi TKI ilegal di Malaysia. Dalam persidangan terungkap bahwa ia membunuh majikannya karena kesal dan marah. Desvi sering dikatai bodoh dan dimarahi majikan. Dari hasil tes psikologis, didapati Desvi memiliki IQ 65, artinya di bawah rata-rata.

Menurut para tetangganya, sang majikan memang dikenal galak. Ia bahkan sudah berkali-kali berganti pembantu, termasuk

Page 58: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 49

Desvi. Saat kejadian, Desvi baru bekerja 5 hari. Dalam persidangan, terungkap bahwa sebenarnya Desvi pada saat kejadian baru berusia 16 tahun, bukan 23 tahun sesuai paspor. Pengacara Desvi, Muzzamil bin Mochamad, berhasil membuktikan bahwa Desvi adalah korban trafficking dan pemalsuan dokumen. Hakim akhirnya menunda vonis pada 7 Maret 2012.

Selain itu, dengan pengacara yang sama, ada satu lagi TKI yang terancam hukuman gantung di Singapura, yaitu Nurhayati asal Indramayu, Jawa Barat. Nurhayati didakwa membunuh anak majikannya yang cacat fisik dan mental berusia 12 tahun pada 24 November 2010 dengan cara melemparkannya dari lantai 16 apartemen majikannya.

Setelah selesai sidang, kami bertemu dengan pengacara Desvi dan Nurhayati, Muzzamil bin Mochamad. Ia menceritakan kasus Nurhayati yang ketika kejadian memang baru berusia 14 tahun. Pelakunya adalah ibu kandungnya sendiri yang memalsukan dokumen dan memberangkatkannya ke Singapura.

Dalam dialog dengan pengacara, ia akan berkunjung ke kampung Nurhayati di Indramayu dan P2TP2A siap memfasilitasi ketika pengacara datang ke Indramayu untuk mendapatkan data dan fakta yang meringankan Nurhayati di pengadilan.

Setelah dari pengadilan, perjalanan kami lanjutkan ke KBRI Singapura. Selain bersilaturahmi dan bertukar informasi, kami menyempatkan diri mengunjungi penampungan di KBRI Singapura. Kami disambut hangat oleh Kepala Bidang Pensosbud KBRI Singapura. Beliau menjelaskan panjang lebar tentang kondisi TKI di Singapura.

Bu Netty pun menjelaskan bahwa niat ke Singapura ingin mengadvokasi permasalahan TKI di sana. Dalam diskusi tampak kekaguman dengan pemaparan yang sangat jelas dari Bu Netty. Beliau sangat memahami bahwa sebanyak 80 persen akar masalah sebenarnya terjadi di dalam negeri. Beliau juga tidak menyalahkan Singapura, karena memang persoalan terbesarnya ada di sini. Itu mampu dijelaskan secara sistematis oleh seorang istri gubernur.

Kemudian, kami dibawa ke penampungan TKI bermasalah di area KBRI. Di sana, ada sekitar 150 orang. Mereka adalah TKI yang bekerja pada sektor informal sebagai PLRT yang lari dari majikannya

Page 59: Aher Undercover

50 AHERUNDERCOVER

dan meminta perlindungan ke KBRI. Setelah berdialog sesaat, Bu Netty menyerahkan bingkisan kepada TKI di penampungan yang dibawa langsung dari Bandung, berupa makanan, baju, dan lain-lain. “Mudah-mudahan, dapat menghibur para TKI yang sedang bermasalah,” menurut Bu Netty.

Para TKI itu tampak senang bertemu Bu Netty Prasetiyani seperti berjumpa dengan ibunya. Tanpa ragu, Bu Netty menyanyi bersama mereka. Kami melihat istri gubernur bisa duduk dan ngobrol bareng mendengarkan aneka kisah suka duka TKI di sana. Bagi saya ini hal yang luar biasa.

Selama di KBRI, kami juga bertemu dengan Paguyuban Pasundan dan Ketua Himpunan Penata Laksana Rumah Tangga (HPLRT).

Salah seorang staf KBRI bertanya kepada kami, “Di mana menginap dan naik apa? Naik pesawat apa?”

Sambil tersenyum, Bu Netty menjawab, “Kita menginap di Hotel 81 dan ke pengadilan naik MRT. Terus ke KBRI naik taksi, dan datang naik Air Asia.”

“Wah, masa istri gubernur menginap di hotel murah, pesawat murah, dan transportasi umum pula?”

Bu Netty hanya tersenyum karena sudah biasa bertualang tanpa fasilitas mewah. Baginya, tidak masalah menginap di hotel melati ataupun naik kendaraan umum seperti orang lain pada umumnya. Tanpa ajudan dan tanpa protokoler.

Perjalanan selanjutnya adalah memenuhi janji bertemu dengan teman-teman Indonesia Family Netwotrk (IFN) dan keluarga korban yang didampingi SBMI Jawa Timur, yang tadi pagi sudah bertemu di pengadilan.

Setelah berdialog dan berdiskusi mengenai permasalahan TKI di Singapura, kami menyempatkan bertemu dengan beberapa pengurus UNIMIG di Singapura yang aktif membina TKI di sana.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 20.45 WIB. Setelah check in, kami langsung menuju boarding dan langsung masuk ke pesawat. Sungguh perjalanan yang bermakna. Singkat, tetapi banyak sekali informasi yang didapat. Tidak ada agenda jalan-jalan, apalagi berbelanja seperti kalau membawa ibu-ibu pejabat lainnya.

Page 60: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 51

Hanya sempat mampir di Merlion sekadar mengambil gambar ketika jalan naik MRT dari Stasiun MRT Raffles ke Supreme Court (Pengadilan Tinggi Singapura).

Petualangan di Singapura itu membawa hasil untuk mematangkan konsep yang sedang dibangun oleh Bu Netty terkait dengan pengelolaan human trafficking. Kami jadi lebih tahu bagaimana membangun komunikasi dari provinsi dengan negara yang akan dituju sehingga kalau ada masalah akan lebih paham cara mengadvokasinya. (mi/sh/mz)

Page 61: Aher Undercover

52 AHERUNDERCOVER

Sudah berulang kali saya, Ahmad Yani, mendampingi Bapak Ahmad Heryawan berkeliling Jawa Barat untuk berjumpa dengan masyarakat di pelosok-pelosok daerah dalam berbagai acara resmi sebagai seorang pemimpin Jawa Barat.

Seperti biasa, agenda sangat padat, bahkan sampai melewati tengah malam. Padahal, esok paginya sudah ada jadwal yang menanti kehadiran beliau. Di setiap acara, saya menyaksikan kerinduan masyarakat untuk berjumpa dengan pemimpinnya.

Rahasia Fajar19

Kang Aher Tilawah. Foto diambil jama’ah yang hadir di mesjid tanpa sepengetahuan Kang Aher

Page 62: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 53

Ada banyak mata berbinar saat bisa bersua dengan orang yang mendapat amanah kepemimpinan di Jawa Barat itu.

Yang luar biasa, beliau bisa mengikuti jadwal maraton itu seolah tak kenal lelah. Seperti ada suplai energi yang tak habis-habis terus menyertainya. Tidak banyak yang tahu rahasianya. Namun, saya yakin, satu hal yang saya saksikan ini adalah salah satu rahasia sumber energinya. Ya, sebuah kebiasaan yang senantiasa saya saksikan saat sempat berkali-kali mendampingi beliau 24 jam.

Aktivitas Pak Ahmad Heryawan siang dan malam hari di acara formal itu biasa. Banyak orang yang sudah menyaksikan kecerdasan dan keunggulannya dalam berpidato, menyampaikan ide-ide cemerlang, dan gagasan brilian untuk membangun Jawa Barat. Namun, rahasia yang saya ketahui ini kejadiannya sebelum subuh, di saat banyak orang tertidur pulas. Yang mengetahui hal ini, tentu hanya orang yang dekat dengannya saat itu.

Selama mendampingi beliau 24 jam, saya sering berada dalam satu ruangan yang sama dalam suasana informal. Dalam suasana informal itulah kesejatian seseorang terlihat. Jika di sebuah ruangan terdapat tempat tidur lesehan, Gubernur Jawa Barat ini pun bersedia tidur lesehan.

Seperti saat itu, saya mendampingi perjalanan beliau ke Tasikmalaya. Rombongan baru tiba sekitar pukul 02.00 WIB. Sesampainya di tempat gubernur menginap, beliau disambut oleh tuan rumah, seorang kyai di Tasikmalaya.

Meski baru sampai dini hari, Pak Ahmad Heryawan menyempatkan diri untuk berbincang-bincang terlebih dahulu dengan Pak Kiai. Setelah itu, masuk ke ruang istirahat bersama saya. Di situlah saya menyaksikan hal yang serupa seperti waktu sebelumnya.

Rupanya, Pak Ahmad Heryawan tidak langsung istirahat. Beliau mengambil wudhu dan kemudian Shalat Malam (Tahajud). Kemudian, beliau tidur sebentar. Menjelang subuh, beliau terbangun, wudhu, kemudian membaca Al-Qur’an sebanyak satu juz. Setelah itu beliau shalat berjamaah di masjid.

Itulah yang menurut saya salah satu rahasia energi yang seolah tak habis itu. Setiap menjelang fajar, beliau selalu melakukan satu kebiasaan harian (daily activity), yakni tilawah satu juz dalam

Page 63: Aher Undercover

54 AHERUNDERCOVER

kondisi sesibuk apa pun. Itulah yang senantiasa saya saksikan saat mendampingi beliau ke berbagai kota, termasuk saat di Cirebon, Tasikmalaya, dan kota-kota lain.

Azam (tekad) beliau memang membaca Al-Qur’an minimal satu juz per hari. Waktu yang paling mungkin untuk orang sesibuk beliau adalah menjelang subuh. Walaupun aktivitas beliau sering berlangsung dari pagi hari sampai menjelang pagi lagi, yakni pukul 01.00 WIB atau 02.00 WIB, bahkan sering sampai pukul 03.00 WIB, saya hampir tidak pernah melihat beliau melewatkan aktivitas tilawah Al-Qur’an sebelum subuh.

Dengan aktivitas yang sering sampai malam, bahkan menjelang pagi, waktu istirahat Pak Ahmad Heryawan justru dilakukan di mobil saat dalam perjalanan dari satu tempat ke tempat lain di Jawa Barat. Di luar itu, waktu beliau dipenuhi segudang agenda kerja untuk membangun Jawa Barat yang mandiri, dinamis, dan sejahtera.

Saya yakin ini sulit dilakukan oleh orang yang tidak memiliki quwwatul ‘azimah (kekuatan tekad). Aktivitas tilawah Al-Qur’an satu juz telah menjadi kebutuhan harian beliau, bukan lagi sebuah kewajiban. Ini sesuatu yang inspiratif dan unik. Jarang dimiliki oleh orang-orang yang santai, apalagi sesibuk beliau. (ays/mz)

Page 64: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 55

Jumat 13 Juni 2008 menjadi saksi mulainya pemerintahan baru di Jawa Barat. Pada hari itulah, Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilantik. Ya, itulah mulanya Jawa Barat dipimpin oleh H. Ahmad Heryawan, Lc. dan Yusuf Macan Effendi yang lebih dikenal publik dengan panggilan Dede Yusuf.

Tugas sebagai Gubernur Jawa Barat menjadikan Pak Ahmad Heryawan memboyong keluarganya dari Jakarta ke Bandung. Hal itu pun berkonsekuensi pada sekolah anak-anak Pak Gubernur.

Pada saat pergantian tahun ajaran, ada putra Pak Ahmad Heryawan yang masuk SMA, yaitu Salman. Sedangkan abangnya, Khobab, pindah sekolah dan masuk kelas 2 SMA. Khobab bisa masuk SMA 3 Bandung yang merupakan sekolah favorit di Kota Bandung. Sedangkan, Salman yang berniat masuk ke SMA 3 Bandung tidak diterima karena nilainya di bawah passing grade.

Ada yang menawarkan Pak Gubernur untuk membuat memo atau “surat sakti” supaya Salman bisa masuk SMA 3 Bandung. Namun, jawaban Pak Gubernur sederhana saja. Beliau berkata, “Ya, sesuaikan saja dengan kemampuannya.” Beliau tidak memanfaatkan kekuasannya itu untuk memberikan katebelece bagi kepentingan keluarganya. Beliau lebih memilih mengikuti aturan yang ada.

Saya, Dwi Bowo Fahzari,mengetahui kecintaan beliau terhadap keluarganya tak perlu diragukan lagi. Saya pernah menyaksikan acara keluarga Pak Ahmad Heryawan. Saat itu, semua anggota keluarga berkumpul. Tampak kedekatan yang diikat oleh cinta antara satu sama lain. Bahkan, makan pun saling berbagi antara suami istri. Tak segan pula keduanya berbagi tugas mengurusi

Katebelece20

Page 65: Aher Undercover

56 AHERUNDERCOVER

anak-anak, seperti menyuapi dan mengajak main anak-anaknya. Konon, berdasar pengakuan Bu Netty Prasetiyani di twitter, tiada hari tanpa ucapan “I love you” di rumah mereka.

Sang waktu pun berlalu. Beberapa waktu kemudian, saya mendapatkan informasi dari orang yang mengetahui putra Pak Ahmad Heryawan tidak masuk SMA 3. Informasi tersebut menyatakan, kalaulah waktu itu Pak Gubernur membuat “surat sakti” atau menandatanganinya, pihak-pihak tertentu yang akan menjadikan hal itu polemik di media massa sudah bersiap siaga. Rupanya ada yang hendak menjebak Pak Gubernur. Jika beliau masuk perangkap, bakal diperkarakan oleh pihak-pihak tersebut. Akan tetapi, kelapangdadaan, ketulusan hati, dan komitmen beliau terhadap aturan menjadi perlindungan tersendiri untuk beliau dan keluarganya dari fitnah para pendengki. (dbf/mz)

Page 66: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 57

Selasa, 18 September 2012Tangis ini hampir tumpah menyaksikan berita salah satu TV

Nasional tentang masyarakat di beberapa kabupaten di Jawa Barat yang kesulitan air. Kemarau kali ini cukup panjang, berbulan-bulan hujan tidak turun. Sawah-sawah pun kekeringan.

Wilayah yang mengalami kekeringan pada 2012 ini relatif lebih luas dibandingkan dua tahun terakhir. Kendati demikian, kekeringan tahun ini tidak seberat yang pernah terjadi pada 2008-2009 lalu.

Membuka Keran Langit21

kang Aher mengajak dan memimpin Shalat Istisqa Jajaran dan Staf Pemprov Jabar pada 18 September 2012

Page 67: Aher Undercover

58 AHERUNDERCOVER

Pada tahun 2009 lalu, sawah yang mengalami puso menembus 55 ribu hektare, sedangkan tahun ini seluas 30 ribu hektare.

Sebagian masyarakat terpaksa menggunakan air kotor dari sungai yang debit airnya pun kian berkurang. Dari jauh, mereka datang untuk mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari; makan, minum, mandi, mencuci, dan lain-lain. Padahal, teramat sulit menyebut air yang tersedia sebagai air bersih. Tiada pilihan lain karena bantuan air bersih dari pemerintah pun tidak tiap hari datang. Padahal, kebutuhan air bersih tidak bisa ditunda.

Hari menjelang siang ketika pesan Blackberry dari seorang sahabat itu datang, “Gubernur Jawa Barat mengundang Bapak/Ibu untuk shalat Istisqa di depan Gedung Sate siang ini pukul 13.00 WIB”

Saya tercenung membaca BM (Broadcast Message) tersebut. Undangan itu menggedor struktur kesadaran saya. Berita kemarau dan kesulitan air di TV itu bukan untuk sekadar ditangisi, tetapi harus ada aksi nyata untuk segera mengatasinya. Beberapa usaha manusiawi sudah dilakukan oleh pemerintah yang daerahnya mengalami kekeringan, termasuk di antaranya membuat hujan buatan. Namun, tetap saja hujan yang alami itu di luar kendali manusia sehingga pada akhirnya cara yang bisa dilakukan adalah meminta kepada Sang Pemilik Hujan.

Ya, saya hampir lupa bahwa ajaran Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, bahkan ajaran meminta hujan. Undangan shalat Istisqa di Gedung Sate itu membuktikan bahwa ada yang ingat tentang hal itu. Ia bahkan mengajak orang lain untuk bersama-sama mengetuk pintu langit supaya membuka keran rezeki berupa air hujan. Hal itu menjadi luar biasa karena orang yang ingat dan bahkan mengundang shalat Istisqa itu seorang gubernur!

Sayang beribu sayang. Hati ingin sekali ikut hadir dalam peristiwa bersejarah tersebut. Mungkin itu shalat Istisqa pertama di Gedung Sate yang langsung dipimpin seorang gubernur. Namun, sayangnya saya sudah memiliki janji lain pada jam yang sama untuk mengisi pelatihan Tenaga Penggerak Desa (TPD) di Balai Diklat BKKBN Provinsi Jawa Barat. Saya pun hanya bisa membantu menginformasikan rencana shalat Istisqa itu dengan berkicau melalui twitter. Informasi rencana shalat Istisqa itu rupanya cepat

Page 68: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 59

menyebar, apalagi di dunia maya (twitter/facebook). Saya baca tanggapan orang-orang yang mengetahui rencana shalat Istisqa itu. Mereka rata-rata kaget ada gubernur mengundang shalat Istisqa.

Berikut di antara respons masyarakat yang saya baca di twitter:@helvy: Keren! RT @bayprio: Subhanallah,merinding dpt

info Jabar akan melakukn Sholat mnta hujan (Istisqo) dipimpin gubernurny @aheryawan

@ummufatih88 : Subhanallah RT @Setialesmana: Buat Warga Bandung yg mo gabung hari ini Gub Jabar @aheryawan akan memimpin sholat istisqo di halmn Gd Sate

@TriCahyoWib: smg berkah :) RT @InfoGubJabar: Bpk #gubjabar@aheryawan& staf akn mlaksanakan sholat istisqo hari ini selasa,18Sptmbr2012 usai sholat dhuhur

Janji tetaplah janji. Bakda Zuhur saya keluar dari kantor menuju Balai Diklat BKKBN samping R.S. Hasan Sadikin untuk mengisi pelatihan untuk TPD. Saya menengadah ke atas, matahari sedang berada di atas kepala dengan panas yang menyengat.

Di tengah perjalanan menuju pelatihan TPD, hati saya berdesir. Saya merasakan bahwa di sana, di halaman Gedung Sate, pada saat

Kang Aher mengajak dan memimpin Shalat Istisqa Jajaran dan Staf Pemprov Jabar pada 18 September 2012

Page 69: Aher Undercover

60 AHERUNDERCOVER

yang sama ada ratusan orang dengan tangan-tangan terangkat, hati yang menjerit, mata yang menangis mengingat saudara-saudaranya yang kesulitan air, dan lisan yang melafalkan doa-doa permohonan dengan penuh harap kepada Sang Pemilik Alam Raya. Dalam diam, saya ikut berdoa agar doa mereka dikabulkan oleh Dzat Yang Mahakuasa atas awan, air, langit, laut, gunung, dan semua makhluk di semesta alam.

Pukul 14.50 WIB, sesi pelatihan yang saya isi telah selesai. Saya langsung pulang kembali menuju kantor di daerah Ujung Berung, Kota Bandung.

Saya terhenyak. Saya baru menyadari perjalanan menuju arah Bandung timur ini berbeda dengan saat berangkat. Hati berdesir saat melihat awan hitam berarak-arak memenuhi langit. Matahari tak terlihat lagi. Suasana semakin gelap dan udara terasa dingin.

Dalam perjalanan, lisan ini melafalkan berbagai doa saat semakin mendekati kantor. Berharap sang awan hitam itu hadir dengan membawa hujan yang sudah lama tidak kunjung datang. Memohon gelapnya suasana itu adalah pertanda Sang Pemilik alam raya memerintahkan tentara-Nya supaya air hujan segera turun.

Benar saja. Saat sampai ke kantor, gerimis mulai datang disertai angin yang menderu sendu dan bulir-bulir air yang seperti berkejaran, berlomba-lomba menyentuh kulit bumi, berusaha untuk membuat segala sesuatu yang disentuhnya basah.

Lama-lama, gerimis yang menyentuh bumi dengan pelan dan perlahan itu menjadi hujan cukup deras yang menembus bumi bak busur panah yang menusuk dan menekan.

Alhamdulillah...Shalat Istisqa di halaman Gedung Sate yang dipimpin Gubernur

Jawa Barat memang unik sehingga menjadi berita di berbagai media massa, apalagi hujan pun turun dua jam kemudian.

Bahkan www.eramuslim.com memberitakan ungkapan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, di sela ceramah pendeknya seusai shalat Istisqa:

“Hari ini, dengan sederhana, kita mewakili masyarakat Jawa Barat untuk shalat Istisqa untuk meminta hujan kepada Allah Swt. Sehebat apa pun usaha kita, usaha lahiriah termasuk hujan buatan,

Page 70: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 61

saat Allah yang punya hujan tidak mengizinkan, hujan tidak akan terjadi.”

Ahmad Heryawan meminta semua umat Islam di Jawa Barat melakukan shalat Istisqa. Ia pun meminta bupati atau wali kota mengajak semua kalangan masyarakat di wilayahnya untuk menggelar shalat Istisqa, seperti pesantren, majelis ulama, dan ormas Islam. “Bagus kalau bupati atau wali kota yang langsung mengajak,” kata Ahmad Heryawan.

“Di zaman Rasulullah, dilakukan shalat Istisqa seperti tadi. Itu biasanya beberapa saat kemudian 1-2 jam langsung turun hujan, tapi yang shalat waktu itu Rasulullah dan para sahabat nabi yang lebih suci dari kita.”

Keajaiban itu terjadi. Hujan turun sekitar dua jam setelah shalat Istisqa di depan Gedung Sate. Subhanallah...

Ada banyak orang yang ikut shalat dan berdoa pada saat itu. Mereka terdiri dari pegawai Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga masyarakat. Kita tidak tahu doa siapa yang dikabulkan Allah Swt. Sebagaimana saat di Masjidil Haram dilaksanakan shalat Istisqa dan hujan turun saat itu juga, Sang Imam berkata, “Kita tidak tahu doa siapa yang dikabulkan oleh Allah Swt. Bisa jadi yang dikabulkan Allah Swt adalah doa salah seorang dari hadirin yang tidak dikenal.”

Ada dua fakta yang terjadi di hari itu. Shalat istisqa di halaman Gedung Sate dan turunnya hujan di sebagian daerah Bandung. Logika rasio semata akan sulit melihat hubungannya. Hanya jika logika rasio itu disertai logika ilahi, akan mudah melihat hubungan di antara keduanya.

Meski hanya Allah Swt yang tahu doa siapa yang dikabulkan, ada fakta menyejarah yang tak terbantahkan bahwa saat itu yang mengundang dan menjadi imam dari shalat Istisqa tersebut adalah seorang Gubernur Jawa Barat bernama H. Ahmad Heryawan, Lc.

Semoga Allah Swt menjadikannya pemimpin yang istiqamah dan selalu mendapat pertologan dan perlindungan-Nya. Amin... (mz)

Page 71: Aher Undercover

62 AHERUNDERCOVER

Jagat perpolitikan Indonesia geger dengan kemenangan pasangan HADE (Ahmad Heryawan – Dede Yusuf) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2008-2013. Kemenangan ini sungguh tidak diperkirakan karena lawan-lawannya adalah incumbent dengan segala daya dukung yang dimilikinya serta ada tokoh nasional yang sudah lama malang melintang dalam perpolitikan nasional. Namun, demikianlah faktanya. Saat kemenangan itu datang, kalimat yang terucap dari Sang Gubernur terpilih adalah, “Selamat datang hari-hari penuh kerja keras!”

Sang waktu pun terus berjalan. Hari demi hari menjadi saksi pembuktian kata-kata itu. Di tengah cemoohan dan pandangan meragukan dari banyak orang, Pak Ahmad Heryawan terus bekerja. Di kemudian hari, kerja-kerja yang berbuah karya-karya nyata itu mulai dirasakan oleh banyak orang, bahkan puluhan penghargaan pun ia peroleh.

Merupakan kehormatan bagi saya, Agus Widodo, berkesempatan menemani aktivitas beliau di tahun-tahun awal kepemimpinannya. Ada satu pengalaman interaksi dengan Pak Ahmad Heryawan yang tak akan terlupakan. Suatu ketika HP Blackberry beliau nge-hang. Beliau menyerahkan HP tersebut kepada saya.

“Gus, ini bagaimana, ya...? Ini nge-hang, harus dibetulkan twitter-nya.”

Saya pun menerima HP Blackberry tersebut untuk memperbaiki twitter-nya yang bermasalah. Rupanya, HP beliau memakai password.

Namanya Juga Alat22

Page 72: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 63

“Ini password-nya.” Kata Pak Gubernur sambil menyerahkan selembar kertas.

Saya pun mengetikkan password yang tertulis sampai 9 kali, tetapi selalu salah. Saya tidak tahu letak masalahnya. Apakah saya salah baca atau karena HP yang nge-hang. Sekali lagi, saya nekat mengetik password yang tertulis itu untuk yang ke-10 kalinya. Rupanya, jika salah ketik password hingga 10 kali, secara otomatis semua data akan terhapus. Semua data terformat kembali seperti baru. Data hilang, HP pun seperti baru lagi. Saya sudah panik. Saya yakin akan dimarahi karena data penting hilang tanpa sisa.

Kejadian itu berlangsung pada pukul 06.00 WIB. Sekitar pukul 09.00 WIB, saya langsung menuju Bandung Electronic Center (BEC) yang merupakan pusat penjualan dan servis alat-alat elektronik di Kota Bandung. Ketika HP tersebut saya serahkan kepada petugas servis, ia berkata, “Wah, nggak bisa di-back up, Pak. Datanya hilang semua. Ini seperti HP baru lagi.”

Duh! Saya takut dan kaget luar biasa. Saya tidak menunda-nunda waktu lagi. Begitu Pak Gubernur menghadiri acara pukul 11.00 WIB, saya berada di belakangnya terus mengikuti. Saya bingung harus berkata apa.

Sampai kemudian Pak Gubernur kembali ke rumah dinasnya di Gedung Pakuan. Saya langsung ke tempat kerja beliau. Saya menghadap berdiri, setelah beliau duduk dan menyilakan saya duduk, saya pun ikut duduk,

“Bagaimana, beres, Gus?”“Emm... begini, Ustadz, di HP ini datanya banyak yang penting

nggak, Ustadz?” jawab saya dengan penuh takut.Pak Gubernur tampak agak kaget ditanya seperti itu. “Oh iya, datanya banyak yang penting. Ya HP-lah biasalah

nama orang-orang penting segala macam ada di situ. Memang bagaimana? “

“Anu, Ustadz tadi kehapus data HP-nya.”“Lho, kok bisa, Gus?”“Iya, tadi sudah 9 kali password yang diberikan saya ketik, tidak

masuk juga. Saya terusin jadi 10 kali dan tetap tidak bisa masuk,” jawab saya cemas.

Page 73: Aher Undercover

64 AHERUNDERCOVER

“Jadi keformat, ya?” “Iya, Ustadz.” “Ah... nggak apa-apa, lah,” katanya dengan tenang. Tidak sedikit

pun terlihat roman muka kecewa, apalagi marah. Ia kemudian melanjutkan perkataannya.

“Ya… namanya alat. Teknologi juga ada keterbatasannya, Gus.”“Terus bagaimana, Ustadz, apa saya masukin manual satu-

satu?”“Oh, nggak usah,” “Yang di situ, kan, nomor-nomor orang penting semua, Ustadz?” “Iya. Ada menteri dan lain-lain. Nanti juga mereka hubungi

semua,” “Nah, terus bagaimana, Ustadz?”“Nggak apa-apa. Nanti saya masukin satu-satu lagi. Manual.”“Afwan, Ustadz....” “Oh, nggak apa-apa. Namanya alat, kok. Hal begitu bukan

masalah”, jawab Pak Gubernur dengan senyum.PLONG! Dada ini terasa lepas dari beban berat yang mengimpit.

Padahal, saya sudah membayangkan akan dimarahi. Tapi, dengan jawaban Pak Gubernur itu, saya langsung merasa lega. Alhamdulillah.

Kejadian itu memberi kesan mendalam bagi saya. Saya masih ingat wajah beliau yang tenang dengan tetap tersenyum. Padahal, yang hilang adalah data orang-orang penting, termasuk file-file penting. Beliau tidak menampakkan ekspresi kecewa sedikit pun. (aw/mz)

Page 74: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 65

Sekarang orang mengetahui Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) beralamat di Jln. Buncit Raya No 5A Ragunan, Jakarta Selatan. Padahal, dulu kampus yang sejatinya merupakan Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud, Saudi Arabia cabang Asia Tenggara ini berdekatan dengan Salemba UI, tepatnya di dekat perempatan Matraman, tidak banyak dikenal orang.

Ada beberapa mahasiswa yang kuliah di LIPIA mengontrak indekos di salah satu rumah di Jalan Paseban Gang Murtadho. Hampir setiap hari mereka pulang pergi ke kampus yang dekat

Panggilan Menggoda23

kang Aher dalam Apel Besar ForMas JaBar, Menentang Radikalisme

Page 75: Aher Undercover

66 AHERUNDERCOVER

Salemba itu dengan berjalan kaki. Pada saat itu, di tempat tersebut ada beberapa pemuda pengangguran. Karena tidak bekerja, maka keseharian mereka adalah nongkrong. Entah disengaja atau tidak, para pemuda itu nongkrong persis di depan rumah yang disewa oleh para mahasiswa LIPIA tersebut. Entah kenapa pula, selain nongkrong, mereka bernyanyi bersama dan membuat kegaduhan dengan volume yang semakin keras, justru di saat para mahasiswa itu pulang ke indekos. Mereka seolah sengaja memanas-manasi dan memancing keributan. Mungkin mereka tahu bahwa ada anak-anak baru dari daerah yang ngekos di sana dan sedang kuliah.

Sehari dua hari, para mahasiswa itu mulai terusik dengan kegaduhan yang terjadi di depan indekosnya. Tapi, mereka juga bingung bagaimana cara mengusirnya. Apalagi, mereka para pemuda asli di daerah tersebut. Ada seorang mahasiswa yang kemudian mengambil tindakan inisiatif. Sebelum pulang ke tempat indekos, ia menyiapkan sesuatu. Setelah sampai, ia keluar rumah dan memanggil para pemuda tersebut.

“Mas, sini Mas!”Para pemuda itu menoleh dengan wajah menantang dan suara

keras, “Apaan, lu, manggil-manggil?”Para pemuda tersebut merespons dengan kasar. Mungkin

menyangka mahasiswa tersebut akan menegur atau memarahi mereka.

“Ada makanan, nih, di dalam. Mau ikut makan, nggak?” Jawab mahasiswa tersebut dengan tenang sambil tersenyum.

Situasi langsung berubah 180 derajat. Para pemuda tersebut tidak jadi marah. Mereka pun masuk ke dalam indekos dan makan-makan sambil mengobrol tentang berbagai hal. Dalam obrolan itulah, para pemuda itu tahu bahwa para mahasiswa tersebut sedang kuliah di LIPIA belajar ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu keagamaan.

Hari berikutnya, para pemuda ini tetap nongkrong di depan indekos tersebut. Tapi, yang ditunggu adalah mahasiswa yang kemarin memanggil mereka dan menjamu makan. Mereka berharap hari ini mahasiswa tersebut membawa makanan lagi.

Seiring berjalannya waktu, beberapa kali para pemuda itu

Page 76: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 67

tetap disuguhi makanan. Komunikasi antara mahasiswa dan para pemuda tersebut pun semakin akrab. Bahkan, di kemudian hari, para pemuda tersebut menjadi binaan pengajian sang mahasiswa. Mahasiswa yang menyampaikan panggilan menggoda berupa ajakan makan itu bernama Ahmad Heryawan. Di kemudian hari, ia menjadi seorang Gubernur Jawa Barat. (mas/mz)

Kang Aher yang terkesan serius (apalagi rambutnya memutih seperti itu) sebetulnya sangat suka candaan. Apalagi jika objeknya sudah tentang Cabe, Pete, Jengkol, dan...perutnya

Page 77: Aher Undercover

68 AHERUNDERCOVER

Baru saja kita memperingati Hari Keluarga tahun 2012 tingkat provinsi di Depok. Sebagai Kepala BKKBN Jawa Barat, saya ikut hadir dalam acara itu. Dalam acara tersebut ada gelar dagangan hasil karya para pegiat PKK dan BKKBN. Salah satu pesertanya datang dari kecamatan pinggiran Depok. Saat Bapak dan Ibu Gubernur meninjau pameran, tiba-tiba salah seorang penjaga stand itu berkata;

“Ibu, ada salam dari Mama saya.”Bu Netty langsung memeluk penjaga stand itu, beliau ingat

bahwa dulu mereka satu lingkungan, tetangga satu RT. “Bagaimana kabar Ibu?”Kami semua yang hadir terperangah dengan adegan pelukan

tersebut. Coba bayangkan, sampai segitunya. Bu Netty berpaling kepada Pak Ahmad Heryawan dan berkata,

“Pak, ini tetangga kita.”“Oh, iya,” Pa Gubernur pun menyapa dengan ramah penjaga

stand tersebut.Kemudian, mereka berfoto bersama.“Bagaimana kabarnya si Fulan dan si Fulan?” Bu Netty

Prasetiyani menyebutkan beberapa nama yang dalam pikiran saya, kemungkinan yang ditanyakan adalah tetangga-tetangganya dulu ketika tinggal di Depok. Beliau hafal semua tetangganya.

Saya perhatikan Bu Netty Prasetiyani tidak canggung sebagai istri gubernur berinteraksi dengan penjaga stand tersebut. Padahal, bagi sebagian orang yang mendewakan strata status sosial,

Pelukan Cinta24

Page 78: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 69

tentu akan menganggap aneh perilaku Bu Netty dan Pak Ahmad Heryawan. Mereka seakan tidak ada jaim-jaimnya.

Kekaguman saya berikutnya adalah ketika saya ke Gedung Pakuan untuk rapat kegiatan PKK. Waktu itu selepas isya, saat rapat sedang berjalan, putra Bu Netty yang paling kecil datang membawa buku cerita dan bilang minta dibacain cerita itu.

Ibu mengatakan, “Ini, kan, lagi ada rapat, lagi ada tamu. Nanti Ibu bacain, tapi nanti di kamar aja, ya.”

Anak itu dengan manjanya duduk di pangkuan Ibu dan menunggu dengan sabar. Buku cerita masih tetap dipegang si kecil. Bu Netty pun melanjutkan rapat sambil memeluk anaknya yang berada di pangkuannya. Bahkan, sampai sang anak tertidur.

Demikian sayangnya beliau kepada anaknya. Beliau tidak mengusir sang anak, tapi mengalokasikan waktu untuk memenuhi permintaan sang anak tercinta. Beliau mampu menempatkan antara keluarga dan tugas secara proporsional dan optimal. Luar biasa.

Sungguh luar biasa, Jawa Barat memiliki ibu seperti ini. Jawa Barat memiliki gubernur dan istrinya yang lain daripada yang lain, dengan kesederhanaannya dan bijak menjadi pimpinan. Coba kalau beliau jadi Gubernur di DKI Jakarta, rugi Jawa Barat. He...he...

Kedekatan dan kecintaannya kepada anak-anak bukan hanya kepada anaknya sendiri, tetapi termasuk juga kepada anak-anak orang lain. Saya pernah pergi dengan Bu Netty Prasetiyani sambil gowes ke Gunung Mas Teh, di Puncak. Kalau tidak salah, Teh Walini. Kami mendatangi BKB dan PAUD di sana.

Ada kejadian yang menarik. Ibu Netty Prasetiyani saat masuk ke kelas PAUD langsung bersimpuh begitu saja dengan anak-anak yang langsung mengerubutinya. Memang, gurunya memperkenalkan bahwa mereka akan kedatangan istri Gubernur Jawa Barat. Tapi, anak-anak tidak tahu siapa beliau. Bu Netty bukannya menggendong salah satu, kemudian yang lain menunggu giliran. Tapi, beliau langsung bersimpuh dan merangkul anak-anak itu.

Sambil bersimpuh, beliau menanyai anak-anak, “Ini gambar apa?”

Page 79: Aher Undercover

70 AHERUNDERCOVER

Dengan polosnya anak tersebut memperlihatkan gambarnya dengan bangga.

Setahu saya, kalau kita tidak suka dengan anak-anak, biasanya secara naluri anak-anak pun tidak ada yang dekat. Tapi, dengan ibu Netty, anak-anak langsung dekat. Ibu bisa langsung menempatkan posisi yang sesuai sehingga masuk ke dunia anak. Ibu memahami betul psikologis anak sehingga pandai berinteraksi dengan mereka. (sf/mz)

Page 80: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 71

Saat menjadi PNS pada 1986 di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, saya, Siti Fatonah, ditempatkan di lapangan sebagai PLKB di Kebayoran Baru, Jakarta selama 6 bulan. Kemudian, kembali ditarik ke pusat sebagai peneliti. Berlangsung lama sampai tahun 2000.

Tahun 2000, saya diminta full di struktural sebagai eselon III di Litbang. Pada 2008, saya ditugaskan memimpin BKKBN Kalimantan Barat. Pada 2011, saya ternyata masuk bursa di Jawa Barat sebagai calon Kepala BKKBN. Saya sungguh tidak tahu. Saya baru selesai mengikuti Diklatpim I (SEPATI). Setelah itu, saya lapor kepada Pak Sugiri, beliau lalu berpesan agar saya ke Kalbar dahulu. Saya bilang siap.

Namun, ternyata takdir menentukan lain. Saya lapor hari Kamis, hari Selasa ada kegiatan di Jakarta, kami hadir ke Jakarta. Pada saat itu, dikatakan saya ditempatkan di Jakarta. Padahal, sebenarnya tahun ketiga di Kalimantan Barat sedang banyak kegiatan.

Perjalanan saya masuk BKKBN Jawa Barat pada bulan Agustus sungguh mengejutkan. Saya bukan tidak berharap karena ini adalah amanah. Dulu saya berpikir setelah Kalimantan Barat, mungkin akan bertugas di provinsi lain yang kecil, bukan langsung ke Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi terbesar. Ternyata, dari calon yang diajukan Kepala BKKBN kepada Pak Gubernur, nama saya sebenarnya berada di nomor terakhir dari empat calon yang ada. Entah kenapa Pak Gubernur memilih nama saya. Saya tidak tahu.

Hari Kamis saya menemui beliau. Sepanjang perjalanan, saya berpikir dan berharap tidak jadi. Harapan saya saat bertemu Pak

Selamat Bergabung!25

Page 81: Aher Undercover

72 AHERUNDERCOVER

Gubernur adalah beliau berkata, “Eh, Bu Fathonah, maaf saya memilih yang lain.” Waktu itu saya berharap, Bapak Gubernur setuju mengganti saya.

Dibanding instansi vertikal lainnya, instansi BKKBN memang memiliki kekhususan yang harus berdasar persetujuan Gubernur. Biasanya, diajukan minimal tiga nama calon untuk menduduki jabatan tersebut. Yang terpilih adalah yang mendapat persetujuan gubernur dan gubernur sendiri yang melantiknya.

Eh, ternyata saat menghadap, Pa Gubernur justru berkata, “Bu Fatonah, selamat bergabung dengan gerbong Jawa Barat.” Itu kalimat pertama yang diungkapkan beliau. Saya sangat terkesan dengan hal itu. Beliau ternyata sangat humble.

Saya pun diminta menghadap hari Kamis pukul 09.00 WIB itu. Malam harinya, saya browsing internet tentang sosok Gubernur Jawa Barat itu. Referensi di internet tentang profil beliau memang belum banyak, tapi itu adalah momen awal saya mengenal beliau. Saat bertemu di Pakuan, saya langsung merasa sebagai penumpang di Jawa Barat dan berada dalam jajaran beliau dengan beliau sebagai pemimpinnya.

Beliau sangat ramah dan hangat saat pertama kali menerima saya pada 4 Agustus, saat bulan Ramadhan itu. Beliau bahkan berkata, “Bu Fathonah siap nggak kalau siang ini saja saya lantik? Mau menunggu apa lagi? Program KB di Jawa Barat ini perlu punya komandan segera karena pendahulunya pensiun.”

Bagi saya betul-betul out of mind. Terkejut. Bahkan, kepala biro kepegawaian yang mengantar saya hampir tidak bisa bicara mendengar akan langsung dilantik siang itu juga pukul 14.00 WIB.

“Ini, kan Ramadhan, jadi nggak perlu siapkan snack. Cukup dihadirkan dari Departemen Agama untuk mengambil sumpah, kan sudah saya lantik dan beres.”

Biasanya, jika hendak menghadap gubernur, protokolnya akan rumit. Kemudian kepala Biro Kepegawaian baru berbicara, “Pak, mohon maaf, kalau siang ini tidak memungkinkan karena kami harus lapor dulu ke Pak Sugiri. Kami meminta waktu.”

Pak Gubernur memanggil ajudannya dan bertanya, “Besok jadwal saya apa saja?”

Page 82: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 73

“Besok hanya menerima tamu, Pak Jusuf Kalla, pukul 10.00 WIB”, jawab sang ajudan.

“Kalau begitu, besok pagi sebelum menerima Pak Jusuf Kalla kita adakan pelantikan,”

Jadilah pelantikan itu digelar Jumat pagi. Betul-betul luar biasa. Saya melihat Bapak ini adalah orang yang menjadi agent of change, tapi bersifat futuristik. Saya melihat ada suatu angan-angan yang ingin dicapai. Visi Jawa Barat itu ingin sekali diwujudkan oleh Pak Gubernur sehingga beliau bersikap seperti itu dalam rangka mewujudkan visinya.

Setelah pelantikan, beliau berkata, “Selamat bergabung. Kan, tidak ada masalah kalau saya lantik hari ini?”

Biasanya, di provinsi lain, untuk pelantikan itu harus beberapa kali sowan kepada gubernur, minta waktu dan sebagainya. Tapi, ini luar biasa bisa secepat itu bertemu langsung, lalu esoknya pelantikan.

Waktu itu, saya dikenalkan dengan istri gubernur. Subhanallah, ternyata beliau seorang pendamping, seorang wanita yang sederhana, tapi luar biasa di luar pemikiran saya.

Pertama kali bertemu, kami berbicara tentang program-program di Jawa Barat yang luar biasa.

Saya pun berpikir, kalau Pak Gubernur dan istrinya sedemikian konsern dengan permasalahan Kependudukan dan Keluarga Berencana dan pembangungan Jawa Barat, maka saya harus bisa lebih semangat dan lebih banyak bekerja di BKKBN.

Kekaguman saya karena beliau merupakan orang yang penuh ide, tapi ide-ide tersebut applicable (bisa dilaksanakan). Banyak orang yang punya ide, tetapi susah diterjemahkan dalam realita. Beliau tidak seperti itu.

Terkadang, beliau cukup pragmatis, tapi kreatif untuk mewujudkannya. Contohnya, program di bidang pendidikan. Saat ada program penambahan ruang kelas yang selama ini hanya mendapat quota dari pemerintah pusat, beliau mengatakan, “Tidak. Jawa Barat harus lebih banyak, karena saya ingin meningkatkan IPM dari sisi school enrollment (kesertaan sekolah).”

Page 83: Aher Undercover

74 AHERUNDERCOVER

Nah, orang tidak pernah berpikir ke arah sana. Biasanya, birokrat hanya ikut arah angin dari pusat saja. Tetapi, beliau melakukan terobosan dan ternyata bisa dan tidak ada masalah. Hasilnya pun luar biasa, dalam waktu dua tahun bisa mengangkat kesertaan sekolah sekarang menjadi 8,2 tahun.

Dari sisi kesehatan, saya melihatnya di program posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Kita mengenal program posyandu sejak awal zaman Bu Suparjo Rustam.

Beliau menginginkan posyandu sebagai cikal bakal meningkatkan kesehatan masyarakat dari bawah. Tentu saja, agar masyarakat merasa memiliki atau bertanggung jawab terhadap public health. Kesehatan masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Beda dengan, misalnya, Pak Gubernur membangun rumah sakit. Itu top down dari seorang gubernur: cari dokter dll. Ketika beliau mengatakan posyandu direvitalisasi, bahkan beliau mengambil inisiatif ada instansi yang menjadi penanggung jawab posyandu, yaitu BPMPD, itu luar biasa bagi saya.

Yang lain-lain itu, kan, posyandu ditempelin di kegiatan PKK oke, di kesehatan oke, di BKKBN oke. Tetapi, ini ada instansi yang menangani dan digarap bersama-sama.

Background saya Kesehatan Masyarakat, tetapi beliau paham benar bahwa dasar kesehatan itu pada dasarnya keluarga. Sehat itu bukan hanya di rumah sakit berupa perawatan. Yang lebih mendasar lagi adalah keluarga. Ini yang selama ini kita lepas. Lebih banyak berpikir berapa jumlah rumah sakit berbanding dengan jumlah penduduk. Berapa jumlah puskesmas berbanding dengan jumlah penduduk. Tapi, beliau berpikir ke arah yang lebih mendasar, posyandu harus ada di setiap RW.

Sekarang kita punya hampir 52.000 posyandu se-Jawa Barat yang diaktifkan oleh Pa Ahmad Heryawan. Hal ini mengubah mindset orang, baik kami yang ada di dinas maupun instansi. Selama ini, kita berpikir menyiapkan dokter, rumah sakit, dll. Hal inilah yang menjadikan beliau pantas menjadi tokoh perubahan. Nah, itu di bidang kesehatan.

Kalau di bidang kependudukan, yang saya kagumi adalah beliau tidak menyesal memimpin provinsi dengan jumlah penduduk yang luar biasa. Tapi, dengan tekad yang hebat, beliau mengatakan, “43 juta penduduk Jawa Barat ini harus menjadi SDM yang potensial.”

Page 84: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 75

Tidak ada penyesalan. Dari satu sisi memang orang yang sudah lahir di Jawa Barat ini, kan, tidak mungkin dimasukkan lagi ke dalam kandungan. Beliau lebih berpikir 43 penduduk Jawa Barat ini mau diapain agar bisa membangun Jawa Barat. Maka, itu tadi yang dilakukan, dari sisi sekolah, posyandu, dll.

Bapak lebih mengutamakan kualitas yang sudah ada ini. Nah, untuk yang selanjutnya, Bapak lebih mengutamakan kesejahteraan. Ajari keluarga-keluarga itu untuk mengatur kelahiran anak-anaknya. Kesiapan dalam merencanakan keluarganya.

Bapak menjelaskan Keluarga Berencana dengan konsep yang luar biasa. Bapak mengatakan namanya saja Keluarga Berencana, itu kan berarti merencanakan keluarga. Bukan hanya merencanakan jumlah anak, tapi juga merencanakan juga jarak antar anak untuk bersalin (kelahiran), merencanakan anak untuk sekolah sampai jenjang apa, dan sebagainya.

Bagi saya, itu bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat dibandingkan dengan misalnya, “Turunkan laju pertumbuhan penduduk!”, “Turunkan TFR!” Masyarakat tidak tahu.

Akan tetapi, saat beliau mengatakan Keluarga Berencana itu perencanaan dalam keluarga; mengatur jumlahnya, membuat anaknya layak bersekolah, mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Itu kan bahasa bapak kepada anaknya yang enak kita dengar.

Yang paling kami kagumi adalah dukungan yang full terhadap program Keluarga Berencana untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dengan kualitas penduduk. Beliau berkomitmen siapa pun yang hidup di Jawa Barat adalah warga Jawa Barat dan merupakan tanggung jawab beliau tanpa membedakan asal mereka dari mana.

Itu yang paling saya kagumi dari beliau sehingga sepantasnya beliau mendapatkan Satyalencana Wira Karya bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana. Karena memang beliau anutan dalam hal kebijakannya, dalam hal perilaku, dalam menyampaikan pesan-pesan, termasuk dalam dukungan anggaran.

Kesan yang paling pribadi dan mengena pada saat sekitar pukul 5 sore itu dipanggil bersama kepala dinas kesehatan dan Bu Neni dari Yansos untuk membicarakan program yang ada kaitannya antara kesehatan dan KB. Dalam bidang pendidikan, beliau fokus

Page 85: Aher Undercover

76 AHERUNDERCOVER

dengan ruang kelas, nah dalam kesehatan mau terobosan apa agar IPM meningkat.

Sampailah waktunya magrib. Bapak bilang, “Kita shalat dulu, ya” sambil izin keluar ruangan. Kami kira beliau akan shalat di kamarnya.

“Kita shalat di masjid, yuk.” Kata Bu Lusi. Kami langsung ke masjid.

Begitu kami ke masjid, wudhu, mengenakan mukena, dan siap-siap untuk shalat, tiba-tiba Pa Gubernur datang.

Dalam pikiran saya, “Inilah kesempatan pertama Saya shalat diimami oleh seorang gubernur... He...he... Bagi saya, faktor siapa imam kita bisa menentukan kekhusyukan.”

Gubernur pun menjadi imam dan kami bertiga bermakmum di belakang beliau. Saya merasa bangga diimami seorang gubernur. Ketika beliau membaca Al-Qur’an pun tidak ada cacat dalam pelafalan ayat-ayat suci tersebut. Bahkan, tidak ada cengkok sunda.

Pertama kali shalat di Pakuan beliau menjadi imam. Selanjutnya, jarang diimami Pak Gubernur karena seringnya shalat di Pakuan bareng dengan Bu Netty.

Bagi orang lain mungkin biasa, tapi bagi saya ini pengalaman pertama.

Saat pulang dan sampai rumah, saya langsung cerita kepada anak saya, “Tadi pertama kali Mama shalat di Pakuan dan diimami oleh Pak Gubernur, lho. Yang jadi makmum ada tiga perempuan.”

Kehidupan rohaninya kuat. Saya bangga memiliki pimpinan seperti beliau sehingga bisa sharing kepada teman-teman dari provinsi lain. Betapa enaknya memiliki pimpinan seperti ini. Dalam hal akhirat, beliau bisa menjadi imam; dalam urusan duniawi, beliau bisa menjadi seorang bapak; dalam hal kantor, bisa menjadi seorang pimpinan yang bijak. Itu langka banget.

Kesederhanaan beliau terlihat dari pakaian yang biasa dikenakan. Beliau biasa mengenakan celana hitam, atasnya whatever. Biasanya, pejabat memakai pakaian setiap hari itu safari, PSL. Itu menunjukkan bahwa fisik (apa pun yang dikenakan) bukan menjadi ukuran.

Page 86: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 77

Mimpi beliau seolah tidak jauh. Kalau dulu Bung Karno menyatakan, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Kalaupun tidak sampai langit, dapat se-awannya”. Beliau mampu menjelaskan langkah mencapai mimpi-mimpi tersebut. Beliau mengondisikan agar kami di jajaran birokrasi tidak terkotak-kotak. Satu sama lain terintegrasi. Beliau mampu membangun mind-set satu sama lain bermitra.

Sampai sekarang, saya tidak menganggap usia beliau di bawah saya. Biasanya, kita menemukan figur demikian adalah orang yang usianya lebih tua dari kita, tapi beliau lebih muda. Namun, saya menganggapnya everything above me. Lebih dari saya. Itulah sosok bapak, luar biasa. (sf/mz)

Page 87: Aher Undercover

78 AHERUNDERCOVER

Mendapat kepercayaan sebagai Mojang Jajaka (Moka) Jawa Barat merupakan sebuah pengalaman luar biasa bagi saya, Syahrul Santian Rusli. Takdir sebagai Moka ini pula yang menjadikan saya mendapat kehormatan bisa berinteraksi langsung dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan istrinya, Netty Prasetiyani.

Interaksi dengan orang nomor satu di Jawa Barat memberikan makna karena ada hikmah teladan yang bisa saya ambil dari beliau. Termasuk, dalam hal-hal yang menurut orang lain tampak sederhana.

Seperti pengalaman yang terjadi dalam kegiatan Wisata

Tersanjung

26

Page 88: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 79

Ramadhan di Purwakarta. Setelah acara buka bareng dan doa bersama, ada banyak pejabat dari Purwakarta yang datang ke tempat kegiatan Pak Gubernur. Mereka mengajak berbincang tentang berbagai tema pembangunan di Purwakarta dan Jawa Barat. Beliau selalu antusias jika membicarakan program-program nyata untuk pembangunan Jawa Barat.

Terdengar azan isya. Para pejabat yang hadir masih mengajak Pak Gubernur mengobrol. Tiba-tiba, beliau berkata,

“Entar, ya. kita shalat bareng dulu, yuk. Kita ngobrol lagi setelah shalat Tarawih. Nanti kita lanjutkan pembicaraan kita.”

Subhanallah... Jarang ada pemimpin yang menghentikan perbincangan dengan orang-orang penting untuk melaksanakan shalat terlebih dahulu. Apalagi, pemimpinnya adalah orang yang supersibuk. Terkadang, mereka santai saja atau merasa tidak enak sehingga memilih melanjutkan pembicaraan dibandingkan memenuhi panggilan-Nya.

Saya melihat kejadian seperti itu beberapa kali. Selain di Kabupaten Purwakarta, pernah juga di daerah Kabupaten Garut. Jadi, apa pun yang sedang dilakukan, ketika mendengar azan, beliau mengajak yang lain untuk shalat berjamaah.

Saya menoleh kepada Ilham, Moka Jabar yang saat itu bertugas pula, dan berkata “Tingali itu mah bener, teladan pisan!” (Lihat yang itu betul-betul seorang teladan).

Saya melihat memang beliau pemimpin yang amanah. Beliau bisa dipercaya dan sosok teladan. Hari ini masyarakat membutuhkan teladan seperti beliau. Sosok yang ketika mengucapkan A, beliau pun melakukannya. Beliau bukan tipe orang yang menyuruh masyarakat harus melakukan A, tapi ia sendiri tidak melakukannya.

Aktivitas Pak Gubernur memang selalu terikat dengan masjid. Sepertinya, hatinya sudah terpaut dengan masjid. Saya selalu mendengar kabar Pak Gubernur tertidur di masjid. Shalatnya diusahakan selalu on time. Bagi kita hal itu bisa menjadi tolok ukur pemimpin yang baik, yakni yang senantiasa terjaga shalatnya.

Demikian pula dengan istri Gubernur Jawa Barat, Bu Netty Prasetiyani. Ibu adalah orang yang sangat perhatian terhadap siapa pun, baik pejabat maupun rakyat. Termasuk teman-teman Moka

Page 89: Aher Undercover

80 AHERUNDERCOVER

Jawa Barat. Saya berteman BBM dengan beliau. Jika suatu waktu membaca ada status galau, beliau akan mengirim pesan sapaan dan menanyakan “Ada apakah gerangan?” Sungguh, seorang ibu gubernur yang punya kesibukan luar biasa padat, tetapi selalu sempat memperhatikan kami “anak-anaknya”. Di twitter pun beliau selalu peduli pada teman-teman Moka Jawa Barat yang sedang bertugas.

Suatu ketika, saya bertugas mendampingi beliau di Cianjur. Beliau membeli oleh-oleh dan memberikan sebuah tas kepada saya sambil berkata, “Syahrul, ini buat mamanya Syahrul di rumah. Titip salam buat Mama, ya!”

Itu sesuatu yang luar biasa. Seorang istri gubernur ingat untuk memberi oleh-oleh untuk mama saya. Ketika saya sampaikan salam dari Bu Netty, orangtua saya sangat tersanjung.

“Ah, yang bener?” Tanya ibu saya dengan hati yang berbunga-bunga.

Memang begitulah Ibu Netty, orangnya memang care (peduli).Ada lagi pengalaman saat Pekan Olahraga Nasional (PON) di

Pekanbaru, Riau. Saat itu, kami terbagi dua. Ada yang menonton final bola basket dan ada yang menonton final bola voli. Saat itu, saya bersama Bu Netty menonton final bola voli. Menjelang tempat pertandingan, jalanan macet. Rupanya, banyak orang yang ingin menyaksikan laga final. Mobil yang terjebak macet jaraknya masih lumayan jauh, sekitar beberapa ratus meter.

Saat ajudan berdiskusi perihal tempat parkir, Bu Netty rupanya lebih memilih turun dan berjalan kaki menuju tempat pertandingan. Beliau khawatir terlambat sehingga saat datang pertandingan final bola voli putri Jabar melawan Jatim sudah selesai. Beliau berjalan cepat sekali sampai ajudannya ketinggalan di belakang mengejar beliau. Beliau begitu bersegera karena ingin menyaksikan dan memberi motivasi kepada atlet-atlet yang sedang bertanding.

Beliau tidak marah-marah dan tidak minta diperlakukan khusus supaya sampai ke tempat acara dengan jalur eksklusif mengingat dirinya seorang istri pejabat tinggi. Beliau justru memilih untuk berjalan kaki. Di situlah saya menyaksikan cintanya yang begitu besar kepada Jawa Barat. (ssr/mz)

Page 90: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 81

Berita di salah satu stasiun tv tadi pagi (6/11) sungguh membuat miris. Seorang anak usia 9 tahun asal Bekasi menderita tumor di perut. Badannya mengering dan tubuhnya jadi berat tertumpu ke perutnya. Ditambah, ia menderita gizi buruk. Sungguh malang.

Demi ingin bisa membantu, saya pun mencari tahu lebih jauh perihal riwayat sakit anak ini. Sharing dengan seorang teman, ternyata pagi itu ia tengah menyaksikan berita yang sama. Katanya, mudah-mudahan insya Allah saya bisa melakukan sesuatu. Penasaran, saya pun menunggu kabar darinya. Baru sore hari, saya dapat kabar lagi.

Setelah berkomunikasi dengan saya tadi pagi, ia lalu surfing di dunia maya, ketemulah informasi tentangnya. Namanya Siti Masitoh, putri seorang buruh bangunan di Kampung Krobokan RT 02 RW 04 Serang, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.

Responsif

27

Page 91: Aher Undercover

82 AHERUNDERCOVER

Kemudian ia masih berpikir apa yang bisa dilakukan untuk anak ini? Uang tak ada, jarak cukup jauh untuk sekadar menjenguk dan memberi support. Lalu, terlintas di depannya ada laptop dengan koneksi internet. “Aha, ada yang bisa dilakukan dengan ini.”

Lantas, tanpa banyak pertimbangan, ia pun membuka akun twitter yang dikelolanya.

Saya pun menengok akun miliknya (@sobatkangaher). Mulai dengan mention kepada akun Gubernur Ahmad Heryawan (@aheryawan) dan sang Istri (@netty_heryawan) dengan menyertakan link berita.

Eh, tenyata bersambut.Lantas, ternyata Bu Netty sudah langsung koordinasikan dengan

Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar dan katanya segera meluncur. Saya pikir, yang akan meluncur adalah perwakilan dari Dinkes,

ternyata Bu Netty sendiri yang langsung meluncur menuju Ruang Isolasi Yohanes Kamar 207 R.S. Corolus. (rs)

Page 92: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 83

Warga negara yang baik akan melaksanakan apa yang diprogramkan oleh pemerintahnya. Sayang, di negeri ini sering kita tidak tahu kapan pejabat-pejabat kita jadi sekadar warga negara. Bagi kita selama ini, pejabat ya pejabat. Sepertinya, ia sudah bukan lagi rakyat ketika diamanahi memangku posisi tertentu. Ia pemerintah, kita rakyat saja. Selalu terkesan senjang. Padahal, esensinya tetap saja setinggi apa pun posisi seorang pejabat, ia adalah rakyat juga.

Saya Wirausahawan

28

Kang AHER saat menginput data E-KTP di Kantor Kecamatan Sumur Bandung

Page 93: Aher Undercover

84 AHERUNDERCOVER

Bila ada pejabat yang tengah menunaikan kewajibannya sebagai rakyat, hebohnya luar biasa. Ia diperlakukan tidak biasa. Ada tempat khusus, penjagaan spesial, tidak antre, dan segala sesuatu yang membuatnya superior. Hey! Mana pelayan negara itu? Mana pelayan rakyat? Seingat kami, mereka disumpah bukan untuk balik kita (rakyat) layani.

Maka, sekarang mari kita tengok segelintir di antara mereka yang memilih bersikap lain.

Mudah-mudahan tak diceritakan dengan berlebihan. Sebab, bumbu-bumbu berlebih biasanya malah mengaburkan rasa seharusnya yang bisa kita nikmati.

Sejak Februari 2011, pemerintah kita melalui Kementerian Dalam Negeri memprogramkan e-KTP. Tanda pengenal dengan format dan cara pembuatan yang sama sekali baru. Pembuatannya dibagi dua tahap, pada 2011 yang berakhir pada 30 April 2011, dan sisanya pada 2012.

Bandung termasuk yang sibuk ber-e-KTP pada 2012 ini. Semua warga, secara bergiliran di kantor kecamatan masing-masing, sibuk mengurusnya. Tak terkecuali dengan Pak Aher. Karena setelah menjadi gubernur, ia mesti menempati rumah dinas di Bandung, warga asli asal Sukabumi ini otomatis terdaftar sebagai warga Bandung. Ia bertempat tinggal di Gedung Pakuan, rumah dinas Gubernur Jabar di Jalan Otto Iskandardinata No. 1 Kota Bandung. Secara administratif, alamatnya merupakan bagian dari kecamatan Sumur Bandung.

Pertama, sebelum berangkat, ia sudah mewanti-wanti agar semua biarkan berjalan apa adanya saja. Jangan sampai heboh, pesannya pada ajudan dan para pengawal. Maka, sirine mobil pengawal dimatikan dan mereka diminta memisahkan diri sebelum sampai ke tujuan.

Kedua, saat tiba serta disambut camat dan petugas, ia tidak menerima langsung dipersilakan melakukan scanning. “Sesuai antrean saja.” Bagusnya lagi, ia datang di awal waktu, sekitar pukul 08.00. Antrean masih sepi. Saat masuk kantor kecamatan, terhitung baru ada 10 orang yang mengantre.

Ketiga, saat petugas mempersilakan Pak Gubernur mengecek

Page 94: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 85

data yang telah dimasukkan, ia memperhatikannya dengan lebih teliti, lalu mengomentari satu poin.Gubernur : “Profesi... Gu-Ber-Nur, bener ini?”Petugas : “Iya Pak, kan Bapak kepala daerah.”Gubernur : “Boleh diganti, kan?”Petugas : “Oh, lho sama apa, Pak?”Gubernur : “Kalau Gubernur, kan, jabatan sementara. Dibatasi

waktu. Paling lama juga 10 tahun. KTP ini buat seumur hidup, kan?”

Petugas : “Iya, Pak. Seumur hidup dan diperbarui setiap 5 tahun sekali.”

Gubernur : “Ya, sudah. Ganti saja jangan gubernur profesinya. Saya ini dari dulu sebelum jadi gubernur, sebelum jadi anggota DPRD, adalah pedagang.”

Petugas : “Jadi, pedagang di sininya, Pak?”Gubernur : “Wirausahawan, ketik saja Wi-ra-u-sa-ha-wan, ya.

Kalau ini, kan, profesi sepanjang hidup, nih. Keren, kan?” (rs)

Page 95: Aher Undercover

86 AHERUNDERCOVER

“Pakuan ini gedung herritage yang usianya nyaris 150 tahun”, begitu ia biasa memberikan prakata kepada para tamu. “Namun, meski sudah sangat tua, hadirin bisa melihat sendiri. Bangunan ini masih kokoh dan cantik. Buah karya arsitektur kolonial. ”

Jika sudah begitu, sang tuan rumah Gedung Pakuan pun akan mulai menyisipkan pesannya dalam prakata ini. “Mereka orang-orang Belanda. Penjajah bangsa ini dahulu. Karya mereka besar. Mereka bukan orang Islam.”

“Tapi, coba lihat sekarang. Bangunan-bangunan yang bangsa kita sendiri buat. Mereka orang-orang Islam, sudah haji lima kali.

Warisan Utsman29

Gedung Pakuan, Herritage yang jadi Kediaman Dinas Gubernur Jawa Barat Generasi ke Generasi

Page 96: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 87

Malah, setiap untung proyek, pergi umroh. Tapi, coba lihat karyanya. 10-20 tahun roboh! Tak jarang, peresmian dan serah terima kunci baru dilakukan, bangunannya malah sudah retak-retak.”

Bila sudah sampai di sini, yang hadir biasanya mulai manggut-manggut.

“Ada yang hilang disini. KEJUJURAN. Itulah ia yang tak menyatu lagi dengan karakter kita.”

“Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah. Sesungguhnya, kebenaran berpihak kepada orang-orang yang Jujur. Meski penjajah dan bukan Muslim, jika mereka menerapkan kejujuran pada karyanya, maka hasilnya akan menyejarah, bisa kita nikmati hingga sekarang. Namun, sekalipun yang bekerja adalah seorang Muslim, bila tak jujur, apa haknya untuk dinaungi rahmah dan ke-barakah-an Allah? Maka, wajar jika culas, curang, korupsi, buah karyanya juga akan tak berarti.”

Itulah sepenggal hikmah yang selalu sang tuan rumah Gedung Pakuan ceritakan. Berulang disampaikannya kepada tamu dari beragam kalangan. Kiai, mahasiswa, buruh, petani, organisasi pemuda, seniman, budayawan, juga para pejabat. Ia—seperti yang juga sering disampaikannya—berkeinginan besar untuk menanamkan pola pikir semacam ini kepada sebanyak mungkin orang.

Setelah mengisahkan itu, biasanya ia akan beralih pada cerita lain yang implementatif. Contohnya yang satu ini. “Apa, sih, yang menghambat pembangunan yang kita lakukan? Semuanya sama, kok. Penghambatnya biasanya cuma tiga: kesatu, Dana; kedua, Biaya; ketiga, Anggaran. Sudah, biasanya, kan, cuma itu keluhannya,” selorohnya diikuti tawa hadirin.

“Semua mengeluhkan hal yang sama. Kabupaten/Kota kekurangan dana untuk program-programnya. Sampai pada aparat tingkat ranting punya problem serupa. Asalkan hadirin sekalian ketahui, APBN pun demikian. Tarik ulur untuk banyak kepentingan. Sama dengan APBD. Nah, lantas mungkin tebersit pertanyaan, dari mana dana besar untuk pembangunan puluhan ribu RKB di Jabar, sedangkan di tingkat pusat saja hanya dianggarkan 3000 unit per tahun untuk seluruh Indonesia? Dari mana Jabar punya kas

Page 97: Aher Undercover

88 AHERUNDERCOVER

untuk mendirikan ratusan Puskesmas PONED? Dalam dua tahun, dibangun lebih dari 200 unit, sedang di pemerintahan sebelumnya selama 10 tahun hanya ada 100 unit? Lalu, dari mana Biaya Operasional Pendidikan Provinsi untuk 7,6 juta siswa SD, SMP, dan yang setingkatnya?”

“Jawabannya ada pada KEMAUAN saudara sekalian. KESUNGGUHAN, KERJA KERAS, KEPEMIMPINAN, dan FOKUS! Jangan lupa jalankan semuanya di atas rel ketakwaan.”

“Tahukah hadirin sekalian, berapa M dana yang berhasil ditekan Jabar setiap tahunnya?”

“Dari menghemat biaya rapat, kita bisa menghemat nyaris 70M. Bila dulu rapat sering dilakukan di hotel dengan anggaran yang wah, kini per rapat, tiap orang hanya dibekali 50000 rupiah.”

“Kini, Jabar sebagai provinsi yang pertama menerapkan e-procurement bisa menghemat nyaris 350 M/tahun.”

“Nah, dari penghematan semacam itu dan banyak penghematan lainnyalah Jabar bisa mengalokasikan dana besar pada program-program unggulannya. Di sinilah peran penting kejujuran, kemauan, kerja keras, dan fokus! Sebab, semuanya bisa direalisasikan bukan tanpa pantangan.”

“Itulah manfaat dari menjadi seorang pejabat publik. Bisa menebar manfaat begitu banyak dan pintu surga bisa kian terbuka. Jika bukan karena kedua hal itu, mana mau saya diusung jadi gubernur?”

“Hadirin sekalian, ada satu kalimat sakral yang sampai saat ini menjadi pedoman saya berkeras mempertahankan semua idealisme itu. Kalimat ini adalah yang pernah disampaikan Ustman bin Affan dalam pidato pertamanya saat diangkat menjadi Khalifah.

Innallaaha layazza’u bis sulthaan, maa laa yazza’u bil qur’an.Sesungguhnya, Allah akan menyelesaikan dengan kekuasaan.

Apa-apa yang tidak selesai dengan Al-Qur’an tanpa kekuasaan.”Maknanya, ada kesempatan lebih untuk menyelesaikan beragam

persoalan ketika kita menduduki posisi vital di pemerintahan. Jujur, saya bingung dan galau ketika pertama kali mendapat amanah

Page 98: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 89

sebagai gubernur. Namun, kalimat itu jujur sangat menginspirasi dan menguatkan. Seperti apa yang disampaikan Utsman, saya yakin dengan posisi ini saya bisa melakukan banyak hal dan terobosan untuk kepentingan bagi sebanyak-banyaknya orang. Khairunnaas ‘anfa‘uhum lin naas.” (rs)

Page 99: Aher Undercover

90 AHERUNDERCOVER

#Jengkol 117 Oktober 2012, tukang becak dan tukang ojek girang bukan

main. Pasalnya, mendadak mereka yang berada di seputaran sebuah rumah makan diajak untuk makan siang gratis. Siapa yang bayar? Mereka awalnya tak tahu. Tapi ketika Ahmad Heryawan datang, tahulah mereka ternyata Pak Gubernur.

Makan pun berjalan dengan santai. Sambil menyantap menu yang terhidang, obrolan-obrolan kecil pun meluncur. Mulai dari keluhan warga, pedagang, buruh, sampai mereka para tukang ojek dan becak.

Jengkol30

Kang Aher menjelaskan perihal hukum memakan petai/jengkol pada wartawan

Page 100: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 91

Gubernur biasanya hanya manggut-manggut. Mengerti apa persoalan mereka. Tahu apa yang mereka harapkan. Namun, memberi dana segar bukan jawaban realistis. Sebab, ketimbang membeli ikan, memancingnya bisa lebih banyak mendatangkan manfaat. Dengan memancing, tak hanya ikan yang diperoleh. Ada kesabaran, ada pengetahuan tentang cuaca, ilmu berperahu, dan banyak hal lain.

Itu pula sebenarnya yang sudah dijawab kang Aher sebelum pertanyaan dan keluhan itu didengarnya. Jalan yang sudah jadi mulus ternyata di-iya-kan tukang ojek dan becak sangat meringankan kerja mereka. Bisa bersekolahnya anak-anak SD dan SMP mereka dengan gratis adalah investasi besar masa depan. Itu, bila selama ini mereka bekerja untuk anak tercinta.

Biasanya, bila sedang seperti ini, obrolan selalu diisi Kang Aher dengan hal ringan bermanfaat yang tak terduga. Macam ketika ia melihat cabe, ia beri tahu bahwa itu adalah obat mujarab anti pikun, selain tentunya dzikir. Atau, tentang anjuran mengurangi kadar makan nasi. Menggantinya dengan ubi, ketela, atau jagung sebenarnya bukan masalah. Mencoba menggeser paradigma rakyat kita yang moal wareg mun teu manggih sangu, seloroh Sang Gubernur.

Selesai makan dan diwawancarai, ia duduk di meja yang diisi para wartawan. Melihat cukup banyak petai yang tersisa, ia heran:

“Kok petenya masih banyak? sayang nih.”“Kan, makruh Pak.”“Makruhnya kenapa?”“Kan, bau, Pak.”“Iyaa, itu jadi makruh, kan, karena baunya bisa mengganggu.

Apalagi kalau waktunya ibadah. Boleh-boleh aja, kok, makan pete atau jengkol.”

“Oh, gitu ya, Pak?”“Iya dong, asal cepet ilangin baunya. Nih, saya dari tadi ngulum

permen. Soalnya abis makan pete juga, hehe.”

Page 101: Aher Undercover

92 AHERUNDERCOVER

#Jengkol 2Jika jengkol yang tadi tak ia hindari padahal banyak yang

mengira ia sebagai ustadz pasti anti, jengkol yang ini justru ia rada anti. Padahal, jengkol satu ini mestinya lekat dengan pejabat sepertinya. Nah, jengkol apakah yang dimaksud?

Tanda jabatan. Ya, benda bulat melingkar berwarna emas yang biasanya disematkan di dada kanan pakaian dinas.

Entah berapa kali ia ditegur oleh protokol atau rekan kerjanya, namun tetap saja tak dipakainya. Bila suatu kali tengah diadakan acara di sebuah daerah, di mana para pejabat setempat datang, mulai dari aparat desa sampai bupati, ada pemandangan menarik. Camat dan atau kades tampil dengan jengkol yang mengkilat dan besarnya meninju mata, sedang gubernurnya biasa saja. Pakaian dinas tanpa atribut hanya seperti kemeja/safari polos sederhana.

Di satu sisi, menyenangkan melihatnya demikian. Bersahaja, itu kesan yang tak bisa ditampik. Namun di lain sisi, rikuh juga mendengar orang-orang bertanya “Mana Gubernur?” atau “Gubernurnya mana?” Mengingat, biar sudah empat tahun menjabat, Ahmad Heryawan tetap adalah figur baru bagi Jawa Barat.

Ini contohnya, ketika dalam sebuah acara ia didampingi seorang wakil Bupati (kiri). Bajunya polos saja bukan?

Page 102: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 93

Seandainya jengkol satu ini dikenakan, mungkin orang akan lebih mudah mengenai. Namun, bila yang bersangkutan tak mau? Ia mengaku, sudah dua tahun terakhir tak mengenakan pakaian resmi bertanda pangkat di sana-sini. “nggak betah, enak begini saja. Paling dipakai kalau ada acara dengan presiden,” akunya. (rs)

Page 103: Aher Undercover

94 AHERUNDERCOVER

Sudah lama ada pertarungan kasat mata yang meresahkan. Sebuah pertentangan antar ideologi. Konflik ini mematok benteng yang sulit saling tembus. Senjang pikir ini memisahkan dua dunia: Seniman dan Agamawan. Memang tak semua kaum santri enggan menyentuh seni. Persis juga tak semua seniman berkreasi dengan menanggalkan norma agama. Buat mereka yang moderat, selalu ada irisan bagi keduanya untuk bisa berdamai.

Kecemasan semacam ini meruak saat seorang yang dikenal sebagai agamawan terpilih sebagai Gubernur. Ada apatisme

Gubernur dan Cepot31

Salah satu adegan dialog Gubernur dengan Cepot dalam Program Disparbud Gubernur Saba Lembur

Page 104: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 95

atas keberpihakannya pada kesenian. Sehingga, di awal-awal kepemimpinannya, cukup banyak kaum budayawan yang mengkritik kinerjanya yang masih dalam tahap adaptasi.

Namun, seiring jalan, justru kini para seniman dan budayawan telah bisa menerima. Bahwa apatisme dan kekhawatiran yang mereka pendam mungkin saja kurang beralasan.

---Mencerahkan, mungkin itu yang patut diungkapkan atas apa

yang Ahmad Heryawan sampaikan dalam sebuah peresmian sebuah panggung kesenian. Pesan-pesan dalam sambutannya kokoh sudah. Jadi, jembatan yang kembali mempersaudarakan Agama-Seni yang selama ini seakan diceraikan kepentingan-kepentingan dan miskomunikasi.

Kang Aher membuka pembicaraan dengan menceritakan kisah Umar. “Suatu kali Umar bin Khattab marah besar pada cucunya. Apa sebab? karena sang cucu tak bisa membacakan puisi/syair. Kemarahan Umar sangat beralasan. Sebab, syair punya peran penting dalam mengasah sikap. Syair bisa menghaluskan pekerti dan menumbuhkan keberanian. Terlebih, seni adalah corak budaya paling menawan dari bangsa Arab kala itu. Tak heran bila Rasulullah Saw menunjuk khusus beberapa sahabat untuk menekuni syair. Di antara mereka adalah Hasan Ibn Tsabit, Abdullah bin Rawahah, serta Ka’ab bin Malik.

Saat hendak berperang, untuk menumbuhkan semangat juang, biasanya Rasulullah meminta sahabatnya itu menunjukkan kemampuan. Mereka bersyair dengan lirik yang menggugah. Atau ketika jiwa para sahabat itu dirundung putus asa. Kembali, syair jadi obat yang mendongkrak kemauan.

Begitulah potongan empiris sejarah mengajarkan kita mengenai seni. Sebuah perasaan indah (ajma’ul syu’ur) yang diaktualisasikan lewat syair. Adapun dalam perkembangannya menjelma jadi lagu, tarian, tulisan, musik, dsb. sehingga jadilah kesenian yang sekarang banyak tersaji di hadapan kita. Dengan mengartikan seperti ini, sudah jelas tak ada senjang antara agama dan seni. Bodoh jika memang masih ada yang mempersilangkan agama dan seni. Padahal, keduanya adalah senyawa yang tak bisa dipisah. Sebab, bila kembali mau menilik sejarah, Al-Qur’an sendiri adalah

Page 105: Aher Undercover

96 AHERUNDERCOVER

bentuk agung seni sastra. Di mana, saat itu sastra ada pada puncak kebudayaan masyarakat arab jahiliyah.”

“Bahkan..,” kang Aher melanjutkan, “..seni telah banyak berpengaruh pada kehidupan saya. Kawih bisa membuat saya banyak merenung. Karatagan Pahlawan membuat saya bersemangat saat merasa susah. Dan, percaya atau tidak, pupuh membuat saya pantang untuk korupsi. Ya, pupuh. Tepatnya adalah asmarandana.”

Setelah itu ia pun melantunkannya:“Eling eling mangka eling..Rumingkang di bumi alam..Darma wawayangan bae..Raga taya pangawasa..Mun kasasar nya lampah..Napsu nu matak kaduhung..Badan anu katempuhan..” “Bila sudah begini, kenapa agama dan seni harus terpaut ruang?

Padahal, agama ada untuk membuat hidup terarah. Pengetahuan membuat hidup jadi mudah, dan seni membuat hidup jadi indah.”

“Untuk membuat agama dan seni selalu selaras, pedomannya ada dua: Baik dan Menarik. Silakan kreasikan seni semenarik mungkin agar kebaikan dapat disampaikan pada masyarakat. Coba tengok bagaimana perbandingan jamaah pengajian dan wayang golek. Jauh! Tapi bila di wayang golek itu ada pesan-pesan kebaikan yang bisa disisipkan, maka seorang dalang sudah jadi penyebar kebaikan bagi ribuan orang.”

“Jangan sampai kalah dengan percaturan globalisasi. Mereka orang-orang yang bermisi jelek terus merongrong budaya dan anak-anak kita dengan berbagai tampilan menarik hampa makna. Jadi, jangan sampai kebaikan tak disukai masyarakat karena tampilannya tak menarik.”

“Pernah suatu ketika di Sukabumi saya menyaksikan upacara Nadran. Setelah melihatnya, saya bertanya pada Bupati Sukabumi:

“Biasanya berapa ekor kerbau yang dipotong, Pak?”“Satu.”

Page 106: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 97

“Kalau begitu, ke depan gelarlah Nadran lebih meriah. Potong jangan satu, tapi 8 kerbau! Saya siap support. Syaratnya, kerbau yang dipotong tak perlu ada yang dilarung ke laut. Karena lelembut takkan makan kerbau. Bagikan saja dagingnya pada masyarakat. Selain itu, silakan lainnya selenggarakan seperti biasa. Tariannya, iring-iringannya tak perlu ada yang dikurangi.”

---Nah, begitulah kang Aher mempertemukan ketegangan Agama

dan Seni itu dengan manis. Ada waktu untuk semuanya bisa bertemu dan saling mengerti.

Dari apa yang disampaikannya itu pula saya jadi mengerti kenapa ada satu program yang cukup rutin diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Jabar. Wayang Golek. Ya, hampir dalam sebulan bisa 2-3 kali pagelaran wayang diselenggarakan di berbagai daerah. Menggaet dalang kawakan Asep Sunandar Sunarya tentu membuat acara tersebut selalu diminati ribuan orang di tiap pagelarannya.

Namun, ada satu terkaan yang baru bisa saya pastikan sendiri setelah melihatnya berulang-ulang. Dalam setiap pagelaran, babak awal selalu diawali oleh dialog ideologis antar para sesepuh punakawan dan kahyangan. Ada (cukup banyak malah) ayat-ayat Al-Qur’an yang diinternalisasi dalam dialog mereka.

Setelah itu, baru biasanya masuk pada cerita utama. Karena program ini mengambil tajuk Gubernur Saba Lembur, maka selalu ada jeda babak dengan kehadiran Gubernur di atas panggung. Jeda tersebut biasanya adalah dialog interaktif yang dilakukan Kang Aher sendiri dengan dalang yang biasanya memakai karakter Cepot.

Tak terlampau lama. Biasanya 15 menit. Namun, di waktu yang tidak lama itulah pesan-pesan baik disampaikan. Hadis mengenai mencari harta halal, tak korupsi, berbuat baik pada sesama mengalir dalam perbincangan yang diseling guyon khas Cepot.

Itulah Gubernur Saba Lembur. Representasi dari Agama-Seni yang kawin resmi. Akur dan langgeng tanpa perlu ada percekcokan. Dari sini, ternyata para budayawan mulai mempersepsikan positif upaya gubernur. Pada akhirnya, kini semua sudah saling bicara dengan atmosfer positif dan membangun. (rs)

Page 107: Aher Undercover

98 AHERUNDERCOVER

Suatu kali di awal November 2011.Ia turun, dan para stafnya keheranan. Tak ada siapa pun. Tak ada

kemeriahan apa pun. Mereka akhirnya saling berbisik sementara lelaki tadi berjalan dan mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh area.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Diperta) di wilayah Cimangkok, Sukabumi. Inilah tempat yang “mendadak” ia kunjungi di sore itu. Area yang luas, sepi, nampak beberapa pohon yang malas tegak, juga kelihatan ada kegiatan pembangunan yang terbengkalai.

Mendapati seorang pria kurus yang tengah mencangkul di sana, ia pun mendekati lalu membicarakan beberapa hal dan sebagainya. Setelah terlihat mendapat kesimpulan, ia pun meminta ajudannya

Sikapnya32

Page 108: Aher Undercover

AHERUNDERCOVER 99

untuk menelpon. Rupanya yang ditelpon adalah kepala Diperta. Staf mulai berbisik membayangkan perasaan sang kepala dinas yang kena toel sang Gubernur di sore mendung itu.

Setelah itu, ia pun meluncur ke pelosok kampung. Saya sebut kampung rasanya tidak berlebihan. Karena memang demikian nyatanya. Kolam ikan dan sawah di kiri-kanan jalan sempit. Hawanya pun sejuk. Sampai di tujuan, ia pun agak berlari. Tak memperhatikan seorang staf yang terbirit membawakan payung untuknya. Ya, sore itu di langit Sukabumi turun hujan.

Ia sampai di depan sebuah rumah, membuka pagar bambu khas desa-desa dan masuk. Rumah sederhana. Masih heran dengan apa yang saya lihat, ia keluar lagi. “Mau masuk? Tapi, maaf tempatnya memang agak sempit”, ujarnya dengan sumringah. Sebelum sempat menerka atas alasan kebahagiaan yang nampak di wajahnya, akhirnya ia berkata, “Di rumah, keluarga lagi kumpul, nggak apa-apa nunggu di sini, ya,” katanya sambil menunjukkan beberapa kursi di teras rumah. Rumah yang sederhana. Saya pikir, pejabat pasti akan punya dinasti kecil. Setidaknya, keluarganya terlindung di sana. Namun, dilihat dari arah mana pun, ini rumah biasa. Terlalu biasa malah. Di dalamnya tinggal nenek kesayangan seorang Ahmad Heryawan. Nenek berusia 106 tahun yang setiap hari bisa melahap tiga juz Al-Qur’an. Nenek yang giginya masih bagus dan belum pikun. Begitu sering ia ceritakan dengan bangganya.

Itulah pertama kali saya beraktivitas dengannya. Melihat sendiri orang seperti apa ia. Nyatanya demikian. Tak rumit, responsif, dan saya merasa sedang tak bekerja pada atasan. Walaupun usia saya tak berbeda jauh dengan putra pertamanya, dari cara berinteraksinya saya merasa kami seperti rekan setara saja. Padahal jauh. Jauh sekali posisinya. Saya cuma peliput lepas. Ia seorang gubernur, pemangku kekuasaan tertinggi di provinsi yang kepadatannya sudah seperlima Indonesia.

Tak rumit. Pakaiannya atasan batik atau kemeja polos dengan celana bahan warna hitam. Jika tiba waktu shalat, di mana bertemu masjid, rangkaian mobil pun berhenti. Musala kecil sampai masjid besar. Terurus atau tidak, tak masalah. Suatu kali, dalam acara Gubernur Saba Desa di sebuah daerah di Majalengka, aparat kecamatan dan desa setempat sempat heboh saat Gubernur hendak shalat. Pasalnya,

Page 109: Aher Undercover

100 AHERUNDERCOVER

musala itu sempit, gelap, dan (maaf) nampak tak terurus. “Nggak apa-apa, nggak apa-apa, shalat di sini saja.” Ujarnya santai saat beberapa orang menawarinya shalat di area kantor yang lebih nyaman.

Ia responsif. Saya salut. Sering saya perhatikan dalam diskusi dan audiensi-audiensi. Bila ada yang mengeluhkan suatu persoalan, wajahnya lantas merenung. Nampak berpikir keras. Seperti sedang bertanya-tanya, “Apa yang salah? Di mana letak persoalannya? Bagaimana memecahkannya?”

Ia juga aktif menjalin relasi dengan perusahaan. “Mengincar” (dalam artian positif) kantong-kantong CSR. Dari situlah salah satunya ia bisa menggenjot pembangunan RKB terbanyak sepanjang sejarah Jabar, bahkan Indonesia.

Saya perhatikan, lewat bantuan twitter di akun @aheryawan ia sering mendapat masukan dan informasi. Pernah suatu saat di daerah Garut heboh berita kelaparan di suatu kampung. Berita membesar dan memancing banyak hujatan serta gugatan. Ia pun mengirim 10 ton beras ke daerah bersangkutan. Ketika sampai, ternyata yang “kelaparan”, hanya dua rumah bukan sekampung yang heboh diberitakan. Mereka makan nasi aking. Petugas pemprov yang sampai di lokasi kebingungan, mau diapakan beras sebanyak itu? Namun, instruksi dari sang pimpinan sederhana, “Bagikan saja di kampung itu.”

Ini hanya secuil dari kisah lain tentang sikapnya. Mudah-mudahan yang disampaikan proporsional. Tak dilebih-lebihkan. Allah-lah yang lebih tahu apa yang berkelumit di hati hamba-hamba-Nya. Bila ada yang baik semoga bisa jadi contoh dan jadi bagian diri. Bila ada yang salah, hanya kepada Allah kita berlindung dan memohon petunjuk. (rs)

Page 110: Aher Undercover

Jl. Biduri No.9 Buah Batu Bandung40265 Telp./Fax. (022) 7302389Hotline Marketing :(022) 70780148 / 0811 2202 496www.khazanahintelektual.com

Bekerja dalam hening. Mungkin itulah hal yang paling tepat menggambarkan Ahmad Heryawan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kang Aher. Tanpa ingar bingar di media, ia melakukan banyak kerja nyata. Sejak awal mendapat amanah sebagai Gubernur Jawa Barat, dia sudah Gubernur Jawa Barat, dia sudah blusukan ke berbagai pelosok daerah. Meski jarang terpublikasi di media massa, ia tetap bekerja di tengah sepi. Sang waktu mengakumulasi kerja-kerja nyata, lebih dari 70 penghargaan nasional dan internasional ia terima dalam waktu sekitar empat tahun, baik dalam waktu sekitar empat tahun, baik sebagai pribadi ataupun dalam kapasitas sebagai gubernur.

Buku ini adalah usaha sederhana untuk merekam kesan orang-orang yang pernah berinteraksi dengan Kang Aher dan keluarganya. Buku ini berupa kumpulan kisah yang merupakan pahatan hati dan ukiran jiwa dari orang-orang tersebut. Usaha sederhana mengumpulkan kisah-kisah di balik mengumpulkan kisah-kisah di balik berita ini ternyata mengungkap banyak inspirasi tentang kesejatian Kang Aher dan keluarga.

“Usaha sederhana mengumpulkan

kisah-kisah di balik berita ini ternyata

mengungkap banyak hal tentang kesejatian Kang

Aher dan keluarga. Aher dan keluarga. Dan, sungguh, kami pun terkaget-kaget dengan fakta-fakta yang berhasil kami gali. Fakta-fakta itu

betul-betul mengungkap AHER mengungkap AHER

Undercover.Tim Penulis

AHERUNDERCOVERMenyingkap Sisi Lain Ahmad Heryawan