abdominal pregnant

43
KEHAMILAN ABDOMINAL I. Pendahuluan Kehamilan abdominal extrauteri merupakan kasus yang sangat jarang dari kehamilan ektopik dimana implantasi terjadi dirongga pertitoneum, di luar tuba fallopii dan ovarium. Kasus ini diperkirakan mengenai 10 dari 100.000 kehamilan di Amerika Serikat. Diagnosis kehamilan abdominal sering terlewatkan saat asuhan antenatal, meskipun dilakukan pemeriksaan rutin ultrasonografi. Namun demikian, sangat penting untuk mendeteksi kehamilan abdominal sejak dini karena terkait dengan penyebab kematian ibu yang diperkirakan lima dari 1000 kasus, kira-kira tujuh kali lebih tinggi dari tingkat kematian karena kehamilan ektopik secara umum dan 90 kali lebih tinggi dari persalinan normal di Amerika Serikat. 1 Selain itu, kehamilan abdominal juga mempengaruhi hasil konsepsi, meskipun mencapai aterm, didapatkan angka kematian perinatal bayi baru lahir 40%-95%. 1 Meskipun demikian, telah dilaporkan keberhasilan persalinan dengan operasi pada bayi yang sehat dengan kehamilan abdominal yang aterm pada primigravida, dimana sebelumnya diagnosis terlewatkan meskipun 1 Kehamilan Abdominal

Upload: arip-septadi

Post on 21-Oct-2015

141 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abdominal Pregnant

KEHAMILAN ABDOMINAL

I. Pendahuluan

Kehamilan abdominal extrauteri merupakan kasus yang sangat jarang dari

kehamilan ektopik dimana implantasi terjadi dirongga pertitoneum, di luar tuba

fallopii dan ovarium. Kasus ini diperkirakan mengenai 10 dari 100.000

kehamilan di Amerika Serikat. Diagnosis kehamilan abdominal sering

terlewatkan saat asuhan antenatal, meskipun dilakukan pemeriksaan rutin

ultrasonografi. Namun demikian, sangat penting untuk mendeteksi kehamilan

abdominal sejak dini karena terkait dengan penyebab kematian ibu yang

diperkirakan lima dari 1000 kasus, kira-kira tujuh kali lebih tinggi dari tingkat

kematian karena kehamilan ektopik secara umum dan 90 kali lebih tinggi dari

persalinan normal di Amerika Serikat.1 Selain itu, kehamilan abdominal juga

mempengaruhi hasil konsepsi, meskipun mencapai aterm, didapatkan angka

kematian perinatal bayi baru lahir 40%-95%.1 Meskipun demikian, telah

dilaporkan keberhasilan persalinan dengan operasi pada bayi yang sehat

dengan kehamilan abdominal yang aterm pada primigravida, dimana

sebelumnya diagnosis terlewatkan meskipun telah dilakukan pemeriksaan

ultrasonografi berulang selama periode antenatal.1

Kehamilan abdominal yang lebih dari usia 20 minggu dengan janin yang dapat

hidup setelah dilahirkan adalah kasus yang jarang, dengan prevalensi

diperkirakan satu dari 8099 kelahiran di Rumah Sakit.2 Cavum peritoneum

dapat menjadi tempat implantasi primer atau sekunder dari mudigah atau janin.

Kehamilan abdominal primer sebelum usia 12 minggu mirip seperti kehamilan

ektopik lainnya. Dimana didapatkan saluran tuba dan ovarium yang normal,

dan tidak adanya perforasi pada uterus.3 Tempat implantasi dari kehamilan

ektopik abdominal primer adalah cavum douglas, fundus uteri, dinding

belakang uterus, hati, limpa, omentum, bursa omentum dan diafragma.

Kehamilan abdominal primer yang terjadi pada omentum merupakan kasus

1Kehamilan Abdominal

Page 2: Abdominal Pregnant

yang sangat jarang, pada literatur Inggris didapatkan 9 kasus yang

berhubungan dengan peningkatan angka kematian ibu.4 Sebagian besar kasus

kehamilan abdominal adalah sekunder karena keluarnya hasil konsepsi dan

plasenta yang dapat hidup dari lokasi sebelumnya yang mengalami ruptur yaitu

tuba, ovarium atau uterus.3 Kehamilan abdominal sekunder biasanya akan

menimbulkan gejala setelah kehamilan 12 minggu berupa nyeri abdomen, nyeri

karena pergerakan janin serta mual dan muntah yang berlebihan.3 Angka

kematian ibu dan perinatal yang berhubungan dengan kehamilan abdominal

masing-masing memiliki rentang dari 0,5% sampai 18% dan 40% sampai

95%.1,3 Diagnosis kehamilan abdominal memiliki indeks keraguan yang tinggi.

Riwayat klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan ultrasonografi tidak

spesifik untuk memastikan kehamilan abdominal.5

II. Definisi

Kehamilan abdominal adalah kehamilan ektopik yang terjadi di dalam cavum

peritoneum, dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Kehamilan

abdominal primer terjadi bila ovum yang telah dibuahi dari awal mengadakan

implantasi di cavum peritoneum. Kehamilan abdominal sekunder berasal dari

kehamilan tuba, ovarium atau uterus yang mengalami ruptur dan embrio

berkembang di cavum peritoneum.3,6

Gambar 1. Kehamilan Ektopik Abdominal. (Kepustakaan 6)

2Kehamilan Abdominal

Uterus

Page 3: Abdominal Pregnant

III. Insidensi

Kehamilan ektopik extrauteri paling sering terjadi pada tuba fallopii, dan

sangat jarang pada ovarium dan cavum abdominal. Kira-kira 2% dari seluruh

kehamilan adalah ektopik, dan 95% dari kehamilan ektopik adalah kehamilan

pada tuba. Kehamilan abdominal mengenai 1-4% dari seluruh kehamilan

ektopik.3 Sebagian besar kasus kehamilan abdominal adalah sekunder karena

ruptur dari tempat kehamilan sebelumnya, sedangkan kehamilan abdominal

primer dilaporkan sebanyak 24 kasus diatas tahun 2007.1 Risiko kematian

pada kehamilan abdominal 7.7 kali lipat dari kehamilan tuba dan 90 kali lipat

dari kehamilan intrauteri.5 Morbiditas dan mortalitas ibu terjadi karena

perdarahan, infeksi, toksemia, anemia, koagulasi intravaskular diseminata,

emboli paru, atau pembentukan fistula antara kantung ketuban dan usus

disebabkan oleh penetrasi tulang janin.5 Angka kematian maternal yang

berhubungan dengan kehamilan ektopik berkisar antara 0.5 sampai 18%.3

Pada kehamilan abdominal lanjut, kemungkinan bayi lahir hidup sekitar 10%

sampai 25%. Namun, dari bayi tersebut didapatkan 20% sampai 40% akan

mengalami malformasi dan hanya 50% yang akan bertahan hidup setelah 1

minggu. Selanjutnya, malformasi tersebut dapat berupa tortikolis, asimetri

wajah, kelainan anggota badan dan malformasi thorax, hal ini terjadi karena

oligohidramnion berat pada lingkungan ekstrauteri.5 Angka kematian perinatal

yang berhubungan dengan kehamilan abdominal berkisar antara 40% sampai

95%.1,3

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Faisalabad, India

dari tahun 2000 sampai 2007, didapatkan sebanyak 8 kasus kehamilan

abdominal dengan rata-rata usia maternal adalah 30.125 tahun dan usia akhir

kehamilan adalah 20.62 minggu dan 50% kasus terjadi pada primigravida.3 Di

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tahun 1967 sampai 1972, ditemukan

1 kasus kehamilan ektopik lanjut diantara 1065 persalinan.8

3Kehamilan Abdominal

Page 4: Abdominal Pregnant

Gambar 2. Bayi dari Kehamilan Abdominal dengan Multipel Kompresi dan Deformitas. (Kepustakaan 7)

IV. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk kehamilan abdominal secara umum sama dengan

kehamilan ektopik lainnya.9 Yaitu sebagai berikut :10

Faktor Risiko Risiko (odds ratio)Risiko tingi

Bedah korektif tuba

Sterilisasi tuba

Riwayat kehamilan ektopik

Pajanan dietilstilbestrol

Alat kontrasepsi dalam rahim

Patologi tuba

21.0

9.3

8.3

5.6

4.5-45

3.8-21

Risiko sedang

Infertilitas

Riwayat infeksi genital

Banyak pasangan

2.5-21

2.5-3.7

2.1

Risiko rendah

Riwayat bedah panggul

Merokok

Vaginal douche

Hubungan seks < 18 tahun

0.93-3.8

2.3-2.5

1.1-3.1

1.6

Nilai-nilai tunggal adalah Odds ratio umum dari penelitian-penelitian homogen; nilai-nilai ganda adalah kisaran nilai dari penelitian-penelitian heterogen. Dimodifikasi dari Pisarska dan Carson (1999), dengan izin

Tabel 1. Faktor Risiko Kehamilan Ektopik secara Umum. (Kepustakaan 10)

4Kehamilan Abdominal

Page 5: Abdominal Pregnant

Pada risiko tinggi kehamilan ektopik diatas, didapatkan adanya gangguan

motilitas tuba baik secara mekanik maupun fungsional atau terjadinya

perubahan anatomi yang diduga akibat proses infeksi dan manipulasi pada

tuba fallopii, hal ini menyebabkan pergerakan ovum yang telah dibuahi

terhambat dan tidak mencapai cavum uteri.

Penggunaan kokain oleh maternal merupakan faktor risiko spesifik untuk

kehamilan abdominal.9 Faktor risiko mutlak kehamilan abdominal sebenarnya

masih diperdebatkan dan baru-baru ini dikemukakan bahwa kemungkinan

mekanisme yang terjadi adalah migrasi dari embrio melalui mikrofistula yang

terbentuk di dalam tuba menuju cavum peritoneum.11 Faktor risiko lain yang

perlu dipertimbangkan adalah kelainan kromosom dan penggunaan

kontrasepsi progesteron oral.12

Faktor risiko berdasarkan data demografi adalah sebagai berikut :

1. Usia maternal

Berdasarkan data didapatkan ibu dengan usia yang lebih tua memiliki

risiko yang lebih tinggi terjadinya kehamilan abdominal. Dengan usia

rata-rata adalah 31.2 tahun.13

2. Ras

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Atrash dkk., Delke

dkk., Beacham dkk., sebagian besar kasus terjadi pada ras kulit hitam.

Pada penelitian oleh Clark 100% (35 kasus) terjadi pada ras kulit hitam.13

3. Sosial Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Delke dkk., menunjukkan hasil 100%

subjek (10 kasus) terjadi pada maternal dengan sosial ekonomi yang

rendah.13

V. Fisiologi dan Etiopatogenesis

A. Implantasi Normal

Implantasi blastokista normalnya terjadi di dalam endometrium corpus

uteri, dimana proses ini terjadi karena adanya komunikasi dua arah antara

jaringan embrional dan maternal semenjak transportasi dari tuba fallopii

menuju cavum uteri. Jaringan embrional berkomunikasi dengan jaringan

5Kehamilan Abdominal

Page 6: Abdominal Pregnant

maternal dengan memproduksi dan mensekresi beberapa sitokin, kemokin

dan faktor pertumbuhan dalam perkembangannya.14 Pada saat terjadinya

implantasi, terjadi peningkatan kadar prostaglandin (terutama

prostaglandin E2) dan peningkatan permeabilitas stroma endometrium,

pada saat ini pula aktivitas sekresi endometrium mencapai puncaknya dan

sel-sel kaya akan glikogen dan lipid. Rentang waktu penerimaan

blastokista oleh endometrium ini adalah antara 20-24 hari pada siklus 28

hari yang normal dan teratur. Hormon progesteron menginduksi

terbentuknya pinopoda (permukaan sel epitel dengan tonjolan halus) pada

permukaan endometrium. Pinopoda mampu menyerap cairan didalam

cavum uteri sehingga blastokista dapat terbawa mendekati area permukaan

pinopoda tersebut. Pinopoda ini muncul hari ke 21 pada siklus yang

normal dan bertahan selama beberapa hari.14

Jika ovum tidak dibuahi dan blastokista tidak terbentuk, jaringan desidua

mensintesis insulin-like growth factor binding protein-1 (IGFBP-1), tissue

inhibitors of metalloproteinases (TIMPs). Dilain pihak, terbentuknya

blastokista akan mempromosikan sekresi faktor-faktor yang menangkal

mekanisme pertahanan maternal sehingga implantasi dapat terjadi. Faktor-

faktor tersebut adalah enzim matrix metalloproteinases (MMPs),

leukaemia inhibitory factor (LIF), epidermal growth factor (EGF), insulin

like growth factor II (IGF II), dan interleukins (IL). Penetrasi oleh

trofoblas pada membran basal uterus dipengaruhi oleh beberapa enzim

proteolitik, enzim yang paling penting dalam proses implantasi dan

rekonstruksi stroma endometrium adalah enzim matrix metalloproteinase

(MMPs). Enzim ini bekerja dengan mendegradasi komponen matriks

ekstraseluler seperti kolagen, proteoglikan dan glikoprotein. Diantara

MMPs, MMP-2 dan MMP-9 tampaknya memainkan peran penting dalam

remodeling jaringan yang menyertai implantasi dan desidualisasi. MMP-2

terutama bekerja pada fase awal dari remodeling desidua serta

neoangiogenesis, sedangkan MMP-9 bekerja mengkoordinasi invasi oleh

trofoblas dalam lapisan endometrium. Perubahan dalam ekspresi dari

6Kehamilan Abdominal

Page 7: Abdominal Pregnant

kedua enzim ini selama proses implantasi dapat terjadi tanpa sinyal

langsung dari blastokista. Beberapa peneliti menyebutkan ekspresi dari

enzim MMPs ini mungkin disebabkan oleh beberapa sitokin atau faktor

pertumbuhan, seperti vascular endothelial growth factor (VEGF),

transdorming growth factor (TGF), epidermal growth factor (EGF) serta

TIMPs.14 Berikut ini adalah tabel mediator kimiawi yang terlibat dalam

implantasi embrional :

Tabel 2. Faktor Biokimia yang Terlibat dalam Implantasi Embrional. (Kepustakaan 14)

Mediator kimia yang tersebut diatas bekerja secara simultan dalam

menyebabkan implantasi blastokista pada endometrium uteri. Secara

ringkas, implantasi pada endometrium terjadi setelah melewati beberapa

proses sebagai berikut :

1. Transportasi embrional pada tuba fallopii

2. Adhesi blastokista pada pinopoda endometrium

3. Invasi stroma endometrium

Setelah proses implantasi selesai hasil konsepsi akan terus berkembang

didalam endometrium (plasentasi) dan cavum uteri (organogenesis).

7Kehamilan Abdominal

Page 8: Abdominal Pregnant

Gambar 3. Fertilisasi dan Perkembangan Minggu Pertama serta Implantasi pada Endometrium. (Kepustakaan 15)

8Kehamilan Abdominal

Page 9: Abdominal Pregnant

Gambar 4. Implantasi pada Endometrium, Proses Biokimiawi. (Kepustakaan 16)

B. Implantasi Abdominal

Segera setelah menembus zona pellucida, sel sperma menyentuh

permukaan oosit dan akan bertemu dengan membran plasma oosit, hal ini

menyebabkan perubahan permeabilitas pada zona pellucida sehingga

impermeabel terhadap sperma lain. Impermeabilitas zona pellucida

disebabkan oleh kerja enzim lisosom yang dikeluarkan oleh granul-granul

korteks dekat membran plasma oosit. Zona pellucida yang telah terbentuk

sebenarnya tidak hanya berperan mencegah sperma lain memasuki ovum,

9Kehamilan Abdominal

Page 10: Abdominal Pregnant

namun juga berperan menjamin pembelahan sel zigot yang baru terbentuk

agar tidak terganggu dan mencegah terjadinya implantasi zigot ke tuba

fallopii.17,18 Zona pellucida normalnya akan mengalami lisis pada saat

mencapai cavum uteri sebelum implantasi blastokista oleh kerja enzim

proteolitik dari sel-sel trofoblas . Selama proses pembelahan sel ini,

embrio memperoleh nutrisi dari sekresi pada lumen tuba.18,19

Namun, oleh karena suatu sebab, transpotasi ovum yang telah dibuahi ini

tidak mencapai cavum uteri sehinggga implantasi tidak terjadi pada

endometrium uteri. Seperti Infeksi pelvis, salpingitis, endometriosis tuba,

divertikel tuba kongenital, bedah plastik tuba atau sterilisasi tuba yang tak

sempurna dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi tuba. Disfungsi tuba

ini dapat berupa mekanik dan fungsional. Faktor lain yang ikut berperan

adalah adanya massa tumor yang menekan dinding tuba sehingga lumen

menjadi sempit.8

Disfungsi tuba selanjutnya menyebabkan ovum yang telah dibuahi

menetap dituba atau dapat keluar dari fimbria tuba menuju cavum

peritoneum. Sementara itu perkembangan embrional terus berlanjut

menjadi blastokista yang mengandung sel-sel trofoblas yang dapat melisis

zona pellusida dan mendegradasi jaringan permukaan yang berkontak

dengannya. Implantasi primer abdominal berarti blastokista mengadakan

implantasi pertamanya dalam cavum peritoneum, hal ini kemungkinan

dapat terjadi karena :

1. Migrasi embrio melewati mikrofistula pada tuba fallopii memasuki

cavum peritoneum.11

2. Embrio masuk kedalam cavum peritoneum melalui ostium tuba

abdominale.

3. Setelah ovulasi, terjadi migrasi luar, yaitu ovum mengadakan

perjalanan pada tuba kontralateral, namun sebelum mencapai fimbria

ovum telah dibuahi, atau karena pertumbuhan ovum yang terlalu cepat

sehingga terjadi implantasi prematur yang belum memasuki fimbria.8

10Kehamilan Abdominal

Page 11: Abdominal Pregnant

Kebanyakan kasus kehamilan abdominal adalah sekunder karena

implantasi embrio sebelumnya pada tuba yang mengalami ruptur. Proses

implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama

halnya dengan yang terjadi di kavum uteri.8 Pada kehamilan tuba, MMP-9

dan TIMP-1, 2, 3 diproduksi oleh semua sel sitotrofoblas ekstravili

(EVCT), sedangkan MMP-2 dan MMP-14 terutama diproduksi oleh sel

distal column cytotrophoblast (CCT) dan sel invasif EVCT. Selama

terjadinya implantasi, MMP-14 dan TIMP-1 dan 2 meningkat sepanjang

jalur invasi menuju sel interstisium tuba. MMP-2, 9, 14 dan TIMP-1,2,3

semuanya terdeteksi pada sel vilus citotrofoblas (VCT).20 Enzim-enzim ini

mendegradasi jaringan tuba dan embrio dapat mengadakan implantasi

secara kolumner maupun interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu

embrio berimplantasi pada permukaan atau sisi silia endosalping.

Perkembangan embrio pada implantasi ini tidak sempurna dan biasanya

akan mati secara dini karena kurangnya vaskularisasi dan kemudian

diresorbsi. Pada implantasi secara interkolumner embrio berimplantasi

antara silia endosalping atau masuk kedalam interstisium tuba. Setelah

tempat implantasi tertutup, maka embrio dipisahkan dari lumen tuba oleh

lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan

pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna,

dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam

lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti

tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang

terjadi oleh invasi trofoblas.8

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum

graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium

dapat berubah pula menjadi desidua. Pada sebagian kehamilan ektopik

dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut

fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar dengan inti hipertrofik,

11Kehamilan Abdominal

Page 12: Abdominal Pregnant

hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat

berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang ditemukan mitosis. Setelah

janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping-keping atau pun dilepaskan secara utuh. Perdarahan

yang dijumpai berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua

yang degeneratif.8

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan 6-10

minggu. Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh

darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat

melepaskan embrio dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya

pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya.

Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba

abdominale. Pada saat ini dapat terjadi reimplantasi pada jaringan di

rongga peritoneum. Bukti adanya implantasi tuba setelah terjadinya

kehamilan abdominal adalah tampak adanya distorsi dan kerusakan pada

tuba yang berhubungan.1,8

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis

terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan

ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba

terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena

trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui

ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder

dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi

trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Jika ruptur mengarah ke

rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba

kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.

Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang

12Kehamilan Abdominal

Page 13: Abdominal Pregnant

diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan

bila besar dapat mengalami kalsifikasi dan diubah menjadi litopedion.

Dapat pula terjadi pernanahan sehingga kantong kehamilan menjadi abses

dan dapat pecah melalui dinding perut atau masuk kedalam usus atau

kandung kemih, bersama keluarnya nanah dapat pula ditemukan tulang,

rambut dan potongan-potongan kulit. Selain itu janin dapat berubah

menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).6,8

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong

amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam

rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan

abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,

plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya

misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus

dan pada beberapa kasus dapat pula terjadi pada omentum.8

Gambar 5. Implantasi Ektopik pada Tuba, Sebelum Kehamilan Abdominal Sekunder. (Kepustakaan 21)

VI. Manifestasi Klinis

Kehamilan abdominal mempunyai gejala yang mirip dengan kehamilan

ektopik lainnya. Namun jika kehamilan abdominal berlanjut sering terjadi

13Kehamilan Abdominal

Page 14: Abdominal Pregnant

misdiagnosis karena diduga kehamilan intrauteri. Hal ini terjadi mungkin

karena pada awal masa kehamilan, gejala-gejala kehamilan ektopik mungkin

tidak dikeluhkan oleh ibu atau mungkin tidak dilakukannya asuhan antenatal

trimester pertama. Berikut ini adalah tanda dan gejala kehamilan abdominal

yaitu :

A. Tanda dan Gejala Subyektif

1. Nyeri abdomen bagian bawah, konstan atau intermitten, merupakan

gejala yang sering pada kehamilan abdominal. Nyeri ini terjadi

karena adanya perangsangan peritoneum. Jika janin hidup, setiap

gerakan janin akan terasa lebih nyeri.

2. Amenore biasanya berkorelasi dengan umur kehamilan.

3. Pada kehamilan abdomen sekunder, mungkin pasien pernah

mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan, yaitu

sewaktu terjadinya ruptur tuba.

4. Gejala gangguan gastrointestinal yang bervariasi akibat penekanan

pada saluran gastrointestinal. Seperti nausea, vomitus, konstipasi dan

diare.

5. Malaise yang disebabkan perdarahan ke rongga abdomen akibat

ruptur tuba sebelumnya yang tidak ditangani sehingga terjadi

anemia.6,10

B. Tanda dan Gejala obyektif

1. Tidak ada kontraksi braxton Hicks selama kehamilan, pada bagian

abdomen yang mengandung janin tidak pernah mengeras.

2. Bunyi jantung janin terdengar lebih jelas.

3. Bagian-bagian janin teraba lebih jelas karena hanya terpisah oleh

dinding abdomen.

4. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan massa disamping janin yang

merupakan uterus yang ikut membesar.

5. Jika dilakukan pemeriksaan foto rontgen sering menunjukkan letak

miring, melintang atau sikap dan lokasi yang abnormal. Pada

pemeriksaan ulangan lokasi janin tetap sama.

14Kehamilan Abdominal

Page 15: Abdominal Pregnant

6. Adanya sufel vaskular medial dari spina iliaka. Sufel ini diduga

berasal dari arteri ovarica ibu.

7. Serviks sering berpindah tempat ke anterior dan superior. Sering

serviks teraba lembek seperti pada kehamilan intrauterin. Palpasi

forniks dapat membedakan bagian-bagian janin atau kepala janin di

luar uterus.

8. Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan sebesar kurang lebih 1

jari dan menjadi tidak lebih besar, dan tidak teraba bagian janin

apapun pada saat jari masuk kedalam cavum uteri.6,8,10

VII. Diagnosis

A. Anamnesis

Anamnesa tidak jarang memberikan petunjuk yang penting dalam

membuat diagnosis. Pada riwayat sebelumnya atau pada kehamilan

muda, diketahui adanya perdarahan dan nyeri perut bagian bawah.

Penderita mungkin dapat mengingat adanya spotting atau perdarahan

iregular bersama dengan nyeri abdomen yang biasanya paling menonjol

pada salah satu atau kedua kuadran bawah. Pada ibu multigravida,

penderita merasakan bahwa kehamilan ini tidak berjalan seperti biasa,

dimana gejala gastrointestinal lebih nyata, dan gerakan anak dirasakan

lebih nyeri.8,10

B. Pemeriksaan Fisik

Pada kehamilan lebih lanjut dan pada pemeriksaan abdomen sering

ditemukan kelainan letak janin. Bagian-bagian janin sering teraba lebih

jelas di bawah kulit, walaupun pada multipara dan pada wanita dengan

dinding perut yang tipis kesan tersebut kadang-kadang diperoleh.

Massase abdomen pada kehamilan tidak merangsang massa tersebut

berkontraksi sebagaimana yang hampir selalu terjadi pada kehamilan

intrauteri lanjut. Pada pemeriksaan vagina, serviks biasanya bergeser,

bergantung sebagian pada posisi janin, dan serviks mungkin berdilatasi

tetapi pendataran bermakna tidak terjadi. Uterus seolah-olah tampak

15Kehamilan Abdominal

Page 16: Abdominal Pregnant

melapisi massa kehamilan atau dapat bergeser menyamping. Bagian

kecil janin atau kepala dipalpasi melalui forniks dan teridentifikasi

dengan jelas berada diluar uterus.8,10

C. Uji Laboratorium

Pada masa awal, kehamilan mungkin dapat ditentukan dengan

pemeriksaan urin atau pemeriksaan β-hCG serum. Uji laboratorium pada

kehamilan abdominal mungkin dapat ditemukannya anemia transien

yang tidak dapat dijelaskan pada awal kehamilan dapat menyertai awal

suatu ruptur tuba atau abortus. Peningkatan nilai alfafetoprotein serum

yang tidak dapat dijelaskan mengisyaratkan kemungkinan adanya

kehamilan abdominal.10

D. Stimulasi Oksitosin

Stimulasi oksitosin dilakukan untuk membedakan janin berada dalam

cavum uteri atau berada di dalam cavum peritoneum. Pada uterus yang

terletak di belakang atau disamping massa abdomen yang berisi janin,

pemberian infus oksitosin 50 mU/menit tidak menyebabkan massa

tersebut berkontraksi. Bila hasil kontraksi ini negatif pada dua kali

pemeriksaan dapat diduga kehamilan abdominal. Namun jika uterus

berada di anterior massa abdomen yang berisi janin, uterus tersebut

dapat berkontraksi sebagai respon terhadap pemberian oksitosin dan

mungkin menimbulkan salah diagnosis menjadi kehamilan intrauteri.10

E. Sonografi

Temuan ultrasonografik pada kehamilan abdominal seringkali tidak

memungkinkan untuk ditegakkan diagnosis pasti. Perubahan lingkungan

hormonal pada kehamilan ektopik dapat memproduksi kumpulan cairan

intrauteri yang dapat menyerupai kantung gestasional.22 Pada

pemeriksaan USG kehamilan abdominal terkadang salah diagnosis

karena diduga uterus bikornus.1

16Kehamilan Abdominal

Page 17: Abdominal Pregnant

Gambar 6. Kehamilan 14 minggu dengan Ukuran sesuai Usia Kehamilan, Hasil USG ini Diduga Uterus Bikornus. (Kepustakaan 1)

Pada separuh kasus, terjadi missdiagnosis dengan pemeriksaan USG

(50-90%),5 namun ada beberapa kriteria yang bersifat sugestif terhadap

kehamilan abdominal :10

1. Visualisasi janin yang terpisah dari uterus.

2. Kegagalan memvisualisasi dinding uterus diantara janin dan

kandung kemih.

3. Bagian-bagian janin amat berdekatan dengan dinding abdomen ibu.

4. Posisi (hubungan antara janin dan dinding uterus) eksentrik atau

sikap janin (hubungan antara bagian-bagian janin dengan bagian

janin lainnya) yang abnormal dan visualisasi jaringan plasenta

ekstrauteri.

17Kehamilan Abdominal

Page 18: Abdominal Pregnant

Gambar 7. Transvaginal Ultrasonogram, Tampak Kepala Fetus Berada di Luar Uterus yang Kosong. (Kepustakaan 5)

Pemeriksaan USG bukan merupakan prosedur diagnostik definitif untuk

kehamilan abdominal.10

F. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)

Teknik ini telah digunakan untuk mengkonfirmasi kehamilan abdominal

setelah ditemukan kecurigaan pada pemeriksaan sonografi. Meskipun

teknik ini sangat akurat dan spesifik, namun kehamilan abdominal

pernah salah diagnosis dengan plasenta previa. Selain itu pemeriksaan

ini pernah pula salah diagnosis degenerasi fibroid sebagai kehamilan

abdominal.10

G. CT-Scan

Meskipun tampilan untuk jaringan MRI lebih baik dari CT-scan, namun

beberapa peneliti berpendapat CT-scan pada kehamilan abdominal lebih

baik daripada MRI, tetapi penggunaannya terbatas karena efek

berbahaya radiasi terhadap janin. Pada kasus-kasus kematian janin, CT-

scan dapat bersifat diagnostik dan boleh dipertimbangkan.10

18Kehamilan Abdominal

Page 19: Abdominal Pregnant

Gambar 8 dan 9. Kehamilan Abdominal, Panel A CT-Scan dan Panel B MRI. (Kepustakaan 23)

VIII. Diagnosa Banding

Kehamilan abdominal lanjut pada penampakan luar mirip dengan

kehamilan normal dan seringkali salah diagnosa dengan kehamilan

intrauteri. Kesalahan diagnosa selama 50 tahun terakhir ini diperkirakan

mencapai 40-90% kasus.3 Jika kehamilan abdominal terjadi sekunder

beberapa saat setelah terjadi ruptur tuba, diagnosa banding dapat berupa

salpingitis, torsio kista ovarii, torsio subserosis mioma uteri. Jika

kehamilan abdominal tidak berlangsung lama setelah ruptur tuba dapat

pula didiagnosa banding dengan abortus iminens atau insipien.8

Gambar 10 Penampakan Luar Kehamilan Abdominal seperti Kehamilan Normal. (Kepustakaan 2)

19Kehamilan Abdominal

Page 20: Abdominal Pregnant

IX. Penatalaksanaan

Risiko kematian maternal yang tinggi pada kehamilan abdominal

berhubungan erat dengan berlanjutnya kehamilan karena kesalahan diagnosa

dan kesalahan manajemen plasenta pada saat dilakukan tindakan operasi.24

Untuk meminimalisir risiko tersebut terjadi tiba-tiba, karena perdarahan

intraabdominal yang dapat mengancam kehidupan maternal, tampaknya

bijaksana jika dilakukan intervensi segera setelah terdiagnosis. Sejauh ini

tidak ada kontroversi pada tatalaksana kehamilan abdomen jika didapatkan

ibu dengan hemodinamik yang tidak stabil, janin mati atau tidak dapat hidup

diluar uterus (24 minggu), dan adanya oligohidramnion atau abnormalitas

janin pada USG agar dilakukan intervensi bedah. Hipotesis yang

menyebutkan kematian janin menyebabkan involusi plasenta dan mengurangi

perdarahan pada saat laparotomi belum sepenuhnya dapat dibuktikan.24

Beberapa klinisi berpendapat bahwa, jika usia kehamilan abdominal lebih

dari 24 minggu, pendekatan konservatif harus diambil untuk memungkinkan

kematangan dan kelangsungan hidup janin. Namun, meskipun telah dari 30

minggu, angka kelangsungan hidup janin hanya 63% dan 20% dari janin

tersebut mengalami deformasi (cacat kraniofasial dan berbagai macam

kelainan sendi) dan malformasi (cacat sistem saraf pusat dan anggota tubuh).

Selain itu pula, dengan kemajuan usia kehamilan, plasenta terus berkembang

dan meningkatkan risiko perdarahan. Oleh karena itu, pengelolaan

konservatif dengan menunggu kehamilan sampai aterm setelah diagnosis

ditegakkan merupakan suatu keputusan yang jarang dilakukan.24

Pada kehamilan abdominal tindakan laparoskopi perlu dipertimbangkan.

Tindakan pembedahan dengan laparoskopi pada kehamilan abdominal yang

terdiagnosis sejak dini sangat menguntungkan karena dapat dikerjakan

dengan invasi minimal yang dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas

maternal. Namun kesulitan pada laparoskopi adalah menentukan tempat

implantasi ektopik dari plasenta pada kehamilan lanjut.11

20Kehamilan Abdominal

Page 21: Abdominal Pregnant

Gambar 11. Awal Prosedur Laparoskopi, (a) uterus, (b) tuba kiri, (c) ovarium kiri, (d) kantong gestasional. (Kepustakaan 11)

Gambar 12. Diseksi Kantong gestasional. (Kepustakaan 11)

Gambar 13. Tampak Embrio. (Kepustakaan 11)

21Kehamilan Abdominal

Page 22: Abdominal Pregnant

Pada kehamilan abdominal lanjut dengan janin hidup, dengan pecahnya

kantong janin selalu ada bahaya perdarahan dalam rongga perut. Hal ini dapat

timbul setiap waktu. Maka setelah diagnosis dibuat segera dilakukan operasi

tanpa memandang tuanya kehamilan. Persediaan darah paling sedikit 1 liter

karena perdarahannya sangat banyak dapat terjadi bila plasenta tanpa

disengaja lepas sebagian. Sebelum operasi harus dipasang dua jalur infus

intravena yang masing-masing dapat menghantarkan volume cairan dalam

jumlah besar dengan cepat. Bila waktunya memungkinkan, persiapan usus

dengan puasa secara mekanis harus dilakukan. Hemostasis tempat implantasi

plasenta pada kehamilan abdominal lanjut tidak ada karena alat-alat sekitar

uterus tidak mengandung otot yang dapat menutup pembuluh darah pada

bekas implantasi plasenta, seperti pada kehamilan intrauterin. Hal ini

menyebabkan terjadi perdarahan masif pada saat pembedahan disebabkan

oleh kurangnya konstriksi pembuluh darah yang mengalami hipertrofi dan

terbuka setelah pelepasan plasenta. Pelepasan plasenta parsial kadang kala

terjadi secara spontan pada saat pelaksanaan operasi ketika mencoba

menentukan secara tepat lokasi perlekatan plasenta, dan mengharuskan bedah

laparotomi. Karena itu yang paling baik adalah menghindari eksplorasi yang

tidak perlu pada organ sekitar.8,10

Jika janin sudah meninggal, operasi tetap perlu dilakukan tapi keadaannya

tidak begitu mendesak. Setelah dinding perut dibuka, selaput janin dipotong

pada daerah yang mengandung sedikit pembuluh darah, janin dikeluarkan

hati-hati, dan dihindarkan tarikan yang berlebihan pada tali pusat. Tali pusat

dipotong dekat pada plasenta, dan plasenta pada umumnya ditinggalkan.8

Penatalaksanaan plasenta diperlukan pada kasus kehamilan abdominal

disebabkan karena pengangkatan plasenta selalu membawa risiko perdarahan,

pembuluh darah yang memberi darah pada plasenta harus di ligasi sebelum

plasenta diangkat.

22Kehamilan Abdominal

Page 23: Abdominal Pregnant

Gambar 14. Laparotomi Eksplorasi, Tampak Bokong Bayi Berada di Luar Uterus yang Intak. (Kepustakaan 2)

Gambar 15. Bayi Dikeluarkan Bersama Plasenta. (Kepustakaan 2)

Plasenta hanya dikeluarkan bila perdarahan dapat dikontrol dan berimplantasi

pada alat yang bersama-sama dapat dikeluarkan dengan pengikatan

pembuluh-pembuluh darah. Dengan meninggalkan plasenta dalam rongga

perut ada kemungkinan terjadi infeksi, supurasi, perlekatan, luka perut

terbuka, atau kadang-kadang ileus. Hidronefrosis reversibel pada ibu juga

dapat timbul. Dalam sebuah penelitian disebutkan terjadinya preeklampsia

persisten selama 99 hari pascapartum sampai plasentanya diangkat, ibu

tersebut normotensif sebelum kehamilan dan kembali normotensif setelah

plasenta diangkat. Meskipun komplikasi tertinggalnya plasenta dapat

menyusahkan dan biasanya kemudian memerlukan laparotomi, kejadian ini

23Kehamilan Abdominal

Page 24: Abdominal Pregnant

mungkin tidak terlalu fatal bila dibandingkan dengan perdarahan yang sangat

banyak pada saat pengangkatan plasenta pada pembedahan pertama.8,10

Luka dinding perut ditutup tanpa meninggalkan drain, kecuali bila ada

supurasi atau perdarahan yang tidak banyak tetapi difus. Plasenta

ditinggalkan dalam rongga perut lambat laun akan mengecil karena proses

resorbsi dan memerlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun.8

Jika plasenta tertinggal, involusinya dapat dipantau dengan menggunakan

ultrasonografi dan berbagai macam hormon plasenta. Kadar β-hCG serum

telah terbukti akurat. Pada banyak kasus, fungsi plasenta cepat menurun, dan

plasenta diresorbsi. Dalam sebuah kasus dari suatu penelitian resorbsi

plasenta berlangsung selama lebuh dari 5 tahun. Penggunaan metotreksat

masih kontroversial. Obat ini pernah dianjurkan untuk mempercepat involusi

tetapi dapat menyebabkan percepatan perusakan plasenta yang disertai

dengan penumpukan jaringan nekrotik dan infeksi yang disertai dengan

pembentukan abses. 10

Peneliti lain menganjurkan embolisasi transkateter praoperasi yang diikuti

dengan intervensi bedah, dengan tindakan tersebut dapat mengurangi

perdarahan masif yang mungkin terjadi.10

X. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pada ibu yaitu :

1. perdarahan dalam berbagai derajat menyebabkan

a. anemia

b. koagulasi intravaskular diseminata (DIC)

c. syok hipovolemik

2. Infeksi yang dapat berkembang menjadi abses dan sespis.

3. Emboli paru

4. Toksemia menyebabkan terjadinya preeklampsi

5. Terbentuknya fistula antara membran amnnion dan saluran

gastrointestinal

24Kehamilan Abdominal

Page 25: Abdominal Pregnant

Masing-masing komplikasi ini berperan penting dalam menyebabkan

peningkatan angka morbiditas dan mortalitas ibu dengan kehamilan

abdominal.5

Komplikasi pada hasil konsepsi dapat berupa :

1. Janin mati karena abortus spontan

2. Malformasi organ tubuh dan sistem saraf pusat

3. Deformitas kraniofasial dan kelainan sendi

Malformasi dan deformitas terjadi karena lingkungan cavum peritoneum

sangat berbeda dengan intrauteri, dimana pada kehamilan abdominal mungkin

menyebabkan perkembangan plasenta dan embrio tidak sempurna, dan sering

terjadi oligohidramnion yang mengurangi bantalan fisiologis janin sehingga

tidak dapat meredam gaya mekanik dari organ disekitar cavum abdominal.

XI. Prognosis

Angka kematian pada ibu sangat meningkat bila dibandingkan dengan

kehamilan normal. Berdasarkan penelitian didapatkan angka kematian ibu

berkisar antara 0.5-18%. Namun dengan diagnosis dini dan perencanaan

preoperasi yang tepat, angka kematian ibu dapat diturunkan secara

signifikan. Pada banyak kasus terdapat banyak morbiditas yang diderita ibu

yang selamat.

Bayi yang lahir dari kehamilan abdominal memiliki morbiditas jangka

panjang dan mortalitas perinatal yang tinggi. Angka kematian bayi perinatal

berkisar antara 40-95%.1,10

XII. Kesimpulan

Kehamilan abdominal merupakan bentuk kehamilan yang sangat jarang

terjadi dan dapat berakibat fatal bagi ibu maupun janin yang dikandungnya.

Angka kematian ibu berbanding lurus dengan peningkatan usia kehamilan

ibu. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar risiko ibu untuk terjadinya

perdarahan saat operasi dan infeksi pascaoperasi. Oleh karena itu, setelah

kehamilan abdominal terdiagnosis, perencanaan preoperasi harus segera

25Kehamilan Abdominal

Page 26: Abdominal Pregnant

dilakukan mengingat besarnya risiko perdarahan yang dapat terjadi tiba-tiba

akibat lepasnya plasenta dari tempat implantasinya. Jika telah terdiagnosis

sejak dini, tindakan bedah intervensi seperti laparoskopi perlu

dipertimbangkan. Beberapa klinisi menganjurkan terapi konservatif pada

ibu dengan kehamilan abdominal lanjut dengan janin yang masih hidup

pada usia kehamilan diatas 24 minggu. Namun, terapi konservatif ini

hendaknya harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu, kondisi ibu dan

janin, kepatuhan ibu untuk terus memantau kehamilannya, ketersediaan

sarana rumah sakit, dokter yang menangani, dan transportasi atau jarak ke

rumah sakit memungkinkan ibu dapat ditangani segera jika di kemudian hari

situasi berubah menjadi gawat. Kondisi ibu yang sehat dan janin yang

sejahtera serta kemungkinan buruk dapat disingkirkan terapi konservatif

mungkin menjadi pilihan yang utama. Akan tetapi, jika pertimbangan

tersebut tidak terpenuhi atau kondisi ibu cenderung memburuk jika

kehamilan dipertahankan, terminasi kehamilan dengan pembedahan

merupakan pilihan yang bijaksana.

26Kehamilan Abdominal

Page 27: Abdominal Pregnant

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahab et al. Full-term Extrauterine Abdominal Pregnancy: a Case Report.

Journal of Medical, 2011. [Cited 2014 Jan 13]; available from:

http://www.jmedicalcasereports.com/content/pdf/1752-1947-5-531.pdf

2. Nkusu Nunyalulendho D, Einterz EM: Advanced abdominal pregnancy: case

report and review of 163 cases reported since 1946. Rural Remote Health

2008, 8:1087.

3. Sarwat & Nadia. Abdominal Pregnancy. A Diagnostic Dilema. Medical

Journal, July 2011. [Cited 2014 Jan 13]; available from:

http://www.theprofesional.com/article/2011/Vol-18-no-3/027-Prof.1635.pdf

4. Yildizhan et al. Primary Omental Pregnancy. Medical Journal, February

2008. [Cited 2014 Jan 13]; available from:

http://www.smj.org.sa/pdffiles/Apr08/03Primary20071143.pdf

5. Kun et al. Abdominal Pregnancy Presenting as a Missed Abortion at 16

Weeks’ Gestation. Medical Journal, Dec 2000. [Cited 2014 Jan 13]; available

from: http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm0012p425.pdf

6. Sastrawinata dkk. Fakultas Kedoteran Universitas Padjadjaran. Ilmu

Kesehatan Reproduksi. Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2005.

7. Belete, Wondwossen. Advanced abdominal pregnancy managed at Ambo

hospital: A case report. Medical Journal, May 2007. [Cited 2014 Jan 13];

available from: http://www.esog.org.et/esog_journal_files/Vol%201/Advanced

27Kehamilan Abdominal

Page 28: Abdominal Pregnant

%20abdominal%20pregnancy%20managed%20at%20Ambo%20hospital__

%20A%20case%20report.pdf

8. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan

Bina Pustaka, 2007.

9. Bertrand et al. Imaging in the Management of Abdominal Pregnancy : A

Case Report and Review of the Literature. Medical Journal, July 2008.

[Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://www.jogc.com/abstracts/full/200901_CaseReport_2.pdf

10. Cunningham dkk. Obstetri Williams. Kehamilan Ektopik. Edisi 21. Jakarta

: EGC, 2006.

11. Gerly et al. Early Ultrasonographic Diagnosis and Laparoscopic

Treatment of Abdominal Pregnancy. Medical Journal, May 2003. Elsevier.

[Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://vottorio.simply-website.it/1/upload/early_ultrasonographic_diagnosis_a

nd_iaparoscopic_treatment_of_abdominal_pregnacy.pdf

12. Schueler et al. Abdominal Pregnancy. Freemd : Medical Article, Aug 2010.

[Cited 2014 Jan 18]; available from: http://www.freemd.com/abdominal-

pregnancy/risk-factors.htm

13. Audin et al. Cocaine Use as a Risk Factor for Abdominal Pregnancy.

Medical Journal, May 1998. [Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://pubmedcentralcanada.ca/picrender.cgi?

accid=PMC2608343&blobtype=pdf

14. Pawel Kuc. Optimal Environment for the Implantation of Human

Embryo. Medical Journal, 2012. [Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://www.intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/30619

15. Pansky, Ben. Medical Embryology. Week 1 of Embryonic Development :

Ovulation to Implantation. Review Medical Embyology Book. [Cited 2014

Jan 18]; available from: http://discovery.lifemapsc.com/library/review-of-

28Kehamilan Abdominal

Page 29: Abdominal Pregnant

medical-embryology/chapter-14-week-1-of-embryonic-development-

ovulation-to-implantation

16. Cha et al. Mechanisms of Implantation : Strategies for Succesful Pregnancy.

Nature Medicine, January 2013. [Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://home.med.wayne.edu/embryo/pdf/impl_rev_dey_natmed_2012.pdf

17. Sadler. Langman : Embriologi Kedokteran. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2000.

18. LifeMap Discovery. Embryonic Development Modeling in LifeMap

Discovery. Medical Article. [Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://discovery.lifemapsc.com/in-vivo-development#modeling

19. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC,

2008.

20. Velalopoulou et al. Ectopic Pregnancy and Assisted Reproductive

Technologies : A Sistematic Review. Medical Journal, InTech, Oct 2011.

[Cited 2014 Jan 18]; available from:

http://www.intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/22231

21. Shao, Ruijin. Defining the Molecular Mechanisms for Tubal Ectopic

Pregnancy Using Mouse Models. Medical Journal, March 2012. [Cited 2014

Jan 18]; available from: http://www.omicsonline.org/2157-7536/2157-7536-

3-e102.php?aid=4977

22. Chaudhari & Prajapati. Full-Term Abdominal Pregnancy with Dead

Fetus: A Case Report. India ; Medical Journal, 2012. [Cited 2014 Jan 18];

available from: http://www.omicsonline.org/scientific-reports/2165-7920-SR-

434.pdf

23. Gayer, Gabriela. Abdominal Ectopic Pregnancy. England Journal of

Medicine, Dec, 2012. [Cited 2014 Jan 20]; available from:

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1111814

24. Dastur et al. Treating Hemorrhage from Secondary Abdominal

Pregnancy: then and now. Medical Journal : Case Report. [Cited 2014 Jan

20]; available from: http://www.aogm.org.mo/assets/Uploads/aogm/PPH-

Files/PPH-Chap-48.pdf

29Kehamilan Abdominal