99567 ayu arsyi rahayu fitk

76
PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP JARINGAN TUMBUHAN (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 10 Jakarta) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) AYU ARSYI RAHAYU NIM: 106016100572 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Upload: iin-dahlia-she-ungu

Post on 23-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK

    MENGATASI MISKONSEPSI SISWA

    PADA KONSEP JARINGAN TUMBUHAN (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 10 Jakarta)

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    AYU ARSYI RAHAYU NIM: 106016100572

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2011

  • ABSTRAK

    Ayu Arsyi Rahayu. Penggunaan Peta Konsep untuk Mengatasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Jaringan Tumbuhan. Skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan strategi pembelajaran peta konsep sebagai upaya untuk mengatasi miskonsepsi siswa sehingga terjadi penguasaan konsep siswa. Peta konsep didasarkan pada pembelajaran bermakna. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan 26 siswa MAN 10 Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama menggunakan sub konsep jaringan tumbuhan dan siklus kedua menggunakan sub konsep organ tumbuhan. Setiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes, observasi dan rubrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep sangat efektif dalam mengurangi miskonsepsi siswa sehingga terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada siklus I dan II. Pada siklus I terjadi pengurangan miskonsepsi sebesar 37% dari 63% menjadi 25,8%. Sedangkan pada siklus II terjadi pengurangan miskonsepsi sebesar 42,5% dari 58,5% menjadi 16%. Berdasarkan pengujian dua sampel dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan hasil pengurangan miskonsepsi siswa pada siklus I dan II memiliki perbedaan yang signifikan dengan J-hitung sebesar 43 (J-Tabel 65). Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta konsep dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan. Kata Kunci: Peta Konsep, Miskonsepsi

  • ABSTRACT

    Ayu Arsyi Rahayu. Using of Concept Map to Overcome Students Misconception on Concept Tissue of Plant. Script, The Department of Science Education, The Study Program of Biology Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta. The research has purpose to know of use learning strategies concept map to overcome the misconception so that the increasing of mastery students concept. The concept mapping in this research is based on meaning full learning. This classroom action research involved 26 student of MAN 10 Jakarta in the academic year 2010/2011. The research of class action conducted in two cycles. First cycle use the sub concept tissue of plant and the second cycle use the sub concept organ of plant. Every cycle consisted of steps like the planning, action, observation, and reflection. Technique of data collecting is conducted by the test, observation, and rubric. Result of research indicated that the use concept map very effective in decreasing misconception so that the increasing of mastery student concept at cycle I and cycle II. At cycle I happened by the misconception of equal to 63% decreasing 37,5% becoming 25,8%. While cycle II happened by the misconception of equal 38,5% decreasing 42,5% becoming 16%. Pursuant to examination two sample by using Wilcoxon-test got by the result of reduction misconception at cycle I and cycle II have the difference which significant with J-count of equal 43 (J-table = 65). Becoming, inferential that use concept map can decreasing the misconception students on concept tissue of plant. Keywords: Concept Map, Misconception

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Karunia dan

    Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

    Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Mengatasi

    Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan

    Kelas di MAN 10 Jakarta) dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

    persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S,Pd) pada jenjang Strata 1

    (S1) di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

    Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta

    3. Nengsih Juanengsih, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu

    Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    4. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

    sekaligus menjadi Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

    dan tuntunan selama penulisan skripsi

    5. Yanti Herlanti, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan

    bimbingan, tuntunan, motivasi, kritik dan saran dalam hal penulisan skripsi

    6. Para dosen Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    yang telah mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mencurahkan ilmu

    kepada penulis

  • 7. Drs. M. Yasin, M.Pd selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN 10)

    Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

    penelitian di sekolah tersebut

    8. Dra. Ratna Dewi selaku guru biologi di MAN 10 Jakarta atas kerjasama dan

    ilmu yang diberikan kepada penulis

    9. Kedua orang tua tersayang, H. Ashim Sutardi dan Hj. Yayah Taswiyah yang

    telah mencurahkan semangat, doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun

    materil. Serta adik-adik, Siti Afifah dan Ahmad Fakih atas semangat yang

    diberikan

    10. Suami tercinta, Zakaria atas cinta kasih, dukungan, nasihat yang telah

    diberikan dan menjadi inspirasi penulis. Serta kepada ibu mertua tersayang,

    Ibu Sukimah atas segala doa dan semangat yang diberikan

    11. Rekan-rekan seperjuangan Prodi Pendidikan Biologi angkatan 2006 atas

    segala motivasi dan semangat yang diberikan, khususnya kepada sahabat

    tercinta Himmatul Ulya, Lily Mufaizah, Nurlaila, dan Ufi Azmiyah atas

    segala mimpi, cita-cita, motivasi, semangat dan inspirasi selama menuntut

    ilmu di kampus tercinta

    12. Seluruh dewan guru dan karyawan MAN 10 Jakarta atas kerjasama dan

    bantuan yang diberikan dalam hal pelaksanaan penelitian serta seluruh siswa/I

    kelas XI IPA tahun ajaran 2010/2011 yang telah berpartisipasi menjadi subjek

    penelitian

    13. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan

    Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

    memerlukannya.

    Jakarta, Januari 2011

    Penulis

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan dan faktor yang sangat penting dalam

    kehidupan manusia karena merupakan salah satu wahana untuk menciptakan

    sumber daya manusia yang berkualitas dalam hal pengetahuan dan

    keterampilan agar memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan sikap

    terbuka. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan tujuan atau

    sasaran bidang pendidikan dalam menyikapi era globalisasi. Dalam era

    globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan

    utama suatu bangsa dalam berkompetensi. Oleh karena itu, sudah seharusnya

    pembangunan di sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang harus

    dilakukan pemerintah agar melahirkan generasi-generasi bangsa yang

    berintelektual.

    Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut

    memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas

    tinggi. Pendidikan IPA yang berkualitas akan menghasilkan manusia yang

    memiliki pengetahuan, pemahaman, proses dan sikap sains. Pendidikan IPA

    yang berkualitas tentu bisa dilihat dari mutu pendidikan IPA. Mutu

    pendidikan IPA yang masih rendah ini terlihat dari peringkat Indonesia

    berdasarkan hasil survey TIMSS (Trend International Mathematics Science Study)

    2007 di urutan ke 41 dari 48 negara.1

    Salah satu penyebab masih rendahnya mutu pendidikan IPA hingga saat

    ini adalah adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang

    memperhatikan prakonsepsi atau konsepsi awal yang dimiliki siswa.2 Setiap

    siswa memiliki konsepsi awal yang berbeda. Oleh karena itu hendaknya guru

    1 International Center for Educational Statistics, Trends in International Mathematics and

    Science Study (TIMSS 2007), (diakses di http:nces.ed.gov/timss/table07_3.asp, pada 25 Januari 2011)

    2 I Putu Eka Wilantara. Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. (Tesis: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. 2003) h.2

    8

  • memperhatikan konsepsi awal yang dibawa siswa ke dalam kelas sebelum

    memberikan konsep atau informasi baru agar konsep yang diberikan dapat

    dengan mudah diterima dalam struktur kognitif siswa dan tidak terjadi

    miskonsepsi pada siswa.

    Konsepsi yang dimiliki siswa terkadang tidak sesuai dengan konsepsi yang

    dimiliki oleh para ilmuwan. Jika konsepsi yang dimiliki siswa sama dengan

    konsepsi yang dimiliki para ilmuwan, maka konsepsi tersebut tidak dapat

    dikatakan salah. Namun jika konsepsi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan

    konsepsi para ilmuwan, maka siswa tersebut dikatakan mengalami

    miskonsepsi.3

    Miskonsepsi yang dialami siswa dapat berasal dari pengalaman sehari-hari

    ketika siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Miskonsepsi pada diri siswa

    juga dapat berasal dari konsep salah yang diajarkan guru pada jenjang

    pendidikan sebelumnya. Adanya miskonsepsi ini tentu akan menghambat

    proses belajar siswa.

    Kesalahan konsep atau miskonsepsi merupakan sumber kesulitan siswa

    dalam mempelajari biologi. Pembelajaran yang tidak mempertimbangkan

    pengetahuan awal siswa mengakibatkan miskonsepsi-miskonsepsi siswa

    semakin kompleks dan stabil. Miskonsepsi dipandang sebagai faktor penting

    penghambat bagi siswa dan rujukan bagi guru dalam pembelajaran dan

    pengajaran sains.4

    Miskonsepsi pada siswa yang muncul secara terus menerus dapat

    mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pembelajaran yang tidak

    memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan

    bermuara pada rendahnya prestasi belajar mereka. Pandangan tradisional yang

    menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran

    3 Yuyu R. Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika dengan

    Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), (Jurnal Mimbar Pendidikan No3/XXIV/2005), h. 5

    4 Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains, (Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK UIN, 2007), h.8

  • guru ke pikiran siswa perlu digeser menuju pandangan konstruktivisme yang

    berasumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa.

    Menurut Dahar dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan

    mediator pembelajaran, pada saat muncul miskonsepsi, guru menyajikan

    konflik kognitif sehingga terjadi ketidakseimbangan (disekualibrasi) pada diri

    siswa. Konflik kognitif yang disajikan guru, diharapkan dapat menyadarkan

    siswa atas kekeliruan konsepsinya dan pada akhirnya mereka merekonstruksi

    konsepsinya menuju konsepsi ilmiah.5

    Penyelesaian masalah miskonsepsi yang dihadapi guru dan dialami siswa

    tentu tidak lepas dari peran strategi pembelajaran yang digunakan selama

    proses pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan siasat atau taktik yang

    harus direncanakan guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah

    ditetapkan.

    Strategi pembelajaran bermakna merupakan strategi yang digunakan para

    ahli untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa karena dalam proses belajar

    bermakna terjadi penyusunan informasi yang saling terkait dengan konsep-

    konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa.6 Dalam

    strategi belajar bermakna siswa dimotivasi untuk aktif, karena siswa adalah

    pusat dari kegiatan belajar mengajar. Dalam pendekatan pembelajaran ini

    siswa diharapkan mampu menafsirkan informasi yang diberikan guru sampai

    informasi tersebut diterima oleh akal sehat mereka.

    Belajar bermakna terjadi jika di dalam struktur kognitif siswa terdapat

    konsep-konsep yang relevan yang saling terkait, bila ini tidak dilakukan maka

    informasi-informasi yang diterima siswa hanya dalam bentuk hapalan.

    Struktur kognitif siswa tentu akan lebih mudah menerima dan menafsirkan

    informasi baru yang didapat dari lingkungan maupun dari bahan ajar jika

    informasi tersebut memiliki hubungan terhadap informasi yang telah dimiliki

    sebelumnya. Salah satu strategi pembelajaran yang mampu menghubungkan

    informasi-informasi dalam struktur kognitif siswa adalah peta konsep.

    5 I Putu Eka Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis , h.4 6 Ibid

  • Menurut Ausubel para guru harus mengetahui konsep-konsep yang telah

    dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung. Novak dalam

    bukunya yang berjudul Learning How to Learn menyatakan bahwa peta

    konsep merupakan strategi yang didasari oleh belajar bermakna.

    Strategi belajar bermakna mengutamakan struktur kognitif dan perolehan

    informasi baru. Dalam prinsip belajar bermakna pengetahuan baru harus

    memiliki hubungan dengan struktur kognitif. Sehingga siswa dapat secara utuh

    memahami konsep-konsep ilmiah yang diberikan guru. Prinsip inilah yang

    mendasari peta konsep ke dalam pembelajaran bermakna.

    Peta konsep merupakan alat skematis untuk mempersentasikan suatu

    konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Proposisi-proposisi

    yang terdiri dari beberapa informasi kemudian diorganisasikan menjadi peta

    konsep. Melalui peta konsep siswa dapat melihat hubungan antar konsep yang

    saling terkait secara jelas sehingga informasi-informasi tersebut menjadi

    mudah dipahami dan mudah diingat.7

    Peta konsep juga berguna bagi guru untuk menyajikan materi atau bahan

    ajar kepada siswa. Dengan peta konsep guru dapat menunjukkan keterkaitan

    antara konsep baru dengan konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

    Selain itu juga melalui peta konsep yang dibuat siswa guru dapat mengetahui

    konsep-konsep yang salah pada siswa.

    Mintzes berpendapat bahwa peta konsep yang berlandaskan

    konstruktivisme mampu mengatasi masalah miskonsepsi yang sering terjadi

    pada siswa ketika siswa berupaya memahami kejadian dan objek ilmiah dan

    menghubungkan antara kejadian dan objek yang ditemui ke dalam struktur

    kognitif siswa.8 Miskonsepsi dapat terjadi karena tidak adanya hubungan

    dalam struktue kognitif siswa antara kejadian objek yang ditemui dengan

    kejadian objek ilmiah.

    Pemahaman yang memadai dalam menentukan hubungan atau keterkaitan

    antar satu konsep dengan konsep yang saling berhubungan melalui stretegi

    7 James E. Twining, Strategies for Active Learning, (USA: Allyn and Bacon, 1991), h.172 8 I Putu Eka Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis ,h.6

  • peta konsep akan sangat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah

    dalam pembelajaran sains, termasuk di antaranya untuk mengatasi miskonsepsi

    dan peningkatan hasil belajar.

    Peta konsep dapat berperan sebagai media pengajaran yang baik dan

    menarik dikarenakan peta konsep dapat menyederhanakan materi pelajaran

    yang kompleks sehingga memudahkan siswa dalam menerima dan memahami

    prinsip-prinsip dari suatu materi pelajaran.9 Dalam peta konsep juga dapat

    terlihat kaitan-kaitan konsep dalam bentuk proposisi yang saling berhubungan.

    Proposisi tersebut disusun secara hirarki dari yang bersifat umum sampai yang

    bersifat khusus. Sehingga terjadi belajar bermakna dalam struktur kognitif

    siswa.10

    Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan guru biologi

    MAN 10 Jakarta, penulis memperoleh informasi bahwa siswa memperoleh

    kesulitan dalam mempelajari konsep jaringan dan organ tumbuhan, sehingga

    banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep ini. Selain itu juga

    pada konsep ini banyak siswa yang memiliki nilai di bawah nilai KKM yaitu

    70. Konsep jaringan tumbuhan dalam penelitian ini merupakan salah satu

    konsep biologi yang diajarkan di kelas XI semester satu. Konsep ini berisikan

    jaringan-jaringan yang terdapat pada tumbuhan, baik jaringan muda maupun

    jaringan dewasa, serta organ akar, batang, dan daun yang terdapat pada

    tumbuhan.

    Selain berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi MAN 10 Jakarta,

    penulis juga melakukan identifikasi miskonsepsi terhadap subjek penelitian

    yaitu siswa MAN 10 Jakarta kelas XI IPA dengan menggunakan Certainty of

    Response Index (CRI)11. Berdasarkan identifikasi CRI diperoleh keterangan

    mengenai miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa kelas XI IPA MAN 10

    Jakarta pada konsep jaringan dan organ tumbuhan, diantaranya:

    9 Zulfiani, Analisis Struktur Materi Pelajaran Biologi melalui Peta Konsep pada Mata

    Kuliah Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Biologi, (EDUSAINS Vol.1 No.2, 2008) 10 Kadir, Efektifitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika,

    (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 51, 2004), h.765 11 Lampiran 2, h. 72

  • a. Siswa menganggap bahwa pertumbuhan primer dan sekundr terjadi

    pada waktu dan lokasi yang berlainan

    b. Siswa menganggap bahwa pertambahan diameter batang dan akar

    diakibatkan oleh pertumbuhan primer

    c. Siswa menganggap bahwa pada tumbuhan dikotil terdapat kambium

    yang terbentuk dari pertumbuhan primer

    d. Siswa menganggap bahwa fotosintesis hanya terjadi di daun

    e. Siswa menganggap bahwa stomata bukan merupakan modifikasi

    jaringan epidermis

    f. Siswa menganggap bahwa stolon, rhizome, umbi batang, dan umbi

    lapis merupakan modifikasi akar

    g. Siswa menganggap bahwa penyerapan air hanya terjadi di ujung akar

    h. Siswa menganggap bahwa xylem dan floem hanya terdapat di salah

    satu organ akar, batang, atau daun

    Berdasarkan identifikasi miskonsepsi siswa di atas, penulis tertarik untuk

    melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Peta Konsep Untuk

    Mengatasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Jaringan Tumbuhan, sebuah

    Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 10

    Jakarta, sebagai upaya untuk mengurangi miskonsepsi siswa yang terjadi di

    sekolah tersebut pada konsep jaringan tumbuhan.

    B. Identifikasi Area dan Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah

    pada penelitian ini yaitu:

    1. Rendahnya hasil belajar biologi siswa MAN 10 Jakarta pada konsep

    jaringan tumbuhan

    2. Guru yang tidak memperhatikan prakonsepsi siswa

    3. Miskonsepsi siswa yang mempengaruhi hasil belajar

    4. Strategi pembelajaran yang pasif sehingga sulit untuk mengetahui konsep

    yang menjadi miskonsepsi siswa

  • C. Pembatasan Masalah Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, untuk menghindari salah

    penafsiran terhadap penelitian ini, maka penulis membatasi fokus masalah

    penelitian ini, yaitu:

    1. Siswa yang diteliti adalah siswa MAN 10 Jakarta kelas XI IPA tahun

    pelajaran 2010/2011

    2. Konsep yang dibahas adalah jaringan tumbuhan

    3. Aspek yang diukur adalah miskonsepsi dan kognitif siswa

    D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai

    berikut:

    Apakah penggunaan peta konsep dapat mengatasi miskonsepsi siswa pada

    konsep Jaringan Tumbuhan?

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa

    dan meningkatkan hasil belajar siswa dengan pembelajaran peta konsep.

    Adapun manfaat dari penelitian ini:

    1. Guru : memperkaya wawasan guru dalam strategi belajar

    mengajar dan mengurangi miskonsepsi siswa

    2. Siswa : mempermudah dalam menerima konsep biologi karena

    tidak terjadi miskonsepsi

    3. Sekolah : memberikan sumbangan dalam rangka peningkatan mutu

    pendidikan

    4. Peneliti : mendapatkan pengalaman dengan mencobakan peta

    konsep dalam proses pembelajaran di kelas dan juga dapat memberikan

    rujukan kepada peneliti lain.

  • BAB II

    KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN

    KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

    A. Hakikat Peta Konsep

    1. Kerangka Dasar Strategi Belajar Peta Konsep

    Strategi peta konsep dalam pembelajaran sains sangat membantu

    siswa dalam proses belajarnya. Pemahaman yang memadai dalam

    menentukan hubungan atau keterkaitan antar satu konsep dengan konsep

    lain yang saling berhubungan melalui strategi peta konsep akan sangat

    membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dalam pembelajaran sains.

    Peta konsep yang dikemukakan oleh Novak menyatakan bahwa peta

    konsep merupakan strategi yang berlandaskan belajar bermakna. Di dalam

    pembelajaran dengan peta konsep terdapat keterkaitan antara sturktur

    kognitif siswa, oleh karena itu peta konsep termasuk ke dalam strategi

    belajar bermakna.

    Pembelajaran bermakna pertama kali dicetuskan oleh David Ausubel.

    Pembelajaran ini menekankan pada ekspositori dengan cara guru

    menyajikan materi secara eksplisit dan terorganisasi. Dalam pembelajaran

    ini, siswa menerima serangkaian ide yang disajikan guru dengan cara yang

    efisien.12

    Model Ausubel ini mengedepankan penalaran deduktif, yang

    mengharuskan siswa pertama-tama mempelajari prinsip-prinsip, kemudian

    belajar mengenai hal-hal khusus dari prinsip-prinsip tersebut. Pendekatan

    ini mengasumsikan bahwa seseorang belajar dengan baik apabila

    memahami konsep-konsep umum, maju secara deduktif dari aturan-aturan

    atau prinsip-prinsip sampai pada contoh-contoh.

    Belajar bermakna merupakan suatu proses belajar dimana informasi

    baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki

    12 Nuryani Rustaman, Strategi Pembelajaran Biologi, (Jakarta: Universitas Terbuka,

    2007), h.1.5

    15

  • seseorang ketika belajar.13 Dalam belajar bermakna terjadi proses asimilasi

    dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan

    pengalaman baru ketika seseorang menggabungkan persepsi ke dalam

    pengetahuan yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah suatu proses

    struktur kognitif yang berlangsung seseuai pengalaman baru. Proses

    kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya pengetahuan baru dan

    berubahnya pengetahuan lama.14

    Teori belajar bermakna David Ausubel ini menjelaskan bahwa siswa

    memperoleh informasi baru yang kemudian diasimilasikan dengan

    pengertian yang dimiliki siswa. Hal ini sesuai dengan pokok teori

    konstruktivisme yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil

    konstruksi manusia. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, maka

    konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam

    struktur kognitif siswa. Sehingga setiap siswa memahami adanya

    keterkaitan antara konsep baru dengan konsep yang sudah ada sebelumya.

    Belajar bermakna tentu berbeda dengan belajar menghafal, dalam

    belajar menghafal sering kali konsep inti dan konsep penunjang berbaur

    dan saling menghambat. Belajar menghafal juga kurang memperhatikan

    keterkaitan antara informasi baru dengan dengan informasi yang sudah

    dimiliki sebelumnya. Sehingga tidak ada keterkaitan antara informasi-

    informasi tersebut. Oleh karena itu belajar bermakna dirasakan lebih baik

    dari belajar menghafal dalam kegiatan pembelajaran.15

    Peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh

    karena itu hendaknya setiap siswa pandai menyusun peta konsep untuk

    meyakinkan bahwa siswa tersebut telah mengalami belajar bermakna.

    Melalui peta konsep guru dapat menerapkan pembelajaran bermakna pada

    setiap bidang studi.

    13 Athifah, Teori Belajar Bermakna dari David P. Ausubel, diakses di

    http://mardhiyanti.blogspot.com/2010/03/teori-belajar-bermakna-dari-david-p.html 14 Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,(Yogyakarta: Arruz

    Media, 2007), h.119 15 M. Sobri Sutikno, Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, (NTP Press:

    Mataram, 2007), h. 101

  • 2. Pengertian Peta Konsep

    Pengertian peta konsep atau pemetaan konsep menurut Novak adalah

    suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi

    pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki,

    mulai dari yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep yang

    lebih spesifik.16

    Sedangkan menurut Dahar peta konsep yaitu suatu cara untuk

    memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang ilmu

    studi.17 Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang

    bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.

    Proposisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang

    dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Dalam bentuknya

    yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep

    yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu

    proposisi.18

    Peta konsep merupakan gambaran konsep-konsep yang saling

    berhubungan yang di dalamnya terdapat konsep utama dan konsep

    pelengkap. Konsep pelengkap tersebut diasosiasikan dengan konsep utama

    sehingga membentuk satu kesatuan konsep yang saling berhubungan.

    Konsep utama dan konsep pelengkap diperoleh dari bahan bacaan materi

    tertentu atau juga dapat diperoleh dan dibangun dari pengalaman-

    pengalaman di masa lampau yang memberi nilai tambah kebermaknaan

    dari informasi yang baru.19

    Menurut Amin dalam Mia Aina pemetakan konsep adalah suatu

    strategi yang dapat membantu para siswa melihat dan memahami

    keterkaitan antara konsep yang telah dikuasainya. Dalam pemetaan konsep

    siswa dapat memahai hubungan logika antara konsep yang satu dengan

    16 Kadir, Efektifitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika,

    (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 51, 2004), h.764 17 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), h.122 18 Ibid 19 A. Suhaenah Suparno, Membangun Kompetensi Belajar, (Jakarta: Direktorat Jendral

    Pendidikan Tinggi, 2000), h.94

  • yang lainnya. Sehingga peta konsep sangat efektif dalam membantu siswa

    belajar bermakna.20

    Willerman dan May dalam Zulfiani menyatakan bahwa peta konsep

    merupakan alat bantu mengurutkan topik yang logis sehingga

    memudahkan siswa untuk memahami materi secara lebih bermakna. Selain

    itu juga peta konsep digunakan untuk mengidentifikasi kerancuan atau

    kesalahan kompleks yang ada pada diri siswa yang disebut miskonsepsi.21

    Pandoyo dalam Sahat Saragih menyatakan bahwa peta konsep

    merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara

    sistematis, yang dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian

    pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat

    membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu materi

    pelajaran.22

    Peta konsep menggambarkan konsep-konsep yang saling berhubungan

    yang didalamnya terdapat konsep penting atau konsep utama, selain itu

    juga terdapat konsep pelengkap yang diasosiasikan dengan konsep utama

    tersebut. Konsep utama maupun konsep pelengkap diperoleh dari bahan

    bacaan suatu materi dan juga dapat diperoleh atau dibangun dari

    pengalaman-pengalaman di masa lampau yang memberi nilai tambah

    terhadap perolehan informasi baru.23

    Peta konsep sebaiknya disusun secara hirarki, artinya konsep yang

    lebih inklusif diletakkan di puncak peta, makin ke bawah konsep-konsep

    diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif atau kurang khusus. Dalam

    IPA peta konsep membuat informasi abstrak menjadi konkret dan sangat

    bermanfaat meningkatkan ingatan suatu konsep pembelajaran dan

    menunjukkan pada siswa bahwa pemikiran itu mempunyai bentuk. Dengan

    20 Mia Aina, Meningkatkan Hasil Belajar Sisiwa Pada Konsep Invertebrata Dengan

    Menggunakan Teknik Peta Konsep, (Percikan:Vol 87 Edisi April 2008), h.40 21 Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta:UIN Press, 2009), h. 34 22 Sahat Saragih, Upaya Memperbaiki Miskonsepsi Pembelajaran Analisis Real melalui

    Pengajaran Remedial dengan Bantuan Peta Konsep dan Tutor Sebaya, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Khusus I Tahun ke-23, 2007), h.115

    23 Suhaenah Suparno, Membangun Kompetensi, h.94

  • demikian belajar bermakna dengan menggunakan peta konsep akan lebih

    mudah tercapai karena konsep-konsep saling terkait dalam suatu hirarki.24

    Berdasarkan pengertian peta konsep di atas dapat disimpulkan bahwa

    peta konsep merupakan identifikasi suatu konsep-konsep yang saling

    berhubungan yang tergambar dalam proposisi-proposisi yang disertai

    dengan kata penghubung antar proposisi dan tersusun secara hirarki,dari

    yang inklusif terletak di puncak peta sampai yang kurang inklusif. Peta

    konsep membantu siswa memahami keterkaitan antara konsep-konsep dan

    membantu memahami materi secara lebih bermakna selain itu juga peta

    konsep merupakan alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi

    pada siswa.

    3. Tujuan Peta Konsep

    Menurut Dahar, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan

    antara lain:25

    a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

    Pembelajaran bermakna terjadi ketika siswa dapat menunjukkan

    hubungan antara konsep satu dengan yang lainnya secara tepat. Guru

    harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki oleh siswa

    sebelum memberikan konsep baru. Sedangkan para siswa diharapkan

    dapat menunjukkan bagaimana konsep awal mereka dalam menghadapi

    konsep baru tersebut. Berdasarkan peta konsep yang dibuat oleh siswa,

    guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa tentang

    pokok bahasan yang akan diajarkan.

    b. Menyelidiki cara belajar siswa

    Ketika siswa dihadapkan pada konsep baru, ia tidak akan dengan

    mudah memahami konsep baru tersebut. Jika siswa diminta untuk

    menyusun peta konsep dari konsep yang baru diterimanya tersebut,

    maka siswa akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep apa

    24 Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran, h. 30 25 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, h.129

  • yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada

    puncak peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-

    konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif

    dan siswa akan mencari kata penghubung untuk mengaitkan konsep-

    konsep itu menjadi preposisi-preposisi yang bermakna.

    c. Mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa

    Peta konsep dapat menungkapkan konsepsi yang salah

    (miskonsepsi) yang terjadi pada siswa. Konsepsi salah biasanya timbul

    karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan

    proposisi-proposisi yang salah.

    d. Alat evaluasi

    Peta konsep dapat dijadikan alat evaluasi pendidikan, selain tes

    objektif atau uraian. Novak memperhatikan empat kriteria penilaian

    yaitu:

    1) Kesahihan proposisi

    2) Adanya hirarki

    3) Adanya kaitan silang

    4) Adanya contoh-contoh

    Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga

    gagasan dalam teori kognitif Ausubel, yaitu:

    1) Struktur kognitif seseorang diatur secara hirarkis, dengan konsep-

    konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum

    superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi yang kurang

    inklusif dan lebih khusus.

    2) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi

    progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna

    merupakan proses yang kontinu, dimana konsep-konsep baru

    memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak

    kaitan proposional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas

    dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih

    inklusif.

  • 3) Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa

    belajar bermakna akan meningkat bila siswa menyadari hubungan-

    hubungan baru (kaitan-kaitan konsep) antara kumpulan konsep-

    konsep atau proposisi-proposisi yang saling berhubungan. Dalam

    peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya

    kaitan-kaitan silang antara kumpulan konsep-konsep.

    4. Macam-macam Peta Konsep

    Secara umum, terdapat tiga bentuk pola peta konsep dan masing-

    masing pola memperlihatkan tingkatan/level linking dan monitoring

    dimana pola jaring (net) memiliki pola hirarki yang lebih kompleks

    dibandingkan pola rantai (chain) dan jari (spoke).26

    Menurut Nur dalam Trianto terdapat empat macam peta konsep, yaitu

    pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep

    siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept

    map).27

    a. Pohon Jaringan (network tree)

    Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa

    kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada

    peta konsep menunjukkan hubungan antar ide-ide itu. Kata-kata yang

    ditulis memerikan hubungan antara konsep-konsep.

    b. Rantai Kejadian (event chain)

    Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan

    suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau

    tahap-tahap dalam suatu proses.

    Rantai kejadian ini mengutamakan suatu kejadian pokok atau

    kejadian awal yang kemudian mengakibatkan kejadian lain sampai

    tertuju pada suatu hasil.

    26 Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains,

    (Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK UIN, 2007), h.94 27 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivisti, (Jakarta:

    Prestasi Pustaka. 2009), h.161

  • Rantai kejadian ini dapat digunakan untuk memvisualisasikan

    tahapan-tahapan pada suatu proses, langkah-langkah dalam suatu

    prosedur linear, dan urutan kejadian.

    Contoh peta konsep model rantai kejadian dapat dilihat pada gambar

    2.1:

    c. Peta Konsep Siklus (cycle concept map)

    Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan

    suatu hasil final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan

    kembali ke kejadian awal. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk

    menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian

    berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang.

    Contoh peta konsep siklus dapat dilihat pada gambar 2.2:

    Kejadian awal

    Hutan

    Semak-semak

    Gambar 2.1. Peta konsep rantai kejadian suksesi primer

    Sumber: Trianto (2007: 163)

    Tumbuhan lumut

    Melapukkan batuan

    Tumbuhan perintis

    Batuan lava yang mendingin

  • d. Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)

    Peta konsep model laba-laba dapat digunakan untuk

    memvisualisasikan hasil curah pendapat, kategori yang tidak parallel,

    dan hal-hal yang tidak tersusun atas hirarki.

    5. Ciri-ciri Peta Konsep

    Ciri-ciri peta konsep adalah sebagai berikut:28

    a. Peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau proposisi-

    proposisi suatu bidang studi agar lebih jelas dan bermakna, misalnya

    dalam bidang studi biologi, fisika, pendidikan agama Islam, dsb.

    b. Peta konsep merupakan suatu gambar yang dibentuk dua dimensi dari

    suatu bidang studi, atau bagian dari bidang studi, yang

    memperlihatkan tata hubungan antar konsep-konsep. Di samping itu

    juga memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari

    cara belajar bentuk lain dengan tidak memperlihatkan hubungan-

    hubungan konsep-konsep. Peta konsep memperlihatkan hubungan

    konsep antara satu dengan lainnya.

    28 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada

    Press. 2009), h.125

    3-fosfogliserat

    1,3-bifosfogliserat

    gliseraldehida 3-fosfat (G3P)G3P

    Ribuloas bifosfat (RuBP)

    Rubisko

    Gambar 2.2. Peta konsep siklus Calvin Sumber: Campbell (2002: 194)

    Siklus Calvin

  • c. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antara satu dengan

    lainnya, ia dapat berbentuk aliran, air, cabang pohon, urutan-urutan

    kronologis, dsb.

    d. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya terdapat beberapa konsep, maka konsep itu akan lebih terurai secara

    jelas sehingga apapun yang berkaitan dengan konsep tersebut akan

    timbul.

    6. Cara Membuat Peta Konsep

    Siswa diminta membuat peta konsep dan dari peta konsep tersebut

    dapat terlihat proses pentautan (dari garis penghubung) dan pemahaman

    mengenai dasar hubungan antar konsep tersebut.29

    Untuk membuat peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-

    ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide

    tersebut dalam pola logis.30

    Arends dalam Trianto memberikan langkah-langkah dalam membuat

    peta konsep sebagai berikut 31:

    Langkah 1 : mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi

    sejumlah konsep

    Langkah 2 : mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder

    yang menunjang ide utama

    Langkah 3 : tempatkan ide-ide utama di tengah atau di puncak peta

    tersebut

    Langkah 4 : kelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang

    secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut

    dengan ide utama

    29 Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme, h.94 30 Trianto, Model-model Pembelajaran, h.160 31 Ibid

  • 7. Kegunaan Peta Konsep

    Beberapa kegunaan pemetaan konsep dalam pengajaran di sekolah

    adalah sebagai berikut32:

    a. Kegunaan bagi siswa

    Pemetaan konsep dapat membantu siswa dalam mempelajari

    konsep-konsep pokok dan proposisi, serta berusaha mengaitkan

    pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari, sehingga

    akan terjadi belajar bermakna. Selain itu pemetaan konsep dapat

    mengembangkan kreativitas siswa, karena pembuatan pemetaan konsep

    merupakan aktivitas yang kreatif dan mempunyai nilai sosial yang

    tinggi jika dilakukan secara kelompok di dalam kelas.

    b. Kegunaan bagi guru

    Pemetaan konsep merupakan alat yang berguna untuk mengamati

    makna yang dipegang oleh seorang siswa dan apabila dikonstruksi

    secara hati-hati dapat mengungkapkan organisasi kognitif siswa.

    Pemetaan konsep juga merupakan alat yang efektif untuk

    menunjukkan miskonsepsi-miskonsepsi. Hal ini disebabkan karena

    pemetaan konsep berisikan ekspresi-ekspresi mengenai proposisi yang

    diinternalisasikan.

    Peta konsep juga berguna untuk mengorganisasikan informasi-

    informasi dari suatu materi yang terdapat pada sebagian bab buku ajar

    maupun keseluruhan bab. Peta konsep menyajikan beberapa kata penting

    untuk dipelajari, selain itu juga mengatur nformasi menjadi beberapa

    bagian yang memiliki hubungan sehingga informasi-informasi tersebut

    dapat mudah dipahami dan diingat.33

    32 Ratna Tanjung, Kegunaan Peta Konsep dalam Pengajaran IPA di SMU, (Jurnal

    Khazanah Pengajaran IPA, 1996), h.32-38 33 James E. Twining, Strategies for Active Learning, (USA: Allyn and Bacon, 1991),

    h.172

  • 8. Fungsi Peta Konsep dalam Kegiatan Belajar Mengajar

    Peta konsep memiliki beberapa fungsi dalam pembelajaran sains

    seperti yang dikemukakan oleh Sulistio dalam Zulfiani yaitu:34

    a. Merencanakan pembelajaran

    Peta konsep dapat digunakan sebagai perencanaan pembelajaran sains

    dengan bentuk peta konsep sederhana yang dibuat oleh guru untuk

    siswa sebagai catatan.

    b. Perencaaan kurikulum dan evaluasi kurikulum

    Siswa perlu mengetahui organisasi topik yang akan diajarkan di

    sekolah baik itu dalam satuan pelajaran maupun satu buku materi

    pelajaran.

    c. Mengembangkan pengajaran

    Peta konsep digunakan dalam proses pembelajaran dengan cara guru

    menjelaskan konsep utama suatu materi kemudian meminta siswa

    membuat peta konsep secara keseluruhan yang relevan dengan konsep

    utama tersebut serta hubungan-hubungan yang dapat mengaitkan

    konsep-konsep tersebut dengan konsep utama yang telah diajarkan

    guru.

    d. Diskusi

    Setiap kelompok diskusi membuat peta konsep mengenai suatu topik

    bahasan fisika, kimia, maupun biologi kemudian dipresentasikan di

    depan kelas dan mendapat perbaikan dari kelompok lain maupun guru

    dalam bentuk diskusi kelas.

    e. Laporan praktikum

    Sebelum praktikum dilaksanakan, siswa diminta menyusun peta

    konsep yang berisi latar belakang teori dan menghubungkan konsep-

    konsep teori tersebut dengan prosedur kerja di laboratorium.

    Kemudian siswa menyusun peta konsep mengenai kesimpulan

    eksperimen dan mensitesiskan peta konsep tersebut dengan peta

    konsep pralab yang berisi latar belakang teori.

    34 Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran, h.34

  • f. Belajar buku teks

    Siswa membuat peta konsep pada masing-masing bab yang terdapat

    pada buku teks. Setiap siswa diberi kesempatan untuk membuat peta

    konsep agar diketahui sejauh mana mereka telah belajar bermakna.

    g. Tes

    Pembuatan peta konsep dapat digunakan dalam soal bentuk uraian

    h. Instruksi melalui komputer

    Peta konsep dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan

    fasilitas komputer.

    i. Gambaran pengetahuan sendiri

    Siswa dapat diminta menyusun peta konsep berdasarkan pemahaman

    konsep yang diperolehnya.

    j. Analisis miskonsepsi siswa

    Konsepsi siswa berdasarkan hasil tes tertulis atau tes lisan dapat

    dibuat dalam bentuk peta konsep. Penggunaan peta konsep dalam hal

    ini dapat mendiagnosis miskonsepsi/kesalahan konsep dan mengetahui

    konsep-konsep dasar yang telah dimiliki siswa.

    k. Menganalisis buku teks

    Analisis buku teks dengan peta konsep dilakukan dengan

    membandingkan dan menilai bagaimana konsep-konsep dalam buku

    teks tersebut disajikan dan dijelaskan.

    Peta konsep juga dapat digunakan sebagai alat ukur penilaian hasil

    belajar siswa.35

    35 Saouma Boujaoude, The Effect of Using Concept Maps as Study Tools on Achievement

    in Chemistry, (Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education volume 4, 2008), h.234

  • F. Hakikat Miskonsepsi

    1. Pengertian Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi Ausubel mendefinisikan konsep merupakan benda-benda, kejadian-

    kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang mewakili ciri khas dan yang

    terwakili dari setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Jadi konsep

    merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi

    antara sesama manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir.36

    Tafsiran setiap orang terhadap banyak konsep sangat berbeda-beda.

    Misalkan penafsiran struktur dan fungsi tumbuhan atau metabolisme pada

    tumbuhan dapat berbeda untuk setiap orang. Tafsiran konsep oleh seseorang

    inilah yang disebut dengan konsepsi.37 Meskipun dalam IPA kebanyakan

    konsep telah memiliki arti yang jelas dan ilmiah dan sudah disepakati oleh

    para ilmuwan, kenyataannya konsepsi siswa masih dapat berbeda-beda.

    Konsepsi yang dimiliki siswa tidak selalu sesuai dengan konsepsi para

    ilmuwan, konsepsi para ilmuwan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit,

    dan lebih banyak melibatkan hubungan antar konsep. Faktor kesenjangan

    antara miskonsepsi yang dimiliki para ilmuwan dan siswa inilah yang

    menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa.

    Novak mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-

    konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sedangkan David

    Hammer mendefinisikan miskonsepsi sebagai strongly held cognitive

    structures that are different from the accepted understanding in a field and

    that the presume to interfere with acquisition of new knowledge38 yang

    berarti bahwa miskonsepi dapat dipandang sebagai konsepsi atau struktur

    kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang

    sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ilmuwan

    yang dapat menyesatkan para siswa dalam memahami fenomena alamiah

    dan melakukan eksplanasi ilmiah.

    36 Yuyu Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika Menggunakan

    Certainty of Response Index (CRI), (Jurnal Mimbar Pendidikan No3/XXIV/2005), h.5 37 Ibid 38 Ibid

  • Suparno memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat

    akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

    salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarki

    konsep-konsep yang tidak benar.39 Miskonsepsi adalah salah satu faktor

    penghambat bagi siswa untuk membangun sendiri ilmunya secara benar.40

    Miskonsepsi merupakan kesalahan yang terjadi secara terus menerus serta

    menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu.

    Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai

    dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan,

    hanya dapat diterima dala kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk

    kasus-kasus lainnya Miskonsepsi didefinisikan sebagai siswa yang tidak

    cocok dengan konsepsi para ilmuwan. Konsepsi tersebut pada umumnya

    dibangun berdasarkan akal sehat atau dibangun secara intuitif dalam upaya

    memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari.

    Miskonsepsi pada siswa mungkin diperoleh melalui proses pembelajaran

    pada jenjang pendidikan sebelumnya.

    2. Sebab-sebab Miskonsepsi

    Penyebab timbulnya miskonsepsi pada pemahaman siswa, yaitu41

    a. Keterbatasan informasi yang diterima

    b. Terbatasnya kemungkinan untuk menguji teori baru

    c. Kesalahan dalam buku teks

    d. Informasi dari media yang salah penyampaiannya

    e. Siswa selalu pasif dan menerima apa adanya dari guru

    f. Materi terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan pola berfikir siswa

    39 Nur Afifudin, Miskonsepsi, tersedia di

    http://begawanafif.blogspot.com/2009/02/penggunaan-model-model-pembelajaran.html diakses pada 19 Januari 2010

    40 Nur Asma, Model Pembelajaran untuk Menanggulangi Miskonsepsi Bidang Studi Fisika di SMU, (Jurnal Pembelajaran, Vol 27, No 2, 2004), h. 107-119

    41 Suhirman, Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains, (Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Tahun 2006, No 2, 1998), h.82

  • g. Materi yang dibahas masih terlalu asing bagi siswa

    Miskonsepsi bisa disebabkan oleh terbatasnya informasi yang diterima

    siswa dan terbatasnya kemungkinan untuk menguji keunggulan pengetahuan

    yang dibentuk.

    Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu

    permasalahan atau soal latihan dapat saja terjadi, karena mereka membentuk

    pengetahuan dengan tidak benar. Kesalahan dapat saja terjadi karena kurang

    lengkapnya informasi yang siswa terima, kesalahan dalam buku atau

    informasi tambahan dari media yang salah disampaikan. Kesalahan dapat

    juga terjadi jika siswa terlalu dituntun atau pasif dan menerima apa adanya

    dari guru atau materi terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan tingkat

    perkembangan berfikir siswa atau materi yang dibahas sangat jauh berbeda

    dengan kehidupan atau pengalaman mereka sehari-hari. 42

    Miskonsepsi dapat bertahan lama dan sifatnya menetap pada siswa.

    perubahan hanya dapat terjadi jika siswa merasa tidak yakin lagi dengan

    pengetahuan yang dimilikinya, sehingga ia berusaha mencari alternatif

    pemecahannya. Jika alternatif pemecahan masalah mampu menyelesaikan

    masalahnya/teratasi, maka ia akan melakukan reorganisasi

    pengetahuannya.43

    Menurut Berg, miskonsepsi pada siswa sulit diperbaiki, seringkali

    sisa miskonsepsi terus menerus mengganggu siswa, seperti siswa dapat

    mengerjakan soal-soal sederhana, tetapi miskonsepsi siswa muncul kembali

    ketika siswa dihadapkan pada soal-soal yang lebih sulit. Pada umumnya

    guru tidak mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, sehingga proses

    belajar mengajar tidak disesuaikan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa. 44

    42 Suhirman, Prakonsepsi, Miskonsepsi., h.80 43 Ibid 44 Nurdiniah dan Rusmansyah, Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Memahami

    Konsep Energetika melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, (Vidya Karya Volume I, No1, 2001), h.25

  • Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi terjadi

    secara universal di seluruh dunia bagaimanapun lingkungan sosial budaya,

    bahasa, maupun etniknya. Konsepsi dan miskonsepsi siswa diduga kuat

    terbentuk pada masa anak-anak ketika terjadi interaksi otak dengan alam.45

    Miskonsepsi dapat terjadi pada pengalaman siswa sehari-hari mengenai

    fenomena alam dan sekitarnya.46

    Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di atas masih sangat terbatas.

    Dalam kenyataan di lapangan, siswa dapat mengalami miskonsepsi dengan

    sebab-sebab yang lebih bermacam-macam dan rumit. Penyebab

    sesungguhnya juga sulit diketahui, karna terkadang siswa tidak secara

    terbuka mengungkapkan bagaimana mereka mengalami dan memiliki

    konsep yang tidak tepat tersebut.

    Pendidik juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap

    siswa dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan.

    Maka dapat terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacam-macam

    miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi pendidik

    tidak mudah untuk sungguh-sungguh mengerti penyebab miskonsepsi yang

    dialami setiap siswa. Sebagai akibatnya, tidak mudah juga untuk membantu

    setiap siswa secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.

    3. Miskonsepsi dari Sudut Pandang Konstruktivisme

    Konstruktivisme memandang penting miskonsepsi yang diyakini siswa

    dikarenakan: (1) konsepsinya berbeda dengan konsep ilmiah; (2) sifatnya

    laten, terus dipergunakan siswa dan cenderung sukar diubah; (3) sukar

    dideteksi oleh guru.47

    45 Yuyu Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep ,h. 5 46 Claudia von Aufschnaiter dan Christian Rogge, Misconception or Missing Conception,

    (Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010), h. 12 47 Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains,

    (Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK UIN, 2007), h.9

  • Mengapa konstruktivisme memandang penting miskonsepsi?

    Setidaknya terdapat lima klaim utama yang mendasari miskonsepi, yaitu:48

    a. Siswa membawa berbagai konsepsi mengenai objek dan fenomena alam

    dan seringkali tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Guru sebaiknya

    memiliki pengetahuan mengenai konsepsi siswa.

    b. Siswa berdasarkan gender, usia, kemampuan dan latar belakang budaya,

    cendrung membawa miskonsepsi yang berasal dari pengalaman pribadi

    maupun hasil interaksi sosial.

    c. Misikonsepsi sangat sulit diberantas dan sifatnya beragam. Diperlukan

    strategi perubahan konseptual

    d. Terdapat kesamaan antara penjelasan saintis yang tergugurkan teorinya

    dengan miskonsepsi siswa. Diperlukan kajian sejarah sains bagi siswa

    e. Melacak darimana asalnya miskonsepsi sangatlah sulit, terutama secara

    empiris. Namun gejala miskonsepsi yang terjadi di berbagai populasi

    dan budaya mencerminkan adanya kesamaan pengalaman budaya siswa

    dalam hal observasi alam, penggunaan bahasa sehari-hari, pengaruh

    media massa serta pengalaman belajar di kelas.

    G. Desain-desain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih 1. Analisis Kebutuhan

    a) Wawancara dengan guru biologi

    b) Identifikasi miskonsepsi dengan Certainty of Response Index (CRI)

    c) Menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk mengatasi

    miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan

    2. Siklus I a) Perencanaan

    Tahap perencanaan ini terdiri dari penyusunan RPP, handout materi

    jaringan tumbuhan, lembar observasi, dan format evaluasi untuk

    mengukur presentase miskonsepsi siswa.

    b) Pelaksanaan

    48 Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme, h.9

  • Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari : (1) guru memberikan

    pengetahuan awal mengenai strategi pembelajaran peta konsep

    sebagai strategi pembelajaran yang digunakan, (2) guru memberikan

    tes kemampuan awal (pretest) konsep jaringan tumbuhan, (3) guru

    menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, (4) siswa secara

    berkelompok membuat peta konsep mengenai jaringan tumbuhan

    berdasarkan handout yang diberikan guru dan buku pelajaran yang

    dimiliki siswa, (5) perwakilan kelompok mempresentasikan peta

    konsep yang telah dibuat, (6) guru menjelaskan konsep jaringan

    tumbuhan, dan (7) siswa menarik kesimpulan mengenai konsep

    jaringan tumbuhan berdasarkan peta konsep yang telah dibuat

    c) Pengamatan dan evaluasi

    Tahap pengamatan dan evaluasi: (1) observer mencatat setiap

    aktivitas guru dan siswa dalam lembar observasi selama proses

    pembelajaran menggunakan peta konsep, (2) memberikan tes

    kemampuan kepada siswa pada akhir siklus I (post test), dan (3)

    berdiskusi dengan guru bidang studi dan observer untuk mengetahui

    tanggapan dan sarannya terhadap proses pembelalajaran.

    d) Refleksi

    Tahap refleksi: (1) mengolah dan menganalisis data dari siklus I

    yaitu pretest, posttest dan hasil observasi, (2) menarik kesimpulan

    kekurangan pada siklus I, dan (3) merefleksi kekurangan pada siklus

    I sebagai acuan pada siklus II.

    3. Siklus II a) Perencanaan

    Merencanakan strategi upaya perbaikan untuk pelaksanaan

    pembelajaran pada siklus II. Membuat rancangan pelaksanaan

    pembelajaran pada konsep organ tumbuhan menggunakan

    pembelajaran peta konsep.

    b) Pelaksanaan

  • Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari: (1) guru memberikan tes

    kemampuan awal (pretest) organ tumbuhan, (2) guru menjelaskan

    tujuan pembelajaran kepada siswa, (3) siswa secara berpasangan

    membuat peta konsep mengenai organ tumbuhan berdasarkan

    handout yang diberikan guru dan buku pelajaran yang dimiliki

    siswa, (5) perwakilan pasangan mempresentasikan peta konsep yang

    telah dibuat, (6) guru menjelaskan konsep organ tumbuhan, dan (7)

    siswa menarik kesimpulan mengenai konsep organ tumbuhan

    berdasarkan peta konsep yang telah dibuat

    c) Pengamatan dan evaluasi

    Tahap pengamatan dan evaluasi: (1) observer mencatat setiap

    aktivitas guru dan siswa dalam lembar observasi selama proses

    pembelajaran menggunakan peta konsep, (2) memberikan tes

    kemampuan kepada siswa pada akhir siklus II (post test), dan (3)

    berdiskusi dengan guru bidang studi dan observer untuk mengetahui

    tanggapan dan sarannya terhadap proses pembelalajaran

    d) Refleksi

    Tahap refleksi: (1) mengolah dan menganalisis data dari siklus II

    yaitu pretest, posttest dan hasil observasi, (2) menarik kesimpulan

    kekurangan pada siklus II, dan (3) merefleksi kekurangan pada

    siklus II dan sebagai penentuan apakah perlu penambahan siklus

    pembelajaran atau tidak.

    D. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan Sahat Saragih, dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Memperbaiki

    Miskonsepsi Pembelajaran Analisis Real melalui Pengajaran Remedial

    dengan Bantuan Media Peta Konsep dan Tutor Sebaya, diperoleh hasil

    peengajaran remedial dengan menggunakan bantuan media peta konsep dan

    tutor sebaya dala mata kuliah analisis real dapat meminimalkan miskonsepsi

    mahasiswa sekaligus dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.

  • Neni Hasnunidah, dalam penelitiannya yang berjudul Diagnostik

    Miskonsepsi Biologi dan Remediasinya dengan Tiga Model Pembelajaran

    yang Berbeda (peta konsep, siklus belajar, dan penemuan terbimbing),

    diperoleh hasil penelitian yaitu tingkat miskonsepsi siswa pada materi pokok

    Sistem Peredaran Manusia sebelum pembelajaran adalah 79,09% dan setelah

    remediasi sebesar 29,60. Ketiga macam model pembelajaran yang digunakan

    sama efektifnya dalam menurunkan tingkat miskonsepsi siswa pada materi

    pokok Sistem Peredaran Darah Manusia.

    Kadir, dalam penelitiannya yang berjudul Efektifitas Strategi Peta

    Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika, diperoleh hasil penelitian

    yaitu secara keseluruhan pengaruh strategi peta konsep tergolong tinggi, yaitu

    1,73 kali simpangan baku kelompok kontrol, strategi peta konsep pada

    jenjang guru memberikan pengaruh tertinggi, sedangkan teredah terdapat

    pada jenjang SD dan pengaruh strategi peta konsep tertinggi terjadi pada

    perlakuan selama 24 minggu, sedangkan terendah terjadi pada perlakuan

    selama 6 minggu.

    Mia Aina, dengan penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Hasil

    Belajar Siswa pada Konsep Invertebrata dengan Menggunakan Teknik Peta

    Konsep, diperoleh hasil penelitian yaitu dengan penggunaan teknik peta

    konsep hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata 6,39 pada siklus II dan

    pada siklus III meningkat menjadi 7,16. Jumlah siswa yang memperoleh nilai

    6,5 pada siklus III sebanyak 6 orang da yang memperoleh nilai > 6,5

    sebanyak 39 orang yang artinya secara klasikal proses pembelajaran telah

    mencapai ketuntasan.

    Jufri, penelitiannya yang berjudul Penggunaan Peta Konsep dalam

    Pembelajaran Lingkungan dan Pelestarian SDAH untuk Meningkatkan Hasil

    Belajar Siswa Kelas 1 MAN 3 Malang, didapatkan hasil penelitian yaitu hasil

    belajar siswa dengan menggunakan peta konsep pada konsep lingkungan dan

    pelestarian SDAH dapat meningkat nyata, dengan rata-rata nilai 66,72 pada

    siklus I, 72,43 pada siklus II dan 82,4 pada siklus III.

  • Yustini Yusuf, dkk, dalam penelitiannya yang berjudul Upaya

    Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi melalui Penggunaan Peta

    Konsep pada Siswa kelas II4, SMP Negeri 2 Pekan Baru, diperoleh hasil

    penelitian yaitu terjadi peningkatan persentase aktifitas yaitu 72,40% (baik)

    siklus I menjadi 81,05% (bak sekali) pada siklus II dan rata-rata hasil belajar

    siswa pada sistem pencernaan yaitu 79,18% (tinggi) dan pada sistem

    pernafasan 84,04%.

    E. Kerangka Pikir Biologi berisi konsep-konsep yang saling berhubungan dan kompleks.

    Namun kebanyakan guru mengajarkan konsep-konsep biologi tersebut

    dengan metode ceramah dan hapalan, dan proses pembelajaran yang pasif

    sehingga banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep tersebut secara

    mendalam, selain itu juga guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa

    sebelum menerima konsep yang baru, akibatnya terjadi miskonsepsi pada

    siswa. Dalam kehidupan sehari-hari siswa juga memiliki konsepsi-konsepsi

    yang berbeda-beda mengenai fenomena alam yang terjadi disekitarnya dan

    tidak jarang konsepsi yang terbentuk siswa ternyata berbeda dengan

    konsepsi-konsepsi para ilmuwan. Peristiwa ini juga mengakibatkan

    miskonsepsi pada siswa.

    Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok

    dengan konsepsi yang benar, hanya dapat ditemukan dalam kasus-kasus

    tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat

    digeneralisasikan. Miskonsepsi ini dapat muncul pada diri siswa berasal dari

    pengalaman sehari-hari ketika berinteraksi dengan alam sekitarnya.

    Dalam menangani miskonsepsi siswa, kiranya perlu diketahui lebih

    dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dimiliki siswa dan darimana

    mereka mendapatkan konsep tersebut. Diperlukan cara-cara mengidentifikasi

    atau mendeteksi salah konsep tersebut, yaitu melalui peta konsep.

    Peta konsep merupakan suatu alat skematis untuk merepresentasikan

    suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi.

  • Peta konsep disusun secara hirarki, konsep esensial akan berada pada bagian

    atas peta. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan antara

    dua konsep tersebut benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat

    dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar

    konsep.

    F. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritis dan penyusunan kerangka pikir, maka dapat

    dirumuskan hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah penggunaan peta

    konsep dalam pembelajaran biologi dapat mengurangi miskonsepsi siswa

    kelas XI MAN 10 Jakarta.

    Konsep biologi

    Salah konsep /miskonsepsi

    Peta konsep

    Konsep menjadi benar

    Perbaikan konsep

    Pembelajaran biologi yang tidak memperhatikan prakonsepsi

    Bagan 2.1. Kerangka Pikir

    Konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN)

    10 yang berlokasi di Jl. Joglo Baru No.77 Kecamatan Kembangan Jakarta-

    Barat. Waktu penelitian pada bulan September-Oktober 2010 pada semester

    ganjil tahun ajaran 2010/2011.

    B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan

    Kelas (PTK) yaitu suatu pengkajian terhadap permasalahan praktis yang

    bersifat situasional dan kontekstual yang ditujukan untuk menentukan

    tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi.49 PTK

    merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah

    tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuh kelas secara

    bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan guru

    yang dilakukan oleh siswa.50 PTK juga dapat diartikan sebagai upaya yang

    ditujukkan untuk memperbaiki proses pembelajaran atau memeahkan

    masalah yang dihadapi dalam pembelajaran.51

    Adapun tahapan penelitian tindakan kelas yang lazim dilakukan adalah

    sebagai berikut:52

    Tahap I: Perencanaan tindakan (planning)

    Tahap II: Pelaksanaan tindakan (acting)

    Tahap III: Pengamatan (observing)

    Tahap IV: Refleksi (reflecting)

    49 Masnur Muslich, Melaksanakan PTK itu Mudah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.9 50 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.3 51 E. Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

    2009), h.34 52 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan, h.16

    38

  • Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai

    berikut:53

    Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Persiapan tindakan

    Langkah-langkah persiapan penelitian yang dilakukan:

    a. Merencanakan tindakan

    Menyusun RPP

    b. Menetapkan kriteria:

    a) Terciptanya suasana pembelajaran yang aktif

    b) Pengurangan miskonsepsi siswa

    2. Implementasi tindakan

    Pelaksanaan tindakan dalam penelitian melalui proses pembelajaran

    yang terbagi menjadi beberapa siklus penelitian disesuaikan dengan

    besarnya masalah yang harus dipecahkan.

    a. Siklus pertama

    Pelaksanaan pembelajaran menggunakan strategi belajar peta

    konsep pada konsep jaringan tumbuhan. Observasi siklus ini

    dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung.

    53 Ibid., h.16

    Siklus I

    Perencanaan

    Pengamatan

    Perencanaan

    Siklus II Refleksi

    ?

    Refleksi Pelaksanaan

    Pelaksanaan

    Pengamatan

  • Hasil pengamatan dijadikan refleksi untuk rencana tindakan pada

    siklus kedua.

    b. Siklus kedua

    Proses pembelajaran tetap menggunakan strategi belajar peta

    konsep pada konsep organ tumbuhan. Hasil refleksi pada siklus

    kedua ini dijadikan bahan observasi kembali. Hasil pengamatan

    dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam

    melaksanakan penelitian tindakan kembali.

    c. Observasi dan Evaluasi

    Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan

    pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan setelah proses pembelajaran

    berlangsung dengan memberikan posttest kepada siswa.

    d. Analisis dan Refleksi

    Data yang telah terkumpul pada siklus pertama dianalisis dan

    didiskusikan bersama guru yang bersangkutan, tentang kelebihan

    dan kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dan

    kemudian dideskripsikan sebagai bahan penyusunan perencanaan

    tindakan pada pembelajaran siklus yang kedua.

    Berdasarkan data yang terkumpul pada siklus kedua dianalisis

    dan direfleksikan kembali, dilihat apakah hasil yang didapat sudah

    sesuai dengan yang diinginkan peneliti. Dari hasil analisis dilihat

    seberapa besar peningkatannya. Langkah pembelajaran yang masih

    kurang direkomendasikan untuk diperbaiki jika ada penelitian

    selanjutnya.

    C. Subjek Yang Terlibat Dalam Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester ganjil MAN 10

    Jakarta Barat yang hanya terdiri dari satu kelas dengan jumlah siswa

    sebanyak 26 siswa.

  • D. Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian Dalam penelitian ini peneliti berkolaborasi dengan guru biologi dan

    bertindak sebagai guru. Kegiatan observasi dilakukan oleh guru biologi dan

    teman sejawat. Peneliti juga mengamati dan menganalisa miskonsepsi apa

    saja yang terjadi pada siswa.

    E. Tahapan Intervensi Tindakan Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan untuk mengatasi miskonsepsi

    siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun tahapan-tahapan

    pembelajaran melalui peta konsep dirancang penerapannya sebagai berikut:

    Tabel 3.1 Tahapan Penelitian Siklus I dan II Kegiatan Pendahuluan

    Observasi kegiatan pembelajaran , identifikasi miskonsepsi siswa dengan CRI dan wawancara dengan guru

    Mengetahui konsep-konsep yang masih menjadi miskonsepsi siswa, mengetahui hasil belajar siswa, mengetahui kondisi siswa selama proses pembelajaran berlangsung, mengetahui strategi pembelajaran yang biasa digunakan guru

    Hasil Observasi, identifikasi miskonsepsi, dan wawancara

    Berdasarkan hasil pengamatan, identifikasi miskonsepsi, dan wawancara, diperoleh hasil yaitu konsep-konsep jaringan dan organ tumbuhan yang masih menjadi miskonsepsi pada siswa, proses pembelajaran masih monoton, guru hanya menggunakan metode ceramah sehingga suasana belajar menjadi pasif, sehingga prakonsepsi siswa mengenai suatu konsep tidak dapat terdeteksi guru, hal ini mengakibatkan terjadinya miskonsepsi siswa dan hasil belajar siswa masih rendah

    Diagnosa Miskonsepsi siswa dapat diatasi dan hasil belajar meningkat

    Siklus

    I

    Perencanaan Pembelajaran biologi menggunakan strategi pembelajaran peta konsep untuk mengatasi miskonsepsi siswa. Penyusunan RPP, handout materi pelajaran, lembar observasi, dan rubrik penilaian peta konsep Proses pembelajaran yang dilaksanakan: 1. siswa berkelompok menyusun peta konsep berdasarkan bahan bacaan yang

  • diberikan guru dan buku materi yang dimiliki siswa, menuliskan dan mempresentaskan peta konsep di depan siswa lain 2. memberikan tes kemampuan kognitif siswa berupa pretest-posttest

    Tindakan Pelaksanaan pembelajaran dengan strategi peta konsep sesuai dengan RPP pada konsep Jaringan Tumbuhan

    Pengamatan Lembar Observasi

    Refleksi Analisis data yang telah terkumpul, kemudian dievaluasi sebagai bahan refleksi unuk memperbaiki siklus berikutnya

    Siklus II dan seterusnya

    Penulisan Laporan Penelitian

    F. Hasil Intervensi Tindakan Diharapkan dari hasil intervensi tindakan yang dilakukan, terjadi

    pengurangan miskonsepsi siswa dan peningkatan hasil belajar setelah

    menggunakan peta konsep dalam kegiatan pembelajaran.

    G. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data yang Digunakan 1. Tes, menurut Paul instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    tes yang digunakan oleh Treagust, yaitu menggunakan tes pilihan ganda

    dengan alasan terbuka (multiple choice with open reasoning), dimana

    siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban

    seperti itu. Soal-soal yang diajukan berupa materi yang akan dibahas pada

    saat pelaksanaan pembelajaran. Bentuk penilaian tes adalah dengan

    memberikan nilai 1 apabila siswa menulis jawaban benar dengan alasan

    benar. Memberikan nilai 0 apabila siswa menulis jawaban benar tetapi

    alasan salah, menulis jawaban salah dan alasannya benar, dan menulis

  • jawaban salah dan alasan salah, karena dari ketiga jawaban tersebut

    kemungkinan besar mengandung miskonsepsi.54

    Berdasarkan hasil uji coba validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,

    dan daya beda diperoleh soal yang valid sebanyak 18 soal dari 30 soal

    pada siklus I dan 15 soal dari 30 soal pada siklus 2.55 Berikut kisi-kisi

    instrumen penelitian yang valid terdapat pada Tabel 3.2 dan 3.3:

    Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Valid pada Siklus I

    subkonsep Indikator Jenjang kognitif

    % C1 C2 C3

    Jaringan tumbuhan

    Menjelaskan pengertian jaringan tumbuhan

    0 0%

    Menyebutkan macam-macam jaringan tumbuhan

    0 0%

    Menjelaskan macam-macam jaringan meristem pada tumbuhan

    4, 5 8 3 17%

    Menjelaskan macam-macam jaringan dewasa

    9,10 2 11%

    Menjelaskan struktur dan fungsi jaringan epidermis pada tumbuhan

    11 12 14 3 17%

    Menjelaskan struktur dan fungsi jaringan parenkim

    15 16 2 11%

    Menjelaskan struktur dan fungsi jaringan penyokong

    19,

    20, 21

    3 17%

    54 Fika Damayanti, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Jigsaw

    sebagai Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Terhadap Konsep Sel, (Skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, FITK, UIN, 2008), h.62

    55 Lampiran 3, h.79 dan lampiran 6, h.83

  • Menjelaskan struktur dan fungsi jaringan pengangkut

    22, 25 2 11%

    Menggambar jaringan penyokong dan pengangkut

    27 1 6%

    Menjelaskan tipe-tipe ikatan pembuluh

    28 29 2 11%

    4 11 3 18 100%

    Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Valid pada Siklus II

    Subkonsep Indikator Jenjang kognitif

    % C1 C2 C3

    Organ tumbuhan

    Menyebutkan organ-organ tumbuhan

    1 1 7%

    Menjelaskan struktur dan fungsi akar

    3, 5 2 13%

    Menjelaskan struktur dan fungsi batang

    14 9, 12,

    13,

    15

    25 6 40%

    Menjelaskan struktur dan fungsi daun pada tumbuhan

    19,20,

    21

    3 20%

    Membedakan organ-organ pada tumbuhan dikotil dan monokotil

    26 1 7%

    Menggambar penampang melintang akar, batang, dan daun tumbuhan dikotil dan monokotil

    27 1 7%

    Menjelaskan manfaat kultur jaringan

  • Menjelaskan sifat totipotensi sebagai dasar kultur jaringan

    28 1 7%

    7 6 2 15 100%

    2. Lembar observasi digunakan sebagai alat evaluasi untuk mengukur sejauh

    mana keterlaksanaan atau kesesuaian prosedur penelitian dan kegiatan

    pembelajaran.

    3. Lembar rubrik untuk menilai portofolio peta konsep yang dikumpulkan

    oleh siswa56

    Rubrik merupakan seperangkat penilaian yang berisi kriteria-

    kriteria penilaian dan berguna untuk guru dan siswa dalam rangka

    menilai atau memberikan skor terhadap suatu subjek, topik, atau aktifitas.

    Umumnya rubrik berbentuk checklist untuk diisikan pada masing-masing

    kriteria pada setiap penampilan siswa. Namun rubrik juga bisa berbentuk

    penskoran deskriptif yang menggambarkan tingkatan-tingkatan kriteria

    penampilan siswa.57

    H. Teknik Pengumpulan Data Data yang akan diperoleh dari siswa berupa hasil pretest dan postest.

    Hasil pretest dan postest digunakan untuk mengetahui persentase

    miskonsepsi pada siswa dan penguasaan konsep siswa. Selain itu juga

    digunakan rubrik penialain peta konsep sebagai instrumen penilaian peta

    konsep yang telah dibuat oleh siswa.

    56 Saouma Boujaude, The Effect of Using Concept Maps as Study Tools on Achievement

    in Chemistry, (Eurasia Jurnal Math & Science & Technology Education, 2008, vol 4), h.234 57 Boston et al, Classroom Assessment (Concept and Applications), (USA: McGraw-Hill

    Higher Education, 2008), h.223

  • I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi 1. Uji Validitas

    Suatu alat evaluasi dapat dikatakan valid apabila alat tersebut mampu

    mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Uji validitas adalah uji

    kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang sebenarnya. Untuk

    mengukur validitas soal dalam penelitian ini menggunakan rumus

    korelasi biserial. Rumus yang digunakan adalah:58

    Rpbi = qp

    StMtMp

    Keterangan: Rpbi = koefisien korelasi biserial Mp = rerata skor pada tes yang memiliki jawaban benar Mt = rerata skor soal St = standar deviasi dari skor total p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah

    Berdasarkan pengujian validitas instrument penelitian didapatkan

    soal valid untuk siklus I dan II sebagai berikut:

    Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Soal Jenis Tes Jumlah Butir Soal Jumlah Soal Valid

    Tes kemampuan kognitif siswa pada siklus I

    30 18

    Tes kemampuan kognitif siswa pada siklus II

    30 15

    2. Uji Reliabilitas Relaibilitas alat penilaian adalah ketepatan alat tersebut dalam

    mengukur apa yang dinilainya. Analisis reliabilitas dilakukan untuk

    mengetahui apakah soal yang sudah disusun dapat memberikan hasil

    yang tetap atau tidak tetap. Hal ini berarti apabila soal yang dikenakan

    untuk sejumlah subjek yang sama dalam waktu tertentu, maka hasil akan

    58 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h.79

  • tetap atau relatif sama. Instrumen disebut reliabil mengandung arti

    bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data

    yang bisa dipercaya. Uji ini dilakukan dengan menggunakan rumus KR-

    20 dari Kuder-Ricardson. Rumus yang digunakan adalah:59

    r11 =

    2

    2

    1 SpqS

    nn

    keterangan: r11 = reliabilitas menggunakan persamaan KR-20 p = proporsi siswa yang menjawab benar q = proporsi siswa yang menjawab salah n = banyaknya soal S2 = standar deviasi atau simpangan baku Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

    r11 = 0,91 1,00 = sangat tinggi

    r11 = 0,71 0,90 = tinggi

    r11 = 0,41 0,70 = cukup

    r11 = 0,21 0,40 = rendah

    r11 = < 0,20 = tidak reliabel

    Berdasarkan pengujian reliabilitas instrumen penelitian yang telah

    disesuaikan dengan r tabel, didapatkan besarnya reliabilitas soal pada

    siklus I dan siklus II sebagai berikut:60

    Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Soal Jenis Tes Reliabilitas Kategori

    Tes kemampuan kognitif siswa pada siklus I

    0,88 Tinggi

    Tes kemampuan kognitif siswa pada siklus II

    0,82 Tinggi

    59 Ibid., h.100 60 Lampiran 4, h.80 dan lampiran 7, h.84

  • 3. Tingkat Kesukaran Bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya suatu soal disebut

    indeks kesukaran. Untuk dapat mengukur tingkat kesukaran suatu soal

    digunakan rumus.61

    P = JSB

    Keterangan: P = Indeks kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

    Kriteria tingkat kesukaran soal:

    0,00 0,30 = sukar

    0,30 0,70 = sedang

    0,70 1,00 = mudah

    Berdasarkan tingkat kesukaran yang telah disesuaikan dengan r

    tabel, didapatkan tingkat kesukaran instrument penelitian pada siklus I dan

    II sebagai berikut:62

    Tabel 3.6. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal

    Jenis Tes Persentase Soal (%)

    Sukar Sedang Mudah

    Tes kemampuan tes kognitif siswa pada siklus I

    27% 70% 3%

    Tes kemampuan tes kognitif siswa pada siklus II

    27% 70% 3%

    61 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi, h. 208. 62 Lampiran 5, h.82 dan lampiran 8, h.86

  • J. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menghitung persentase

    miskonsepsi siswa digunakan rumus sebagai berikut63:

    % = jumlah miskonsepsi x 100%

    Total

    Sedangkan untuk menghitung peningkatan penguasaan konsep siswa

    diperoleh dari rata-rata indeks Gain. Gain adalah selisih antara nilai postest

    dan pretest. Gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan

    konsep siswa setelah pembelajaran.

    Rumus yang digunakan untuk mengetahui indeks Gain menurut Meltzer

    adalah:64

    N- Gain = skor postest skor pretest skor ideal skor pretest

    dengan kategori perolehan:65

    G tinggi = nilai () > 0,70

    G sedang = nilai 0,70 () 0,30

    G rendah = () < 0,3

    Untuk lebih memastikan kembali terhadap hipotesis tindakan apakah

    terdapat peningkatan hasil belajar atau tidak setelah mengikuti pembelajaran

    dengan menggunakan peta konsep, maka dari nilai Gain siswa yang telah

    diperoleh dihitung kembali dengan uji statistik.

    Pengujian statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji

    Wilcoxon. Uji Wilcoxon atau uji peringkat bertanda adalah salah satu tes

    statistik yang dipergunakan untuk menguji dua sampel yang berhubungan

    atau berkolerasi. Uji ini digunakan baik untuk data yang diperoleh melalui

    63 Fika Damayanti, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Jigsaw

    sebagai Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa Terhadap Konsep Sel, (Skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, FITK, UIN, 2008), h.66

    64 David E. Meltezer, The Relationship between Mathematic Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores dari www.physyceducation.net/docs/addenum-on-normalized (diakses pada 11-10-2010)

    65 Richard R. Hake, Analyzing Change/Gain Scores, American Educational Research Associations Division, Measurrement and Research Methodology, 1999, h. 1

  • pengukuran beruntun maupun subjek berpasangan.66 Rumus uji Wilcoxon

    yang digunakan yaitu:67 z = J J (N(N + 1)(2N + 1))/24

    K. Indikator Keberhasilan Penelitian ini dikatakan berhasil atau siswa dinyatakan mengalami

    peningkatan hasil belajar terhadap konsep jaringan dan organ tumbuhan

    apabila mencapai indikator sebagai berikut:

    1. Miskonsepsi siswa berkurang minimal 40%

    2. Tidak ada siswa yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 70

    L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan Apabila setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan belum

    terjadi pengurangan miskonsepsi siswa maka akan ditindaklanjuti dengan

    tindakan kedua (siklus II).

    66 Ruseffendi, Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan, (Bandung: IKIP Bandung

    Press, 1998), h.402 67 Ibid., h.403

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Temuan Hasil Penelitian 1. Siklus I

    a. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

    catatan lapangan. Catatan lapangan pada penelitian ini berisi

    kegiatan dan kondisi siswa serta temuan-temuan kejadian selama

    penelitian siklus I berlangsung. Berdasarkan pengamatan peneliti

    selama proses pembelajaran berlangsung, diperoleh catatan

    lapangan sebagai berikut:

    Tabel 4.1. Hasil Catatan Lapangan Siklus I No Tindakan Kondisi Siswa

    1. Pembentukan kelompok

    Siswa memilih sendiri anggota kelompoknya

    Siswa berkategori pandai terbagi rata di setiap kelompok

    Setiap kelompok menentukan posisi duduk untuk diskusi kelompok

    2. Pembuatan peta konsep oleh masing-masing kelompok

    Beberapa siswa belum mengetahui cara membuat peta konsep yang benar

    Beberapa siswa tidak membaca handout materi yang diberikan guru dengan seksama

    Beberapa siswa merasa kesulitan menentukan proposisi

    Beberapa siswa belum terbiasa dengan pembelajaran peta konsep

    Beberapa kelompok masih bertanya kepada guru mengenai proposisi dan cara membuat peta konsep

    51

  • No Tindakan Kondisi Siswa 3. Diskusi kelompok

    dalam pembuatan peta konsep

    Masing-masing anggota kelompok berdiskusi untuk menentukan proposisi dan kata penghubung peta konsep

    Beberapa siswa mengeluarkan ide/pendapat mengenai proposisi dan bentuk peta konsep yang harus dibuat oleh kelompoknya

    Beberapa siswa pasif dan belum terbiasa belajar secara berkelompok

    4. Diskusi kelas mengenai peta konsep yang telah dibuat oleh perwakilan kelompok

    Dua kelompok mempresentasikan peta konsep yang telah dibuat di papan tulis

    Setiap kelompok antusias untuk memberi masukan dan saran terhadap peta konsep yang telah dibuat di papan tulis

    Terdapat perbedaan peta konsep yang dibuat oleh beberapa kelompok

    Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep pada

    penelitian siklus I ini memiliki beberapa tahapan yaitu

    pembentukan kelompok, pembuatan peta konsep oleh masing-

    masing kelompok, diskusi kelompok dalam pembuatan peta konsep

    dan diskusi kelas mengenai peta konsep yang telah dibuat oleh

    perwakilan kelompok.

    Konsep yang diajarkan pada siklus I adalah mengenai jaringan

    tumbuhan yang mencakup jaringan meristem dan jaringan dewasa

    pada tumbuhan. Setelah guru menjelaskan materi jaringan

    tumbuhan secara umum dengan menggunakan peta konsep, guru

    memerintahkan setiap kelompok untuk membuat peta konsep

  • secara berkelompok berdasarkan handout yang diberikan guru dan

    buku materi sebagai bahan acuan untuk membuat peta konsep.

    Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat tahapan-tahapan

    yang dilakukan pada siklus I, diantaranya siswa dibentuk secara

    berkelompok dan dalam setiap kelompok terdapat satu atau

    beberapa siswa yang berkategori pandai sehingga diharapkan dapat

    membantu siswa yang kurang pandai dalam kelompoknya.

    Pada siklus I ditemukan beberapa kendala yang dihadapi

    beberapa siswa ketika membuat peta konsep secara berkelomopok,

    diantaranya siswa tidak membaca handout yang diberikan guru

    dengan seksama, akibatnya siswa kesulitan menemukan kata-kata

    penting dari suatu konsep untuk dijadikan proposisi peta konsep.

    Selain itu juga siswa belum sepenuhnya mengerti bagaimana

    membuat peta konsep yang benar, sehingga pada saat diskusi dalam

    kelompok, beberapa siswa bertanya kepada guru mengenai

    penyusunan peta konsep. Hal ini dikarenakan siswa yang belum

    terbiasa membuat peta konsep mengenai materi pelajaran.

    Setiap kelompok membuat peta konsep dan menentukan

    sendiri proposisi-proposisi serta kata hubung yang digunakan

    untuk menyusun peta konsep. Beberapa siswa tampak aktif dalam

    mengemukakan ide tau gagasan mengenai proposisi maupun kata

    hubung, namun beberapa siswa lainnya masih tampak pasif,

    dikarenakan siswa disusun dalam bentuk kelompok, sehingga

    masih terdapat siswa yang tidak bekerjasama dengan anggota

    kelompoknya dalam pembuatan peta konsep.

    Pada siklus I setelah setiap kelompok menyelesaikan peta

    konsep, kemudian guru meminta perwakilan 2 kelompok untuk

    mempresentasikan peta konsep yang telah dibuatnya di depan

    kelompok lain dan dituliskan di papan tulis. Guru memberi

    kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi atau merevisi

    peta konsep yang telah ditulis oleh kelompok presentasi. Setelah itu

  • guru membahas peta konsep dan meminta siswa untuk mereview

    materi sebagai tindakan utnuk mengetahui apakah masih terjadi

    miskonsepsi pada siswa.

    b. Miskonsepsi Siswa

    1) Prakonsepsi Siswa pada Siklus I Salah satu penyebab miskonsepsi pada siswa dan terjadi

    secara terus menerus adalah guru yang tidak memperhatikan

    prakonsepsi awal siswa. Setiap siswa memiliki prakonsepsi

    yang berbeda-beda, sehingga perlu bagi guru untuk

    mengetahui prakonsepsi tersebut sebelum memulai

    pembelajaran. Sebelum peneliti menerapkan peta konsep pada

    pembelajaran sebagai upaya mengurangi miskonsepsi pada

    siswa, terlebih dahulu